6
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Manggis (Garcinia mangostana L.) Manggis merupakan tanaman buah yang berasal dari hutan tropis di kawasan
asia tenggara. Manggis dikenal sebagai "Queen of Fruits" karena kandungan xanton pada kulit buah manggis tidak ditemukan pada buah-buahan lain. Di daerah Asia Tenggara, kulit buah manggis telah lama digunakan untuk pengobatan (Chaverri et al., 2008; Yatman, 2012). Bagian buah dan pohon manggis dapat dilihat pada gambar 2.1.
(a)
(b)
Gambar 2.1 Garcinia mangostana L. (Hadriyono, 2011) Keterangan: (a) Buah Manggis; (b) Pohon Manggis
2.1.1
Klasifikasi Tanaman
Menurut Hutapea (1994), klasifikasi tanaman manggis adalah sebagai berikut: Kingdom
: Plantae
Divisi
: Spermatophyta
7
Sub-divisi
: Angiospermae
Kelas
: Dicotyledonae
Ordo
: Guttiferanales
Famili
: Clusiaceae
Genus
: Garcinia
Spesies
: Garcinia mangostana L.
2.1.2
Nama Daerah
Manggoita (Aceh), Manggista (Batak), Manggih (Minangkabau), Manggus (Lampung), Manggu (Sunda), Kirasa (Makasar), Manggis (Bali), Manggusta (Manado) dan Magi (Nias) (Pitojo dan Hesti, 2008; Lim, 2012). 2.1.3
Morfologi Tanaman
a. Tanaman manggis Tanaman manggis merupakan tanaman tahunan, berbentuk pohon dengan bagian bawah lebar dan bagian ujung menyempit. Tanaman manggis memiliki tinggi kurang lebih 15 meter dengan akar tunggang dan akar berwarna putih kecoklatan. Batang berkayu, bulat, tegak, percabangan simpodial, berwarna hijau. Daun tunggal, lonjong, ujung runcing, pangkal tumpul, tepi rata, percabangan menyirip, panjang 20-25 cm, lebar 6-9 cm, tangkai silindris, berwarna hijau. Bunga tunggal, berkelamin dua, benang sari berwarna kuning. Buah buni, bulat, diameter 6-8 cm, kulit buah berdinding tebal lebih dari 9 mm, pada waktu muda kulit buah berwarna hijau namun setelah tua berubah menjadi merah tua sampai ungu kehitaman. Daging buah berwarna putih dan mengandung banyak akuades. Biji bulat dengan diameter 2 cm, dalam 1 buah terdapat 5-7 biji berwarna coklat.
8
Akarnya tunggang berwarna putih kecoklatan (Hutapea, 1994; Pitojo dan Hesti, 2008). b. Simplisia kulit buah manggis Berupa potongan padat, agak keras, bentuk seperempat bola atau setengah bola dengan garis tengah 4-6 cm, tebal 3-6 mm, permukaan luar agak kasar, agak mengkilat, warna kecoklatan sampai coklat kehitaman sedangkan permukaan dalam licin, berwarna coklat, dan terdapat sisa sekat yang membagi buah menjadi 4 bagian atau lebih, bekas patahan tidak rata, tidak berbau dengan rasa pahit. Secara mikroskopik yang menjadi fragmen penanda adalah sel batu, parenkim endokarp, parenkim eksokarp, periderm dan parenkim mesokarp (Depkes RI, 2010). 2.1.4
Kandungan Kimia
Kulit buah manggis mengandung senyawa fenol, diantaranya xanton, antosianin, proantosianin, asam fenolik dan flavonoid. Selain itu kulit buah manggis juga mengandung saponin dan tanin. Xanton merupakan senyawa fenol utama yang terdapat pada kulit buah manggis (Hutapea, 1994; Deylami et al., 2014). Kandungan xanton pada kulit buah manggis mencapai 123,97 mg/100 mL (Yatman, 2014). Xanton pada kulit buah manggis memiliki turunan seperti αmangostin, β-mangostin, γ-mangostin, gartanine, garcinone E, 8-deoxygartanine, 3-isomangostin dan 9-hydroxycalabaxantone (Chaverri et al., 2008; Deylami et al., 2014). Senyawa aktif utama yang terdapat pada kulit buah manggis adalah αmangostin (Palakawong et al., 2010).
