BAB II Teori Dasar
2.1
Sistem Pipeline Pipeline adalah sebuah pipa dengan ukuran tertentu yang disambung untuk
mengalirkan fluida dari area satu ke area yang lain. Dengan pipeline maka fluida dapat dialirkan dari suatu proses ke proses yang lain. Tanpa adanya pipeline tersebut maka akan sulit sekali bagi industri proses untuk menghasilkan produk sesuai dengan spesifikasi yang diinginkan. Pipelines dibagi menjadi tiga kategori: 1. Export line / Trunk line Export pipeline adalah pipeline yang manyalurkan minyak atau gas olahan antara satu platform ke platform lainnya. atau antara platform dengan fasilitas di darat. 2. Flowline Flowline adalah pipeline yang menyalurkan fluida dari sumur pengeboran ke downstream process component yang pertama. 3. Injection line Injection line adalah pipeline yang mengarahkan cairan atau gas untuk mendukung aktifitas produksi (contoh: injeksi air atau injeksi gas, gas lift, chemical injection line)
Sebuah pipeline harus mempunyai beberapa kriteria yang harus dipenuhi sebagai berikut: 1. Mampu menahan tekanan akibat fluida didalamnya (tekanan). Untuk mengalirkan fluida dari satu titik ke titik lainnya memerlukan suatu perbedaan tekanan. Tanpa perbedaan tekanan tersebut fluida tidak akan dapat mengalir. Selain itu untuk suatu proses tertentu hanya dapat
5
terlaksana pada tekenan tertentu. Sehingga suatu pipa dalam sebuah pipeline harus mampu menahan beban akibat tekanan tersebut supaya fluida yang didalamnya tidak mengalami kebocoran dan mengalir keluar. 2. Mampu mengatasi gaya gesek akibat aliran fluida. Aliran fluida didalam pipa tersebut akan mengakibatkan gaya gesek terhadap dinding pipa akibat adanya viskositas dari fluida dan kecepatan alirannya. Semakin besar viskositas fluida tersebut akan semakin besar gaya gesek yang ditimbulkannya, sehingga suatu pipa harus mampu menahan gaya gesek yang ditimbulkan fluida tersebut. 3. Mampu mengatasi momen akibat gaya berat pipa (beban statik) dan fluida didalamnya (beban dinamik) serta akibat gaya-gaya luar. Berat pipa beserta fluida didalamnya yang tidak kecil tersebut harus mampu ditahan oleh tumpuan dan sambungan flange yang ada. Semakin panjang jarak tumpuannya maka semakin berat momen yang dihasilkan sehingga memerlukan kekuatan tumpuan dan sambungan flange yang lebih besar. 4. Mampu mengatasi beban fatigue. Rotating equipment seperti pompa dan generator yang selalu berputar mengakibatkan beban fatigue terhadap pipeline yang berhubungan langsung terhadapnya. Dengan adanya beban fatigue dapat mengakibatkan jenis kegagalan tersendiri terhadap pipeline tersebut. Sehingga sebuah pipeline harus memiliki kemampuan untuk menahan beban fatigue. 5. Mampu mengatasi beban termal Fluida didalam pipeline tersebut beroperasi pada temperatur yang berbedabeda tergantung pada proses yang dilakukan. Temperatur yang tinggi tersebut mengakibatkan material pipa mengalami ekspansi. Sehingga suatu pipeline harus dapat menahan beban eksapansi yang diakibatkan temperatur yang tinggi tersebut.
6
Gambar 2. 1 Contoh Sistem Perpipaan[5]
Dalam sebuah sistem perpipaan terdapat berbagai macam komponen didalamnya seperti katup, percabangan, belokan dan lain sebagainya. Dalam menyambungkan berbagai macam komponen dengan pipa dalam sistem perpipaan tersebut selalu menggunakan sambungan flange. Sambungan flange tersebut harus memiliki performansi yang sangat baik dan memiliki semua kriteria yang harus dimiliki sebuah pipeline seperti yang dijelaskan diatas. Demikian juga spesifikasi yang dimiliki oleh sebuah sambungan flange tersebut harus diketahui benar-benar ketika mau melakukan pemasangan maupun penggantian.
2.2
Risk Based Inspection Risk Based Inspection adalah salah satu program dimana inspeksi terhadap
suatu pipeline atau sistem dilakukan berdasarkan resiko yang dapat ditimbulkan. Semakin besar resiko yang dapat ditimbulkan dari suatu pipeline, maka semakin rutin program inspeksi yang dilakukan. Dengan melakukan inspeksi seperti corrective maintanance dan sebagainya, diharapkan kerusakan, kegagalan atau resikonya bisa dikurangi. Yang dimaksud dengan resiko tersebut adalah kemungkinan dampak yang dapat ditimbulkan suatu pipeline terhadap lingkungan dan orang disekelilingnya, serta berbagai macam kerugian yang dapat ditimbulkan seperti kerugian ekonomi akibat berhentinya proses produksi. Pada Risk Based Inspection program tersebut,
7
besarnya resiko didefinisikan dari perkalian antara Consequence of Failure dan Probability of Failure. Dimana Consequence of Failure menggambarkan besarnya konsekuensi yang dapat ditimbulkan terhadap lingkungan sekitarnya. Sedangkan Probability of Failure menyatakan besarnya kemungkinan kerusakan yang dapat terjadi akibat pembebanan dan sebagainya. Hal ini dapat dilihat pada gambar dibawah ini.
Gambar 2. 2 Diagram RBI[3]
Risk
Probability
Consequence
RISK = Pof x Cof Gambar 2. 3 Risk Assessment Model[3]
8
Dari gambar Diagram RBI diatas dapat dilihat ada beberapa kegiatan untuk melakukan RBI program antara lain adalah pengumpulan data, pengkategorian resiko dan perencanaan program inspeksi. Output utama dari program tersebut adalah sebuah program inspeksi, dimana diketahui kapan akan melakukan suatu inspeksi dengan metode tertentu. Pada kesempatan kali ini penuis hanya menjelaska tentang pengkategorian resiko. Secara umum, besarnya nilai kategori resiko sebuah pipeline dikategorikan dengan menggunakan mapping dari kategori resiko. Dimana nilai tersebut didapatkan dari perkalian antara probaility of failure dan consequence of failure. Berikut diberikan contoh mapping pengkategorian resiko.
Gambar 2. 4 Risk Matrix Berdasarkan API 581[1]
Gambar risk matrix diatas menunjukkan daerah dimana suatu pipeline masih dapat diterima atau harus melakukan corrective maintenance terhadap pipeline tersebut. Daerah atau range tersebut berada didaerah tertentu berdasarkan nilai consequence dan probability. Dengan mengetahui risk suatu pipeline diharapkan unscheduled shutdown dapat dikurangi.
9
Pada penganalisaan sebuah pipeline perlu sekali untuk membagi pipeline tersebut menjadi beberapa bagian berdasarkan kondisi dalam pipeline tersebut itu sendiri dan kondisi lingkungannya. Misalkan untuk bagian pipeline yang merupakan minor atau mayor harus dibagi berdasarkan ukuran diameternya. Sedangkan untuk kondisi lingkungan dimana pipeline ditempatkan juga harus dibedakan. Misalkan untuk bagian pipeline yang terletak diatas tanah akan berbeda dengan bagian pipeline yang memotong sungai. Misalkan juga pipeline yang ada di hutan akan berbeda dengan pipeline yang menembus jalan raya di hutan tersebut. Segmen 1
Segmen 2
Segmen 3
Gambar 2. 5 Pembagian Pipeline Menjadi Beberapa Segmen[2]
Pembagian tersebut dilakukan berdasarkan karakteristik dari pipeline yang berbeda-beda setiap kondisi lingkungan yang berbeda. Misalkan dijalan akan menerima beban dinamik yang lebih sering dibandingkan yang ditengah hutan. Sedangkan untuk sebuah pipeline yang mempunyai panjang yang besar bisa menembus sungai, jalan raya dan sebagainya. Untuk setiap bagian tersebut harus dianalisis berdasarkan karakteristik dan kondisi lingkungannya masing-masing. Dibawah
ini
ditunjukkan
dua
pengkategorian resiko sebuah pipeline.
10
buah
metode
untuk
menentukan
2.3
Pengkategorian Resiko Berdasarkan Metode Muhlbauer Metode pertama yang digunakan untuk menentukan besarnya kategori
resiko sebuah pipeline adalah metode Muhlbauer. Dalam metode ini ada beberapa faktor yang diperhitungkan untuk menentukan besarnya kategori resiko sebuah pipeline. Beberapa faktor yang mempengaruhi dapat dilihat pada gambar dibawah ini.
Gambar 2. 6 Flowchart Pengkategorian Resiko Metode Muhlbauer[2]
Dari Flowchart diatas dapat kita lihat beberapa faktor yang menentukan kategori resiko suatu pipeline. Dari sini kita akan mengetahui besarnya resiko tersebut berdasarkan skor relatif yang diperoleh suatu pipeline dengan memasukkan setiap faktor yang ada. 2.3.1 Probability of Failure (PoF) Probability of Failure menyatakan besarnya kemungkinan suatu pipeline atau sistem untuk mengalami kegagalan. Besarnya suatu kemungkinan tersebut dipengaruhi oleh beberapa faktor. Dalam pipeline risk assessment tersebut ada beberapa faktor antara lain adalah third-party damage factor, corrosion factor, design factor dan incorrect operation factor. Setiap faktor tersebut menentukan seberapa besar kemungkinan terjadinya kegagalan. Misalnya untuk faktor korosi, maka untuk pipeline yang berada pada daerah yang memiliki korosivitas tinggi akan mengakibatkan mudah terkorosi,
11
sehingga kemungkinan untuk terjadinya kegagalan akibat korosi tersebut semakin besar.
