BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pencemaran Udara 1. Definisi Pencemaran Udara Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 1999 tentang Pengendalian Pencemaran Udara, pencemaran udara adalah masuknya atau dimasukkannya zat, energi, dan atau komponen lain ke dalam udara oleh kegiatan manusia, sehingga mutu udara turun sampai ke tingkat tertentu yang menyebabkan atau mempengaruhi kesehatan manusia. Sedangkan pencemaran lingkungan hidup memiliki pengertian masuknya atau dimasukkannya makhluk hidup, zat, energi, dan atau komponen lain ke dalam lingkungan hidup oleh kegiatan manusia sehingga kualitasnya turun sampai ke tingkat tertentu yang menyebabkan lingkungan hidup tidak dapat berfungsi sebagaimana mestinya. Menurut Soenarmo (1999), pencemaran merupakan hasil sampingan dari industrialisasi penghasil barang, dapat berupa padat, cair maupun gas, dan pencemaran udara adalah masuknya zat pencemar berupa partikelpartikel halus (debu, partikel halus, gas beracun atau toksit) ke dalam udara (atmosfer). Sedangkan menurut Supriyono (1999), pencemaran udara diartikan terdapatnya bahan kontaminan dalam udara ambien yang diakibatkan dari aktivitas manusia. Sementara itu, udara ambien adalah udara bebas dipermukaan bumi pada lapisan troposfer yang berada di dalam wilayah yurisdiksi Republik Indonesia yang dibutuhkan dan mempengaruhi kesehatan manusia, makhluk hidup dan unsur lingkungan hidup lainnya (PP No. 41 Tahun 1999). Kualitas udara ambien dipengaruhi oleh kandungan atau kadar zat, energi dan komponen lain yang terdapat di udara bebas (Syahputra, 2005). Beberapa parameter kualitas udara yang dianalisis meliputi sulfur dioksida, karbon monoksida, dan hidrogen sulfida. Standar kualitas udara ambien menurut EPA (Environmental Protection Agency) milik Amerika Serikat yang disebut sebagai NAAQS (National Ambient Air Quality and Standards) disajikan pada Tabel 1.
Tabel 1. Standard kualitas udara ambien. No.
1
2
3
Parameter
Satuan
Nilai Batas
ppm
9
mg/m³
10
ppm
35
mg/m³
40
ppm
0,053
µg/m³
100
ppm
0,03
per tahun
ppm
0,14
24 jam
ppm
0,5
3 jam
µg/m³
150
24 jam
µg/m³
15
per tahun
µg/m³
35
24 jam
ppm
0,075
8 jam
Carbon Monoxide (CO)
Nitrogen Dioxide (NO2)
Sulfur Dioxide (SO2)
4
Partikel PM10
5
Partikel PM2,5
6
Ozon (O3)
Waktu rata-rata 8 jam 1 jam per tahun
ppm 0,12 1 jam Sumber : The EPA Office of Air Quality Planning and Standards (OAQPS) 2008
Salah satu akibat dari tercemarnya lingkungan udara adalah timbulnya bau dari sumber bau atau zat odoran yang dapat menimbulkan rangsangan bau pada keadaan tertentu sehingga sangat mengganggu kesehatan manusia. Pemerintah telah menetapkan regulasi mengenai tingkat atau kadar kebauan di udara ambien untuk menciptakan lingkungan yang nyaman dan sehat dengan KEPMEN Negara Lingkungan Hidup No 50 Tahun 1996 tentang Baku Tingkat Kebauan yang terdapat pada Tabel 2. Tabel 2. Baku tingkat kebauan udara ambien. No.
Parameter
Satuan Nilai Batas ppm 2 1 Amoniak (NH3) ppm 0,002 2 Metil Merkaptan (CH3SH) ppm 0,02 3 Hidrogen sulfida (H2S) ppm 0,01 4 Metil Sulfida ((CH3)2S) ppm 0,1 5 Stirena (C6H8CHCH2) Sumber : KEPMEN Negara LH No. 50 Tahun 1996
2. Sumber Pencemaran Udara Sumber pencemaran udara dapat berasal dari kegiatan yang bersifat alamiah, yang terjadi di alam seperti polusi akibat letusan gunung berapi, kebakaran hutan dan sebagainya yang secara umum terjadi secara alamiah,
4
juga yang bersifat antropogenik atau akibat dari kegiatan manusia, seperti aktivitas transportasi, industri dan domestik atau rumah tangga (Soedomo, 2001). Berdasarkan pola atau model pancaran emisinya sumber pencemar dibagi menjadi (Tjasjono, 1999 dalam Soenarmo, 1999) : a.
Sumber titik (point source), dihasilkan oleh pabrik-pabrik atau industri yang mengeluarkan zat pencemar (polutan) ke udara melalui cerobong-cerobong pembuangan.
b.
Sumber garis (line source), sumber pencemar ini mengeluarkan pancaran zat pencemar berupa garis yang memanjang, seperti jalan raya akibat aktivitas transportasi.
c.
Sumber area (area source), merupakan sumber pancaran zat pencemar berupa area atau bidang di suatu wilayah, seperti kawasan industri atau areal kebakaran hutan.
Sumber pencemar dapat pula dikelompokan ke dalam sumber tidak bergerak atau diam (stationary source), seperti industri dan sumber bergerak (mobile source), seperti kendaraan bermotor (Septiyanzar, 2008). B. Jenis Pencemar Udara Secara umum jenis pencemar dapat dikelompokkan menjadi pencemar primer dan pencemar sekunder. Pencemar primer adalah substansi pencemar yang ditimbulkan langsung dari sumber pencemaran udara. Karbon monoksida (CO) merupakan contoh dari pencemar udara primer karena merupakan hasil langsung dari pembakaran. Pencemar sekunder adalah substansi pencemar yang terbentuk dari reaksi pencemar-pencemar primer di atmosfer (Septiyanzar, 2008). Berdasarkan ciri fisiknya pencemaran udara dibagi menjadi tiga jenis, yaitu (Geiger, 2000 dalam Septiyanzar, 2008) : a. Partikulat, yaitu campuran berbagai senyawa organik dan anorganik yang tersebar di udara dengan diameter 1- 500 mikron. b. Gas, meliputi semua jenis pencemar udara yang berbentuk gas dan berukuran molekular seperti CO, SO2, dan H2S. c. Energi, yaitu seperti temperatur dan kebisingan (noise).
