BAB II TEORI DASAR
2.1 Sistem Komunikasi HAPS HAPS (High Altitude Platform Station) merupakan teknologi baru yang sangat potensial untuk mendukung industri wireless. Dengan berkembangnya teknologi dalam bidang telekomunikasi maka sebuah platform dapat ditempatkan pada lapisan stratosfer dalam waktu yang lama dan dapat digunakan untuk melayani broadband wireless access (BWA) serta perangkat multimedia lainnya. Platform stratosfer tersebut dirancang dengan teknologi telekomunikasi yang berkembang untuk dapat menyediakan saluran full duplex digital sampai 155 Kbps. Dengan kecepatan data seperti itu maka dapat digunakan untuk aplikasi multimedia yang dapat didukung jaringan LAN, MAN maupun WAN. HAPS ini akan dapat dengan mudah menggabungkan telephone digital,komputer dan informasi video untuk disalurkan ke terminal multimedia. Penggunaan
HAPS
sudah
mulai
marak
diterapkan,
salah
satu
penggunaannya dalam dunia telekomunikasi komersial. Contoh perusahaan yang mengembangkan teknologi ini adalah Sky Station dan Capanina. Sky Station menggunakan balon HAPS pada ketinggian 21 Km dari permukaaan bumi tepatnya di lapisan stratosfer bumi. Di lapisan ini suhu normal akan berkisar 0 – 60 derajat celcius,dengan tekanan udara mencapai 90 milibar sampai 0 milibar. Pada ketinggian ini pula angin bertiup dengan kecepatan berkisar 8 m/s sampai 50 m/s. Selain itu penempatan HAPs pada lapisan stratosphere juga dikarenakan karena lapisan ini berada di atas lapisan perubahan cuaca, jauh diatas jalur penerbangan sipil, dan juga diatas awan hujan (yang merupakan daerah turbulensi udara). Selain itu karena meningkatnya ketinggian, kerapatan udara akan 6
berkurang, dengan contoh pada 12 km (ketinggian maksimal untuk pesawat terbang komersil) kerapatan udara berkisar 25 persen dibandingkan pada permukaan laut, dan pada 24 km hanya sekitar 3.6 persen.
Gambar 2.1 Balon Udara HAPS [8] Teknologi HAPS dapat digunakan untuk berbagai macam aplikasi telekomunikasi. Aplikasi HAPS yang dapat digunakan dalam satu buah platform seperti mobile wireless, pemancaran siaran TV (broadcast TV), teknologi multimedia pita lebar, remote sensing dan high speed fixed access system seperti ditunjukkan pada gambar 2.2 Layanan komunikasi yang disediakan HAPS dapat dibagi menjadi dua kategori utama, yaitu: •
Low data rate services yang digunakan untuk terminal yang bergerak.
•
High data rate services yang digunakan untuk terminal tetap.
7
Gambar 2.2 Arsitektur Layanan Teknologi HAPS [14] Menyediakan layanan komunikasi pita lebar pada HAPS merupakan ide yang baru dan layak untuk diperbincangkan . Salah satunya adalah mengadopsi teknologi IEEE 802.16 - yang menggunakan OFDM sebagai media modulasi digital- untuk diterapkan pada HAPS. Teknologi HAPS dinilai memiliki kelebihan yang dapat menutupi kekurangan dari teknologi terestrial maupun satelit. Sebagai contoh penggunaan IEEE 802.16 (jaringan terestrial) untuk menjangkau sampai daerah rural area membutuhkan biaya yang begitu besar karena harus menambah base station. Begitu pula jika dibandingkan dengan teknologi satelit, biaya untuk membangun satelit sangat membutuhkan biaya yang sangat besar. Untuk lebih jelasnya berikut tabel perbandingan teknologi HAPS dengan teknologi terestrial dan satelit.
8
Tabel 2.1 Karakteristik dasar Terestrial, Satelit dan HAPS
9
2.2 Karakteristik Kanal Komunikasi HAPS
2.2.1 Pendahuluan
Penting sekali untuk memahami karakteristik kanal wireless. Hal ini bertujuan untuk memudahkan kita mendisain sinyal yang sesuai untuk model kanal
tersebut.
