BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Landasan Teori
2.1.1
Pengertian Zakat Zakat menurut syara’,
berarti hak yang wajib dikeluarkan dari harta.
Harta yang dikeluarkan menurut syara’, dinamakan zakat karena harta itu akan bertambah dan memelihara dari kebinasaan (Wahbah, 1995: 83). Selain itu, zakat menurut syara’ (istilah), adalah nama suatu ibadah wajib yang dilaksanakan dengan memberikan sejumlah kadar tertentu dari harta milik sendiri kepada orang yang berhak menerimanya menurut yang ditentukan syariat Islam (Kartika, 2006: 10). Zakat
dalam
pelaksanaannya
dapat
diartikan
sebagai
sebuah
mekanisme yang mampu mengalirkan kekayaan yang dimiliki oleh kelompok masyarakat mampu (the have) kepada kelompok masyarakat yang tidak mampu
(the
have not).
Zakat
juga
bertindak
sebagai
pendistribusian
pendapatan dari wajib zakat (muzakki) kepada penerima zakat (mustahiq). Zakat merupakan instrumen utama pengentasan
kemiskinan
dalam
ajaran
Islam. Abu Zahrah (dalam Garry, 2011: 38) menyatakan sesungguhnya zakat, sejak semula, diwajibkan untuk mengatasi kemiskinan.
9 Universitas Sumatera Utara
2.1.2
Landasan Hukum Zakat Kata Zakat dalam bentuk ma’rifah (definisi) disebut tiga puluh kali di
dalam Quran, di antaranya dua puluh tujuh kali disebutkan dalam satu ayat bersama salat. Sebagian ahli mengatakan terdapat 82 kali kata zakat disebutkan di Quran. Hal ini menunjukkan bahwa perintah untuk melaksanakan zakat sangat wajib dilaksanakan bagi golongan yang mampu (muzakki). Berikut beberapa landasan hukum zakat baik dari ajaran Islam maupun hukum negara yang telah ditetapkan sebagai berikut: 1. Al-Qur’an a. At - Taubah : 10 Artinya : “Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan dan mensucikan mereka dan berdoalah untuk mereka, sesungguhnya doa kamu itu (menjadi) ketentraman jiwa bagi mereka dan Allah Maha mendengar lagi Maha mengetahui.” b. Al - Baqarah : 43 Artinya : “Dan dirikanlah sholat dan tunaikanlah zakat dan rukuklah beserta orang-orang yang rukuk.” c. Al - An’am : 141 Artinya : “Dan dialah yang menjadikan kebun-kebun yang berjunjung dan yang tidak berjunjung, pohon kurma, tanam-tanaman yang bermacam-macam buahnya, zaitun dan delima yang serupa (bentuk dan warnanya), dan tidak
10 Universitas Sumatera Utara
sama (rasanya). Makanlah dari buahnya (yang bermacam-macam itu) bila dia berbuah, dan tunaikanlah haknya dihari memetik hasilnya (dengan dikeluarkan zakatnya); dan janganlah kamu berlebih-lebihan. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berlebih-lebihan.” 2. As - Sunah Hadis diriwayatkan oleh Bukhari (No. 7) dan Muslim (No. 20) dari Abdullah bin Umar, Rasulullah Saw. bersabda, “Islam didirikan atas lima sendi, bersaksi bahwa tidak ada Tuhan kecuali Allah dan Muhammad Rasulullah, mendirikan shalat, menunaikan zakat, haji ke baitullah dan berpuasa di bulan Ramadhan.” Rasulullah Saw. bersabda, “Ajaklah mereka kepada syahadah (persaksian) tidak ada ilah yang berhak disembah kecuali Allah dan bahwa aku adalah utusan Allah. Jika mereka mentaatinya, maka beritahukanlah bahwa Allah mewajibkan atas mereka shalat lima waktu sehari semalam. Dan jika mereka telah mena’atinya, maka beritahukanlah bahwa Allah telah mewajibkan atas mereka shadaqah (zakat) dari harta mereka yang diambil dari orang-prang kaya mereka dan diberikan kepada orang-orang faqir mereka.” (HR. Bukhari No. 1308) 3. Ijma’ Kewajiban membayar zakat juga diperkuat oleh ijma’ para sahabat. Khalifah Abu Bakar, pada awal pemerintahannya dihadapkan dengan satu masalah besar yaitu munculnya golongan yang enggan membayar zakat, sedang
11 Universitas Sumatera Utara
mereka mengaku islam.
Berdasarkan ijtihadnya yang didukung sahabat-
sahabat lain, maka tanpa ragu beliau mengambil tindakan tegas yaitu memerangi golongan pembangkang tersebut.
Dan kewajiban ini terus
berlangsung sampai khalifah-khalifah berikutnya (Asnaini, 2008: 35). Menurut Muhammad Yusuf (2009: 22), adapun dalil berupa ijma’ulama ialah adanya
kesepakatan
semua
(ulama)
umat
Islam
disemua
Negara
kesepakatannya bahwa zakat adalah wajib. Landasan hukum zakat menurut undang-undang diatur dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2011 yang sebelumnya menggunakan Undang-Undang Nomor 38 Tahun 1999. 2.1.3
Syarat Zakat Syarat wajib zakat ialah sebagai berikut (Wahbah, 1995: 98-114):
1. Merdeka. Menurut kesepakatan ulama, zakat tidak wajib atas hamba sahaya karena hamba sahaya tidak mempunyai hak milik. Pada dasarnya, menurut jumhur, zakat diwajibkan atas tuan karena dialah yang memiliki harta hambanya. Oleh karena itu, dialah yang wajib mengeluarkan zakatnya, seperti halnya harta yang berada di tangan syarik (partner) dalam sebuah usaha perdagangan. 2. Islam. Menurut ijma’, zakat tidak wajib atas orang kafir karena zakat merupakan ibadah mahdhah yang suci sedangkan orang kafir bukan orang yang suci. Mazhab Syafi’i, berbeda dengan mazhab-mazhab lainnya, yang mewajibkan
12 Universitas Sumatera Utara
orang murtad yang mengeluarkan zakat hartanya sebelum riddahnya terjadi, yakni harta yang dimilikinya ketika dia masih menjadi seorang muslim. 3. Baligh dan Berakal. Keduanya di pandang sebagai syarat oleh Mahzab Hanafi. Dengan demikian, zakat tidak wajib di ambil dari harta anak kecil dan orang gila sebab keduanya tidak termasuk dalam ketentuan orang yang wajib mengerjakan ibadah seperti shalat dan puasa. Sedangkan menurut Jumhur, keduanya bukan merupakan syarat. Oleh karena itu zakat wajib di keluarkan oleh anak kecil dan orang gila. Zakat tersebut dikeluarkan oleh walinya. 4. Harta yang dikeluarkan adalah harta yang wajib dizakati. Harta yang mempunyai kriteria ini ada lima jenis, yaitu: a) uang, emas, perak, baik berbentuk uang logam maupun uang kertas; b) barang tambang dan barang temuan; c) barang dagangan; d) hasil tanaman dan buah-buahannya; dan e) menurut jumhur, binatang ternak yang merumput sendiri atau menurut Mazhab Maliki, binatang yang diberi makan oleh pemiliknya. Harta yang dizakati disyaratkan produktif, yakni berkembang sebab salah satu makna zakat adalah berkembang dan produktivitas tidak dihasilkan kecuali dari barang-barang yang produktif. Menurut jumhur, maksud berkembang disini ialah bahwa harta tersebut disiapkan untuk dikembangkan, baik melalui perdagangan maupun diternakkan (jika berupa binatang).