5
Karakteristik beberapa gas polutan yang tersebar di atmosfer adalah sebagai berikut : 1. Karbon Monoksida (CO) Menurut Syahputra (2005), karbon monoksida (CO) timbul karena adanya proses pembakaran yang tidak sempurna. Sedangkan menurut Godish (2004), senyawa CO mempunyai potensi bersifat racun yang berbahaya karena mampu membentuk ikatan yang kuat dengan pigmen darah yaitu hemoglobin Senyawa CO memiliki daya distribusi yang luas dan merupakan jenis senyawa polutan yang jumlah emisinya terbesar diantara nilai emisi jenis senyawa polutan lainnya. Karbon dan oksigen dapat bergabung membentuk senyawa CO sebagai hasil pembakaran yang tidak sempurna, seperti tergambar dalam reaksi berikut (Sax, 1974 dalam Septiyanzar, 2008). 2C + O2
2CO
Konsentrasi gas CO sampai dengan 100 ppm masih dianggap aman jika waktu kontak hanya sebentar. Gas CO sebanyak 30 ppm apabila dihisap oleh manusia selama 8 jam akan menimbulkan rasa pusing dan mual. Konsentrasi CO sebanyak 1000 ppm dan waktu paparan (kontak) selama 1 jam menyebabkan pusing dan kulit berubah menjadi kemerahan. Untuk paparan yang sama dengan konsentrasi CO 1300 ppm, kulit akan langsung berubah menjadi merah tua dan disertasi rasa pusing yang hebat. Untuk keadaan yang lebih tinggi, akibatnya akan lebih fatal, yaitu kematian (Syahputra, 2005). 2. Sulfur Dioksida (SO2) Gas sulfur dioksida (SO2) merupakan gas yang berasal dari bahan bakar fosil, terutama batubara. SO2 merupakan komponen gas yang tidak berwarna dengan karakteristik bau yang tajam dan tidak terbakar di udara (BAPEDAL, 2005). Menurut Syahputra (2005), sulfur dioksida merupakan hasil emisi transportasi dan industri pada awalnya akan bertransformasi dengan atom tunggal oksigen akan membentuk formasi sulfur trioksida, dan formasi dari
6
sulfur trioksida (SO3) ketika bereaksi dengan uap air (H2O) di atmosfer akan menyebabkan terjadinya hujan asam, seperti tergambar dalam reaksi kimiawi berikut : SO2 + O
SO3
SO3 + H2O
H2SO4
Udara yang tercemar SOX menyebabkan manusia akan mengalami gangguan pada sistem pernapasan. Hal ini karena gas SOX yang mudah menjadi asam tersebut menyerang selaput lendir pada hidung, tenggorokan dan saluran napas lain sampai ke paru-paru. Serangan tersebut juga dapat menyebabkan iritasi pada bagian tubuh lain. Gas SO2 merupakan bahan pencemar yang berbahaya bagi anak-anak, orang tua dan orang penderita penyakit pernapasan kronis dan penyakit kardiovaskuler. Otot saluran pernapasan dapat mengalami kejang (spasme) bila teriritasi oleh SO2 lebih tinggi dari temperatur udara rendah. Apabila waktu paparan gas dengan gas SO2 cukup lama maka akan terjadi peradangan yang hebat pada selaput lendir yang diikuti oleh kelumpuhan sistem pernapasan (paralysis cilia), kerusakan lapisan epthilium yang pada akhirnya diikuti oleh kematian (Soeratmo, 1990). 3. Hidrogen Sulfida (H2S) Hidrogen
sulfida merupakan
gas
yang tidak
berwarna dan
menimbulkan bau busuk. Dalam KEPMEN LH No. 50 Tahun 1996 gas ini disebut sebagai zat odoran tunggal. Sekalipun gas ini bersifat iritan bagi paru-paru, tetapi ia digalongkan ke dalam asphyxiant karena efek utamanya adalah melumpuhkan pusat pernafasan, sehingga kematian disebabkan oleh terhentinya pernapasan. Hidrogen sulfida juga bersifat sangat korosif terhadap metal, dan dapat menghitamkan berbagai material. Karena H2S lebih berat daripada udara, maka H2S ini sering didapat disumur-sumur, saluran air buangan, dan biasanya ditemukan bersama-sama gas beracun lainnya seperti metan, karbon dioxide dan bersifat sangat mudah terbakar. Gas H2S mudah didapat secara alamiah pada gunung-gunung berapi, dan dekomposisi zat organik. Emisi hidrogen sulfida didapat pada industri
7
kimia, industri minyak bumi, kilamg minyak, dan terutama pada industri yang memproduksi gas sebagai bahan bakar (Soemirat., 1994). 4. Oksida Nitrogen (NOx) Menurut Supriyono (1999), oksida nitrogen merupakan salah satu komponen kimia pokok dalam reaksi fotokimia yang dapat mengakibatkan pembentukan oksidan fotokimia. Sebagian besar emisi gas oksida nitrogen berasal dari pembakaran bahan bakar pada kendaraan bermotor. Dampak negatif yang ditimbulkan jika seseorang menghisap gas oksida nitrogen di luar standar baku mutu kualitas udara dapat mengakibatkan gangguan kesehatan pada pernapasan dan bronkhitis. Nitrogen oksida terbentuk dalam reaksi temperatur yang tinggi dari pembakaran bahan bakar kendaraan bermotor, dimana komponen nitrogen yang bereaksi dengan oksigen membentuk senyawa nitrogen oksida (NO) sebagai hasil emisi dari kendaraan bermotor seperti tergambar dalam reaksi kimia berikut (Wellburn, 1990 dalam Septiyanzar, 2008). N2 + O2
2 NO
NO + O3
NO2 + O2
NO2 + O3
NO3 + O2
NO3 + NO2
N2O5
N2O5 + H2O
2HNO3
Emisi gas buang berupa oksida nitrogen (NOx) adalah senyawasenyawa pemicu pembentukan ozon. Senyawa ozon di lapisan atmosfer bawah (troposfer bawah, pada ketinggian 0 – 2000 meter) terbentuk akibat adanya reaksi fotokimia senyawa NOx dengan bantuan sinar matahari. Oleh karena itu potensi produksi ozon troposfer di daerah beriklim tropis seperti Indonesia sangat tinggi. Karena merupakan pencemar sekunder, konsentrasi ozon di luar kota – di mana tingkat emisi senyawa pemicu umumnya lebih rendah dibanding di pusat kota – seringkali ditemukan lebih tinggi daripada di pusat kota (Anonim, 2006).
8
5. Partikulat (PM) Partikulat adalah padatan atau cairan di udara dalam bentuk asap, debu dan uap, yang dapat berada di atmosfer dalam waktu yang lama. Selain mengganggu estetika, partikel berukuran kecil di udara dapat terhisap ke dalam sistem pernapasan dan menyebabkan penyakit gangguan pernapasan serta kerusakan paru-paru. Partikulat juga merupakan sumber utama haze (kabut asap) yang menurunkan jarak pandang. Partikel yang terhisap ke dalam sistem pernapasan akan di sisihkan tergantung dari diameternya. Partikel berukuran besar akan tertahan pada saluran pernapasan atas, sedangkan partikel kecil (inhalable) akan masuk ke paru-paru dan bertahan di dalam tubuh dalam waktu yang lama (Anonim, 2006). Partikel yang terhirup (inhalable) juga dapat merupakan partikulat sekunder, yaitu partikel yang terbentuk di atmosfer dari gas-gas hasil pembakaran yang mengalami reaksi fisik-kimia di atmosfer, misalnya partikel sulfat dan nitrat yang terbentuk dari gas SO2 dan NOx. Umumnya partikel sekunder berukuran 2,5 mikron atau kurang. Partikel PM2,5 bersifat respirable karena dapat memasuki saluran pernapasan yang lebih bawah dan menimbulkan risiko yang lebih tinggi. Proporsi cukup besar dari PM2,5 adalah amonium nitrat, amonium sulfat, natrium nitrat, dan karbon organik sekunder. Partikel-partikel ini terbentuk di atmosfer dengan reaksi yang lambat sehingga sering ditemukan sebagai pencemar udara lintas batas yang ditransportasikan oleh pergerakan angin ke tempat yang jauh dari sumbernya (Harrop, 2002, dalam Anonim, 2006). Partikel sekunder PM2,5 dapat menyebabkan dampak yang lebih berbahaya terhadap kesehatan bukan saja karena ukurannya yang memungkinkan untuk terhisap dan masuk lebih dalam ke dalam sistem pernapasan tetapi juga karena sifat kimiawinya. Partikel sulfat dan nitrat yang inhalable dan bersifat asam akan bereaksi langsung di dalam sistem pernapasan, menimbulkan dampak yang lebih berbahaya daripada partikel kecil yang tidak bersifat asam. Partikel logam berat dan yang mengandung senyawa karbon dapat mempunyai efek karsinogenik, atau menjadi carrier pencemar toksik lain yang berupa gas atau semi gas karena menempel pada permukaannya. Termasuk ke dalam
9
