BAB II TINJAUAN PUSTAKA Penelitian mengenai analisis citra perempuan dalam novel ﻣﺬﻛﺮﺍﺗﻄﺒﻴﺒﺔ /muẕakkarat ţabībah/‘Memoar Seorang Dokter Perempuan’Karya Nawāl asSa’dāwī di Program Studi Bahasa Arab Fakultas Ilmu Budaya USU sepanjang penulis ketahui belum ada. Secara etimologi kata kritik berasal dari bahasa Yunani kuno: Krités (seorang hakim), Krinein (menghakimi), Kriterion (dasar penghakiman), dan Krtikós (hakim kesusastraan), kritik sastra itu berarti penghakiman karya sastra (Wellek dalam (Pradopo, 2002: 32). Ahmad al-Syayib dalam (Muzakki, 2011: 64), mengatakan kritik sastra adalah:
ﺍﻟﻨﻘﺪ ﺩﺭﺍﺳﺔ ﺍﻷﺷﺎء ﻭﺗﻔﺴﻴﺮﻫﺎ ﻭﺗﺤﻠﻴﻠﻬﺎ ﻭﻣﻮﺍﺯﻧﺘﻬﺎ ﺑﻐﻴﺮﻫﺎ ﺍﻟﻤﺸﺎﺑﻬﺔ ﻟﻬﺎ ﺃﻭ ﺍﻟﻤﻘﺎﺑﻠﺔ ﺛﻢ ﺍﻟﺤﻜﻢ ﻋﻠﻴﻬﺎ ﺑﺒﻴﺎﻥ ﻓﻴﻤﻨﻬﺎ ﻭ ﺩﺭﺟﺘﻬﺎ ﻳﺠﺮﻯ ﻫﺬﺍ ﻓﻰ ﺍﻟﺤﺴﻴﺎﺕ ﻭﺍﻟﻤﻌﻨﻮﻳﺎﺕ ﻭ ﻓﻰ ﺍﻟﻌﻠﻮﻡ ﻭ ﺍﻟﻔﻨﻮﻥ ﻭ ﻓﻰ ﻛﻞ ﺷﻴٮﺊ ﻣﺘﺼﻞ ﺑﺎﻟﺤﻴﺎﺓ /annaqdu dirāsatu al-asyāi tafasīruhā wa taḥlīluhā wa mawāzinatuhā bigayrihā al-musyābahati lahā aw al-muqābalati ṡumma al-ḥukmu ‘alayhā bibayānin fīmanihā wa darajatihā tajrī hażā fī al-hasyāni walma’nawi bāni wa fī al-‘ulūmi wal funūni wa fī kulli syay`in muttaṣilu bilḥayāti/`kritik adalah usaha mempelajari,
xxvii Universitas Sumatera Utara
menafsirkan, menganalisis, dan membandingkan sesuatu dengan lainnya, baik yang dianggap setara maupun tidak, kemudian menetapkan kedudukannya terhadap hal-hal yang konkrit dan abstrak, baik yang terkait dengan ilmu pengetahuan, bidang-bidang seni, maupun yang terkait dengan kehidupan.` Kritik sastra ialah pertimbangan baik dan buruk karya sastra, penerangan dan penghakiman karya sastra (Jassin dan Hudson dalam (Pradopo, 2002: 17). Kritik sastra merupakan studi yang berhubungan dengan pendefinisan, pengolongan, penguraian (analisis), dan penilaian (evaluasi) karya sastra (Abrams dalam (Pradopo, 2002: 18) Muzakki (2011: 18) mengatakan, kritik sastra ialah bagian dari ilmu sastra yang memperbincangkan tentang pemahaman, penghayatan, penafsiran, dan penilaian terhadap karya sastra. Kritik sastra menurut Ahmad al-Syabib dalam (Muzakki, 2011: 64-65) yaitu:
ﺍﻟﻨﻘﺪ ﺍﻷﺩﺑﻰ ﻫﻮﺩﺭﺍﺳﺔ ﺍﻻﺳﺎﻟﻴﺐ ﺍﻷﺩﺑﻴﺔ ﻭ ﺍﻟﺘﻌﺮﻑ ﻋﻠﻰ ﺍﻟﺠﻴﺪ ﻭ ﺍﻟﺮﺩﻯء ﻓﻴﻬﺎ /annaqdu al-adabī huwa fī dirāsati al-asālībi al-adabiyati watta’rifu ‘alā aljayyidi warradī`i fīhā/‘kritik sastra adalah kajian tentang stilistika bahasa sastra serta mengetahui (memberikan penilaian) baik dan buruknya.’ Menurut Semi (1989: 11-13), berdasarkan pendekatannya terhadap karya sastra, kritik sastra dapat digolongkan ke dalam empat jenis, yaitu: 1. Kritik mimetik (mimetic crticism), yaitu kritik bertolak pada pandangan bahwa karya sastra merupakan suatu tiruan atau penggambaran dunia dan kehidupan manusia. Oleh sebab itu kritik sastra mimetik cenderung untuk mengukur kemampuan suatu karya sastra menangkap gambaran kehidupan yang dijadikan sebagai objek. 2. Kritik pragmatik (paragmtic crticism), yaitu suatu kritik yang disusun berdasarkan pandangan bahwa sebuah karya sastra itu disusun untuk mencapai efek-efek
xxviii Universitas Sumatera Utara