13 Universitas Sumatera Utara
5. Harta yang dizakati telah mencapai nisab atau senilai dengannya. Maksudnya ialah nisab yang ditentukan oleh syara’ sebagai tanda kayanya seseorang dan kadar-kadar yang mewajibkannya zakat. 6. Harta yang dizakati adalah milik penuh. Mazhab Hanafi berpendapat bahwa yang dimaksud dengan harta milik ialah harta yang dimiliki secara utuh dan berada di tangan sendiri yang benar-benar dimiliki. Mazhab Maliki berpendapat bahwa yang dimaksud dengan harta yang dimiliki secara utuh ialah harta yang dimiliki secara asli dan hak pengeluarannya berada di tangan pemiliknya. Mazhab Syafi’i berpendapat bahwa yang dimaksud dengan harta yang dimiliki secara penuh ialah harta yang dimiliki secara asli, penuh dan ada hak untuk mengeluarkannya. Mazhab Hambali berpendapat bahwa harta yang dizakati harus merupakan harta yang dimiliki secara asli dan bisa dikeluarkan sesuai dengan keinginan pemiliknya. 7. Kepemilikian harta telah mencapai setahun, menurut hitungan tahun qamariyah. Pendapat ini berdasarkan hadis Nabi saw. yang diriwayatkan dari ‘Ali oleh Abu Dawud, yaitu: “Tidak ada zakat dalam suatu harta sampai umur kepemilikannya mencapai setahun.” (HR. Abu Daud No. 1342)
14 Universitas Sumatera Utara
8. Harta tersebut bukan merupakan harta hasil utang. Menurut pendapat yang paling sahih, adapun hutang yang tidak berkaitan dengan hak para hamba, seperti hutang nazar,
kafarat, dan haji, tidak
mencegah kewajiban zakat. Begitu juga hutang tidak mencegah kewajiban sepersepuluh (untuk tanaman dan buah-buahan) kewajiban, pajak dan kafarat. 9.
Harta yang akan dizakati melebihi kebutuhan pokok.
2.1.4
Jenis-Jenis Zakat
2.1.4.1 Zakat Fitrah Zakat ini wajib dikeluarkan seusai bulan Ramadhan sebelum shalat ‘Id, sedangkan bagi orang yang mengeluarkan zakat fitrah setelah dilaksanakan sholat ‘Id maka apa yang ia berikan bukanlah termasuk zakat fitrah tetapi merupakan sedekah, hal ini sesuai dengan Hadis Nabi SAW dari Ibnu Abbas, ia berkata, “Rasulullah SAW mewajibkan zakat fitrah itu sebagi pembersih bagi orang yang berpuasa dari perbuatan sia-sia dan perkataan yang kotor dan sebagai makanan bagi orang miskin. Karena itu, barang siapa mengeluarkannya sesudah sholat maka dia itu adalah salah satu shadaqoh biasa (Hadis Abu Daud dan Ibnu Majah) (Kartika, 2007: 22). Adapun jenis makanan yang wajib dikeluarkan sebagai bentuk zakat fitrah adalah makanan pokok bagi orang yang mengeluarkan zakat fitrah atau makanan pokok di daerah tempat berzakat fitrah seperti beras, jagung, tepung sagu, dan sebagainya. Banyaknya zakat fitrah untuk perorangan satu Sha’ (2,5 kg/3,5 liter)
15 Universitas Sumatera Utara
dari bahan makanan untuk membersihkan puasa dan mencukupi kebutuhan orangorang miskin di hari raya Idul Fitri (Kartika, 2007: 22) Menurut Yusuf Qardhawi ada dua hikmah zakat fitrah, ialah sebagai berikut (Kartika, 2007: 22-23): 1. Membersihkan
kotoran
selama
menjalankan
puasa,
karena
selama
menjalankan puasa seringkali orang terjerumus pada perkataan dan perbuatan yang tidak ada manfaatnya serta melakukan perbuatan-perbuatan yang dilarang oleh Allah. 2. Menumbuhkan rasa kecintaan kepada orang-orang miskin dan orang-orang yang membutuhkan. Dengan memberi zakat fitrah kepada orang-orang miskin dan orang-orang yang membutuhkan akan membawa mereka kepada kebutuhan dan kegembiraan, bersuka cita pada hari raya. Adapun tempat mengeluarkan zakat fitrah yang lebih diutamakan zakat fitrah dikeluarkan di tempat muzakki tinggal dan berpuasa, sedangkan jika dia puasa Ramadhan di luar negeri karena perjalanan atau lainnya maka dia mengeluarkan zakat fitrah di negeri tempat dia berpuasa. Pembayaran zakat fitrah dapat dipindahkan ke tempat atau daerah lain jika penduduk di tempat atau daerah tersebut amat memerlukannya dibandingkan dengan penduduk di tempat atau daerah pemberi zakat (Kartika, 2007: 24).
16 Universitas Sumatera Utara
2.1.4.2 Zakat Maal (Harta) Maal (harta) menurut bahasa ialah segala sesuatu yang diinginkan sekali oleh manusia untuk menyimpan dan memilikinya, sedangkan maal (harta) menurut hukum Islam adalah segala sesuatu yang dapat dipunyai (dikuasai) dan dapat digunakan (dimanfaatkan) menurut kebiasaannya (Kartika, 2007: 24). Zakat harta/zakat maal ialah zakat yang dikenakan atas harta (maal) yang dimiliki oleh seorang atau lembaga dengan syarat-syarat dan ketentuan-ketentuan yang telah ditetapkan. Macam-macam harta yang wajib dikeluarkan zakatnya adalah (Kartika, 2007: 25): 1. Emas, Perak, dan Uang (Simpanan) Semua ulama sepakat bahwa harta yang berupa emas dan perak dikeluarkan zakatnya, karena secara syariat Islam memandang emas dan perak potensial hidup dan berkembang.
Nisab zakat emas adalah 20 dinar, yakni setara
dengan 85 gram emas murni, sedangkan untuk nishab zakat perak adalah 200 dirham, yaitu setara dengan 672 gram perak. Zakat tidak diwajibkan pada emas, kecuali jika sudah mencapai 20 mitsqal (biji). Begitu pula zakat tidak wajib dikeluarkan pada perak, kecuali jumlahnya sudah mencapai nilai 200 dirham, artinya jika seseorang telah memiliki emas atau perak yang nilainya telah mencapai nisabnya dan telah memiliki selama satu tahun maka sudah terkena kewajiban membayar zakat sebesar 2,5%, sesuai dengan Hadis Nabi Saw., “Apabila kamu telah memiliki 200 dirham (perak) dan telah mengalami ulang tahun (haul), maka zakatnya 5 dirham. Dan kamu tidak mempunyai
17 Universitas Sumatera Utara
apa-apa (mengenai emas) sehingga kamu telah memiliki 20 dinar dan telah mengalami ulang tahun, maka zakatnya ½ dinar.
Jika lebih, maka
diperhitungkanlah seperti itu” (HR. Abu Daud dari Ali Bin Abi Thalib ra No. 1343). Pada hadis lain yang diriwayatkan oleh Ibn Majah dari Aisyah bahwa Rasulullah Saw. mengambil setiap duapuluh dinar setengah dinar dan setiap empat puluh dinar satu dinar (Abdul, 2006: 34). Menurut Yusuf Qardawi (1996) dalam bukunya Hukum zakat, jika perhiasan yang khusus untuk pemakaian yang mubah seperti perhiasan perempuan yang tidak berlebih-lebihan dan cincin perak seorang laki-laki maka tidak wajib dikeluarkan zakatnya karena perhiasan tersebut tidak merupakan harta yang berkembang (Qardawi, 1996: 296). Namun jika perhiasan tersebut melebihi batas kewajaran maka harus dibayar zakatnya karena kepemilikan perhiasan sama dengan menimbun dan menyimpan sesuatu harta. Begitu juga dengan perhiasan emas yang dipakai atau dimiliki oleh lelaki wajib dibayar zakatnya sebab haram bagi dirinya, sementara cincin perak tidak dikenakan kewajiban zakat karena halal dipakai oleh lelaki. Banyaknya zakat untuk perhiasan emas dan perak adalah 2,5%. Untuk segala macam bentuk simpanan uang seperti tabungan, deposito, cek, obligasi, saham atau surat berharga lainnya termasuk dalam kategori penyimpanan emas dan perak, sehingga penetapan nishab dan besarnya zakat disetarakan dengan ketentuan zakat pada emas dan perak.
