4
BAB II DASAR TEORI
2.1
Sistem Rem Kendaraan tidak dapat berhenti dengan segera apabila mesin dibebaskan
dengan pemindah daya dan cenderung masih tetap bergerak. Kelemahan ini harus dikurangi dengan maksud untuk menurunkan kecepatan gerak kendaraan hingga berhenti. Mesin mengubah energi panas menjadi energi kinetik (energi gerak) untuk menggerakkan kendaraan. Sebaliknya, rem mengubah energi kinetik kembali menjadi energi panas untuk menghentikan kendaraan. Umumnya, rem bekerja disebabkan oleh adanya sistem gabungan penekanan melawan sistem gerak putar. Efek pengereman (braking effect) diperoleh dari adanya gesekan yang ditimbulkan antara dua objek (Daryanto 2003). Jadi dari prinsip kerjanya sistem rem mempunyai fungsi untuk : 1.
Mengurangi kecepatan kendaraan.
2.
Menghentikan kendaraan yang sedang berjalan dan,
3.
Menjaga kendaraan agar tetap berhenti.
Gambar 2.1 Prinsip dari rem Sumber : (Daryanto 2003)
5
2.1.1 Macam – Macam Bentuk Rem Menurut Daryanto (2003) dari bentuknya sistem rem memiliki 2 macam yaitu : 1.
Rem drum : adalah rem bekerja atas dasar gesekan antara sepatu rem dengan
drum yang ikut berputar dengan putaran roda kendaraan. Agar gesekan dapat memperlambat kendaraan dengan baik maka, sepatu rem di buat dari bahan yang mempunyai koefisien gesek yang tinggi. Rem drum memiliki kelemahan jika terendam air, tidak dapat berfungsi dengan baik karena koefisien gesek berkurang secara significant. Oleh karena itu parts ini mulai ditinggalkan dalam dunia otomotif dan kemudian menggantinya dengan rem cakram.
Gambar 2.2 Rem Tromol/Drum Sumber : (Daryanto 2003)
2.
Rem cakram : adalah perangkat pengereman yang digunakan pada kendaraan
modern. Cara kerja rem ini ialah dengan cara menjepit cakram yang biasanya dipasangkan pada roda kendaraan, untuk menjepit cakram digunakan caliper yang digerakkan oleh piston untuk mendorong sepatu rem ( brake pads ) ke cakram.
6
Gambar 2.3 Rem Cakram/Disc Sumber : (Daryanto 2003)
2.1.2 Cara Kerja Sistem Rem dan Komponennya Daryanto (2003) juga menerangkan cara kerja rem pada kedua tipe sama yaitu secara umum : Saat pedal rem di injak maka tenaga akan diteruskan ke booster rem. Booster rem bekerja melalui bantuan mesin, sehingga kerja rem lebih kuat tetapi tenaga yang kita keluarkan tidak terlalu besar. Setelah melalui Booster, maka piston Booster akan mendorong piston-piston dalam reservoir yang terdapat dalam master cylinder rem. Setelah terdorong maka piston-piston dalam reservoir akan mendorong minyak rem menuju rem setiap roda. Setelah minyak rem sampai dalam rem tiap roda maka minyak akan mendorong piston yang akan diteruskan mendorong brake shoe (kampas rem) hingga terjadi gesekan antara brake shoe dengan disc brake. Komponen – Komponen Utama dari sistem Rem : 1.
Tuas Rem, yang mempunyai fungsi sebagai alat penghubung dari gerakan operator ke sistem rem.
2.
Boster Rem, yang mempunyai fungsi sebagai alat penambah tekanan yang diberikan operator/pengguna melalui tuas rem.
7
3.
Master rem, yang mempunyai fungsi sebagai alat pembagi tekanan yang diberikan ke sistem rem.
4.
Minyak rem, yang berfungsi untuk meyalurkan tekanan ke setiap rem.
5.
Silinder master, yang berfungsi sebagai rumah piston pada sistem rem yang nanti piston akan menekan kampas rem agar bergesakan dengan tromol/disc.
6.
Kanvas rem, yang berfungsi sebagai media yang akan bergesekan dengan tromol/disc.
2.2
Kanvas Rem Menurut Daryanto (2005) macam – macam jenis kampas rem yang ada yaitu
ada 4 seperti di bawah ini : 1.