partikel inhalable adalah partikel timbel (Pb) yang diemisikan dari gas buang kendaraan bermotor yang menggunakan bahan bakar mengandung Pb. Partikel ini berukuran lebih kecil dari 10 dan 2,5 mikrometer (Anonim, 2006). Partikulat diemisikan dari berbagai sumber, termasuk pembakaran bahan bakar minyak, pencampuran dan penggunaan pupuk dan pestisida, konstruksi, proses-proses industri seperti pembuatan besi dan baja, pertambangan, pembakaran sisa pertanian (jerami), dan kebakaran hutan. Partikel debu yang berasal dari proses peleburan, telah terjadi akumulasi beberapa unsur kimia, sehingga akan sangat berbahaya sekali apabila tidak ditanggulangi. Gangguan partikel ini sangat berbahaya kepada kesehatan terutama dapat menimbulkan sesak napas, dan menimbulkan iritasi pada kulit (Syahputra, 2005). 6. Ozon (O3) Ozon termasuk pencemar sekunder yang terbentuk di atmosfer dari reaksi fotokimia NOx dan HC. Ozon bersifat oksidator kuat, karena itu pencemaran oleh ozon troposferik dapat menyebabkan dampak yang merugikan bagi kesehatan manusia. Laporan Badan Kesehatan Dunia 3
menyatakan konsentrasi ozon yang tinggi (>120 µg/m ) selama 8 jam atau lebih dapat menyebabkan serangan jantung dan kematian atau kunjungan ke rumah sakit karena gangguan pada sistem pernapasan. Konsumsi pada 3
konsentrasi 160 µg/m selama 6,6 jam dapat menyebabkan gangguan fungsi paru-paru akut pada orang dewasa yang sehat dan pada populasi yang sensitive (Anonim, 2006). Percepatan produksi ozon dibantu dengan kehadiran senyawa lain selain NOx yaitu hidrokarbon, CO, dan senyawa-senyawa radikal yang juga diemisikan dari pembakaran bahan bakar fosil. Puncak pola fluktuasi harian ozon umumnya terjadi setelah terjadinya puncak konsentrasi NOx, dan menimbulkan efek yang lebih merugikan terhadap kesehatan karena adanya
10
kombinasi pencemar NOx dan ozon yang menyebabkan penurunan fungsi paru-paru (Hazucha, 1996, dalam Anonim 2006). Selain menyebabkan dampak yang merugikan pada kesehatan manusia, pencemar ozon dapat menyebabkan kerugian ekonomi akibat ausnya bahan atau material (tekstil, karet, kayu, logam, cat, dan lain-lain), penurunan hasil pertanian, dan kerusakan ekosistem seperti berkurangnya keanekaragaman hayati. (Agrawal et al., 1999, dalam Anonim, 2006). C. Mekanika Fluida 1. Dasar Mekanika Fluida Mekanika adalah suatu studi yang mempelajari tentang cairan dan gas baik pada saat diam maupun saat bergerak (Okiishi et al., 2006). Dalam fluida bergerak, kemampuan untuk menyalurkan gaya geser suatu fluida dapat dikenali dengan adanya nilai viskositas dinamik µ, dimana fluida yang berada pada suatu bidang permukaan dianggap bergerak dengan kecepatan U paralel terhadap bidang permukaan yang diam stasioner. Selain itu, viskositas dinamik µ juga digunakan dalam menentukan bilangan Reynolds yang dapat dilihat pada Persamaan 1. ReL = r
UL .......................................................................................... (1) m
dimana L adalah jarak sepanjang permukaan x untuk aliran eksternal dan L adalah Dh = (4 x luas penampang) / (keliling terbasahi) untuk aliran pada saluran bukan silinder, serta L adalah diameter D untuk aliran internal dalam pipa silinder. Nilai bilangan Reynolds digunakan untuk menentukan jenis aliran fluida apakah aliran tersebut termasuk jenis aliran laminar atau aliran turbulen. Untuk aliran eksternal, aliran turbulen memiliki nilai ReL ≥ 5 x 105 disepanjang bidang permukaan tempat fluida itu mengalir dan ReL ≥ 2 x 104 jika fluida tersebut mengalir diseputar benda. Sedangkan untuk aliran internal aliran turbulen memiliki nilai ReDh ≥ 2300 (Tuakia, 2008). Aliran turbulen dapat dikenali dengan adanya medan kecepatan yang berfluktuasi. Fluktuasi kecepatan tersebut membawa berbagai besaran
11
seperti momentum, energi, konsentrasi partikel, sehingga besaran tersebut juga ikut berfluktuasi (Tuakia, 2008). Fluida yang bergerak dengan kecepatan U pada suatu bidang permukaan solid dipengaruhi oleh tekanan terhadap permukaan solid tersebut yaitu τ .A, dimana τ adalah tegangan geser dan A adalah luas permukaan solid yang dialiri fluida (Fletcher, 2006). Besarnya nilai tegangan geser τ dapat diketahui secara empirik dengan dipengaruhi oleh gradien kecepatan fluida ∂u/∂y, sebagaimana terlihat pada Persamaan (2)
t = m
dimana :
¶u ……………. ................................................... ……..(2) ¶y
τ
: Tegangan geser ,N/m2
µ
: Viskositas dinamik, kg/m.s
u
: Kecepatan parsial fluida, m/s
y
: Jarak terhadap permukaan solid, m
Nilai viskositas dinamik µ dan konduktivitas panas k dapat mempengaruhi besarnya nilai momentum dan energi, maka dari itu nilai viskositas kinematik ν dan difusivitas panas α juga dapat dihitung dengan Persamaan (3) dan (4) v =
m r
a =
k r .C
dan,
dimana,
……………………………………………………………(3)
……………………………………………………….(4) p
ν
: viskositas kinematik, m2/s
ρ
: density, kg/m3
k
: konduktivitas panas, W/m.K
α
: difusivitas panas, m2/s
Cp : panas jenis pada tekanan konstan, J/kg.K Difusivitas α dan viskositas kinematik ν pada fluida jenis gas seperti udara akan meningkat sejalan dengan meningkatnya temperatur, sedangkan
12
untuk fluida jenis cair seperti air, viskositas akan menurun secara signifikan dengan peningkatan temperatur namun difusivitas panas akan meningkat secara perlahan (Fletcher, 2006). Difusivitas masa didefinisikan oleh hukum Fick’s I yang merupakan rasio fluks terhadap perubahan konsentrasi. Hal ini dapat dianalogikan seperti difusivitas panas dalam hukum Fourier’s dan viskositas kinematik dalam hukum Newton. Hubungan nilai difusivitas masa dengan nilai viskositas kinematik pada kondisi tekanan konstan dipengaruhi oleh nilai angka Schmith (Sc) sebagaimana dirumuskan pada Persamaan (5) (Kreith, 1998). Di =
dimana,
m v ………………………………………………….(5) = r .S c Sc Di : koefisien difusivitas masa, m2/s Sc : angka Schmith
2. Aliran di sekitar permukaan silinder Fluida yang mengalir dengan kecepatan seragam jika berbenturan dengan suatu bidang permukaan solid akan mengakibatkan terjadinya perubahan pola aliran sehingga beberapa besaran seperti kecepatan, tekanan, momentum dan energi juga akan terbawa berubah atau berfluktuasi. Perubahan pola aliran fluida yang terjadi akan mengikuti karakteristik bentuk bidang permukaan solid tersebut (Okiishi et al., 2006). Untuk bidang permukaan yang berbentuk silinder, pola aliran fluidanya dapat dilihat pada ilustrasi Gambar 1. Fungsi aliran stream ψ di sekitar permukaan silinder dapat ditentukan dengan Persamaan (6) æ a2 ö ç y = Ur ç 1 - 2 ÷÷ sin q ……………………………………………(6) r ø è
Dan potensial kecepatan ϕ dirumuskan oleh Persamaan (7) æ a2 ö f = Ur çç 1 + 2 ÷÷ cos q …………………………………………….(7) r ø è
dimana :
ψ : fungsi aliran stream, m2/s
13
ϕ : kecepatan potensial, m2/s U : kecepatan fluida seragam, m/s r : jarak titik aliran terhadap titik pusat silinder, m a : radius atau jari jari-jari silinder, m θ : sudut kemiringan jarak r terhadap arah aliran fluida
Gambar 1. Ilustrasi aliran di sekitar silinder (Okiishi et al., 2006). Komponen kecepatan aliran fluida di sekitar silinder dapat diidentifikasi dari besarnya perubahan kecepatan potensial dan fungsi aliran terhadap jarak r,, sebagaimana dirumuskan oleh Persamaan (8). æ ¶f 1 ¶y a2 ö = = U çç 1 - 2 ÷÷ cos q …..…………………..(8.a) ¶r r ¶q r ø è æ a2 ö 1 ¶f ¶y vq = = = - U çç 1 + 2 ÷÷ sin q ……..……………(8.b) r ¶q r ø ¶r è
vr =
Tepat pada permukaan rmukaan silinder dimana ((r = a), ), maka nilai kecepatan fluida di titik jarak r dan fungsi aliran ψ adalah (vr = ψ = 0), sedangkan komponen kecepatan lainnya akan menjadi :
v q s = - 2U sin q ………………………………..……………….(9) Sebaran tekanan yang terjadi di permukaan silinder diturunkan dari persamaan Bernoulli, sehingga dapat dirumuskan dengan Persamaan (10)
p s = p0 +
1 rU 2
2
(1 - 4 sin
2
q
……………………………..(10) ) .……………………………..