2.3.2 Consequence of Failure (CoF) Consequence of Failure (CoF) menyatakan besarnya konsekuensi yang dapat ditimbulkan akibat adanya kegagalan dari suatu pipeline atau sistem. Setelah mengetahui besarnya konsekuensi yang mungkin dapat ditimbulkan maka dapat ditentukan besarnya resiko yang dapat ditimbulkan. Besarnya kategori CoF berdasarkan metode Muhlbauer ini lebih mengarah kepada lingkungan sekitar pipeline. Pada pengkategorian resiko metode Muhlbauer ini, CoF disebut sebagai Leak Impact Factor yang menyatakan besarnya akibat yang dapat ditimbulkan karena kegagalan / kebocoran suatu pipeline.
Gambar 2. 7 Leak Impact Factor (CoF) Flowchart[2]
Dari flowchart diatas dapat dilihat beberapa faktor yang mempengaruhi CoF. Pada PoF nilai masing – masing faktor dijumlahkan, sementara pada CoF setiap faktor dikalikan satu dengan yang lainnya untuk mendapatkan besarnya nilai consequence of failure tersebut. Untuk lebih jelasnya tentang setiap faktor tersebut akan dibahas pada pembahasan selanjutnya tentang Leak Impact Factor.
12
2.3.3 Third-party Damage Factor Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, salah satu faktor yang mempengaruhi PoF atau kemungkinan terjadinya kegagalan adalah third-party damage. Faktor ini memperhitungkan kemungkinan terjadinya kegagalan akibat adanya pengaruh dari aktivitas disekeliling dari pipeline tersebut. Misalnya adalah pengaruh dari aktivitas manusia terhadap eksitasi dari pipeline. Semakin jauh dari kontak terhadap manusia maka semakin kecil resiko yang dapat ditimbulkan. Dalam
third-party
damage
ini
terdapat
beberapa
faktor
yang
diperhitungkan. Untuk setiap faktor ini memberikan pengaruh yang berbeda-beda berdasarkan dengan efek yang dihasilkan. Untuk menghasilkan seberapa besar pengaruh third-party damage factor ini, kita harus memperhitungkan setiap faktor yang mempengaruhinya. Setelah mengetahui berapa besar pengaruh setiap faktor, kemudian kita jumlahkan dan dihasilkan seberapa besar kemungkinan terjadinya kegagalan yang diakibatkan oleh third-party damage factor tersebut. Dari masing – masing faktor tersebut mempunyai skor masing – masing. Penentuan skor untuk masing – masing komponen adalah sebagai berikut[2]: 1. Minimum depth of cover (weighting: 20%), that consider to: a. Soil cover b. Type of soil (rock, clay, sand, etc.) c. Pavement type (asphalt, concrete, none, etc.) d. Warning tape or mesh e. Water depth Dari faktor – faktor tersebut telah didapatkan beberapa poin sebagai berikut: -
20 – (Amount of cover in inches ÷ 3) = point value …………...(2-1)
-
Depth below water surface:
-
i. 0-5 ft
7 pts
ii. 5 ft – maximum anchor depth
4 pts
iii. > maximum anchor depth
0 pt
Depth bellow bottom of waterway (add these points to the points from depth bellow water surface):
13
-
i. 0-2 ft
10 pts
ii. 2-3 ft
7 pts
iii. 3-5 ft
5 pts
iv. 5 ft – maximum dredge depth
3 pts
v. > maximum dredge depth
0 pt
Concrete coating (add these points to the points assigned for water depth and burial depth):
-
i. None
5 pts
ii. Minimum 1 in.
0 pt
Adding for cover: i. 2 in. of concrete coating = 8 in. off additional cover ii. 4 in. of concrete coating = 12 in. of additional cover iii. Pipe casing = 24 in. of additional cover iv. Concrete slab (reinforced) = 24 in. of additional cover v. Warning tape = 6 in. of additional cover vi. Warning mesh = 18 in. of additional cover
2. Activity level (weighting: 20%), that consider to: a. Population density b. Stability of the area (construction, renovation, etc.) c. One calls d. Other buried utilities e. Anchoring, dredging Dari faktor – faktor tersebut telah didapatkan beberapa poin sebagai berikut: -
High activity level (20 points) This area is characterized by one or more of the following: i. Class 3 population density (as defined by DOT CFR49 part 192) ii. High population density as measured by some other scale iii. Frequent construction activities
14
iv. High volume of one-call or reconnaissance reports (>2 per week) v. Rail or roadway traffic that poses a thread vi. Many other buried utilities nearby vii. Frequent damage from wildlife viii. Normal anchoring area when offshore ix. Frequent dredging near the offshore line -
Medium activity level (12 points) This area is characterized by one or more of the following: i. Class 2 population density (as defined by DOT) ii. Medium population density nearby, as measured by some other scale iii. No routine construction activities that could pose a threat iv. Few one-call or reconnaissance report (<5 per month) v. Few buried utilities nearby vi. Occasional wildlife damage
-
Low activity level (5 points) This area is characterized by all of the following: i. Class 1 population density (as defined by DOT) ii. Rural, low population density as measured by some other scale iii. Virtually no activity report (<10 per year) iv. No routine harmful activities in the area (agricultural activities where the equipment cannot penetrate to within I ft of the pipeline depth are sometimes consider harmless)
-
None (0 point) The maximum point level is awarded when there is virtually no chance of any digging or other harmful third-party activities near the line.
15
3. Aboveground facilities (weighting: 10%), a. Vulnerability (distance, barriers, etc.) b. Threats (traffic volume, traffic type, aircraft, etc.) Dari faktor – faktor tersebut telah didapatkan beberapa poin sebagai berikut: -
No aboveground facilities
-
Aboveground facilities
0 pt 10 pts
Reduce any of the following that apply (total not to exceed 10 pts): i. Facilities more than 10 ft from vehicle
5 pts
ii. Area surrounded by 6-ft chain-link fence
2 pts
iii. Protective railing (4-in. steel pipe or better)
3 pts
iv. Trees (12 in. in diameter), wall, or other substantial structure(s) between vehicles and facility
4 pts
v. Ditch (minimum 4-ft depth/width) between vehicles and facility
3 pts
vi. Signs (“Warning,” ”No Trespassing,” “Hazard,” etc.) 1 pt
4. Line locating (weighting: 15%), a. Mandated b. Response by owner c. Well-known and used Dari faktor – faktor tersebut telah didapatkan beberapa poin sebagai berikut: -
Effectiveness
6 pts
-
Proven record of efficiency and reliability
2 pts
-
Widely advertised and well known in community
2 pts
-
Meet minimum ULCCA standards
2 pts
-
Appropriate reaction to calls
5 pts
-
Maps and records
4 pts
16
Final score = 15 – (sum of all points has gotten from above) ……...(2-2) But minimum score = 0 pt
5. Public education (weighting: 15%), a. Methods (door-to-door, mail, advertisements, etc.) b. Frequency Dari faktor – faktor tersebut telah didapatkan beberapa poin sebagai berikut: -
Mailouts
2 pts
-
Meetings with public officials once per year
2 pts
-
Meetings with local contractors/excavators once per year 2 pts
-
Regular education programs for community groups
2 pts
-
Door-to-door contact with adjacent residents
4 pts
-
Mailouts to contractors/excavators
2 pts
-
Advertisements in contractor/utility publications once per year
1 pt
Final score = 15 – (sum of all points has been gotten from above) … (2-3)
6. Right-of-way condition (weighting: 5%), a. Signs (size, spacing, lettering, phone numbers, etc.) b. Markers (air vs ground, size, visibility, spacing, etc.) c. Overgrowth d. Undergrowth
Dari faktor – faktor tersebut telah didapatkan beberapa poin sebagai berikut: -
Excellent
(0 pt)
Clear and unencumbered ROW; route clearly indicated; signs and markers visible from any point on ROW or from above; even if one sign is missing, signs and markers at all roads, railroads, ditches,
17
water crossings; all changes of direction are marked; air patrol markers are present. -
Good
(2 pts)
Clear route (no overgrowth obstructing the view along the ROW from ground level or above); well marked; markers are visible from every point of ROW or above if all are in place; signs and markers at all roads, railroads, ditches, water crossings. -
Average
(3 pts)
ROW not uniformly cleared; more markers are needed for clear identification at roads, railroads and waterways.
-
Bellow average
(4 pts)
ROW is overgrown by vegetation in some places; ground is not always visible from the air or there is not a clear line of sight along the ROW from ground level; indistinguishable as a pipeline ROW in some places; poorly marked. -
Poor
(5 pts)
Indistinguishable as a pipeline ROW; no (or inadequate) markers present.
7. Patrol (weighting: 15%), a. Ground patrol frequency b. Ground patrol effectiveness c. Air patrol frequency d. Air patrol effectiveness Dari faktor – faktor tersebut telah didapatkan beberapa poin sebagai berikut: -
Daily
0 pt
-
Four days per week
3 pts
-
Three days per week
5 pts
-
Two days per week
6 pts
18
-
Once per week
8 pts
-
Less than four times per month; more than once per month 11 pts
-
Less than once per month
13 pts
-
Never
15 pts
Untuk setiap faktor tersebut harus diperhitungkan. Dan diharapkan setiap analisis yang dilakukan harus memperhitungkan hal tersebut. Dan setelah setiap faktor diperhitungkan kemudian kita menjumlahklannya dan diperoleh skor dari third-party damage factor tersebut. Setelah diketahui berapa faktor yang diperoleh kemudian kita dapat menentukan apakah pipeline tersebut termasuk kedalam kategori tinggi, sedang atau rendah kemungkinannya untuk gagal yang diakibatkan oleh faktor tersebut.