9
2.1.5 Aktivitas Farmakologi Xanton
memiliki
aktivitas
farmakologi
antipoliferasi,
anti-inflamasi,
antimikrobial, antikarsinogenik, antimalaria, antialergi dan pro-apoptotic (Orozco and Mark, 2013; Yatman, 2013). Selain itu, xanton juga memiliki aktivitas farmakologi sebagai antioksidan. Antioksidan banyak digunakan dalam bahan sediaan topikal untuk pengobatan dermatologi. Antioksidan adalah zat yang dapat melawan pengaruh bahaya dari radikal bebas atau Reactive Oxygen Species (ROS) yang terbentuk sebagai hasil dari metabolisme oksidatif yaitu hasil dari reaksi-reaksi kimia dan proses metabolik yang terjadi dalam tubuh (Yulia, 2007). Radikal bebas merupakan atom atau molekul yang tidak stabil dan sangat reaktif karena mengandung satu atau lebih elektron tidak berpasangan pada lapisan terluarnya (Maulida dan Naufal, 2010). Radikal bebas akan bereaksi dengan molekul disekitarnya, seperti DNA, membran lipid dan protein untuk memperoleh pasangan elektron sehingga dicapai kestabilan atom atau molekul. Reaksi tersebut akan menyebabkan terjadinya kerusakan sel, kerusakan jaringan dan proses penuaan (Ningtyas, 2010). Berdasarkan sumbernya antioksidan dibagi menjadi dua kelompok, yaitu antioksidan sintetik dan antioksidan alami. Antioksidan sintetik merupakan antioksidan yang diperoleh dari hasil sintesa reaksi kimia, contohnya PG (Propil galat), TBHQ (Tert-Butylhydroxyquinone). BHA (Butylated Hydroxyanisole) dan BHT (Butylated Hydroxytoluene) (Nuraini, 2007). Antioksidan alami diperoleh dari ekstraksi bahan alami, contohnya vitamin C dan vitamin E (Utami, 2014).
10
Palakawong et al. (2010), menyatakan bahwa ekstrak air kulit buah manggis mempunyai aktivitas antioksidan dengan nilai IC50adalah 5,94 mg/mL. Mardawati et al. (2009), menyatakan bahwa semua fraksi pelarut dari ekstrak kulit manggis memiliki aktivitas antioksidan yang besar dengan nilai Inhibiton Concentration 50% (IC50) kurang dari 50, dimana ekstrak metanol nilai IC50 sebesar 8,00 mg/L, ekstrak etanol 9,26 mg/L dan ekstrak etil asetat sebesar 29,48 mg/L.
