BAB II TELAAH PUSTAKA A. Telaah Pustaka 1. Intensive Care Unit (ICU) a. Definisi Intensive Care Unit (ICU) adalah suatu bagian dari rumah sakit yang mandiri (instalasi di bawah direktur pelayanan), dengan staf yang khusus dan perlengkapan yang khusus ditujukan untuk observasi, perawatan dan terapi pasienpasien yang menderita penyakit, dengan prognosis dubia (Kepmenkes RI no. 1778, 2010). Pengelolaan ICU melibatkan keterampilan staff medis, perawat, serta staff lainnya yang berkompeten serta berpengalaman dalam pengelolan keadaan tertentu guna menunjang fungsi-fungsi vital dengan menggunakan sarana, prasarana, serta peralatan khusus (Kepmenkes no. 1778, 2010). b. Kedudukan ICU di Rumah Sakit Rumah sakit sebagai salah satu penyedia pelayanan kesehatan yang mempunyai fungsi rujukan harus dapat memberikan pelayanan ICU yang profesional dan berkualitas dengan mengedepankan keselamatan pasien (Kepmenkesno. 1778 RI, 2010). ICU merupakan salah satu instalasi yang ada dirumah sakit. Berdasarkan Keputusan Menteri dalam Negeri Nomor 1 Tahun 2002 tentang Pedoman Susunan Organisasi dan Tata Kerja Rumah Sakit Daerah memuat bahwa instalasi merupakan unit penyelenggaraan pelayanan fungsional di Rumah Sakit Daerah. Instalasi dipimpin oleh seorang kepala dalam jabatan fungsional,
5
6
yang mempunyai tugas membantu direktur dalam penyelenggaraan pelayanan fungsional sesuai dengan fungsinya. Jumlah dan jenis instalasi disesuaikan dengan kebutuhan dan kemampuan rumah sakit daerah dan perubahannya ditetapkan dengan keputusan direktur sesuai dengan peraturan perundang-perundangan yang berlaku. Kepala instalasi yang dimaksud ditetapkan dengan keputusan direktur (Kepmenkes no. 1778, 2010). Komite Akreditasi Rumah Sakit atau KARS menjelaskan bahwa pelayanan ICU adalah pelayanan yang diberikan kepada pasien yang dalam keadaan sakit berat dan perlu dirawat khusus, serta memerlukan pantauan ketat dan terus menerus serta tindakan segera. Pelayanan yang diberikanpun harus mampu memberikan tunjangan ventilasi mekanis lebih lama, mampu melakukan tunjangan hidup yang lain tetapi tidak terlalu kompleks sifatnya. KARS memaparkan bahwa ruang ICU harus terletak dekat dengan kamar operasi, ruang perawatan lainnya, dan memiliki akses yang mudah ke Instalasi Gawat Darurat (IGD), Radiologi, dan ke Laboratorium. (KARS, 2011). c. Ruang lingkup Pelayanan ICU Ruang lingkup pelayanan yang diberikan di ICU adalah diagnosis dan penatalaksanaan spesifik penyakit-penyakit akut yang mengancam nyawa dan dapat menimbulkan kematian dalam beberapa menit sampai beberapa hari, memberikan bantuan dan mengambil alih fungsi vital tubuh sekaligus melakukan pelaksanaan spesifik problema dasar, pemantauan fungsi vital tubuh dan penatalaksanaan terhadap komplikasi yang ditimbulkan oleh penyakit atau
7
iatrigenik, serta memeberikan bantuan psikologis pada pasien yang kehidupannya sangat bergantung pada alat/mesin dan orang lain (Kepmenkes, 2010). Pelayanan yang diberikan ICU pun meliputi pengelolaan pasien, administrasi unit, pendidikan, dan penelitian. Pengelolaan pasien dilakukan langsung oleh dokter intensivis dengan melaksanakan pendekatan pengelolaan total pada pasien sakit kritis, menjadi ketua tim dari berbabagi pendapat konsultan atau dokter yang ikut merawat pasien. Tujuan dilakukan ini adalah agar koordinasi kerja tidak terkotak-kotak dan dapat melakukan komunikasi yang baik dan terkoordinir baik dengan pasien maupun keluarga pasien (Kepmenkes no. 1778, 2010). Koordinasi akan membuat sistem kerja menjadi lebih tertata. Sebelum pasien masuk ke ICU, dokter yang merawat pasien di ICU harus mengevaluasi keadaan pasien terlebih dahulu berdasarkan keilmuaannya. Seorang kepala ICU akan memberikan evaluasi menyeluruh, membuat kesimpulan, serta memberikan instruksi tertulis terhadap anggota tim dengan mempertimbangkan usulan anggota tim lainnya. Kepala ICU akan berkonsultasi dengann konsultan lain dengan mempertimbangkan usulan-usulan dari anggota tim lainnya. Karena ICU memiiki keterbatasan tempat tidur, maka pentingnya melakukan prioritas serta indikasi masuk ICU. Setiap dokter yang hendak pasiennya dirawat di ICU harus memperhatikan indikasi masuk ICU dengan benar sehingga tidak terjadi penempatan pasien yang salah (Kepmenkes no. 1778, 2010).
