BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1.
Anemia pada Ibu Hamil Anemia adalah suatu keadaan dimana kadar hemoglobin lebih rendah dari
batas normal untuk kelompok orang yang bersangkutan. Penyebab anemia bisa karena kurangnya zat gizi untuk pembentukan darah, misalnya zat besi, asam folat, dan vitamin B12. Tetapi sering terjadi adalah anemia karena kekurangan zat besi. Anemia defisiensi zat besi adalah anemia yang disebabkan oleh kurangnya zat besi dalam tubuh, sehingga kebutuhan zat besi untuk eritropoesis tidak cukup, yang ditandai dengan gambaran sel darah merah hipokrom-mikrositer, kadar besi serum dan jumlah jenuh transferin menurun, kapasitas ikat besi total meninggi dan cadangan besi dalam sumsum tulang serta tempat yang lain sangat kurang atau tidak ada sama sekali (Wirakusumah, 1999). Anemia dapat terjadi jika ibu hamil mengalami kekurangan Vitamin A dimana Vitamin A berperan dalam memobilisasi cadangan besi di dalam tubuh untuk dapat mensintesa hemoglobin. Status vitamin A yang buruk berhubungan dengan perubahan metabolisme besi pada kasus kekurangan besi. Defisiensi vitamin B12 hampir sama dengan asam folat yaitu menyebabkan anemia makrositik. vitamin B12 ini sangat penting dalam pembentukan RBC (Red Blood Cell), yaitu sebagai co-enzim untuk mengubah folat menjadi bentuk aktif dan juga dipergunakan dalam fungsi normal metabolisme semua sel, terutama sel-sel saluran cerna, sumsum tulang, dan jaringan saraf (Almatsier, 2002). Manifestasi defisiensi vitamin B12 terjadi pada tahap
7 Universitas Sumatera Utara
8
awal dengan konsentrasi serum yang rendah kemudian ada indikasi transcobalamin II yang rendah, pada tahap berikutnya konsentrasi vitamin dalam sel yang rendah dan selanjutnya defisiensi secara biokimia dengan terjadinya penurunan sintesis DNA. Anemia pernisiosa yang disertai rasa letih yang parah merupakan akibat dari defisiensi vitamin B12. Asam folat atau folic acid, folate, folacin, vitamin B9, pteroylL-glutamic acid, pteroyl-L-glutamate, pteroylmonoglutamic acid adalah vitamin yang diperlukan oleh anak-anak dan orang dewasa untuk memproduksi sel darah merah dan mencegah anemia. Tanpa asam folat, tubuh akan mudah terserang penyakit seperti depresi, kecemasan, kelelahan, insomnia, kesulitan mengingat, lidah merah dan luka hingga gangguan pencernaan. Ibu hamil dikatakan anemia jika hemoglobin darahnya kurang dari 11gr%.perdarahan menahun yang berasal dari saluran pencernaan. Anemia gizi besi dapat disebabkan oleh rendahnya masukan zat besi, gangguan absorbs, serta kehilangan zat besi saat Faktor nutrisi yang mengakibatkan anemia yaitu akibat kurangnya jumlah zat besi total dalam makanan, atau kualitas zat besi yang kurang baik. Bahaya anemia pada ibu hamil tidak saja berpengaruh terhadap keselamatan dirinya, tetapi juga pada janin yang dikandungnya (Rukman, 2009). Penyebab paling umum dari anemia pada kehamilan adalah kekurangan zat besi. Hal ini penting dilakukan pemeriksaan untuk anemia pada kunjungan pertama kehamilan. Bahkan, jika tidak mengalami anemia pada saat kunjungan pertama, masih mungkin terjadi anemia pada kehamilan lanjutannya. Anemia juga disebabkan
Universitas Sumatera Utara
9
oleh kurangnya konsumsi makanan yang mengandung zat besi atau adanya gangguan penyerapan zat besi dalam tubuh (Proverawaty, 2007). 2.2.
Tanda Dan Gejala Anemia Pada Ibu Hamil Gejala yang khas pada anemia jenis ini adalah kuku menjadi rapuh dan
menjadi cekung sehingga mirip seperti sendok, gejala seperti ini disebut koilorika. Selain itu, anemia jenis ini juga mengakibatkan permukaan lidah menjadi licin, dinama hal ini karena adanya peradangan pada sudut mulut dan nyeri pada saat menelan. Gejala anemia pada ibu hamil yang paling sering dijumpai yaitu cepat lelah, sering pusing, mata berkunang–kunang , malaise, lidah luka, nafsu makan turun, konsentrasi hilang dan nafas pendek jika sudah parah. Bila kadar Hb < 7gr% maka gejala dan tanda anemia akan jelas. Nilai ambang batas yang digunakan untuk menentukan status anemia ibu hamil berdasarkan kriteria WHO 2001 ditetapkan 3 kategori yaitu: a. Normal
: ≥11 gr/dl
b. Anemia ringan
: 9-10 gr/dl
c. Anemia sedang
: 7-8 gr/dl
d. Anemia berat
: < 7 gr/dl
Gejala yang mungkin timbul pada anemia adalah keluhan lemah, pucat dan mudah pingsan walaupun tekanan darah masih dalam batas normal. Anemia adalah kondisi dimana berkurangnya sel darah merah dalam sirkulasi darah atau massa hemoglobin sehingga tidak mampu memenuhi fungsinya sebagai pembawa oksigen keseluruh jaringan. Anemia adalah suatu keadaan adanya penurunan kadar
Universitas Sumatera Utara
10
hemoglobin, hematokrit, dan atau jumlah eritrosit di bawah nilai normal (20-30%), yang mengakibatkan kadar hemoglobin dan hematokrit lebih rendah daripada keadaan tidak hamil (Tarwoto, 2007). Menurut Proverawati (2007) banyak gejala anemia selama kehamilan, meliputi: merasa lelah atau lemah, kulit pucat progresif, denyut jantung cepat, sesak napas, dan konsentrasi terganggu. Keluhan anemia yang paling umum dijumpai pada masyarakat adalah yang lebih dikenal dengan 5 L yaitu letih, lesu, lemah, lelah dan lalai. Disamping itu penderita kekurangan zat besi akan menurunkan daya tahan tubuh yang mengakibatkan mudah terkena infeksi. 2.3.