Bahan semi metal Umumnya terbuat dari campuran metal seperti baja, tembaga, atau besi yang dilapisi
pelumas
berupa
grafit.
Kelebihan
dari
kampas
ini
adalah
kemampuannya dalam suhu tinggi dibanding cakram organik. Sisi negatifnya kampas jenis ini cenderung cepat habis dan memproduksi banyak ampas sisa pengereman yang berimbas pada rusaknya cakram. 2.
Bahan organik Terbuat dari beberapa campuran material yang direkatkan dengan resin untuk membentuk kampas. Biasanya bermaterikan kaca karbon dan kevlar. Karakter kampas ini adalah lembut dan tak mengeluarkan banyak suara, namun kekurangannya kampas ini tidak tahan suhu panas yang terlalu tinggi.
3.
Bahan keramik Terbuat dari paduan silicon dan karbon yang memiliki ketahanan cukup baik. Kampas jenis ini cocok digunakan pada kendaraan balap sirkuit dan tidak cocok untuk kendaraan di medan yang berat.
4.
Bahan sinter Lebih popular digunakan pada kendaraan motor. Tidak seperti kampas semi metal, kampas sinter tidak memerlukan pemanasan agar bekerja secara optimal. Keuntungannya ketahanan yang kuat,dan kelemahannya memiliki harga yang mahal.
8
2.3
Komposit Komposit adalah kombinasi dari dua macam bahan yang mempunyai sifat
berbeda sehingga dapat membentuk material baru, salah satunya disebut dengan fase penguat baik dalam bentuk serat, lembaran, atau partikel. kemudian terkombinasi dengan bahan lain yang disebut fase matriks. Bahan penguat dan bahan matriks dapat berupa logam, keramik, atau polimer. Komposit biasanya tersusun dari fase serat atau partikel yang lebih kaku dan lebih kuat dari fase matriks sedangkan matriks merupakan media transfer/distribusi beban terhadap penguat. Matriks lebih ulet dibandingkan serat dan dengan demikian matriks merupakan sumber ketangguhan komposit. Matriks juga berfungsi untuk melindungi serat dari kerusakan lingkungan selama dan setelah proses komposit. Ketika dirancang dengan baik, material baru akan memiliki sifat material yang diinginkan sesuai dengan kebutuhan. Aplikasi penggunaan komposit tidak hanya untuk struktural, tetapi juga untuk kelistrikan, termal, dan aplikasi lingkungan (Avtar Singh Saroya 2011). Berikut ini adalah beberapa alasan mengapa komposit yang dipilih untuk aplikasi tertentu: Low density Ketahanan mulur tinggi Kakuatan tarik tinggi meskipun pada temperatur tinggi Hight thougness 2.3.1 Jenis Material Penguat Komposit Menurut Avtar Singh Saroya (2011) penguat komposit terdiri dari 2 jenis : a. Komposit Partikel Dalam pembuatan komposit partikel adapun jenis penguat yang biasa digunakan dapat berupa partikel sintetis, partikel alam dll. Partikel untuk komposit dapat berbentuk bulat, kubik, tetragonal, trombosit atau tidak teratur. Secara umum, partikel sangat tidak efektif dalam meningkatkan resistensi fracture tetapi dapat meningkatkan ketahanan gesek/kekakuan komposit sampai batas tertentu. Penguat partikel banyak digunakan untuk memperbaiki sifat dari bahan matriks seperti memodifikasi konduktivitas termal dan listrik, mengurangi gesekan, meningkatkan ketahanan keausan/abrasi, meningkatkan kekerasan permukaan dan mengurangi penyusutan.
