BAB II TEORI DASAR
2.1 Pencemaran Udara Pencemaran merupakan hasil sampingan dari industrialisasi penghasil barang yang dapat berupa padat, cair, maupun gas. Zat pencemar yang berbentuk padat dapat dibuang langsung ke dalam tanah atau ke dalam sungai dan laut, tetapi zat pencemar berupa gas, partikel halus, dan panas terdispersi ke dalam atmosfer Menurut Soenarmo (1999) pencemaran udara didefinisikan sebagai berikut : Pencemaran udara adalah adanya atau masuknya salah satu/lebih zat pencemar di udara dalam jumlah dan waktu tertentu, yang dapat menimbulkan gangguan pada manusia, hewan, tumbuh-tumbuhan dan benda-benda lainnya. Berdasarkan definisi di atas, semua partikel pada, cair, gas yang terdapat di atmosfer
dengan
tingkat
konsentrasi
yang
dapat
menimbulkan
efek
kerusakan/gangguan dianggap sebagai polutan. Ada beberapa jenis gas polutan primer yang terdapat di atmosfer, antara lain adalah karbon, sulfur, dan nitrogen. Emisi dari ketiga jenis gas ini ke atmosfer dan distribusi penyebarannya telah banyak dipelajari oleh para ahli. Sulfur dioksida (SO2) merupakan gas yang akan disimulasikan dalam tugas akhir ini. Kondisi yang menyatakan udara dalam keadaan layak atau tidak bagi kelangsungan mahluk hidup dan benda lainnya disebut dengan kualitas udara. Standarisasi penetapan kelayakan kondisi atmosfer disebut dengan standar baku mutu.
Menurut
Keputusan
Menteri
Lingkungan
Hidup
No.
Kep-
13/MENLH/3/1995 tentang baku mutu sumber emisi tidak bergerak, dimana dalam hal ini di tinjau baku mutu emisi untuk Pembangkit Listrik Tenaga Uap ditetapkan sebagai berikut :
II - 1
Tabel 2.1 Baku mutu emisi polutan SO2 yang bersumber dari PLTU Batubara Batas Maksimum (µg/m3)
Parameter 1. Total Partikel
300
2. Sulfur Dioksida
1500
3. Nitrogen Oksida
1700
4. Opasitas
40 %
Sumber : Dokumentasi UKL dan UPL, 2003 2.2 Sulfur Dioksida (SO2) Polusi oleh sulfur dioksida terutama disebabkan oleh dua komponen gas yang tidak berwarna, yaitu sulfur dioksida (SO2) dan sulfur trioksida (SO3) dimana keduanya disebut SOX. Sulfur dioksida mempunyai karakteristrik bau yang sangat tajam dan tidak terbakar di udara, sedangkan sulfur trioksida merupakan komponen yang tidak reaktif. Masalah yang ditimbulkan oleh polutan yang dibuat manusia adalah dalam hasil distribusinya yang tidak merata sehingga terkonsentrasi pada daerah tertentu, bukan dari jumlah keseluruhannya. Transportasi merupakan sumber utama polutan sulfur dioksida, tetapi pembakaran bahan bakar pada sumbernya merupakan sumber utama polutan sulfur dioksida ini. Adanya polusi oleh sulfur dioksida pada awalnya diketahui dari perusakan secara ekstensif pada tanaman. Salah satu efek utamanya pada tumbuhan hijau adalah klorosis (kehilangan klorofil dan plasmolisis (kerusakan sel daun). Efek tersebut dapat berlangsung dengan cepat padan konsentrasi sulfur dioksida tinggi dan dapat berlangsung lambat pada konsentrasi rendah. Pada hewan dampak kerusakan/gangguan yang terjadi oleh sulfur dioksida memiliki pengaruh yang sama seperti pada manusia. Polusi sulfur dioksida dapat menyebabkan kerusakan gangguan pernapasan. Dan pada konsentrasi tinggi, senyawa ini dapat menyebabkan iritasi pada mata hidung dan tenggorokan. Konsentrasi yang berpengaruh terhadap manusia dapat dilihat seperti dalam tabel berikut :
II - 2
Tabel 2.2 Pengaruh konsentrasi Sulfur Dioksida terhadap kesehatan manusia Konsentrasi (ppm) 3-5 8 – 12
Pengaruh Jumlah terkecil yang dapat dideteksi dari baunya Jumlah terkecil yang bisa mengakibatkan iritasi tenggorokan
