BAB II TELAAH TEORITIS
Dalam telaah teoritis, dibahas landasan teori dan penelitian terdahulu sebagai acuan dasar teori dan analisis. Dalam bab ini dikemukakan konsepkonsep tentang citra merek, gaya hidup, fitur produk, keputusan pembelian dan hasil-hasil penelitian yang berhubungan dengan pengembangan hipotesis dan model penelitian. 1.1
Keputusan Pembelian Keputusan pembelian adalah perilaku konsumen dalam memilih suatu
produk setelah melalui pengevaluasian alternativ pilihan (Jatra, 2012). Artinya bahwa dalam memilih suatu produk dibutuhkan alternatif pilihan seperti memilih merek-merek suatu produk kemudian dievaluasi dan dipilih untuk menentukan keputusan pembelian. Konsumen menentukan kriteria evaluasi tidak lepas dari motivasi masing-masing seperti dalam kelompok acuan yang berhubungan dengan gaya hidup konsumen. Keputusan pembelian menurut Masda (2010) adalah suatu kegiatan membeli sejumlah barang dan jasa, yang dipilih berdasarkan informasi yang didapat tentang produk dan segera disaat kebutuhan dan keinginan muncul, dan kegiatan ini menjadi informasi untuk pembelian selanjutnya. Dalam definisi ini keputusan pembelian didasarkan pada proses kegiatan untuk melakukan pembeliaan mulai dari konsumen mendapat informasi sebagai pertimbangan pemilihan produk hingga pembeliaan ulang.
13
Keputusan pembelian menurut Kusumawardani (2011) adalah kegiatan individu yang secara langsung terlibat dalam pengambilan keputusan untuk melakukan pembelian terhadap produk yang ditawarkan oleh penjual. Dalam definisi ini keputusan pembelian didasarkan pada proses kegiatan yang dilakukan konsumen secara langsung untuk melakukan pembelian produk. Menurut Kotler dan Amstrong (2008) keputusan pembelian adalah sebuah proses ketika konsumen mengenal masalahnya, mencari informasi mengenai produk atau merek tertentu dan mengevaluasi seberapa baik masing-masing alternatif tersebut sehingga dapat memecahkan masalahnya. Dalam definisi ini keputusan pembelian merupakan bagian dari proses penyelesaian masalah pemenuhan kebutuhan. Menurut Kotler dan Keller (2003), terdapat beberapa tahap dalam melakukan keputusan pembelian yaitu: a. Pengenalan Masalah Proses pembelian dimulai saat pembeli mengenali sebuah masalah atau kebutuhan, dimana kebutuhan itu dapat dicetuskan oleh rangsangan internal dan eksternal. Dengan mengumpulkan informasi dari sejumlah konsumen, pemasar
dapat
mengidentifikasikan
rangsangan
yang
paling
sering
membangkitkan minat akan suatu kategori produk, sehingga pemasar dapat mengembangkan
strategi
pemasaran
yang
memicu
minat
konsumen.
Kebutuhan dalam penelitian ini sudah dikenali, sehingga tahap ini tidak relevan.
b. Pencarian Informasi
14
Konsumen yang tergugah oleh kebutuhannya akan terdorong untuk mencari informasi yang lebih banyak, kita dapat membaginya kedalam dua tingkat. Situasi yang pertama adalah pencarian informasi yang lebih ringan dinamakan pencarian yang menguat. Pada tingkat selanjutnya, orang mungkin akan memasuki tingkat pencarian aktif informasi dengan cara mencari bahan bacaan, menelpon teman dan mengunjungi toko untuk mempelajari produk yang akan dibelinya. Informasi tentang produk sampai dengan merek dan tipe/ sistem layanannya sudah diketahui dan ditentukan dalam penelitian ini, sehingga tahap ini tidak relevan. c. Evaluasi Alternatif Beberapa konsep dasar akan membantu kita memahami proses evaluasi konsumen: pertama, konsumen akan berusaha untuk memenuhi suatu kebutuhan. Kedua, konsumen mencari manfaat tertentu dari solusi produk. Ketiga,
konsumen
akan
memandang
masing-masing
produk
sebagai
sekumpulan fitur dengan kemampuan yang berbeda-beda dalam memberikan manfaat yang digunakan untuk memuaskan kebutuhan itu. Fitur yang diminati akan berbeda-beda menurut produk yang dibeli. Konsumen akan memberikan perhatian terbesar pada fitur yang memberikan manfaat yang dicarinya, hal ini konsumen berada pada pemikiran yang rasional. Pada tahap ini evaluasi alternatif merupakan tahap yang relevan.
