perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. KAJIAN TEORI 1. Sepakbola Permainan
sepakbola
adalah
salah
satu
cabang
olahraga
yang
membutuhkan penguasaan tehnik dasar yang sempurna sebagai modal dalam melakukan permainan sepakbola, disamping itu pemain juga sangat memerlukan pemahaman akan hal-hal yang sangat mendasar dalam sepakbola. Menurut Eric C. Bakti (2007:4) mengatakan bahwa: „„Sepakbola adalah sebuah permainan yang sederhana, dan rahasia permainan sepakbola yang baik adalah melakukan hal-hal sederhana dengan sebaik-baiknya‟‟.
Sucipto (2000:7) mengatakan bahwa:
„„Sepakbola merupakan permainan beregu, masing-masing regu terdiri dari 11 pemain dan salah satunya penjaga gawang. Permainan ini hampir seluruhnya dimainkan dengan menggunakan tungkai, kecuali penjaga gawang yang dibolehkan menggunakan lengannya di daerah tendangan hukumannya. Dalam perkembangannya permainan ini dapat dimainkan diluar lapangan (out door) dan di dalam ruangan tertutup (in door). ‟‟ Permainan sepakbola dimainkan di lapangan rumput berbentuk persegi panjang dengan lebar 65-74 meter dan panjang 100-110 meter. Sebuah bola dari kulit dibutuhkan pula oleh kedua regu untuk main bersama. Dipimpin oleh seorang wasit dan dua asisten wasit. Tujuan dari masing-masing regu adalah memasukkan bola kegawang lawan sebanyak mungkin dan berusaha agar gawangnya terhindar dari kemasukan bola commit to user
13
perpustakaan.uns.ac.id
14 digilib.uns.ac.id
Laws of the game (2008:27) mengatakan bahwa: Pertandingan belangsung dua babak yang waktunya sama yaitu 45 menit, kecuali ada kesepakatan lain antara wasit dan kedua tim yang akan bertanding. Setiap persetujuaan untuk mengubah waktu permainan (misalnya untuk mengurangi waktu suatu babak permainan menjadi 40 menit karenacahaya tidak cukup) harus dilakukan sebelum memulai dan harus sesuai aturan kompetisi. Pemain berhak mendapat waktu istrahat antara kedua babak. Waktu istrahat harus tidak lebih dari 15 menit. Peraturan kompetisi harus menyatakan jangka waktu istrahat babak pertama. Lamanya waktu istrahat dapat diubah hanya dengan persetujuan wasit. Dari pengertian-pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa sepakbola adalah permainan beregu yang dimainkan dengan menggunakan teknik, taktik dan strategi dari seorang pelatih yang membutuhkan kekuatan fisik dan mental selama dua kali empat puluh lima menit yang tujuannya adalah memasukkan bola ke gawang lawan sebanyak-banyaknya dan berusaha menjaga gawangnya agar tidak kemasukan bola oleh tim lawan. Dan juga sepakbola merupakan permainan yang memiliki suatu peraturan bermain tentang sepakbola. Menurut Kushandoko (2002:52) latihan teknik dasar bagi pemain sepakbola meliputi: menggiring, mengumpan, menembak, menyundul, melempar, perasaan dengan bola, dan latihan penjagagawang. Sedangkan menurut Muarifin (2001:16) latihan teknik dasar bagi pemain sepakbola meliputi: (1) Ball Feeling (bentuk-bentuk olah bola), (2) dribbling (menggiring bola), (3) shooting (menendang), passing (mengoper), (4) control (mengendalikan), (5) heading (menyundul), (6) merebut bola, dan (7) teknik penjaga gawang. commit to user
15 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Berdasarkan pengertian di atas dapat dijelaskan bahwa teknik dasar dalam permainan sepakbola terdiri dari: 1) bentuk-bentuk olah bola, 2) mengoper, 3) menggiring, 4) mengendalikan, 5) menyundul, dan 6) menendang. Di bawah ini akan dijelaskan bentuk-bentuk latihan teknik dasar dalam permainan sepakbola. a. Ball Feeling (bentuk-bentuk olah bola) Menurut Mu‟arifin (2001:16) Latihan feeling ball merupakan latihan yang pertama atau pembuka dari seluruh rangkaian latihan teknik dasar, yang diarahkan untuk melatih ”rasa‟ terhadap bola (touch ball). Dengan latihan ini diharapkan pemain mempunyai ‟feeling” terhadap bola, sehingga pemain dapat lebih leluasa dalam memainkan bola,karena sudah terjadi ”keakraban” antara dirinya secara keseluruhan (fisik-psikis) dengan bola yang dimainkannya. Menurut Kushandoko (2002:79) untuk menjaga ball feelling, setiap pemain hendaknya selalu aktif berlatih menyentuh bola. Perasaan dengan bola atau ball feelling harus senantiasa dijaga. b. Passing (mengoper) Seorang pemain sepakbola yang handal harus memiliki passing yang akurat. Menurut Kushandoko (2002:62) passing dalam sepakbola ada beberapa macam. Untuk memberikan bola ke teman yang posisinya berjauhan, seorang pemain sering melakukan umpan jarak jauh dengan bola yang melambung. Sedang untuk posisi yang berdekatan dilakukan umpan pendek dengan bola datar menyusur tanah. Mengumpan juga bisa menggunakan kaki bagian dalam atau luar (efek). Selain itu ada juga beberapa jenis mengumpan antara lain mengumpan commit to user
16 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
secara diagonal atau sering dikenal dengan istilah umpan menyilang dan umpan terobosan. Dany Mielke (2007) menyatakan “passing adalah seni memindahkan momentum bola dari satu pemain ke pemain lain”. Luxbacher (2001:11-12) membagi teknik dasar passing menjadi 3, yaitu: 1) Menendang bola dengan kaki bagian dalam (inside of foot). 2) Kaki bagian luar (outside of the foot). 3) Punggung kaki (instep of the foot). Kebanyakan passing menggunakan kaki bagian dalam karena di kaki bagian itulah terdapat permukaan yang lebih luas sehingga operan lebih baik. Menurut Sucipto (2000:18) “Analisis gerak menendang bola adalah sebagai berikut : 1) Badan menghadap sasaran dibelakang bola 2) Kaki tumpu berada disamping bola 15 cm, ujung kaki menghadap sasaran 3) Kaki tendang ditarik kebelakang dan ayunkan ke depan sehingga mengenai bola. 4) Perkenaan kaki pada bola tepat pada mata kaki dan tepat ditengah-tengah bola. 5) Pergelangan kaki ditegangkan pada saat mengenai bola. 6) Gerak lanjut kaki tendang diangkat menghadap sasaran. 7) Pandangan ditujukan ke bola dan mengikuti arah jalannya bola terhadap sasaran. 8) Kedua lengan terbuka disamping badan”. commit to user
17 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
c. Dribbling (menggiring) Menggiring bola adalah menendang terputus-putus atau pelan-pelan, oleh karena itu bagian kaki yang dipergunakan dalam menggiring bola sama dengan bagian kaki yang digunakan untuk menendang bola. Menggiring bola bertujuan antara lain untuk mendekati jarak kesasaran, melewati lawan, dan menghambat permainan. Pemain dapat terkenal karena memiliki kemampuan menggiring bola yang baik, seperti Cristiano Ronaldo dari Portugal. Pada umumnya dribbling dilakukan dengan tiga cara yaitu dengan kaki bagian dalam, dengan kaki bagian luar, dan dengan punggung kaki. d. Controlling (mengomtrol) Dalam permainan sepakbola, seorang pemain sering menerima bola dengan arah yang berbeda-beda. Baik berupa umpan dari sesama teman atau bola liar dari pihak pemain lawan. Arah bola bisa ke kiri, ke kanan, ke depan atau ke belakang. Begitu juga ketinggiannya, bisa menyusur tanah, melambung, juga bisa setinggi dada. Disinilah teknik mengontrol mempunyai peranan yang penting. Dalam bermain sepakbola mengontrol bola menjadi bagian penting. Menurut Kushandoko (2002:73) prinsip utama mengontrol adalah menghindari pantulan bola jauh dari badan pemain. Kontrol bola yang baik adalah adalah jarak bola memantul setengah atau satu meter dari tubuh pelaku. Kushandoko (2002:73-77) membagi kontrol bola menjadi beberapa macam, antara lain: mengontrol dengan kaki bagian luar, mengontrol dengan dada, mengontrol dengan kepala, dan mengontrol dengan paha. commit to user
18 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