Juga
dengan
memahami
karakteristik
mengembangkan teknologi yang lebih cerdas
kanal
kita
bisa
dan lebih canggih untuk
perkembangan sistem komunikasi. Penggunaan teknologi yang berbeda akan memberikan perilaku yang berbeda pada kanal wireless Pada suatu kanal ideal, sinyal yang diterima oleh stasiun penerima adalah sinyal yang hanya terdiri dari satu lintasan sinyal langsung yang merupakan suatu rekonstruksi sempurna dari sinyal yang dikirimkan. Tetapi sesungguhnya, pada kanal real, sinyal yang diterima oleh stasiun penerima merupakan penjumlahan dari beberapa versi sinyal yang dikirimkan dengan redaman dan waktu tunda (delay) yang bervariasi. Dan yang terpenting adalah kanal akan menambahkan derau pada sinyal sehingga menyebabkan pergeseran frekuensi carrier jika stasiun pemancar atau stasiun penerima dalam keadaan bergerak (efek Doppler). Oleh karena itu, perlu untuk memahami karakteristik suatu kanal, karena kinerja sistem komunikasi nirkabel sangat bergantung pada karakteristik kanal itu sendiri.
2.2.2 Redaman Hujan (Rain Attenuation)
Redaman atau atenuasi adalah penurunan daya sinyal ketika transmisi dari suatu titik ke titik lainnya. Redaman yang diakibatkan oleh hujan dapat memberi pengaruh yang cukup besar ketika menggunakan frekuensi yang tinggi. ( diatas 20 GHz). Semakin besar frekuensi yang digunakan semakin besar redaman yang terjadi dan semakin besar pula pengaruhnya pada performansi system. Hujan akan meredam sinyal dengan cara penghamburan ataupun penyerapan radiasi. Bukan 10
hanya hujan yang berpengaruh tetapi kabut,uap air dan oksigen juga ikut menambah redaman yang terjadi.
Gambar 2.3 Grafik redaman oleh hujan,kabut, uap air dan oksigen sebagai fungsi dari frekuensi [13]
Namun pada simulasi yang dilakukan redaman akibat pengaruh hujan dapat diabaikan hal ini disebabkan karena system bekerja pada frekuensi carrier 2.4 GHz dimana redaman hujan berpengaruh sangat kecil bahkan bisa diabaikan.
2.2.3 Delay Spread
Sinyal yang diterima oleh stasiun penerima dari sebuah stasiun pemancar biasanya terdiri atas sinyal langsung ditambah dengan sinyal terefleksi oleh objekobjek penghalang. Sinyal terefleksi tersebut sampai pada stasiun penerima pada waktu yang lebih lama dibandingkan dengan sinyal langsung dikarenakan adanya waktu tambahan akibat panjang lintasan yang berbeda. Perbedaan waktu 11
penerimaan sinyal yang dikirimkan ini menyebabkan adanya perbedaan atau penyebaran (spreading) energi yang diterima. Delay Spread adalah perbedaan waktu antara kedatangan sinyal yang pertama dan sinyal multipath dilihat oleh stasiun penerima. Dalam sistem digital, delay spread bisa memicu terjadinya ISI. Hal ini dikarenakan sinyal multipath yang tertunda bertumpuk (overlapping) dengan simbol-simbol berikutnya, dan dapat menyebabkan error yang signifikan pada sistem dengan bit rate yang tinggi. Karena bit rate transmisi ditingkatkan, maka jumlah ISI juga akan meningkat. Pengaruhnya mulai menjadi sangat signifikan ketika delay spread lebih besar dari ~50% durasi bit. Dari persamaan Dovis [3], kita dapat menentukan delay spread system HAPS yang digunakan. Ditunjukkan oleh grafik berikut ini:
Gambar 2.4 Grafik power delay profile persamaan Dovis [3] Parameter yang digunakan untuk menggambarkan karakteristik respon impuls kanal pada domain frekuensi digunakan Coherence Bandwidth. Nilai 12
Coherence Bandwidth ( Bc ) itu sendiri dapat dihitung dengan pendekatan sebagai berikut: Bc ≈
1 Tm
(2.1)
Dimana : Bc
= Coherence Bandwidth
Tm
= Maksimum excess delay time Sifat-sifat fading dapat didefinisikan dengan menggunakan Coherence
Bandwidth. Jika bandwidth sinyal ( Bs ) yang dikirim lebih besar dari Bc , maka sinyal tersebut akan mengalami frequency selective fading . dan sebaliknya jika bandwidth sinyal ( Bs ) yang dikirim lebih kecil dari Bc , maka sinyal akan mengalami flat fading.