Artinya jika
seseorang memiliki bermacam-macam bentuk harta dan jumlah akumulasinya
18 Universitas Sumatera Utara
lebih besar atau sama dengan nishab (85 gram emas/672 gram perak) maka ia telah terkena kewajiban zakat (2,5%). 2. Hasil Pertanian Hasil pertanian yang dikenakan zakat adalah hasil tumbuh-tumbuhan atau tanaman yang bernilai ekonomis seperti padi, biji-bijian, umbi-umbian, sayursayuran, buah-buahan, tanaman hias, rumput-rumputan, daun-dauanan, dan kacang-kacangan.
Nisabnya telah ditetapkan oleh Rasulullah Saw. dalam
hadis beliau, “Harta yang kurang dari lima awsaq (hitungan berat) tidak diwajibkan untuk mengeluarkan sedekah.” (HR. Muttafaq Alaih: Bukhari No. 1366 dan Muslim No. 1629). Satu wasq sama dengan 60 sha’. Lima awwaq senilai dengan 300 Sha’ sama dengan 900 kam atau 653 kam atau 653 kg gabah/520 kg beras.
Jika hasil pertanian merupakan makanan pokok
seperti beras, jagung, gandum, kurma, dan lain-lain maka nishabnya setara dengan 653 kg gabah/ 520 kg beras dari hasil pertanian tersebut, tetapi jika jasil pertanian berupa buah-buahan, sayur-saturan, daun, bunga, dan lain-lain maka nishabnya disetarakan dengan harga nishab makanan pokok yang paling utama di Negara yang bersangkutan. Dalam sistem pertanian saat ini komponen biaya yang dikeluarkan oleh petani tidak hanya sekedar air tetapi biaya-biaya lain sperti insektisida, pupuk, perawatan, dan lain-lain. Oleh karena itu, kadar zakat yang wajib dilkeluarkan berbeda-beda mengikuti sistem yang digunakan untuk memenuhi kebutuhan air.
Apabila pengairannya dilaksanakan tanpa mengeuarkan pembiayaan,
19 Universitas Sumatera Utara
kadar zakat yang wajib dikeluarkan adalah 10%; jika pengairannya dilaksanakan
dengan
mengeluarkan
biaya
yang
tinggi,
seperti
mengikutsertakan tenaga manusia untuk mengarut sirkulasi airnya dengan menggunakan peralatan atau harus membeli air, kadar zatnya adalah 5 %; jika pengairan dilaksanakan dengan menggunakan kedua sistem tersebut maka kadar zakatnya adalah 7,5%; jika sistem pengairannya tidak diketahui maka kadar zakat yang wajib dikeluarkan sebanyak 10%. Sebagian para ulama berpendapat bahwa wajib zakat hasil pertanian adalah hari ketika hasil pertanian tersebut dipanen. Seperti firman Allah Swt., Dan tunaikanlah haknya di hari memetik hasilnya (dengan disedekahkan kepada fakir miskin). (QS AL-An’am [6] : 14) (Abdul, 2006: 40 ). 3. Hasil Perternakan Hasil peternakan yang dimaksud adalah binatang ternak yang meliputi kambing/domba/biri-biri, sapi/kerbau/kuda, dan unta.
Syaratnya adalah:
sampai nisab, telah dimiliki satu tahun, digembalakan (diurus sepanjang tahun untuk memperoleh susu, bibit baru, pembiakan dan dagingnya), dan tidak dipekerjakan (Qardawi, 1996: 170). a. Nisab Kambing/Domba/Biri-biri. Nisab kambing/domba/biri-biri adalah 40 ekor, artinya jika jumlahnya sudah mencapai 40 ekor maka wajib dikeluarkan zakatnya dan jika jumlahnya belum mencapai 40 ekor maka tidak wajib mengeluarkan zakatnya. Berikut nisab zakat kambing/domba/biri-biri berdasarkan hadis
20 Universitas Sumatera Utara
Rasulullah Saw. yang diriwayatkan oleh HR. Bukhari (No. 1362) dari Anas bin Malik: •
Dari jumlah 40 – 120 ekor, zakatnya satu ekor kambing;
•
Dari jumlah 121 – 200 ekor, zakatnya dua ekor kambing;
•
Dari jumlah 201 – 300 ekor, zakatnya tiga ekor kambing;
•
Selanjutnya, setiap pertambahan 100 ekor, zakatnya satu ekor kambing.
b. Nisab Sapi/Kerbau/Kuda Nisab kerbau dan kuda disetarakan dengan nisab sapi, yaitu 30 ekor. Berikut nisab zakat sapi/kerbau/kuda berdasarkan hadis Rasulullah Saw. yang diriwayatkan oleh At Tirmidzi (No. 565) dan Abu Daud (No. 1345) dari Muadz bin Jabbal ra : •
Jumlah 30 – 39 ekor, zakatnya 1 ekor tabii’, yaitu sapi betina atau jantan yang berumur setahun lebih;
•
Jumlah 40 – 59 ekor, zakatnya 1 ekor musinnah, yaitu sapi betina atau jantan yang berumur dua tahun lebih;
•
Jumlah 60 – 69 ekor, zakatnya 2 ekor sapi betina atau jantan tabii’;
•
Jumlah 70 – 79 ekor, zakatnya 1 ekor sapi betina musinnah dan 1 ekor sapi jantan tabii’;
•
Jumlah 80 – 89 ekor, zakatnya 2 ekor sapi betina musinnah;
•
Jumlah 90 – 99 ekor, zakatnya 3 ekor sapi jantan tabii’;
•
Jumlah 100 – 119 ekor, zakatnya 1 ekor sapi betina tabii’ dan 2 ekor sapi musinnah;
21 Universitas Sumatera Utara
•
Jumlah 120 – 129 ekor, zakatnya 4 ekor sapi betina tabii’ dan 3 ekor sapi musinnah;
•
Jumlah 130 ekor, zakatnya 3 ekor sapi betina, tabii’ atau 4 ekor sapi musinnah;
•
Selanjutnya setiap penambahan 30 ekor, zakatnya satu ekor tabii’, dan setiap ada tambahan 40 ekor, zakatnya 1 ekor sapi musinnah.
c. Nisab Unta Nisab unta yaitu 5 ekor. Apabila belum mencapai jumlah tersebut maka tidak wajib mengeluarkan zakat. Berikut nisab zakat unta (Abdul, 2006: 37) : •
5 – 9 ekor, zakatnya satu ekor domba/kambing;
•
10 – 14 ekor, zakatnya dua ekor domba/kambing;
•
15 – 19 ekor, zakatnya tiga ekor domba/kambing;
•
20 – 24 ekor, zakatnya empat ekor domba/kambing;
•
25 – 35 ekor, zakatnya satu ekor Binta Makhad, yaitu unta betina yang berumur 1 tahun masuk tahun ke-2 atau Ibn Labun, yaitu unta jantan yang berumur 2 tahun masuk tahun ke-3;
•
36 – 45 ekor, zakatnya satu ekor Binta Labun, yaitu unta betina yang berumur 2 tahun masuk tahun ke-3;
•
46 – 60 ekor, zakatnya satu ekor Hiqqah, yaitu unta yang berumur 3 tahun masuk tahun ke-4;
•
61 – 75 ekor, zakatnya satu ekor Jaz’ah, yaitu unta yang berumur 4 tahun masuk tahun ke-5;
•
76 – 90 ekor, zakatnya dua ekor Bintan Labun;
22 Universitas Sumatera Utara
•
91 – 120 ekor, zakatnya dua ekor Hiqqah;
•
Selanjutnya, para ulama berbeda pendapat mengenai jumlah unta yang lebih dari 120 ekor.