8
d. Model ICU Penerapan model ICU tergantung pada intensivis yang bekerja di ICU pada sebuah rumah sakit. Adapun beberapa model ICU yang dikenalkan oleh Rothschild (2001) adalah sebagai berikut : 1)
Open ICU Model Model ICU diatas adalah sebuah model perawatan di ICU dimana pasien yang dirawat di ICU dibawah perawatan dari seorang internis, dokter keluarga, ahli bedah atau primer lainnya yang tercatat dalam rekam medis. Didalam model ini, seorang intensivismungkin memerankan tugasnya secara de facto dalam pengelolan beberapa pasien, namun
hanya tercatat didalam rekam
medis. Seorang
intensivis hanya bertugas via konsultasi elektif. 2)
Intensivist Co-management Pada Model diatas semua pasien yang dirawat di ICU wajib di konsultasikan ke intensivis. Internis, dokter kieluarga, maupun ahli bedah yang merawat pasiennya di ICU wajib melakukan kolaborasi dengan intensivis.
3)
Closed ICU Model Ini adalah sebuah model perawatan di ICU dimana pasien yang akan dipindahkan ke ICU harus melalui seorang Intensivis. Pasien dievaluasi dibawah pengawasan seorang dokter intensivis. Perawatan pasien dilakukan dan diserahkan sepenuhnya oleh dokter intensivis. Periode perawatan biasanya 1 minggu sampai dengan 1 bulan. Pasien
9
akan dikembalikan tanggung jawabnya ke dokter yang pada awalnya merawat, setelah pasien dinyatakan boleh untuk dipindahkan keluar dari ICU. 4)
Mixed ICU Models Dalam prakteknya kerap kali model-model diatas menjadi tumpang tindih. Sehingga beberapa studi menghindari untuk mengkarakteristik model ICU ini. Fokus model ICU terletak dari keterlibatan dari Intensivis itu sendiri. Keterlibatan itu misalnya keterlibatan Intensivis yang hanya dapat jaga pada saat ada konsultasi (Model Icu tertutup, manajemen bersama intensivis), Intensivis yang bekerja hanya memimpin ICU, atau keterdsediaan seorang dokter intensivis.
e. Manajemen Pengelolaan ICU Pengelolaan ICU akan melibatkan tim yang bekerja di ICU dan staff struktural ICU. Hal ini dilakukan guna meningkatkan mutu pelayanan ICU melalui kendali mutu oleh tim-tim yang bekerja di ICU. Pasien yang dirawat di ICU dapat berasal dari IGD, bangsal rawat inap, poli rawat jalan, maupun pindahan ataupun rujukan dari rumah sakit ataupun instalasi kesehatan yang lain (KARS, 2011). Penilaian pasien secara objectif dilakukan berdasarkan prioritas. Komite Akreditas Rumah Sakit (KARS) telah menetapkan beberapa kriteria prioritas pasien untuk dapat dirawat di ICU. Prioritas itu terbagi menjadi tiga, yaitu : 1) Prioritas 1
10
Pasien mengalami gangguan akut pada organ vital yang memerlukan tindakan dan terapi intensif cepat yaitu utamanya pada pasien dengan gangguan pada sistem pernapasan (B1), sirkulasi darah (B2), susunan saraf pusat (B3) yang tidak stabil. 2) Prioritas 2 Pasien yang memerlukan pemantauan alat canggih utamanya pada pasien yang mengalami pasca pembedahan mayor. 3) Prioritas 3 Pasien yang dalam kondisi kritis dan tidak stabil yang mempunyai harapan kecil untuk disembuhkan atau manfaat dari tindakan yang didapat sangat kecil. Pasien ini hanya memerlukan terapi intensif pada penyakit akutnya tetapi tidak dilakukan intubasi atau resusitasi kardiopulmoner. KARS memperjelas bahwa yang menentukan pasien bisa atau tidaknya dirawat di ICU adalah dokter kepala ICU. Namun, semua dokter diperkenankan merawat pasien di ruang ICU sesuai dengan kriteria masuk ICU bersadarkan prioritas 1, 2, dan 3 jika ICU dalam keadaan kosong. Bila ICU penuh, maka pengaturan pasien masuk dan keluar ICU dilakukan oleh kepala ICU. Jika dokter kepala ICU berhalangan, maka koordinasi penggunaan ruang ICU dilaksanakan oleh dokter jaga (KARS, 2011). Disisi lain, berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
1778/MENKES/SK/XII/2010
tentang
Pedoman
Penyelenggaraan
Pelayanan Intesive Care Unit (ICU) di Rumah Sakit terdapat kriteria pengecualian. Dimana dengan pertimbangan luar biasa dan persetujuan kepala ICU maka indikasi masuk ICU dapat dilakukan pada pasien dengan pengecualian ini. Namun, pasien
11
dapat saja dikeluarkan sewaktu-waktu jika terdapat pasien baru yang membutuhkan perawatan di ICU dengan prioritas yang lebih tinggi. Pasien yang masuk dalam golongan ini diantaranya adalah (Kepmenkes no. 1778, 2010) 1) Pasien yang memenuhi kriteria masuk namun menolak dilakukan terapi penunjang yang agresif dan hanya demi “perawatan yang aman” saja. Pasien yang dimaksud ini adalah pasien dengan perintah “DNR” (Do Not Resuscitate). Perawatan di ICU dengan menggunakan alat-alat yang canggih memungkinkan untuk meningkatkan survival pasein ini. 2) Pasien dengan keadaan vegetatif permanen. 3) Pasien yang dipastikan telah mengalami mati batang otak. Namun karena pertimbangan untuk dilakukannya donor, demi menjaga keutuhan dari organ tersebut maka pasien diperbolehkan untuk dirawat di ICU. Kriteria pemindahan pasien dari ICU juga berdasarkan pertimbangan medis oleh kepala ICU dan timnya (Kepmenkes no. 1778, 2010). Pasien diindikasi keluar ICU adalah sebagai berikut : 1) Pasien yang dengan terapi ataupun pemantauan secara intensif tidak diharapkan mauapun tidak memberikan hasil, sedangkan pasien pada waktu itu tidak menggunakan alat bantu mekanis (ventilator) yaitu : -
Pasien yang mengalami MBO (mati batang otak).