20
Jumlah terkecil yang segera menimbulkan iritasi mata
20
Jumlah terkecil yang segera mengakibatkan batuk
20
Maksimum yang diperbolehkan untuk kontak dalam waktu lama
50 – 100
Maksimum yang diperbolehkan untuk kontak dalam waktu singkat (30 menit)
400 - 500
Berbahaya meskipun kontak secara singkat
Sumber : Dokumentasi UKL dan UPL, 2003 2.3 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pencemaran Udara 2.3.1 Proses Pencemaran Udara Proses penyebaran pencemaran udara meliputi proses penyebaran zat pencemar ke lingkungan. Penyebaran pencemar udara meliputi proses pengangkutan (transpor) dan pengenceran (difusi) yang dinyatakan dalam bentuk persamaan-persamaan matematika transpor dan difusi. Faktor-faktor yang mempengaruhi mekanisme penyebaran pencemaran udara, secara garis besar ditentukan oleh karakteristik sumber emisi dan karakteristik atmosfer lokal. Karakteristik sumber emisi yang dimaksudkan merupakan karakteristik dari tempat atau lubang pengeluaran zat pencemar yang didispersikan ke udara. Selain sumber emisi, laju pencemaran atau banyaknya zat yang didispersikan ke udara juga mempengaruhi proses penyebaran polutan di udara. Selain karakteristik sumber emisi, Kondisi atmosfer lokal juga merupakan faktor yang mempengaruhi mekanisme/proses dispersi polutan ke udara. Perilaku alami seperti arah dan kecepatan angin berpengaruh kemampuan memindahkan massa udara dalam arah horizontal, baik arah maupun jangkauan dari polusi tersebut.
II - 3
Profil temperatur terhadap ketinggian digunakan untuk menetapkan tipe kestabilan dan profil kecepatan angin yang mempengaruhi derajat turbulensi. 2.3.2
Pengaruh Meteorologi
Secara alami, atmosfer selalu bergerak dan sulit untuk dimengerti dan diikuti. Studi pola pergerakan atmosfer pada umumnya dihubungkan dengan perubahan cuaca dan iklim, dimana karakteristik atmosfer ditentukan oleh temperatur, temperatur potensial, tekanan, densitas, serta arah dan kecepatan angin yang dianggap berpengaruh pada setiap tempat dalam atmosfer yang diasumsikan sebagai fluida kontinyu dengan mengabaikan gerakan diskrit molekul. Sebaran polutan yang berasal dari pembakaran dan proses kimia ke atmosfer pada dasarnya mengalami 3 hal utama (pasquill, 1971), yaitu : 1. Penyebaran utama oleh arus udara yang terjadi dengan arah penyebaran horizontal dan vertikal. 2. Transformasi secara kimia dan fisika di udara. 3. pembuangan (removal) dari atmosfer oleh berbagai proses alamiah. Faktor-faktor meteorologi yang mempengaruhi pola penyebaran polutan antara lain sebagai berikut : 2.3.2.1 Angin Lokal Angin lokal adalah angin yang bertiup di suatu daerah terbatas, kurang dari 100 km, dan disebabkan oleh kondisi lokal (Tjasyono, 2004). Angin lokal dapat dibagi menjadi dua golongan, yaitu angin darat dan laut serta angin gunung dan angin lembah •
Angin darat dan angin laut
Angin darat dan angin laut disebabkan oleh adanya perbedaan sifat termal antara permukaan daratan dan permukaan lautan atau danau. Pada siang hari daratan akan menjadi lebih cepat panas dibandingkan dengan lautan sehingga di daratan
II - 4
akan timbul daerah bertekanan rendah. Hal ini mengakibatkan timbulnya gradient tekanan sehingga angin berhembus dari lautan menuju daratan, angin ini dinamakan dengan angin laut. Pada malam hari, permukaan daratan akan lebih cepat dingin dibandingkan dengan permukaan lautan sehingga di lautan akan akan timbul daerah bertekanan rendah. Hal ini mengakibatkan angin yang berhembus berlawanan dengan siang hari, angin berhembus dari daratan menuju lautan, angin ini disebut juga sebagai angin darat. •