2.2.4 Doppler Spread
Pergeseran relatif antara platform HAPS dan penerima akan menimbulkan pelebaran spektrum yang disebabkan oleh laju perubahan waktu terhadap kanal (time varying). Jika suatu sinyal sinusoidal
f c dikirim, spektrum sinyal yang
diterima (spektrum Doppler) akan memiliki rentang frekuensi
f c − f d , dimana
f d merupakan Doppler Shift. Pelebaran spectral tersebut merupakan fungsi yang berhubungan dengan kecepatan pergerakan relatif antara pengirim dan penerima dan sudut yang dibentuk antara arah propagasi gelombang sinyal datang terhadap arah pergerakan mobile. Berikut ilustrasi Doppler shift:
13
Gambar 2.5 Peristiwa Doppler Shift[6] Doppler Shift ( f d ) dapat diekspresikan sebagai berikut: fd =
v
λ
cos θ
(2.2)
Dimana : fd
= Doppler Shift (frekuensi Doppler)
v
= kecepatan pergerakan relatif
λ
= panjang gelombang frekuensi carrier ( f c )
θ
= sudut antara arah propagasi sinyal datang dengan arah pergerakan
mobile. Frekuensi Doppler maksimum ( f m ) terjadi saat arah pergerakan antena satu lintasan dengan arah propagasi sinyal, yaitu saat user bergerak mendekati atau menjauhi station sehingga sudut θ bernilai 0 atau π fm = ±
v
(2.3)
λ 14
Coherence Time ( Tc ) merupakan ilustrasi efek Doppler pada domain
waktu digunakan untuk melihat karakterisasi variasi waktu dari dispersi frekuensi pada kanal dalam domain waktu. Nilai Coherence Time sendiri dapat dihitung dengan pendekatan sebagai berikut: Tc ≈
1
(2.4)
Bd max
Dimana : Tc
= Coherence Time
Bd max = Doppler Spread maksimum
Karakterisasi kanal berdasarkan variasi waktu dapat didefinisikan dengan menggunakan Coherence Time ( Tc ). Jika sinyal yang dikirimkan memiliki durasi symbol lebih kecil dari Tc , maka sinyal tersebut akan mengalami slow fading. Dan sebaliknya jika sinyal yang dikirimkan memiliki durasi symbol lebih besar dari Tc , maka sinyal tersebut akan mengalami fast fading.
2.2.5 Sudut Elevasi Antara Platform HAPS dengan Penerima
Propagasi sinyal radio dari HAPS menuju penerima (user terminal) atau sebaliknya diperngaruhi oleh kanal aeronautical untuk beberapa kondisi kanal. Namun masih ada factor lain yang lebih penting dan mendominasi propagasi sinyal tersebut yaitu fenomena multipath. Pada kondisi kanal terpengaruh multipath, sudut elevasi antara antenna penerima (user terminal) dengan antenna HAPS sangat memegang peranan penting. Dapat diilustrasikan dengan gambar berikut ini :
15
Gambar 2.6 Komunikasi HAPS dengan perbedaan sudut elevasi.[8]
Dari gambar diatas kita dapat mengetahui bahwa dalam mendisain system komunikasi HAPS sudut elevasi menjadi factor yang perlu dikaji lebih dalam. Semakin besar sudut elevasi maka menyebabkan sinyal mengalami multipath fading jauh lebih kecil jika dibandingkan dengan keadaan dimana area tercover dengan sudut elevasi kecil. Hal ini disebabkan pada area jangkauan sudut elevasi besar, jalur propagasi antara HAPS dan user terminal selalu berada pada keadaan LOS. Sebaliknya pada area jangkauan sudut elevasi kecil, penghalang-penghalang yang ada disekitar user terminal menjadi sangat berpengaruh dalam menghasilkan multipath. Masing-masing lintasan sinyal dari HAPS memiliki power fading dan delay yang berbeda-beda.
2.2.6 K factor
Ketika platform stratosper (HAPS) dikembangkan sebagai base station (BS) pada ketinggian di sekitar 21 km ,kemungkinan untuk mendapat keadaan LOS menjadi sangat besar. Oleh karena itu, daerah jangkauan kanal HAPS dapat ditinjau sebagai kanal Rician yang mendekati kanal Gaussian (tidak ada fading) daripada kanal Rayleigh fading (deep fading). Namun pada kondisi di lapangan, daya yang diterima merupakan gabungan dari daya LOS sinyal dan daya multipath sinyal. Hal inilah yang menyebabkan distribusi Rician dapat Gambar 16
2.7 menunjukkan cumulative probabilities daya yang diterima pada frekuensi 2.4 GHz.
