BAB II TEORI DASAR
2.1
Obligasi
Obligasi (bond) merupakan surat utang yang diterbitkan oleh pemerintah atau perusahaan yang telah memiliki izinnya untuk menghimpun dana. Motivasi dari penerbitan obligasi ini adalah untuk mendapatkan bunga yang lebih kecil daripada meminjam kepada bank atau negara lain. Obligasi memiliki sifat yang mirip seperti deposito. Obligasi memiliki waktu jatuh tempo yang disebut maturity time. Hanya pada waktu jatuh tempo tersebut, pembeli obligasi (bond holder) dapat mengambil kembali uang yang telah mereka pinjamkan (principal) kepada penerbit obligasi (issuer). Selama waktu hingga jatuh tempo tersebut, bond holder mendapatkan bunga yang disebut coupon secara periodik. Bedanya, obligasi memiliki resiko yang lebih banyak daripada deposito dan dapat diperjualbelikan. Salah satunya, obligasi memiliki resiko gagal bayar karena tidak dijamin pemerintah (kecuali obligasi yang diterbitkan oleh pemerintah). Sebagai gantinya, biasanya kupon yang diterima dari obligasi lebih besar daripada yang diberikan oleh deposito. Seorang bond holder dapat menjual obligasi yang mereka miliki di dalam bursa. Proses transaksi jual beli obligasi di bursa inilah yang akan menentukan yield curve dari suatu obligasi. Harga obligasi di dalam bursa bisa (beserta yieldnya) naik dan turun sesuai dengan hukum permintaan dan penawaran.
2.1.1 Obligasi Tanpa Kupon Obligasi tanpa kupon (zero coupon bond) merupakan tipe obligasi yang hanya memiliki satu pembayaran, yaitu pada saat maturity time. Jadi, obligasi tanpa kupon ini tidak memiliki pembayaran kupon seperti pada obligasi biasa. Sebagai gantinya, harga pembelian obligasi ini selalu lebih murah daripada principal
3
yang tertulis dalam surat obligasi tersebut. Contohnya sebuah obligasi yang memiliki principal 10 juta dengan maturity time 3 tahun dijual dengan harga 7,8 juta. Jadi untuk membeli obligasi ini, kita hanya perlu mengeluarkan uang 7,8 juta. Setelah 3 tahun, kita bisa mencairkan obligasi tersebut dan mendapatkan uang 10 juta.
2.2
Harga Obligasi
Misalkan : T ! t
: maturity time dari suatu obligasi,
cj
: nominal pembayaran kupon ke j, : waktu pembayaran kupon ke j,
Tj M
: banyak pembayaran kupon,
! =T-t
: waktu menuju maturity time dari obligasi, dan
R(t,T)
: yield to maturity pada waktu T untuk investasi obligasi yang memiliki maturity time T. R(t,T) ini merupakan continously compounded interest rate dari obligasi tersebut.
Maka, P(t,T), harga dari suatu obligasi merupakan fungsi diskon M
"R t,T T "t P ( t,T ) = ! c j e ( j )( j ) + P (T,T )e "R ( t,T )(T "t )
(1)
j =1
Karena obligasi tanpa kupon tidak memiliki pembayaran kupon, maka persamaan (1) menjadi
P ( t,T ) = P (T,T )e !R ( t,T )(T !t )
(2)
Untuk memudahkan perhitungan, umumnya dimisalkan P (T,T ) = 1 Dengan menggunakan (2), kita bisa menghitung sebuah obligasi berkupon yang memiliki R(t,T) sama. Harga obligasi berkupon tersebut adalah M
P ( t,T ) = ! cZCB(t,T j ) + P (T,T ) ZCB(t,T)
(3)
j =1
4
dengan ZCB(t,T) merupakan fungsi harga sebuah obligasi tanpa kupon seperti pada persamaan (2) dan Tj merupakan waktu pembayaran kupon. Misalkan kita membeli c obligasi tanpa kupon yang jatuh tempo pada T1, T2 dan seterusnya hingga TM, serta c+P(T,T) obligasi tanpa kupon yang jatuh tempo pada T. Kumpulan obligasi tanpa kupon ini akan menghasilkan uang sebesar c di tahun pertama, kedua, dan seterusnya serta c+P(T,T) pada T. Jadi dapat dikatakan bahwa obligasi berkupon dapat dibentuk dari kumpulan obligasi tanpa kupon dengan maturity time sama dengan waktu pembayaran setiap kupon obligasi. Harga sebuah obligasi juga dapat dinyatakan dalam bentuk forward rate. Diketahui sifat
P ( t1,t 2 ) P ( t1;t 2 ,T ) = P ( t1,T )
(4)
dengan P ( t1;t 2 ,T ) merupakan harga forward untuk periode t2 hingga T pada waktu t1. Continously compounded forward rate f(t1;t2, T) yang membentuk harga forward tersebut haruslah memenuhi
P ( t1;t 2 ,T ) = e ! f ( t1 ;t 2 ,T )(T !t 2 )
# P ( t1,T ) & log% ( $ P ( t1,t 2 ) ' " f ( t1;t 2 ,T ) = ! T ! t2
! f ( t1;t 2 ,T ) = " ! f ( t1;t 2 ,T ) =
log( P ( t1,T )) " log( P ( t1,t 2 ))
(5)
T " t2
R( t1,T )T " R( t1,t 2 ) t 2 T " t2
Perhatikan bila T ! t 2 , maka akan diperoleh
log( P ( t1,T )) " log( P ( t1,t 2 )) # =" log( P ( t1,t 2 )) T !t 2 T " t2 #t 2
f ( t1;t 2 ) = lim f ( t1;t 2 ,T ) = " lim T !t 2
(6)
Bentuk instantaneously forward rate (6) dapat disederhanakan notasinya agar lebih mudah dibaca menjadi
5
f ( t;T ) = lim f ( t;t,T ) = " T !t
# log P(t,T) #T
(7)
yang merupakan kecepatan penurunan nilai interest rate terhadap waktu maturity time. Dengan menyelesaikan persamaan (7), diperoleh harga obligasi
f ( t;T )!T = "! log P(t,T) T
T
# $ f ( t;s)!s = " $ ! log P(t,T) t
t
T
# " $ f ( t;s)!s = log P(t,T) " log P(t,t) t
(8)
T
# log P(t,T) = log1" $ f ( t;s)!s t
T
# P(t,T) = exp(" $ f ( t,s)!s) t
2.3
Yield Curve
Dari (2), kita dapat menurunkan persamaan berikut
R( t,T ) = !