2.3.4 Corrosion Factor Faktor ini memperhitungkan kemungkinan terjadinya korosi yang diakibatkan oleh faktor lingkungan maupun produk didalam pipeline itu sendiri. Semakin korosif suatu lingkungan atau fluida didalam pipeline tersebut maka akan semakin besar kemungkinan untuk terjadinya kegagalan yang diakibatkan oleh korosi tersebut. Demikian juga kondisi dari pipeline itu sendiri. Misalkan kondisi coating atau proteksi katodik yang digunakan mempunyai pengaruh terhadap ketahanan pipeline tersebut terhadap korosi yang dapat terjadi. Semakin baik kondisinya maka semakin kecil kemungkinan untuk terjadinya kegagalan yang diakibatkan oleh korosi tersebut. Untuk mengetahui seberapa besar pengaruh dan bagaimana menentukan besarnya nilai atau skor yang diperoleh pada faktor tersebut dapat dilihat pada penjelasan dibawah ini. Indek korosi tersebut bergantung pada beberapa faktor dibawah ini[2]:
19
1. Atmospheric corrosion (weighting: 10%), yang bergantung pada: a. Atmospheric Exposures (weighting: 5%) -
Casings
-
Ground soil interface
-
Hot spot
Dari semua faktor diatas didapatkan beberapa poin sebagai berikut berdasarkan setiap faktornya: i. Air/Water interface
5 pts
ii. Casing
4 pts
iii. Insulation
3 pts
iv. Supports/hangers
3 pts
v. Ground/air interface
2 pts
vi. Other exposures
1 pt
vii. None
0 pt
b. Atmospheric Type (weighting: 2%) -
Temperature
-
Humidity
-
Contaminants
Dari semua faktor diatas didapatkan beberapa poin sebagai berikut berdasarkan setiap faktornya: i. Chemical and marine
2 pts
ii. Chemical and high humidity
1.5 pts
iii. Marine, swamp, coastal
1.2 pts
iv. High humidity and high temperature 0.8 pts v. Chemical and low humidity
0.4 pts
vi. Low humidity and low temperature 0 pt vii. No exposure
0 pt
20
c. Atmospheric Coating (weighting: 3%) -
Fitness (weighting: 1.5%) Based on quality of coating and it application. Dari faktor tersebut telah didapatkan poin sebagai berikut:
-
i. Good
0 pt
ii. Fair
0.5 pts
iii. Poor
1 pt
iv. Absent
1.5 pts
Conditions (weighting: 1.5%) Based on quality of inspection and defect correction program. Dari faktor tersebut telah didapatkan poin sebagai berikut: i. Good
0 pt
ii. Fair
0.5 pts
iii. Poor
1 pt
iv. Absent
1.5 pts
2. Internal Corrosion (weighting : 20%), yang bergantung pada: a. Product Corrosivity (weighting: 10%) -
Flowstream Conditions
-
Upset Conditions
Dari semua faktor diatas didapatkan beberapa poin sebagai berikut berdasarkan setiap faktornya: i. Strongly corrosive
10 pts
ii. Mildly corrosive
7 pts
iii. Corrosive only under special conditions
3 pts
iv. Never corrosive
0 pt
b. Preventions (weighting: 10%) -
Internal coating
-
Operational measures
21
-
Monitoring
Dari semua faktor diatas didapatkan beberapa poin sebagai berikut berdasarkan setiap faktornya: i. None
10 pts
ii. Internal monitoring
8 pts
iii. Inhibitor injection
6 pts
iv. Not needed
0 pt
v. Internal coating
5 pts
vi. Operational measures
7 pts
vii. Pigging
7 pts
3. Subsurface Corrosion (weighting : 70%), bergantung pada: a. Subsurface Environment (weighting : 20%) -
Soil Corrosivity (weighting : 15%) i. Resistivity ii. pH iii. MIC Based on resistivity: High
6 pts
Medium
3 pts
Low
0 pt
Do not known
6 pts
Based on pH: A pH < 3 and 9 < PH
5.25 pts
pH = 3 – 9
0
pt
Based on MIC: No MIC
0 pt
MIC
3.75 pts
22
[Soil corrosicity score] = [Resistivity score] + [pH score] + [MIC] …………………………………………………………… (2-4)
-
Mechanical Corrosion (weighting : 5%) i. Stress level ii. Stress cycling iii. Temperature iv. Coating
Maximum score (5 pts) will calculated if all of the following criteria are present: Operating stress > 60% specified minimum yield strength Operating temperature > 100o F Distance from compressor station < 20 miles Age > 10 years Coating system other than fusion bonded epoxy (FBE)
b. Cathodic Protection (weighting : 25%) -
Effectiveness (weighting : 15%) i. CIS polarization
0 pt
If CIS polarization not applied ii. CIS on (current applied) If CIS polarization on not applied iii. CIS off (current is interrupted) If CIS polarization off not applied
7.5 pts 0 pt 4.5 pts 0 pt 3 pts
[Effectiveness] = [CIS polarization] + [CIS on] + [CIS off] ..(2-5)
-
Interference Potential (weighting : 10%) i. AC related No AC power is within 1000 ft of pipeline
23
0 pt
AC power is nearby, but preventive measure are being used to protect the pipeline
1-2 pts
AC power is nearby, but no preventive actions are being taken
3 pts
ii. Shielding (blocking of protective currents) Shielding situations is apply like coating
1 pt
No potential for shielding
0 pt
iii. DC related Other buried metal in maximum distance 500 ft 6 pts More than 500 ft
0 pt
[Interference Potential] = [AC related] + [Shielding] + [DC related]…………………………………………………………………(2-6)
c. Coating (weighting : 25%) -
Fitness (weighting : 10%) Coating fitness Good Fair
3.33 pts
Poor
6.66 pts
Absent -
0 pt
10 pts
Condition (weighting : 15%) i. Inspection Good
0 pt
Fair
3 pts
Poor
4.5 pts
Absent
7.5 pts
ii. Correction of defects Good
0 pt
Fair
3 pts
Poor
4.5 pts
24
Absent
7.5 pts
Untuk setiap kondisi yang terjadi harus diperhitungkan dengan memasukkan setiap faktor tersebut. Barulah kemudian dijumlahkan sehingga diketahui seberapa besar kemungkinan terjadinya kegagalan yang diakibatkan oleh faktor tersebut.
2.3.5 Design Factor Faktor desain merupakan sebuah faktor yang memperhitungkan kekuatan desain suatu pipeline terhadap beban yang ditanggungnya. Pada faktor ini memperhitungkan beberapa faktor seperti safety factor, kekuatan terhadap beban fatigue, test kekuatannya dan lain sebagainya. Semua faktor ini lebih memperhitungkan integritas suatu pipeline tersebut terhadap kondisi operasi dan umur operasinya. Faktor – faktor desain ini menghasilkan beberapa perhitungan poin yang akan dijumlahkan untuk mendapatkan desain faktor kategori tinggi, medium atau rendah. Perhitungan poin tersebut adalah sebagai berikut[2]: 1. Safety factor (weighting: 35%), that consider to: a. Max pressure
f. Diameter
b. Normal pressure
g. Strength of fittings
c. Material strength
h. Valves
d. Pipe wall thickness
i. Components
e. External loading
Dari semua faktor diatas didapatkan beberapa poin sebagai berikut berdasarkan setiap faktornya: -
Based on actual wall thickness: (2 – t) x 35 = point value…………………………………………(2-7) But, when t < 1, point value is 45 pts
25
t = ratio of actual pipe wall thickness to pipe wall thickness required or we can see in this table:
Tabel 2. 1 Actual Thickness Score[2]
-
t
Points
< 1.0
45 (warning)
1.0 – 1.1
31.5
1.11 – 1.20
28
1.21 - 1.40
21
1.41 – 1.60
14
1.61 – 1.80
7
> 1.81
0
Based on operating pressure: [2 - (Design-to-MOP ratio)] x 35 = point value……………...(2-8) But, when (Design-to-MOP ratio) < 1, point value is 45 pts MOP = Maximum operating pressure Design = Design pressure or we can see in this table: Tabel 2. 2 Design-to-MOP ratio Score[2] Design-to-MOP ratio
Points
2.0
0
1.75 – 1.99
7
1.50 – 1.74
14
1.25 – 1.49
21
1.10 – 1.24
28
1.00-1.09
35
<1.00
45 (warning)
26
2. Fatigue (weighting: 15%), that consider to: a. Pressure cycle magnitude b. Pressure cycle frequency c. Material toughness d. Diameter/wall thickness ratio Dari semua faktor diatas didapatkan beberapa poin sebagai berikut berdasarkan setiap faktornya: Tabel 2. 3 Score of MOP and Life Cycles Combination[2] %MOP
Lifetime Cycles 3
3
4
<10
10 – 10
104 – 105
105 – 106
>106
100
8
10
12
14
15
90
6
9
11
13
14
75
5
8
10
12
13
50
4
7
9
11
12
25
3
6
8
10
11
10
2
5
7
9
10
5
1
4
6
8
9
3. Surge potential (weighting: 10%), that consider to: a. Fluid bulk modulus b. Pipe modulus of elasticity c. Rate of flow stoppage d. Flow rates Dari semua faktor diatas didapatkan beberapa poin sebagai berikut berdasarkan setiap faktornya: Based on evaluate the chances of a pressure surge of magnitude greater than 10% of system MOP: -
High Probability
10 pts
-
Low probability
5 pts
-
Impossible
0 pt
27
4. Integrity Verification (weighting : 25%), that consider to: a. Verification date b. Pressure test level Dari semua faktor diatas didapatkan beberapa poin sebagai berikut berdasarkan setiap faktornya: -