Penyebab Anemia Pada Ibu Hamil Tubuh mendaur ulang zat besi, yaitu ketika sel darah merah mati zat besi yang
ada didalamnya dikembalikan ke sumsum tulang untuk digunakan kembali oleh sel darah merah yang baru. Menurut Tarwoto (2007) penyebab anemia secara umum adalah: kekurangan zat gizi dalam makanan yang dikonsumsi, misalnya faktor kemiskinan, penyerapan zat besi yang tidak optimal, misalnya karena diare, dan kehilangan darah yang disebabkan oleh perdarahan menstruasi yang banyak, perdarahan akibat luka. Sebagian besar anemia di Indonesia penyebabnya adalah kekuangan zat besi. Zat besi adalah salah satu unsur gizi yang merupakan komponen pembentuk Hemoglobin. Anemia gizi besi dapat terjadi karena beberapa hal yaitu: kandungan zat besi dari makanan yang dikonsumsi tidak mencukupi kebutuhan, meningkatnya kebutuhan tubuh akan zat besi, meningkatnya pengeluaran zat besi dari tubuh.
Universitas Sumatera Utara
11
2.4.
Dampak Anemia Pada Ibu Hamil dan Janin Akibat yang akan terjadi pada anemia kehamilan adalah : kehamilan
trisemster pertama: abortus, missed abortion dan kelainan congenital, kehamilan trisemester kedua: persalinan premature, gangguan pertumbuhan janin dalam rahim, BBLR, infeksi dan kematian buat janin dan ibu (Sukarsih, 2002). 2.5.
Klasifikasi Anemia Dalam Kehamilan Klasifikasi Anemia dalam kehamilan menurut Tarwoto,dkk, (2007) adalah
sebagai berikut: a. Anemia Defesiensi Besi: Anemia defesiensi besi merupakan jenis anemia terbanyak didunia, yang disebabkan oleh suplai zat besi kurang dalam tubuh. b.
Anemia Megaloblastik: Anemia yang disebabkan karena defesiensi vitamin B12 dan asam folat.
c. Anemia Aplastik:
Terjadi
akibat ketidaksanggupan sumsum
tulang
membentuk sel-sel darah. Kegagalan tersebut disebabkan kerusakan primer sistem sel yang mengakibatkan anemia. d. Anemia
Hemolitik:
Anemia
Hemolitik
disebabkan
karena
terjadi
peningkatan hemolisis dari eritrosit, sehingga usianya lebih pendek. e. Anemia Sel Sabit: Anemia sel sabit adalah anemia hemolitika berat dan pembesaran limpa akibat molekul Hb.
Universitas Sumatera Utara
12
2.6.
Upaya Pencegahan dan Penanggulangan Anemia Pada Ibu Hamil Upaya yang dapat dilakukan untuk mencegah dan menanggulangi kurang zat
besi pada ibu hamil menurut Departemen Kesehatan 2001 adalah : 1.
Meningkatkan konsumsi zat besi dan sumber alami, terutama makanan sumber hewani ( hem iron ) yang mudah diserap seperti hati, daging, ikan. Selain itu perlu ditingkatkan juga, makanan yang banyak mengandung Vitamin C dan Vitamin A ( buah – buahan dan sayuran ) untuk membantu penyerapan zat besi dan membantu proses pembentukan Hb.
2. Fortifikasi bahan makanan yaitu menambahkan zat besi, asam folat, vitamin A dan asam amino esensial pada bahan makanan yang dimakan secara luas oleh kelompok sasaran. Penambahan zat besi ini umumnya dilakukan pada bahan makanan hasil produksi industri pangan. 3. Suplementasi besi-folat secara rutin selama jangka waktu tertentu, bertujuan untuk meningkatkan kadar Hb secara cepat. Dengan demikian suplemen zat besi hanya merupakan salah satu upaya pencegahan dan penanggulangan kurang zat besi yang perlu diikuti dengan cara lain. 2.7.