1 P ( t,T ) log T!t P (T,T )
(9)
Persamaan (9) merupakan yield yang akan didapatkan oleh seorang bond holder jika ia memegang obligasi yang dibeli hingga maturity time. Yield curve merupakan grafik dari yield to maturity time tersebut terhadap maturity time obligasi tersebut (T). Fungsi R(t,T) dapat digunakan untuk menentukan peringkat dari suatu obligasi. Harga obligasi P(t,T) yang rendah akan menyebabkan R(t,T) bernilai tinggi dan sebaliknya. Harga obligasi di pasar yang tinggi (yang berarti R(t,T) rendah) mencerminkan bahwa obligasi tersebut memiliki peringkat yang baik dan banyak diminati calon pembeli. Umumnya, obligasi ini memiliki resiko gagal bayar yang rendah.
6
2.3.1 Beberapa Bentuk Umum Yield Curve Secara umum terdapat empat tipe yield curve1. Masing-masing mempunyai karakteristiknya tersendiri jika dikaitkan dengan keadaan ekonomi pada saat itu. 1. Normal Yield Curve Ini merupakan bentuk yield curve saat keadaan ekonomi normal dan stabil. Para peminat obligasi dengan maturity time lama akan mengharapkan tingkat pengembalian yang lebih tinggi karena resiko yang ditanggung olehnya akan lebih besar. Umumnya untuk menekan
Gambar 1. Normal yield
tingkat pertumbuhan ekonomi yang terlalu
curve
tinggi, bank sentral akan meningkatkan tingkat suku bunga. 2. Flat Yield Curve Pada saat ini, kondisi ekonomi yang tidak menentu. Akibatnya, harapan tingkat pengembalian obligasi dengan maturity time lama cenderung melemah karena resiko yang diambil terlalu besar menurut beberapa investor.
Gambar 2. Flat yield curve
3. Inverted Yield Curve Bila yield curve berbentuk seperti ini, maka sedang terjadi resesi di negara yang bersangkutan. Investor akan cenderung untuk melakukan investasi jangka pendek karena kondisi ekonomi pada masa datang yang melemah.
Gambar 3. Inverted yield curve
1 http://www.kiplinger.com/basics/archives/2003/04/bonds4.html.
7
4. Humped Yield Curve Bentuk yield curve ini merupakan bentuk peralihan antara bentuk peralihan dari bentuk nomor 1 ke nomor 3. Dengan demikian, bentuk ini merupakan pertanda akan terjadinya resesi. Gambar 4. Humped yield curve
2.4
Interpolasi
Permasalahan utama dalam menghitung yield curve adalah R(t,T) tidak dapat dicari bentuk fungsinya kecuali harga obligasinya, P(t,T), diketahui untuk setiap T. Karena P(t,T) merupakan harga yang tercipta di pasar, jelas daya yield yang ada hanya tersedia untuk beberapa T saja sedangkan untuk membentuk yield curve yang kontinu diperlukan data untuk setiap T. Jadi yield curve dengan range waktu dari o hingga T tidak dapat dibentuk karena data harga obligasi di pasar tidak lengkap. Oleh karena itu, salah satu cara yang dapat digunakan untuk adalah melakukan curve fitting dengan menggunakan data-data yang tersedia.
2.4.1 Interpolasi Linier Salah satu teknik dasar interpolasi adalah dengan menggunakan interpolasi linier. Misalkan diberikan dua buah titik (x1, y1 ) dan (x 2 , y 2 ) , maka garis yang menghubungkan antara dua titik tersebut dibentuk oleh persamaan
y = y1 +
( x ! x1)( y 2 ! y1) ;x " x " x 1 2 ( x 2 ! x1)
(10)
Interpolasi linier ini mudah dan prosesnya cepat, hanya saja hasil yang didapatkan tidak akan terlalu presisi. Untuk menghampiri sebuah fungsi kompleks dengan interpolasi linier, dibutuhkan jumlah data yang sangat banyak.
8
2.4.2 Interpolasi Polinom Interpolasi polinom merupakan generalisasi dari interpolasi linier. Pada interpolasi ini, digunakan polinom yang berderajat lebih tinggi. Akan tetapi, interpolasi polinom mempunyai biaya komputasi yang lebih mahal daripada interpolasi linier. Selain itu, interpolasi polinom tidak selalu mendekati nilai eksak terutama pada ujung grafik. Hal ini merupakan masalah dari polinom berderajat tinggi. Masalah ini dijelaskan pada Runge's phenomenon2 bahwa pada interpolasi polinom berderajat tinggi, pada kedua ujung grafik hasil interpolasi terjadi wiggle yang membuat nilai di kedua ujung tidak dapat didekati dengan baik. Bentuk umum dari interpolasi polinom adalah
p(x) = an x n + an !1 x n !1 + ... + a1 x + a0
(11)
Parameter ai dicari dengan menyediakan n+1 buah pasangan data
(x i , y i )!i = 0,1,...,n dengan x i ;i = 0,1,2,......,n dan membentuk sistem persamaan linier yang terdiri dari n+1 persamaan p(xi)=yi.
2.5
Spline
Interpolasi spline 3 merupakan bentuk interpolasi dengan interpolannya merupakan polinom spesial berbentuk piecewise yang dinamakan spline. Interpolasi spline lebih dianjurkan daripada interpolasi polinom karena error yang dihasilkan jauh lebih kecil dibandingkan dengan interpolasi polinom derajat rendah sekalipun. Selain itu, interpolasi spline juga tidak terkena masalah Runge's phenomenon. Bentuk umum dari interpolasi spline adalah sebagai berikut : diketahui sebuah fungsi y=f(x). Diberikan selang [a,b] yang dibagi menjadi n+1 subselang x i ;i = 0,1,2,...., sedemikian sehingga a = x 0 < x1 < ... < x n = b maka fungsi spline S(x) diberikan oleh
2 Mathews [1987] 3 Anton [1994]
9
# S0 ( x ) % % S ( x) S( x ) = $ 1 % ! %&Sn "1 ( x )
x ![ x 0 , x1 ] x ![ x1, x 2 ] !