d. Nisab Ternak Unggas (Ayam, Bebek, Burung, dan Lain-Lain) dan Perikanan Nisab zakat ternak unggas tidak sama dengan nisab kambing, sapi, ataupun unta sebab zakat ini dihitung berdasarkan skala usahanya. Nisab zakat ternak unggas dan perikanan ialah setara dengan 85 gram emas maka berkewajiban
mengeluarkan
zakat
sebesar
2,5%
sehingga
dapat
digolongkan ke dalam zakat perniagaan. 4. Hasil Perniagaan Harta perdagangan adalah semua yang dapat diperjualbelikan dalam rangka mendapatkan keuntungan baik berupa barang seperti alat-alat, pakaian, makanan, hewan ternak, mobil, perhiasan, dan lain-lain yang diusahakan oleh perseorangan maupun oleh usaha persekutuan seperti CV, firma, koperasi, yayasan, perseroan terbatas, dan sebagainya. Syarat wajibnya yaitu, sudah berlalu masanya setahun, berjumlah minimal tertentu atau sampai senisab, bebas dari hutang, dan lebih dari kebutuhan pokok (Qardawi, 1996: 314). Nisab harta perdagangan/perniagaan yaitu 2,5% atau 1/40.
Tahun
perdagangan/perniagaan dihitung dari mulai berniaga. Pada tiap-tiap akhir tahun dihitung, apabila cukup satu nisab maka wajib dibayarkan zakatnya. Harta perniagaan/perdagangan yang wajib dizakati adalah kekayaan dalam bentuk uang, uang tunai atau simpanan di bank, dan piutang. Bentuk-bentuk
23 Universitas Sumatera Utara
harta tersebut setelah dikurangi dengan kewajibannya seperti pajak dan hutang yang harus dibayar ketika jatuh tempo, maka wajib dikeluarkan zakatnya. 5. Hasil Tambang (Ma’din) Menurut syara’, ma’din adalah benda-benda yang telah diciptakan oleh Allah di dalam bui seperti emas, perak, tembaga, timah, intan, minyak, belerang, ter, batu bara, kapur, dan sebagainya. Kewajiban untuk menunaikan zakat pada barang-barang tambang iadalah setiap barang itu selesai diolah dan tidak perlu berlaku satu tahun asalkan telah mencapai nisab. Nisab pada barang-barang tambang sama dengan emas (85 gram) dan perak (672 gram), sedangkan kadarnya pun sama, yaitu 2,5%. 6. Barang Temuan (Rikaz) Tiap-tiap orang yang mendapat harta rikaz, yaitu harta milik orang-orang dahulu kala yang ditanam di dalam tanah dan wajib dikeluarkan zakatnya pada ketika itu juga. Hadis Rasulullah Saw. ketika ditanya tentang barang temuan dan beliau menjawab, “apabila ditemukan pada jalan yang ramai atau pada daerah yang berpenghuni maka umumkanlah selama satu tahun.
Jika
pemiliknya datang maka harta itu menjadi haknya, jika pemiliknya tidak ada maka menjadi milikmu. Tetapi, jika harta itu ditemukan pada jalan mati (tanah yang tidak bertuan) atau daerah tak berpenghuni maka barang temuan tersebut tahanlah dan juga pada rikaz wajib dikeluarkan seperlima (20%)” (HR. Nasaai No. 2448).
24 Universitas Sumatera Utara
7. Zakat Profesi Zakat profesi memang belum familiar dalam khazanah keilmuan Islam klasik. Maka dari itu, hasil profesi dikategorikan sebagai jenis harta wajib zakat berdasarkan kias (analogi) atas kemiripan (syabbah) terhadap karakteristik harta zakat yang telah ada, yakni: (1) model memperoleh harta penghasilan (profesi) mirip dengan panen (hasil pertanian), sehingga harta ini dapat dikiaskan pada zakat pertanian berdasarkan nisab (653 kg gabah kering giling atau setara dengan 522 kg beras) dan waktu pengeluaran zakatnya (setiap kali panen), (2) model harta yang diterima sebagai penghasilan berupa uang, sehingga jenis harta ini dapat dikiaskan pada zakat harta (simpanan atau kekayaan) berdasarkan kadar zakat yang harus dibayarkan, yaitu 2,5% (http://zakat.or.id) 8. Zakat Saham dan Obligasi Jika suatu lembaga yang berkaitan telah membayar zakat sahamnya sebagaimana yang telah ditentukan dalam zakat perniagaan, pemilik saham tidak lagi wajib mengeluarkan zakat sahamnya, sebab untuk mencegah agar tidak terjadi pengeluaran zakat 2 kali. Apabila lembaga tidak mengeluarkan zakatnya maka pemilik saham berkewajiban membayar zakat dengan cara sebagai berikut: a. Jika pemilik saham memperjualbelikan sahamnya maka kadar zakatnya 2,5% dari harga pasar yang sah pada waktu zakat dikeluarkan;
25 Universitas Sumatera Utara
b. Jika pemilik saham mengambil sahamnya hanya untuk mendapatkan zakat keuntungan (tahun sahamnya) maka pembayaran zakatnya : •
Jika bisa mengetahui kadar harga yang ditentukan bagi setiap saham dari jumlah keseluruhan aset diwajibkan membayar 2,5% dari nilai saham;
•
Jika pemilik tidak dapat mengetahui jumlah asetnya hendaknya menggabungkan keuntungan saham tersebut dengan kekayaan lainnya dalam hitungan haul dan nisab 2,5%. Dengan demikian ia bebas dari segala tanggungan.
Menurut syarat Islam, jual beli obligasi diharamkan karena ada unsur riba. Walaupun begitu pemiliknya tetap memiliki kewajiban membayar zakat dari total nominal obligasi yang dimilikinya.
Caranya adalah dengan
menggabungkan kekayaan-kekayaan yang lain dalam perhitungan nisab dan haul, kemudian membayar 2,5% jumlah keseluruhannya tanpa bunga. 9.