d. Keputusan Pembelian
15
Tahap ini diawali dengan penilaian terhadap berbagai alternatif yang dapat dilihat dari fitur – fitur yang melekat pada produk itu. Dengan indikasi itu, maka konsumen membentuk pilihan diantara beberapa produk yang tergabung dalam perangkat pilihan. Dalam tahap ini konsumen dapat juga membentuk suatu maksud memilih suatu produk yang disukai, sehingga konsumen dapat memecahkan masalahnya dan melakukan keputusan pembelian. e. Perilaku Pasca Pembelian Setelah pembelian produk, konsumen akan mengalami suatu tingkat kepuasaan atau ketidakpuasan tertentu. Kepuasan atau ketidakpuasan konsumen dengan suatu produk akan mempengaruhi perilaku selanjutnya. Konsumen merasa puas, dia akan menunjukkan probabilitasnya yang lebih tinggi untuk membeli produk itu. Konsumen yang tidak puas akan berusaha untuk mengurangi ketidakpuasaan ini dengan membuang atau mengembalikan produk tersebut. Semua definisi tentang keputusan pembelian menggunakan pendekatan proses. Tahapan proses dalam definisi Kotler dan Amstrong (2008) paling lengkap, mulai dari diidentifikasi masalah, kebutuhan hingga pasca pembelian untuk memenuhi kebutuhan. Penelitian ini dilakukan pada pengguna produk, dimana penentuan produk untuk memenuhi kebutuhan telah terjadi. Oleh karena itu, yang akan diteliti difokuskan pada alasan memilih produk merek tertentu dengan spesifikasi tertentu pula. Menurut definisi Kotler dan amstrong (2008) tahapan yang relevan dalam penelitian ini adalah mengevaluasi alternatif (lihat juga definisi Jatra, 2012), memutuskan membeli (lihat juga definisi Jatra, 2012; Masda, 2010 dan Kusumawardani, 2011) dan perilaku pasca pembelian (lihat juga
16
definisi Masda, 2010). Penelitian terhadap pengguna produk mengenai ketiga tahap proses keputusan pembelian tersebut hanya dapat dilakukan ketika sumber informasi langsung terlibat secara intensif dalam proses pengambilan keputusan (Kusumawardani, 2011). Dengan demikian penelitian ini memodifikasi definisi keputusan pembelian menjadi intensitas keterlibatan dalam proses evaluasi alternatif produk yang dibeli, memutuskan produk dan menunjukkan perilaku pasca pembelian. Pada produk-produk yang berteknologi tinggi, keputusan pembelian dipengaruhi oleh citra merek (Handayani, 2010; Alfian, 2012; Djoko, dkk; 2012), gaya hidup (Ardy, 2010; Anugrah, 2011), fitur produk (Djoko, dkk; 2012; Ardy, 2010), harga (Ardy, 2010), desain (Alfian, 2012), dan iklan (Handayani, 2010). Selaras dengan hasil penelitian pendahuluan yang mendasari masalah dan persoalan penelitian, berikut ini akan ditelaah secara teoritis pengaruh citra merek, fitur produk, dan gaya hidup terhadap keputusan pembelian. 1.2
Pengaruh
Citra
Merek
rhadap te terhadap
Keputusan
Pembeliaan Citra merek merupakan keseluruhan persepsi terhadap suatu merek yang dibentuk dengan memproses informasi dari berbagai sumber setiap waktu (Akbar, 2012). Citra merek dibangun berdasarkan kesan, pemikiran ataupun pengalaman yang dialami seseorang terhadap suatu merek yang pada akhirnya akan membentuk sikap terhadap merek yang bersangkutan (Setiadi, 2003). Kotler dan Keller (2009) mengemukakan bahwa citra merek adalah sejumlah keyakinan, ide, dan kesan yang dipegang oleh seseorang tentang sebuah
17
objek. Dalam definisi Kotler dan Keler (2009) ini citra merek dilihat dari sudut psikologis, keyakinan konsumen muncul ketika pemasar menanamkan produk