9
b. Komposit Serat Serat ditandai dengan dimensi panjang yang jauh lebih besar dibandingkan dengan dimensi luas penampangnya. Dimensi dari serat penguat menentukan sifat dari komposit. Serat sangat efektif dalam meningkatkan ketahanan matriks, hal ini dikarenakan penguat serat memiliki dimensi panjang yang dapat menghambat timbulnya retakan awal penyebab kegagalan. Sehingga jenis dari serat penguat merupakan faktor utama penyebab kegagalan komposit, terutama jika serat penguat dikombinasikan dengan matriks yang sifatnya rapuh. 2.4
Hibrid Komposit Hibrid komposit adalah penggabungan dua atau lebih fase serat penguat pada
matrik tunggal untuk mendapatkan karakteristik baru, atau sebaliknya adalah terbentuk dari dua atau lebih matrik pengikat pada serat penguat tunggal (Ary Subagia, Yonjing Kim et al. 2012). Metode hibridisasi merupakan metode baru dalam proses pembuatan dan pengembangan karakteristik komposit FRP konvensional. Komposit hibrid memiliki fleksibilitas yang lebih baik dibandingkan dengan komposit berpenguat serat. Hibrid komposit biasanya memiliki serat dengan modulus elastisitas tinggi atau serat dengan modulus elastisitas rendah. Sifat mekanis dari komposit hibrida adalah tergantung pada variasi fraksi berat dan susun urutan lapisan (N.L.Hancox 1981). 2.5
Polimer Polimer yang terdiri dari (poly = banyak , meros = bagian) adalah molekul
raksasa yang biasanya memiliki bobot molekul tinggi yang dibangun dari unit-unit. Molekul sederhana yang membentuk unit-unit ulangan ini disebut monomer, sedangkan reaksi pembentukannya ialah polimerisasi. Polimer digolongkan menjadi dua macam yaitu polimer alam dan polimer sintetik (Malcom P. Stevens and Iis Sopyan 2001). 2.5.1 Pembagian Polimer berdasarkan Strukturnya Menurut Maulana (2014) berdasarkan strukturnya polimer bisa dibagi 4 yaitu : 1.
Polimer linier Polimer linier tersusun atas unit yang berikatan satu sama lainnya membentuk
rantai polimer yang panjang. Bentuk polimer ini ujungnya bergabung bersama pada ujung-ujungnya dalam rantai tunggal.
10
2.
Polimer bercabang (branch) Polimer Bercabang merupakan polimer yang terbentuk jika beberapa unit ulang
membentuk cabang pada rantai utama. 3.
Polimer berikatan silang (cross-linked) Polimer yang terbentuk karena beberapa rantai polimer saling berikatan satu
sama lain pada rantai utamanya. Rantai linier bargabung satu sama lain pada beberapa tempat dengan ikatan kovalen. b. Polimer jaringan (network) Polomer ini tersusun atas unit mer tri-functional yang mempunyai tiga ikatan kovalen aktif membentuk jaringan 3 dimensi. Sehingga terjadi sambungan silang ke berbagai arah sehingga terbentuk sambung silang tiga dimensi.
a.
b.
c.
d.
Gambar 2.4 Polimer berdasarkan susunan rantai (a) polimer linier ,(b) Polimer bercabang (c) Polimer berikatan silang dan (d) Polimer jaringan Sumber gambar: (Maulana 2014)
2.6 Basalt Basalt adalah batuan beku yang ekstrusif, terbentuk dari solidifikasi magma yang terjadi di permukaan bumi. Biasanya basalt berwarna abu-abu atau hitam, karena pembekuannya cepat di permukaan bumi. Ciri-ciri utama batu basal terdiri dari atas kristal-kristal yang sangat kecil, berwarna hijau ke abu-abuan dan berlubang-lubang (Kunal Singha 2012). Batu basalt digunakan untuk berbagai tujuan seperti halnya sebagai bahan bangunan. Basal yang telah dihancurkan digunakan
11
untuk dasar jalan, bahan campuran beton, pemberat kereta api, batu filter dalam bidang pembuangan. Basalt juga dapat digunakan sebagai ubin lantai, bangunan veneer, monumen dan objek batu lain. a.
b.
. c.
Gambar 2.5 . Bahan Baku basalt, b. Serat basalt c. aplikasi serat basalt (Sumber : motor.otomotifnet.com )
Material basalt adalah terdisi dari unsur unsur berat ; 52.8%SiO2, 17.5%Al2O3, 10.3Fe2O3, 4.63%MgO, 8.59CaO, 3.34%Na2O, 1.46%K2O, 1.38%TiO2, dan sisanya adalah P2O5, MnO, dan Cr2O3 masing - masing 0.28%, 0.16%, dan 0.06% (Kunal Singha 2012). Disamping itu serat basalt memiliki keunggulan yang lebih baik dari pada serat glass dalam kekuatan mekanik seperti tegangan tarik dan lentur serta modulus elastisitas. Serat basalt sangat tahan terhadap penyerapan air, termal konduktifitas rendah yaitu 3.97 mcal/cm/sec/°C (R.D. Hyndman and Drury 2013), density rendah, memiliki ketahanan yang baik terhadap temperatur tinggi dan tidak beracun. Sifat fisik untuk serbuk basalt di tunjukkan seperti pada Tabel 2.1.