Rezeki Tidak Terduga dan Undian (Kuis) Berhadiah Harta kekayaan yang diperoleh sebagai rezeki tidak terduga atau memperoleh hadiah dari suatu undian/kuis berhadiah yang tidak memiliki unsur judi, merupakan salah satu alas an terjadinya kepemilikan harta yang diqiyaskan dengan rikaz. Berdasarkan kesepakatan ulama, jika suatu hadiah mencapai nisab, yaitu setara 85 gram emas maka kewajiban atas hadiah yang diperolehnya itu dengan membayar zakat yang besarnya 2,5 %, sedangkan
26 Universitas Sumatera Utara
waktu pembayarannya pada saat menerima hadiah tersebut setelah dikurangi biaya atau pajak. 2.1.5
Golongan yang Berhak Menerima Zakat (Mustahiq) Bedasarkan firman Allah dalam surat At-Taubah ayat 60, Sayid
Muhammad Rasyid Ridha membagi 8 golongan yang berhak menerima zakat dalam dua bagian (Asnaini, 2008: 47-48): 1. Kepada individu-individu. Dalam bagian ini ada 6 kelompok yang berhak menerima zakat: a. Golongan fakir yang terlantar dalam kehidupan karena ketiadaan alat dan syarat-syaratnya, maksudnya adalah kebutuhan pokoknya tidak mencukupi atau tidak mempunyai harta dan tenaga untuk memenuhi kehidupannya. b. Golongan miskin yang tidak berpunya apa-apa. Orang yang kehidupannya dalam keadaan kekurangan. c. Golongan para pegawai zakat, yang bekerja untuk mengatur pemungutan dan pembagian zakat. d. Golongan orang-orang yang perlu dihibur hatinya, yang memerlukan bantuan materi atau keuangan untuk mendekatkan hatinya kepada Islam. Golongan ini disebut juga mu’allaf. Tujuan diberikan zakat adalah untuk memantapkan keislaman mereka, disamping mendorong orang-orang selain mereka agar mengikuti jejaknya.
27 Universitas Sumatera Utara
e. Golongan orang-orang yang terikat oleh hutang (Gharimin), yang tidak menyanggupi untuk membebaskan dirinya dari hutang itu. Adapun hutang yang dimaksud ialah hutang yang mubah, bukan termasuk maksiat, dan untuk kepentingan umat Islam. f. Golongan orang-orang yang terlantar dalam perjalanan (Ibnu al-Sabil), yang memerlukan bantuan ongkos untuk kehidupan dan kediamannya dan untuk pulang ke daerah asalnya dan bukan dalam perjalan maksiat. 2. Kepada kepentingan umum dari masyarakat dan negara.
Mereka berhak
menerima zakat: a. Untuk pembebasan dan kemerdekaan, bagi masing-masing diri (individu) atau bagi sesuuatu golongan atau sesuatu bangsa, yang dinamakan fi alriqab. b. Untuk segala kepentingan, masyarakat dan negara, bersifat pembangunan dalam segala lapangan atau pembelaan perjuangan yang dinamakan fi sabili Allah. 2.1.6
Tujuan Zakat Ada beberapa tujuan yang ingin dicapai oleh Islam di balik kewajiban
zakat adalah sebagai berikut (Kartika, 2007: 12): 1. Mengangkat derajat fakir miskin dan membantunya ke luar dari kesulitan hidup dan penderitaan.
28 Universitas Sumatera Utara
2. Membantu pemecahan permasalahan yang dihadapi oleh gharim, ibnu sabil dan mustahiq dan lain-lainnya. 3. Membentangkan dan membina tali persaudaraan sesame umat Islam dan manusia pada umumnya. 4. Menghilangkan sifat kikir pemilik harta kekayaan. 5. Membersihkan sifat dengki dan iri (kecemburuan sosial) dari hati orang-orang miskin. 6. Menjembatani jurang pemisah antara yang kaya dengan yang miskin dalam suatu masyarakat. 7. Mengembangkan rasa tanggung jawab social pada diri seseorang, terutama pada mereka yang mempunyai harta. 8. Mendidik manusia untuk berdisplin menunaikan kewajiban dan menyerahkan hak orang lain yang ada padanya. 9. Sarana pemerataan pendapatan (rezeki) untuk mencapai keadilan sosial. 2.1.7
Lembaga Pengelola Zakat Dalam surah at-Taubah ayat 60 terkandung makna bahwa terdapat delapan
golongan yang berhak menerima zakat, salah satunya adalah golongan amil zakat atau orang-orang yang bertugas mengurusi zakat. Sedangkan dalan surah atTaubah ayat 103 menjelaskan bahwa zakat itu diambil (dijemput) dari orangorang yang wajib mengeluarkan zakat (muzakki) untuk kemudian diberikan kepada orang-orang yang berhak menerima zakat (mustahiq).
Pihak yang
29 Universitas Sumatera Utara
menjemput atau mengambil zakat itu yang dinamakan petugas zakat atau amil. Hal tersebut menguatkan bahwa keberadaan petugas zakat atau amil zakat sangat penting dalam pengumpulan dan pendistribusian zakat. Petugas zakat atau amil zakat umumnya berbentuk organisasi, badan, atau lembaga dalam menjalankan tugasnya.
Menurut Keputusan Bersama Menteri Dalam Negeri dan Menteri
Agama nomor 29 Tahun 1991 / 47 Tahun 1991 tentang pembinaan Badan Amil Zakat, Infaq dan Shadaqoh, pada pasal 6 bahwa fungsi utama lembaga pengelola zakat adalah sebagai wadah pengelola, penerima, pengumpulan, penyaluran dan pendayaguna zakat, infaq dan shadaqoh dalam rangka peningkatan kesejahteraan masyarakat sebagai wujud partisipasi umat Islam dalam pembangunan nasional serta
sebagai
pembinaan
dan
pengembangan
swadaya
masyarakat
(www.cakzainul.blogspot.com). Menurut UU Nomor 23 Tahun 2011 tentang Pengelolaan Zakat, lembaga pengelola zakat di Indonesia terbagi atas dua yakni: 1.
Badan Amil Zakat (BAZ) BAZ merupakan badan/lembaga pengelola zakat yang dibentuk oleh pemerintah dimana kepengurusannya terdiri atas unsur masyarakat dan pemerintah. Badan Amil Zakat (BAZ) di tingkat nasional disebut dengan Badan Amil Zakat Nasional (BAZNAS) yang tugasnya mengelola zakat secara nasional.
Dalam menjalankan tugasnya, BAZNAS dibantu oleh
beberapa BAZNAS tingkat provinsi dan BAZNAS tingkat kabupaten/kota. Selain itu BAZNAS juga membentuk Unit Pengumpul Zakat (UPZ) yang
30 Universitas Sumatera Utara
berada
di
berbagai
kantor/instansi
pemerintah
untuk
memudahkan
pengumpulan zakat terutama pada pegawai pemerintahan dalam menunaikan zakat. 2. Lembaga Amil Zakat (LAZ) Lembaga Amil Zakat atau LAZ (Garry, 2011) adalah institusi pengelolaan zakat yang sepenuhnya dibentuk oleh masyarakat yang bergerak dibidang da'wah, pendidikan, sosial atau kemaslahatan umat Islam, dan dikukuhkan, dibina dan dilindungi oleh pemerintah. Kegiatan LAZ adalah mengumpulkan, mendistribusikan dan mendayagunakan dana
zakat
dari
masyarakat.
Lembaga Amil Zakat yang dibentuk oleh Ormas Islam, Yayasan dan atau Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) yang bertaraf nasional dan beroperasi secara nasional, dikukuhkan dengan Keputusan Menteri Agama.