tertentu kepada pembacanya, seperti efek kesenangan, estetika, pendidikan, dan sebagainya. Kritik pragmatik ini kecenderungan untuk memberi penilaian terhadap suatu karya berdasarkan ukuran keberhasilannya dalam mencapai tujuan tersebut. 3. Kritik ekspresif, yaitu kritik sastra yang menekankan telaah kepada kebolehan pengarang dalam mengekspresikan atau mencurahkan idenya ke dalam wujud sastra. Dalam hal ini kritik sastra cenderung untuk menimbang karya sastra dengan meoerlihatkan kemampuan pencurahan, kesejatian, atau visi penyair yang secara sadar atau tidak tercermin pada karyanya tersebut. 4. Kritik objektif, yaitu suatu kritik sastra yang menggunakan pendekatan atau pandangan bahwa suatu karya sastra adalah karya yang mandiri. Ia tidak perlu dilihat dari segi pengarangn pembaca, atau dunia sekitarnya. Ia harus dilihat sebagai objek yang berdiri sendiri, yang memiliki dunia sendiri. Dari macammacam kritik sastra tersebut juga mengalami perkembangan dan memunculkan beberapa teori berikutnya yaitu salah satunya kritik sastra feminis. Feminis berasal dari kata femme (woman), artinya perempuan (tunggal) yang berjuang untuk memperjuangkan hak-hak perempuan (jamak) sebagai kelas sosial. Tujuan feminis adalah keseimbangan interelasi jender. Feminis dalam pengertian yang luas adalah gerakan kaum perempuan untuk menolak segala sesuatu yang direndahkan oleh kebudayaan dominan, baik dalam bidang politik dan ekonomi maupun kehidupan sosial (Ratna, 2005: 414). Feminisme menurut Goefe dalam (Sugihastuti, 2000: 37) ialah teori tentang persamaan antara laki-laki dan wanita di bidang politik, ekonomi, dan sosial; atau kegiatan terorganisasi yang memperjuangkan hak-hak serta kepentingan wanita. Moeliono (1988) dalam Sugihastuti (2000: 37) mengatakan bahwa feminisme ialah gerakan wanita yang menuntut persamaan hak sepenuhnya antara kaum wanita dan pria. Kritik sastra feminis berawal dari hasrat para wanita untuk mengkaji karya penulis wanita di masa silam dan untuk menunjukkan citra wanita sebagai
xxix Universitas Sumatera Utara
makhluk yang dengan berbagai cara ditekan, disalahtafsirkan, serta disepelekan oleh tradisi patriarki yang dominan (Djajanegara, 2000: 27). Tujuan feminis adalah untuk meningkatkan kedudukan dan derajat perempuan agar sama atau sederajat dengan kedudukan serta derajat laki-laki. Cara mencapai tujuan feminis adalah memperoleh hak dan peluang yang sama dengan yang dimiliki laki-laki dan membebaskan perempuan dari ikatan lingkungan domestik atau lingkungan keluarga dan rumah tangga. Menurut para feminis, nilai tradisional inilah yang menjadi penyebab utama inferioritas atau kedudukan dan derajat rendah kaum wanita. Nilai-nilai ini menghambat perkembangan wanita untuk menjadi manusia seutuhnya (Sugihastuti, 2000: 4-5). Fakih dalam (Sugihastuti dan Saptiawan) mengatakan asumsi bahwa perempuan telah ditindas dan dieksploitasi menghadirkan anggapan bahwa feminisme merupakan satu-satunya jalan untuk mengakhiri penindasan dan eksploitasi tersebut. Kritik sastra feminis merupakan kesadaran membaca sebagai wanita sebagai dasar menyatukan pendirian bahwa perempuan dapat membaca dan menafsirkan sastra sebagai perempuan (Sugihastuti, 2002: 202). Kritik sastra feminis adalah membaca sebagai perempuan, yakni kesadaran pembaca bahwa ada