(1.5 - H) x 30 = point score (up to a maximum of 15 points)...(2-9) But, when H < 1, point value is 15 pts Else when H > 1.41, point value is 0 pt H = Test pressure/MOP i. H<1.10 (1.10 = test pressure 10% above MOP)
-
15 pts
ii. 1.11
10 pts
iii. 1.26
5 pts
iv. H>1.41
0 pt
Time since last test: ………………………………………………(2-10) Points = years since test But when (years since inspection) > 10, point value is 10 pts Point based on pressure test = (2-91) + (2-10)
5. Land movement (15% weighting in example model) a. Seismic shaking b. Fault movement c. Subsidence d. Landslide e. Water bank erosion Dari semua faktor diatas didapatkan beberapa poin sebagai berikut berdasarkan setiap faktornya: Potential for significant (damaging) soil movement: -
High
15 pts
-
Medium
10 pts
-
Low
5 pts
-
None
0 pt
28
-
Unknown
15 pts
2.3.6 Incorrect Operation Factor Pada incorrect operation factor tersebut lebih memperhitungkan kepada kehandalan dari proses perancangan pipeline sebelum dibuat, proses pemasangan dari pipeline tersebut, proses operasi sehari – hari termasuk operatornya dan proses maintenance dari pipeline itu sendiri. Semakin ideal suatu proses tersebut terhadap suatu standar yang baku maka kemungkinan untuk gagal akan semakin berkurang. Sedangkan jika proses tersebut jauh lebih buruk dari apa yang seharusnya maka akan semakin besar kemungkinannya suatu pipeline tersebut akan mengalami kegagalan. Misalkan ketika pemasangan atau konstruksi dari pipeline tersebut sembarangan tanpa suatu prosedur yang jelas maka kemungkinan gagal karena faktor ini akan semakin besar jika dibandingkan dengan pemasangan dengan prosedur yang benar. Faktor incorrect operation ini terdiri dari banyak beberapa faktor yang diperhitungkan. Pemberian poin untuk setiap faktor sebagai berikut[2]: 1. Design (weighting: 30%), that consider to: a. Hazard Identification
(4%)
For every one criteria that following will reduce of maximum point (4): -
Hazard studies
-
Hazard documentation
-
Current condition identification
-
Formal hazard identification process
b. MOP Potential
(12%)
From this factor has been gotten points based on assignment schedule: -
Routine
12 pts
-
Unlikely
7 pts
-
Extremely Unlikely
2 pts
-
Impossible
0 pt
29
c. Safety Systems (10%) From this factor has been gotten points based: -
No safety devices present
10 pts
-
On site, one level only
7 pts
-
On site, two or more levels
4 pts
-
Remote, observation only
9 pts
-
Remote, observation and control
7 pts
-
Non-owned, active witnessing
12 pts
-
Non-owned, no involvement
13 pts
-
Safety systems not needed
0 pt
d. Material Selection (2%) -
All new and replacement material conform to original specification
0 pt
-
Several conform to original specification
1 pt
-
Never conform to original specification
e. Checks
2 pts
(2%)
-
Design process was carefully monitored and checked 0 pt
-
Random monitored and checked
1 pt
-
Never monitored and checked
2 pts
2. Construction process when installation (weighting: 20%), that consider to: a. Inspection when build the construction
(10%)
-
All aspect of construction is checked by inspection
0 pt
-
Random inspection
5 pts
-
Never inspected
10 pts
b. Materials (2%) -
Procedural material selection
0 pt
-
No procedural material selection
2 pts
c. Joining
(2%)
-
All of joints are inspected by industry-accepted practices0 pt
-
Several joints are inspected
30
1 pt
-
No inspection
d. Backfill
2 pts
(2%)
-
Apply of knowledge of good backfill/support technique 0 pt
-
No knowledg
2 pts
e. Handling (2%) -
Good materials handling practise and storage technique 0 pt
-
Good enough materials handling practise and storage technique
-
1 pt
Worst materials handling practise and storage technique
f. Coating
2 pts
(2%)
-
Constructor care in applying and reapplied coating
0 pt
-
Sometimes care to applying coating
1 pt
-
Not care to applying coating
2 pts
3. Operations (weighting: 35%), that consider to: a. Procedure -
(7%)
Procedure quality and use of all pipeline operating aspect are exist
0 pt
-
Just several aspect procedure are exist
4 pts
-
No existing procedure
7 pts
b. SCADA/Communications
(3%)
-
All critical activities are monitored
0 pt
-
Most critical activities are monitored
1 pt
-
Some critical activities are monitored
2 pts
-
No SCADA system exist
3 pts
c. Drug Testing
(2%)
-
All employees are tested
0 pt
-
Random testing
1 pt
-
No drug testing
2 pts
d. Safety Programs -
(2%)
Strong safety program
31
0 pt
-
Just critical area safety program
1 pt
-
No safety program
2 pts
e. Surveys/Maps/Records
(5%)
All of the following criteria is reducing one score of maximum score for every criteria based on characteristic of maps/records : -
Comprehensive : amount of the system covered by maps and records
-
Detail : level of detail shown (depth, landmarks, pipe specification, leak history, current condition, etc)
-
Clarity : ease of reading
-
Timeliness of update
-
Document management system : ensuring version control and ready access to information
f. Training
(10%)
All of the following criteria will reduce of maximum score based on every criteria : -
Documented minimum requirements
2 pts reducing
-
Testing
2 pts reducing
Topic recovered: i. Product characteristic
0.5 pts reducing
ii. Pipeline material stresses
0.5 pts reducing
iii. Pipeline corrosion
0.5 pts reducing
iv. Control and operations
0.5 pts reducing
v. Maintenance
0.5 pts reducing
vi. Emergency drills
0.5 pts reducing
-
Job procedure (as appropriate)
2 pts reducing
-
Scheduled retraining
1 pt reducing
g. Mechanical Error Preventers
(6%)
-
Three-way valves with dual instrumentation
2 pts
-
Lock-out devices
4 pts
-
Key-lock sequence programs
4 pts
-
Computer permissives
4 pts
32
-
Highlighting of critical instruments
5 pt
4. Maintenance (weighting : 15%), that consider to: a. Documentation
(2%)
-
Documentation of every maintenance program 0 pt
-
Critical area documentation
1 pt
-
No documentation
2 pts
b. Schedule
(3%)
-
Good schedule for routine maintenance
0 pt
-
Critical equipment maintenance schedule
1 pt
-
No schedule
3 pts
c. Procedures
(10%)
-
All equipment maintenance procedure are exist
0 pt
-
Just critical equipment maintenance procedure are exist 5 pts
-
No existing procedure
10 pts
2.3.7 Leak Impact Factor (CoF) Seperti yang telah dijelaskan diatas, bahwa leak impact faktor merupakan faktor yang memperhitungkan adanya pengaruh suatu pipeline terhadap lingkungan sekitarnya yang termasuk manusia. Faktor – faktor yang mempengaruhinya dapat dilihat secara lebih lagi pada diagram alir dibawah ini. Didalam leak impact factor ini, terdapat beberapa faktor yang memberikan pengaruh terhadap kategori resiko. Setiap faktor tersebut diperhitungkan, kemudian dikalikan untuk setiap faktornya. Dari perkalian yang sifatnya linier tersebut dapat kita ambil kesimpulan apakah efek yang ditimbulkan termasuk dalam kategori rendah, medium atau tinggi.
LIF = product hazard (PH) x [leak (L) & dispersion (D)] x receptors (R)……………………………………………………………………………………(2-11)
33
1. Product Hazard, that consider to[2]: a. Acute Hazards -
Nf (Flammability factor) i. Noncombustible
Nf = 0
ii. FP>200oF
Nf = 1
iii. 100oF < FP < 200 oF
Nf = 2
iv. FP < 100oF and BP < 100 oF
Nf = 3
v. FP < 73oF and BP < 100 oF
Nf = 4
Where, FP = flash point BP = boiling point -
Nr (Reactivity factor) Exotherm, oC (peak temperature)
-
i. > 400
Nr = 0
ii. 305 – 400
Nr = 1
iii. 215 – 305
Nr = 2
iv. 125 – 215
Nr = 3
v. < 125
Nr = 4
Nh (Toxicity factor) i. No hazard beyond that of ordinary combustibles
Nh = 0
ii. Only minor residual injury is likely
Nh = 1
iii. Prompt medical attention required to avoid temporary incapacitation
Nh = 2
iv. Material causing serious temporary or residual injury
Nh = 3
v. Short exposure causes death or major injury
Nh = 4
b. Chronic Hazard, that consider to: -
Aquatic toxicity
-
Mammalian
-
Environmental persistence
toxicity
34
-
Ignitability
-
Corrosivity
-
Reactivity Assess the acute hazard Nf, Nh, and Nr Chronic model Is the product hazardous?
Yes Examples: Benzene Toluene Butadiene Chlorine
Yes
Is the product hazardous by the definition AND volatile?