-
Pasien terminal/pasien ARDS Syndrome) stadium akhir.
(Acute Respiratory
Distress
12
2) Pasien yang telah membaik dan cukup stabil sehingga tidak memerlukan terapi atau pemantauan intensif lebih lanjut. 3) Pasien yang hanya memerlukan observasi intensif saja, sedangkan ada pasien yang lebih gawat dan lebih memerlukan terapi atau pemantauan intensif lebih lanjut. 4) Pasien atau keluarga menolak untuk dirawat lebih lanjut di ICU atau pulang paksa (KARS, 2011). f. Klasifikasi Pelayanan ICU di Rumah Sakit Pelayanan ICU di rumah sakit dibagi dalam tiga klasifikasi pelayanan, yaitu (Kepmenkes no. 1778, 2010): 1) Pelayanan ICU primer (pada rumah sakit tipe C) 2) Pelayanan ICU sekunder (pada rumah sakit tipe B) 3) Pelayanan ICU tersier (pada rumah sakit tipe A) Klasifikasi pelayanan diklasifikasikan berdasarkan ketenagaan, sarana dan prasarana, dan kemampuan pelayanan dari rumah sakit tersebut. Tenaga kesehatan yang berkerja di ICU diharapkan memiliki pengetahuan yang memadai serta memiliki keterampilan yang sesuai dan komitmen terhadap waktu. Menteri Kesehatan telah mengatur tentang kualifikasi ketenagaan dalam klasifikasi pelayanan ICU, yaitu (Kepmenkes no. 1778, 2010):
13
Tabel 2. 1. Ketenagaan ICU
No. 1.
Jenis Tenaga Kepala ICU
2.
Tim Medis
3.
Perawat
4.
Tenaga Non kesehata n
Strata/Klasifikasi Pelayanan Primer Sekunder Tersier - Dokter intensivis - Dokter Dokter intensivis - Dokter spesialisAneste spesialisanestesi siologi ologi (jikabelum - Dokter spesialis ada lainyang terlatih dokterintensivis) ICU (jikabelum ada dokterspesialisa nestesiologi) - Dokter - Dokter - Dokter spesialis(yang spesialis(yan spesialissebagai dapat g konsultan(yang memberikanpela dapatmember dapat yanan ikanpelayana dihubungisetiap setiapdiperlukan) n diperlukan) - Dokter jaga 24 setiapdiperlu - dokter jaga 24 jam dengan kan) jamdengan kemampuanALS - Dokter jaga kemampuanres /ACLS, 24jam usitasi jantung danFCCS dengankema paru yang mpuan bersertifikatban ALS/ACLS, tuan hidup danFCCS dasardan bantuan hiduplanjut Perawat terlatih Minimal 50% Minimal 75% yang bersertifikat darijumlah darijumlah bantuanhidup dasar seluruhperawat di seluruhperawat di danbantuan hidup ICUmerupakan ICUmerupakanpe lanjut perawatterlatih rawat terlatihdan danbersertifikat ICU bersertifikat ICU Tenaga administrasi di ICU harus mempunyai kemampuan mengoperasikan
Tenaga administrasi di ICU harus mempunyai kemampuan mengoperasikan komputer yang
Tenaga administrasi di ICU harus mempunyai kemampuan mengoperasikan
14
Tabel 2. 1. Ketenagaan ICU
No.
Jenis Tenaga
Strata/Klasifikasi Pelayanan Primer Sekunder Tersier komputer yang berhubungan komputer yang berhubungan dengan masalah berhubungan dengan masalah administrasi dengan masalah administrasi. Tenaga pekarya administrasi. Tenaga pekarya Tenaga kebersihan. Tenaga Tenaga kebersihan laboratorium Tenaga kefarmasian Tenaga pekarya Tenaga kebersihan Tenaga rekam medik Tenaga untuk kepentingan ilmiah
Sumber : Kepmenkes no. 1778, 2010
Seroang dokter Intensivis yang dimaksud adalah dokter yang telah memenuhi standar yang telah ditetapkan melalui Keputusan Menteri Kesehatan tahun 2010, yaitu sebagai berikut ini (Kepmenkes no. 1778, 2010): 1) Memiliki pendidikan serta sertifikat sebagai seorang spesialis intensive care medicine (KIC, Konsultan Intensive Care) melalui program dan pendidikan yang diakui oleh perhimpunan profesi yang terkait. 2) Menunjang kualitas pelayanan di ICU dan menggunakan sumber daya ICU secara efisien.
15
3) Siap untuk membaktikan diri lebih dari 50% waktu profesinya dalam pelayanan di ICU. 4) Dapat memberikan partipasi dalam suatu pelayanan selama 24 jam/hari, 7 hari/seminggu. 5) Mampu melakukan critical care, antara lain : -
Sampel darah arteri.