(12)
x ![ x n "1, x n ]
dengan Si(x) merupakan polinom berderajat k. Ada beberapa syarat yang harus dipenuhi oleh spline yang dibentuk, yaitu 1. S(xi)=f(xi), i=0,1,...,n yang merupakan sifat interpolasi 2. Spline saling bertemu di kedua ujung, Si-1(xi)=Si(xi), i=1,2,...,n-1. 3. Spline terdiferensialkan secara kontinu (k-1) kali. ( j) Si!1 ( x i ) = Si( j ) ( x i )"j = 1,2,...,k ! 1 dan i = 1,2,…,n - 1
Spline kubik merupakan spine yang populer digunakan dalam melakukan curve fitting. Hal ini disebabkan syarat spline mengharuskan spline kubik terdiferensialkan secara kontinu 2 kali. Jadi, spline kubik bukan hanya memiliki bentuk kurva yang mulus tetapi juga kecekungan yang baik dibandingkan dengan spline linier dan kuadratik. Akibatnya, kurva yang terbentuk terlihat seperti sebuah kurva tunggal yang mulus, bukan kumpulan dari kurva-kurva yang dipasangkan bersama. Bentuk umum dari spline kubik adalah
S0 (x) = a0 (x ! x 0 ) 3 + b0 (x ! x 0 ) 2 + c0 (x ! x 0 ) + d0
x 0 " x " x1
S1 (x) = a1 (x ! x1 ) + b1 (x ! x1 ) + c1(x ! x1 ) + d1
x1 " x " x 2
! 3 Sn !1 (x) = an !1 (x ! x n !1 ) + bn !1 (x ! x n !1 ) 2 + cn !1 (x ! x n !1 ) + dn !1
! x n !1 " x " x n
3
2
(13)
sehingga
S0' (x) = 3a0 (x ! x 0 ) 2 + 2b0 (x ! x 0 ) + c0 S1' (x) = 3a1 (x ! x1 ) 2 + 2b1 (x ! x1 ) + c1
x 0 " x " x1 x2 " x " x3
! ' Sn !1 (x) = 3an !1 (x ! x n !1 ) 2 + 2bn !1 (x ! x n !1 ) + cn !1
! x n !1 " x " x n
(14)
dan
10
S0" (x) = 6a0 (x ! x 0 ) + 2b0 S1" (x) = 6a1 (x ! x1 ) + 2b1
x 0 " x " x1
! " Sn !1 (x) = 6an !1 (x ! x n !1 ) + 2bn !1
! x n !1 " x " x n
x1 " x " x 2 (15)
Parameter ai, bi, ci, dan di dapat dicari dengan menggunakan ketiga sifat spline di atas. Langkah pertama yang harus dilakukan adalah memisalkan subselang berjarak uniform. Kita misalkan xk-xk-1=h !k = 1,2,....,n .
2.5.1 Sifat S(x) Menginterpolasi Titik (xi, yi) Karena S(x) menginterpolasi titik (xi, yi), haruslah S(x0)=y0, S(x1)=y1, .... , S(xn)=yn
(16)
Dari n persamaan pertama pada (10), diperoleh d0=y0, d1=y1, .... , dn-1=yn-1
(17)
Kemudian dari persamaan terakhir pada (16) dan persamaan terakhir pada (13) didapatkan
an !1h 3 + bn !1h 2 + cn !1h + dn !1 = y n
(18)
2.5.2 Sifat S(x) Kontinu di [xo, xn] Agar S(x) kontinu di [xo, xn] haruslah Si-1(xi)=Si(xi) !i = 1,2,3,...,n " 1
(19)
Karena S(x i ) = y i maka Si!1 (x i ) = y i sehingga
a0 h 3 + b0 h 2 + c0 h + d0 = y1 a1h 3 + b1h 2 + c1h + d1 = y 2 ! 3 2 an !2 h + bn !2 h + cn !2 h + dn !2 = y n !1
(20)
11
2.5.3 Sifat S'(x) Kontinu di [x0, xn] Agar S'(x) kontinu di [x0, xn] haruslah S'i-1(xi)=S'i(xi) !i = 1,2,3,...,n " 1
(21)
Dari (14) didapatkan
3a0 h 2 + 2b0 h + c0 = c1 3a1h 2 + 2b1h + c1 = c 2 !
(22)
3an !2 h 2 + 2bn !2 h + cn !2 = c n !1
2.5.4 Sifat S"(x) Kontinu di [x0, xn] Agar S'(x) kontinu di [xo, xn] haruslah S"i-1(xi)=S"i(xi) !i = 1,2,3,...,n " 1
(23)
Dari (15) didapatkan
6a0 h + 2b0 = 2b1 6a1h + 2b1 = 2b2 ! 6an !2 h + 2bn !2 = 2bn !1
(24)
2.5.5 Mencari ai, bi, ci, dan di Persamaan (17), (18), (20), (22), dan (24) membentuk 4n-2 persamaan linier dengan 4n parameter ai, bi, ci, dan di, i=0,1,2, . . . , n-1 . Jelas bahwa kita memerlukan dua persamaan lagi untuk mendapatkan nilai dari tiap parameter. Sebelum mencari dua persamaan itu, kita nyatakan terlebih dahulu ai, bi, ci, dan di dalam bentuk parameter baru yang tidak diketahui nilainya, M 0 = S"(x 0 ), M1 = S"(x1 ),…, M n = S"(x n ) dan parameter yang diketahui nilainya, y0, y1, . . . , yn. Dari (15) didapatkan
12
M 0 = 2b0 , M1 = 2b1,…, M n !1 = 2bn !1
(25)
b0 = 1 2 M 0 , b1 = 1 2 M1,…,bn !1 = 1 2 M n !1
(26)
sehingga
Sebelumnya dari (17) diketahui d0=y0, d1=y1, .... , dn-1=yn-1. Dengan mensubstitusikan (26) pada (24) dapat diperoleh bahwa untuk i=0,1,2, . . . ,n-2 berlaku
6ai h + 2bi = 2bi+1 ! ai = (2bi+1 " 2bi ) /6h ! ai = (M i+1 " M i ) /6h
(27)
Untuk suku i=n-1 diperoleh dengan mensubstitusikan (26) pada S"(xn) pada (15) sehingga
6an !1h + 2bn !1 = M n " an !1 = (M n ! 2bn !1 ) /6h " an !1 = (M n ! M n !1 ) /6h
(28)
Jadi
ai = (M i+1 ! M i ) /6h "i = 0,1,2,...,n ! 1
(29)
Untuk mencari ci, digunakan (17), (26), dan (29) pada (20) sehingga untuk i=0,1,2,...,n-2 berlaku
ai h 3 + bi h 2 + ci h + di = y i+1
(30)
! ci h = y i+1 " di " ai h 3 " bi h 2 ! ci h = y i+1 " y i " (M i+1 " M i )h 2 /6 " M i h 2 /2 ! c i = (y i+1 " y i ) /h " (M i+1 + 2M i )h /6 Untuk suku i=n-1, digunakan metode yang serupa pada (18). Jadi didapat bentuk spline kubik untuk i=0,1,2,...,n-1 dengan parameter
ai = (M i+1 ! M i ) /6h
(31)
bi = 1 2 M i
(32)
13
c i = (y i+1 ! y i ) /h ! (M i+1 + 2M i )h /6
(33)
di=yi
(34)
Untuk mencari Mi, substitusikan (31), (32), (33), dan (34) pada (22) sehingga didapat
3ai h 2 + 2bi h + ci = c i+1 (M i+1 " M i )h (y " y i+1 ) (M i+2 + 2M i+1 )h + M i h = i+2 " 2 h 6 (y " y i ) (M i+1 + 2M i )h .." i+1 + h 6 (y " 2y i+1 + y i ) ! 3(M i+1 " M i ) + 4 M i + M i+1 + M i+2 = 6 i+2 h2 (y " 2y i+1 + y i+2 ) ! M i + 4 M i+1 + M i+2 = 6 i h2 !