12
Tabel 2.1. Sifat fisik serbuk basalt Physical Data (units)
Value
Density (lbs.cu.ft.)
100 to 110
Tensile Strength (psi)
500k to 550k
Sintering Temperature(°C)
1050
Operating Temperature(°C)
-265 to +700
Modulus of Elasticity (kg/mm3)
9100-1100
Creep
None
Mohs Hardness @20°C
5 to 9
Melting Point (deg. C)
1450
Heat Resistance (deg.C)
700-1,000
Elongation At Break (%)
3.15
Refractive Index
1.62
Elastic Modulus
89
Sumber : (Basalt Rock 2014)
2.7 Serbuk Cangkang Kerang Kerang merupakan nama sekumpulan moluska dwicangkerang daripada family cardiidae yang merupakan satu komoditi perikanan yang telah lama dibudidayakan sebagai salah satu usaha sampingan masyarakat. Teknik budidayanya mudah dikerjakan dan tidak memerlukan modal yang besar, sehingga panen kerang per hektar per tahun bisa mencapai 200-300 ton kerang . Kulit kerang berbentuk seperti hati, bersimetri dan mempunyai tulang di luar. Kulit kerang mempunyai tiga bukaan inhalen, ekshalen dan pedal untuk mengalirkan air serta untuk mengeluarkan kakinya. Kerang bergerak dengan membengkokkan dan meluruskan kakinya. Karena kerang berbeda dari dwicangkerang lainnya,kerang ialah hermafrodit (Siregar 2009). Serbuk kulit kerang merupakan serbuk yang dihasilkan dari pembakaran kulit kerang yang dihaluskan, serbuk ini dapat digunakna tambahan pada pembuatan kampas rem.
sebagai campuran atau
13
Tabel 2.2 Komposisi Kimis Serbuk Kulit Kerang
No. 1 2 3 4 5
Komponen CaO SiO2 Fe2O3 MgO Al2O3
Kadar ( % Berat ) 66,70 7,88 0,03 22,28 1,25
Sumber : (Siregar 2009)
2.8 Aluminium (Al) Aluminium (Al) merupakan logam berwarna putih keperakan dengan sifat ringan, tahan korosi, kuat, namun mudah dibentuk. Aluminium juga merupakan konduktor panas dan listrik yang sangat baik dari logam lainnya. Logam ini merupakan elemen yang sangat reaktif dan membentuk ikatan kuat dengan oksigen. Serbuk aluminium (Al) yang disinter memiliki sifat yang berbeda dengan kebanyakan jenis material yang lainnya (Zuliana Sari Rahmawati and T.Sofyan 2010).
2.9 Resin Epoksi (Epoxy) Resin epoksi atau secara umum dikenal dengan bahan epoksi adalah salah satu dari jenis polimer yang berasal dari kelompok thermoset. Resin thermoset adalah polimer cair yang diubah menjadi bahan padat secara polimerisasi jaringan silang dan juga secara kimia, membentuk formasi rantai polimer tiga dimensi. Proses pembuatannya dapat dilakukan pada suhu kamar dengan memperhatikan zat zat kimia yang digunakan sebagai pengontrol polimerisasi jaringan silang agar didapatkan sifat optimum bahan. Thermoset memiliki sifat isotropis dan peka terhadap suhu, mempunyai sifat tidak bisa meleleh, tidak bisa diolah kembali, atomnya berikatan dengan kuat sekali, tidak bisa mengalami pergeseran rantai. Bentuk resin epoksi sebelum pengerasan berupa cairan seperti madu dan setelah pengerasan akan berbentuk padatan yang sangat getas. Epoksi juga memiliki karakteristik yang baik seperti memiliki kemampuan mengikat paduan metalik yang baik, hal ini disebabkan adanya gugus hidrolik yang memiliki kemampuan membentuk ikatan via ikatan hidrogen. Gugus hidrosil ini juga dimiliki oleh oksida metal, dimana epoksi menyebar ke seluruh permukaan metal.