Selain
Lembaga Amil Zakat tingkat pusat atau yang beroperasi di tingkat nasional, terdapat pula LAZ yang didirikan swadaya oleh masyarakat dan tidak terdaftar di Kementrian Agama. 2.1.8
Zakat dalam Perspektif Sosial Ekonomi Keadilan sosial ekonomi menekankan adanya keseimbangan dalam
ekonomi dan terbebasnya dari berbagai bentuk kepincangan sosial yang berpangkal dari kepincangan ekonomi. Zakat merupakan sub sistem keadilan sosial ekonomi yang ditegakkan oleh ajaran al-Qur’an, baik dilihat dari perspektif keadilan Tuhan maupun keadilan sosial ekonomi. Zakat sebagai instrumen dari sistem keadilan diartikan memberikan kepada seseorang apa yang menjadi
31 Universitas Sumatera Utara
haknya, maka keadilan sosial dapat diartikan memberikan kepada masyarakat apa yang menjadi haknya atas dasar kepatutan dan keseimbangan (Qadir, 2001: 151152). Pelaksanaan zakat dilakukan dengan mentransfer kekayaan golongan kaya ke golongan yang membutuhkan sehingga harta/kekayaan yang ditransferkan tersebut dapat digunakan oleh golongan yang membutuhkan untuk dikonsumsi dan atau diproduksi. Hal tersebut menunjukkan bahwa zakat selain merupakan pelaksanaan ibadah kepada Allah tapi juga mempunyai arti ekonomi. Dalam perspektif sosial ekonomi, pelaksanaan zakat yang tepat dapat memperkecil gap antara golongan kaya dengan golongan miskin, memakmurkan dan memberdayakan golongan miskin, mengurangi kemiskinan yang kemudian berdampak kepada keseimbangan ekonomi sehingga dapat mencegah terjadinya kecemburuan dan kerawanan sosial dalam masyarakat. 2.1.9
Pengaruh Zakat Terhadap Perekonomian Sebagaimana diketahui bahwa pengaruh zakat sangat signifikan dalam
mengentaskan kemiskinan. Akan tetapi, sesungguhnya maksud dan tujuan zakat tidak terbatas pada pengentasan kemiskinan dengan memberikan bantuan yang mendesak dan juga berkesinambungan, melainkan memperluas kepemilikan dengan memperbanyak volume kepemilikan dan juga megubah orang-orang miskin menjadi orang yang berkecukupan seumur hidup. Selain itu, zakat dapat merubah dan meningkatkan perekonomian masyarakat kecil sebgaimana
32 Universitas Sumatera Utara
seseorang pedagang yang mampu memiliki toko dan segala hal yang berkaitan dengan pekerjaannya (Qardawi, 2005: 77). Zakat dapat dijadikan sebagai salah satu bentuk modal bagi usaha kecil. Dengan demikian, zakat memiliki pengaruh yang sangat besar dalam berbagai hal kehidupan umat, di antaranya adalah pengaruh dalam bidang ekonomi. Pengaruh zakat yang lainnya adalah terjadinya pembagian pendapatan secara adil kepada masyarakat Islam. Dengan kata lain, pengelolaan zakat secara profesional dan produktif dapat ikut membantu perekonomian masyarakat lemah dan membantu pemerintah dalam meningkatkan perekonomian negara, yaitu terberdayanya ekonomi umat (Fajri, 2010: 14). 2.1.10 Pendayagunaan Zakat Pendayagunaan zakat sangat erat kaitannya dengan pendistribusian zakat tersebut.
Oleh karena itu, pendistribusian zakat akan berpengaruh terhadap
pendayagunaan zakatnya, semakin tepat pendistribusiannya maka semakin optimal pendayagunaannya. Secara umum, pendayagunaan zakat dilihat dari segi distribusinya terbagi atas dua yaitu, distribusi zakat konsumtif dan distribusi zakat produktif.
Berdasarkan Buku Pedoman Zakat yang diterbitkan Ditjen Bimas
Islam dan Urusan Haji Departemen Agama (2002: 244), pendistribusian zakat dikategorikan dalam empat bentuk, yaitu (Arief, 2006: 153-154): 1. Distribusi bersifat ‘konsumtif tradisional’, yaitu zakat dibagikan kepada mustahik untuk dimanfaatkan secara langsung, seperti zakat fitrah yang
33 Universitas Sumatera Utara
diberikan kepada fakir miskin untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari atau zakat mal yang dibagikan kepada para korban bencana alam. 2. Distribusi bersifat ‘konsumtif kreatif’, yaitu zakat diwujudkan dalam bentuk lain dari barangnya semula, seperti diberikan dalam bentuk alat-alat sekolah atau beasiswa. 3. Distribusi bersifat ‘produktif tradisional’, di mana zakat diberikan dalam bentuk berang-barang ang produktif seperti kambing, sapi, alat cukur, dan lain sebagainya. Pemberian dalam bentuk ini akan dapat menciptakan suatu usaha yang membuka lapangan kerja bagi fakir miskin. 4. Distribusi dalam bentuk ‘produktif kreatif’, yaitu zakat diwujudkan dalam bentuk permodalan bergulir, baik untuk pemodalan proyek sosial, seperti pembangunan sosial, seperti pembangunan sekolah, sarana kesehatan atau tempat ibadah maupun sebagai modal usaha untuk membantu atau bagi pengembangan usaha para pedagang atau pengusaha kecil. Sebagaimana telah dijelaskan bahwa penyaluran/pendistribusian zakat konsumtif kurang efektif dalam mengurangi kemiskinan sebab hanya bertahan dalam jangka pendek sehingga pendayagunaan zakat kurang optimal. Namun metode penyaluran zakat oleh lembaga atau badan amil zakat semakin berkembang yaitu metode distribusi zakat produktif. Pendayagunaan zakat produktif adalah menyalurkan zakat kepada mustahik secara produktif. Zakat produktif yang didistribusikan tersebut menjadi modal untuk mengembangkan usahanya tersebut sehingga mustahik dapat
34 Universitas Sumatera Utara
memenuhi kebutuhan hidupnya dalam jangka panjang. Hal ini juga menunjukkan bahwa pendistribusian zakat produktif sangat efektif dalam meningkatkan kesejahteraan golongan tidak mampu sehingga dapat mengurangi kemiskinan, sebab zakat produktif tersebut memberikan manfaat dalam jangka panjang. Penerapan pendistribusian zakat secara produktif membantu mewujudkan keadilan dan pengentasan kemiskinan dalam mewujudkan keadilan sosial dan pertumbuhan ekonomi masyarakat (Qadir, 2001: 163).
Dalam kaitan dengan
pendistribusian zakat yang bersifat produktif, Yusuf Qardawi (1996) berpendapat bahwa pemerintah
Islam diperbolehkan
membangun pabrik-pabrik
atau
perusahaan-perusahaan dari uang zakat untuk kemudian kepemilikan dan keuntungannya bagi kepentingan fakir miskin sehingga akan terpenuhi kebutuhan hidup mereka sepanjang masa. Peran pemerintah disini dapat digantikan oleh Badan Amil Zakat dan atau Lembaga Amil Zakat yang kuat, amanah, dan professional. Pendayagunaan zakat harus memberikan dampak positif bagi mustahiq, baik dari segi ekonomi maupun sosial. Dari sisi ekonomi, mustahiq dituntut untuk dapat hidup layak dan mandiri, sedangkan dilihat dari sisi sosial, mustahiq dimotivasi untuk dapat hidup sejajar dengan masyarakat lainnya. Hal tersebut menunjukkan bahwa zakat tidak hanya bersifat suatu amalan yang didistribusikan untuk hal-hal konsumtif saja, namun juga untuk kepentingan mustahiq yang bersifat produktif dan kreatif.