Angin gunung dan angin lembah
Pada siang hari (sebelum tengah hari), lereng gunung akan lebih banyak menerima radiasi matahari sehingga temperatur di lereng tersebut akan lebih tinggi dibandingkan dengan temperatur udara pada ketinggian yang sama, bergitu pula halnya dengan tekanan pada lereng akan lebih kecil dibandingkan dengan tekanan di atmosfer dengan ketinggian yang sama. Sehingga terdapat komponen gaya gradien yang menyebabkan udara bergerak menyusuri lereng. Angin yang menaiki lereng ini dinamakan dengan angin anabatik atau angin lembah. Kebalikannya dengan malam hari, temperatur lereng akan lebih rendah dibandingkan dengan temperatur atmosfer pada ketinggian yang sama. Hal ini menimbulkan gaya gradien yang menyebabkan adanya resultan gaya dengan gravitasi sehingga udara bergerak menuruni lereng. Angin ini dinamakan dengan angin katabatik atau disebut juga dengan angin gunung. 2.3.2.2 Lapse Rate Kestabilan udara merupakan kecenderungan atmosfer menahan gerakan vertikal atau untuk menahan turbulensi yang terjadi. Kecenderungan ini juga berpengaruh terhadap kemampuan atmosfer dalam mendispersikan polutan. Bila terdapat suatu bagian kecil parsel udara yang digantikan oleh parsel udara dibawahnya yang mempunyai tekanan lebih rendah maka akan terjadi ekspansi ke temperatur yang lebih rendah (Holton, 1992). Ekspansi udara tersebut cukup cepat sehingga dapat
II - 5
dianggap tidak terjadi perpindahan panas antar parsel tersebut dengan lingkungannya. Perubahan temperatur terhadap ketinggian yang diakibatkan oleh ekspansi adiabatik dapat dijelaskan sebagai berikut. Diasumsikan bahwa atmosfer sebagai kolom udara tetap terhadap medan gravitasi dan udara dianggap sebagai gas ideal. Apabila efek gesekan dan inersia tidak ada maka keseimbangan gaya statik untuk elemen diferensial dz (Tjasyono, 2003) adalah :
dP = − ρgdz
(2.1)
P adalah tekanan atmosfer, ρ adalah densitas atmosfer yang dianggap konstan, g adalah percepatan gravitasi, z adalah ketinggian. Nilai negatif disebabkan karena z bertambah untuk arah ke atas sedangkan P sebaliknya. Hukum I termodinamika untuk sistem tertutup yang berisi gas ideal mengalami perubahan quasitatik :
dq = du + dw = du + Pdv = (dh − Pdv − vdP) + Pdv = dh − vdP = C p dT −
1
ρ
dP
(2.2)
q adalah besarnya transfer panas dan Cp adalah panas spesifik pada tekanan tetap. Untuk proses adiabatik dq = 0, sehingga : C p dT =
1
ρ
dP
(2.3)
Subtitusi persamaan 2.1 dan 2.3 akan menghasilkan :
g ⎛ dT ⎞ = ⎜− ⎟ ⎝ dz ⎠ adiabatik C p
(2.4)
Sehingga :
II - 6
h fg dϖ g ⎛ dT ⎞ −⎜ + ⎟ = ⎝ dz ⎠ sat C p C p dz
(2.5)
Jadi efek keseluruhannya adalah penurunan temperatur seiring dengan meningkatnya ketinggian tapi tidak sebesar nilai penurunan teperatur pada adiabatik kering. Dengan membandingkan antara lapse rate aktual dengan lapse rate adiabatik, banyaknya campuran vertikal pada skala signifikan yang muncul bergantung pada gradien temperatur dan turbulensi mekanisme geser angin dapat diketahui, dan menentukan tingkat stabilitas atmosfer. Kelas stabilitas juga dapat diketahui berdasarkan gradien temperatur (Tabel 2.3). Tabel 2.3 Kelas stabilitas udara Berdasarkan gradien temperatur terhadap ketinggian Gradien Temperatur (OC/100 m)
Kelas Stabilitas
< -1.9
A (Sangat Tidak Stabil) B (Tidak Stabil)
-1.9 s.d -1.7
C (Tidak Stabil Ringan)