14
Hal ini yang menunjang terjadi ikatan antara atom epoksi dengan atom yang berada pada material (N.L.Hancox 1981). 2.10 Teknik Pembuatan Komposit Terdapat beberapa macam teknik yang dapat digunakan untuk membuat komposit seperti Injection Moulding, Hand Lay Up (Romels C.A. Lumintang 2011), Spray Lay-Up (P.C.Pandey 2004). 1. Injection Moulding Proses injeksi dilakukan dengan cara memberikan tekanan injeksi pada bahan plastik yang telah meleleh oleh sejumlah energi panas untuk dimasukkan kedalam cetakan sehingga dapat dibentuk yang diinginkan. Kelebihannya adalah tingkat produksi tinggi, dihasilkan produk tanpa proses pengerjaan akhir, dapat mencetak produk yang sama, produk ukuran kecil dapat dibuat dan ongkos produksi murah. 2. Hand Lay Up Proses pembuatan komposit dengan metode Hand Lay Up merupakan pembuatan komposit dengan metode lapisan demi lapisan sampai diperoleh ketebalan yang diinginkan. Dimana setiap lapisan berisi matrik dan filler. Setelah memperoleh ketebalan yang diinginkan digunakan roller untuk meratakan dan menghilangkan udara yang terjebak diatasnya. 3. Spray Lay-Up Sedangkan dalam metode Spray lay-up, serat acak dalam spray gun dan dimasukkan ke dalam semprotan katalis resin cair
kemudian diarahkan pada
cetakan. semprotan cairan resin dan katalis akan membasahi serat penguat, yang secara bersamaan membasahi serat acak dalam spray gun. Terkadang material di roller untuk menghilangkan udara yang terperangkap pada material lalu disimpan dan dibiarkan untuk mengeras dalam kondisi atmosfer standar (P.C.Pandey 2004) 4. Sintering Casting Dalam pembuatan komposit dengan metode sintering casting selalu berkaitan dengan
alat bantu dan alat cetak. Bentuk komposit dapat disesuakan dengan
kebutuhan yang diinginkan mengikuti bentuk cetakan. Metode ini sangat baik untuk mendapatkan kepresisian dimensi, porositas rendah, dan sangat cocok untuk mencetak film/membran. Operator casting membran biasanya mengggunakan alat bantu seperti casting knife atau stainless stick (A. Figoli 2014) (Sonjui 2009).
15
Kecepatan
konstan
casting
knife/stainless
stick
sepanjang
proses
sangat
mempengaruhi kualitas membran, namun secara akurat sulit menentukan kecepatan dan menjaga kecepatan konstan tangan operator (UNESCO) 2.11 Sintering Sinter adalah proses pengikatan partikel melalui proses penekanan dengan cara dipanaskan 0.7-0.9 dari titik lelehnya. Proses ini dapat disertai pemanasan, akan tetapi suhu harus berada dibawah titik cair serbuk. Pemanasan selama proses penekanan atau sesudah penekanan yang dikenal dengan istilah sinter menghasilkan pengikatan partikel halus. Dengan demikian kekuatan dan sifat-sifat fisis lainnya meningkat (Suryana 1996). 2.12 Analisis Karakterisasi komposit tidak lepas dari proses analisis, scanning electronic microscope, dan uji keausan/wear test sehingga nantinya didapat data-data dari setiap variasi yang dilakukan. 2.12.1 Scanning Electronic Microscope (SEM) Mikroskop elektron merupakan jenis mikroskop yang sering digunakan untuk visualisasi struktur material berpori. SEM menggunakan sinar elektron untuk memindai sampel dan menciptakan citra. Tujuan Uji SEM untuk mengetahui fenomena yang terjadi pada material (objek) secara visualisasi kemudian sebagai dasar kajian dalam melakukan analisa baik terhadap struktur permukaan/patahan maupun fenomena lainya.