Examples: Methane Ethane Propane Ethylene Propylene
RQ = 5000 RQ = 1000 RQ = 100 RQ = 10 RQ = 1
2 pts 4 pts 6 pts 8 pts 10 pts
Is a formal cleanup required? Yes
RQ = 5000 2 pts
Examples: Fuel oil Water Diesel Nitrogen Kerosene Hydrogen Brine
RQ = 100 6 pts
Gambar 2. 8 Chronic Hazard Flowchart[2]
35
No
RQ = “none” 6 pts
Tabel 2. 4 Fluid Properties Score[2] Nf
Nh
Product Chemical, etc Hidrogen Sulfide Nitrogen Methane Ethane Prophane Isobutane Normal Butane Isopentane Normalpentane Normalhexane Heptane Water Ethylene Glycol
0 4 0 4 4 4 4 4 4 4 3 3 0 1
Nr 2 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
2 4 0 0 0 1 1 1 1 1 1 3 0 2
RQ points 5 6 0 2 2 2 2 2 6 6 6 6 0 6
Tabel 2. 5 Hazardous Score to Aquatic Toxicity[2] RQ (lb)
Aquatic toxicity (LC50 range) (mg/L)
1
<0.1
10
0.1 – 1.0
100
1 – 10
1000
10 – 100
5000
100 - 500
Product Hazard score = Nh + Nf + Nr + RQ………………………(2-12) 2. Leak/Spill Volume (LV) & Dispersion (D) a. Leak/Spill Volume (LV) -
Product State
-
Product
-
Flow rate
-
Diameter
-
Failure size
-
Pressure
-
Leak detection
characteristics
36
b. Dispersion (D) -
Weather
-
Volume released
-
Topography
-
Emergency
-
Surface
flow
response
resistance -
Product characteristics
Based on final contaminant release, there are three different type of scoring system: i. Hazardous liquid releases Liquid spill score: Tabel 2. 6 Liquid Spill Score[2] Pounds spilled <1,000 1,001-10,000 10,001-100,000 100,001-1,000,000 >1,000,000
Point score 1 2 3 4 5
This quantity of spill is calculated after 10 minutes. With liquid flow: q = CA 288 ρgΔP ………………………………………(2-13)
A = cross-sectional area of the pipe (ft2) C
= flow coefficient (usually between 0.9 and 1.2)
g
= acceleration of gravity (32.2 ft/sec per second)
ΔP = change in pressure across the orifice (psi)
ρ = weight density of fluid (lb/ft3) q = flow rate (lb/sec)
37
ii. Hazardous vapor releases Gas spill score: Tabel 2. 7 Gas Spill Score[2] MW ≥50 28-49 ≤27
Product released after 10 minutes (lb) 0-5,000 5,000-50,000 50,000-500,000 >500,000 2 pts 3 pts 4 pts 1 pts 3 4 5 2 4 5 6 3
This quantity of spill is calculated after 10 minutes. With vapor flow: q = YCA 288 ρgΔP ………………………………………………(2-14)
Y
= expansion factor (usually between 0.65 and 0.95)
A = cross-sectional area of the pipe (ft2) C
= flow coefficient (usually between 0.9 and 1.2)
g
= acceleration of gravity (32.2 ft/sec per second)
ΔP = change in pressure across the orifice (psi)
ρ = weight density of fluid (lb/ft3) q = flow rate (lb/sec)
3. Receptor (R) a. Population Density (Pop) -
Population density or type
DOT classifications of house counts and equivalent densities
38
Tabel 2. 8 DOT Classification[2] DOT class
One-mile house count
location 1
One-mile population count (estimated) < 30
2
10 – 46
30 – 150
3
> 46 or high-occupancy buildings 150 – 400
4
Multistory buildings prevalent
> 400
Population density score: Tabel 2. 9 Population Density Score[2] Population type
DOT class
Extraordinary situation
Population score 10
Multistory buildings
4
8–9
Commercials
8
Residential urban
7
Residential suburban
3
Industrial
6 5
Semi rural
2
4
Rural
1
2
Isolated, very remote
1
b. Environmental Considerations (Env) -
Environmental Sensitivity
Based on table II.11 (max point = 0.9) c. High-Value Areas (HVA) -
HVA description
Based on table II.11 (max point = 0.9) Total Receptors = (Pop+Env+HVA) …………………………………(2-15)
39
Tabel 2. 10 Environmental sensitivity and HVA Score[2] Environment Sensitivity Vital sites for species propagation Water supplyer, mangrov Difficult access or extensive remediation rip rap structures or gravel beaches Mixed sand and gravel beaches national state parks and forests Fine grained sand beach bedrock river banks shoreline with rocky shores, cliffs, or bank No extra ordinary damage
High-value description Rare equipment-hard to replace facility Very high property value Important historycal or archaelogical sites Long-term damage to algiculture Low-profile hystorycal Unusual public interest in this site warehouse, storage facility, small offices Picnic grouns, gardens, high-use public area Property values are high than normal No extra ordinary damage
Receptor (R) = Population Density (Pop) + Environmental Considerations (Env) + High-Value Areas (HVA) ………………(2-16)
Dari semua faktor diatas didapatkan nilai maksimum sebagai berikut: LIF = product hazard (PH) x [leak (L) & dispersion (D)] x receptors (R) Didapatkan bahwa nilai maksimum dari LIF = 2000 poin
2.4
Pengkategorian Resiko Berdasarkan API 581 Metode perhitungan resiko yang kedua adalah dengan menggunakan API
581. Perhitungan kategori berdasarkan API 581 terdiri dari 3 tingkatan. Tingkatan – tingkatan tersebut adalah sebagai berikut. 1. Kualitatif Pengkategorian resiko kualitatif dilakukan dengan memberikan skor pada beberapa statement. Dimana untuk mendapatkan setiap skor diperlukan asumsi – asumsi yang diperlukan untuk perhitungan. Dalam perhitungan kategori ini, dilakukan dengan tidak secara detail, namun dilakukan dengan memberikan pendekatan – pendekatan. 2. Semi kuantitatif Pendekatan yang kedua ini merupakan pendekatan yang dilakukan secara lebih detail lagi. Dimana perhitungan dilakukan dengan mengunakan nilai – nilai yang secara matematik bukan dengan poin – poin yang diberikan
40
Score 0.9 0.8 0.7 0.6 0.5 0.4 0.3 0.2 0.1 0
berdasarkan berbagai asumsi. Dalam pendekatan ini, perhitungan kategori dilakukan dengan penilaian yang lebih objektif. Dimana perhitungan dilakukan dengan memperhatikan kondisi aktual dari pipeline. Dalam perhitungan kategori ini, lebih memperhatikan kondisi aktual dari pipeline dan pengaruh terhadap manusia dan lingkungan apabila terjadi kegagalan. 3. Kuantitatif Perhitungan kuatitatif merupakan perhitungan yang paling detail. Dimana perhitungannya sama dengan perhitungan semi kuantitatif. Namun pada perhitungan kuantitatif ini diperhitungkan bagaimana pengaruh terhadap segi ekonomi apabila terjadi suatu kegagalan pada sebuah pipeline, yang mana pada semi-kuantitatif tidak dilakukan. Pada kesempatan ini, penulis akan membahas tentang perhitungan secara kuantitatif saja. Hal ini dilakukan karena pendekatan berdasarkan Muhlbauer dilakukan dengan pendekatan secara kualitatif. Dimana pendekatan secara kuantitatif dilakukan dengan perhitungan yang lebih detail.
2.4.1 Perhitungan secaral kuantitatif Seperti yang telah dijelaskan diatas, bahwa dalam menghitung kategori resiko terdapat dua buah faktor yaitu probability of failure (Pof) dan consequence of failure (Cof). Untuk setiap faktor yang mempengaruhi besarnya Pof dan Cof, dapat dilihat pada gambar dibawah. Level III Risk Matrix
Probability of Failure Calculation
Generic Failure Frequency
Equipment Modification Factor
Consequences of Failure Calculation
Management System Evaluation Factor
Flammable Consequence
Environmental Consequences
Gambar 2. 9 Metode Perhitungan Secara Kuantitatif[1]
41
Business Interruption Consequences
Untuk setiap faktor yang mempengaruhi besarnya kategori sebuah pipeline tersebut, dijelaskan lebih detail pada penjelasan pada sub-bab selanjutnya. Didalam perhitungan kategori resiko berdasarkan metodologi API 581, besarnya lubang kebocoran pada pipa yang terjadi dikategorikan menjadi 4 kategori. Dimana kategori tersebut didasarkan pada besarnya ukuran rata - rata lubang kebocoran. Pengkategorian ukuran lubang tersebut dilakukan untuk mendefinisikan konsekuensi yang dapat ditimbulkan apabila terjadi kegagalan. Kategori pebagian besarnya ukuran lubang dapat dilihat pada Tabel 2. 11 dibawah ini. Tabel 2. 11 Klasifikasi Ukuran Lubang[1] Hole Size
Range
Representative Value
Small
0 – ¼ inches
¼ inch
Medium
¼ - 2 inches
1 inch
Large
2 – 6 inches
4 inch
Rupture
> 6 inches
Entire diameter of item up to a maximum size of 16 inches
Ukuran lubang tersebut diambil untuk perhitungan pada Pof dan Cof. Dimana Setiap ukuran lubang yang diambil bergantung pada ukuran diameter dari pipeline. Dalam perhitungan Pof dan Cof, ukuran lubang yang dipakai harus lebih kecil atau sama dengan diameter dari pipa. Misalkan untuk diameter pipeline 1 inch, maka ukuran lubang yang dipakai adalah ¼ dan 1 inch. Sedangkan untuk pipeline dengan diameter 4 inch, ukuran lubang yang digunakan adalah ¼, 1 dan 4 inch.
2.4.2 Probability of Failure (PoF) Seperti pada gambar 2.9 diatas, ditunjukkan bahwa terdapat 3 buah faktor yang mempengaruhi besarnya nilai PoF. Pengaruh setiap faktor terhadap besarnya nilai PoF tersebut dapat dilihat pada persamaan dibawah ini.