2.2
Maserasi Penyarian merupakan kegiatan penarikan zat yang dapat larut dari bahan yang
tidak dapat larut dengan pelarut cair, sehingga zat aktif akan berada dalam cairan pelarut tersebut (Dewi, 2013). Salah satu cara penyarian simplisia adalah teknik maserasi. Keuntungan cara penyarian menggunakan teknik maserasi adalah cara pengerjaan dan peralatan yang digunakan sederhana serta mudah diusahakan. Sedangkan kerugian cara maserasi adalah pengerjaannya lama, penyariannya kurang sempurna dan pelarut ekstraksi yang digunakan lebih banyak (DepKes RI, 1986; Dewi, 2013). Maserasi dilakukan dengan cara merendam serbuk simplisia dalam pelarut ekstraksi dan disertai dengan pengadukan. Pengadukan bertujuan untuk meratakan konsentrasi larutan diluar butir serbuk simplisia sehingga derajat perbedaan konsentrasi sekecil-kecilnya antara larutan didalam sel dengan larutan diluar sel tetap terjaga (Dewi, 2013). Pemilihan pelarut ekstraksi dilakukan berdasarkan kelarutan dari zat aktif yang diinginkan atau menggunakan prinsip "like dissolves like", dimana senyawa polar akan larut dalam pelarut polar sedangkan senyawa
11
nonpolar akan larut dalam senyawa nonpolar (Seidel, 2008). Pelarut ekstraksi akan menembus dinding sel dan masuk ke dalam rongga sel yang mengandung zat aktif, zat aktif akan larut dan karena adanya perbedan konsentrasi antara larutan zat aktif di dalam sel dengan yang di luar sel, maka larutan yang terpekat didesak keluar. Peristiwa tersebut terjadi berulang sehingga terjadi keseimbangan konsentrasi antara larutan di luar sel dan di dalam sel (DepKes RI, 1986). Pelarut ekstraksi yang umum digunakan adalah etanol. Etanol memiliki indeks polaritas sebesar 5,2. Etanol dalam ekstraksi dapat meningkatkan permeabilitas dinding sel simplisia sehingga proses ekstraksi menjadi lebih efisien dalam menarik komponen polar hingga semi polar (Seidel, 2008). Etanol memiliki titik didih yang rendah yaitu 78,5°C sehingga mudah untuk diuapkan. Etanol tidak beracun dan tidak berbahaya (Myers and Rusty 2007; Ramadhan dan Haries, 2010). Etanol memiliki kelarutan yang tinggi dan bersifat inert sehingga tidak bereaksi dengan komponen lainnya (Susanti dkk., 2012). Etanol dengan konsentrasi 20% keatas sulit untuk ditumbuhi kapang dan kuman. Selain itu, etanol dapat bercampur dengan air dalam segala perbandingan, selektif dalam menghasilkan jumlah senyawa aktif yang optimal dan panas yang diperlukan untuk pemekatan lebih sedikit sebab etanol mudah untuk diuapkan (Depkes RI, 1986).
2.3
Ekstrak Ekstrak merupakan sediaan kering, kental atau cair yang diperoleh dengan
cara menyari simplisia nabati atau hewani menurut cara yang cocok, diluar
12
pengaruh cahaya matahari langsung (Depkes RI, 1979). Ekstrak disari menggunakan pelarut yang sesuai, kemudian semua atau hampir semua pelarut diuapkan dan massa atau serbuk yang tersisa diperlakukan sedemikian rupa hingga memenuhi baku yang telah ditetapkan (Dewi, 2013).
2.4
Masker Gel Peel Off Masker wajah adalah sediaan kosmetik untuk perawatan kulit wajah. Masker
wajah memiliki manfaat sebagai pemberi kelembaban, mengembalikan tekstur kulit, memberi nutrisi pada kulit, melembutkan kulit, membersihkan pori-pori kulit,
mencerahkan
warna
kulit,
mengendurkan
otot-otot
wajah
dan
menyembuhkan jerawat (Irawati dan Sulandjari, 2013; Utami, 2014). Salah satu jenis masker wajah adalah masker gel peel off (Shai et al., 2009). Masker gel peel off merupakan masker yang terbuat dari bahan polimer seperti polivinil alkohol dan bahan seperti lateks dan senyawa karet alam (Shai et al., 2009). Dibandingkan dengan sediaan masker lain seperti pasta dan serbuk, masker gel peel off memiliki beberapa keunggulan yaitu, dapat menimbulkan efek dingin akibat lambatnya penguapan air pada kulit, tidak menghambat fungsi fisiologis kulit khususnya respiration sensibilis karena tidak membentuk lapisan lilin yang melapisi permukaan kulit secara kedap serta tidak menyumbat pori-pori kulit, memungkinkan pemakaian pada bagian tubuh yang berambut, daya sebar dan daya lekat baik, serta mampu melepaskan zat aktif dengan baik (Lieberman and Banker, 1989; Voigt, 1994). Masker diaplikasikan pada permukaan kulit dengan cara dioleskan, ditunggu mengering, mengeras dan membentuk lapisan
13
tipis, fleksibel serta transparan biasanya 15-30 menit kemudian dikelupas seperti pada gambar 2.2.