e. Heading (menyundul) Cara lain untuk mengumpan bola dan mencetak gol adalah menyundul bola. Dalam menyundul bola harus memakai dahi dan mata harus selalu terbuka. Menyundul bola dapat digunakan untuk memberi umpan kepada teman atau untuk membuat gol. Luxbacher (2001:87) mengelompokkan teknik dasar heading menjadi dua macam, yaitu: 1) jump header ( meloncat ke atas untuk menanduk bola) dan 2) dive header (terjun ke bawah untuk menyundul bola). Selain itu Scheunemann (2005:68) menjelaskan bahwa teknik meng-heading bola bisa dijabarkan sebagai berikut: 1) bagian kepala yang dipakai untuk heading adalah dahi bagian tengah, 2) saat menanduk bola, kakukan leher dan pundak lalu ayunkan leher, kepala, dan pundak secara bersama-sama dari belakang ke depan sehingga heading memiliki power, 3) untuk defensive heading atau tandukan yang bersifat menghalau bola, sebisa mungkin tanduk bola dari bawah ke atas dan ke samping kiri atau kanan, dan 4) untuk ofensive heading atau tandukan dengan tujuan mencetak gol, sebisa mungkin tanduk bola dari atas ke bawah. f. Shooting (menendang) Tujuan utama dalam sepakbola adalah untuk mencetak gol sebanyakbanyaknya yang dilakukan ke gawang lawan. Dalam permainan sepakbola gol dapat tercipta melalui heading, mengecoh penjaga gawang, memperoleh pinalti, commit to user
19 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
dari tendangan bola mati, dan dari melakukan shooting atau tendangan dari jarak jauh. Keterampilan teknik dasar shooting dalam sepakbola ada beberapa macam. Luxbacher (2001:105) membagi teknik dasar shooting menjadi 5 macam, yaitu: 1) tembakan instep drive, 2) tembakan full volley, 3) tembakan half volley, 4) tembakan side volley, dan 5) tembakan swerving. Sedangkan Scheunemann (2005:59) menjelaskan teknik menendang bola adalah sebagai berikut: 1) persiapkan bola dengan sisi kaki luar bagian depan, 2) langkahkan kaki ke arah bola yang sudah dipersiapkan, 3) arahkan pinggul ke arah sasaran sambil mengayunkan kaki, 4) kaki hendaknya ditekuk ke depan sehingga bagian tengah kaki menyentuh bagian tengah bola saat bola ditendang, dan 5) ayunan kaki keras ke depan, pastikan kaki tetap menekuk ke depan selama melakukan tendangan. Dari macam-macam teknik dasar dalam permainan sepakbola yang telah dijelaskan di atas dapat disimpulkan bahwa teknik dasar dalam permainan sepakbola terdiri atas ball feelling (bentuk-bentuk olah bola), mengoper (mengoper), menggiring (menggiring), controlling (mengontrol), shooting, dan heading (menyundul). 2. Teknik Menggiring dan Mengoper Menggiring dan mengoper adalah hal yang paling dominan dalam sepakbola. Hal ini dapat kita lihat dalam perkembangan sepakbola modern sekarang ini yang lebih mengutamakan teknik menggiring dan mengoper. Dibawah ini akan dijelaskan tentang cara menggiring dan mengoper dalam sepakbola :
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
20 digilib.uns.ac.id
a. Dribbling (menggiring) Dribbling (menggiring) adalah salah satu kemampuan untuk membawa bola pada arah sasaran yang diinginkan. Dalam menggiring bola, seorang pemain harus dapat menguasai bola dengan baik. Ini dikarenakan pada saat kita menggiring bola, kita tidak dapat secara mudah untuk menggiring bola, karena kita mendapat halangan dan hadangan oleh pemain lawan. Bola harus dikuasai dengan baik di daerah yang sempit dengan demikian berarti bola harus dapat disentuh pada setiap langkah sebagai keperluan untuk melindungi bola dari serangan lawan. Menggiring bola juga dimaksudkan untuk menyelamatkan bola apabila tidak ada kemungkinan untuk mengoper teman. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa kecepatan membebaskan bola merupakan salah satu keterampilan yang harus dimiliki agar dapat bermain sepakbola dengan baik. Menurut Robert Koger (2007:51): “dribbling atau menggiring bola adalah metode menggerakkan bola dari satu titik ke titik yang lain di lapangan dengan menggunakan kaki, bola harus dekat dengan kaki agar mudah dikontrol. Pemain tidak boleh harus terus menerus melihat bola, mereka juga harus melihat sekeliling dengan kepala tegak agar dapat mengamati situasi di lapangan dan mengawasi gerak-gerik pemain lainnya”. Dari penjelasan di atas dapat ditegaskan bahwa menggiring bola mempunyai tujuan untuk memindahkan bola ke daerah lain untuk menjauhi lawan pada saat berada dilapangan saat permainan berlangsung. Menggiring bola juga harus tetap menguasai bola tetap berada didepan kita dan tetap dalam penguasaan commit to user
21 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
kita. Dan tidak hanya terpaku terhadap bola saja tetapi berusaha agar kepala tegak untuk melihat situasi lapangan. Posisi ini harus tetap dipertahankan agar terbiasa dan tetap fokus pada saat permainan berlangsung. Remy Muchtar (1992:23) menyatakan bahwa: “prinsip menggiring tak lain ialah melakukan sentuhansentuhan atau mendorong-dorong bola itu ke depan sambil berlari, dengan bagian kaki tertentu. Hal ini dapat dilakukan dengan kaki bagian dalam (inside-foot dribbling), dengan kaki bagian luar (outside-foot dribbling),atau juga dengan instep. Hal yang penting diperhatikan dalam menggiring adalah bahwa bola tersebut dijaga agar tidak lari jauh dari kaki, karenanya perlu feeling (perasaan) saat menyentuh bola tersebut agar bola tidak terdorong terlalu jauh. Semakin mahir pemain menmenggiring bola itu, semakin cepat ia dapat menggiring bola.‟‟ Dengan memperhatikan prinsip-prinsip menggiring bola tersebut, jelas bahwa dalam menggiring bola, bola harus tetap dalam penguasaan sehingga bola tidak mudah lepas dari jangkauan. Bola dapat digiring dengan kaki bagian luar atau dalam dengan mengatur kecepatan bola tetap dalam control dan penguasaan bola, hal ini akan berpengaruh saat berlangsungnya permainan atau pertandingan. Ardi Nusri (2002:22) menambahkan secara umum prinsip-prinsip menggiring bola adalah: 1) Mata melihat kearah bola (pemula), mata dan kepala agak ditegakkan untuk melihat posisi lawan dan kawan (mahir). 2) Bola didorong dengan kaki (dalam,luar,kura-kura) dengan tekanan yang terukur, sehingga bola selalu dalam penguasaan si penggiring. commit to user
22 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
3) Langkah kaki pendek-pendek dan cepat, hal ini
bertujuan untuk cepat
menyentuh bola kembali. 4) Mengatur kecepatan, kapan saat cepat dan kapan pula harus lambat. Sarumpaet (1992:24) menambahkan tujuan dari menggiring bola adalah: 1) Untuk menguasai situasi permainan pada waktu menggiring bola. 2) Untuk melewati lawan. 3) Memancing lawan mendekati bola hingga ke daerah penyerangan terbuka. 4) Untuk memperlambat tempo permainan. Pelaksanaan menggiring bola dapat dilakukan dengan menggunakan kaki kanan dan kaki kiri. Menurut Sucipto (2000:29) pelaksanaan menggiring bola dapat dibedakan menajadi tiga cara: a) Menggiring bola dengan kaki bagian dalam, pelaksanaannya: 1. Posisi kaki menggiring boola sama dengan posisi kaki menendang bola 2. Pada waktu menggiring bola, kedua lutut agak sedikit ditekuk untuk mempermudah penguasaan bola 3. Pada saat kaki menyentuh bola, pandangan kearah bola dan selanjutnya melihat situasi lapangan 4. Kedua tangan menjaga keseimbangan disamping badan. b) Menggiring bola dengan kaki bagian luar, pelaksanaannya: 1. Posisi kaki menggiring bola sama dengan posisi menendang dengan punggung kaki bagian luar 2. Kedua lutut agak sedikit ditekuk agar mudah untuk menguasai bola commit to user
23 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
3. Pada saat kaki menyentuh bola, pandangan kearah bola, selanjutnya melihat situasi 4. Kedua lengan menjaga keseimbangan badan. c) Menggiring bola dengan punggung kaki, pelaksanaannya: 1. Posisi kaki menggiring bola sama dengan posisi menendang dengan punggung kaki bagian luar 2. Bola bergulir harus selalu dengna kaki, dengan demikian bola tetap dikuasai 3. Kedua lutut agak sedikit ditekuk agar mudah untuk menguasai bola 4. Pandangan melihat bola pada saat kaki menyentuh, kemudian melihat situasi dan kedua lengan menjaga kes eimbangan disamping badan. Danny Mielke (2007:2) menyatakan bahwa: a) Dribbling menggunakan kaki bagian dalam memungkinkan seorang pemain untuk menggunakan sebagian besar permukaan kaki sehingga kontrol terhadap bola semakin besar.