42
Berdasarkan API RP 581 PoF ditunjukkan hubungan sebagai berikut:
Probability of Failure (PoF) = GFF x EMF x MSEF ………………(2-17) Dimana, GFF
= frekuensi kegagalan generik (Generic Failure Frequency)
EMF
= faktor peralatan (Equipment Modification Factor)
MSEF
= faktor manajemen (Management System Evaluation Factor)
Generic Failure Frequency
X
Equipment Modification Factor
X
Management System Evaluation Factor
Technical Module Subfactor Damage rate Inspection effectiveness
Process Subfactor Continuity Stability Relief valves
Mechanical Subfactor Equipment complexity Construction code Life cycle Safety factors Vibration monitoring
Universal Subfactor Plant condition Cold weather Seismic activity
Gambar 2. 10 Metode Perhitungan Probability of Failure (PoF) [1]
Untuk mengetahui bagaimana cara untuk mendapatkan setiap nilai dari GFF, EMF dan MSEF dijelaskan pada subbab dibawah ini.
2.4.2.1 Frekuensi Kegagalan Generik (Generic Failure Frequency)
Besarnya nilai frekuensi kebocoran yang kemungkinan terjadi pada setiap peralatan ditunjukkan pada Tabel 2. 12 dibawah ini. Nilai tersebut diambil dari API 581 yang besarnya ditentukan dari penelitian yang telah dilakukan. Besarnya frekuensi kegagalan setiap peralatan berbeda – beda besarnya bergantung dengan besarnya ukuran lubang pada pipa.
43
Tabel 2. 12 Klasifikasi Ukuran Lubang[1]
2.4.2.2 Faktor Management (Management System Evaluation Factor)
Faktor management merupakan sebuah faktor yang memperhitungkan adanya pengaruh management terhadap besarnya nilai probability of failure. Besarnya nilai faktor ini dapat dilihat pada grafik dibawah ini.
Gambar 2. 11 Management Evaluation Score vs PSM Modification Factor[1]
44
2.4.2.3 Faktor Peralatan (Equipment Modification Factor)
Faktor peralatan merupakan sebuah faktor yang memiliki dampak yang cukup besar akibat frekuensi kegagalannya. Didalam sebuah peralatan terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi besarnya kategori resiko. Faktor – faktor tersebut dikategorikan sebagai berikut:
2.4.2.3.1 Technical Module Sub Factor (TMSF)
TMSF merupakan sebuah faktor yang paling berpengaruh terhadap besarnya ketegori PoF. Dalam perhitungannya TMSF berhubungan dengan tipe / jenis kegagalan yang mungkin terjadi pada peralatan secara spesifik disini adalah pipeline. Besarnya kemungkinan kegagalan tersebut diperhitungkan berdasarkan kemungkinan tipe kegagalan dari pipeline. Terdapat delapan jenis tipe kegagalan yang mungkin dapat terjadi pada pipeline. Tipe – tipe kegagalan tersebut adalah sebagai berikut:
1. Thinning 2. Stress Corrosion Cracking (SCC) 3. High Temperature Hydrogen Attack (HTHA/embrittlement) 4. Furnace Tube Failure 5. Mechanical Fatigue on Piping 6. Brittle Fracture 7. Equipment Linings 8. External Corrosion Untuk menghitung TMSF, semua kemungkinan jenis kegagalan diatas akan dipertimbangkan. Nilai masing – masing faktor berdasarkan jenis kegagalan akan diperhitungkan untuk mengetahui besarnya TMSF. TMSF adalah kombinasi dari masing – masing tipe kegaglan yang didapat dari perhitungan masing – masing faktor. Hasil dari perhitungan masing – masing faktor tersebut dijumlahkan untuk mendapatkan nilai akhir dari TMSF. Untuk
45
mengetahui perhitungan dari setiap tipe kegagalan tersebut dapat dilihat pada pejelasan dibawah ini.
1. Thinning Technical Module
Thinning technical module merupakan tie kegagalan yang paling umum terjadi pada pipeline. Dimana pipa mengalami penipisan tebal, kemudian karena penipisan
tersebut
akhirnya
kebocoran
terjadi.
Technical
module
ini
mengasumsikan bahwa mekanisme penipisan terjadi dengan laju rata-rata penipisan yang dianggap konstan. Kemungkinan kegagalan diperkirakan dengan menganalisa laju penipisan lebih besar dari apa yang diharapkan. Kemungkinan laju yang tinggi ini ditentukan melalui berbagai inspeksi dan online-monitoring yang telah dilakukan. Semakin sering inspeksi dilakukan dan dengan pemakain online monitoring yang kontinu, maka kemungkinan laju penipisan lebih besar dari yang diharapkan akan semakin kecil kemungkinannya.
a. Perhitungan a.r/t
a.r/t merupakan sebuah faktor yang diperhitungkan untuk menentukan besarnya nilai TMSF berdasarkan besarnya laju penipisan pipa. Dimana: a = umur (years)
t = tebal dinding (inches)
r = laju korosi (inches/year) Laju korosi didapatkan berdasarkan data inspeksi yang dilakukan. Dimana laju korosi merupakan perubahan tebal pipa dibagi dengan umur dari pipeline tersebut. Jika laju korosi tidak ada, pendekatan laju korosi harus ditentukan untuk setiap mekanisme penipisan yang potensial menggunakan metode pada Appendix G API 581. Dimana setiap mekanisme penipisan tersebut dipengaruhi oleh jenis fluida didalam pipeline.
46
b. Penentuan Type of Thinning
Berdasarkan hasil inspeksi yang dilakukan sepanjang dinding pipa, maka akan diketahui tipe penipisan pipa tersebut. Tipe penipisan dinding pipa ada dua macam yaitu general dan lokal. Dimana dalam sebuah pipeline, kedua tipe penipisan general dan lokal bisa diketemukan. Untuk mendapatkan nilai yang lebih konservatif, jika dalam sebuah pipeline terdapat dua tipe penipisan global dan lokal, maka perhitungan dilakukan untuk tipe penipisan yang lokal. Hal ini dilakukan karena pada umumnya, penipisan secara lokal akan memiliki laju korosi yang lebih besar dibandingkan dengan penipisan secara global. Kebocoran akan memungkinkan terjadi pada daerah yang lokal karena laju korosi yang cepat.
c. Perhitungan TMSF
Untuk menghitung besarnya TMSF yang terjadi pada pipeline, diperlukan data jumlah inspeksi dan efektivitasnya. API 581 Tabel G-6A dan B memberikan contoh dari aktifitas inspeksi untuk penipisan general dan lokal, berturut-turut keduanya intrusive (butuh masuk ke dalam peralatan) dan non-intrusive (dapat dilakukan secara eksternal) Keefektifan setiap inspeksi dapat di karakteritikan melalui tabel G6A dan G-6B pada API 581. Nilai keefektifan inspeksi paling tinggi akan digunakan untuk menentukan technical module subfactor. Jika telah dilakukan beberapa kali inspeksi dengan keefektifan yang rendah maka mereka dapat disamakan dengan setara dengan inspeksi dengan keefektifan yang tinggi berdasarkan kepada hubungan di bawah ini: 1. “Usually Effective” inspection = 1 “Highly Effective” Inspection. 2. “Fairly Effective” inspection = 1 “Usually Effective” Inspection.
47
d. Penyesuaian TMSF
Besarnya
penyesuaian
nilai
TMSF
diambil
berdasarkan
perbandingan tekanan operasi pada pipeline dengan tekanan maksimum yang diperbolehkan. Apabila pipeline beroperasi pada tekanan dibawah MAWP
(maximum allowable working pressure), hal
ini dapat
menurunkan kemungkinan terjadinya kegagalan, oleh karena itu faktor overdesign harus diperhatikan. Overdesign ratio dapat dihitung dengan menggunakan persamaan berikut: Overdesign ratio =
Tact .............................................(2-18) Tact - Remaining CA
atau
Overdesign ratio =
MAWP ...............................................................(2-19) OP
Dimana: Tact = Ratio of the actual thickness CA = Remaining corrosion allowance Rasio ini kemudian dikonversikan dengan menggunakan tabel yang disediakan oleh Tabel G-8 API 581. Untuk mengurangi kemungkinan kegagalan, online monitoring corrosion biasanya digunakan di berbagai proses untuk mencegah kegagalan akibat korosi. Dengan menggunakan on-line monitoring maka perubahan laju korosi dapat diketahui sebelum dilakukan inspeksi periodic. Online monitoring faktor dapat dilihat pada tabel G-9 API 581. Apabila dalam sebuah pipeline terdapat lebih dari satu jenis on-line monitoring, maka faktor yang tertinggi yang akan dipaka untuk perhitungan. Untuk melakukan penyesuaian TMSF dapat dihitung dengan menggunakan formula sebagai berikut: Adjusted TMSF =
Original TMSF × Overdesign Factor ...................(2-20) On-line Monitoring Factor
48
Untuk melakukan perhitungan TMSF thinning pada pipa/pipeline, ada faktor khusus yang perlu diperhitungkan. Faktor koreksi pada pipa dilakukan apabila terdapat injection poin atau deadleg. Dimana injection poin dan deadleg tersebut diperhitungkan apabila efektivitas terhadap inspeksi pada injection poin dan deadleg tersebut sangat rendah.
2. Stress Corrosion Cracking (SCC) Technical Module Bagian dari TMSF ini memperhitungkan adanya pengaruh stress
corrosion cracking (SCC). Dimana jenis dari kegagalan ini akan terjadi apabila terdapat daerah yang korosi pada pipa disertai dengan tegangan yang cukup. Biasanya kegagalan ini terjadi pada daerah lasan. Dibawah ini ditunjukkan jenis – jenis SCC yang kemungkinan dapat terjadi dikarenakan adanya lingkungan yang korosif dari fluida dalam
pipeline maupun lingkungan luar. a. Caustic cracking b. Amine cracking c. Sulfide Stress cracking d. Hydrogen-induced
cracking
dan
Stress-oriented
hydrogen-
induced cracking (SOHIC) e. Carbonate cracking f. Polythionic acid cracking (PTA) g. Chloride cracking (CISCC) h. Hydrogen stress cracking pada HF (HSC-HF) i. HIC/SOHIC – HF Seperti pada thinning technical modul, SCC technical module juga dipengaruhi oleh adanya keefektifan dan frekuensi inspeksi terhadap pipeline. Haal ini dapat dilihat pada appendix H API 581. Selain itu on-line monitoring juga diperhitungkan seperti pada thinning diatas.