Gambar 2.2 Cara Menggunakan Masker Gel Peel Off (Shai et al., 2009). Keterangan: (A) Sepotong kain kasa yang dibasahi dengan akuades ditempatkan pada wajah; (B) Masker gel peel off dioleskan di atas kasa; (C) Setelah waktu pengaplikasian selesai masker diangkat dengan cara dikelupas.
Sukmawati (2013) dan Evrilia (2014), telah memformulasikan kulit buah manggis menjadi sediaan masker gel peel off dengan memanfaatkan kandungan antioksidan didalamnya. Utami (2014), telah melakukan pengujian aktivitas antioksidan ekstrak etanol 96% kulit buah manggis dari sediaan masker gel peel off yang dibandingkan dengan standar vitamin C. Dari penelitian Utami (2014), diperoleh hasil dimana aktivitas antioksidan masker gel peel off ekstrak kulit buah manggis lebih besar dan berbeda signifikan dibandingkan dengan standar vitamin C (P<0,05). Nilai IC50 masker gel peel off ekstrak kulit buah manggis adalah 17,90±0,06 g/mL dan IC50 vitamin C adalah 20,58±0,11 g/mL.
2.5
Hidroxy Propyl Methyl Cellulose (HPMC) HPMC merupakan turunan dari metilselulosa berupa serbuk granul atau
berserat, berwarna putih atau putih krem, tidak berbau dan tidak berasa. HPMC
14
memiliki titik lebur pada suhu 190-200°C dan larut dalam air dingin dan membentuk larutan koloid kental. HPMC praktis tidak larut dalam air panas, kloroform, etanol 95%, dan eter, tetapi larut dalam campuran etanol dan diklorometana, campuran metanol dan diklorometana, serta campuran air dan etanol. HPMC digunakan sebagai agen pengemulsi, agen pensuspensi, dan sebagai agen penstabil pada sediaan topikal seperti gel dan salep (Rowe et al., 2009). Larutan HPMC stabil pada pH 3-11 dan dapat disimpan dalam wadah tertutup baik, di tempat sejuk dan kering. HPMC digunakan sebagai gelling agent dalam sediaan gel pada konsentrasi 5-15% (Voigt, 1994). Pada konsentrasi 2-4% HPMC dapat berfungsi sebagai agen peningkat viskositas (Wade and Waller, 1994). Jika diformulasikan sebagai sediaan gel, HPMC akan menghasilkan sediaan yang stabil, jernih, pH netral dan viskositas sediaan besar (Niyogi et al., 2012). HPMC merupakan bahan pembentuk hidrogel yang baik karena HPMC merupakan polimer hidrofilik yang dapat mengembang terbatas dalam air. Hidrogel merupakan jaringan tiga dimensi rantai polimer hidrofilik yang disatukan oleh ikatan kimia atau ikatan fisika yang dapat mengembang dalam lingkungan berair. Hidrogel memiliki sifat yang tidak mudah mengiritasi sehingga sangat cocok digunakan pada permukaan kulit (Lieberman and Banker, 1989). HPMC didispersikan dalam air dan didiamkan selama 30-60 menit kemudian disimpan pada suhu rendah akan membentuk gel (Voigt, 1994). Mekanisme pembentukan gel dari HPMC terjadi dalam dua tahap yang berlangsung terusmenerus. Tahap pertama yang terjadi adalah hidrasi. Hidrasi terjadi pada suhu
15
rendah dimana akuades akan mulai berdifusi masuk ke dalam partikel-pertikel padat HPMC. Tahap kedua adalah dehidrasi karena adanya peningkatan suhu. Pada peningkatan suhu, makromolekul akan kehilangan air dalam partikelnya (Sannino et al., 2009; Suyudi, 2014). Izzati (2014), telah melakukan uji sifat fisika kimia gel ekstrak kulit buah manggis dengan menggunakan HPMC yang didispersikan dalam akuades sebagai gelling agent. Formula dengan HPMC 3% menghasilkan sediaan dengan rentang 5600-16200 cPs, dimana viskositas sediaan tersebut tidak memenuhi syarat viskositas masker gel peel off yang baik yaitu 2000-4000 cPs (Garg et al., 2002). Struktur kimia HPMC dapat dilihat pada gambar 2.3.