perbedaan penting dalam jenis kelamin pada makna karya sastra (Culler dalam Djajanegara, 2002:7). Para pengkritik sastra feminis memiliki tujuan penting dari kritik sastra feminis, yaitu ingin membantu agar pembaca dapat memahami, mendeskripsikan, menafsirkan, serta menilai karya-karya yang ditulis oleh pengarang (Djajanegara, 2000: 27). Kritik sastra feminis diibaratkan sebagai alas yang kuat untuk menyatukan pendirian bahwa seorang wanita dapat membaca karya sastra sebagai wanita, pengarang menulis novel sebagai wanita, dan mengungkapkan citra wanita yang ada (Satoto dan Fanannie, 2000: 85) Endaswara (2011: 149) mengatakan kegiatan akhir dari sebuah perjuangan feminis adalah persamaan derajat, yang hendak mendudukkan wanita tak sebagai obyek.
xxx Universitas Sumatera Utara
Langkah-langkah
untuk
mengkaji
sebuah
karya
sastra
dengan
menggunakan pendekatan feminis antara lain: 1. mengidentifikasikan satu atau beberapa tokoh wanita, dan mencari kedudukan tokoh-tokoh itu dalam masyarakat; 2. meneliti tokoh lain, terutama tokoh laki-laki yang memiliki keterkaitan dengan tokoh perempuan yang sedang diamati;
Macam kritik sastra feminis menurut Djajanegara (2000: 28-39) adalah sebagai berikut. 1. Kritik sastra feminis ideologis, yaitu kritik sastra feminis yang melibatkan wanita, khususnya kaum feminis sebagai pembaca. Adapun yang menjadi pusat perhatian pembaca wanita dalam penelitiannya adalah citra serta stereotipewanita dalam karya sastra. Selain itu meneliti kesalahpahaman tentang wanita dan sebab mengapa wanita sering ditiadakan, bahkan nyaris diabaikan dalam kritik sastra. 2. Kritik sastra feminis-gynocritic atau ginokritik, yaitu kritik sastra feminis yang mengkaji penulis-penulis wanita. Kajian dalam kritik ini adalah masalah perbedaan antara tulisan pria dan wanita. 3. Kritik sastra feminis-sosialis atau kritik sastra marxis adalah kritik sastra feminis yang meneliti tokoh-tokoh wanita dari sudut pandang sosialis, yaitu kelas-kelas masyarakat tokoh wanita dalam karya sastra lama adalah wanita yang tertindas yang tenaganya dimanfaatkan untuk keperluan kaum laki-laki yang menerima bayaran. xxxi Universitas Sumatera Utara
4. Kritik sastra feminis-psikoanalitik adalah kritik sastra feminis yang diterapkan pada tulisan-tulisan wanita, karena para feminis percaya bahwa pembaca wanita biasanya mengidentifikasikan dirinya atau menempatkan dirinya pada si tokoh wanita, sedang tokoh wanita tersebut pada umumnya merupakan cermin penciptanya. 5. Kritik sastra feminis-ras atau kritik sastra feminis-etnik yaitu kritik sastra feminis yang mengkaji tentang adanya diskriminasi seksual dari kaum laki-laki kulit putih atau hitam dan diskriminasi rasial dari golongan mayoritas kulit putih, baik lakilaki maupun perempuan. 6. Kritik sastra feminis lesbian, yakni kritik sastra feminis yang yang hanya meneliti penulis atau tokoh wanita saja. Dalam kritik sastra feminis ini, para pengkritik sastra lesbian lebih keras untuk memasukkan kritik sastra feminis lesbian ke dalam kritik sastra feminis serta memasukkan teks-teks lesbian ke dalam kanon tradisional maupun kanon feminis.