-1.7 s.d -1.5
D (Netral)
-1.5 s.d -0.5
E (Stabil Ringan)
-0.5 s.d 1.5
F (Stabil)
1.5 s.d 4.0
Sumber : Soenarmo, 1999
2.3.2.3 Profil Kecepatan Angin Profil geser angin selalu berubah terhadap waktu dan tempat. Profil geser angin merupakan fungsi dari area sekelilingnya seperti rerumputan, pepohonan, rumah, sungai, bukit, dan sebagainya (gambar 2.1). Lapisan batas yang dipengaruhi oleh gaya gesek ini bervariasi dari ratusan hingga ribuan meter, ketebalannya lebih besar pada kondisi atmosfer tidak stabil dari pada kondisi atmosfer yang stabil.
II - 7
Gambar 2.1 Pengaruh kekasaran permukaan pada profil kecepatan angin (Sumber : Work dan Warneri, 1981) Dari profil kecepatan angin di lapisan batas ini telah diturunkan persamaan matematis untuk menghitung kecepatan angin pada ketinggian tertentu dari ketinggian yang diketahui. Standar ketinggian pengukuran kecepatan angin adalah 10 m. Persamaan matematiknya adalah sebagai berikut : u ⎛ z⎞ =⎜ ⎟ u1 ⎝ z1 ⎠
p
(2.6)
u adalah kecepatan angin pada ketinggian z, u1 adalah kecepatan angin untuk ketinggian z1, dan p adalah eksponen positif dengan nilai 0-1. Nilai p ini bergantung pada kelas stabilitas yang dapat dilihat pada tabel 2.4 berikut : Tabel 2.4 Nilai p untuk persamaan profil angin Kelas Stabilitas
Eksponen (p)
A (Sangat Tidak Stabil)
0.15
B (Tidak Stabil)
0.15
C (Tidak Stabil Ringan)
0.20
D (Netral)
0.25
E (Stabil Ringan)
0.40
F (Stabil)
0.60
Sumber : Cooper dan Alley, 1994
II - 8
2.4 Model Fluent atau Computational Fluent Dynamic (CFD) CFD atau Fluent merupakan program komputer yang digunakan untuk memodelkan aliran fluida dan transfer panas. Dalam Fluent terdapat berbagai macam model persamaan fisika, seperti model solver, model transport panas, model turbulensi, model Radiasi, model transport kimia, dan model-model fisika lainnya, sehingga CFD atau model Fluent ini dapat juga dikatakan sebagai kumpulan dari model-model fisika yang besar dan kompleks dalam satu model. Secara garis besar, model-model tersebut dapat dikelompokan menjadi model
generator (untuk menghasilkan mesh perhitungan), preprocessors (untuk menyediakan data untuk menentukan persamaan dan model fisika), solvers (untuk menyelesaikan persamaan) dan post-processors (untuk menampilkan hasil dan informasi numerik dari data-data yang didapat dari simulasi). Fluent juga merupakan model dengan kemampuan yang tinggi dalam mensimulasikan permasalahan yang berkaitan dengan fluida (Duffin, Braden and Adam, C., 2006). Dengan menggunakan Fluent, simulasi aliran fluida dapat ditampilkan dalam 2 dan 3 Dimensi. Fluent ditulis dalam bahasa C dan dimungkinkan untuk dijalankan terpisah-pisah (menggunakan sistem komputer cluster)
2.4.1 Struktur Program
Mesh import and adaption Physical Models
calculation
Visualisasi Simulasi
Boundary Conditions Material Properties
Gambar 2.2 Struktur Dasar Program Model Fluent (Sumber : Manual Fluent, 1996)
II - 9
2.4.2 Kemampuan Program Fluent merupakan solver dengan kemampuan pemodelan sebagai berikut : – Aliran fluida pada 2 D dan 3 D –
Aliran compressible dan incompressible
– Analisis pada kondisi steady-state atau transient – Aliran inviscid, laminar dan turbulen –
Aliran Newtonian atau non-Newtonian
–
Transfer panas konvektif, termasuk konveksi alami dan konveksi paksa
–
Radiasi transfer panas
–
Model dengan frame inersial (tetap) atau non-inersial (rotasi)
– Campuran dan reaksi kimia, termasuk reaksi pembakaran dan super deposisi dan kemampuan Fluent lainnya.