35 Universitas Sumatera Utara
Kekurangan modal bukan merupakan satu-satunya kelemahan golongan miskin dalam membangun usahanya, tetapi juga kemauan untuk maju, kesiapan mental, dan kesiapan manajemen usaha. Pada tahap awal pendistribusian zakat terutama zakat produktif, pihak amil zakat/BAZ/LAZ memberikan pemberdayaan dalam bentuk pembinaan yaitu mendidik dan mengarahkan mustahik agar memiliki keinginan untuk maju dan berkembang, kemudian mendampingi mustahik dalam menjalankan usahanya sehingga kegiatan usahanya tersebut dapat berjalan dengan baik dan agar para mustahik semakin meningkatkan kualitas keimanan dan keislamannya (Hafidhuddin, 2002: 149-150). Pendayagunaan zakat melalui program-program zakat bersifat konsumtif hanya berlaku dalam jangka pendek, sedangkan program pemberdayaan melalui distribusi zakat produktif ini harus diutamakan. Makna pemberdayaan dalam arti yang luas ialah memandirikan mitra, sehingga mitra dalam hal ini mustahiq tidak selamanya tergantung kepada amil. 2.1.11 Zakat Produktif dalam Perspektif Hukum Islam Zakat produktif adalah zakat di mana harta atau dana zakat yang diberikan kepada para mustahik tidak dihabiskan akan tetapi dikembangkan dan digunakan untuk membantu usaha mereka, sehingga sengan usaha tersebut mereka dapat memenuhi kebutuhan hidup secara terus-menerus (Asnaini, 2008: 64). Al-Qur’an, al-Hadis dan Ijma’ tidak menyebutkan secara tegas tentang cara pemberian zakat apakah dengan cara konsumtif atau produktif. Dapat dikatakan tidak ada dalil naqli dan sharih yang mengatur tentang bagaimana pemberian zakat itu kepada
36 Universitas Sumatera Utara
para mustahik. Ayat 60 surat at-Taubah (9), oleh sebagian besar ulama dijadikan dasar hukum dalam pendistribusian zakat. Namun ayat ini hanya menyebutkan pos-pos di mana zakat harus diberikan. Tidak menyebutkan cara pemberian zakat kepada pos-pos tersebut. Teknik pelaksanaan pembagian zakat bukan sesuatu yang mutlak, akan tetapi dinamis, dapat disesuaikan dengan kebutuhan di suatu tempat.
Dalam
artian perubahan dan perbedaan dalam cara pembagian zakat tidaklah dilarang dalam Islam karena tidak ada dasar hukum yang secara jelas menyebutkan cara pembagian zakat tersebut. Di Indonesia misalnya, BAZIS DKI Jakarta berdasarkan hasil lokakarya Zakat, menentukan kebijakan pembagian zakat sebagai berikut (Tim Penelitian dan Seminar Zakat DKI, 20 Juni 1975): 1. Pembagian zakat harus bersifat edukatif, produktif dan ekonomis, sehingga pada akhirnya penerima zakat menjadi tidak memerlukan zakat lagi, bahkan menjadi wajib zakat. 2. Hasil pengumpulan zakat selama belum dibagikan kepada mustahiq dapat merupakan dana yang bias dimanfaatkan bagi pembangunan, dengan disimpan dalam bank pemerintah berupa deposito, sertifikat atau giro biasa. Menurut kiai Sahal (2003) melalui Badan Pengembangan Masyarakat Pesantren (BPPM) Pati pengelolaan dana zakat kepada kaum fakir miskin melalui pendekatan kebutuhan dasar bertujuan mengetahui kebutuhan dasar masyarakat (fakir miskin), sekaligus mengetahui apa latar belakang kemiskinan itu. Apabila
37 Universitas Sumatera Utara
si miskin itu mempunyai keterampilan menjahit, maka diberi mesin jahit, kalau keterampilannya mengemudi becak, si fakir miskin itu diberi becak. Maka dalam hal ini, member motivasi kepada masyarakat miskin juga merupakan sesuatu yang sangat mendasar, agar mereka mau berusaha dan tidak sekedar menunggu uluran tangan orang kaya. KH Sahal juga melembagakan dana zkat melalui koperasi. Dana zakat yang terkumpul tidak langsung diberikan dalam bentuk uang. Mustahik diserahi zakat berupa uang, tetapi kemudian ditarik kembali sebagai tabungan si miskin untuk keperluan pengumpulan modal. Menurutnya cara ini, mereka (fakir miskin) dapat menciptakan pekerjaan dengan modal yang dikumpulkan dari harta zakat. Begitu pula Dompet Dhuafa Republika sebagai salah satu lembaga zakat non
pemerintah,
pengembangan
sejak
bulan
pemberdayaan
Desember
zakat
model
1999
telah
kelompok
mengagendakan dengan
program
Masyarakat Mandiri yang telah dilaksanakan pada awal tahun 2000. Sebagian dana ZIS yang terkumpul diproduktifkan dengan meninjamkannya kepada sasaran Masyarakat Mandiri untuk dijaikan modal usaha dan pengembangan usaha bagi mereka.
Memang belum terlalu tampak hasilnya akan tetapi ini merupakan
langkah awal yang perlu diperhatikan dan ditekuni oleh lembaga zakat khususnya, karena dengan zakat produktif akan memungkinkan masyarakat lebih merasakan betapa besarnya makna dan fungsi zakat bagi mereka. Apa yang telah dilakukan oleh Bazis DKI, BPPM (Pati) dan Dompet Dhuafa
Republika
Jakarta
adalah
memproduktifkan
dana
zakat.
Memproduktifkan atau membudidayakan zana zakat pada prinsipnya tidaklah
38 Universitas Sumatera Utara
bertentangan dengan prinsip-prinsip hukum Islam. Khusunya pada pensyari’atan zakat. Karena zakat produktif akan membuat harta di bumi ini berputar di antara semua manusia, tidak hanya pda sebagian orang, apalagi di antara orang-orang kaya saja. Dimana hal ini sangat dilarang dalam Islam, sebagaimana firman Allah dalam surat al-Hasyr (59) ayat 7 yang artinya: “Apa saja harta rampasan yang diberikan Allah kepada Rasul-Nya yang berasal dari penduduk kota-kota maka adalah untuk Allah, Rasul, kerabat Rasul, anak-anak yatim, orang-orang miskin dan orang-orang miskin dan orang-orang yang dalam perjalanan, supaya harta itu jangan hanya beredar di antara orang-orang kaya saja di antara kamu.” Salah satu tujuan zakat adalah agar harta benda tidak menumpuk pada satu golongan saja, dinikmati orang-orang kaya sedang orang-orang miskin larut dengan ketidakmampuannya dan hanya menonton saja. Dalam berbagai bidang kehidupan fakir miskin harus diperhitungkan dan diikutsertakan apalagi jumlah mereka tidaklah sedikit. Di bidang ekonomi, sosial, pendidikan dan lainnya, agar tidak terjadi gejolak ekonomi, kesenjangan sosial dan masyarakat yang terbelakang karena kebodohan dan rendahnya tingakt pendidikan mayarakat. Hal tersebut dapat dilakukan dengan melaksanakan zakat produktif. Karena bila zakat selalu atau semuanya diberikan dengan cara konsumtif, maka bukannya mengikutsertakan mereka tetapi malah membuat mereka malas dan selalu berharap kepada kemurahan hati si kaya, membiasakan mereka tangan di bawah, meminta dan menunggu belas kasihan. Padahal ini sangat tidak disukai dalam ajaran Islam.
39 Universitas Sumatera Utara
Islam sangat menganjurkan supaya umatnya berusaha agar dapat melaksanakan ajaran agama dengan baik, termasuk dapat membayar zakat, infak dan sedekah serta ibadah-ibadah lain yang dalam pelaksanaannya diperlukan biaya atau dana dan kemampuan secara materil.