knowledge kepadanya, sehingga dalam respon konsumen akan terbentuk ide setelah konsumen mengunakan produk dengan merek tertentu, hal ini dapat membuat konsumen mengaktualisasikan dirinya dan memiliki kesan yang mendalam. Objek yang dimaksud adalah lambang, desain huruf atau warna, dan fungsi dasar produk atau jasa yang dijelaskan oleh Surachman (2008). Menurut Surachman (2008) citra merek merupakan bagian dari merek yang dapat dikenali namun tidak dapat diucapkan, seperti lambang, desain huruf atau warna khusus, atau persepsi pelanggan atas sebuah produk atau jasa yang diwakili oleh mereknya. Surachman (2008) menunjukkan posisi citra merek diingatan konsumen, menyangkut lambang, huruf atau warna khusus, dan persepsi pelanggan atas sebuah produk atau jasa dapat diciptakan oleh pemasar melalui iklan dan hal-hal lain yang dapat membuat konsumen memberikan penilaian tentang produk dan merespon merek yang digunakan. Pada dasarnya ketiga definisi diatas sama, yaitu bahwa citra merek bertempat dalam ingatan konsumen yang kemudian dinilai dan direspon oleh konsumen. Definisi yang digunakan dalam penelitian ini adalah definisi menurut Kolter dan Keller (2009) yang mengacu pada sudut pandang psikologis dengan mengandalkan ingatan konsumen tentang sebuah obyek yang diciptakan oleh pemasar, sehingga konsumen dapat memiliki kesan dan keyakinan tentang produk. Ketika sebuah merek memiliki citra yang kuat dan positif di benak konsumen
18
maka merek tersebut akan selalu diingat dan kemungkinan konsumen untuk membeli merek yang bersangkutan sangat besar (Musay, 2013). Tugas perusahaan adalah membangun citra merek yang positif agar tingkat permintaan pembelian terhadap produknya terus meningkat (Wiratma, 2012). Menciptakan kesan menjadi salah satu karateristik dasar dalam orientasi pemasaran modern yaitu lewat pemberian perhatian lebih serta penciptaan merek yang kuat (Vranesevic, 2003). Konsumen akan timbul keyakinan lebih terhadap perusahaan yang mempunyai citra merek yang baik, dengan konsumen memiliki keyakinan lebih maka konsumen akan mengkonsumsi produk dari merek tersebut (Astuti, 2006). Implikasi dari hal tersebut menjadikan merek suatu produk menciptakan image dari produk itu sendiri di benak konsumen dan menjadikan motivasi dasar bagi konsumen dalam memilih suatu produk (Vranesevic, 2003). Mengacu pendapat temuan penelitian tentang pengaruh yang signifikan dari citra merek terhadap keputusan pembelian (Handayani, 2010; Alfian, 2012; Djoko, dkk; 2012;
Musay, 2013; Wiratma, 2012; Vranesevic, 2003), maka
dirumuskan proposisi yang akan dibuktikan dalam penelitian ini: P1 P1:: Citra Merek berpengaruh terhadap Keputusan Pembelian. Pengaruh
1.3
Fitur
Produk
terhadap
Keputusan
Pembelian Fitur produk menurut Kotler dan Armstrong (2008) didefinisikan sebagai sarana kompetitif untuk mendifferensiasikan produk perusahaan terhadap produk sejenis yang menjadi pesaingnya. Dalam definisi ini fitur produk didefinisikan sebagai karakteristik produk untuk dapat menciptakan differensiasi produknya
19
dari produk pesaing sehingga dapat menjadikan produk tersebut memiliki daya tarik bagi konsumen. Berbagai produk yang serupa dapat dilihat berbeda oleh konsumen dari perbandingan fitur produk di dalamnya, yaitu perbandingan kelengkapan fitur, kecanggihan fitur atau keistimewaan yang ditonjolkan dari satu fitur di suatu produk dibandingkan dengan produk lain (Djoko, dkk; 2012). Mullins (2005) mendefinisikan fitur produk sebagai karakteristik produk yang dirancang untuk menyempurnakan fungsi produk atau menambah keterikatan konsumen terhadap produk. Dari definsi Mullins (2005) fitur produk dipandang sebagai pelengkap fungsi dasar produk yang bertujuan untuk menyempurnakan produk tersebut sehingga konsumen dapat menggunakan barang konsumsi dengan manfaat yang lebih. Fitur produk adalah suatu manfaat atau fungsi tertentu yang dimiliki oleh suatu produk yang memberikan nilai atas suatu produk (Kotler, 2000). Untuk menciptakan tingkatan yang lebih tinggi atas suatu produk maka perusahaan perlu meningkatkan inovasi