-
Memasang mempertahankan jalan napas termasuk intubasi trakeal, tracheostomy perkutan, dan ventilasi mekanis.
-
Mengambil kateter intravaskuler untuk monitoring invasif maupun terapi invasif (misalnya: continous renal replacement theraphy (CRRT) dan peralatan monitoring termasuk kateter arteri, kateter vena perifer, kateter vena sentral (CVP), dan kateter arteri pulmonalis.
-
Pemasangan kabel pacu jantung tranvenous temporer.
-
Melakukan diagnostik non-invasif fungsi kardiovaskuler dengan echokardiografi.
-
Resusitasi jantung paru.
-
Pipa throcostomy.
6) Mampu melaksana dua peran utama, yaitu : -
Pelolaan Pasien Mampu berperan sebagai pemimpin tim dalam memberikan pelayanan di ICU, menggabungkan dan melakukan titrasi layanan pada pasien berpenyakit kompleks atau cedera termasuk gagal organ
16
multi-sistem. Dalam mengelola pasien, dokter intensivis dapat mengelola sendiri atau berkolaborasi dengan dokter lain. -
Manajemen Unit Seorang dokter intensivis berpartisipasi aktif dalam aktivitasaktivitas manajemen unit yang diperlukan untuk memberi pelayanan-pelayanan ICU yang efisien, tepat waktu dan konsisten.
7) Mempertahankan pendidikan yang berkelanjutan tentang critical care medicine. 8) Ada dan bersedia untuk berpartisipasi pada kegiatan-kegiatan perbaikan kualitas interdisipliner. Jumlah perawat ICU ditentukan dari jumlah tempat tidur yang tersedia dalam ruangan ICU serta ketersedian ventilasi mekanik. Perbandingan antara perawat dengan pasien yang menggunakan ventilasi mekanik adalah 1:1. Sedangkan perbandingan perawat dengan pasien yang tidak menggunakan ventilasi mekanik adalah 1:2 (Kepmenkes no. 1778, 2010). g. Desain, Peralatan, dan Kemampuan Pelayanan ICU. ICU memiliki kekhusan baik segi desain, peralatan dan juga kemampuan pelayanan yang harus dimiliki oleh ICU. Jenis peralatan minimal serta kemampuan pelayanan ICU diklasifikasikan berdasarkan klasifikasi ICU, yaitu primer, sekunder, dan tersier. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1778/MENKES/SK/XII/2010 tentang Pedoman Penyelenggaraan Pelayanan Intesive Care Unit (ICU) di Rumah Sakit telah mengatur terkait dengan hal tersebut. Hal tersebut dimuat dalam beberapa tabel dibawah ini (Kepmenkes no. 1778, 2010).
17
Tabel 2. 2. Desain Berdasarkan klasifikasi pelayanan ICU Desain ICU Primer ICU Sekunder Area Pasien : 1 tempat cuci 1 tempat cuci Unit terbuka 12– tangan tiap 2 tangan tiap 2 16 m2 tempat tidur tempat tidur Unit tertutup 16- 1 tempat cuci 1 tempat cuci 20 m2 tangan tangan tiap 1 tempat tidur tiap 1 tempat tidur Outlet oksigen 1 2 Vakum 1 Stop kontak 2 / tempat tidur 2/ tempat tidur Area Kerja : Lingkungan Air Conditioned Air Conditioned o Suhu 23-25 C 23-25oC Humaditas 50-70% 50-70% Ruangan isolasi + Ruang + Penyimpanan peralatan dan barang bersih Ruang tempat + buang kotoran Ruang perawat + + Ruang staf dokter + Ruang tunggu + keluarga pasien Laboratorium Terpusat 24 jam Sumber : Kepmenkes no. 1778, 2010
ICU Tersier 1 tempat cuci tangan tiap 2 tempat tidur 1 tempat cuci tangan tiap 1 tempat tidur 3 / tempat tidur 3 / tempat tidur 16/ tempat tidur Air Conditioned 23-25Oc 50-70% + +
+ + + + 24 jam
Tabel 2. 3. Peralatan berdasarkan klasifikasi pelayanan Peralatan ICU Primer Ventilasi Mekani + Alat Hisap + Alat ventilasi manual dan + alat penunjang jalan napas Peralatan akses vaskuler + Peralatan monitor:
ICU Sekunder + + + +
ICU Tersier + + + +
18
Tabel 2. 3. Peralatan berdasarkan klasifikasi pelayanan Peralatan
ICU Primer
ICU Sekunder
1. Invasif - Monitor + tekanan darah invasif + + - Tekanan vena sentral. - Tekanan baji a. Pulmonalis (Swan Ganz) 2. Non-invasif - Tekanan darah + + - EKG dan laju + + jantung - Saturasi + + oksigen (pulse oxymeter) + - Kapnograf Suhu + + EEG + Defibrolator dan alat pacu + + jantung Alat pengatur suhu pasien + + Peralatan drain toraks + + Pompa infus dan pompa + syringe Bronchoscopy + Echocardiografi + Peralatan portable untuk + + transportasi Tempat tidur khusus + + Lampu untuk tindakan + + Hemodialisis + CRRT + Sumber : Kepmenkes no. 1778, 2010
ICU Tersier + + +
+ + + + + + + + + + + + + + + + +
19
Tabel 2. 4. Kemampuan Pelayanan ICU No. 1. 2.