Selanjutnya untuk memfokuskan penelitian
ini, di sini peneliti
menggunakan kritik sastra feminis ideologis, karena kritik sastra feminis yang melibatkan perempuan khususnya sebagai pembaca.Kritik sastra feminis ini merupakan cara menafsirkan suatu teks, yaitu satu diantaranya banyak cara yang dapat diterapkan untuk teks yang paling rumit sekalipun.Yang dikaji adalah citra serta stereotipe perempuan dan meneliti kesalahpahaman mengenai perempuan. Cara ini bukan saja memperkaya wawasan para pembaca wanita, tetapi juga membebaskan cara berfikir mereka (Djajanegara, 2000: 28). Mengingat fokus dari penelitian ini tentang citra perempuan, maka terlebih dahulu kita harus mengetahui apa definisi citra. Menurut KBBI (2002:206) citra adalah kesan mental atau bayangan visual yang ditimbulkan oleh suatu kata, frasa, kalimat, dan merupakan unsur yang khas dalam karya prosa dan puisi.
xxxii Universitas Sumatera Utara
Kata citra dalam penelitian ini mengacu pada makna setiap gambaran pikiran. Menurut Sugihastuti (2007: 45), citra artinya rupa, gambaran; dapat berupa gambaran yang dimiliki orang banyak mengenai pribadi, atau kesan mental (bayangan) visual yang ditimbulkan oleh sebuah kata, frase, atau kalimat, dan merupakan unsur dasar yang khas dalam karya prosa dan puisi.Citra perempuan diambil dari gambaran-gambaran citraan yang ditimbulkan oleh pikiran, pendengaran, penglihatan, perabaan, atau pencecapan tentang perempuan. Menurut Sugihastuti (2007: 46), perempuan dicitrakan sebagai makhluk individu, yang beraspek fisik dan psikis, dan sebagai makhluk sosial, yang beraspek keluarga dan masyarakat. Gambaran pikiran yang terdapat dalam citra merupakan efek dalam pikiran yang sangat menyerupai gambaran yang dihasilkan oleh penangkapan kita terhadap sebuah objek yang dapat dilihat oleh mata, saraf penglihatan, dan daerahdaerah otak yang berhubungan. Dengan demikian citra dalam penilitian ini adalah wujud gambaran sikap dan sifat dalam keseharian perempuan yang menunjukkan wajah dan ciri khas perempuan. Dalam kajian citra perempuan dalam novel ţabībah/
‘Memoar Seorang Dokter Perempuan’
ﻣﺬﻛﺮﺍﺕ ﻁﺒﻴﺒﺔ
/muẕakkarat
Karya Nawâl as-Sa’dâwī
peneliti ingin mengkaji sesuai dengan pendapat Sugihastuti bahwa citra perempuan meliputi tiga hal yaitu citra perempuan dari aspek fisik, psikis, dan sosial. Proses peneletian ini dilakukan sesuai dengan teori kritik sastra feminis Soenarjati Djajanegara dalam bukunya “Kritik Sastra Feminis : Sebuah Pengantar”. Menurut
Sugihastuti,
(2000:
83-121)
citra
perempuan
dapat
diklasifikasikan berdasarkan :