(35)
atau dalam bentuk matriks
!1 #0 # #0 #! # #0 #0 # #"0
4 1 0 ! 0 0 0
1 4 1 ! 0 0 0
0 ... 0 0 0 1 ... 0 0 0 4 ... 0 0 0 ! " ! ! ! 0 ... 4 1 0 0 ... 1 4 1 0 ... 0 1 4
0$ 0& & 0& !& & 0& 0& & 1 &%
! M0 $ ! y 0 ' 2y1 + y 2 $ & # M & # y ' 2y + y 1 2 3 # 1 & # & # M2 & # y 2 ' 2y 3 + y 4 & # ! &= 6 # & ! & h2 # & # # M n '2 & # y n '4 ' 2y n '3 + y n '2 & #M & # y ' 2y + y & n '2 n '1 & # n '1 & # n '3 #" M n &% #" y n '2 ' 2y n '1 + y n &%
(36)
Itu merupakan sistem persamaan linier n parameter dengan n-2 persamaan. Jadi, diperlukan dua tambahan persamaan agar dapat diperoleh Mi yang merupakan solusi tunggal. Berikut adalah beberapa tambahan persamaan itu. Natural Spline
Turunan kedua sama dengan nol di kedua ujung grafik
M0=Mn=0
!4 #1 # #0 #! # #0 #0 # #"0
1 4 1 ! 0 0 0
0 1 4 ! 0 0 0
0 ... 0 0 0 0 ... 0 0 0 1 ... 0 0 0 ! " ! ! ! 0 ... 1 4 1 0 ... 0 1 4 0 ... 0 0 4
0$ 0& & 0& !& & 0& 1& & 1 &%
! M1 $ ! y 0 ' 2y1 + y 2 $ # M & # y ' 2y + y & 1 2 3 # 2 & # & # M3 & # y 2 ' 2y 3 + y 4 & # ! &= 6 # & ! # & h2 # & # M n '3 & # y n '4 ' 2y n '3 + y n '2 & #M & # y ' 2y + y & n '2 n '1 # n '2 & # n '3 & #" M n '1 &% #" y n '2 ' 2y n '1 + y n &%
14
Parabolic Runout Spline
M0=M1
Cubic Runout Spline
M0=2M1-M2
Spline menjadi kurva parabolik di subselang pertama dan terakhir.
Mn=Mn-1
Mn=2Mn-1-Mn-2
Spline menjadi kurva kubik tunggal di 2 subselang pertama dan terakhir.
!5 #1 # #0 #! # #0 #0 # #"0
1 0 0 ... 0 0 0 0 $ 4 1 0 ... 0 0 0 0 & & 1 4 1 ... 0 0 0 0 & ! ! ! " ! ! ! !& & 0 0 0 ... 1 4 1 0 & 0 0 0 ... 0 1 4 1 & & 0 0 0 ... 0 0 5 1 &%
! M1 $ ! y 0 ' 2y1 + y 2 $ # M & # y ' 2y + y & 1 2 3 # 2 & # & # M3 & # y 2 ' 2y 3 + y 4 & # ! &= 6 # & ! # & h2 # & # M n '3 & # y n '4 ' 2y n '3 + y n '2 & #M & # y ' 2y + y & n '2 n '1 # n '2 & # n '3 & #" M n '1 &% #" y n '2 ' 2y n '1 + y n &%
!6 #1 # #0 #! # #0 #0 # #"0
0 0 0 ... 0 0 0 0 $ 4 1 0 ... 0 0 0 0 & & 1 4 1 ... 0 0 0 0 & ! ! ! " ! ! ! !& & 0 0 0 ... 1 4 1 0 & 0 0 0 ... 0 1 4 1 & & 0 0 0 ... 0 0 0 6 &%
! M1 $ ! y 0 ' 2y1 + y 2 $ # M & # y ' 2y + y & 2 1 2 3 # & # & # M3 & # y 2 ' 2y 3 + y 4 & # ! &= 6 # & ! # & h2 # & # M n '3 & # y n '4 ' 2y n '3 + y n '2 & #M & # y ' 2y + y & n '2 n '1 & # n '2 & # n '3 #" M n '1 &% #" y n '2 ' 2y n '1 + y n &%
Tabel 1. Beberapa bentuk tambahan persamaan (36)
2.5.6 B-spline B-spline dapat dianalogikan sebagai basis dari sebuah fungsi spline. Sebuah fungsi spline dengan derajat, smoothness, dan partisi domain tertentu dapat dibentuk dari kombinasi linear B-spline dengan karakteristik yang sama. Sebuah B-spline dapat menghindari Runge's phenomenon dengan membentuk B-spline yang berderajat cukup tinggi. Bentuk umum dari interpolasi B-spline adalah sebagai berikut : diketahui sebuah fungsi y=f(x). Diberikan selang [a,b] yang dibagi menjadi n+1 subselang
x i ;i = 0,1,2,…,n sedemikian sehingga a = x 0 < x1 < ... < x n = b maka fungsi spline S(x) diberikan oleh
S( x ) =
n !1
"a B i
i,k
(x)
(37)
i=!k
dengan ai merupakan parameter yang harus ditentukan dan Bi,k (x) merupakan basis B-spline, polinom dengan derajat k. B-spline ini harus memenuhi juga syarat-syarat yang dikenakan pada spline. Basis B-spline ini dapat didefinisikan dengan menggunakan formula rekursif Cox-de Boor. Bentuk formulanya adalah
15
"1 Bi,0 (x) = # $0
x ![x i , x i+1 ] lainnya
x ! xi x !x Bi,k !1 (x) + i+k +1 B (x) Bi,k (x) = x i+k ! x i x i+k +1 ! x i+1 i+1,k !1
(38)
x "[k i ,k i+1 ]
Dengan menggunakan persamaan (38), dapat disusun bentuk spline linier sebagai berikut !i = "1,0,1,...,n " 1