14
ps : tekanan pada permukaan silinder, N/m2
dimana,
po : tekanan atmosfer, N/m2 Besaran gaya yang terjadi pada permukaan silinder dipengaruhi oleh faktor tekanan dan gaya gesek. Komponen gaya (Fx dan Fy) tersebut dapat dianalisis dari resultan tegangan geser dan distribusi tekanan yang diintegrasikan terhadap luasan elemen permukaan silinder yang terlintasi aliran fluida (Okiishi et al., 2006), seperti diilustrasikan oleh Gambar 2.
y x Gambar 2. Ilustrasi faktor tekanan dan tegangan geser pada permukaan silinder tampak atas (Okiishi et al., 2006). Komponen gaya yang terjadi pada permukaan silinder dituliskan pada Persamaan 11.
dF x = ( p .dA )cos q + (t w dA )sin q …………………………….(11.a)
dF y = - ( p.dA ) sin q + (t w dA ) cos q ……………………………(11.b) Besaran gaya yang berpengaruh terhadap objek secara aksial atau
horizontal disebut drag yang dinotasikan D, sedangkan besaran gaya yang berpengaruh terhadap objek secara vertikal disebut sebagai lift yang dinotasikan L. Drag dan lift diperoleh dari integral Persamaan 10, yaitu dituliskan pada Persamaan 12. D =
ò dF
L =
ò dF
dimana,
x
y
=
ò p cos q dA + ò t
w
sin q dA
………………..(12.a)
= - ò p sin q dA + ò t w cos q dA ……………….(12.b)
Re : Reynolds number ρ : densitas fluida, kg/m3
15
U : kecepatan aliran fluida, m/s D : diameter silinder, m µ : viskositas dinamik, kg/m.s θ : sudut kemiringan dari searah aliran fluida, deg p : tekanan, Pa τw : tegangan geser pada dinding, N/m2 b : panjang permukaan silinder, m dA : perubahan luasan elemen permukaan silinder, m2 dθ : perubahan sudut kemiringan, deg dFx , dFy : komponen perubahan gaya yang terjadi sepanjang permukaan silinder, N Selain itu, komponen gaya yang timbul pada permukaan silinder adalah gaya tekan dan gaya gesek. Gaya tekan adalah gaya normal yang tegak lurus terhadap bidang permukaan objek dan dipengaruhi oleh gradient kecepatan fluida dan separasi aliran fluida, sedangkan gaya gesek merupakan gaya yang sejajar bidang permukaan atau dinding objek dan dipengaruhi oleh besaran tegangan geser (Okishii et al., 2006). Sebagaimana diilustrasikan pada Gambar 2, kedua gaya tersebut merupakan besaran gaya yang membentuk resultan gaya pada bidang koordinat x dan y, yaitu dinotasikan dengan Persamaan 13. Gaya normal :
N = p cos q dA ……………………………………………….(13.a) Gaya gesek :
F f = t w sin q dA ……………………………………………….(13.b) Sehingga drag dari gaya normal (drag pressure), Dp, dan drag dari gaya gesek (drag friction), Df, dapat dituliskan : Dp =
ò
p
æD ö p cos q dA = 2 ç ÷ b ò p cos q d q …………………..(14.a) è 2 ø 0 p
Df =
æD ö ò t w sin q dA = 2 çè 2 ÷ø b ò0 t w sin q d q …………………(14.b)
16
fungsi drag
friction tidak hanya besaran yang dipengaruhi oleh
tegangan geser, namun ddalam alam hal ini juga berorientasi terhadap permukaan objek yang menerima aksi dari peristiwa fisika fluida yang mengalir. Nilai koefisien drag pada permukaan silinder berbanding terbalik dengan kecepatan rata rata-rata rata dan densitas fluida, sebagaimana dituliskan ditulisk pada Persamaan 15.
CD =
1 2
D ………………………………………………………..(1 ………………………………………………………..(15) rU 2 A
Dimana,
N : gaya normal, N Ff : gaya gesek, N Dp : drag pressure Df : drag friction CD: koefisien drag
3. Ketebalan boundary layer pada permukaan ground dan tegangan geser pada boundary ry layer Menurut Okiishi et al. (2006), ketebalan momentum boundary layer suatu aliran merupakan pusat momentum fluks. Hal ini diilustrasikan pada Gambar 3.
Gambar 3. Aliran pada boundary layer (Okiishi et al., ., 2006). Momentum fluks yang terjadi di dala dalam m lapisan layer dengan kecepatan fluida seragam U dan ketebalan Ө,, direpresentasikan pada Persamaan 16 dan Persamaan 117. ¥
……..…………………………...(1 r bU Q = r b ò u (U - u ) dy ……..…………………………...(16) 2
0
17
atau ¥
Q =
u
òU
(1 -
0
u ) dy …………………………………………….(17) U
Besarnya nilai tegangan geser pada permukaan ground, secara empirik dapat diturunkan dari persamaan integral momentum untuk aliran boundary layer pada permukaan ground tersebut.
t w = rU
2
d Q …………………………………………………(18) dx
dimana τw adalah tegangan geser pada permukaan tanah (N/m2), dan dӨ/dx adalah perubahan ketebalan lapisan layer terhadap perubahan jarak yang searah dengan kecepatan udara. Sehingga tegangan geser pada permukaan tanah sangat dipengaruhi oleh besarnya perubahan ketebalan lapisan layer terhadap arah sumbu x. Tegangan geser pada permukaan tanah akan berbanding lurus terhadap peningkatan boundary layer (Okiishi et al., 2006) 4. Fenomena Pemisahan Aliran Perubahan pola aliran terjadi jika medan aliran fluida terhalang oleh suatu benda, sehingga merubah kondisi stasioner fluida tersebut. Hal ini timbul akibat sifat fluida yang selalu mencari kondisi kesetimbangan baru ketika kondisi stasioner fluida tersebut tergangggu (Anonimous, 2003). Dalam kondisi aliran udara steady yang terhalang oleh sebuah silinder cerobong, akan terbentuk suatu pola aliran baru akibat adanya integral momentum volume udara yang melewati permukaan silinder cerobong. Kecepatan udara seragam yang dihembuskan searah dengan sumbu x pola alirannya akan terpecah atau terpisah pada saat melewati silinder cerobong dikenal dengan istilah creeping flow. Besarnya jarak pemisahan aliran fluida sangat dipengaruhi oleh nilai angka Reynold yang dimiliki aliran tersebut. Ketika terjadi pemisahan aliran, maka terjadi pula pusaran-pusaran lokal fluida yang disebut vortex. Vortex akan terbentuk pada rentang nilai Re tertentu, dimana semakin bertambah nilai Re yang dimiliki aliran fluida maka semakin banyak vortex yang terbentuk. Namun pada nilai Re tertentu juga pasangan vortices yang terbentuk akan tidak stabil sejalan dengan
18
bertambahnya nilai Re Re, sehingga salah satu vortex akan tumbuh lebih besar dari pada yang lainnya dan memiliki kekuatan yang sema semakin kin besar sehingga pada suatu titik akan terlepas bebas tanpa terikat terhadap silinder yang kemudian akan terbentuk lagi vortex baru (Okishii et al., 2006). Potensi pembentukan vortex dalam aliran dinamakan sebagai vorticity, sebagaimana diilustrasikan pa pada Gambar 4.