3. 4.
Kemampuan Pelayanan Primer Sekunder Resusitasi jantung Resusitasi jantung paru. paru. Pengelolaan jalan Pengelolaan jalan napas, termasuk napas, termasuk intubasi trakeal dan intubasi trakeal dan ventilasi mekanik. ventilasi mekanik. Terapi oksigen. Terapi oksigen. Pemasangan kateter Pemasangan kateter vena sentral. vena sentral dan arteri.
5.
Pemantauan EKG, Pemantauan EKG, pulsoksimetri dan pulsoksimetri, tekanan darah non tekanan darah non invasif. invasif dan invasif.
6.
Pelaksanaan terapi secara titrasi. Pemberian nutrisi enteral dan parenteral. Pemeriksaaan laboratorium khusus dengan cepat dan menyeluruh. Memberikan tunjangan fungsi vital dengan alat-alat portabel selama transportasi pasien gawat.
7.
8.
9.
Pelaksanaan terapi secara titrasi. Pemberian nutrisi enteral dan parenteral. Pemeriksaaan laboratorium khusus dengan cepat dan menyeluruh. Memberikan tunjangan fungsi vital dengan alat-alat portabel selama transportasi pasien gawat.
Tersier Resusitasi jantung paru. Pengelolaan jalan napas, termasuk intubasi trakeal dan ventilasi mekanik. Terapi oksigen. Pemasangan kateter vena sentral, arteri, Swan Ganz dan ICP monitor. Pemantauan EKG, pulsoksimetri, tekanan darah non invasif dan invasif, Swan Ganz dan ICP serta ECHO Monitor. Pelaksanaan terapi secara titrasi. Pemberian nutrisi enteral dan parenteral. Pemeriksaaan laboratorium khusus dengan cepat dan menyeluruh. Memberikan tunjangan fungsi vital dengan alat-alat portabel selama transportasi pasien gawat.
20
Tabel 2. 4. Kemampuan Pelayanan ICU No. 10.
11. 12.
Kemampuan Pelayanan Primer Sekunder Tersier Kemampuan Melakukan fisioterapi melakukan fisioterapi melakukan fisioterapi dada. dada. dada. Melakukan prosedur melakukan prosedur isolasi. isolasi. melakukan melakukan hemodialisis hemodialisis intermiten dan intermiten dan kontinyu. kontinyu. Sumber : Kepmenkes no. 1778, 2010 h. Pencatatan dan Pelaporan Didalam Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
1778/MENKES/SK/XII/2010 telah mengatur tentang tata cara pencatatan serta pelaporan dalam pelayanan ICU. Catatan ICU diverifikasi dan ditandatangani oleh dokter yang melakukan pelayanan di ICU dan bertanggung jawab atas semua yang dicatat tersebut. Pencatatan menggunakan status khusus ICU yang meliputi pencatatan lengkap terhadap diagnosis yang menyebabkan dirawat di ICU, data tanda vital, pemantauan fungsi organ khusus (jantung, paru, ginjal, dan sebagainya) secara berkala, jenis dan jumlah asupan nutrisi dan cairan, catatan pemberian obat, serta jumlah cairan tubuh yang keluar dari pasien. Sedangkan untuk pelaporan dalam pelayanan ICU terdiri dari jenis indikasi pasien masuk serta jumlahnya, sistem skoring prognosis, penggunaan alat bantu (ventilasi mekanis, hemodialisis, dan sebagainya), lama rawat, dan keluaran (hidup atau meninggal) dari ICU (Kepmenkes no. 1778, 2010).
21
i. Monitoring dan Evaluasi Keputusan
Menteri
Kesehatan
Republik
Indonesia
Nomor
1778/MENKES/SK/XII/2010 juga mengatur terakit monitoring dan evaluasi yang dilaksanakan secara terintegrasi dan berkesinambungan di ICU. Hal ini dilakukan untuk mewujudkan pelayanan ICU yang aman, bermutu, dan mengutamakan keselamatan pasien. Monitoring dan evaluasi dimaksud harus ditindaklanjuti untuk menentukan faktor-faktor yang potensial berpengaruh agar dapat diupayakan penyelesaian yang efektif. Indikator pelayanan ICU yang digunakan adalah sistem skoring prognosis dan keluaran dari ICU. Sistem skoring prognosis dibuat dalam 24 jam pasien masuk ke ICU. Contoh sistem skoring prognosis yang dapat digunakan adalah Acute Physiologic Assessment and Chronic Health Evaluation (APACHE) II, Simplified Acute Physiology Score (SAPS) II, dan Multiple organ dysfunction syndrome (MODS). Rerata nilai skoring prognosis dalam periode tertentu dibandingkan dengan keluaran aktualnya. Pencapaian yang diharapkan adalah angka mortalitas yang sama atau lebih rendah dari angka mortalitas terhadap rerata nilai skoring prognosis (Kepmenkes no. 1778, 2010). 2. Manajemen Strategi Strategi didefinisikan sebagai suatu proses penentuan rencana para pemimpin puncak yang berfokus pada tujuan jangka panjang organisasi, disertai penyusunan suatu cara atau upaya bagaimana agar tujuan tersebut dapat dicapai (Stephani, 2002) Dalam manajemen strategi kita harus mengenali beberapa hal terkait dengan kelebihan, kekurangan, peluang dan sebagainya, yang menunjang kita dalam