Gambar 2.6 SEM (Sumber gambar : Das, 2014)
16
2.12.2 Uji Keausan (Wear Test) Menurut Nurdiansyah, Yanto Ahmad et al. (2014)
keausan dapat
didefinisikan sebagai rusaknya permukaan padatan, umumnya melibatkan kehilangan material yang progesif akibat adanya gesekan antar permukaan padatan. Keausan bukan merupakan sifat dasar material, melainkan respon material terhadap sistem luar (kontak permukaan). Keausan merupakan hal yang biasa terjadi pada setiap material yang mengalami gesekan dengan material lain. Material apapun dapat mengalami keausan disebabkan oleh mekanisme yang beragam. Pengujian keausan dapat dilakukan dengan berbagai macam metode dan teknik, yang semuanya bertujuan untuk mensimulasikan kondisi keausan aktual. Ada beberapa mekanisme keausan suatu material yaitu : 1.
Keausan adhesive ( Adhesive wear ) Terjadi bila kontak permukaan dari dua material atau lebih mengakibatkan
adanya perlekatan satu sama lainnya( adhesive ) serta deformasi plastis dan pada akhirnya terjadi pelepasan / pengoyakan salah satu material seperti di perlihatkan pada gambar 2.7 di bawah ini :
Gambar 2. 7 Keausan Metode Adhesive Sumber : (Nurdiansyah, Yanto Ahmad et al. 2014)
17
2.
Keausan Abrasif ( Abrasive Wear ) Terjadi bila suatu partikel keras dari material tertentu meluncur pada
permukaan material lain yang lebih lunak sehingga terjadi penetrasi atau pemotongan material yang lebih lunak , seperti diperlihatkan pada Gambar 2.8 di bawah ini.
Gambar 2.8 Keausan Metode Abrasif Sumber : (Nurdiansyah, Yanto Ahmad et al. 2014)
3.
Keausan Oksidasi/Korosif ( Corrosive wear ) Proses kerusakan dimulai dengan adanya perubahan kimiawi material di
permukaan oleh faktor lingkungan. Kontak dengan lingkungan ini menghasilkan pembentukan lapisan pada permukaan dengan sifat yang berbeda dengan material induk. Sebagai konsekuensinya, material akan mengarah kepada perpatahan interface antara lapisan permukaan dan material induk dan akhirnya seluruh lapisan permukaan itu akan tercabut.
Gambar 2. 9 Keausan Metode Oksidasi Sumber : (Nurdiansyah, Yanto Ahmad et al. 2014)
4.
Keausan Erosi ( Erosion wear ) Proses erosi disebabkan oleh gas dan cairan yang membawa partikel padatan
yang membentur permukaan material. Jika sudut benturannya kecil, keausan yang dihasilkan analog dengan abrasive. Namun, jika sudut benturannya membentuk sudut
18
gaya normal ( 90 derajat ), maka keausan yang terjadi akan mengakibatkan brittle failure pada permukaannya, skematis pengujiannya seperti terlihat pada gambar di bawah ini :
Gambar 2.10 Keausan Metode Erosi Sumber : (Nurdiansyah, Yanto Ahmad et al. 2014)
2.12.2.1 Gaya Gesek Gaya Gesekan yaitu gaya sentuh yang muncul jika permukaan dua zat padat bersentuhan secara fisik, dimana arah gaya gesekan sejajar dengan permukaan bidang dan selalu berlawanan dengan arah gerak relatif antara ke dua benda tersebut.
Gambar 2.11 Gaya Gesek
……………………………………………………… (1) Dimana : F = Gaya gesek (N) = Koefisien gesek N = Gaya normal (N) 2.12.2.2 Laju Keausan Laju keausan dinyatakan dengan jumlah kehilangan / pengurangan material (massa, volume, atau ketebalan) tiap satuan panjang luncur specimen dengan satuan waktu. Menurut Dwi Tarina and Kaelani (2012) laju keausan dapat dicari dengan rumus :
19
…………………………………………………………………. (2) Dimana : k’ = laju keausan (gr/s) Wo = fraksi berat awal spesimen (gr) W1 = fraksi berat akhir spesimen setelah pengausan (gr) t
= waktu atau lama pengausan (s)
W
= fraksi berat goresan yang hilang (gr)
1 5 4 2
3
Gambar 2.12 Alat Uji Keausan Sumber: Dokumen Pribadi
Dimana : 1.
Control panel
2.
Motor dinamo
3.
Dudukan spesimen
4.
Media untuk menggesek spesimen
5
Dudukan beban