xxxiii Universitas Sumatera Utara
1. Citra perempuan dalam aspek fisik dan psikis. Citra perempuan dalam aspek fisik dan
psikis
dikongkretkan
dalam
sistem
komunikasi
sastra,
yaitu
menempatkannnya dalam tegangan antara penyair, teks, pembaca, dan semestaan. Sebagai contoh: Citra perempuan dalam aspek fisik dalam novel
ﻣﺬﻛﺮﺍﺕ ﻁﺒﻴﺒﺔ
/muẕakkarat ţabībah/ ‘Memoar Seorang Dokter Perempuan’ Karya Nawâl asSa’dâwī. Tokoh “Aku” dalam novel tersebut merupakan seorang perempuan. Hal ini digambarkan dalam kutipan berikut : BAB I halaman 1
!ﻛ ّﻞ ﻣﺎ ﻛﻨﺖ ﺃﻋﺮﻓﻪ ﻓﻲ ﺫﻟﻚ ﺍﻟﻮﻗﺖ ﺃﻧﻨﻰ ﺑﻨﺖ ﻛﻤﺎ ﺃﺳﻤﻊ ﻣﻦ ﺃﻣﻰ ﺑﻨﺖ ﻟﺴﺖ...ً ﻫﻮ ﺃﻧﻰ ﻟﺴﺖ ﻭﻟﺪﺍ...ﻭ ﻟﻢ ﻳﻜﻦ ﻟﻜﻠﻤﺔ ﺑﻨﺖ ﻓﻲ ﻧﻈﺮﻯ ﺳﻮﻯ ﻣﻌﻨﻰ ﻭﺍﺣﺪ ...ﻣﺜﻞ ﺃﺧﻰ /kullu mā kuntu a’rifuhu fī ẕalikal waqti 'ananī bintun kamā'asma’u min amī bintun. Wa lamma yakunu likalimatin bintin fī naẓrī sawiya ma’nan wā hidin... huwa 'annaī lastu waladan ... lastu miṣla 'akhī/ ‘satu-satunya yang kuketahui waktu itu hanyalah bahwa aku seorang anak perempuan dan seorang gadis. Sepanjang hari aku mendengar kata-kata itu dari ibuku. “Gadis!” demikian ia biasa memanggilku dan bagiku sebenarnya ini hanya berarti bahwa aku bukan seorang anak laki-laki dan bahwa aku memang berbeda dari saudara lelakiku.’ 2. Citra perempuan dalam aspek psikis dalam novel ﻁﺒﻴﺒﺔﻣﺬﻛﺮﺍﺕ/ muẕakkarat ţabībah/ ‘Memoar Seorang Dokter Perempuan’ Karya Nawâl as-Sa’dâwī. Tokoh “Aku” dalam novel tersebut merupakan sosok perempuan yang tidak pernah puas dengan apa yang diraihnya. Hal ini digambarkan dalam kutipan berikut : BAB I halaman 14
xxxiv Universitas Sumatera Utara
ﻭ. ﻟﻦ ﻳﻄﻔﻰء ﺗﻠﻚ ﺍﻟ ّﺸﻌﻠﺔ ﺍﻟﻤﺘﺄ ﺟﺠﺔ ﻓﻲ ﻧﻔﺴﻰ... ﺧﻠﺖ ﺃﻥ ﺃﻱ ﺍﺭﺗﻔﺎﻉ ﻟﻦ ﻳﻜﻔﻴﻨﻲ ﻭﺣﺪﺓ... ﻛﻨﺖ ﺃﻗﺮﺃ ﺍﻟﻤﻮﺿﻮﻉ ﻣﺮﺓ ﻭﺍﺣﺪﺓ... ﻛﺮﻫﺖ ﺍﻟ ّﺪﺭﻭﺱ ﺍﻟﻤﺘﻜﺮّﺭﺓ ﺍﻟﻤﻴﺸﺎﺑﻴّﺔ ... ً ﺟﺪﻳﺪﺍ... ً ﻛﻨﺖ ﺃﺭﻳﺪ ﺷﻴﺄ ﺟﺪﻳﺪﺍ... ﻳﻘﺘﻠﻨﻰ... ﺃﺣﺴﺴﺖ ﺃﻥ ﺍﻟﺘﻜﺮﺍﺭ ﻳﺘﻨﻘﻨﻰ... ﻓﻘﻂ ... ً ﺩﺍﻟﺌﻤﺎ /khaltu 'anna ayya irtafā’in lan yakfaynī ... lan yaţfa'a tilka asysya’lata al-muta`a jajata fī nafsī. Wakarahtu ad-durūsa al-mutakarrirata al-mutasyābiyyata ... kuntu `aqra`u al-mawdū’a maratan wāhidatan ... wāhidatan faqaţ ... `ahsastu `anna altikrāra yatnaqunī ... yaqtulunī ... kuntu 'urīdu syay'an jadīdan ... jadīdan ... dā`iman .../ ‘bagiku rasanya, ketinggian seberapa pun dapat kuraih, tak akan memuaskan hatiku, api yang membara di dalam diriku rasanya tak akan dapat dipadamkan. Pada waktu itu, aku mulai membenci pengulangan dan persamaanpersamaan yang kujumpai dalam pelajaran; biasanya aku membaca materi pelajaran dan hanya satu kali saja; mengulang membacanya bagiku terasa mencekik, dan membunuhku. Aku selalu menginginkan sesuatu yang baru, yang baru senantiasa!’