2.4.3 Teori Dasar dan Pendekatan Model Pada simulasi penyebaran gas SO2 dengan menggunakan Fluent digunakan kondisi steady dari persamaan Reynolds Averaging Navier-Stokes (RANS) yang merupakan perhitungan konservasi massa dan momentum dalam ruang lingkup pendekatan Eulerian. Dalam simulasi ini juga digunakan model turbulensi standar
k – ε, yang menghitung nilai turbulensi berdasarkan evolusi dari turbulensi kinetik (k) dan ratio disipasi (ε). Model turbulensi standar k – ε digunakan dalam simulasi ini dengan mempertimbangkan skala plume dan tingginya geser angin permukaan, model ini dianggap mempunyai akurasi yang cukup tinggi dengan tidak menggunakan resources yang besar (kemampuan komputer) (corrier, 2005; manual fluent, 1996). Untuk menghitung penyebaran gas SO2 dari cerobong digunakan model transpor kimia dengan mengacu pada konservasi massa.
II - 10
2.4.3.1 Persamaan Reynolds-Averaged Navier-Stokes (RANS) Persamaan konservasi RANS didapat dari subtitusi waktu rata-rata dan komponen fluktuasi dari persamaan kekekalan massa dan momentum. Berikut merupakan persamaan konservasi RANS (corrier, 2005; manual fluent, 1996) :
∂ (ρu i ) = 0 ∂x j
(2.7)
(
∂ (ρui u j ) = − ∂p + ∂ τ i, j − ρu 'i u ' j ∂xi ∂x j ∂x j
)
(2.8)
Dengan τ i, j adalah stress tensor. Persamaan dan kalkulasi di atas memperlihatkan aliran stabil dengan variasi tekanan hidrostatik dan variasi densitas, dan variasi gravitasi diabaikan. Persamaan di atas merupakan persamaan pada arah i dan dalam diagram inersia. Persamaan stress tensor dinyatakan dengan persamaan di bawah ini : ⎛ ∂u
∂u j
2
∂u ⎞
− δ ij l ⎟ τ i , j = μ ⎜⎜ i + ∂ ∂ x x 3 ∂xl ⎟⎠ i ⎝ j
(2.9)
μ adalah viskositas molekul. Pendekatan Reynolds averaged pada turbulensi memerlukan persamaan Reynolds stress, berikut persamaannya :
⎛ ∂u i
ρu 'i u ' j = μ t ⎜⎜
⎝ ∂x j
+
∂u j ⎞ 2 ⎛ ⎟ − δ ij ⎜ ρk + μ t ∂u l ∂xi ⎟⎠ 3 ⎜⎝ ∂xl
⎞ ⎟⎟ ⎠
(2.10)
Dengan μt adalah viskositas turbulen atau turbulen eddy. 2.4.3.2 Pendekatan Turbulensi : Model Standar k – ε
Selain itu, dalam simulasi ini model Fluent juga menghitung turbulensi dengan menggunakan model turbulensi standar k- ε , model turbulensi akan menghitung evolusi dari nilai turbulensi energi kinetik (k) dan rasio disipasi ( ε ) dengan persamaan transpor berdasarkan perhitungan sebagai berikut :
II - 11
ρ
∂ Dk = Dt ∂x i
⎡⎛ μt ⎢⎜⎜ μ + σk ⎣⎢⎝
⎞ ∂k ⎤ ⎟⎟ ⎥ + G k ' + Gb ' − ρε ⎠ ∂xi ⎦⎥
(2.11)
ρ
∂ Dε = Dt ∂xi
⎡⎛ μt ⎢⎜⎜ μ + σε ⎢⎣⎝
⎞ ∂ε ⎤ ε ε2 ⎟⎟ ( ) ρ C G C G C + + ⎥ 1ε k 3ε b 2ε k k ⎠ ∂xi ⎥⎦
(2.12)
dan
Pada persamaan di atas, Gk merupakan energi kinetik turbulen yang terbentuk dari adanya gradien kecepatan rata-rata. Gb merupakan energi kinetik turbulen yang terbentuk karena adanya bouyancy.