(a).
(b). Gambar 4. Skema terbentuknya lapisan geser ((shear layer)) yang selanjutnya akan membentuk vortex (Okiishi et al., 2006). Fenomena terlepasnya vortex dari permukaan silinder dikenal dengan istilah vortex shedding shedding. Bagi fluida uida yang mengalir di atas permukaan solid kemudian terhalang oleh sebuah silinder secara ilustrasi dapat dilihat pada Gambar 5.
Gambar 5. Ilustrasi aliran vortex di atas permukaan solid pada silinder bagian bawah (Okiishi et al., 2006).
19
D. Dispersi Udara Secara umum tingkat kadar pencemaran udara dominan dipengaruhi oleh faktor kondisi
yang terjadi di
mempengaruhi
penyebaran
atmosfer.
(dispersi),
Parameter meteorologi akan
pengenceran
(dilusi),
perubahan
(transformasi) fisik dan kimia dari zat-zat pencemar udara yang diemisikan, serta proses transportasi atau perpindahan dan deposisi basah dan kering yang terjadi. Dalam Soedomo (2001), dijelaskan bahwa kondisi atmosfer sangat dinamik yang secara alami mampu melakukan dispersi, dilusi dan transformasi baik melalui proses fisika maupun kimia serta mekanismekinetik atmosfer terhadap zat-zat pencemar. Menurut Davis et al. (2004), faktor pengaruh transportasi, dilusi dan dispersi gas polutan umumnya ditentukan oleh karakteristik titik emisi, bahan (material) polutan alam, kondisi meteorologi, dan struktur antropogenik wilayah tercemar. Dispersi pencemar terjadi karena ada tenaga yang membawa pencemar tersebut dari sumbernya ke udara ambien, sedangkan difusi terjadi karena adanya perbedaan konsentrasi tinggi ke konsentrasi rendah. Menurut Vesilind et al. (1994), dispersi udara merupakan suatu proses pergerakan udara yang terkontaminasi dari sumber emisi (source of emission) menyebar melalui suatu luas area wilayah tertentu untuk mereduksi konsentrasi gas polutan yang terkandung dalam udara terkontaminasi tersebut. Pergerakan atau penyebaran udara terkontaminasi terjadi secara vertikal maupun horizontal. Proses dispersi dan difusi akan menghasilkan dilusi (pengenceran) zat pencemar dari suatu sumber yang konsentrasinya sangat kental di udara ambien dengan hasil konsentrasi yang lebih rendah. Transformasi zat pencemar di atmosfer merubah zat tersebut menjadi zat lain yang berbeda sifatnya baik secara fisika maupun kimia dan juga kadar toksisitasnya. Proses transformasi yang dimaksudkan disini adalah proses transformasi zat-zat pencemar selama berada di udara yang mengalami perubahan fisik dan kimia yang dipengaruhi oleh difusi molekuler dan turbulen, terdapatnya uap air dan adanya radiasi matahari (Soedomo, 2001). Pergerakan udara disebabkan oleh adanya radiasi surya dan bentuk permukaan bumi yang tidak rata, dimana daya serap panas permukaan bumi
20
terhadap radiasi surya tersebut berbeda dengan daya serap panas di atmosfer. Hal ini menimbulkan adanya sistem pergerakan (dynamic sistem). ). Kemudian, sistem dinamika panas atmosfer bumi juga menghasilkan perbedaan dalam tekanan barometrik (Vesilind et al.,., 1994). 1. Model Dispersi Pemodelan dispersi udara berasal dari model analitik semi empiris yang berdasarkan pada persamaan ddifusi. ifusi. Persamaan difusi yang dikembangkan diverifikasi dengan data koefisien difusi di atmosfer dan data konsentrasi pencemaran udara yang diambil langsung lokasi pengukuran. a. Model Gaussian Model dispersi yang popular digunakan adalah model dispersi Gaussian ian yang terlihat pada Gambar 6. Model Extended Gaussian Plume untuk
point source source,, dibuat berdasarkan kenyataan bahwa distribusi
konsentrasi polutan ke arah vertikal dan horisontal sesuai dengan distribusi normal (Sugiyono, 1995). Dalam model ini penyeb penyebaran aran polutan dianggap mengikuti asumsi : - sumber emisi mengeluarkan material secara kontinu. - medan angin homogen baik ke arah vertikal maupun horisontal. - perubahan bentuk polutan secara fisik dan kimiawi selama di udara tidak diperhitungkan. - semua variabel dianggap stasioner.
Ket : Δh : tinggi kepulan (plume) h : tinggi stack actual H : tinggi stack effective ū : arah sebaran angin
Penyebaran berdasarkan metoda difusi Gauss ganda, adalah Gambar 6. Model dispersi Gaussian (Vesilind et al.,1994) penyebaran dengan normal (distribusi Gauss) arah arah-y dan arah-z, z, sedangkan
21
arah-x didominasi oleh kecepatan angin. Beberapa model Gauss dibangun sesuai dengan macam sumber emisinya, salah satunya adalah persamaan difusi Gauss ganda untuk sumber tunggal kontinyu. Persamaan dasar untuk sumber tunggal kontinyu dalam keadaan steady (Soenarmo, 1999). ¥
Q = ò ò Cudydz
............................................................................. (19)
-¥
kemudian dikembangkan menjadi persamaan Gauss untuk sumber tunggal kontinyu ( Soenarmo, 1999), sebagai : 2 2 2 Q ìï 1 é y ù üïìï 1 éæ ( z - H) ö æ (z + H) ö ùüï ÷ +ç ÷ úý ……..(20) C(x, y, z) = íexp. - ê ú ýíexp. - êçç 2pus ys z ï 2 ëês y ûú ïï 2 êè s z ÷ø çè s z ÷ø úï ë ûþ î þî
3
dimana, C : Konsentrasi Pencemaran udara pada titik (x,y,z), µg/m Q : Laju emisi / laju pancaran, g/det u
: Kecepatan angin rata-rata (wind speed), m/det
x
: Jarak ke arah-x (downwind), m
y
: Jarak ke arah-y (crosswind), m
z
: Jarak ke arah-z (vertikal), m
H : Tinggi emisi efektif (h + ∆h), m h
: Tinggi cerobong fisik, m
∆h : Penambahan tinggi kepulan (plume rise) oleh pengaruh angin dan kecepatan keluaran / emisi, m σ y : Koefisien dispersi arah sumbu-y σ z : Koefisien dispersi arah sumbu-z
Notasi C menyatakan konsentrasi parameter kualitas udara di ambien 3
dengan satuan masa per meter kubik (µg/m ). Notasi σ dalam literatur y
adalah konstanta deviasi standar dispersi horizontal dan σ untuk konstanta z
deviasi standar dispersi vertikal yang keduanya dinyatakan dalam satuan meter (m). Notasi u adalah kecepatan angin rata-rata dalam meter per detik (m/det), sedangkan notasi Q menyatakan kecepatan alir gas pada saat keluar dari cerobong yang dinyatakan dalam satuan gram per detik (g/det). Ketika
22
pengukuran konsentrasi polutan dilakukan pada ground level yang berarti bahwa z = 0, maka persamaannya menjadi : Q C ( x, y,0) = pus ys z
2 2 ì 1 é y ù üïìï 1 é H ù üï ï íexp . - ê ú ýíexp . - ê ú ý ........................ (21) 2 ëês y ûú ïï 2 ës z û ï ïî þ þî
Untuk mengetahui konsentrasi gas polutan di sepanjang garis pusat kepulan (plume centerline), yang berarti bahwa nilai y = 0, maka Persamaan (21) berubah menjadi :
Q C ( x, y,0) = pus ys z
2 ìï 1 é H ù üï íexp . - ê ú ý ..................................................... (22) 2 ës z û ï ïî þ
Terakhir, untuk sumber emisi pada ground level dimana H = 0 ,maka Persamaan (22) menjadi :
C ( x,0,0) =