Gambar 2.7 Grafik cumulative probabilities daya yang diterima pada frekuensi 2.4 GHz [5]
Pada [5], Jika terdapat satu sinyal dominant,
sebagai contoh adanya
sinyal LOS dalam pengukuran, gabungan envelope sinyal yang diterima pada receiver dapat ditunjukkan oleh probability density function (PDF) dari Rician distribution sebagai berikut: ⎛ R 2 + A2 p ( R ) = 2 exp⎜⎜ − σ 2σ 2 ⎝ R
⎞ RA ⎟⎟ I 0 2 ⎠ σ
(2.5)
Dimana : R
= envelope sinyal yang diterima
A
= ampltituda puncak dari sinyal dominant/ LOS path 17
Io (*) = orde ke nol fungsi Bessel
σ
= rms tegangan sinyal pantul yang diterima
PDF pada persamaan (2.5) dapat diekspresikan dengan menggunakan paremeter K factor sebagai berikut :
p(R) =
(K + 1)R exp⎡ − {(K + 1)R 2 + KE[R 2 ]}⎤ • I
[ ]
⎢ ⎣
E R2
[ ]
⎥ ⎦
E R2
0
⎛ K (K + 1) ⎞ ⎜ 2R ⎟ 2 ⎜ ⎟ E R ⎝ ⎠
[ ]
(2.6)
Dimana ;
[ ] (A
E R2 =
K=
2
)
+ 2σ 2 = local mean received power. 2
A2 = Rice factor 2σ 2
(2.7)
(2.8)
Rician distribution sering dijelaskan dengan parameter K. Parameter K merupakan perbandingan antara daya rata-rata LOS component dan daya rata-rata sinyal multipath. Dari [5], K factor dikutip dari received power dengan metoda tertentu yang dapat diekspresikan sbb:
E [R ]
[ ]
E R2
=
⎛ K ⎞⎤ ⎛K⎞ ⎛ K⎞ ⎡ exp⎜ − ⎟ • ⎢(1 + K )I 0 ⎜ ⎟ + KI 1 ⎜ ⎟⎥ (2.9) 1+ K ⎝ 2 ⎠⎦ ⎝2⎠ ⎝ 2⎠ ⎣
Γ(3 / 2)
Dimana: E[R] = amplitude rata-rata
[ ] (A
E R2 =
2
)
+ 2σ 2 = local mean received power 2 18
Persamaan (2.9) dapat menjelaskan variasi kanal antara kanal Rayleigh (K=0) dan Gaussian (K=∞). Gambar 2.8 menunjukkan persamaan (2.9) dalam bentuk grafik.
Gambar 2.8 Variasi statistic amplitude sinyal yang diterima dan K factor[5]
Dengan data yang sama dari pengamatan sampel sebagai perhitungan dalam menentukan local mean untuk mengestimasi K factor. Gambar 2.9 menunjukkan estimasi K factor untuk link antara stratospheric platform (HAPS) dengan user terminal sebagai fungsi dari sudut elevasi. K factor meningkat ketika sudut elevasi antara platform dengan terminal meningkat. Kecilnya nilai K factor menunjukkan bahwa adanya kontribusi sinyal multipath yang besar. Semakin besar K factor menunjukkan bahwa semakin didominasi oleh sinyal yang dominant/ LOS path yang dtunjukkan dengan amplitude semakin besar.
19
Gambar 2.9 Pengukuran K factor sebagai fungsi dari sudut elevasi
Detail pengukuran dapat dilihat pada tabel 2.2. Parameter- parameter yang diukur adalah K factor, local mean received power dan standar deviasi local mean received power. Tabel 2.2 Parameter Rician K-factor [5]
20
2.3 Model Kanal HAPS
Ada beberapa model kanal yang sering digunakan dalam sitem komunikasi wireless. Namun pada kali ini yang dibahas hanya model kanal yang digunakan dalam penulisan dan penelitian. yaitu kanal AWGN dan kanal Rician-fading karena kanal HAPS yang digunakan terdistribusi secara Rician.