22
mengambil kebijakan diantaranya kebiajakan strategi manajemen. Diantaranya adalah analisa SWOT dan penggunaan alat ukur menyusun strategi manajemen yaitu Balance Scorecard (BSC). a. Analisa SWOT Analisis SWOT adalah sebuah metode perencanaan strategis yang digunakan untuk mengevaluasi Strength, Weakness, Opportunities, dan Threats terlibat dalam sebuah proyek atau dalam bisnis usaha. Teori ini kerap kali digunakan untuk merencanakan suatu hal. Analisa SWOT merupakan identitas berbagai faktor secara sistematis untuk merumuskan strategi pelayanan (Statistic Center, 2014). Pendekatan Analisa SWOT dapat dilakukan secara kuantitatif maupun kualitatif. Pendekatan kualitatif matriks SWOT dikembangkan oleh Kearns dengan menampilkan delapan kotak, yaitu dua paling atas adalah kotak faktor eksternal (Peluang dan Tantangan) sedangkan dua kotak sebelah kiri adalah faktor internal (Kekuatan dan Kelamahan). Empat kotak lainnya merupakan kotak isu-isu strategis yang timbul sebagai hasil titik pertemuan antara faktor-faktor internal dan eksternal (Statistic Center, 2014). Tabel 2. 5. Matriks SWOT Kearns
Sumber : Statistic Center, 2014
23
Keterangan: 1) Sel A: Comparative Advantages Pada sel ini terjadi pertemuan dua elemen yaitu kekuatan dan peluang. Pertemuan dua hal ini memberikan kemungkinan bagi suatu organisasi untuk bisa berkembang lebih cepat. 2) Sel B: Mobilization Pada sel ini terjadi interaksi antara ancaman dan kekuatan. Upaya mobilisasi sumber daya yang merupakan kekuatan organisasi untuk Comparative Advantage Divestment/Investment Damage Control Mobilization harus dilakukan guna memperlunak ancaman dari luar. Upaya tersebut juga memungkinkan merubah ancaman menjadi sebuah peluang. 3) Sel C: Divestment/Investment Pada sel ini terjadi interaksi antara kelemahan organisasi dan peluang dari luar. Situasi ini memberi harapan palsu atau keadaan yang kabur. Peluang yang tersedia sangat meyakinkan namun tidak dapat dimanfaatkan karena kekuatan yang ada tidak cukup untuk menggarapnya. Maka, pilihan keputusan yang diambil adalah melepas peluang yang ada untuk dimanfaatkan organisasi lain atau memaksakan menggarap peluang itu (investasi). 4) Sel D: Damage Control Sel ini merupakan kondisi yang paling lemah dari semua sel karena merupakan pertemuan antara kelemahan organisasi dengan ancaman dari luar, dan karenanya keputusan yang salah akan
24
membawa bencana yang besar bagi organisasi. Strategi yang harus diambil adalah Damage Control (mengendalikan kerugian) sehingga tidak menjadi lebih parah dari yang diperkirakan. b. Balanced Scorecard (BSC) Balanced score card (BSC) atau kartu skor seimbang pertama kali dikenalkan oleh Kaplan dan Norton pada tahun 1996. Kartu skor adalah kartu yang digunakan untuk mencatat hasil kinerja seseorang atau personel serta merencanakan skor yang akan dicapai di masa yang akan datang. Dapat definisikan bahwa balance score card merupakan suatu pengukuran kinerja dan sistem manajemen yang memandang perusahaan dari empat perspektif, yaitu perspektif keuangan, pelanggan, proses bisnis internal serta pembelajaran dan pertumbuhan untuk memperbaiki keputusan strategis dalam mencapai tujuan perusahaan serta memeberikan pemahaman kepada manajer terhadap performance bisnis (Hilmawan, 2005). 1) Perspektif Keuangan Finansial memegang peranan penting dalam kinerja manajerial dan bisnis. Laporan keuangan yang terdiri dari neraca, laporan laba-rugi, laporan perubahan modal/ekitas, serta laporan arus kas tetap memegang peranan penting dimana informasi yang disediakan bersifat kuantitatif sehingga dapat selalu mengingatkan manajer untuk mengadakan tindakan perbaikan di sektor-sektor yang penting (Hilmawan, 2005).