# x ! xi % x !x %% xi+1 ! xi Bi,1 (x) = $ i+2 % x i+2 ! x i+1 0 % %&
x "[x i , x i+1 ] x "[x i+1, x i+2 ]
(39)
lainnya
dan bentuk spline kubik sebagai berikut !i = "3,"2,"1,...,n " 1
# ( x ! x i )3 x "[x i , x i+1 ] ) ( x i+3 ! x i )( x i+2 ! x i )( x i+1 ! x i ) ) ) ( x ! x i )2 ( x i+2 ! x ) + ... ) ) ( x i+3 ! x i )( x i+2 ! x i )( x i+2 ! x i+1 ) ) ( x ! x i )( x ! x i+1)( x i+3 ! x ) + ... x "[x , x ] i+1 i+2 ) ( x ! x )( x ! x )( x ! x ) i+3 i i+3 i+1 i+2 i+1 ) ( x i+4 ! x )( x ! x i+1)2 ) ) ( x ! x )( x ! x )( x ! x ) i+4 i+1 i+3 i+1 i+2 i+1 ) 2 Bi,3 (x) = $ ( x ! x i )( x i+3 ! x ) + ... ) x !x x !x ( i+3 i )( i+3 i+1 )( x i+3 ! x i+2 ) ) ) ( x i+4 ! x ) # ( x ! x i+1 )( x i+3 ! x ) ) ( x ! x ) $ ( x ! x )( x ! x ) + ... x "[x i+2 , x i+3 ] i+1 % i+3 i+1 i+3 i+2 ) i+4 ( x ! x i+2 )( x i+4 ! x ) & ) ' ) x i+4 ! x i+2 )( x i+3 ! x i+2 ) ( ( ) ( x i+4 ! x )3 ) x "[x i+3 , x i+4 ] ) ( x ! x )( x ! x )( x ! x ) i+4 i+1 i+4 i+2 i+4 i+3 ) 0 lainnya %
(40)
B-spline kubik memiliki sifat yang menarik yaitu 0
" B ( x ) = 1 #x ${x , x ,…, x }
j =!3
i+ j
i
i
o
1
(41)
n
16
Pada B-spline yang jarak antar subselangnya seragam, h = x-2 - x-3 = x-1 - x-2 = x0-x1=
. . . = xn+1 - xn = xn+2 - xn+1 = xn+3 - xn+2, nilai dari B-spline dapat diperoleh
dengan mudah.
2.5.6.1Parameter B-spline Kubik dengan Jarak Subselang Seragam Untuk mencari parameter ai !i = "3,"2,"1,...,n " 1, diperlukan syarat kondisi tambahan. Diambil syarat kubik natural pada tabel 1 sebagai salah satu contoh, yaitu
S"( x 0 ) = S"( x n ) = 0
(42)
dengan S(xi) sesuai dengan (37). Selain itu, diasumsikan bahwa subselang yang dibentuk bersifat uniform, h = x-2 - x-3 = x-1 - x-2 = x0-x-1 = . . . = xn+1 - xn = xn+2 - xn+1 = xn+3 - xn+2, untuk mempermudah perhitungan. Selanjutnya, dicari nilai B-spline pada tiap titik subselang seperti berikut !i = "3,"2,"1,...,n " 1 3 x i+1 ! x i ) h3 ( Bi!3 ( x i ) = = =1 ( x i+1 ! x i!2 )( x i+1 ! x i!1)( x i+1 ! x i ) (3h)(2h)(h) 6
( x i ! x i!2 )( x i+1 ! x i )2 + ... ( x i+1 ! x i!2 )( x i+1 ! x i!1)( x i+1 ! x i ) (2h)(h) 2 + ... x i+2 ! x i ) " ( x i ! x i!1 )( x i+1 ! x i ) ( (3h)(2h)(h) Bi!2 ( x i ) = + ... = = 23 (2h) ( (h)(h) + ( x i+2 ! x i!1) #$( x i+1 ! x i!1)( x i+1 ! x i ) + 0* 3h ) (2h)(h) , ( x i ! x i )( x i+2 ! x i ) % ( x i+2 ! x i )( x i+1 ! x i ) &' (x ! x ) (x ! x ) + ... ( x ! x )( x ! x )( x ! x ) ( x ! x )( x ! x )( x ! x ) + ... = (2h) (h) + 0 + 0 = 1 ; B (x ) = 6 (3h)(2h)(h) ( x ! x )( x ! x )( x ! x ) ( x ! x )( x ! x ) ( x ! x )( x ! x )( x ! x ) 2
i
i!1
i+1
i+2
i!1
i+1
i
i!1
i
i+2
i!1
i+2
i
i!1
i+1
(43)
i
2
i!1
i
i+2
i
i
i
i+1
i
2
i+3
i+3
i
i
i+2
i
i
i
i+1
i
3 xi ! xi ) ( Bi ( x i ) = =0 ( x i+3 ! x i )( x i+1 ! x i )( x i+2 ! x i )
dan dengan cara yang serupa pada B"(x) diperoleh
17
B"!3 ( x 0 ) = B"n !3 ( x n ) = B"!1 ( x 0 ) = B"n !1 ( x n ) = 1
B"!2 ( x 0 ) = B"n !2 ( x n ) = !2
(44)
Dengan menggunakan (43) dan (44) pada syarat interpolasi S(xi)=yi dan (42), diperoleh sistem persamaan linier
!2 1 0 ... 0 0 0 0 % " a!3 % " 0 % "1 $1/6 2 /3 1/6 0 ... 0 0 0 0 ' $ a!2 ' $ y 0 ' ' $ ' $ ' $ 0 0 0 ' $ a!1 ' $ y1 ' $ 0 1/6 2 /3 1/6 ... 0 $ ! ! ! ! " ! ! ! ! ' $ ! '= $ ! ' ' $ ' $ ' $ 0 0 0 ... 1/6 2 /3 1/6 0 ' $an !3 ' $ y n !1 ' $0 $0 0 0 0 ... 0 1/6 2 /3 1/6 ' $an !2 ' $ y n ' ' $ ' $ ' $ 0 0 0 ... 0 1 !2 1 '& #$ an !1 '& $# 0 '& $# 0
(45)
Jadi nilai parameter B-spline kubik dapat dicari dengan menyelesaikan sistem persamaan linier (45).