2.3.1 Kanal AWGN ( Additive White Gaussian Noise)
Dalam sebuah system komunikasi sinyal selalu mengalami kerusakan yang disebabkan oleh adanya noise yang disebabkan oleh amplifier. Kerusakan sinyal hanya
disebabkan oleh noise yang white Gaussian (AWGN), dan sinyal yang diterima dideterministik menggunakan statistik AWGN (terdistribusi Gaussian). Jika didefinisikan sinyal yang dikirimkan, white Gaussian noise dan sinyal yang diterima adalah berturut-turut s(t), n(t) dan r(t), maka sinyal yang diterima adalah: r(t) = s(t) +n(t)
(2.10)
dengan n(t) adalah sample function proses AWGN dengan fungsi rapat peluang (pdf) dan rapat spectral daya adalah sebagai berikut:
(2.11)
Dan
adalah rapat daya noise dan bernilai konstan. Gambar berikut menunjukkan ilustrasi proses transmisi sinyal pada kanal
AWGN dan karakteristik AWGN.
21
s(t)
⊕
r(t)
n(t) AWGN (additive white gaussian noise)
Gambar 2.10 Kanal AWGN [12]
Gambar 2.11 Karakteristik AWGN[12]
2.3.2 Kanal Rician
Dalam penelitian ini kanal yang digunakan adalah kanal yang sesuai dengan karakteristik teknologi HAPS yaitu kanal Rician. Hal ini disebabkan karena posisi HAPS yang berada pada ketinggian 21 km dari permukaan bumi sehingga pancaran dari station pengirim yang ada pada HAPS dengan ground station memiliki satu lintasan (path) yang bersifat LOS tetapi tidak memungkinkan juga terjadinya multipath fading karena struktur bumi,bangunan maupun pepohonan di sekitar ground station yang menjadi acuan.
22
Gambar 2.12 Diagram Phasor Sinyal Rician Fading[17]
Sebenarnya model Rician fading hampir sama dengan Rayleigh fading kecuali pada component dominan yang terjadi pada Rician fading. Seperti disebutkan diatas bahwa komponen dominan yang dimaksud adalah gelombang Line of Sight (LOS). Pada gambar diatas ditunjukkan oleh panah berwarna orange. Panah bewarna biru menunjukkan sinyal multipath Jika sinyal yang dikirimkan pada station pengirim s(t) = cos ωct maka pada station penerima akan diperoleh sinyal hasil pemfilteran Rician Multipath Channel sbb:
v(t) = C cos ωct + ΣNn=1 ρn cos (ωct + φn)
(2.12)
Dimana: C
= amplitude LOS component
ρn
= amplitude sinyal pantul yang ke-n
φn
= phase sinyal pantul yang ke –n
n
= 1 – N menunjukkan jumlah pantulan, atau hamburan sinyal.
23
2.3.3 Model Respon Impuls Kanal Rician Fading
Respon Impuls dari kanal adalah karakteristik dari kanal yang terdiri dari informasi yang diperlukan untuk menganalisis dan melakukan simulasi berbagai jenis transmisi radio yang melalui kanal tersebut. Dari analisis pada keadaan sebenarnya di lapangan maka kanal radio dapat dimodelkan sebagai filter linier dengan respon impuls yang berubah terhadap waktu dan tergantung dari kecepatan penerima. Dari [9 ] kita peroleh respon impuls kanal Rician sbb:
h(t ) =
Lim ⎧ 1 ⎨ K +1 L → ∞ ⎩ L 1
L
∑a e ( π l =1
l
j 2 f d t cos(θ l ) )
⎫ ⎬+ ⎭
K j (2πf d t cos(θ 0 ) (2.13) e K +1
Dimana: K
= rician K factor
al
= amplitude sinyal pantul yang ke l
fd
= frekuensi Doppler shift
θl
= phase sinyal pantul yang ke- l
θ0
= phase sinyal dominant
Diasumsikan bahwa tidak ada korelasi antara sinyal pantul dan sinyal dominan dan persamaan terdistribusi uniform pada (-π,π) sehingga persamaan berubah menjadi : π
h(t ) =
0 1 K e j 2πf d t cos θ aθ e j 2πf d t cos θ dθ + ∫ K +1 K + 1 −π
24
(2.14)
Dari persamaan diatas dapat dilihat bahwa pengaruh K factor sangat besar. Jika K factor semakin besar maka amplituda sinyal dominan pada respon kanal diatas akan semakin besar pula dan sebaliknya factor pengali amplituda sinyal pantul akan semakin kecil. Setelah mengetahui model respon impuls kanal Rician. Akan dibuat pendekatan matematis yang merepresentasikan penelitian yang dilakukan. Dimana proses system komunikasi yang dibuat adalah melihat perilaku kanal Rician yang terpengaruh K factor dalam proses pengiriman symbol- symbol OFDM [9 ]. Dengan pendekatan x (t) sinyal OFDM yang dikirim:
x(t ) = ∑ bc e j 2πfst c
0 ≤ t < Ts
(2.15)
Dimana: bc
= symbol yang dikirimkan sebanyak c subcarrier
fs
= f 0 + cΔf = subcarrier ke c
f0
= frekuensi subcarrier yang pertama.