49
Final TMSF =
Original TMSF × years since last inspection ........(2-21) On-line Monitoring Factor
3. High Temperature Hydrogen Attack (HTHA/embrittlement) Technical Module Technical module ini memperhitungkan pengaruh adanya unsur hydrogen terhadap kemungkinan kegagalan pada pipeline. Dimana HTHA terjadi pada material carbon steel dan low alloy steel yang terekspos ke lingkungan dengan tekanan parsial hidrogen yang tinggi pada temperature elevasinya. Hal ini menyebabkan difusi atom hidrogen ke dalam steel kemudian bereaksi dengan karbida di dalam mikrostruktur. H 2 ⇔ 2 H (pemisahan atom hidrogen) 4H+MC ⇔ CH 4 + M Susceptibility pada HTHA berdasarkan kepada lamanya peralatan terekspos pada lingkungan dengan tekanan parsial hidrogen yang tinggi pada temperature elevasi. Parameter yang digunakan untuk menghubungkan ketiga parameter ini adalah: PV = log( PH 2 ) + 3.09 × 10−4 (T )(log(t ) + 14)
...........................................(2-22)
Dimana;
PH2 = tekanan parrsial hidrogen dalam kgf/cm2 (lkgf/cm2= 14.2 psia) T = temperature dalam °K (°K = °C + 273), t = waktu dalam jam Seperti pada technical module yang lain, pengaruh dari program inspeksi diperhitungkan. Dimana program inspeksi tersebut diperhitungkan berdasarkan schedule dari inspeksi dan efektivitas program inspeksi tersebut. Tabel I-5 API 581 menunjukkan nilai akhir dari HTHA technical module.
4. Furnace Tube Failure Technical Module Technical
module
ini
dilakukan
untuk
mengetahui
besarnya
kemungkinan kegagalan dari sebuah furnace tube. Dimana untuk pipeline hal ini tidak mungkin terjadi.
50
5. Mechanical Fatigue on Piping Technical Module Fatigue merupakan salah satu bentuk penyebab kegagalan yang sering
terjadi pada peralatan yang mengalami beban tidak tetap. Didalam pipeline, kegagalan fatigue bisa terjadi akibat tekanan fluida di daerah tertentu yang tidak konstan. Misalkan untuk sebuah katup yang menahan aliran fluida, dapat mengakibatkan adanya hentakan dari fluida. Akibatnya daerah ini bisa menerima beban fatigue. Basic susceptibilty terhadap mechanical fatigue tergantung kepada tiga parameter, yaitu: a. Banyaknya kegagalan akibat ini sebelumnya. b. Akibat dari getaran. c. Sumber getaran dalam jangkauan 50 ft.
6. Brittle Fracture Technical Module Technical
module
ini
merupakan
technical
module
yang
memperhitungkan adanya pengaru dari material yang getas. Dimana kegetasan dari material tersebut akan terjadi pada kondisi tertentu. Modul ini membahas mengenai penentuan kegagalan pada peralatan akibat adanya brittle fracture. Ruang lingkup dari modul ini adalah: a. Low temperature/low toughness fracture b. Temper embrittlement c. 885 degree embrittlement d. Sigma phase embrittlement
7. Equipment Linings Technical Module Lining merupakan material yang digunakan untuk meningkatkan
ketahanan korosi dari sebuah pipeline. Dengan adanya lining fluida yang bersifat korosif dapat ditahan pengaruhnya terhadap material pipa oleh lining. Namun demikian ada kemungkinan kegagalan terjadi pada lining dari pipeline. Misalnya terlepasnya ikatan antara lining dengan material pipa.
Kemungkinan kegagalan dari lining tersebut dapat diperhitungkan dengan
51
memperhatikan dua buah faktor utama yaitu kondisi lining dan on-line monitoring.
8. External Damage Technical Module
External damage technical module merupakan kemungkinan technical module yang terakhir yang digunakan untuk menghitung besarnya
kemungkinan kegagalan pada pipeline. Dimana jenis kegagalan yang diperhitungkan disini adalah kegagalan yang diakibatkan oleh faktor dari luar seperti adanya korosi dari luar. Semua kemungkinan yang dapat terjadi pada korosi eksternal diperhitungkan terhadap kemungkinan kegagalan dari pipeline. Adapun pada external damage disini, dilakukan untuk 4 buah jenis
tipe kegagalan yaitu: a. External Corrosion Carbon & Low Alloy Steels b. CUI untuk Carbon dan Low Alloy Steels
c. External SCC untuk Austenitic Stainless Steels d. External CUI SCC untuk Austenitic Stainless Steels
Untuk mendapatkan nilai akhir dari TMSF, maka semua TMSF yang terdapat diatas dijumlahkan. TMSF = Thinning TMSF + SCC TMSF + HTHA TMSF + Fatigue TMSF (2-23) +Brittle TMSF + Lining TMSF + External TMSF
2.4.2.3.2 Perhitungan Process Subfactor Process subfactor merupakan faktor probability yang memperhitungkan
adanya pengaruh dari parameter proses dari pipeline terhadap besarnya kemungkinan kegagalan. Dimana faktor – faktor yang diperhitungkan antara lain adalah stabilitas dari sebuah proses. Semakin stabil sebuah proses akan semakin kecil probability of failure sebuah pipeline. Selain itu kontinuitas sebuah pipeline juga mempengaruhi besarnya nilai PoF.
52
2.4.2.3.3 Perhitungan Mechanical Subfactor Mechanical
subfactor
merupakan
faktor
dari
peralatan
yang
memperhitungkan segi mekanik dari pipeline. Dimana segi mekanik ini diperhitungkan berdasarkan desain awal dari pipeline. Dimana subfaktor ini dipengaruhi oleh kompleksitas, safety factor, code, life cycle, vibration monitoring.
2.4.2.3.4 Perhitungan Universal Subfactor Universal
mempengaruhi
merupakan
subfactor
besarnya
equipment
subfactor
modification
yang factor.
terakhir Subfator
yang ini
memperhitungkan adanya pengaruh kondisi secara keseluruhan sistem yang ada. Untuk pipeline kondisi ini berhubungan dengan kondisi platform atau plant, gempa, temperatur lingkungan dan sebagainya. Setelah semua nilai dari faktor – faktor yang mempengaruhi besarnya nilai likelihood diketahui, kita bisa menghitung besarnya nilai likelihood dengan
mengalikan antara 2.4.3 Consequence of Failure (CoF)
Berdasarkan perhitungan kategori menggunakan metode API 581, secara umum CoF dapat dibagi kedalam 3 kategori yaitu safety consequence, environmental consequence dan economical consequence. Masing – masing consequence tersebut dibahas sebagai berikut:
1. Safety Consequence Kategori
consequence
ini
merupakan
sebuah
consequence
yang
berhubungan dengan keselatan tehadap manusia. Dimana setiap orang yang berada di sekitar pipeline tersebut memiliki kemungkinan untuk mengalami dampak apabila terjadi kegagalan pada pipeline. Besarnya konsekuensi ini biasanya dihitung berdasarkan besarnya orang yang dapat meninggal apabila terjadi kegagalan.
53
2. Environmental Consequence Kategori resiko yang kedua ini berhubungan dengan besarnya konsekuensi yang dapat ditimbilkan terhadap lingkungan apabila terjadi kegagalan. Hal ini berhubungan dengan luas area lingkungan sekitar pipeline yang mendapatkan pengaruh apabula terjadi kegagalan. Pengaruh terhadap lingkungan tersebut juga dipengaruhi oleh jenis fluida yang ada didalam pipeline.
Apabila
fluida
memiliki
sifat
yang
beracun,
hal
ini
mengakibatkan besarnya pengaruh terhadap lingkungan daripada fluida yang tidak beracun. 3. Economical Consequence Merupakan sebuah konsekuensi yang berhubungan dengan besarnya kerugian yang diakibatkan bila terjadi kegagalan terhadap pipeline. Hal ini dapt diukur dengan memperhatikan besarnya biaya yang diperlukan apabila terjadi luka atau kematian terhadap manusia. Selain itu besarnya kerugian akibat tidak berproduksi sistem dalam selang waktu tertentu merupakan salah satu faktor yang diperhitungkan.