25
Dalam pengukuran kinerja berdasarkan balanced scorecard, tolak ukur utama serta tujuan disetiap siklus berbeda. Kaplan dan Norton membagi menjadi 3 bagian siklus kehidupan dalam prespektif keuangan, yaitu (Hilmawan, 2005): o Growth (Pertumbuhan) Merupakan tahap awal, dimana produk dan jasa perusahaan memiliki potensi pertumbuhan yang tinggi. o Sustain (Bertahan) Tahap dimana bisnisnya melakukan investasi dan reinvestasi yang diharapkan dapat menghasilkan pengembalian modal yang cukup tinggi. o Harvest (memuai) Tahap
kedewasaam
dimana
perusahaan
benar-benar
memanen hasil investasi yang dilakukan pada tahap-tahap sebelumnya. 2) Perspektif Pelanggan Perspektif ini berhubungan erat dengan kepuasan pelanggan, yang cenderung akan berpindah tempat bila merasa tidak puas di satu tempat. Hal ini akan berkaitan erat dengan kinerja SDM dalam sebuah perusahaan. Selain itu, pemikiran untuk menciptakan produk dan jasa bernilai tinggi harus dilakukan pada perspektif ini guna mencapai kinerja jangka panjang (Hilmawan, 2005). Ada 2 kelompok pengukuran pelanggan dalam perspektif ini, yaitu (Hilmawan, 2005) :
26
a) Customer Core Measurement Pengukuran ini terdiri dari market share, customer retention, customer acquisition, customer satiffaction dan customer profitability. b) Customer Value Propositon Merupakan faktor pendorong agar terciptanya loyalitas dan kepuasan pelanggan terhadap produk maupun jasa perusahaan. Tiga hal dalam CVP adalah waktu, mutu, dan kualitas. Dimana dalam pengukuran ini memiliki 3 atribut pula, yaitu product/ Service attributes (atribut produk/jasa), customer relationship (hubungan pelanggan), dan Image and reputation (citra dan reputasi). 3) Perspektif Proses Bisnis Internal Pengukuran pada perspektif ini ditujukan untuk memenuhi harapan para pemegang saham serta pelanggan. Perspektif ini memerlukan pengkajian secara mendalam misi perusahaan. Maka, pendesainnya yang paling tepat adalah mereka yang sangat mengerti tentang misi perusahaan, bukan konsultan dari luar. Agar menciptakan nilai pada pelangganan, dalam perspektif ini akan melewati 3 proses yaitu inovasi, operasi, dan layanan purna jual (Hilmawan, 2005). 4) Perspektif Pembelajaran dan Pertumbuhan Memiliki
sumber
daya
manusia
(SDM)
yang
berpengetahuan, berkemampuan, dan keahlian khusus merupakan
27
aset dalam perusahaan. Hal ini termasuk dalam harta yang tak bisa dinilai dengan uang. Karena hal ini merupakan salah satu pendorong kemajuan sebuah perusahaan. Tujuan dari perspektif ini adalah menyediakan infrastruktur (para pekerja, sistem, dan prosedur) sebagai pendorong memungkinkan tujuan dan kinerja yang istimewa dalam 3 perspektif sebelumnya dapat tercapai. Tolak ukur digunakan dalam perspektif ini adalah employee capabilities, information systems capabilities, serta motivation empoverment, dan aligment (Hilmawan, 2005). B. Penelitian Terdahulu Penelitian tentang “Strategi Pengelolaan Intesive Care Unit (ICU) sebagai High cost unit di Rumah Sakit PKU Muhammadiyah Yogyakarta” belum pernah dilakukan oleh peneliti lain. Sebagai acuan dalam penelitian, peneliti menggunakan beberapa penelitian terdahulu sebagai berikut : 1. Penelitian yang dilakukan oleh Dahl Dkk dengan judul The high cost of low-acuity ICU outliers dan diterbitkan pada tahun 2012 oleh Journal of Healthcare Management, melakukan sebuah penelitian terkiat ICU di New York, Amerika Serikat. Penelitian ini berfokus pada biaya ICU di empat rumah sakit besar di New York, dan mencoba menganalisa variabel yang mempengaruhi konsistensi ICU. Evaluasi pun mulai dilakukan mulai dari lamanya tinggal di ICU hingga evaluasi penyakit yang mempengaruhi tingginya pembiayaan di ICU. Penelitian ini menemukan bahwa beban yang
28
besar dalam pembiayaan ICU terletak pada durasi lamanya perawatan di ICU, jenis penyakit serta komplikasi penyakit. Penelitian ini menemukan bahwa pengendalian Length Of Stay (LOS) dapat bermanfaat besar dalam pengendalian biaya ICU. Penelitian yang di lakukan oleh peneliti di Rumah Sakit PKU Muhammadiyah Yogyakarta ingin mencari tahu tentang kendala biaya yang didapati dan mencoba untuk mencari strategi jitu untuk pengendalian ICU di Rumah sakit
PKU Muhammadiyah
Yogyakarta dengan menggunakan penelitian dari Dahl dkk sebagai acuan penelitian terdahulu. 2. Penelitian yang dilakukan oleh Curtis Dkk dengan judul End-of-life care in the intensive care unit: can we simultaneously increase quality and reduce costs? dan diterbitkan pada tahun 2012 oleh American journal of respiratory and critical care medicine, juga mengangkat tentang kendali biaya ICU. Penelitian ini adalah penelitian yang dilakukan di Amerika Serikat dan bertujuan untuk menurunkan biaya kesehatan namun tetap meningkatkan angka kualitas pelayanan kesehatan. Penelitian ini memfokuskan pada pendekatan kepada pasien dan keluarga pasien, dimana mereka diberikan kesempatan untuk membuat keputusan. Penelitian ini dilakukan dengan dua metode yaitu, perencanaan diawal untuk pasien dengan penyakit yang membatasi kehidupan dan penggunaan uji waktu terbatas perawatan di ICU untuk pasien dengan penyakit kritis. Kunci pada hasil penelitian ini adalah komunikasi dokter-