Δf
= jarak antara frekuensi subcarrier ≈ 1/Ts
Ts
= interval waktu
Setelah melewati kanal yang time - varying dengan respon impuls
h(t ,τ ) maka sinyal akan diterima sbb: ∧
x(t ) = ∫ h(t ,τ ) x(t − τ )dτ
(2.16)
25
Asumsikan kanal yang non-time dispersive tetapi mengalami time-varying, maka respon kanal dapat ditulis sbb:
h(t ,τ ) = a (t )δ (τ )
(2.17)
Sehingga sinyal yang diterima menjadi: ∧
x(t ) = a(t ) x(t )
(2.18)
Dimana:
a (t )
= time varying path gain
x(t )
= sinyal OFDM yang dikirim
Setelah sinyal didemodulasi pada peneriman. Output sinyal dapat direpresentasikan sbb: ∧
bq =
=
1 Ts
Ts
1 Ts
Ts
∧
∫ x(t )e
− j 2πf q t
dt
0
∫ a(t )bq dt + 0
1 Ts
Ts
⎡
∫ a(t )⎢⎣∑ b e 0
c≠q
c
− j 2π ( q − c ) Δf t
⎤ ⎥ dt (2.19) ⎦
2.3.4 Estimasi Kanal
Proses estimasi kanal merupakan komponen penting dalam komunikasi wireless. Dengan melakukan proses estimasi kanal kita dapat memprediksi level modulasi dan pengkodean untuk pengiriman symbol berikutnya. Dalam mendisain estimator kanal perlu diperhatikan pengaturan symbolsymbol informasi berupa sinyal pilot. Sinyal pilot inilah yang memegang peranan 26
penting karena baik pengirim maupun penerima telah mengetahui karakteristik dari sinyal pilot itu sendiri sehingga proses estimasi dapat dilakukan dengan baik. Juga dalam mendisain estimator harus diperhitungkan teknik estimasi yang tidak terlalu rumit namun dapat memberikan prediksi kanal yang masih baik. Dalam penelitian ini akan digunakan proses estimasi kanal dengan pendekatan satu dimensi. Jenis teknik penyisipan pilot yang dilakukan dalam proses simulasi adalah menempatkan symbol- symbol pilot pada frekuensi subcarrier tertentu. Jadi pada subcarrier tersebut tidak terdapat symbol informasi OFDM. Lebih jelasnya dapat dilihat pada gambar 2.16 berikut.
Gambar 2.13 Pengalokasian Simbol Pilot pada Frekuensi Subcarrier Tertentu [2] Untuk melakukan proses estimasi dikenal ada berbagai jenis estimator kanal namun dalam penelitian ini akan digunakan teknik estimasi dengan interpolasi orde satu.
2.3.4.1 Estimasi dengan Teknik Interpolasi
Dalam
penelitian
ini
penyisipan
pilot
yang
digunakan
adalah
menempatkan sinyal pilot pada frekuensi subcarrier tertentu. Sehingga teknik interpolasi bekerja pada domain frekuensi . 27
Untuk lebih jelasnya berikut ditampilkan proses estimasi dengan teknik interpolasi pada domain frekuensi:
Gambar 2.14 Proses Estimasi dengan teknik interpolasi Untuk mengetahui respon kanal terhadap symbol- symbol OFDM dapat digunakan pendekatan sebagai berikut:
•
he12 =
1 (h14 − h11 ) + h11 3
•
he13 =
2 (h14 − h11 ) + h11 3
•
he 32 =
1 (h34 − h31 ) + h31 3
•
he12 =
2 (h34 − h31 ) + h31 3
2.4 OFDM (Orthogonal Frequency Division Multiplexing)
OFDM (Orthogonal Frequency Division Multiplexing) adalah teknik transmisi yang menggunakan beberapa buah frekuensi yang saling tegak lurus (orthogonal). Pada saat ini, OFDM telah dijadikan standard dan dioperasikan di Eropa pada proyek DAB (Digital Audio Broadcast) selain itu juga digunakan pada HDSL (High Bit-rate Digital Subscriber Lines ; 1.6 Mbps), HDTV (High 28
Definition Televisi), VHDSL (Very High Speed Digital Subscriber Line). Teknologi ini sebenarnya sudah pernah diusulkan pada sekitar tahun 1950, dan penyusunan teori-teori dasar OFDM sudah selesai sekitar tahun 1960. Pada tahun 1970-an muncul beberapa buah paper yang mengusulkan untuk mengaplikasikan DFT (Discrete Fourier Transform) pada OFDM dan sejak tahun 1985 muncul beberapa paper yang memikirkan aplikasi OFDM pada komunikasi wireless. Dan akhir-akhir
ini
teknologi
OFDM
menjadi
bahan
pembicaraan
pakar
telekomunikasi untuk diaplikasikan.