Cara untuk mendapatkan setiap kategori Cof diatas akan dijelaskan pada masing –masing subbab dibawah ini. 2.4.3.1 Penentuan Release Rate Release rate merupakan komponen dasar untuk menghitung besarnya Cof
yang dapat ditimbulkan apabila terjadi kegagalan pada pipeline. Release rate menyatakan laju aliran fluida ke lingkungan sekitar ketika terjadi kebocoran. Berdasarkan perhitungan yang dilakukan aliran fluida yang keluar dari pipeline berbeda – beda bergantung dengan sifat masing – masing fluida. Perhitungan Release rate dibedakan antara fluida cair dan gas. Fluida cair dan gas akan memiliki sifat yang berbeda ketika mengalami kebocoran. Dibawah ini akan dijelaskan mengenai perhitungan kedua tipe fluida tersebut. 1. Perhitungan Release rate untuk Fluida Cair
54
Perhitungan Release rate untuk fuida cair diperhitungkan berdasarkan berat jenis awal dari fluida tersebut. Berat jenis fluida dapat diperoleh dari data sampel yang diambil. Apabila berat jenis tersebut tidak ada, dapat dilakukan pendekatan dengan menggunakan tabel 7-2 pada API 581. Berdasarkan berat jenis fluida tersebut, laju aliran fluida dapat dihitung dengan menggunakan rumus 7.1 pada API 581 sebagai berikut:
QL = Cd ⋅ A 2 ⋅ ρ ⋅ DP ⋅
32.2 ................................................................(2-24) 144
Dimana: QL = liquid release rate (ft/sec) Cd = discharge coefficient (=0.61) A = cross-sectional area for each hole size (ft 2 )
ρ = fluid density (lb/ft 3 ) 2. Perhitungan Release rate untuk Fluida Gas Untuk tipe fluida gas, laju aliran dari fluida bergantung dengan jenis/regim dari fluida setelah keluar dari pipeline. Dengan memperhitungkan tekanan operasi dan tekanan transisi dari fluida gas, terdapat 2 jenis/regim gas yang dilepaskan yaitu sonic gas dan subsonic gas. Untuk perhitungannya diperlukan material heat capacity yang dapat dilihat pada API 581 Tabel 7-2. Tekanan transisi fluida gas tersebutdapat dihitung dengan menggunakan persamaan sebagai berikut:
K
Ptrans
⎛ K + 1 ⎞ K −1 = Pa ⎜ ⎟ ...........................................................................(2-25) ⎝ 2 ⎠
Dimana;
.....................................................................................(2-26)
55
R = ideal gas constant (1.987 BTU/lb mol.0 F) Ptrans = transition pressure (psia) Pa = atmospheric pressure (psia)
a. Sonic Gas Sonic gas terjadi ketika tekanan operasi lebih besar dari tekanan transisi. Release rate dapat dihitung dnegan menggunakan persamaan sebagai berikut: K +1
⎛ KM ⎞ g c ⎛ 2 ⎞ K −1 .......................................(2-27) wg ( sonic ) = Cd AP ⎜ ⎟ ⎜ ⎟ ⎝ RT ⎠ 144 ⎝ K + 1 ⎠
Dimana:
wg ( sonic) = sonic gas release rate (lb/sec) Cd = discharge coefficient (=1) A = cross-sectional area for each hole size (ft 2 ) P = upstream pressure (psia) M = molecular weight (lb/lb mol ) T = upstream temperature ( 0 R)
b. Sub Sonic Gas Sub Sonic Gas terjadi apabila tekanan operasi sama atau lebih kecil dari tekanan transisi. Release rate dapat dihitung dnegan menggunakan persamaan sebagai berikut: 2 K −1 ⎡ ⎤ ⎛ KM ⎞ g c ⎛ 2 ⎞ ⎛ Pa ⎞ K ⎢ ⎛ Pa ⎞ K ⎥ wg ( subsonic) = Cd AP ⎜ .....(2-28) ⎟ ⎜ ⎟ ⎜ ⎟ 1− ⎜ ⎟ ⎝ RT ⎠ 144 ⎝ K + 1 ⎠ ⎝ P ⎠ ⎢ ⎝ P ⎠ ⎥ ⎣ ⎦
56
Dimana: wg ( subsonic) = subsonic gas release rate (lb/sec) Cd = discharge coefficient (=1) A = cross-sectional area for each hole size (ft 2 ) P = upstream pressure (psia) M = molecular weight (lb/lb mol ) T = upstream temperature ( 0 R)
2.4.3.2 Penentuan Release type
Release type menunjukkan type alira fluida setelah keluar dari pipeline. Tipe aliran fluida setelah keluar dari pipeline memiliki dua macam tipe aliran yaitu aliran instantaneous dan continuous. Dimana tipe masing – masing aliran tersebut bergantung dengan sifat masing –masing fluida dan kondisi operasinya. Dibawah ini ditunjukkan untuk mengetahui tipe aliran fluida setelah keluar pipeline. Dimana penentuan dari jenis aliran dilakukan berdasarkan jumlah seluruh fluida yang keluar setelah selang waktu 3 menit. 1. Instantaneous Apabila jumlah fluida yang keluar pipeline selama selang waktu 3 menit lebih besar dari 10000 lbs. 2. Continuous Apabila jumlah fluida yang keluar pipeline selama selang waktu 3 menit lebih kecil atau sama dengan 10000 lbs. Namun apabila ukuran lubang adalah ¼ inch, tipe aliran fluida selalu continuous.
Fasa dari fluida ketika keluar dari pipeline memiliki kemungkinan untuk berubah dari fasa yang satu ke fasa yang lain. Perubahan fasa tersebut dipengaruhi oleh sifat dari fluida ketika berada didalam pipeline dan kondisi operasi dari pipeline tersebut. Sebagai contoh adalah gasolin yang digunakan untuk mengisi korek api. Ketika masih didalam tabung, gasolin ini berada dalam kondisi cair. Namun ketika disemprotkan keluar, fasa dari gasolin tersebut berubah menjadi
57
fasa gas. Berdasarkan tabel 7-5 API 581, terdapat empat macam Release type dari fluida setelah keluar dari pipeline. 1. Instantaneous gas 2. Instantaneous liquid 3. Continuous gas 4. Continuous liquid
2.4.3.3 Perhitungan Flammable Consequence
Flammable
consequence
merupakan
kategori
consequence
yang
memeperhitungkan pengaruh kegagalan terhadap kerusakan yang diderita oleh sistem atau peralatan. Perhitungan kategori resiko diperhitungkan dengan memperhitungkan besarnya area yang terkena dampak akibat kegagalan. Perhitungan besarnya konsekuensi akibat kebakaran dibedakan menjadi dua kriteia. Dimana untuk fluida yang memiliki kemungkinan terbakar dengan sendirinya tanpa adanya pemicu berbeda dengan fluida yang tidak bisa terbakar dengan sendiri. Hasil akhir dari perhitungan flammable consequence ini dapat ditunjukkan dalam besarnya area/luas daerah yang terkena dampak akibat kebocoran.
2.4.3.4 Perhitungan Toxic Consequence
Toxic
consequence
merupakan
kategori
consequence
yang
memperhitungkan besarnya pengaruh fluida toxic terhapad mahkluk hidup disekitarnya. Toxic consequence ini dapat dihitung hanya untuk fluida yang memiliki sifat racun. Adapun fluida – fluida yang diperhitungkan sebagai toxic fluida berdasarkan API 581 adalah hidrogen flouride (HF), hidrogen sulfide (H2S), amonia (NH3) dan chlorine (Cl).
58
2.4.3.5 Perhitungan Environtmental Consequence
Environmental memperhitungkan
consequence
pengaruh
kegagalan
merupakan terhadap
kategori
resiko
lingkungan.
yang
Besarnya
environmental consequence ini diperhitungkan berdasarkan jumlah biaya yang diperlukan untuk membersihkan fluida yang terkontaminasi ke dalam lingkungan. Dalam
perhitungannya
perhitungan
environmental
consequence
ini
diperhitungkan hanya untuk fluida yang memiliki normal boiling poin lebih kecil daripada -300 F. Untuk fluida yang memiliki normal boiling poin lebih besar daripada -300 F environmental consequence ini tidak cocok lagi untuk diperhitungkan.
2.4.3.6 Perhitungan Business Interruption Consequence
Bussiness interuption consequence adalah kategori consequence yang memperhitungkan pengaruh kegagalan dari pipeline terhadap kerugian ekonomi yang ditanggung. Besarnya nilai kerugian tersebut diperhitungkan dengan memperhitungkan efek kerugian apabila terjadi kecelakaan terhadap manusia, lingkungan. Efek yang lain adalah kerugian karena tidak beroperasinya pipeline akibat kegagalan. Serta jumlah fluida yang hilang akibat kegagalan tersebut. Perhitungan konsekuensi terhadap segi ekonomi dilakukan dengan menghitung luas area yang terkena dampak dikalikan dengan kerugian yang diderita setiap luas area. Selain itu diperhitungkan juga kerugian karena tidak beroperasinya sistem selama selang waktu tertentu.
2.4.3.7 Perhitungan Kategori CoF
Dengan menggunakan hasil perhitungan setiap kategori CoF diatas, dapat kita lakukan pengambilan nilai terakhir dari CoF dengan mengambil nilai yang tertinggi dari setiap kategori CoF. Untuk melakukan perhitungan tersebut dapat dilihat pada gambar 2.12.
59
Gambar 2. 12 Perhitungan Kategori Consequence of Failure[1]
2.4.4 Metode Penampilan Hasil Analisis Risk
Seperti yang telah dijelaskan diatas, bahwa perhitungan katergori resiko ditentukan dari besarnya nilai PoF dan CoF yang diperoleh berdasarkan hasil perhitungan. Dengan menggunakan risk matrix seperti pada Penampilan hasil analisis Risk biasanya di tampilkan dalam bentuk matrix. Risk matrik dalam API RP 581 dapat dilihat pada gambar 2.13 dibawah. Dimana untuk memasukkan setiap kategori dari Likelihood/PoF dan CoF dapat dilihat pada Tabel 2. 13 untuk PoF dan tabel untuk CoF. Tabel 2. 13 Pengkategorian PoF[1] Kategori PoF 1 2 3 4 5
Range PoF < 0,000001 0,000001< PoF < 0,0001 0,0001 < PoF < 0,001 0,001 < PoF < 0,1 0, 1 < PoF
60
Tabel 2. 14 Pengkategorian CoF[1] Kategori CoF A B C D E
Area Range (ft2) CoF < 10 10 < CoF < 100 100 < CoF < 1000 1000 < CoF < 10000 10000 < CoF
Economic Range ($) CoF < 10000 10000 < CoF < 100000 100000 < CoF < 1000000 1000000 < CoF < 10000000 10000000 < CoF
Gambar 2. 13 Risk Matrix[1]
61