Q .................................................................................. (23) pus ys z
Persamaan ini digunakan untuk tingkat dasar (ground level), yang mana konsentrasi garis pusat (center line concentration) dari sumber titik berada pada tingkat dasar. Penentuan laju emisi Q untuk sumber tunggal kontinyu diperoleh dari data langsung yang diperoleh dari pengukuran emisi di lubang keluaran (stack) atau dihitung dari kapasitas produksi berdasarkan prosesnya. Sedangkan penentuan kecepatan udara rata-rata (wind speed) adalah dengan analisis mawar angin (wind rose), yaitu didasarkan pada perhitungan arah angin dominan dan kecepatan angin rata-rata pada arah dominan. Perhitungan koefisien dispersi diperoleh dari suatu formula yang menunjukkan hubungan antara koefisien dispersi dengan koefisien stabilitas atmosfer sebagai fungsi jarak x, y, dan z. Koefisien stabilitas atmosfer diperoleh dari pengukuran stabilitas atmosfer (empiris). Faktor yang menjadi indikasi stabilitas atmosfer antara lain lapse rate (penurunan temperatur udara terhadap ketinggian atmosfer) atau profil temperatur udara, profil arah dan kecepatan angin (Soenarmo,1999). Albert H. Holland mengembangkan perhitungan tinggi kepulan (plume), yaitu bahwa tinggi kepulan akan menurun dengan bertambahnya
23
kecepatan angin, atau dengan kata lain tinggi kepulan ( Δh ) berbanding terbalik
dengan
kecepatan
angin
(Davis
et
al., .,
2004).
Dengan
memperhitungkan momentum dan panas yang keluar dari cerobong, maka perhitungan tinggi kepulan (Δh) mengikuti Persamaan (24 (24): Dh =
vs d u
dimana :
é æ æ Ts - Ta -2 ê1.5 + çç 2.68 ´ 10 ( P)çç è Ts è ëê
ö öù ÷÷d ÷ú .......................................... .......... (24) ÷ ø øûú
vs : kecepatan gas keluar stack, m/det d : diameter atas stack, m u : kecepatan angin rata rata-rata, m/det : Tekanan atmosfer, kPa o
temperatur gas keluar stack, K Ts : temper o
Ta : temperatur udara atmosfer (ambien), K Persamaan (24) adalah untuk kondisi atmosfer dengan tingkat stabilitas netral (kelas C atau D), sedangkan untuk kondisi atmosfer yang stabil (kelas A atau B) m maka aka hasil tersebut di atas (Persamaan 24) dikalikan 1,15 dan apabila tidak stabil (kelas E atau F) maka hasil pada Persamaan 24 dikalikan 0,85. b. Model Eulerian Konsep ini menerangkan bahwa pergerakan fluida digambarkan dengan sifat-sifat sifat fisik fluida terse tersebut but seperti temperatur, tekanan, densitas dan kecepatan. Kemudian sifat fisik tersebut di deskripsikan sebagai fungsi ruang dan waktu sehingga diperoleh informasi aliran fluida pada suatu titik dalam ruang (Okiishi et al., 2006). Menurut Finlayson dan Pittss (1986), dalam Septiyanzar (2008), pada model Eulerian konsentrasi gas pencemar diperhitungkan pada lokasi tertentu yang disebut grid dalam setiap waktu. Dalam grid ini terjadi proses transport dan reaksi kimia yang dipengaruhi oleh faktor meteorologi, se sehingga hingga menyebabkan konsentrasi berubah sebagai fungsi terhadap waktu. c. Model Lagrangian
24
Dasar dari konsep model ini yaitu dengan melibatkan partikel partikel-partikel fluida bergerak dan menjelaskan sifat sifat-sifat sifat fluida dengan perubahan partikel fluida sebagai fungsi dari waktu. Karena itu dengan metode ini partikel fluida dapat diidentifikasi dan dapat menjelaskan sifat sifat-sifat sifat fluida tersebut (Okiishi et al.,, 2006). Dalam kasus percemar udara atmosfer, model lagrangian direfleksikan dengan meninjau suatu parsel udara yyang ang mengalir pada lintasan tertentu yang dipengaruhi oleh faktor meteorologi. Perubahan konsentrasi pada parsel yang mengalir inilah yang diperhitungkan setiap saat dalam model lagrangian (Septiyanzar, 2008). Perbedaan analisa aliran fluida antara model eeulerian ulerian dan model lagrangian dapat dilihat dalam kasus kepulan gas polutan dari cerobong seperti pada Gambar 7.
Gambar 7. Ilustrasi pengambilan data temperatur aliran fluida pada lagrangian dan eulerian (Okiishi et al., 2006) Pada metode eulerian, titik partikel fluida diukur temperaturnya pada bagian atas cerobong dan dicatat sebagai fungsi waktu. Pada waktu yang berbeda terdapat partikel benda melintasi alat pengukur. Karena temperatur diukur pada satu titik ((x = xo, y = yo, dan z = zo) dan pada satu waktu, maka temperatur didefinisikan sebagai fungsi waktu dan tempat, sehingga temperatur dapat dituliskan sebagai T = T (xo, yo, zo, t). Penggunaan banyak alat ukur temperatur pada berbagai titik dapat memberikan informasi bidang temperatur temperatu temperatur field, dimana T = T (x, y, z, t). ). Temperatur dari sebuah partikel sebagai fungsi waktu tidak dapat diketahui sampai lokasi dari partikel diketahui sebagai fungsi waktu. Sedangkan pada metode
25
lagrangian temperatur diukur dari sebuah partikel hanya sebagai fungsi waktu, dimana TA = TA (t). Penggunaan banyak alat ukur temperatur saat partikel bergerak memberikan informasi bahwa temperatur dari partikel fluida merupakan fungsi dari waktu, sehingga temperatur tidak dapat diketahui sebagai fungsi dari posisi (lokasi partikel) sampai lokasi tiap partikel diketahui sebagai fungsi waktu (Okiishi et al., 2006). 2. Stabilitas Atmosfer Standar deviasi σ dan σ menentukan penyebaran kepulan gas polutan y
z
pada arah angin lateral dan arah vertikal. Hal ini tergantung pada kondisi stabilitas atmosfer dan jarak dari sumber emisi. Tingkat stabilitas atmosfer yang digunakan ditentukan berdasarkan data meteorologi : penutupan awan, tinggi dasar awan, nomor kelas insolasi yang diperoleh dari data “solar altitude” dan tabel kategori stabilitas yang dikembangkan oleh Turner yang diklasifikasikan ke dalam kategori A hingga F yang disebut dengan kelas stabilitas (stability class), dimana hubungan antara stability class, kecepatan angin, dan kondisi sinar matahari dijelaskan pada Tabel 3. Tabel 3. Stabilitas atmosfer Turner berdasarkan kecepatan angin, radiasi matahari dan penutupan awan (Soenarmo, 1999) Kecep. Angin perm pada 10 m (m/det) kelas <2 2-3 3-5 5-6 >6
Siang hari Radiasi matahari datang Kuat Moderat Ringan 1 2 3 A A-B B A-B B C B B-C C C C-D D C D D
Malam hari Penutupan awan Overcast Clear 4 5 E F E F D E D D D D
Nilai konstanta dispersi horizontal dan vertikal, σ dan σ dapat y
z
ditentukan dengan persamaan yang telah dikembangkan oleh D.O. Martin (1976) dalam Davis et al. (2004), yaitu :
s y = ax 0.894 ................................................................................. (25.a) s z = cx d + f ................................................................................ (25.b) dimana konstanta a, c, d, dan f didefinisikan pada Tabel 4.