Gambar 2.1 Menggiring bola dengan sisi kaki bagian dalam (Danny Mielke 2007:2) commit to user
24 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
b) Dribbling menggunakan kaki bagian luar adalah salah satu cara untuk mengontrol bola , keterampilan mengontrol bola ini digunakan ketika pemain mencoba mengubah arah atau bersiap untuk mengoper bola ke teman satu timnya.
Gambar 2.2 Menggiring bola dengan sisi kaki bagian luar (Danny Mielke 2007:4) c) Dribbling menggunakan kura-kura kaki dapat memberikan permukaan yang datar pada bola dan juga dapat membuat bola bergerak membelok dan menukik, biasa digunakan untuk melakukan dribbling bila ingin bergerak cepat dilapangan.
Gambar 2.3 Menggiring bola dengan kura-kura kaki (Danny Mielke 2007:5 commit to user
25 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
b. Passing (mengoper) Seorang pemain sepakbola yang handal harus memiliki passing yang akurat. Menurut Kushandoko (2002:62) passing dalam sepakbola ada beberapa macam. Untuk memberikan bola ke teman yang posisinya berjauhan, seorang pemain sering melakukan umpan jarak jauh dengan bola yang melambung. Sedang untuk posisi yang berdekatan dilakukan umpan pendek dengan bola datar menyusur tanah. Mengumpan juga bisa menggunakan kaki bagian dalam atau luar (efek). Selain itu ada juga beberapa jenis mengumpan antara lain mengumpan secara diagonal atau sering dikenal dengan istilah umpan menyilang dan umpan terobosan. Dany Mielke (2007) menyatakan “passing adalah seni memindahkan momentum bola dari satu pemain ke pemain lain”. Luxbacher (2001:11-12) membagi teknik dasar passing menjadi 3, yaitu: a. Menendang bola dengan kaki bagian dalam (inside of foot). b. Kaki bagian luar (outside of the foot). c. Punggung kaki (instep of the foot). Kebanyakan passing menggunakan kaki bagian dalam karena di kaki bagian itulah terdapat permukaan yang lebih luas sehingga operan lebih baik. Menurut Sucipto (2000:18) “Analisis gerak menendang bola adalah sebagai berikut : 1. Badan menghadap sasaran dibelakang bola 2. Kaki tumpu berada disamping bola 15 cm, ujung kaki menghadap sasaran commit to user
26 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
3. Kaki tendang ditarik kebelakang dan ayunkan ke depan sehingga mengenai bola. 4. Perkenaan kaki pada bola tepat pada mata kaki dan tepat ditengah-tengah bola. 5. Pergelangan kaki ditegangkan pada saat mengenai bola. 6. Gerak lanjut kaki tendang diangkat menghadap sasaran. 7. Pandangan ditujukan ke bola dan mengikuti arah jalannya bola terhadap sasaran. 8. Kedua lengan terbuka disamping badan”. 3. Kondisi Fisik untuk Menggiring dan Mengoper dalam Sepakbola Pencapaian prestasi yang optimal pada permainan sepakbola tidak saja dibutuhkan keterampilan teknik, tetapi pengetahuan taktik dan mental juara serta kondisi fisik yang prima juga harus dimiliki oleh setiap pemain. Teknik dan taktik dalam permainan sepak bola, tidak mungkin dapat diterapkan secara sempurna apabila tidak ditunjang dengan kondisi fisik yang baik dari pemain. Meskipun unsur kondisi fisik yang diperlukan untuk masing-masing cabang olahraga berbeda, tetapi unsur kondisi fisik sangat diperlukan oleh semua cabang olahraga. Hal ini sesuai dengan pernyataan Sajoto (1995:8) bahwa “kondisi fisik adalah satu persyaratan yang sangat diperlukan dalam usaha peningkatan prestasi seorang atlet bahkan dapat dikatakan sebagai keperluan dasar yang tidak dapat ditunda atau ditawar-tawar lagi”. Dengan kondisi fisik yang prima, pemain akan lebih mudah untuk menampilkan permainan cepat dan dinamis sebagaimana dituntut dalam era persepakbolaan modern. commit to user
27 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Dengan demikian seluruh aspek fisik dalam olahraga sangat dibutuhkan dalam olahraga sepakbola. Namun pemanfaatan dari berbagai aspek fisik tersebut akan berbeda dengan cabang olahraga yang lain. Pemakaian kondisi fisik baik intensitas maupun frekuensinya akan bergantung pada karakteristik kecabangan olahraga yang terkait. Sehingga pemberian latihan kondisi fisik berbagai cabang olahraga dapat diatur sesuai dengan kebutuhannya. Landasan dasar pembinaan prestasi akan selalu mengarah pada pembinaan kedua aspek tersebut, yaitu aspek teknik maupun aspek fisik. Kedua aspek tersebut merupakan bagian fundamental dalam pembinaan prestasi. Latihan fisik yang diberikan hanya sebatas kecepatan dengan bola, kelincahan (agility) dan koordinasi. Pada Usia 11-12 anak-anak belum diperbolehkan untuk melakukan aktifitas fisik berupa beban, dikarenakan biasa merusak pertumbuhan seorang anak. 4. Karakteristik Anak Usia 11-12 Tahun a. Tinjauan Aspek Belajar Gerak (motor learning) Rentang usia ini adalah suatu masa dimana anak-anak mengalami keseimbangan antara pertumbuhan jasmani dengan perkembangan psikologisnya. Itulah sebabnya masa ini sering disebut sebagai “usia harmonis” dan “usia emas untuk belajar”. Terjadi perkembangan psikologis yang positif, yakni : 1) Percaya diri 2) Antusiasme dalam mencari tahu 3) Kemauan untuk belajar
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
28 digilib.uns.ac.id
4) Kemampuan untuk mengobservasi 5) Meningkatnya kemampuan berkonsentrasi 6) Mulai menyukai persaingan Terjadi perkembangan fisiologis yang positif, yakni : 1) Ukuran yang semakin proporsional 2) Kemampuan koordinasi yang lebih baik Berbagai situasi diatas membuat anak- anak menjadi lebih siap untuk belajar permainan sepakbola yang lebih spesifik dan kompleks. Dilihat dari sifat psikologi dan sosial anak besar, menurut Sugiyanto (1998:15) sifat yang menonjol pada anak besar atau usia antara 10 samapi 12 tahun adalah : 1) Baik laki-laki maupun perempuan menyenangi permainan yang aktif 2) Minat terhadap olahraga kompetitif meningkat 3) Minat terhadap permainan yang lebih terorganisir meningkat 4) Rasa kebangaan akan keterampilan yang dikuasai tinggi, dan berusaha untuk meningkatkan kebanggaan diri. 5) Selalu berusaha berbuat sesuatu untuk memperoleh perhatian orang dewasa, dan akan berbuat sebaik baiknya apabila memperoleh dorongan dari orang dewasa. 6) Memilki kepercayaan yang tinggi terhadap orang dewasa dan berusaha memperoleh persetujuanya. 7) Memperoleh kepuasan yang besar melalui kemampuan mencapai sesuatu, membenci kegagalan atau berbuat kesalahan. 8) Pemujaan kepahlawanan kuat commit to user
29 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
9) Mudah gembira 10) Kondisi emosionalnya tidak stabil 11) Mulai memahami arti akan waktu dan ingin mencapai sesuatu pada waktunya. Pada anak besar mengalami perkembangan kemampuan gerak yaitu berupa perkembangan koordinasi gerak, dan perkembangan penguasaan gerak dasar. Perkembangan koordinasi gerak pada anak besar mulai tampak, terlihat dari keterampilan pelaksanaan gerak tertentu, misalnya keterampilan memegang, memukul, melempar, menangkap, menyepak, menggiring bola, memantulmantulkan bola, berjengket, dan berbagai gerakan mengubah posisi tubuh secara cepat. Di dalam melakukan berbagai gerak keterampilan tersebut, pada umumnya anak-anak mengalami peningkatan secara berangsur-angsur. Perkembangan koordinasi gerak tubuh merupakan kunci perkembangan penguasaan berbagai macam gerak keterampilan. Sejalan
dengan