Gambar 2.3 Struktur Kimia HPMC (Rowe et al., 2009). Keterangan: R = H, CH3, atau CH3CH(OH)CH2
2.6
Viskositas dan Rheologi Pseudoplastis Viskositas adalah pengukuran daya tahan/hambatan suatu larutan untuk
mengalir. Semakin besar viskositas suatu cairan, maka semakin besar pula gaya per satuan luas (shearing stress) yang diperlukan untuk menghasilkan suatu kecepatan geser tertentu (rate of shear) (Martin et al., 1993). Pada cairan non-
16
Newton, rate of shear dan shearing stress tidak memiliki hubungan linear, viskositasnya berubah-ubah tergantung dari besarnya tekanan yang diberikan (Martin et al., 1993). Sifat alir (rheologi) berasal dari bahasa Yunani yaitu mengalir (Rheo) dan logos (ilmu). Pengetahuan tentang rheologi bahan akan sangat berperan dalam menghasilkan produk yang baik, serta untuk optimasi proses yang akan berpengaruh pada penerimaan produk oleh konsumen. Kemudahan mengalir dari suatu cairan sangat ditentukan oleh viskositas dari zat cair tersebut. Dalam kosmetik, sistem dispersi seperti emulsi, suspensi dan sediaan setengah padat menunjukkan sifat alir yang termasuk golongan non-Newton. HPMC memiliki sifat alir tidak dipengaruhi oleh waktu, yaitu rheologi pseudoplastis. Rheologi pseudoplastis dimiliki oleh polimer-polimer yang berada dalam larutan. Kurva aliran ini melalui titik (0,0), sehingga rheologi pseudoplastis tidak memiliki yield value. Viskositas zat pseudoplastis berkurang dengan meningkatnya rate of shear (Handojo, 2011). Kurva rheologi pseudoplastis dapat dilihat pada gambar 2.4.
17
(a)
(b)
Gambar 2.4 Kurva Rheologi Pseudoplastis (Martin et al., 1993). Keterangan: (a) Meningkatnya tekanan geser (shearing stress) akan menyebabkan peningkatan laju geser (rate of shear); (b) Viskositas akan menurun dengan meningkatnya laju geser (rate of shear).
2.7
Evaluasi Sediaan Masker Gel Peel off Evaluasi sediaan masker gel peel off meliputi evaluasi fisika dan evaluasi
kimia. Evaluasi fisika terdiri dari pengujian organoleptis, pengujian homogenitas, pengujian viskositas, pengujian daya sebar, pengujian daya lekat, pengujian waktu sediaan mengering dan pengujian sineresis. Evaluasi kimia terdiri dari pengujian pH sediaan (Arikumalasari, 2013; Sukmawati, 2013). 2.7.1 a.
Evaluasi Fisika
Pengujian Organoleptis Pemeriksaan organoleptis meliputi warna dan bau gel yang diamati secara
visual bertujuan untuk menilai parameter bau dan warna sehingga menghasilkan sediaan yang berpenampilan baik. Masker gel peel off ekstrak kulit buah manggis memiliki warna kuning kecoklatan (Sukmawati, 2013).
18
b.