2.5.7 Menentukan Jarak Subselang yang Berada di Luar [x0 ,xn] Dalam pembentukan subselang spline kubik, digunakan nilai xi dengan indeks
i = !3,!2,!1,...,n + 3 . Sedangkan dari data yang digunakan hanya akan diketahui nilai xi untuk i = 0,...,n . Dengan demikian, terdapat enam subselang yang nilainya tidak diketahui yaitu x-2 - x-3, x-1 - x-2, x0 - x-1, xn+1 - xn , xn+2 - xn+1, dan xn+3 xn+2. Misalkan d1 = x1 - x0 dan d2 = xn - xn-1 . Nilai dari keenam subselang tersebut dapat diperoleh dengan cara d1 = x-2 - x-3 = x-1 - x-2 = x0 - x-1
(46)
d2 = xn+1 - xn = xn+2 = xn+1 = xn+3 - xn+2 Jadi dengan kata lain, digunakan subselang yang jaraknya seragam untuk titik yang tidak diketahui nilainya dari data sesuai dengan Ruf [2008].
2.5.8 Menentukan Banyak Subselang yang Diperlukan Banyak subselang n yang digunakan juga akan menentukan seberapa akurat hampiran yang kita miliki dalam menghampiri data aslinya. Jika n terlalu kecil, spline dapat saja tidak menghampiri data asli dengan baik, sedangkan jika n terlalu besar, bisa saja bentuk kurva spline yang dibentuk terlalu bergelombang dengan salah satu kurva memiliki puncak yang sangat tinggi atau sangat rendah
18
sehingga menyentuh outlier. Pemilihan n yang nilainya sama dengan banyaknya data asli yang diketahui, misal N, juga tidak dapat dilakukan karena kurva yang dibentuk hanya akan berupa menghubungkan dari titik ke titik saja. Salah satu pendekatan yang bisa diambil dalam memilih banyak subselang yang diperlukan adalah dengan membuat n merupakan sebuah fungsi dari N yaitu n(N). Dalam membentuk fungsi ini, terdapat beberapa hal yang perlu diperhatikan yaitu 1. Fungsi n(N) harus naik seiring dengan bertambahnya N. Dengan demikian turunan pertama fungsi harus bernilai > 0. 2. Agar jumlah pengamatan (jumlah data) yang tercakup dalam tiap subselang meningkat, banyak perbandingan N
n(N )
haruslah meningkat
juga seiring dengan bertambahnya N. Fungsi elementer yang diusulkan oleh McCulloch [1971] adalah n(N) = bilangan bulat terdekat ke
2.6
N.
Metode Pencarian Parameter Optimal
Masalah yang dihadapi dalam pencarian parameter-parameter pembentuk spline dan model pembangun yield curve yang akan dijelaskan pada subbab berikutnya adalah mencari parameter yang nilainya akan menyebabkan nilai hampiran yang diperoleh mendekati nilai asli dengan baik. Parameter yang memenuhi kondisi di atas disebut parameter yang paling optimal. Metode yang umum digunakan adalah pencarian parameter yang menghasilkan kuadrat selisih hasil interpolasi dengan nilai asli yang terkecil dengan harapan nilai yang diperoleh menghampiri nilai aslinya dengan baik.
2.6.1 Metode Kuadrat Terkecil Linier Penggunaan interpolasi dalam mencocokkan kurva dengan data asli tidak selalu mendapatkan hasil yang baik. Parameter yang diperoleh sangat bergantung kepada pemilihan data asli yang digunakan dalam interpolasi. Tujuan dari metode ini adalah untuk meminimalisasi kesalahan dari hasil interpolasi dalam
19
menghampiri data aslinya. Caranya dengan mencari nilai parameter yang dapat meminimumkan jumlah kuadrat dari selisih keduanya. Dengan demikian fungsi yang akan dicari nilai minimumnya adalah n
L(S) = " ( S(x i ) ! y i )
(47)
2
i=0
dengan S(xi) merupakan fungsi spline. Selanjutnya dicari nilai parameter ai yang memenuhi
!L(S) =0 !ai "
2( ! % n S(x j ) # y j * = 0 $ ' !ai & j =0 )
(
)
n % n #1 ( !S(x) " $ 2' $ ak Bk (x j ) # y j * =0 ) !ai j =0 & k =#3
(48)
% n #1 ( " $ 2' $ ak Bk (x j ) # y j * Bi (x i ) = 0 ) j =0 & k =#3 n
n % n #1 ( " $ Bi (x i )' $ ak Bk (x j ) # y j * = 0 & k =#3 ) j =0
Dalam bentuk matriks, persamaan (48) menjadi
# " B!32 (x i ) % % n j =0 % B (x )B (x ) !2 i !3 i %" j =0 % ! %n %" B (x )B (x ) %$ j =0 n !1 i !3 i n
& (x i )Bn !1 (x i ) ( j =0 j =0 ( n n 2 ( B (x ) B (x )B (x ) " " !2 i !2 i n !1 i ( j =0 j =0 ( ! ! ( n n " Bn !1(x i )B!2 (x i ) ... " Bn2!1(x i ) (( j =0 j =0 ' n
"B
!3
n
(x i )B!2 (x i )
...
"B
!3
# n & % " B!3 (x i )y i ( j =0 ( # a!3 & % n % %a ( B (x )y " !2 i i (( % !2 ( % j =0 ( % ! (= % ! ( %a ( % n % n !2 ( %" Bn !2 (x i )y i ( ( %$ an !1 (' % j =0 % n ( % " Bn !1 (x i )y i ( $ j =0 '
(49)
Selanjutnya kita definisikan beberapa matriks untuk menyederhanakan persamaan (49). Misalkan " B!3 (x 0 ) B!2 (x 0 ) ... Bn !1 (x 0 ) % $ B (x ) B (x ) Bn !1 (x1 ) ' !3 1 !2 1 ' X=$ ! ! $ ! ' $B (x ) B (x ) ... B (x ) ' !2 n n !1 n & # !3 n
! = [ a"3
a"2
... an "2
an "1 ]
T
(50)
(51)
20
y = [y 0
y1 ... y n !1
yn ]
T
(52)
Dengan menggunakan (50), (51), dan (52), persamaan (49) dapat dibentuk menjadi
X T X! = X T y
(53)
" ! = (X T X) #1 X T y
2.6.2 Metode Penalti Metode penalti merupakan salah satu cara untuk mencari parameter optimal dari masalah peminimuman metode least square yang fungsi objektifnya bukan berupa fungsi linier dan memiliki kendala berupa fungsi linier. Dalam metode ini, diperlukan tebakan awal yang nilainya dapat ditentukan sembarang asalkan masih memenuhi syarat batas yang dikenakan jika ada. Misalkan permasalahan yang akan dihadapi adalah
min f (! ) terhadap g(! ) " 0 !