meningkatnya
ukuran
tubuh
dan
meningkatnya
kemampuan fisik, maka meningkat pulalah kemampuan gerak anak besar. Berbagai kemampuan gerak dasar yang sudah mulai bisa dilakukan pada masa anak kecil semakin dikuasai. Menurut Sugiyanto (1998:15),peningkatan kemampuan gerak bisa didefinisikan dalam bentuk : 1) Gerakan bisa dilakukan dengan mekanika tubuh yang makin efisien 2) Gerakan bisa dilakukan semakin lancar dan terkontrol 3) Pola atau bentuk gerakan semakin bervariasi 4) Gerakan semakin bertenaga. commit to user
30 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Beberapa macam gerakan yang mulai bisa dilakukan atau gerakan yang dimungkinkan
bisa
dilakukan
apabila
anak
memperoleh
kesempatan
melakukannya. Anak-anak yang kurang kesempatan melakukan aktivitas fisik akan mengalami hambatan untuk perkembangan. Perkembangan pengusaan gerak dasar
sebagi
contoh
terlihat
pada
perkembangan
kemampuan
berlari,
perkembangan kemampuan meloncat, dan perkembangan kemampuan melempar. Selain perkembangan koordinasi gerak dan perkembangan penguasaan gerak dasar, minat melakukan aktivitas fisik juga meningkat. Minat untuk melakukan aktivitas fisik sangat dipengaruhi oleh kesempatan untuk melakukan aktivitas fisik itu sendiri. Apabila kesempatan diberikan dengan cukup, maka minat melakukan aktivitas fisik menjadi berkembang. Dengan minat yang makin besar terhadap aktivitas fisik, maka kemungkinan untuk meningkatkan kualitas kemampuan fisik dan geraknya akan menjadi besar pula. Dengan demikian akan memberikan kemungkinan bagi anak besar untuk mulai ikut serta dalam berbagai macam olahrraga yang biasa dilakukan orang dewasa termasuk olahraga sepak bola. . b. Tinjauan motor development Perkembangan gerak (motor development) merupakan suatu proses sejalan dengan bertambahnya usia dimana secara bertahan dan berkembang. Gerakan individu meningkat dari gerak yang sederhana ke gerak yang komplek dan terorganisasi dengan baik yang ada pada akhirnya kearah penyesuaian keterampilan menyertai terjadinya proses menua dan menjadi tua. Rentang usia 11-12 ini bisa dikatakan merupakan usia emasuntuk belajar (golden age of commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
31 digilib.uns.ac.id
learning). Berbagai materi kepelatihan yang diberikan akan mudah sekali diingat oleh atlet usia 11-12. Tak salah bila pelatih mulai intens mengajarkan berbagai variasi teknik sepakbola seperti dribbling, control, passing, shooting dan heading dikelompok usia ini. Periodisasi perkembangan berdasarkan umur, anak yang berusia 6-10 tahun termasuk dalam fase perkembangan anak besar. Anak besar adalah anak yang berusia 6-10 tahun untuk perempuan dan untuk laki- laki berusia 6-12 tahun. Perkembangan fisik anak yang terjadi pada masa ini menunjukkan adanya kecenderungan yang berbeda dibandingkan pada masa sebelumnya dan pada masa sesudahnya. Kecenderungan yang terjadi adalah dalam hal kepesatan dan pola pertumbuhan yang berkaitan dengan proporsi ukuran bagian- bagian tubuh. Macam- macam pola gerak yang bisa dilakukan pada masa anak besar berdasarkan keterampilan motorik umum antara lain : Berjalan, berlari, meloncat, bersepeda, dan mengguling. Pada masa anak besar pertumbuhan kecenderungan gerak semakin jelas adanya perbedaan. Di lihat dari karakteristik olahraganya, sepak bola merupakan olahraga yang memerlukan keterampilan adaptif kompleks. Menurut Sugiyanto dan Sudjarwo (1993:223),”keterampilan adaptif kompleks adalah keterampilan yang memerlukan penguasaan mekanika tubuh serta koordinasi gerak tubuh yang kompleks”. Dikatakan gerakan-gerakan dalam sepak bola itu kompleks karena : pelaksanaan gerakan-gerakannya sebagian besar melibatkan otot-otot besar pada tubuh, gerakannya yang terus menerus dilakukan sesuai dengan stimulus yang terjadi dilapangan atau tidak terpaku kepada gerakan yang itu-itu saja, dan dalam commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
32 digilib.uns.ac.id
pelaksanaannya terjadi pada lingkungan yang berubah-ubah. Dengan demikian keterampilan dapat dinyatakan sebagai kualitas penampilan seorang pemain atau tingkat kecakapan yang dimiliki. Tingkat kecakapan dalam aktivitas gerak dapat dinyatakan sebagai daya produksi, dan kemantapan dalam penampilan. Singer (1980:30), menyatakan bahwa : “Keterampilan sebagai suatu yang ditampilkan sebagai aktivitas gerak yang dibatasi waktu atau kecepatan, ketepatan, bentuk yang menunjukkan aktivitas gerak yang efisien dan efektif dan kemampuan beradaptasi dalam mengahadapi masalah yang baru dalam situasi yang baru dengan tepat.” Seorang pemain yang memiliki keterampilan yang tinggi dalam bermain memiliki tingkat kestabilan gerakannya yang relatif tinggi. Pemain itu dinyatakan terampil apabila dalam pelaksaan menggiring bola tidak terlalu jauh dalam penguasaan, dan dalam melakukan operan kepada temannya, temannya hanya mengontrol bola dengan mudah tanpa harus mengluarkan usaha yang besar dalam menerima bola tersebut. Di lihat dari jumlah mengoper yang dilakukan, dalam 10 kali mengoper pemain mampu dengan tepat dan terukur
minimal 8 kali
mengoper. Menurut Magill (1980:112), menyatakan bahwa, “seorang dinyatakan memiliki produktivitas gerak tinggi dan konsisten jika ia dapat melakukannya sebanyak paling tidak 70%”. Kemudian Sugiyanto dan Sudjarwo (1993:249), menyatakan “koordinasi dan kontrol tubuh yang baik akan meningkatkan keterampilan dalam melakukan gerakan. Keterampilan gerak bisa diartikan sebagai kemampuan untuk melaksanakan tugas-tugas gerak tertentu dengan baik. Semakin baik penguasaan gerak keterampilan, maka pelaksanaannya semakin commit to user
33 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
efisien. Efisiensi pelaksanaan bisa dicapai apabila secara mekanis gerakan dilakukan dengan benar. Apabila gerakan keterampilan bisa dikuasai, maka yang menguasai dikatakan terampil.” Untuk menjadikan seorang pemain sepak bola menjadi terampil dalam gerakannya disaat melakukan suatu gerakan harus melalui proses belajar atau berlatih. Suatu gerakan keterampilan dapat dilakukan dengan baik dan efisien apabila dilakukan dengan berulang-ulang. Setiap jenis keterampilan gerak membutuhkan jangka waktu yang berbeda dalam penguasaannya, semakin kompleks gerakan keterampilan yang dipelajari semakin lama pula waktu yang dibutuhkan dalam penguasaannya. Sugiyanto dan Sudjarwo (1993:256), menyatakan “Untuk menjadi benar-benar terampil tidak bisa dicapai hanya dalam waktu beberapa bulan, tetapi bisa samapai beberapa tahun. Hal ini disebabkan karena untuk mencapai keterampilan yang tinggi diperlukan keterlibatan berbagai unsur kemampuan yang ada pada diri seseorang secara menyeluruh yang harus bisa berfungsi bersama-sama. Keterlibatan secara bersama tersebut bisa menghasilkan gerakan yang efisien”. Pada hakekatnya proses pelatihan pada usia dini atau usia muda akan memberikan dasar yang baik dan benar, kemudian akan meningkat sesuai dengan bertambahnya umur guna dapat mencapai prestasi yang optimal dalam suatu cabang olahraga. Ganesha Putra (2010:18), tahapan latihan DFB Jerman dapat dilihat pada gambar berikut :
commit to user
34 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Gambar 2.4 Tahapan latihan DFB Jerman.