26
Tabel 4. Nilai konstanta a, c, d, dan f untuk menghitung σy dan σz sebagai fungsi dari jarak (Davis et al., 2004) Kelas stabilitas A B C D E F Sumber :
x < 1 km x > 1 km a c d F c d f 213 440.8 1.941 9.27 459.7 2.094 -9.6 156 100.6 1.149 3.3 108.2 1.098 2 104 61 0.911 0 61 0.911 0 68 33.2 0.725 -1.7 44.5 0.516 -13 50.5 22.8 0.678 1.3 55.4 0.305 -34 34 14.35 0.74 -0.35 62.6 0.18 -48.6 Martin,D.O.,”Comment on the change of concentration standard deviations with distance,” Journal of the Air Pollution Control Association, vol. 26, pp. 145-146, 1976.
Variasi diurnal radiasi matahari yang mempengaruhi temperatur udara memiliki peranan penting dalam menentukan kestabilan atmosfer. Pada malam hari kondisi udara stabil karena temperatur permukaan tanah lebih rendah dari pada temperatur udara. Pada saat matahari terbit dan kondisi udara cerah, radiasi matahari memanaskan permukaan tanah lebih cepat dibandingkan udara, kondisi ini memicu timbulnya turbulensi udara. Ketebalan lapisan konveksi semakin meningkat pada siang hari akibat pemanasan lapisan permukaan tanah, sehingga kondisi atmosfer menjadi tidak stabil karena pergerakan udara menjadi sangat dinamis. Pada sore hari temperatur udara sama dengan temperatur permukaan tanah, sehingga profil temperatur udara menjadi adiabatik karena tidak adanya fluks bahang dari permukaan tanah (Seinfeld, 1986). 4. Kecepatan Angin Arah angin dan kecepatan angin memegang peranan penting dalam proses
pengenceran
(dilution)
dan
pemindahan
(transportation).
Peningkatan kecepatan angin akan menyebabkan penambahan jumlah volume udara bersama gas-gas polutan yang terkandung dalam suatu kurun waktu tertentu. Proses penyebaran (dispersi) banyak dipengaruhi oleh variasi arah angin jika arah angin secara kontinu menyebar ke berbagai arah maka area sebaran polutan semakin luas, sedangkan apabila arah angin dominan tetap bergerak hanya ke satu arah tertentu, maka daerah tersebut akan memiliki tingkat paparan polutan yang tinggi (Liptak et al., 2000).
27
Menurut Davis et al. (2004), arah angin menentukan ke mana arah mengalir atau bergeraknya gas yang terkontaminasi di atas permukaan. Kecepatan angin mempengaruhi ketinggian kepulan dan nilai campuran atau pengenceran (dilution) gas-gas pencemar yang telah diemisikan dari titik keluaran. Peningkatan kecepatan angin akan menurunkan ketinggian kepulan dengan membelokkan kepulan tersebut lebih cepat dari titik keluarannya,
dan
penurunan
ketinggian
kepulan
cenderung
akan
meningkatkan konsentrasi polutan di permukaan tanah (ground level). Menurut Davis et al. (2004), koreksi kecepatan angin berdasarkan ketinggian dapat menggunakan Persamaan (26). æh u z = u o çç z è ho
n
ö ÷÷ ............................................................................................ (26) ø
dimana : uz = Kecepatan angin pada ketinggian z yang diinginkan, m/det uo = Kecepatan angin pada ketinggian standar, m/det ho = Ketinggian alat ukur anemometer, m hz = Ketinggian kecepatan angin yang diinginkan, m n
= Konstanta yang ditentukan berdasarkan stabilitas atmosfer
EPA (Environmental Protection Agency) United State, membedakan kondisi stabilitas atmosfer di daerah pedesaan dan kota untuk menentukan nilai eksponen n yang tersaji dalam Tabel 5 (Davis et al., 2004), sebagai berikut : Tabel 5. Aturan nilai eksponen n untuk pedesaan dan kota Kelas Kelas stabilitas Pedesaan Kota stabilitas Pedesaan Kota 0.07 0.15 A D 0.15 0.25 0.07 0.15 B E 0.35 0.30 0.10 0.20 C F 0.55 0.30 Sumber : User’s Guide for ISC3 Dispersion Models, Vol.II, EPA-454/B-95-003b,U.S, September, 1995
Pergerakan atmosfer dalam bentuk parsel udara atau angin disebabkan oleh ketidakseimbangan radiasi bersih, kelembaban dan momentum diantara
28
lintang rendah dan lintang tinggi di satu pihak serta diantara permukaan bumi dan atmosfer dilain pihak (Prawirowardoyo, 1996). Perbedaan penerimaan radiasi matahari akan menyebabkan terjadinya perbedaan tekanan udara. Semakin tinggi gradien tekanan maka kecepatan angin akan semakin tinggi. E. Dasar-dasar Simulasi Menurut Syamsa (2003), simulasi komputer adalah usaha mengeksplorasi model-model matematika dari suatu proses atau fenomena fisik dengan menggunakan komputer dalam rangka memberikan gambaran situasi nyata dengan sebagian besar rinciannya. Sedangkan simulasi proses adalah penggunaan model matematika untuk menggambarkan secara realistik perilaku nyata dari sistem dengan mengukur tanggap dinamik variabel-variabel proses yang dipantau, misalnya temperatur tekanan, dan komposisi bahan. Dengan memanipulasi atau bekerja dengan model diharapkan : 1. Dapat meramalkan hasil atau keluaran. 2. Lebih memahami model fisik dan matematik dari fenomena dan proses. 3. Bereksperimen dengan model. 4. Melakukan pengujian dengan model. 5. Menggunakan model untuk tujuan pendidikan dan pelatihan. Secara garis besar, simulasi proses dapat dikategorikan menjadi dua kategori berdasarkan kondisinya yaitu simulasi pada keadaan tunak dan simulasi keadaan dinamik (Syamsa, 2003). Simulasi keadaan tunak biasanya terdiri dari sejumlah persamaan aljabar yang diselesaikan secara iteratif, misalnya untuk menghitung kalkulasi panas dan keseimbangan bahan dari suatu proses dibawah kondisi keadaan tunak yang berubah-ubah. Program simulasi keadaan tunak umum digunakan dalam proses industri seperti pengukuran boiler dan peralatan turbin untuk laju panas tertentu. Sedangkan simulasi keadaan dinamik tidak hanya memperhatikan kalkulasi panas dan keseimbangan bahan dalam keadaan tunak, tetapi juga kondisi transien dari perubahan proses. Simulasi dilakukan dengan
29
menyelesaikan persamaan persamaan diferensial non-linier berjumlah besar dalam waktu nyata, untuk menggambarkan keseimbangan dinamik bahan dan energi dari proses yang disimulasikan. Laju akumulasi masa dan energi dihitung secara kontinyu dan diintegrasikan sepanjang interval waktu yang relatif kecil, yaitu untuk menghasilkan proses tiruan dari tanggap dinamik yang realistik seperti temperatur, tekanan dan komposisi bahan. F. Pemodelan Matematik Menurut Syamsa (2003), model matematik adalah gambaran dari karakteristik dinamik suatu sistem. Agar dapat diselesaikan dengan komputer, maka fenomena atau proses fisik harus dapat dimodelkan dengan persamaan matematika. Dengan pemodelan diharapkan dapat melakukan : 1. Idealisasi dari proses dan fenomena. 2. Memahami pengaruh dan kendali lingkungan. 3. Menganalisis eksperimen yang sulit atau tidak mungkin dapat dilakukan. 4. Mempertajam