Pengujian homogenitas Pengujian homogenitas dilakukan untuk menghasilkan sediaan yang
homogen. Pengujian dilakukan dengan mengoleskan sampel pada gelas objek dan diamati menggunakan mikroskop optik pada perbesaran 10 (Arikumalasari, 2013). Hasil uji harus menunjukkan susunan yang homogen. Bahan-bahan yang digunakan dalam pembuatan masker gel peel off ekstrak kulit buah manggis harus terdispersi merata dalam sediaan (DepKes RI, 1979). c.
Pengujian viskositas dan rheologi Pengujian viskositas dilakukan untuk mengetahui besarnya suatu viskositas
sediaan. Pengukuran viskositas cuatu cairan dilakukan dengan menggunakan viskometer. Viskometer yang digunakan untuk menentukan sistem non Newton adalah viskometer yang memiliki kontrol shearing stress yang bervariasi, yaitu Viskometer Brookfield DV-E (Martin et al., 1993). Viskometer Brookfield DV-E dapat menentukan tahanan yang dialami oleh suatu silinder berputar yang dicelupkan dalam bahan kental. Nilai viskositas gel yang baik berada pada rentang 2000-4000 cPs karena dengan kekentalan tersebut gel mampu menyebar dengan baik saat diaplikasikan (Garg et al., 2002). Nilai viskositas (η) yang diperoleh dari rate of shear (dv/dx) digunakan untuk menghitung shearing stress (F/A) dengan persamaan (1). Kurva rheologi dibuat dengan cara memplotkan data terhadap tekanan geser dan kecepatan geser. Rheologi masker gel peel off ekstrak kulit buah manggis adalah pseudoplastis (Martin et al., 1993; Handojo, 2011).
19
F/A dv / dx F / A dv / dx
……………………………………………………….(1)
d.
Pengujian daya sebar Uji daya sebar bertujuan untuk mengetahui kecepatan penyebaran sediaan
pada kulit serta untuk mengetahui kelunakan dari sediaan gel untuk dioleskan pada kulit (Voigt, 1994). Daya sebar gel yang baik adalah 5-7 cm. Pada rentang daya sebar tersebut masker gel peel off menunjukkan konsistensi yang sangat nyaman dalam penggunaan (Garg et al., 2002). e.
Pengujian daya lekat Pengujian daya lekat dilakukan untuk mengetahui kemampuan masker gel
peel off melekat pada kulit. Secara umum, sediaan gel yang baik memiliki daya lekat yang tinggi. Semakin tinggi daya lekat maka masker gel peel off akan kontak lebih lama pada permukaan kulit (Arikumalasari, 2013). f.
Pengujian waktu sediaan mengering Pengujian waktu sediaan mengering dilakukan dengan mengamati waktu
yang diperlukan sediaan untuk mengering. Waktu sediaan mengering dihitung dari saat masker gel peel off dioleskan hingga benar-benar terbentuk lapisan yang kering. Waktu sediaan mengering dikatakan baik apabila sediaan mengering pada rentang waktu 15-30 menit setelah diaplikasikan (Shai et al., 2009). g.
Pengujian sineresis Pengujian sineresis didasarkan atas keluarnya cairan yang terjerat dalam gel
ke atas permukaan gel. Perubahan konsistensi gel akan mengakibatkan jarak antar
20
matriks berubah, sehingga memungkinkan cairan bergerak menuju permukaan. Masker gel peel off ekstrak kulit buah manggis dikatakan baik apabila tidak mengalami sineresis (Bhasha et al., 2013). Sineresis dapat dihitung dengan persamaan (2).
% Sineresis =
2.7.2 a.
berat cairan terpisah dari gel x 100% total berat gel sebelum sentrifugasi
…………..(2)
Evaluasi Kimia
Pengujian pH Pengujian pH dilakukan untuk mengetahui kesesuaian pH sediaan dengan pH
kulit. pH sediaan topikal yang baik berada pada rentang pH 4-8 (Aulton, 1998).