Hubungan Protein dan Zat Besi dengan Anemia pada Ibu Hamil Protein dicerna di usus halus dan cairan pancreas mengandung proenzim
trypsinogen dan chymotrypsinogen. Proenzim trypsinogen dan chymotrypsinogen diaktifkan menjadi enzim trypsin dan chymotrypsinogen oleh enzim enterokinase yang dihasilkan oleh sel-sel mukosa usus halus. Enzim trypsin dan chymotrypsin berperan memecah polipeptida menjadi peptide sederhana. Selanjutnya peptide
Universitas Sumatera Utara
13
tersebut dipecah menjadi asam amino oleh enzim peptidase (erepsin). Enzim peptidase dapat dibedakan menjadi 2 macam berdasarkan aktivitasnya yaitu enzim aminopeptidase memecah gugus amina dari polipetida. Nuklease memecah asam nukleat (DNA dan RNA) menjadi nukleotida (Murray, 2006). Protein berperan penting dalam transportasi zat besi dalam tubuh. Kekurangan asupan protein akan mengakibatkan transportasi zat besi terhambat sehingga akan terjadi defisiensi besi. Transferin merupakan protein utama pengangkut zat besi, suatu beta globulin dan sintesis di hepar. Tiap molekul transferin dapat mengikat dua molekul besi dalam bentuk ferri. Transferin akan membawa zat besi ke sumsum tulang atau ke organ lain, apabila sumsum tulang mengalami kerusakan atau kelebihan jumlah zat besi yang siap disimpan dalam sumsum tulang. Pada saat tidak ada transferin, protein lain akan mengikat zat besi tetapi membawa zat besi ke organ lain seperti hepar, limpa, pankreas dan sedikit ke sumsum tulang. Transferin mempunyai reseptor spesifik pada besi maupun ke sel dan normoblast yang baru berkembang. Transferin yang sudah membawa zat besi berikatan dengan reseptor transferin pada permukaan prekursor entroid. Dalam sel eritroid sebagian besar zat besi pindah ke mitokondria, dimana akan bergabung dengan protoporfirin untuk membentuk heme. Dalam sel non-eritroid zat besi disimpan sebagai ferritin dan hemosiderin. Ferritin terdiri dari tempurung protein bagian luarnya dan kompleks zat besi dibagian tengah atau intinya. Tempurung bagian luarnya terdiri dari 22 molekul apoferritin dan intinya terdiri dari fosfat/zat besi (Rukiyah, 2009)
Universitas Sumatera Utara
14
Penelitian yang dilakukan Ariyani (2010), menunjukkan bahwa konsumsi protein yang kurang memiliki kemungkinan untuk menderita anemia dimana protein merupakan sumber utama zat besi dalam makanan. Absorbsi besi yang terjadi di usus halus dibantu oleh alat angkut protein yaitu transferin dan ferritin yang berfungsi mentranspor zat besi ke sumsum tulang untuk pembentukan hemoglobin. Hemoglobin adalah senyawa protein terkonjugasi yang member warna merah pada darah. Sintesis hemoglobin merupakan proses biokimia yang melibatkan beberapa zat gizi atau senyawa-senyawa. Proses sintesis ini terkait dengan sintesis heme dan protein globulin. Mekanisme sintesis heme dapat dilihat pada Gambar 2, (Rukiyah, 2009).
Universitas Sumatera Utara
15
Suksinil-KOA + Glisin Aminolevulenat sintase
Vitamin B6 aktif ( B6-PO4)
Asam aminolevulenat Aminolevulenat dehidratase Porfobilinogen Uroporfirinogen I sintase Hidroksimetilbilane Uroporfirinogen III kosintase Uroporfirinogen III Uroporfirinogen Dekarboksilase Koproporfirinogen III Koproporfirinogen Oksidase Protoporfirinogen III Protoporfirinogen oksidase Protoporfirin III Fe2+
Ferroketolase HEME
Gambar 1. Tahap Proses Sintesis Heme (Murray, Ganner, Robert, 2006) Berdasarkan Gambar 2 dapat diketahui keterlibatan beberapa zat gizi atau senyawa-senyawa seperti asam amino glisin dan vitamin B6 pada reaksi awal. Selanjutnya didalam sitosol dua molekul asam aminolevulenat (ALA) di kondensasi oleh enzim ALA dehidratase membentuk 2 molekul air dan 1 molekul
Universitas Sumatera Utara
16
porfobilinogen. Keterlibatan zat besi adalah dalam proses sintesis hemoglobin, yaitu pada tahap akhir proses pembentukan heme. Pada tahap ini terjadi penggabungan zat besi ferro ke dalam protoporfirin III yang dikatalis oleh enzim ferroketalase. Untuk sintesis gobulin diperlukan asam amino, biotin, asam folat, vitamin B6 dan vitamin B12. Selanjutnya interaksi antara heme dan globulin akan menghasilkan hemoglobin. Unsur zat besi yang tersedia dalam tubuh bersumber dari sayur – sayuran, daging, ikan yang dikonsumsi setiap harinya. Namun demikian mineral besinya tidaklah mudah diserap ke dalam darah, karena penyerapannya dipengaruhi oleh HCL dalam lambung. Zat besi dalam makanan yang dikonsumsi berada dalam bentuk ikatan ferri (nabati) dan ikatan ferro (hewani). Zat besi yang berbentuk ferri dengan peranan dari getah lambung (HCL) direduksi menjadi bentuk ferro yang lebih mudah diserap oleh sel mukosa usus. Adanya vitamin C dapat membantu proses reduksi tersebut. Zat besi yang berbentuk ferro di dalam sel mukosa dioksidai menjadi ferri, dengan demikian terjadinya penyatuan diantara ferri dan ferro, yang selanjutnya bergabung dengan apoprotein membentuk protein yang berkandungan besi, yaitu ferritin yang selanjutnya melalui beberapa proses lain dapat masuk dalam plasma darah ( Kartasapoetra, 2005) Terjadinya anemia karena kekurangan zat besi biasanya terjadi secara betahap melalui beberapa tahap mulai dari baru timbul hingga tahap lanjut yaitu: a. Tahap I: Kehilangan zat besi melebihi asupannya sehingga menghabiskan cadangan dalam tubuh terutama di sumsum tulang. Kadar ferritin (protein yang menampung zat besi) dalam darah berkurang secara progresif.