(54)
dengan ! = (!1, ! 2 ,…, ! n ) merupakan parameter yang akan dicari nilai optimalnya. Fungsi objektif pada (54) terlebih dahulu diubah menjadi bentuk persamaan tanpa kendala
min f (! ) + µB(! )
(55)
!
dengan
1 ! B( x ) = ! g(" )
(56)
merupakan suatu barrier function. Nilai µ merupakan nilai penalti yang akan diberikan seiring dengan bertambahnya proses iterasi pencarian nilai optimum. Proses mencari nilai minimum fungsi (55) akan berhenti jika µB(! ) = 0 . Algoritma dari metode penalti ini adalah sebagai berikut
! > 0 , merupakan syarat algoritma berhenti Inisialisasi
! (1) , merupakan inisialisasi awal parameter !1, ! 2 ,…, ! n µ1 > 0
21
! " (0,1) Iterasi i=1 ... k Cari nilai
! ( i+1) = min f (! ( i"1) ) + µ i B(! ( i"1) )
Cek kebenaran
!
µ i B(! ( i+1) ) < e ,
Jika benar, program dihentikan. Solusi adalah Jika salah,
2.7
! ( i+1)
µ i+1 = !µ i
Model Pembentuk Yield Curve
Dalam kesempatan kali ini, digunakan dua buah model yaitu model McCulloch yang berbasis spline dan model Nelson-Siegel yang merupakan model parsimonius sebagai pembanding. Kedua model ini menggunakan pendekatan yang berbeda dalam membentuk yield curve. Model McCulloch menghampiri dengan menggunakan interpolasi polinom kubik yang dibuat secara piecewise sedangkan model Nelson-Siegel menghampiri dengan memanfaatkan fungsifungsi yang membentuk tipe-tipe umum yield curve. Bentuk . Bentuk yield curve yang lebih rumit dibentuk dari kombinasi beberapa fungsi tersebut.
2.7.1 Model McCulloch Dalam model McCulloch [1971], digunakan kumpulan data dari harga obligasi tanpa kupon pada waktu tertentu dengan maturity time yang berbeda. Kemudian, dibentuk spline kubik untuk membentuk fungsi diskon yang mendekati data asli sebaik mungkin. Persamaan (2), dengan P(T,T)=1 akan memberikan fungsi diskon yang membentuk harga obligasi tanpa kupon. Fungsi ini didekati oleh model McCulloch dengan menggunakan spline kubik.
yˆ (! ) = X!
(57)
dengan X dan ! sesuai dengan (50) dan (51) di halaman sebelumnya. Selanjutnya, digunakan metode kuadrat terkecil berbobot untuk mencari nilai ! yang optimal yaitu
22
min(y ! X" )T W (y ! X" )
(58)
! * = (X T WX) "1 X T Wy
(59)
a
dengan solusi
W merupakan matriks bobot dan y merupakan data yang diamati sesuai dengan (52). Matriks bobot W disusun sedemikian sehingga bobot terkecil terletak pada obligasi dengan maturity time terbesar. Pemilihin bobot dengan menggunakan maturity time dijelaskan dalam Bliss [1996]. Matriks bobot W merupakan matriks diagonal yang setiap elemen diagonalnya dibentuk dengan rumus
1 wi =
N
!
di 1
j =0
(60)
dj
dengan di merupakan Macaulay duration yang dapat dihitung dengan menggunakan persamaan M
di = dengan :
" tkc ke !rtk + P(T,T)Te !rT
(61)
k =1
P(t,T)
M
: banyak pembayaran kupon,
ck
: nominal pembayaran ke k,
tk
: waktu pembayaran kupon ke k,
r
: yield to maturity,
T
: maturity time, dan
P(t,T)
: harga obligasi sesuai dengan (1).
Macaulay duration merupakan rataan berbobot dari waktu yang dibutuhkan untuk mendapatkan pembayaran kupon. Durasi ini menyatakan berapa lama waktu yang dibutuhkan agar harga dari sebuah obligasi dapat dibayarkan kembali dengan menggunakan cashflow obligasi tersebut. Obligasi dengan durasi rendah memiliki resiko suku bunga yang lebih rendah dan yield yang lebih tinggi. Pada obligasi berkupon, pembobotan menggunakan durasi lebih baik daripada menggunakan maturity time karena lebih menceritakan "bobot" dari obligasi
23
tersebut dibandingkan maturity time. Pada obligasi tanpa kupon, nilai Macaulay duration sama dengan maturity time obligasi tersebut. Selanjutnya, bentuk matriks B-spline B(x) = [ B!3 (x) B!2 (x) ... Bn !1 (x)]
(62)
sehingga fungsi diskonnya adalah
P(x) = B(x)! *
(63)
Yield curve dibentuk dengan membentuk grafik persamaan di bawah terhadap T
R(t,T) = !
log(B(T ! t)" * ) log P(t,T) =! T!t T!t
(64)
2.7.2 Model Nelson-Siegel Model Nelson-Siegel [1987] merupakan model parsimonius. Tujuan dari model parsimonius adalah untuk membentuk model sesederhana mungkin dengan meminimalkan jumlah parameter yang diperlukan. Hal ini disebabkan parameter yang dikenalkan dapat menambahkan tingkat ketidakpastian pada saat melakukan curve fitting. Penambahan parameter yang terlalu banyak dapat menyebabkan curve fitting hanya berupa "connect-the-dots" curve-fitting saja. Model yang dibentuk Nelson-Siegel menghampiri forward rate dari obligasi yang diamati. Model yang diusulkan berbentuk
T"t (65) ! 2e("(T "t )/# ) # dengan parameter yang harus dicari nilainya adalah ! 0, ! 1, ! 2, dan ! . Berikut f (t;T) = ! 0 + !1e("(T "t )/# ) +
adalah contoh grafik dari setiap segmen pada model Nelson-Siegel terhadap maturity time.
24
Gambar 5. Plot setiap segmen pembentuk model Nelson-Siegel
Dapat dilihat pada grafik di atas bahwa segmen ! 0 konstan terhadap maturity. Oleh karena itu, segmen ! 0 dapat dilihat sebagai faktor jangka panjang. Segmen ! 1 yang fungsinya monoton turun dapat dilihat sebagai faktor jangka pendek dan segmen ! 2 yang fungsinya naik dan kemudian turun dapat dilihat sebagai faktor jangka menengah. Sebagai pembentuk grafik yield curve, segmen ! 0 menentukan level dari yield curve. Peningkatan ! 0 akan meningkatkan yield secara keseluruhan. Segmen ! 1 menentukan slope dari yield curve sedangkan segmen ! 2 menentukan curvature dari yield curve yang dibentuk. Fungsi interest rate dari model Nelson Siegel dibentuk dari (9)
1 log P(t,T) T!t T 1 log(exp(! # f ( t;s)"s)) =! T!t t
R(t,T) = !