Latihan dalam olahraga khususnya sepak bola telah dapat diikuti pada masa anak besar yaitu pada usia 6 sampai 10 atau 12 tahun. Pada masa anak besar ini memerlukan aktivitas gerak yang beragam yang bisa meningkatkan kemampuan fisik, keterampilan, kreativitas, serta mulai mengembangkan sikap sosialnya. Menurut Harsono (1988:111), usia pemula adalah 10-12 tahun. Menurut teori perkembangan dan pertumbuhan usia ini adalah fase anak besar. Perkembangan fisik pada anak besar cenderung berbeda dengan masa sebelum dan sesudahnya. Pertumbuhan tangan dan kaki lebih cepat dibandingkan pertumbuhan togok. Pada tahun-tahun awal masa anak besar pertumbuhan jaringan tulang lebih cepat dibanding pertumbuhan jaringan otot dan lemak, dengan demikian pada umumnya anak tampak kurus. Pada tahuntahun terakhir masa anak besar perkembangan jaringan otot mulai menjadi cepat; hal ini berpengaruh pada peningkatan kekuatan yang menjadi lebih cepat juga. commit to user
35 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Pada masa anak besar kecenderungan pertumbuhan fisik ke arah tipe tubuh tertentu mulai terlihat, namun belum begitu jelas. Pada atlet sepak bola pemula, perkembangan pemain menitik beratkan pada perkembangan individu bukan perkembangan tim. Kesatuan dan kebersamaan dalam tim tetap penting, namun tujuan utamanya adalah perkembangan positif tiap pemain. Pada tingkat pemula, perkembangan individu harus menjadi satu-satunya menjadi pertimbangan yang digunakan untuk menyusun dan menyelenggarakan program latihan.(Tom Fleck and Quinn, 2002:4) Selanjutnya latihan dapat dilakukan secara spesifik pada masa anak adolesensi. Masa adolesensi merupakan masa transisi atau peralihan dari masa anak-anak menjadi dewasa. Menurut Sugiyanto (1998:9) “masa adolesensi untuk perempuan yaitu usia 10 sampai 18 tahun, laki-laki usia 12 samapi 20 tahun”. Usia latihan berdasarkan teori perkembangan dan pertumbuhan tersebut, sama halnya yang disebutkan oleh Harsono (1988:111), “tahap spesialisasi dimulai pada umur 11-13 tahun dan tahap prestasi top dimulai pada usia 18-24 tahun”. Masa adolesensi merupakan masa pertumbuhan yang pesat, yang ditandai dengan perkembangan biologis yang kompleks, yang meliputi percepatan pertumbuhan, perubahan proporsi bentuk tubuh, perubahan dalam komposisi tubuh, kematangan cirri-ciri seks primer dan sekunder, perkembangan pada sistem pernafasan dan kerja jantung, dan perkembangan sistem saraf dan endokrin yang memprakarsai dan mengkoordinasikan perubahan-perubahan tubuh, seksual dan fisiologis.
commit to user
36 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Ukuran dan proporsi tubuh pada anak laki-laki adolesensi meningkat kea rah berotot terutama pada anggota badan, peningkatan tersebut untuk anak lakilaki berlangsung dengan cepat terutama menjelang dewasa. Pada masa adolesensi sistem reproduksi mencapai taraf kematangan. Sugiyanto (1998:177), menyatakan “di daerah panas (khatulistiwa) cenderung lebih cepat terjadinya kematangan reproduksi pertama dibanding dengan daerah dingin (utara atau selatan)”. Esppenchade (1980:221), menyatakan “Iklim merupakan salah satu faktor lingkuangan jangka panjang yang menyumbang terjadinya perbedaan rasial. Usia rata-rata menarse (pubertas awal)Afro-Amerika pada usia 12,5 tahun, Eropa pada usia 12,8 tahun. Asia cenderung tempo pertumbuhan sama dengan Afrika terutama pada anak besar. Tempo pertumbuhan lebih cepat untuk Afrika dibanding Eropa dalam kematangan skeletal dan perkembangan gerak”. Dalam perkembangan fisik yang berhubungan dengan kematangan seksual mencapai puncaknya
pada
periode
adolesensi.
Kemudian
Sugiyanto
(1998:178),
menyatakan “pada anak laki-laki antara usia 13 samapai 15,5 tahun dengan pertambahan tinggi rata-rata 4 inchi (10,6 cm) setiap tahun. Urutan pencapaian puncak untuk anak laki-laki dimulai denagan panjang tungkai, kenudian panjang togok dan disusul dengan pelebaran panggul dan dada, pelebaran pundak (bahu) dan akhirnya pada penebalan dada. Pertumbuhan puncak panjang tungkai dengan panjang togok kira-kira berselang satu tahun. Perubahan pertumbuhan jaringan tubuh yang terjadi pada masa adolesensi terjadi secara proporsional yaitu terjadi pada tulang otot dan jaringan lemak. Pertumbuhan tulang dan otot sejalan dengan peningkatan tinggi dan berat badan commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
37 digilib.uns.ac.id
dan pada masa adolesensi terjadi penurunan volume lemak. Perubahan secara fisiologi, pada masa adolesensi penurunan denyut nadi pada anak laki-laki lebih cepat dibandingkan dengan anak perempuan. Sesuai dengan perubahan yang terjadi pada denyut nadi, maka terjadi pula perubahan dalam temperatur tubuh basal. Tekanan darah sistolik naik secara ajeg sejak masa kanak-kanak kemudian meningkat lebih cepat selama masa adolesensi, sehingga menyebabkan volume darah pada anak adolesensi semakin besar. Hal ini ditandai dengan bertambah besarnya sel darah merah. Peningkatan jumlah darah merah pada anak laki-laki adolesensi berarti meningkat pula hemoglobin dalam darah. Peningkatan sel-sel darah merah dan hemoglobin dalam darah menambah masuknya oksigen dalam darah yang dapat digunakan secara efektif dalam tubuh. Sugiyanto (1998:180), menyatakan “ Selama adolesensi terjadi peningkatan yang besar dalam hal volume pernafasan, kapasitas vital, dan kapasitas pernafasan maksimum. Peningkatan-peningkatan fisiologis yang terjadi pada anak laki-laki sejalan dengan peningkatan ukuran badannya, misalnya laki-laki yang mempunyai kapasitas vital lebih besar dibandingkan dengan perempuan pada masa puber, hal ini sesuai dengan terjadinya pelebaran rongga dada dan pundak yang diikuti dengan pertumbuhan yang lebih cepat otot-otot dan paru-paru laki-laki”. Terjadinya perubahan-perubahan tersebut maka terjadi peningkatan kekuatan pada anak laki-laki masa adolesensi. Perubahan-perubahan yang terjadi secara biologis dan fungsi fisiologis maka terjadi perkembangan gerak yang semakin meningkat pada anak laki-laki adolesensi. Peningkatan penampilan gerak ini sejalan dengan bertambahnya kematangan skeletal. Peningkatan koordinasi commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
38 digilib.uns.ac.id
gerak pada anak laki-laki adolesensi terus berlangsung sejalan dengan bertambahnya umur kronologis. Oleh karena itu agar prestasi yang baik dapat tercapai dikemudian hari, latihan harus dimulai pada saat organisme dalam pertumbuhan. Adolensensi merupakan waktu yang tepat untuk meningkatkan kemampuan untuk menyempurnakan gerakan dan memperluas keterampilan berbagai macam olahraga khususnya dalam mengusai permainan sepak bola. Prestasi puncak seseorang memerlukan waktu latihan yang cukup lama. Oleh karena itu proses latihan kondisi fisik perlu dilakukan sejak usia muda. Cabang olahraga sepakbola,umur latihan dapat dilakukan mulai usia 10-12 tahun (Bompa, 1990: 8). Dalam proses latihan sifatnya masih memulai aktivitas permainan sepakbola sebagai perkenalan, belum secara khusus dilakukan. Untuk kondisi fisik diperoleh melalui latihan teknik yang dilakukan, secara alami akan mempengaruhi sistem dalam tubuh pemain tersebut. Latihan fisik pada umur awal ini merupakan latihan yang sifatnya umum. Sedangkan latihan kondisifisik khusus,dapat dimulai pada usia 14-16 tahun dengan pertimbangan pertumbuhan tulang dan otot yang sudah mendekati usia matang. Bentuk latihan teknik dapat dilakukandengan latihan fisik secara bersamasama pada usia muda. Gagal pada usia ini, maka akan gagal pencapaian kondisi puncak pemain tersebut. Sebagian pelatih telah menentukan latihan fisik secara khusus pada usia muda ini, namun hasilnya dapat dilihat pada usia tersebut. Seiring dengan pertumbuhan yang sudah dipaksakan tersebut mengalami gangguan pada usia remaja atau dewasanya, di mana kondisi fisik tersebut sudah tidak dapat ditingkatkan secara optimal. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
39 digilib.uns.ac.id