Universitas Sumatera Utara
17
b. Tahap II: Cadangan besi yang telah berkurang tidak dapat memenuhi kebutuhan untuk pembentukan sel darah merah sehingga sel darah merah yang dihasilkan jumlahnya lebih sedikit. c. Tahap III: Mulai terjadi anemia. Pada awal stadium sel darah merah tampak normal, tetapi jumlahnya lebih sedikit kadar hemoglobin dan hematokrit menurun. d. Tahap IV: Sumsum tulang berusaha untuk menggantikan kekurangan zat besi dengan mempercepat pembelahan sel dan menghasilkan sel darah merah dengan ukuran yang sangat kecil (mikrositik), yang khas untuk anemia karena kekurangan zat besi. e. Tahap V: Dengan semakin terbentuknya kekurangan zat besi dan anemia, maka akan timbul gejala karena kekurangan zat besi dan gejala karena anemia semakin memburuk (Murray, 2006) Jika asupan protein rendah maka proses transferrin mengangkut zat besi kesumsum tulang belakang akan terhambat. Menurunnya asupan protein dan zat besi yang merupakan unsur utama pembentukan hemoglobin akan mempengaruhi kadar produksi hemoglobin. Untuk mencegah agar tidak kekurangan kadar hemoglobin dan mengalami anemia, maka salah satu yang perlu diperhatikan adlah asupan makanan yang mengandung zat besi seimbang (Proverawati, 2007).
Universitas Sumatera Utara
18
2.8.
Faktor – Faktor yang Mempengaruhi TerjadinyaAanemia pada Ibu Hamil
a.
Usia Ibu Hamil Menurut Amiruddin (2007), bahwa ibu hamil yang berumur kurang dari 20
tahun dan lebih dari 35 tahun yaitu 74,1% menderita anemia dan ibu hamil yang berumur 20-35 tahun yaitu 50,5% menderita anemia. Wanita yang kurang dari 20 tahun atau lebih dari 35 tahun, mempunyai resiko yang tinggi untuk hamil, karena akan membahayakan kesehatan ibu hamil maupun janinnya beresiko mengalami perdarahan dan dapat menyebabkan ibu mengalami anemia. b.
Usia Kehamilan Umur ibu kurang dari 20 tahun menunjukkan rahim dan panggul ibu belum
berkembang secara sempurna karena wanita pada usia ini masih dalam masa pertumbuhan sehingga rahim dan panggul masih kecil. Disamping itu, usia diatas 35 tahun cenderung mengakibatkan timbulnya masalah-masalah kesehatan seperti preeklamsi, eklamsi, DM, dapat menimbulkan persalinan lama dan perdarahan pada saat persalinan serta resiko terjadinya cacat bawaan pada janin (Hartanto, 2004). c.
Jarak Kelahiran Salah satu penyebab yang dapat mempercepat terjadinya anemia pada ibu
hamil adalah jarak kelahiran pendek. Hal ini disebabkan kekurangan nutrisi yang merupakan mekanisme biologis dan pemulihan faktor hormonal dan adanya kecenderungan bahwa semakin dekat jarak kehamilan, maka akan semakin tinggi angka kejadian anemia. Banyaknya anak yang dilahirkan seorang ibu akan
Universitas Sumatera Utara
19
mempengaruhi kesehatan dan merupakan faktor resiko terjadinya BBLR, tumbuh kembang bayi lebih lambat, pendidikan anak lebih rendah dan nutrisi kurang (Depkes, 2003). d.