⎛v⎞ C1ε = 1.44,C 2ε = 1.92,C μ = 0.09; σ k = 1.0,σ ε = 1.3,C 3ε = tanh⎜ ⎟ ⎝u⎠ v merupakan komponen kecepatan aliran searah dengan vektor gravitasi dan u adalah komponen kecepatan yang berlawanan dengan vektor gravitasi. Ketika terbentuknya gradien temperatur dan juga dipengaruhi oleh gravitasi, maka fluent akan menghitung nilai pembentukan turbulen dari energi kinetik (Gk) ketika terjadi bouyancy dan kontribusi penyesuaiannya terhadap produksi dari rasio disipasi (Gb). Persamaan untuk menghitung pembentukan energi kinetik turbulen (Gk) adalah : G k = − ρ u' i u' j
∂u' j
(2.13)
∂xi
Persamaan untuk menghitung pembentukan turbulen ketika terjadi buoyancy (Gb) adalah : Gb = − g i
μ t ∂ρ ρPrt ∂xi
(2.14)
Dengan Prt yaitu angka energi prandtl (0.85)
II - 12
Sedangkan nilai dari turbulensi energi kinetik (k) dan rasio disipasi ( ε ) berhubungan dengan nilai dari kecepatan gesekan yang merupakan fungsi dari kecepatan terhadap ketinggian. Sehingga nilai ε didapat dari persamaan berikut :
ε=
μt ρ
⎛ ∂u ⎞ ⎟⎟ ⎜⎜ ⎝ ∂z ⎠
2
(2.15)
dan nilai k didapat dari hasil perhitungan viskositas turbulen terhadap teori mixing length sehingga didapat dari persamaan berikut :
k =l
ε ∂u
(2.16)
C μ ∂z
l merupakan jarak campuran terhadap permukaan tanah. 2.4.3.3 Persamaan Transpor Kimia (Chemical Species Transport)
Pada Fluent digunakan persamaan kekekalan massa untuk memprediksi fraksi massa mi ' dari tiap spesies kimianya (gas SO2) (Manual of Fluent, 1998). Persamaan kekekalannya adalah sebagai berikut : ∂ (ρu i mi ' ) = − ∂ J i ',i + Ri ' + S i ' ∂x i ∂x i
(2.17)
dimana Ri ' adalah ratio massa pembentukan dan penghilangan dari reaksi kimia dan S i ' adalah rasio pembentukan dari fase dispersi dan penambahan dari sumber lainnya (ditentukan oleh user). Sedangkan J i ',i merupakan fluks difusi dari species i’(dalam penelitian ini adalah gas SO2). Karena dalam penelitian ini tidak terjadi adanya reaksi, maka Ri ' ditiadakan dari persamaan 2.17. Persamaan di atas merupakan persamaan kekekalan massa pada sumbu-x dan identik untuk persamaan kekekalan massa pada sumbu-y dan sumbu-z. Pada aliran turbulen persamaan fluks difusi J i ',i adalah :
II - 13
⎛ μ ⎞ ∂m J i ',i = −⎜⎜ ρDi ',m + t ⎟⎟ i ' Sc t ⎠ ∂x i ⎝
(2.18)
dimana Di ',m adalah koefisien difusi , ρ adalah densitas (SO2), dan Sct adalah angka turbulen Schmidt yang didapat dari persamaan : Sc t =
ρDt μt
(2.19)
Dt merupakan koefisien difusi massa efektif dan nilai Sct untuk difusi massa pada aliran turbulen default-nya adalah 0.7. μt adalah viskositas turbulen, dengan persamaan :