3. Citra perempuan dalam aspek sosial. Citra perempuan dalam aspek sosial disederhanakan dalam dua peran, yaitu peran perempuan dalam keluarga dan peran perempuan dalam masyarakat. Citra perempuan dalam aspek sosial dalam novel
ﻁﺒﻴﺒﺔﻣﺬﻛﺮﺍﺕ
/muẕakkarat
ţabībah/ ‘Memoar Seorang Dokter Perempuan’ Karya Nawâl as-Sa’dâwī. Tokoh “Aku” dalam novel tersebut merupakan sosok perempuan yang aktif berjiwa organisasi. Hal ini digambarkan dalam kutipan berikut: BAB I halaman 13
ﺩﺧﻠﺖ ﺟﻤﻌﻴﺔ ﺍﻟﺘﻤﺸﻴﻞ ﻭ ﺟﻤﻌﻴﺔ ﺍﻟﺨﻄﺎﺑﺔ... ﻭﺍﺷﺘﺮﻛﺖ ﻓﻲ ﻛ ّﻞ ﻧﺸﺎﻁ ﺍﻟﻤﺪﺭﺳﺔ ... ﻭﺟﻤﻌﻴّﺔ ﺍﻟﺮﻳﺎﺿﺔ ﻭ ﺟﻤﻌﻴﺔ ﺍﻟﻤﻮﺳﻴﻘﻰ ﻭ ﺟﻤﻌﻴّﺔ ﺍﻟﺮﺳﻢ
xxxv Universitas Sumatera Utara
/wāsytaraktu fī kulli nasyā ţ i al-madrasati ... dakhaltu jami’iyataal-tamśīliwa jami’iyyataal-khiţābati wa jam’iyyataaryādati
wa jam’iyyataal-mawsīqi wa
jam’iyyata ar-rasmi.../‘aku mengikuti semua aktivitas di sekolah, juga menggabungkan diri dalam kelompok drama, ikut kelompok diskusi, tak ketinggalan pula ikut olahraga atletik, ikut bermain musik serta kegiatan kesenian lainnya.’ Identifikasi citra perempuan dalam novel ṭabībah/ ‘Memoar Seorang Dokter Perempuan’
ﻁﺒﻴﺒﺔﻣﺬﻛﺮﺍﺕ
/muẕakkarat
Karya Nawâl as-Sa’dâwī
digunakan untuk melihat perempuan yang dipresentasikan melalui karya sastra. Untuk mengungkapkan citra perempuan tersebut dapat ditelusuri melalui peran tokoh perempuan tersebut dalam masyarakat. Secara leksikal peran dapat didefinisikan sebagai peringkat tingkah yang diharapkan untuk dimiliki oleh orang yang berkedudukan dalam masyarakat (KBBI, 2002: 854).
BAB III HASIL DAN PEMBAHASAN
3.1 Sinopsis Novel
ﻁﺒﻴﺒﺔ ﻣﺬﻛﺮﺍﺕ/
Muẕakkarat Ṭabībah/ ‘Memoar Seorang
Dokter Perempuan’ Karya Nawāl as-Sa’dāwī
xxxvi Universitas Sumatera Utara