Tingkat Pendidikan. Tingkat pendidikan sangat berpengaruh terhadap perubahan sikap dan perilaku
hidup sehat. Tingkat pendidikan yang lebih tinggi akan memudahkan sesorang untuk menyerap informasi-informasi dan mengimplementasikannya dalam perilaku dan gaya hidup sehari-hari, khususnya tingkat pendidikan wanita sangat mempengaruhi kesehatannya.( Depkes, 2004). Seseorang yang hanya lulusan Sekolah dasar belum tentu kurang mampu menyususn makanan yang memenuhi persyaratan gizi dibandingkan dengan orang lain yang pendidikannya lebih tinggi, karena sekalipun berpendidikan rendah kalau orang tersebut rajin mendengarkan penyuluhan gizi maka pengetahuan gizinya akan lebih baik, hanya saja memang perlu dipertimbangkan bahwa faktor tingkat pendidikan turut pula menentukan mudah tidaknya seseorang menyerap dan memahami pengetahuan gizi yang mereka peroleh. Hal ini bias dijadikan landasan untuk membedakan metode penyuluhan gizi yang tepat (Soehardjo, 2003). Pendidikan formal akan mempengaruhi tingkat pengetahuan gizi, semakin tinggi pendidikan ibu maka semakin tinggi kemampuan ibu untuk menyerap pengetahuan praktis terutama melalui media massa ( Berg, 1996). Hasil penelitian Hendro (2006), mengatakan ada hubungan yang signifikan antara pendidikan dengan status anemia, karena dengan tingkat pendidikan ibu yang
Universitas Sumatera Utara
20
rendah diasumsikan pengetahuannya tentang gizi rendah, sehingga berpeluang untuk terjadinya anemia sebaliknya jika ibu hamil berpendidikan tinggi, maka kemungkinan besar pengetahuannya tentang gizi juga tinggi, sehingga diasumsikan kecil peluangnya untuk terjadi anemia. e.
Jenis Pekerjaan. Menurut Masri Singarimbun (1998), ada istilah dalam membagi wanita
menjadi dua kategori yaitu “pekerja” dan “bukan pekerja”. Dari ketentuan tersebut, pekerjaan sering didefenisikan sebagai jenis tugas-tugas yang dilakukan oleh lakilaki, sehingga pekerjaan diluar rumah tangga dianggap bukan suatu pekerjaan. Ibu yang mempunyai kegiatan diluar rumah tangga disebut wanita pekerja. Menurut penelitian Pusat Pengembangan Gizi (1998), mengemukakan bahwa kegiatan jasmani orang dewasa terbagi atas tiga golongan yaitu kegiatan berat, sedang dan kurang, dimana sebagian besar wanita yang bekerja tergolong kegiatan berat seperti memecah batu, mencangkul dan lain sebagainya mempunyai resiko lebih besar menderita anemia. Sesuai dengan pendapat Gibson (1995) menyatakan bahwa salah satu tingkatan anemia gizi besi adalah hilangnya zat besi ditandai dengan adanya pengurangan jumlah cadangan zat besi dalam hati yang berakibat pada rendahnya nilai konsentrasi serum feritin, walaupun proses transport hemoglobin masih normal. Pengurangan zat besi salah satu penyebabnya adalah beban kerja atau seberapa berat aktivitas fisik yang dilakukan oleh ibu selama kehamilannya, semakin berat aktivitas fisik yang
Universitas Sumatera Utara
21
dilakukan ibu hamil mempunyai kemungkinan lebih besar terjadi pengurangan cadangan zat besi. f.
Tingkat Pendapatan Kemiskinan sebagai penyebab gizi kurang menduduki posisi pertama pada
kondisi yang umum. Hal ini harus mendapat perhatian serius karena keadaan ekonomi ini berpengaruh terhadap ketersediaan pangan dirumah tangga. Pertumbuhan ekonomi akan dapat meningkatkan pendapatan, dengan meningkatnya pendapatan maka persoalan gizi terutama pada ibu hamil akan teratasi. Tingkat pendapatan juga menentukan jenis pangan apa yang dibeli. Semakin tinggi pendapatan semakin besar pula persentasi perbelanjaan termasuk untuk buah-buahan, sayur sayuran dan jenis makanan lain, tetapi walaupun makanan yang berkualitas tinggi masuk ke dalam suatu rumah tangga tidak ada jaminan apakah makanan ini akan sampai kepada mereka yang sangat membutuhkan terutama pada ibu hamil .( Suhardjo, 2003). Pemasukan makanan tambahan ke dalam rumah tangga tidak pula menjamin bahwa kebutuhan zat gizi tambahan untuk seorang wanita yang sedang hamil dapat dipenuhi, pendapat bahwa seorang wanita yang hamil makan-makanan untuk dua orang adalah konsep barat. Kebanyakan Negara-negara Asean nyatanya wanita dengan sadar mengurangi makan sewaktu sedang hamil dengan tujuan agar bayinya kecil dan kelahirannya mudah. Para ahli ekonomi berpendapat bahwa dengan perbaikan taraf ekonomi maka tingkat gizi pendudukanya pun akan tinggi, namun para ahli gizi berpendapat bahwa faktor ekonomi bukanlah satu-satunya faktor penentu status gizi. Status gizi juga
Universitas Sumatera Utara
22
dipengaruhi oleh faktor pengetahuan, pendidikan dan faktor lainnya, jadi masalah gizi merupakan masalah yang bersifat multi kompleks karena tidak hanya faktor ekonomi saja yang berperan tetapi faktor lain juga menentukan ( Suhardjo, 2003). Keluarga dengan pendapatan terbatas besar kemungkinan kurang dapat memenuhi kebutuhan makanan yang diperlukan tubuh, setidaknya keaneka ragaman makanan kurang tersedia karena uang yang terbatas tidak mungkin menyediakan makanan yang beragam. Banyak sebab yang berperan dalam menentukan besar kecilnya pendapatan diantaranya adalah jenis pekerjaan yang dimiliki. 2.9.