μ t = ρC μ
k2
(2.20)
ε
dimana Cμ adalah konstanta viskositas , C μ = 0.09 2.5 Model Difusi Gauss Ganda
Sebuah model matematik dan dispersi atmosfer harus dapat mensimulasikan perilaku dasar dari kepulan yang teremisi dari kepulan yang teremisi dari sumber pada ketinggian permukaan atau ketinggian cerobong. Salah satu model yang memungkinkan adalah berdasarkan difusi massa dari polutan pada arah y dan z seiring terbawanya elemen fluida searah dengan kecepatan angin dengan kecepatan u. Persamaan Gauss Ganda diturunkan dari persamaan transfer massa untuk gas yang diemisikan secara kontinyu dari sumber titik. Persamaan konsentrasi untuk sumber pada ketinggian tertentu adalah : C ( x, y , z ) =
Q 2πuο y ο z
⎡ ⎛ y2 ⎢exp− ⎜ 2 ⎜ 2ο ⎢⎣ ⎝ y
⎞⎤ ⎧⎪ ⎡ − ( z − H )2 ⎤ ⎡ − ( z + H )2 ⎤ ⎫⎪ ⎟⎥ ⎨exp ⎢ exp + ⎥ ⎢ ⎥ ⎬ (2.21) 2 2 ⎟⎥ ⎪ ⎦ ⎣ 2ο z ⎦ ⎪⎭ ⎠⎦ ⎩ ⎣ 2ο z
II - 14
Dimana C
= Konsentrasi steady state pad x,y,z (µg/m3)
Q
= Emisi (µg/s)
σy,σz
= Koefisien difusi (m)
u
= Kecepantan angin rata-rata pada ketinggian cerobong
H
= Ketinggian cerobong efektif
2.5.1 Koefisien Difusi
Koefisien difusi σy dan σz merupakan fungsi dari stabilitas atmosfer. Nilainya dapat dicari dengan persamaan kurva Pasquill-Grifford, yaitu :
σ y = ax b
σ z = cx d + f
dan
( 2.22)
dengan a,b,c,d,f adalah konstanta yang nilainya dapat dilihat pada tabel 2.5 berikut : Tabel 2.5 Harga konstanta a, c, d dan f untuk menghitung koefisien difusi σy,σz sebagai fungsi jarak downwind dan kondisi stabilitas. Stabilitas
a
A
213
B
x < 1 km
b
c
d
x > 1 km f
c
d
f
0.894 440.8 1.941
9.27
459.7
2.094
-9.6
156
0.894 106.6 1.149
3.3
108.2
1.098
-2.0
C
104
0.894
61.0
0.911
0
61.0
0.911
0
D
68
0.894
33.5
0.725
-1.7
44.5
0.156
-13.0
E
50.5
0.894
22.8
0.678
-1.3
55.4
0.35
-34.0
F
34
0.894 14.35 0.740
-0.35
62.6
0.180
-48.6
Sumber : Soenarmo, 1999 2.5.2 Ketinggian Cerobong Efektif
Kepulan dari suatu cerobong, baik kenaikan, bentuk dan arahnya ditentukan oleh arah dan kecepatan angin di sekitar mulut cerobong dan kecepatan aliran gas
II - 15
vertikal pada mulut cerobong. Kenaikan kepulan tersebut juga ditentukan oleh densitas gas yang diemisikan. Bila densitas gas lebih rendah dari densitas udara sekitarnya, maka terjadi kenaikan udara yang disebut dengan bouyancy rise. Jika kenaikan udara tersebut akibat dari kecepatan vertikal maka kenaikannya disebut kenaikan momentum (momentum rise). Bouyancy rise juga dinamakan sebagai kenaikan termal, hal ini dikarenakan densitas gas yang lebih rendah disebabkan karena temperatur yang lebih tinggi (Incropera dan De Witt, 2002). Untuk melakukan perhitungan ketinggian cerobong efektif, digunakan persamaan yang dikembangkan oleh Briggs (1975), dengan parameter bouyancy (F) sebagai parameter awalnya : F = gv s d 2