untuk menciptakan dan menawarkan fitur-fitur produk yang lebih menarik dibandingkan dengan produk yang sudah ada di pasar (Suyaka, 2010). Penelitian ini menggunakan konsep dari Mullins et.al. (2005), yang mengacu pada karakteristik produk yang diberikan perusahaan untuk memberikan pelengkap fungsi dasar produk yang dapat menambah daya tarik konsumen. Produk yang baik akan memiliki kelengkapan fitur yang diinginkan oleh konsumen sehingga produk tersebut memiliki daya tarik dan memiliki tingkat differensiasi yang tinggi pada konsumen (Wibowo, 2011). Tjiptono (2002)
20
berpendapat bahwa fitur produk merupakan unsur-unsur produk yang dipandang penting oleh konsumen dan dijadikan dasar pengambilan keputusan. Konsumen akan mengevaluasi produk atau merek yang paling memenuhi keinginan dan kebutuhan (Wibowo, 2011). Menurut Wibowo (2011) beberapa karakteristik yang dapat mengukur fitur produk berteknologi tinggi yaitu daya tarik, kecanggihan, unggul spesifikasi dari produk lain, dan kekhasan. Keempat karakteristik tersebut akan digunakan sebagai indikator empiris dalam penelitian ini. Fitur produk dapat mempengaruhi keputusan konsumen untuk membeli suatu produk, karena fitur produk melekat erat pada suatu produk dan seringkali digunakan oleh konsumen sebagai dasar dan pertimbangan untuk memutuskan membeli atau tidak suatu barang atau jasa yang ditawarkan (Djoko, dkk; 2012). Fitur produk merupakan salah satu unsur penting dalam pengambilan keputusan pembelian. Mengacu pendapat temuan penelitian tentang pengaruh yang signifikan dari fitur produk terhadap keputusan pembelian (Djoko, dkk; 2012; Ardy, 2010; Wibowo, 2011), maka dirumuskan proposisi yang akan dibuktikan dalam penelitian ini: P2: Fitur Produk Berpengaruh terhadap Keputusan Pembelian. 1.4
Pengaruh
Gaya
Hidup
terhadap
utusan Kep eputusan
Pembelian Menurut Kotler (2002) gaya hidup adalah pola hidup seorang di dunia yang diekspresikan dalam aktivitas, minat dan opininya. Dalam definisi ini yang dimaksud pola hidup sesorang merupakan suatu keteraturan atau metode terhadap 21
proses yang membentuk aktivitas, persepsi, dan minat yang menjadikan ciri khas dari seseorang tersebut. Minor dan Mowen (2002) menyatakan bahwa gaya hidup adalah menunjukan bagaimana orang hidup, bagaimana membelanjakan uangnya, dan bagaimana mengalokasikan waktu. Dalam definisi ini gaya hidup seseorang dalam dunia kehidupan sehari-hari yang dinyatakan dalam kegiatan, minat dan pendapat yang bersangkutan. Pengertian gaya hidup juga dijelaskan oleh Setiadi (2003) merupakan cara bagaimana orang menghabiskan waktu mereka (untuk melakukan aktivitas), apa yang mereka anggap penting dalam lingkungannya (ekspresi minat) dan apa yang mereka pikirkan tentang diri mereka sendiri dan juga dunia di sekitarnya (ekspresi opini). Gaya hidup konsumen dapat berubah, tetapi perubahan ini tidak disebabkan dengan adanya kebutuhan tapi akibat pengaruh dari lingkungan, sebab pada dasarnya kebutuhan itu tetap seumur hidup. Definisi Setiadi mengkombinasikan definisi Kotler dengan Minor dan Mowen. Definisi tersebut menjadi lebih operasional. Dari beberapa definisi diatas, penelitian ini mengikuti definisi Setiadi (2003), yang diterapkan pada konsumen, gaya hidup merupakan pendorong sikap individu dalam melakukan aktivitas pembelian dan penggunaan sebuah produk, minat konsumen terhadap pembelian, dan opini konsumen terhadap pembeliaan. Dengan demikian gaya hidup merupakan faktor yang mempengaruhi konsumen untuk melakukan suatu keputusan pembelian. Terkait dengan keputusan pembelian suatu produk, Hawkins et al .(2007), juga menambahkan bahwa gaya hidup mencakup produk apa yang dibeli, bagaimana menggunakannya, dan apa yang dipikirkan tentang produk tersebut.