Fungsi Protein Protein merupakan bahan pembentuk jaringan– jaringan yang baru yang selalu
terjadi dalam tubuh. Pada masa pertumbuhan proses pembentukan jaringan terjadi secara besar – besaran, pada masa kehamilan protein berperan dalam pembentukan jaringan janin dengan pertumbuhan embrio. Protein juga mengganti jaringan – jaringan tubuh yang rusak dan yang perlu dirombak. Fungsi utama protein bagi tubuh adalah untuk membentuk jaringan baru dan mempertahankan jaringan yang telah ada (Winarno, 1992). Protein dapat juga digunakan sebagai bahan bakar apabila keperluan energi tubuh tidak terpenuhi oleh karbohidrat dan lemak. Jika protein tidak diperlukan dalam tubuh untuk penambahan dan perbaikan jaringan tubuh serta pembuatan enzim, antibodi dan hormon, maka gugusan asam amino disingkirkan, dan yang tersisa dari molekul protein diubah menjadi lemak, kolagen polisakarida untuk digunakan sebagai energi (Suharjo, 2002 ).
Universitas Sumatera Utara
23
Protein ikut pula mengatur berbagai proses tubuh, baik langsung maupun tidak langsung dengan membentuk zat – zat pengatur proses dalam tubuh. Protein mengatur keseimbangan cairan dalam jaringan dan dalam pembuluh darah yaitu dengan menimbulkan tekanan osmotik koloid yang dapat menarik cairan dari jaringan ke dalam pembuluh darah. Sifat atmosfer protein yang dapat bereaksi dengan asam dan basa, dapat mengatur keseimbangan asam basa dalam tubuh (Winarno, 1992). Protein dalam tubuh manusia, terutama dalam sel jaringan dan bertindak sebagai bahan membran sel yang dapat membentuk jaringan pengikat misalnya kolagen dan elastin. Disamping itu protein dapat bekerja sebagi enzim, bertindak sebagai plasma (albumin), membentuk kompleks dengan molekul lain, dan sebagai bagian sel yang bergerak (protein otot). Kekurangan protein dalam waktu lama dapat mengganggu berbagai proses pertumbuhan dalam tubuh dan menurunkan daya tahan tubuh (Sri Hartati, 2014) 2.10. Bahan Makanan Sumber Protein Hampir semua bahan makanan mengandung protein, karena semua makhluk hidup juga mengandung protein. Hanya jumlah serta macamnya berbeda pada masing – masing bahan makanan. Oleh sebab itu kita harus mengetahui bahan makanan yang banyak mengandung protein dan bernilai tinggi dalam menyusun suatu hidangan yang baik. Berdasarkan sumbernya, protein terdiri dari dua jenis yaitu protein hewani dan protein nabati. Sumber protein hewani antara lain: ikan, udang, kerang, kepiting, daging, ayam, hati, telur, susu dan keju. Sumber protein nabati antara lain : kacang-
Universitas Sumatera Utara
24
kacangan (kacang merah, kacang tanah, kacang hijau dan kacang kedelai), tahu, tempe. Sumber protein yang paling lengkap adalah susu, telur dan keju. Selama Kehamilan ibu hamil sebaiknya lebih banyak mengkonsumsi sumber protein hewani dibandingkan dengan sumber protein nabati (Sediautama, 1991). 2.11.
Kecukupan Protein Kecukupan gizi yang dipengaruhi oleh umur, jenis kelamin, aktivitas, berat
badan, genetika, keadaan hamil dan menyusui. Angka kecukupan protein bagi seseorang adalah konsumsi protein makanan yang seimbang dengan hilangnya nitrogen yang dikeluarkan oleh tubuh dalam keseimbangan pada tingkat kegiatan jasmani yang dilakukan (Almatsier, 2002). Tabel 1. Angka kecukupan protein menurut kelompok umur dan jenis kelamin Kelompok umur
Laki – laki
Perempuan
5 – 10 thn 10 – 18 thn 18 – 60 thn 60 thn keatas Ibu hamil Ibu menyusui Sumber: Supariasa,2004
1,00 gr/bb 1,96 gr/bb 0,75 gr/bb 0,75 gr/bb
1,00 gr/bb 1,90 gr/bb 0,75 gr/bb 0,75 gr/bb + 12 gr/hari + 16 gr/hari
2.12.
Faktor – Faktor Yang Mempengaruhi Absorbsi Protein Vitamin B6 memiliki pengaruh yang sangat penting dalam absorbs protein.