Kegagalan inilah yang menjadi kontroversi di kalangan pelatih dan ilmuwan, bahwa pencapaian prestasi dapat diperoleh sejak usia muda, khususnya untuk pencapaian kondisi puncak. Perdebatan ini sebenarnya tidak perlu terjadi bila pelatih memiliki dasar dan sikap yang ilmiah, dengan mengetahui prinsip dasar latihan dengan memperhatikan pertumbuhandan perkembangan anak. Karakteristik anak usia 11-12 tahun Berdasarkan pertimbangan bahwa usia 11-12 tahun merupakan usia emas untuk belajar, maka pelatih di kelompok usia ini perlu mengerti dan memahami gambaran karakteristik kelompok ini sebagai berikut : a) Saat Berlatih 1. Pemain di usia ini memiliki rasa ingin tahu yang sangat tinggi. Sehingga ingin mencoba dan menguasai berbagai variasi teknik sepakbola. 2. Pemain telah memiliki kemampuan dasar motorik yang lebih tertata, dengan koordinasi dan kelenturan prima. 3. Pemain selalu mencari panutan serta menuntuk perhatian dan pelatih dan orang tua. b) Konsekuensinya 1. Pelatih perlu lebih aktif mendemostrasikan teknik sepakbola dalam latihan, sehingga dapat menjadi inspirasi bagi pemain. 2. Pelatih harus menjadi motivator dengan memberikan pujian pada setiap kesuksesan eksekusi dalam latihan. 3. Latihan harus berbasis pada pengembangan skill individu dan kemampuan menerapkannya dalam situasi 1vs 1atau grup kecil. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
40 digilib.uns.ac.id
4. Perkenalkan pemain dengan banyak posisi bermain dalam game dilatihan. Sehingga pemain memiliki wawasan dan pengalaman bermain di berbagai sisi lapangan. c) Saat bertanding 1. Pemain di usia ini senang berkompetisi satu sama lain. Dimana pemain mulai mengerti arti kemenangan dan kekalahan. Kemenangan akan disambut dengan kegembiraan. Sedang kekalahan akan berakibat kesedihan. Meskipun reaksi ini tidak berlangsung lama. 2. Harus akan pertandingan. Ini terjadi karena pemain di usia ini umumnya cepat menguasai teknik baru, sehingga tak sabar mencobanya dalam pertandingan. 3. Menyukai mencoba pengalaman baru. Seperti mencoba gerakan teknik baru atau bermain diberbagai posisi. d) Konsekuensinya 1. Format pertandingan harus membuat pemain banyak bersentuhan dengan bola sehingga pemain mendapat pengalaman pribadi baru. 2. Dalam hal ini bermain 7 vs 7 adalah yang paling ideal. 3. Berikan pemain kebebasan untuk berekreasi. Jangan buat pemain takut berbuat salah dalam pertandingan. Evaluasi dan arahkan setelah pertandingan bila kreativitasnya ternyata tidak produktif. 4. Pelatih harus merotasi semua pemain. Yakni dengan menurunkan semua pemain secara bergantian, dengan posisi beragam. Tidak ada tim yang tetap dengan taktik tim yang khusus commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
41 digilib.uns.ac.id
5. Sebaliknya, pertandingan tidak mengenal juara agar menjadikan semua pemain sebagai pemenang. Untuk anak-anak usia 11-12
tahun, 7 vs 7 merupakan format game yang
tepat untuk digunakan. Format 7 vs 7 merupakan transisi dari game kecil 4 vs 4 menuju ke game besar 11 vs 11. Alasan utama mengpa pemain di kelompokan usia ini tidak langsung bermain 11 vs 11 adalah frekuensi pemain menyentuh bola. Focus utama pengembangan di usia ini ialah skill sepakbola, sehingga penting pemain banyak menyentuh bola. Penelitian yang dibuat DFB Jerman, pemain usia 11-12 sangat sedikit menyentuh bola bila bermain dengan 11 vs11. Alasan berikutnya adalah ukluran lapangan dan gawang yang terlalu besar. Di usia ini, pemain belum cukup prima untuk bergerak menjelajahi lapangan normal. Juga, pemain belum kuat untuk melakukan tendangan
atau long
mengoper untuk menyusur lapangan besar. Masalah juga akan muncul bagi kipper, ketika ukuran gawang menjadi terlalu besar untuk dijaga. Ada kemungkinan kiper tidak samapai menggapai tingginya tiang gawang. Sepakbola mengandung 3 momen utama. Yakni : menyerang, bertahan dan transisi. Apabila karena terlalu besarnya lapangan proses dari ketiga momen ini tidak berkesinambungan, maka tujuan utama dari permainan sepakbola tidak tercapai. Kondisi ini membuat 11 vs 11 bagi pemain usia 11-12 tidak menyajikan permainan sepakbola yang realistis. 5. Latihan Latihan merupakan suatu kegiatan olahraga yang sistematis dalam waktu yang
panjang, ditingkatkan secara bertahap dan perorangan, bertujuan commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
membentuk
manusia
42 digilib.uns.ac.id
yang berfungsi fisiologis dan psikologisnya untuk
memenuhi tuntutan tugas Bompa, (dalam Budiwanto 2004:12). Kemudian definisi yang lain menyebutkan bahwa latihan adalah suatu program latihan fisik untuk mengembangkan seorang atlit dalam menghadapi pertandingan penting (Fox, Bowers & Foss, 1993:693) Latihan adalah proses yang sistematis dari berlatih atau bekerja yang, yang dilakukan secara berulang-ulang, dengan kian hari kian bertambah jumlah beban latihan atau pekerjaannya (Harsono, 1988). Sistematis latihan haruslah terencana, terjadwal, menurut pola dan system tertentu, metodis, dari mudah kesukar, dan dari sederhana yang lebih kompleks. Latihan dilakukan berulang-ulang dengan tujuan agar gerakan yang semula sukar dilakukan menjadi mudah, reflektif dan otomatis. Latihan harus diatur dan direncanakan dengan baik agar dapat menjamin tercapainya tujuan latihan. Perencanaan latihan merupakan alat yang sangat penting yang dipakai pelatih dalam usahanya mengarahkan program latihan yang terorganisir, seorang pelatih yang efisien yaitu selama mampu mengorganisir latihan dengan baik. a. Prinsip Latihan Prinsip-prinsip latihan yang diungkapkan oleh Bompa (dalam Budiwanto 2004:13) adalah sabagai berikut: Prinsip beban bertambah (overload), prinsip spesialisasi (specialization), prinsip perorangan (individualization), prinsip variasi (variety), prinsip beban meningkat bertahap (progressive increase of load), prinsip perkembangan multilateral (multilateral development), prinsip pulih asal commit to user
43 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
(recovery), prinsip reversibilitas (reversibility), menghindari beban latihan berlebih (overtraining), prinsip melampaui batas latihan (the abuse of training), prinsip aktif partisipasi dalam latihan, prinsip proses latihan menggunakan model. Latihan
olahraga
merupakan
suatu
latihan
dalam
upaya
untuk
meningkatkan fungsi sistem organ tubuh agar mampu memenuhi kebutuhan tubuh secara optimal ketika berolahraga. Agar latihan olahraga mencapai hasil yang maksimal, harus memiliki prinsip latihan. Menurut Fox, Bowers & Foss (1981), prinsip dasar dalam program latihan adalah mengetahui sistem energi utama yang dipakai untuk melakukan suatu aktivitas dan melalui prinsip beban berlebih (overload) untuk menyusun satu program latihan yang akan mengembangkan sistem energi yang bersifat khusus pada cabang olahraga. Adapun prinsip-prinsip latihan yang secara umum diperhatikan adalah sebagai berikut: 1) Prinsip Kekhususan (Specificty) Kekhususan dalam hal ini adalah spesifik terhadap sistem energi utama, spesifik terhadap kelompok otot yang dilatih, pola gerakan, sudut sendi dan jenis kontraksi otot. Menurut Bompa (1990:34) bahwa ada dua hal yang perlu diperhatikan dalam prinsip kekhususan yaitu: (1) melakukan latihan-latihan khusus sesuai dengan karakteristik cabang olahraga, (2) melakukan latihan untuk mengembangkan kemampuan biomotorik khusus dalam olahraga. Soekarman (1987:60) mengemukakan bahwa latihan itu harus khusus untuk meningkatkan kekuatan atau sistem energi yang digunakan dalam cabang olahraga yang bersangkutan. Menurut Nossek (1982) latihan harus ditujukan khusus terhadap commit to user
44 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
sistem energi atau serabut otot yang digunakan, juga dikaitkan dengan peningkatan ketrampilan motorik khusus. Program latihan yang dilakukan harus bersifat khusus, disesuaikan dengan tujuan yang ingin dicapai dalam cabang olahraga. Berikut ini dapat dilihat tabel-2.2 berbagai cabang olahraga, aktivitas dan sistem energi utama (predominant energy system). Tabel 2.1 Tingkat intensitas latihan kecepatan dan kekuatan (Fox, Bower & Foss, 1993:290) Sports or Sports Activity
% Emphasis by Energi System ATP-PC and
Lactic Acid-
Lactic Acid
Oxygen
Oxygen
1.