= $ 0 + ($1 + $ 2 )
(66)
& % ( (1! e(!(T !t )/% ) ) ! $ 2e(!(T !t )/% ) ' T ! t)
Selanjutnya, akan diperlihatkan perilaku fungsi (66) saat nilai T ! t dan T ! "
25
lim R(t,T) = lim " 0 + ("1 + " 2 ) T !t
T !t
% # ' (1$ e($(T $t )/# ) ) $ " 2e($(T $t )/# ) & T $ t(
1$ e($(T $t )/# ) = " 0 $ " 2 + # ("1 + " 2 )lim T !t T$t ($(T $t )/# ) L e = " 0 $ " 2 + # ("1 + " 2 )lim T !t # = " 0 + "1
(67)
dan
lim R(t,T) = lim # 0 + (#1 + # 2 )
T !"
T !"
& $ ( (1% e(%(T %t )/$ ) ) % # 2e(%(T %t )/$ ) ' T % t)
1% e(%(T %t )/$ ) = # 0 + $ (#1 + # 2 ) lim T !" T%t = #0
(68)
Karena yield tidak boleh negatif maka harus ! 0 + !1 > 0 dan ! 0 > 0 . Kedua syarat ini akan digunakan saat mencari nilai parameter tersebut. Selain itu, haruslah
! >0 agar e !(T !t )/" yang merupakan bentuk fungsi diskon adalah fungsi monoton turun terhadap T. Selanjutnya, dapat dicari nilai parameter ! 0, ! 1, ! 2, dan ! dengan menggunakan metode kuadrat terkecil berbobot dengan memperhatikan syarat ! 0 + !1 > 0 , ! 0 > 0 , dan ! >0.
min( y ! R( t,T )) W ( y ! R( t,T )) T
s.t.: " 0 + "1 > 0 "0 > 0 #>0
(69)
dengan W merupakan matriks diagonal yang setiap elemen diagonalnya dibentuk dengan rumus (60). Perlu diperhatikan sekali lagi bahwa fungsi yang akan dicari parameter optimalnya merupakan fungsi non linier sehingga diperlukan metode optimasi (dalam hal ini metode penalti) untuk mencarinya.
2.8
Penaksiran Variansi Error Model
2.8.1 Model Linier Diketahui suatu persamaan linier
26
y = X! + e
(70)
y:N x 1
(71)
X :N x K ! :K x 1
(72)
dengan
(73)
E [et ] = 0, t = 1, 2, …, T
(74)
#! 2 untuk i = j cov ei ,e j = E ei ,e j = $ % 0 untuk i " j
(
)
(
(75)
)
dengan N adalah banyak data dan K adalah banyak subselang. Untuk model linier (dalam hal ini McCulloch), persamaan (70) dihampiri dengan menggunakan
yˆ (! ) = X!ˆ
(76)
dengan !ˆ sesuai dengan (53). Dengan demikian, error yang diperoleh antara data asli dengan nilai hampiran adalah
eˆ = y ! yˆ (" ) = y ! X" = y ! X ( X' X ) X' y !1
[
]
(77)
= IN ! X ( X' X ) X' y !1
= My Matriks M memiliki sifat sebagai berikut 1. Transpose dari M sama dengan M
[
]
M'= IN ! X ( X' X ) X' = IN ! X ( X' X ) X'= M T
!1
2. Bentuk kuadrat dari M sama dengan M
[
(78)
!1
][
]
M' M = MM = IN ! X ( X' X ) X' IN ! X ( X' X ) X' !1
!1
= IN ! 2X ( X' X ) X' + X ( X' X ) X' X ( X' X ) X' !1
!1
!1
(79)
= IN ! X ( X' X ) X'= M !1
3. M ortogonal terhadap X
[
]
MX = IN ! X ( X' X ) X' X = X ! X ( X' X ) X' X = X ! X = 0 !1
!1
(80)
Dari (77), dapat dituliskan
27
eˆ = My = M(X! + e) = MX! + Me = Me
(81)
Dengan demikian
var (eˆ ) = E [eˆ ' eˆ ] = E [e' Me] = E [ tr(e' Me)] = E [ tr( Me'e)] = tr( ME [e'e]) !### #"#### $ !#"#$ e'Me skalar; tr(e'Me) = e' Me
tr(ABC )=tr(BAC )
# & "1 "1 = tr( M! 2 IN ) = ! 2 tr% I%N " ! X (# X'" X )#$ X'( = ! 2 N " tr ( X' X ) X' X $ NxN ' KxK
(
(
))
(82)
= ! 2 ( N " tr( IK )) = ! 2 ( N " K ) Dari sini dapat disimpulkan bahwa
" eˆ ' eˆ % E$ =(2 # N ! K '&
(83)
sehingga dapat diambil
!ˆ 2 =
eˆ ' eˆ N"K
(84)
sebagai penaksir ! 2 .
2.8.2 Model Non Linier Bentuk (70) diperumum terlebih dahulu menjadi
y = f ( X, ! ) + e
(85)
dengan f ( X, ! ) merupakan suatu fungsi non linier. Fungsi ini kemudian dihampiri dengan menggunakan deret Talyor ored satu
f ( X, ! ) " f ( X, ! (1) ) + = f ( X, !
(1)
#f ( X, ! ) ! $ ! (1) ) ( #! ' ! (1 )
) + Z (! )(! $ ! ) (1)
(86)
(1)
Bila persamaan (86) disubstitusikan ke dalam (85), maka diperoleh
y = f ( X, ! (1) ) + Z (! (1) )! " Z (! (1) )! (1) + e
# y " f ( X, ! (1) ) + Z (! (1) )! (1) = Z (! (1) )! + e
(87)
# y (! (1) ) = Z (! (1) )! + e
28
Persamaan terakhir dari (87) merupakan bentuk linier pseudomodel dari (85). Untuk penaksiran variansi model non linier (dalam hal ini Nelson-Siegel) , digunakan ide yang sama dengan model linier. Dengan demikian diperoleh penaksir variansinya adalah
!ˆ 2 =
( y " f ( X,# ))' ( y " f ( X,# )) eˆ ' eˆ = N"K N"K
(88)
dengan ! merupakan parameter optimal yang telah dicari dengan nilainya dengan menggunakan metode optimasi.
29