dimana : vs
(Ts − T ) = 2.45v d 2 (Ts − T ) 4Ts
s
Ts
(2.23)
= Kecepatan vertikal pengeluaran gas (m/s)
Ts
= Temperatur gas pada cerobong (OK)
T
= Temperatur lingkungan pada ketinggian cerobong (OK)
d
= Diameter cerobong (m)
karena faktor stack downwash sehingga ketinggian cerobong perlu dikoreksi : h' = h
jika vs ≥ 1.5 u
⎤ ⎡⎛ v ⎞ h' = h + 2d ⎢⎜ s ⎟ − 1.5⎥ ⎦ ⎣⎝ u ⎠
jika vs < 1.5 u
(2.24)
Pada perhitungan ketinggian cerobong efektif, secara garis besar perhitungan kenaikan kepulan ( Δh ) diestimasikan dengan mencari nilai perbandingan antara nilai Δh pada momentum rise dan nilai estimasi berdasarkan buoyancy rise. Perhitungan estimasi Δh dengan menggunankan parameter buoyancy didasarkan pada kelas stabilitas yang terbagi menjadi tidak stabil, netral dan stabil. . sehingga persamaan dalam memperoleh nilai dari ketinggian cerobong efektif adalah :
II - 16
– Perhitungan momentum rise : Δh =
3dv s u
(2.25)
Menurut Briggs perhitungan Δh dengan persamaan 2.11 digunakan ketika vs/u > 4 (untuk kondisi tidak stabil/netral). – Kondisi tidak stabil/netral Perhitungan Bouyancy rise :
21.425F Δh = u 38.71F Δh = u
3
3
4
5
jika F < 55
jika F ≥ 55
(2.26)
Nilai terbesar dari persamaan 2.25 dan persamaan 2.26 di atas (momentum dan bouyancy rise) digunakan sebagai nilai Δh. – Kondisi Stabil Pada kondisi stabil, perhitungan momentum dan bouyancy rise memerlukan perhitungan parameter stabilitas : ⎛ Δθ ⎞ Δz ⎟ s = g ⎜⎜ ⎜ T ⎟⎟ ⎝ ⎠
(2.27)
dimana θ adalah temperatur potensial. Dengan pendekatan untuk kelas stabilitas E nilai dari Δθ
Δz
adalah 0.02 dan untuk kelas stabilitas F nilainya
adalah 0.35. Untuk perhitungan momentum rise, bila Ts < T, maka :
II - 17
⎡ v s2 d 2T ⎤ Δh = 1.5⎢ ⎥ ⎣ 4Ts u ⎦
1
3
s
−1
(2.28)
8
Nilai terkecil dari perbandingan antara persamaan 2.28 dan persamaan 2.25 adalah nilai dari Δh yang digunakan. Untuk perhitungan Bouyancy rise dibagi berdasarkan kondisi angin : ⎛F⎞ Δh = 2.6⎜ ⎟ ⎝ us ⎠ 1
Δh = 4 F 4 s
−3
1
8
3
jika ada angin
(2.29)
jika tidak ada angin (calm)
(2.30)
Jika nilai dari persamaan 2.28 lebih besar daripada perhitungan pada persamaan 2.29 atau 2.30 maka nilai yang dipakai adalah nilai Δh dari persamaan 2.28
II - 18