2.8
Eksipien dalam Formula Masker Gel Peel Off
2.8.1
Polivinil Alkohol (PVA)
Polivinil Alkohol (PVA) berupa serbuk berwarna putih hingga krem dan tidak berbau. PVA tegolong dalam polimer sintetik dan merupakan homopolimer dari etanol. PVA larut dalam air tetapi tidak larut dalam pelarut organik. PVA dapat digunakan untuk membentuk lapisan film pada masker wajah gel peel off pada rentang konsentrasi 10-16% (Mitsui, 1997). PVA merupakan senyawa non toksik dan tidak mengiritasi kulit maupun mata pada konsentrasi hingga 10% (Rowe et al., 2009).
21
2.8.2
Gliserin
Gliserin merupakan cairan tidak berwarna, tidak berbau, kental, cairan higroskopis, dan manis (Rowe et al., 2009). Gliserin digunakan dalam formulasi masker wajah gel peel off sebagai humektan dengan kosentrasi 2-15% (Mitsui, 1997). Gliserin larut dalam air, etanol dan metanol; sedikit larut dalam aseton; praktis tidak larut dalam benzen, kloroform, dan minyak; kelarutan dalam eter 1:500; kelarutan dalam etil asetat 1:11. Campuran gliserin dengan air, etanol 96%, dan propilen glikol stabil secara kimia. Adanya besi pada gliserin bertanggung jawab menjadikan warna campuran yang mengandung fenol, salisilat, dan tanin menjadi lebih gelap (Rowe et al., 2009). 2.8.3
Metil paraben
Metil paraben berupa kristal tidak berwarna atau bubuk kristal putih, tidak berbau atau hampir tidak berbau dan mempunyai rasa sedikit terbakar. Metil paraben mudah larut dalam 2 bagian etanol 96%, dalam 3 bagian etanol 95%, dalam 6 bagian etanol 50%, dan dalam 10 bagian eter. Metil paraben larut dalam 60 bagian gliserin, praktis tidak larut dalam minyak mineral, larut dalam 200 bagian minyak kacang, mudah larut dalam 5 bagian propilen glikol, larut dalam 400 bagian air, larut dalam 50 bagian air bersuhu 50°C dan larut dalam 30 bagian air bersuhu 80°C. Larutan metil paraben pada pH 3-6 stabil sekitar 4 tahun pada temperatur ruangan, sedangkan larutan metil paraben pH 8 atau lebih terhidrolisis dengan cepat sekitar 60 hari pada temperatur ruangan. Metil paraben disimpan dalam wadah tertutup baik, di tempat sejuk dan kering (Rowe et al., 2009). Metil
22
paraben digunakan sebagai bahan pengawet dalam sediaan gel pada konsentrasi 0,075% (Voigt, 1994). 2.8.4
Propil paraben
Propil paraben berupa serbuk berwarna putih, kristal, tidak berbau, dan hambar, sangat sukar larut dalam air, mudah larut dalam etanol dan eter, sukar larut dalam air mendidih (DepKes RI, 1995). Propil paraben mudah larut dalam 3,9 bagian propilen glikol (Rowe et al., 2009). Larutan cair propil paraben pada pH 3-6 stabil sekitar 4 tahun pada suhu ruangan, sedangkan larutan pada pH diatas 8 akan cepat terhidrolisis sekitar 60 hari pada suhu kamar. Propil paraben disimpan dalam wadah tertutup baik, di tempat sejuk dan kering (Rowe et al., 2009). Propil paraben digunakan sebagai bahan pengawet dalam sediaan gel pada konsentrasi 0,025% (Voigt, 1994). 2.8.5
Akuades
Akuades merupakan pelarut berupa cairan jernih tidak berwarna, tidak berasa, dan tidak berbau. Akuades larut dalam etanol dan gliserol. Akuades disimpan dalam wadah tertutup baik (DepKes RI, 1979).