Anjuran berusaha ini
sebagaimana terkandung dalam surat al-Mulk (67) ayat 15 yang artinya: “Dialah yang menjadikan bumi itu mudah bagi kamu, maka berjalanlah di segala penjurunya dan amaknlah sebagian dari rezeki-Nya. Dan hanya kepada-Nyalah kamu (kembali setelah) dibangkitkan” dan dalam surat al-Jumu’ah (62) ayat 10 yang artinya: “Maka apabila telah ditunaikan shalat, maka bertebaranlah kamu di muka bumi, dan carilah karunia Allah dan ingatlah Allah banyak-banyak supaya kamu beruntung.” Perintah “berjalanlah ke segala penjurunya” dan “bertebaranlah kamu di muka bumi” adalah perintah untuk berusaha dan bekerja. Anjuran berusaha inilah hendaknya diiringi dengan bantuan dan pertolongan modal untuk berusaha atau mengembangkan usaha mereka karena sudah pasti yang namanya fakir miskin tidak memiliki kemampuan yang lebih untuk membiayai usaha yang dapat menjamin hidupnya di masa depan karena hartanya hanya cukup untuk membiayai hidupnya sehari-hari. Dikutip dalam bukunya Asnaini yang berjudul Zakat Produktif Dalam Persepektif Hukum Islam, pemaknaan zakat seperti ini pada dasarnya telah dilakukan sejak lama, Imam Nawawi dalam kitab al -Majmu’ mengatakan bahwa “Apa yang diberikan kepada orang fakir dan miskin, hendaknya dapat mengeluarkan mereka dari lembah kemiskinan kepada taraf hidup yang layak
40 Universitas Sumatera Utara
(cukup), yaitu sejumlah pemberian yang dapat dijadikan dasar untuk mencapai suatu tingkat hidup tetentu” (Asnaini, 2008). Hukum zakat produktif adalah boleh bahkan sangat dianjurkan bila dikaitkan dengan situasi dan kondisi negara Indonesia saat ini.
Upaya
melaksanakan pengelolaan zakat secara produktif akan mewujudkan fungsi zakat yang sebenarnya.
Masyarakat Indonesia akan dapat membantu mengatasi
kemiskinan yang saat ini sedang dihadapi, karena masyarakat akan mandiri khususnya dalam mengatasi kebutuhan hidup mereka sehari-hari.
2.2
Penelitian Terdahulu Berikut ini adalah beberapa penilitian terdahulu yang berkaitan dengan
judul penelitian ini : 1. Mila Sartika (2008) melakukan penelitian yang berjudul “Pengaruh Pendayagunaan Zakat Produktif terhadap Pemberdayaan Mustahik pada LAZ Yayasan Solo Peduli Surakarta.” Variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendapatan mustahiq sebagai variabel dependen dan jumlah dana (zakat) untuk kegiatan produktif sebagai variabel independen. Hasil penelitian ini
adalah menunjukkan bahwa jumlah dana zakat berpengaruh terhadap
pendapatan mustahiq. Semakin tinggi jumlah bantuan yang diberikan maka semakin tinggi pula tingkat pendapatan mustahiq. 2. Garry Nugraha Winoto (2011) melakukan penelitian dengan judul “Pengaruh Dana Zakat Produktif Terhadap Keuntungan Usaha Mustahik Penerima Zakat
41 Universitas Sumatera Utara
(Studi Kasus BAZ Kota Semarang).
Hasil penelitian melalui metode
deskriptif menunjukkan bahwa dalam menghimpun dana zakat selain dari individu, BAZ Kota Semarang juga mendirikan UPZ di beberapa instansi pemerintah dan pendistribusian dilakukan melalui beberapa program terutama zakat produktif disalurkan dalam bentuk qardhul hasan untuk modal usaha dan sumbangan hewan ternak untuk dibudidayakan.
Selain itu, hasil
penelitian ini juga menunjukkan bahwa tedapat perbedaan antara pendapatan usaha, keuntungan usaha, dan pengeluaran rumah tangga mustahik, sebelum dan sesudah menerima bantuan modal. Zakat produktif juga memberikan pengaruh terhadap pendapatan dan keuntungan usaha mustahiq sehingga berpengaruh kepada pengeluaran rumah tangganya. 3. Ria
Norita
(2011)
melakukan
penelitian
dengan
judul
“Pengaruh
Pendayagunaan Zakat Dan Infak Terhadap Pemberdayaan Ekonomi Kaum Dhuafa Pada Lembaga Kemanusiaan Nasional Pos Keadilan Peduli Umat Cabang Medan.” Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa dana zakat dan infak yang disalurkan untuk kegiatan produktif secara simultan berpengaruh signifikan terhadap jumlah pendapatan yang diperoleh kaum dhuafa. 4. Ahmad Fajri Panca Puta (2010) melakukan penelitian yang berjudul “Pengaruh Pendayagunaan Zakat Produktif Terhadap Pemberdayaan Mustahiq Pada
Badan
Pelaksana
Urusan
Zakat
Amwal
Muhammadiyah
(BAPELURZAM) Pimpinan Cabang Muhammadiyah Weleri Kabupaten Kendal.”
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pendayagunaan zakat
produktif memberikan pengaruh yang signifikan terhadap pemberdayaan
42 Universitas Sumatera Utara
mustahiq.
Selain itu, hasil skor kuisioner membuktikan bahwa pihak
BAPELURZAM cabang Weleri sudah baik dalam medayagunakan zakat, namun perlu peningkatan dalam pemberdayaan mustahiq melalui pelatihan. 5.
Wina Meylani (2009) melakukan penelitian dengan judul “Analisis Pengaruh Pendayagunaan Zakat, Infaq, dan Shadaqah Sebagai Modal Kerja Terhadap Indikator Kemiskinan dan Pendapatan Mustahiq.”
Hasil penelitian
menunjukkan bahwa menunjukkan bahwa pada taraf nyata 1 persen, variabelvariabel yang berpengaruh secara signifikan dan positif terhadap pendapatan per kapita mustahiq adalah pendapatan mustahiq yang diperoleh dari usaha yang menggunakan dana dari Program Ikhtiar dan variabel dummy keaktifan bekerja mustahiq. Namun, besarnya modal/pembiayaan yang diterima dan banyaknya mustahiq melakukan pembiayaan melalui Program Ikhtiar tidak memiliki dampak yang signifikan terhadap pendapatan per kapita mustahiq. Selain itu, variabel jumlah tanggungan berpengaruh signifikan, namun berhubungan negatif dengan pendapatan per kapita mustahiq.
2.3
Kerangka Konseptual BAZNAS
Sumatera
Utara
sebagai
mendistribusikan zakat kepada mustahiq.
badan
yang
bertugas
untuk
Pendistribusian dana zakat dalam
bentuk produktif kepada mustahiq merupakan langkah yang efektif untuk membantu kehidupan mustahiq sebab dana zakat produktif memiliki fungsi dan manfaat yang berkesinambungan. Dana zakat produktif tersebut digunakan untuk
43 Universitas Sumatera Utara
hal-hal produktif seperti untuk keperluan pengembangan usaha, sehingga memberikan pengaruh terhadap pendapatan mustahiq, yang dapat dilihat dari perbedaan tingkat pendapatan mustahiq sebelum dan setelah menerima zakat produktif.
BAZNAS Sumatera Utara
Mustahiq
Pendapatan Mustahiq
Pendapatan sebelum menerima zakat produktif
Pendapatan setelah menerima zakat produktif
Gambar 2.1 Kerangka Konseptual
2.4
Hipotesis Hipotesis dapat didefinisikan sebagai pendapat, jawaban atau dugaan yang
bersifat sementara dari suatu persoalan yang diajukan yang kebenarannya masih perlu dibuktikan lebih lanjut. Sekali hipotesis dibuat, maka diperlukan pengujian sebab walau bagaimanapun hipotesis masih merupakan jawaban-jawaban,
44 Universitas Sumatera Utara
pendapat-pendapat, penyataan-pernyataan, ataupun dugaan-dugaan yang masih meragukan untuk dapat menjadi suatu kebenaran (Teguh, 1999: 59). Hipotesis dalam penelitian ini adalah “terdapat perbedaan tingkat pendapatan mustahiq sebelum dan sesudah menerima zakat produktif.”
45 Universitas Sumatera Utara