Vitamin B6 yang terdapat di alam terdapat dalam
3 bentuk yaitu piridoksin,
piridoksal dan piridoksamin. Piridoksin merupakan Kristal putih tidak berbau, larut air dan alcohol. Piridoksin tahan panas dalam keadaan asam, tidak begitu stabil dalam
Universitas Sumatera Utara
25
larutan alkali dan tidak tahan cahaya. Dari tiga bentuk vitamin B6 piridoksinlah yang paling tahan terhadap pengaruh pengolahan dan penyimpanan (Winarno, 1992). 2.13.
Zat Besi Pada Ibu Hamil Zat besi (Fe) adalah unsur mineral yang paling penting dibutuhkan oleh tubuh
karena perannya pada pembentukan hemoglobin. Senyawa ini bertindak sebagai pembawa oksigen dalam darah, dan juga berperan dalam mentransfer CO2 dan H positif pada rangkaian trasport elektron yang diatur oleh fosfat organik. Besi merupakan mineral yang paling banyak terdapat di dalam tubuh manusia dan hewan, yaitu sebanyak 2-3 gram di dalam tubuh manusia dewasa. Besi mempunyai beberapa fungsi essensial di dalam tubuh sebagai alat angkut oksigen dari paru-paru ke jaringan tubuh, sebagai alat angkut elektron di dalam sel, dan sebagai bagian terpadu berbagai reaksi enzim didalam jaringan tubuh. (Rukman, 2009). Zat besi adalah salah satu zat gizi penting yang terdapat pada sel hidup baik tumbuh-tumbuhan maupun sel hewan. Dalam tubuh,zat besi sebahagian besar terdapat dalam darah sebagai protein yang bernama hemoglobin (Hb) berfungsi mengangkut oksigen dari paru-paru keseluruh tubuh (Soekirman, 2007) 2.14. Akibat kekurangan Zat Besi pada Ibu Hamil Semasa hamil kebutuhan akan zat besi akan semakin meningkat. Sehingga ibu hamil butuh asupan zat besi yang lebih dibandingkan sebelum hamil. Sejumlah peneliti mengatakan bahwa zat besi yang terdapat dalam menu sehari-hari jumlahnya tidak mencukupi untuk kebutuhan ibu hamil. Padahal zat besi bagi ibu hamil penting
Universitas Sumatera Utara
26
untuk pembentukan dan mempertahankan sel darah merah. Gangguan kurang asupan zat besi akan membuat ibu hamil mengalami anemia. Bila ibu hamil mengalami kekurangan asupan zat besi pada trisemester I sampai dengan trisemester III akan mengakibatkan bayi lahir prematur, kematian janin dan kelainan pada sistem saraf pusat bayi. Untuk itu ibu hamil dianjurkan agar mengkonsumsi tambahan zat besi atau makanan yang mengandung zat besi ( Tarwoto, 2007). 2.15.
Kebutuhan Zat Besi Pada Ibu Hamil Zat besi merupakan mineral mikro yang paling banyak terdapat dalam tubuh,
yaitu sebanyak 3–5 gr didalam tubuh manusia dewasa. Zat besi sangat dibutuhkan oleh tenaga kerja untuk menunjang aktivitas kerjanya. Didalam tubuh zat besi berperan sebagai alat angkut oksigen dari paru–paru ke jaringan sebagai alat angkut electron pada metabolisme. Kebutuhan zat besi pada wanita hamil akan meningkat sebesar 20–300 % mulai dari konsepsi hinga akan melahirkan, perkiraan besaran zat besi yang diperlukan selama hamil ialah 800 mg. Sebanyak 300 mg zat besi akan ditransfer ke janin untuk pembentukan plasenta, 500 mg untuk menambah jumlah sel darah merah dalam tubuh, karena sekitar 200 mg akan lenyap ketika melahirkan. Jumlah sebanyak ini tidak mungkin tercukupi hanya melalui diet karena itu perlu diberikan suplementasi zat besi.
Universitas Sumatera Utara
27
Tabel 2. Angka kecukupan besi Kategori Bayi Balita Anak sekolah Remaja laki – laki Remaja perempuan Dewasa laki – laki Dewasa perempuan Ibu hamil Ibu menyusui Sumber: Supariasa,2004
Jumlah 3 – 5 mg 8 – 9 mg 10 mg 14 – 17 mg 14 – 25 mg 13 mg 14 – 20 mg ± 26 mg ± 20 mg
Penambahan asupan zat besi baik lewat makanan atau pemberian suplementasi terbukti mampu mencegah penurunan hemoglobin akibat hemodilusi. Untuk menjaga agar stok zat besi tidak terkuras dan mencegah kekurangan maka setiap wanita hamil dianjurkan untuk mengkonsumsi zat besi sebanyak 30 mg tiap hari. Takaran ini tidak akan terpenuhi hanya melalui makanan, oleh sebab itu suplemen sebesar 30–60 mg, dimulai dari kehamilan 3 bulan hingga pascapartum dengan dosis satu tablet setiap hari (Arisman, 2002). 2.16.
Absorbsi Zat Besi Absorbsi zat besi menurut Bakta (2006) dapat dibagi menjadi tiga fase yaitu:
a.