2.4.1 Prinsip Dasar OFDM
Seperti dijelaskan diatas bahwa OFDM merupakan teknik transmisi dengan mengunakan banyak frekuensi (multicarrier) menggunakan Discrete Fourier Transform. Bagan dasar OFDM ditampilkan pada Gambar 2.15. Cara kerjanya adalah sebagai berikut deretan data informasi yang akan dikirim dikonversikan kedalam bentuk parallel, sehingga jika bit rate semula adalah B maka bit rate untuk setiap jalur parallel adalah B/N dimana N merupakan jumlah jalur parallel ( jumlah subcarrier). Setelah itu masing-masing subcarrier akan dimodulasi (BPSK,QPSK,QAM) kemudian akan diaplikasikan ke dalam Inverse Discrete Fourier Transform untuk pembuatan symbol OFDM setelah itu symbolsymbol OFDM tersebut dikonversikan lagi ke bentuk serial kemudian sinyal dikirimkan. Sinyal yang terkirim dapat diekspresikan dengan persamaan matematik sebagai berikut:
⎧ +∞ ⎫ s (t ) = Re⎨ ∑ bn f (t − nT )e j (ωot +θ ) ⎬ ⎩n = −∞ ⎭ Dimana : Re(.) = bagian real dari persamaan 29
(2.20)
bn
= data informasi yang telah dimodulasi dan menjadi input untuk IDFT
f (t )
= respon impuls dari filter transmisi
T
= perioda symbol
ω0
= frekuensi pembawa (frequency carrier)
Gambar 2.15 Bagan dasar OFDM [16] Sedangkan pada station penerima terjadi proses kebalikan dengan yang dilakukan pada station pengirim yaitu konversi dari serial ke parallel, kemudian konversi sinyal parallel dengan DFT kemudian dilakukan proses demodulasi ,konversi parallel ke serial dan akhirnya menjadi data informasi kembali.
2.4.2 Sifat Orthogonal
Istilah orthogonal dalam Orthogonal Frequency Division Multiplexing (OFDM) mengandung makna hubungan matematis antara frekuensi-frekuensi yang digunakan dalam hal ini frekuensi-frekuensi yang dimaksud adalah frekuensi
subcarrier. Sifat orthogonal tersebut dapat diekspresikan dengan persamaan matematis sebagai berikut: T
∫ψ
p
(t )ψ * q (t )dt = 0
0
30
(2.21)
Dimana ψ p , ψ q , dan T berturut-turut adalah frekuensi carrier p, frekuensi
carrier q dan periode simbol . Pemakaian frekuensi yang saling orthogonal pada OFDM memungkinkan
overlap antar frekuensi tanpa menimbulkan interferensi satu dengan yang lainnya. Ada beberapa kumpulan sinyal yang orthogonal salah satunya adalah sinyal sinus dapat dilihat pada Gambar 2.16 berikut.