Baseball
80
15
5
2.
Basketball
60
20
20
3.
Fencing
90
10
4.
Field hockey
50
20
5.
Football
90
10
6.
Golf
95
5
7.
Gymnastics
80
15
5
8.
Ice hockey A. Forward, defense
60
20
20
B. Goalie
90
5
5
A. Goalie defense, attacker
50
20
30
B. Midfielders, man-down
60
20
20
20
30
50
80
15
5
commit50to user
30
20
9.
30
La Crosse
10. Rowing 11. Skiing A. Slalom, jumping B. Downhill
45 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Sports or Sports Activity
% Emphasis by Energi System ATP-PC and
Lactic Acid-
Oxygen
Lactic Acid
Oxygen
C. Cross-country
5
10
85
D. Recreational
20
40
40
A. Goalie, wings, strikers
60
30
10
B. Halfbacks or link men
60
20
20
A. Diving
98
2
B. 50 m
90
5
5
C. 100 m
80
15
5
D. 200 m
30
65
5
E. 400 m
20
40
40
F. 1500 m, 1650 yd
10
20
70
70
20
10
A. 100, 200 m
95-98
2-5
B. Field events
95-98
2-5
C. 400 m
80
15
5
D. 800 m
30
65
5
20-30
20-30
40-60
F. 3000 m (2 mile)
10
20
70
G. 5000 m (3 mile)
10
20
70
H. 10.000 m (6 mile)
5
15
80
negligible
5
95
80
5
15
12. Soccer
13. Swimming and diving
14. Tennis 15. Track and field
E. 1500 m (mile)
I. Marathon 16. Volleyball
commit to user
46 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Sports or Sports Activity
% Emphasis by Energi System ATP-PC and
Lactic Acid-
Lactic Acid
Oxygen
90
5
17. Wrestling
Oxygen
5
Sumber: Fox, Bower & Foss, 1993:290 2) Prinsip Beban Lebih (The Overload Priciples) Prinsip beban lebih adalah prinsip latihan yang menekankan pada pembebanan latihan yang lebih berat daripada yang mampu dilakukan oleh atlet (Yusuf Hadisasmita & Aip Syarifuddin, 1996:131) Atlet harus selalu berusaha berlatih dengan beban yang lebih berat daripada yang mampu dilakukan saat itu, artinya berlatih dengan beban yang berada diatas ambang rangsang. Kalau beban latihan terlalu ringan (dibawah ambang rangsang), walaupun latihan sampai lelah, berulang-ulang dan dengan waktu yang lama, peningkatan prestasi tidak mungkin tercapai. Meskipun beban latihan harus berat, beban tersebut harus masih berada dalam batas-batas kemampuan atlet untuk mengatasinya. Kalau bebannya terlalu berat, maka perkembangan pun tidak akan mungkin karena tubuh tidak akan dapat memberikan reaksi terhadap beban latihan yang terlalu berat tersebut. Hal ini juga bisa mengakibatkan cedera. Pemberian beban dimaksud agar tubuh beradaptasi dengan beban yang diberikan tersebut, jika itu sudah terjadi maka beban harus terus ditambah sedikit demi sedikit untuk meningkatkan kemungkinan perkembangan kemampuan tubuh. Penggunaan beban secara overload commit to user akan merangsang penyesuaian
47 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
fisiologis dalam tubuh, sehingga peningkatan prestasi terus-menerus hanya dapat dicapai dengan peningkatan beban latihan (Bompa, 1990:44). Untuk mendapatkan efek latihan yang baik organ tubuh harus diberi beban melebihi beban dari aktivitas sehari-hari. Beban yang diberikan mendekati maksimal hingga maksimal (Brook & Fahey, 1984:84). Fox, Bower & Foss (1993:296) menyatakan bahwa, patokan untuk faktorfaktor yang terlibat dalam prinsip overload yang diterapkan dalam program latihan anaerob (sprint) untuk nomor-nomor lari disajikan dalam tabel-2.3, sebagai berikut: Tabel 2. Patokan untuk memperkirakan intensitas Training factor
Aerobic training
Anaerobic training
Intensity
Heart rate = 80 to 90 % of
Heart rate = 180 beats per
HRR
minute to greater
Frequency
4-5 days per week
3 day per week
Sessions per day
One
One
Duration
12-16 weeks
8-10 weeks
Distance/workout
3-5 miles
1 1/2 – 2 miles
Sumber : Fox, Bower & Foss, 1993:296 3) Prinsip Beban Bertambah (The Prinsiples of Progresive) Beban latihan adalah sejumlah intensitas, volume, durasi dan frekuensi dari suatu aktivitas yang harus dijalani oleh atlet dalam jangka waktu tertentu untuk meningkatkan kemampuan fungsional dari sistem organ tubuhnya agar mampu beradaptasi terhadap perubahan yang terjadi sesuai dengan tujuan latihan (Nala,1998:34).
commit to user
48 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Peningkatan pemberian beban hendaknya dilakukan secara progresif dan bertahap. Progresif artinya beban latihan selalu meningkat, dari awal sampai akhir latihan. Peningkatan berat beban dilakukan tidak sekaligus, tetapi bertahap. Diawali dengan beban rendah dan dilanjutkan ke beban yang semakin tinggi, bukan sebaliknya pada awal latihan diberikan beban berat, kemudian makin lama beban latihanya semakin ringan. Menurut Nala (1998:34) bahwa yang dimaksudkan dengan beban latihan tidaklah selalu pengertiannya kuantitatif, tetapi mencakup kuantitatif dan kualitatif. Beban latihan yang bersifat kuantitatif ini, beban latihannya dapat berupa berat beban yang harus diangkat, banyaknya repetisi, set, lama istirahat per set, kecepatan, frekuensi perminggu dan sebagainya. Bagi atlet cabang olahraga yang lain tentu beban latihannya akan berbeda, sebab tujuan latihannya berbeda. 4) Prinsip Individualitas (The Prinsiples of Individuality) Pada prinsipnya masing-masing individu berbeda satu dengan yang lain. Dalam latihan setiap individu juga berbeda kemampuannya, manfaat latihan akan lebih berarti jika program latihan tersebut direncanakan dan dilaksanakan berdasarkan karakteristik dan kondisi individu atlet. Oleh karena itu faktor-faktor karakteristik individu atlet harus dipertimbangkan untuk menyusun program latihan. Berkaitan dengan hal ini Harsono (1988:112-113) mengemukakan bahwa: faktor-faktor seperti umur, jenis kelamin, bentuk tubuh, kedewasaan, latar belakang pendidikan, lamanya berlatih, tingkat kesegaran jasmaninya, ciri-ciri psikologisnya, semua itu harus ikut dipertimbangkan dalam menyusun program latihan.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
49 digilib.uns.ac.id
Latihan yang dilakukan harus direncanakan dan dilaksanakan berdasarkan karakteristik dan kondisi individu atlet. Program latihan yang disusun dan pembebanan yang diberikan dalam latihan harus sesuai dengan kondisi tiap-tiap individu. 5) Prinsip Reversibelitas (The Prinsiples of Reversibility) Kemampuan fisik yang dimiliki seseorang tidak menetap, tetapi dapat berubah sesuai dengan aktivitas yang dilakukan. Keaktifan seseorang melakukan latihan atau kegiatan fisik dapat meningkatkan kemampuan fisik, sebaliknya ketidakaktifan atau tanpa latihan akan menimbulkan kemunduran kemampuan fisik. Menurut Soekarman (1987:60) bahwa, setiap hasil latihan kalau tidak dipelihara akan kembali keadaan semula. Berdasarkan prinsip ini, latihan fisik harus secara teratur dan kontinyu. Prinsip ini harus dipegang oleh pelatih maupun atlet. Latihan yang teratur dan kontinyu akan membawa tubuh untuk dapat segera menyesuaikan diri pada situasi latihan. Adaptasi tubuh terhadap situasi latihan ini, maka kemampuan tubuh dapat meningkat sesuai dengan rangsangan yang diberikan. b. Faktor Latihan Bompa (dalam Budiwanto, 2004:30) menyatakan, "faktor dasar latihan meliputi latihan fisik, teknik, taktik, dan mental". Jadi latihan itu harus dilakukan secara menyeluruh agar proporsinya tepat dan menimbulkan efek yang baik bagi tubuh. Bompa (dalam Budiwanto, 2004:6) menyatakan bahwa" Untuk memoles dan menyempurnakan teknik olahraga yang dipilih melalui suatu upaya teknis, commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
50 digilib.uns.ac.id