29
pasien dan dokter-keluarga pasien. Komunikasi yang efektif membuat pemilihan metode yang tepat akan membantu pasien dan keluarga membuat keputusan yang tepat juga. Penelitian ini menemukan
bahwa
komunikasi
efektif
dapat
membantu
meningkatkan kualitas pelayanan sekaligus berkontribusi terhadap upaya mengurangi angka biaya kesehatan. Peneliti menjadikan penelitian ini sebagai bahan acuan dalam upaya menemukan strategi pengelolaan Intensive Care Unit (ICU) di Rumah Sakit PKU Muhammadiyah Yogyakarta. Peneliti mencoba untuk mengevaluasi apakah strategi penelitian ini dapat diterapkan di Rumah Sakit PKU Muhammadiyah Yogyakarta 3. Penelitian yang dilakukan oleh Eprinalia dengan judul penelitian “Pengelolaan ICU di RSUD Tamiang Layang Kabupaten Barito Timur Kalimantan Tengah” dan diterbitkan pada tahun 2012 adalah sebuah penelitian yang dilakukan dengan melibatan 13 responden yang terdri dari direktur RSUD Tamiang Layang, Kasi Pelayanan Medik, Kasi Penunjang Pelayanan Medik, 2 dokter umum, dan 8 orang perawat RSUD yang sudah mulai menggunakan pengelolaan dengan sistem terbuka. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana pemanfaatan ICU pada RSUD tersebut. Hasil dari penelitian menemukan bahwa RSUD telah melakukan pemanfaatan ICU dengan baik melalui pengelolaan sistem terbuka. Hal tersebut diperkuat dengan interaksi antar pemberi layananan berupa kepemimpinan, komunikasi dan koordinasi, serta manajemen
30
konflik. Pemanfaatan ICU secara holistik membuat RSUD yang tipe D mampu memberikan fungsi yang sama dengan rumah sakit tipe C. Perbedaan penelitian yang dilakukan oleh Eprinalia dengan peneliti adalah tempat. Pada penelitian Elprinalia melakukan penelitian di Rumah sakit pemerintah atau Rumah sakit umum daerah, sedangkan pada penelitian peneliti melakukan penelitian pada rumah sakit swasta, yaitu Rumah Sakit PKU Muhammadiyah Yogyakarta. Pengelolan yang berbeda antara RS pemerintah dan RS swasta, terutama terkait dengan biaya pengelolaan membuat penelitian pengelolaan ICU di RS swasta perlu dilakukan. C. Landasan Teori Menurut Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1778/Menkes/XII/2010 bahwa Intensive Care Unit (ICU) adalah suatu bagian dari rumah sakit yang mandiri (instalasi dibawah direktur pelayanan), dengan staf yang khusus dan perlengkapan yang khusus yang ditujukan untuk observasi, perawatan dan terapi pasien-pasien yang menderita penyakit, cedera atau penyulit penyulit yang mengancam nyawa atau potensial mengancam nyawa dengan prognosis dubia. ICU menyediakan kemampuan dan sarana, prasarana serta peralatan khusus untuk menunjang fungsi-fungsi vital dengan menggunakan keterampilan staf medik, perawat dan staf lain yang berpengalaman dalam pengelolaan keadaankeadaan tersebut. Menurut Stephani (2002) strategi didefinisikan sebagai suatu proses penentuan rencana para pemimpin puncak yang berfokus pada tujuan jangka
31
panjang organisasi, disertai penyusunan suatu cara atau upaya bagaimana agar tujuan tersebut dapat dicapai. D. Kerangka Teori
Analisis Perubahan dan Persiapan Penyusunan Analisis Lingkungan Eksternal
Analisis Lingkungan Internal
Penetapan Visi dan Misi
Isu-isu utama strategi
Formulasi Strategi
Implementasi/strategi Evaluasi, pengendalian, pengawasan
Sumber : Trisnantoro, 2005
32
E. Kerangka Konsep
SWOT ICU Faktor Internal -
-
Ruang Lingkup Pelayanan ICU Manajemen Pengelolaan ICU Desain, peralatan, dan kemampuan pelayanan ICU. Realisasi anggaran ICU
Faktor Eksternal -
Rencana Strategi Rumah Sakit
-
Kekuatan Kelemahan Peluang Ancaman/Tantangan
Rekomendasi Strategi
Balanced Scorecard -
Perspektif Keuangan Perspektif Proses Bisnis Internal Perspektif Pelanggan Perspektif Pembelajaran dan Pertumbuhan
KPI
F. Pertanyaan Penelitian Adapun pertanyaan-pertanyaan peneliti adalah sebagai berikut : 1. Bagaimanakah ruang lingkup peleyanan ICU di Rumah Sakit PKU Muhammadiyah Yogyakarta? 2. Bagaimanakah Manajmen Pengelolaan ICU di Rumah Sakit PKU Muhammadiyah Yogyakarta? 3. Bagaimanakan desain, peralatan, sarana prasarana dan kemampuan pelayanan ICU di Rumah Sakit PKU Muhammadiyah Yogyakarta?
33
4. Bagaimanakah keadaan realisasi anggaran ICU di Rumah Sakit PKU Muhammadiyah Yogyakarta? 5. Apa sajakah kekuatan, peluang, kelemahan, dan ancaman/tantangan ICU di Rumah Sakit PKU Muhammadiyah Yogyakarta? 6. Bagaimanakah pandangan dari segi keuangan, proses bisnis internal, peanggan, dan pembelajaran dan pertumbuhan dalam pengelolaan ICU di Rumah Sakit PKU Muhammadiyah Yogyakarta? 7. Apa sajakah KPI guna pengelolaan ICU di Rumah Sakit PKU Muhammadiyah Yogyakarta? 8. Apa rencana strategi pengelolaan ICU di Rumah Sakit PKU Muhammadiyah Yogyakarta?
34