Fase luminal: Zat besi dalam makanan terdapat dalam dua bentuk yaitu zat besi heme dan non heme. Zat besi heme terdapat dalam daging dan ikan, tingkat absorbsi dan bioavailabilitasnya tinggi. Zat besi non heme berasal dari nabati tingkat absorbsi dan bioavailabilitasnya rendah
Universitas Sumatera Utara
28
b.
Fase Mukosal: Penyerapan zat besi terjadi terutama melalui mukosa duodenum dan jejunum proksimal. Penyerapan terjadi secara aktif melalui proses yang sangat kompleks (mucosal block).
c.
Fase corporeal: meliputi transpotasi besi dalam sirkulasi, utilisasi besi oleh selsel yang memerlukan, serta penyimpanan besi oleh tubuh. Faktor – faktor yang Mempengaruhi Absorbsi Zat Besi 1. Bentuk Fe: Besi hem yang merupakan bagian dari hemoglobin dan mioglobin yang terdapat dalam daging hewan dapat diserap dua kali lipat daripada besi-nonhem yang berasal dari makanan nabati.
2. Asam organic: Vitamin C dan asam sitrat sangat membantu penyerapan zat besi nonhem dengan merubah bentuk feri menjadi fero. 3. Asam fitat, Asam Oksalat dan tannin: Ketiga jenis zat ini dapat mengikat zat besi sehingga menghambat penyerapannya. Namun pengaruh negative ini dapat dikurangi dengan mengkonsumsi vitamin C 4. Tingkat keasaman lambung: Keasaman lambung dapat meningkatkan daya larut zat besi. 5. Kebutuhan tubuh: Jika tubuh kekurangan zat besi atau kebutuhan meningkat maka penyerapannya juga akan meningkat. Maka ibu hamil dianjurkan mengkonsumsi zat besi sebanyak 60–100mg/hari (Proverawati,2007). 2.17.
Metabolisme Zat Besi pada Ibu Hamil Metabolisme zat besi sangat penting dalam pemantauan status zat besi dan
suplemen preparat zat besi. Zat besi merupakan unsur yang sangat penting dalam
Universitas Sumatera Utara
29
tubuh dan hampir selalu berikatan dengan protein tertentu seperti hemoglobin, mioglobin. Kompartemen zat besi yang terbesar dalam tubuh adalah hemoglobin yang dalam keadaan normal mengandung kira – kira 2 gram zat besi. Mekanisme metabolisme zat besi dapat dilihat pada gambar 1.
Gambar 2. Metabolisme zat besi (Murray, Ganner, Robert, Peter & Victor, 2006) Berdasarkan gambar 1, dapat dilihat metabolism zat besi berawal dari unsur Zat besi yang ada pada makanan adalah zat besi elemen kemudian diabsorbsi ke usus halus menjadi Fe++. Untuk mengatur masuknya zat besi dalam tubuh maka tubuh memiliki suatu cara yang tepat, besi masuk ke dalam mukosa apabila ia dapat bersenyawa dengan apoferritin. Dan jumlah apoferritin yang adal dalam tubuh sudah cukup maka semua apoferritin yang ada dalam mukosa usus terikat oleh Fe menjadi
Universitas Sumatera Utara
30
ferritin. Dengan demikian tidak ada lagi apoferritin yang bebas sehingga tidak ada zat besi yang masuk ke dalam mukosa. Zat besi yang ada dalam mukosa usus hanya dapat masuk ke dalam darah bila berikatan dengan β-globulin yang ada dala plasma. Gabungan Fe dengan β-globulin disebut ferritin, apabila semua β-globulin dalam plasma sudah terikat Fe maka Fe++ yang terdapat dalam mukosa usus tidak dapat masuk ke dalam plasma dan turut lepas ke dalam lumen usus sel mukosa usus lepas dan diganti dengan sel baru. Hanya Fe++ yang terdapat dalam transferin dapat digunakan dalam eritropoesis, karena sel eritroblas dalam sumsum tulang hanya memiliki reseptor untuk ferritin. Kelebihan zat besi yang tidak digunakan akan disimpan dalam sumsum tulang sebagai ferritin. Zat besi yang terikat pada β-globulin selain berasal dari mukosa usus juga berasal dari limpa, tempat eritrosit yang sudah tua masuk kedalam jaringan limpauntuk kemudian terikat pada β-globulin menjadi transferin dan kemudian ikut aliran darah ke sumsum tulang untuk digunakan eritroblas untuk membentuk hemoglobin (Kurniasih, 2009). 2.18.
Kerangka Konsep Berdasarkan uraian tersebut diatas, maka dibuat kerangka konsep penelitian
mengenai hubungan asupan protein dan zat besi dengan status anemia pada ibu hamil di Desa Naga Timbul Kecamatan Tanjung Morawa Kabupaten Deli Serdang Tahun 2014.
Universitas Sumatera Utara
31
Asupan Protein Status Kadar Hb
Anemia Pada Ibu
Asupan Zat Besi
Hamil
Gambar 3. Kerangka Konsep Penelitian
2.19.
Hipotesis Penelitian
1. Ada hubungan asupan protein dengan status anemia pada ibu hamil 2. Ada hubungan asupan zat besi dengan status anemia pada ibu hamil
Universitas Sumatera Utara