22
Konsep gaya hidup digunakan secara cermat dapat membantu pemasar memahami nilai konsumen yang berubah dan bagaimana gaya hidup memepengaruhi prilaku pembeliaan (Kotler, 2005). Menurut Engel (1995) gaya hidup yang dianut seseorang ikut menentukan pemilihan serta keputusan pembelian sebuah produk. Gaya hidup masyarakat Indonesia sekarang terutama para pengguna internet sangat bergantung pada telepon pintar yang mampu menunjang aktivitas sehari-hari dan gaya hidup mereka (Ardy, 2010). Analisa gaya hidup berguna bagi pemasar untuk mengetahui apa yang diinginkan pasar untuk mengetahui area spesifik dari kehidupan konsumen untuk menetukan keputusan beli konsumen (Chriesmaya, 2012). Oleh karena itu gaya hidup menajdi faktor yang mempengaruhi konsumen yang akan melakukan pembelian. Mengacu pendapat temuan penelitian tentang pengaruh yang signifikan dari gaya hidup terhadap keputusan pembelian (Ardy, 2010; Anugrah, 2011; Chriesmaya, 2012; Engel, 1995; Kotler, 2005), maka dirumuskan proposisi yang akan dibuktikan dalam penelitian ini: ngaruh terhadap Keputusan Pembelian. P3: Gaya Hidup berpe berpen 1.5
Model Penelitian Penelitian Djoko, dkk; (2012) menguji pengaruh citra merek, desain, dan
fitur produk terhadap keputusan pembelian dengan regresi linier secara parsial untuk mengetahui pengaruh masing-masing variabel bebas citra merek, desain, dan fitur produk secara individu terhadap keputusan pembelian dan secara bersama- sama dengan regresi berganda untuk melihat secara keseluruhan variabel
23
bebas terhadap keputusan pembelian. Penelitian lain juga telah dilakukan oleh Salim (2011) tentang pengaruh gaya hidup terhadap keputusan pembelian
smartphone berbasis Android dengan analisis regresi linier sederhana untuk melihat pengaruh variabel bebas secara individu terhadap keputusan pembelian. Model yang dibangun dalam penelitian ini merupakan nisbah kausal yang menggambarkan pengaruh citra merek, fitur produk dan gaya hidup terhadap keputusan pembelian secara bersama-sama. Yang membedakan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya ialah, dalam penelitian ini ingin melihat pengaruh manakah yang lebih dominan diantara ketiga variabel, yaitu: citra merek, fitur produk dan gaya hidup terhadap keputusan pembelian. Pada dasarnya, variabel-variabel bebas ini diasumsikan memiliki pengaruh secara bersama-sama terhadap variabel keputusan pembelian, namun tingkat pengaruhnya ada yang lebih dominan dari lainnya. Dinyatakan dalam bagan, model penelitian ini menjadi:
Citra Merek
Keputusan Pembelian
Fitur Produk
Gaya Hidup
Gambar 1. Model Penelitian
24
25