pemahaman
dan
mengurangi
pemborosan
akibat
eksperimen yang tidak terarah (trial and error). 5. Meningkatkan potensi dan keamanan sistem. G. Metode Komputasi Dinamika Fluida Computational Fluid Dynamics (CFD) merupakan pemanfaatan program komputer untuk membuat suatu prediksi apa yang akan terjadi secara kuantitatif saat fluida mengalir. Dengan menggunakan CFD prediksi aliran fluida diberbagai sistem dapat dilakukan dengan biaya yang relatif murah dan waktu yang singkat dibandingkan dengan metode eksperimen (Nugraha, 2005). Menurut Tuakia (2008), CFD adalah ilmu yang mempelajari cara memprediksi aliran fluida, perpindahan panas, reaksi kimia, dan fenomena lainnya dengan menyelesaikan persamaan-persamaan matematika (model matematika). Secara istilah CFD bisa berarti suatu teknologi komputasi yang memungkinkan untuk mempelajari dinamika dari benda-benda atau zat-zat yang mengalir. Menurut
Zhang (2005), pada dasarnya persamaan-persamaan dalam fluida
dibangun dan dianalisis berdasarkan persamaan-persamaan parsial (PDE = Partial
30
Differential Equation) yang merepresentasikan hukum-hukum konservasi massa, momentum, dan energi. Untuk memprediksi aliran fluida pada kondisi tertentu, program CFD harus dapat menyelesaikan persamaan yang mengatur aliran-aliran fluida sehingga pemahaman tentang sifat-sifat dasar aliran fluida sangatlah penting. Persamaan pengaturan aliran fluida adalah persamaan-persamaan diferensial parsial, komputer digital tidak dapat langsung digunakan untuk menyelesaikan persamaan tersebut secara langsung. Oleh karena itu persamaan diferensial ini harus ditransformasikan kedalam persamaan aljabar yang sederhana dan disebut dengan metode diskritisasi (Versteeg and Malalasekera, 1995). Secara umum, proses dalam CFD dibagi kedalam tiga tahapan yaitu prapemrosesan (pre-processing), pencarian solusi (solving), dan pascapemrosesan (post-processing) (Purabaya dan Asmara, 2003). 1. Prapemrosesan Pada tahap prapemrosesan dilakukan pendefinisian masalah dengan membentuk geometri, dapat berupa geometri dua dimensi maupun tiga dimensi. Dalam pembentukan geometri ini didefinisikan topologi yang akan dibangun mulai dari pembentukan titik (point), garis (curve, edge), bidang (face) atau volume sehingga menjadi model yang diinginkan (Purabaya dan Asmara, 2003). Setelah geometri terbentuk dilakukan diskritisasi menjadi sejumlah grid dimana persamaan atur akan dicari solusinya di masing-masing grid tersebut. Bila menggunakan diskritisasi grid berstruktur diusahakan sisi yang membentuk grid tetap tegak lurus atau memliki skewness dengan toleransi tertentu. Pada grid tak berstruktur diperhatikan perbandingan antara panjang dan lebar (aspect ratio) bentuk grid (Parwatha, 2003). Menurut Tuakia (2008), Tahapan ini merupakan langkah pertama dalam membangun dan menganalisis sebuah model CFD. Pre-processing terdiri dari input masalah aliran ke dalam program CFD dengan memakai interface yang memudahkan operator dan transformasi input berikutnya ke dalam bentuk yang sesuai dengan pemecahan oleh solver. Hal-hal yang dilakukan pada tahap ini meliputi:
31
-
Mendifinisikan geometri dari daerah yang dianalisis.
-
Pembentukan grid.
-
Pemilihan fenomena kimia dan fisik yang diperlukan.
-
Menentukan sifat-sifat fluida (konduktivitas, viskositas, massa jenis, panas jenis dan sebagainya).
-
Menentukan kondisi batas yang sesuai.
Pemecahan masalah aliran (kecepatan, tekanan, temperatur dan lainlain) didefinisikan pada titik (nodal) di dalam tiga sel. Ketepatan CFD dibentuk oleh sejumlah sel dalam grid. Secara umum semakin besar jumlah sel, ketelitian hasil pemecahan semakin baik. Mesh optimal tidak selalu seragam, semakin halus pada bagian yang memiliki variasi cukup besar dan semakin kasar untuk bagian yang relatif tidak banyak perubahan (Tuakia, 2008). 2. Pencarian Solusi Setelah geometri masalah didefinisikan secara numerik melalui gridgrid, tahap selanjutnya adalah pencarian solusi. Pada tahap ini persamaan atur yang diterapkan untuk memodelkan medan aliran didiskritisasi untuk masing-masing grid dan dicari solusinya. Persamaan atur yang digunakan dalam CFD tergantung dari permasalahan yang akan dimodelkan (Purabaya dan Asmara, 2003). Proses pencarian solusi menggunakan metode finite volume, dimana metode ini dikembangkan dari finite difference khusus (Tuakia, 2008). Algoritma numerik metoda ini terdiri dari beberapa tahap, yaitu: - Aproksimasi variabel aliran yang tidak diketahui menggunakan fungsi sederhana - Diskritisasi dengan mensubtitusi hasil aproksimasi ke dalam persamaan aliran dan manipulasi matematis berikutnya - Penyelesaian persamaan aljabar. 3. Pasca-pemrosesan
32
Tahap terakhir dalam proses simulasi dengan menggunakan CFD adalah pasca-pemrosesan. Pada tahap ini semua solusi dari parameter aliran yang telah diperoleh untuk setiap grid akan dibentuk visualisasi. Visualisasi solusi ini bertujuan untuk mempermudah memahami solusi yang dihasilkan oleh sotfware CFD (Purabaya dan Asmara, 2003). H. Penelitian Terdahulu yang Terkait Hargreaves (1997), pernah melakukan penelitian tentang simulasi dispersi gas polutan yang bersumber dari kendaraan bermotor atau sumber yang bergerak kontinyu. Dengan menggunakan program CFD simulasi yang dilakukannya terfokus pada analisis pola aliran gas polutan yang diemisikan oleh kendaraan bermotor di sekitar jalan raya. Bangunan-bangunan gedung di sekitar jalan raya merupakan objek yang terkena dampak langsung dari sumber polutan yang dihasilkan oleh kendaraan bermotor. Sedangkan bangunan tersebut merupakan tempat yang strategis dimana manusia melakukan aktivitas kesehariannya. Beberapa perangkat software yang digunakan dalam penelitian tersebut adalah Fluent yang digunakan untuk menganalisis aliran fluida, software SCALAR yang digunakan untuk membangun geometri bangunan yang akan disimulasikan dan software CHENSI yang digunakan untuk menganalisis pola aliran udara yang berupa olakan atau yang disebut vortices pada dinding-dinding bangunan di sekitar jalan raya. Berbeda dengan penelitian ini, simulasi yang dirancang adalah simulasi dispersi gas polutan yang bersumber dari sebuah cerobong di kawasan perindustrian. Sedangkan fokus area yang diamati adalah pola aliran dispersi gas polutan dan sebaran konsentrasi gas polutan dari sumber pencemar terhadap area permukaan tanah di sekitar kawasan industri dimana umumnya makhluk hidup berpijak. Software yang digunakan dalam penelitian ini adalah software EFD (Enginering Fluid Dynamics).
33