Gambar 2.16 Sinyal-sinyal Orthogonal [16]
2.4.3 Keunggulan OFDM
Banyak hal yang menjadikan OFDM unggul dibandingkan dengan teknik transmisi lainnya.antara lain :
•
Efisiensi dalam pemakaian bandwidth frekuensi Untuk melihat perbedaan OFDM antara system single carrier,
multicarrier FDM dan OFDM. Kita bisa melihat bahwa OFDM merupakan salah satu jenis dari multicarrier tetapi memiliki efisiensi pemakaian frekuensi yang jauh lebih baik. Pada OFDM overlap antar 31
frekuensi yang bersebelahan bisa dilakukan karena frekuesi satu dengan yang lain sudah saling orthogonal, sedangkan pada system FDM konvensional untuk mencegah dampak interferensi dibutuhkan guard band yang diletakkan diantara frekuensi yang bersebelahan. Penambahan guard
band ini menimbulkan efek samping berupa menurunnya kecepatan transmisi bila dibandingkan dengan system single carrier dengan lebar spektrum yang sama. Hal inilah yang menyebabkan system OFDM mempunyai keunggulan dalam hal efisiensi pemakaian bandwidth frekuensi.
•
Tahan terhadap Frequency Selective Fading Keunggulan utama yang lain dari OFDM adalah tahan terhadap
frequency selective fading. Dengan menggunakan OFDM ,meskipun diperhadapkan dengan karakterisitik kanal yang bersifat frequency
selective fading (bandwidth kanal lebih sempit daripada bandwidth transmisi sehingga mengakibatkan pelemahan daya terima secara tidak seragam pada beberapa frekuensi tertentu), tetapi tiap subcarrier system OFDM hanya mengalami flat fading (kebalikan dari frequency selective
fading)-akan dijelaskan lebih pada subbab berikutnya- pelemahan yang disebabkan oleh flat fading lebih mudah dikendalikan sehingga performansi dari system mudah ditingkatkan. Dengan kata lain teknologi OFDM dapat “mengubah” frequency selective fading menjadi flat fading karena meskipun system secara keseluruhan memiliki kecepatan transmisi yang sangat tinggi sehingga mempunyai bandwidth yang lebar tetapi karena
transmisi
OFDM
menggunakan
subcarrier
yang
banyak
menyebabkan kecepatan transmisi di tiap subcarrier menjadi lebih rendah dan berdampak pula pada bandwidth yang sempit, lebih sempit daripada
Coherence Bandwidth (telah dibahas pada subbab sebelumnya).
32
•
Tidak sensitive terhadap time delay Keunggulan yang lain adalah seperti yang dijelaskan diatas karena rendahnya kecepatan transmisi tiap subcarrier berarti perioda simbolnya menjadi lebih panjang sehingga kesensitivan terhadap delay spread (penyebaran sinyal-sinyal karena multipath) menjadi berkurang.
2.4.4 Guard Interval
Pada teknologi OFDM,sinyal dibuat sedemikian rupa sehingga satu dengan yang lain orthogonal sehingga bila distorsi pada jalur komunikasi yang menyebabkan ISI (intersymbol interference) dan ICI (intercarrier interference) maka setiap subkanal dapat dengan mudah dipisahkan pada station penerima dengan menggunakan FFT. Tetapi untuk memperoleh keadaan seperti itu tentulah tidak semudah yang kita bayangkan. Karena pembatasan spektrum dari sinyal OFDM tidak teliti,sehingga terjadi distorsi linear yang mengakibatkan energy pada tiap-tiap subkanal menyebar ke subkanal di sekitarnya dan hal inilah yang menyebabkan terjadinya ISI. Solusinya adalah menambah Guard Interval yang sering disebut dengan Cyclic Prefix.
Cyclic Prefix yang selanjutkan akan disebut CP adalah deretan bit yang dibentuk dengan menyalin ulang sebagian bit-bit suatu simbol OFDM, kemudian menempatkan bit-bit tersebut di awal simbol. Dengan adanya tambahan CP ini, sinyal OFDM tidak akan mengalami ISI selama besar delay spread kanal lebih pendek dari durasi CP. ISI hanya akan berpengaruh pada bagian simbol yang berupa CP saja, sedangkan data payload OFDM tidak mengalami distorsi akibat ISI. Besar durasi CP bisa dikonfigurasikan 1/32, 1/16, 1/8 atau 1/4 dari panjang simbol OFDM. Gambar 2.17 menunjukkan ilustrasi penambahan CP pada suatu sinyal OFDM untuk mencegah ISI.
33
Gambar 2.17 Penambahan Cyclic Prefix pada sinyal OFDM [15] Gambar 2.18 berikut ini mengilustrasikan bagaimana CP mencegah terjadinya distorsi pada simbol OFDM akibat pengaruh ISI.
Gambar 2.18 Cyclic Prefix mencegah terjadinya ISI pada simbol OFDM [15]
34