seseorang harus mengembangkan kapasitas penampilan lebih lanjut dengan teknik yang tepat secara keseluruhan." Budiwanto (2004:46) menyatakan bahwa" keterampilan teknik merupakan bagian terpenting dalam pencapaian prestasi olahraga. Tanpa keterampilan teknik yang baik maka seorang atlet tidak mungkin akan mampu menampilkan permainan atau gaya yang baik dalam suatu cabang olahraga". Budiwanto (2004:46) menyimpulkan: Teknik dasar ada tiga kategori, yaitu teknik dasar, teknik menengah dan teknik tinggi". Teknik dasar adalah suatu teknik dimana proses melakukan gerakan merupakan fondamen dasar, gerakan dilakukan dalam kondisi sederhana dan mudah. Teknik menengah adalah suatu teknik dimana dalam melakukan gerakan menuntut penggunaan kecepatan, kekuatan, kelincahan dan koordinasi yang lebih tinggi daripada teknik dasar. Teknik tinggi adalah suatu teknik dimana dalam melakukan gerakan menuntut tempo yang tinggi, koordinasi, keseimbangan, ketepatan yang tinggi serta gerakan tersebut sulit, simultan dalam kondisi yang berat. Dalam kegiatan kepelatihan, pelatih diharapkan mampu memberikan tahap-tahap latihan, dari yang mudah ke yang sukar, dari beban yang ringan ke yang berat, dari teknik yang rendah, menengah, lalu ke teknik yang lebih tinggi, agar peserta mampu beradaptasi secara perlahan-lahan. Latihan penguasaan teknik juga harus dilaksanakan secara bertahap sesuai dengan prinsip-prinsip latihan. Hal ini bertujuan untuk lebih memudahkan dalam penguasaan tekniknya sehingga dapat memperoleh hasil yang maksimal. latihan dari tahap yang paling sederhana menuju kepada tingkatan yang lebih kompleks commit to user
51 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
akan sangat efektif dilakukan karena penguasaan ketrampilan geraknya dapat tersusun dengan sistematis. B. Kerangka Berpikir Kerangka berpikir merupakan argumentasi teoritik terhadap hipotesis yang diajukan, dalam penelitian pengembangan kerangka berpikir memberikan arahan tentang langkah-langkah metodologis yang akan diambil, penelitian ini menggunakan metode pengembangan research and development Borg dan Gall (1983). Pengembangan atau yang sering disebut sebagai penelitian pengembangan dilakukan dengan maksud menjembatani jurang yang terbentang cukup lebar antara penelitian dan praktek pendidikan. Degeng (2002) menyimpulkan arti dari penelitian pengembangan yaitu “penelitian ilmiah yang menelaah suatu teori, model,
konsep,
atau
prinsip,
dan
menggunakan
hasil
telaah
untuk
mengembangkan suatu produk”. Penelitian dan pengembangan adalah suatu proses atau langkah-langkah untuk mengembangkan suatu produk baru atau menyempurnakan produk yang telah ada, yang dapat dipertanggung jawabkan (Sukmadinata, 2005). Dapat disebutkan lagi bahwa teori-teori, model, serta konsep ilmiah yang telah ditemukan atau dikemukakan sebelumnya dapat dikaji kembali untuk kemudian dilakukan suatu pengembangan yang menghasilkan sesuatu yang baru dari hal tersebut sehingga akan menjadi sempurna baik substansi maupun tujuan yang dihadirkan. Sedangkan menurut Ardhana (2002), “Pengembangan adalah pemakaian secara sistematik pengetahuan ilmiah yang diarahkan pada produksi bahan, sistem, atau metode termasuk perancangan prototipe-prototipe”.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
52 digilib.uns.ac.id
Menurut Bompa (dalam Budiwanto 2004) model adalah suatu tiruan, suatu tiruan dari yang aslinya, mengatur bagian khusus suatu fenomena yang diamati atau diselidiki. Tujuan suatu model adalah untuk memperoleh suatu yang ideal, dan meskipun keadaan abstrak ideal diatas adalah kenyataan yang kongkrit, itu juga menggambarkan sesuatu yang diusahakan untuk dicapai, suatu peristiwa yang akan dapat diperoleh. Suatu model mempunyai kekhususan untuk setiap perorangan atau tim. Suatu model latihan akan memperhatikan beberapa faktor lain, potensi dan fisiologis atlet, fasilitas, dan lingkungan sosial. Pemilihan metode pengembangan ini karena dianggap sesuai dengan permasalahan yang akan diangkat menjadi topik penelitian dan dapat menjadi solusi dari permasalahan yang ada. Secara garis besar metode pengembangan ada tiga tahap, yang pertama pendahuluan, kedua tahap uji produk, dan tahap uji efektivitas produk. Tahap 1, pendahuluan terdiri analisis kebutuhan, kajian teoritik dan pengembangan produk awal. Analisis kebutuhan dilakukan untuk mengetahui proses latihan dan kesejangan antara harapan dan kenyataan di klub bsepakbola Kota Medan setelah menemukan masalah yang akan diangkat menjadi masalah penelitian, kemudian dilanjutkan kajian teoritik yang relevan dengan topik masalah penelitian yang diangkat. Langkah selanjutnya pengembangan produk awal yaitu mengembangkan model latihan menggiring dan mengoper dalam sepakbola. Model latihan menggiring dan mengoper dikembangkan berdasarkan karakteristik atlet usia 11-12 tahun dan disesuaikan dengan kajian teori tentang sepakbola, analisis kondisi fisik, prinsip latihan dan tentang belajar gerak. commit to user
53 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Tahap 2, uji coba produk ada dua yaitu uji coba ahli dan uji coba lapangan bertujuan untuk mendapatkan penilaian dari ahli sepakbola dan atlet sepakbola usia 11-12 tahun di Kota Medan. Hasil evaluasi dijadikan acuan dan masukan untuk perbaikan model latihan menggiring dan mengoper yang dikembangkan oleh peneliti. Hasil penelitian juga sebagai acuan, apakah produk bisa dilanjutkan atau tidak. Tahap 3, uji efektivitas produk menggunakan rancangan eksperimen semu, eksperimen semu membandingkan 2 kelompok antara kelompok coba yang menggunakan model latihan menggiring dan mengoper sepakbola yang dikembangkan peneliti dan kelompok kontrol yang menggunakan model latihan menggiring dan mengoper yang konvensional. Uji efektivitas ada tiga tahapan yaitu: tes awal, perlakuan, tes akhir. Tes awal menggunakan instrumen tes menggiring dan mengoper sepakbola dari AAHPERD dan skala penilaian menggiring dan mengoper bertujuan untuk mengetahui kemampuan awal keterampilan menggiring dan mengoper atlet putri usia 11-12 tahun kelompok coba dan kelompok kontrol di Kota Medan. Perlakuan kelompok coba dan kelompok kontrol selama 24 kali pertemuan, 3 kali seminggu, banyaknya pertemuan disesuaikan dengan prinsip latihan. Tes akhir menggunakan instrumen tes menggiring dan mengoper sepakbola dari AAHPERD dan skala penilaian menggiring dan mengoper sepakbola bertujuan untuk mengetahui kemampuan menggiring dan mengoper atlet usia 11-12 tahun di Kota Medan setelah diberi perlakuan. commit to user
54 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
C. Penelitian yang Relevan Secara umum pengembangan model latihan teknik dasar mengoper dan menggiring belum banyak dilakukan sehingga peneliti belum menemukan penelitian yang relevan dengan penelitian yang dilakukan sekarang. D. Spesifikasi Produk yang Diharapkan Peneliti akan mengembangkan model latihan menggiring dan mengoper sepakbola dengan memperhatikan tahapan pelaksanaan latihan, yang dilakukan dari yang mudah ke yang sukar, dari yang sederhana ke yang kompleks, dari jarak dekat ke yang jauh, dan dari tingkat kesulitan yang rendah ke yang tinggi. Penyusunan model latihan teknik menggiring dan mengoper ini subyek penelitian adalah atlet sepakbola yang berada pada Usia 11-12, dimana penekanan utamanya diarakan pada pengembangan yang diarahkan pada tujuan. Kegiatankegiatan latihannya mengarah pada pengkondisian terhadap penguasaan keterampilan.
commit to user