11
BAB II TELAAH PUSTAKA
Dalam pembahasan ini peneliti membagi pembahasan diantaranya
kinerja
aparatur
desa
desa,
proses
perencanaan
pembangunan desa, dan proses pembuatan kebijakan desa di desa Takerharjo
Kecamatan
Solokuro
Kabupaten
Lamongan.
Yang
bertujuan untuk mengetahui kinerja dari aparatur desa, dan landasan untuk pembuatan perencanaan pembangunan desa serta bagaimana proses pembuatan kebijakan desa. Bahwasanya untuk menunjang kinerja pemerintahan desa terhadap proses perancangan pembangunan desa, peneliti mengunakan landasan UU Nomor 6 Tahun 2014 tentang desa dan peraturan menteri dalam negeri. Nomor 114 Tahun 2014 tentang pedoman pembangunan desa. Serta untuk proses pembuatan kebijakan, tahapan tahapan pembuatan kebijakan, dan macam macam kebijakan, peneliti mengunakan beberapa pandangan ahli dan buku yang menunjang dalam proses pembuatan kebijakan dalam lingkup desa.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
11
12
A.
Kinerja Aparatur Desa Pada era reformasi istilah kinerja bagaikan barang komoditi yang laris dijual, baik dijual oleh mereka dari kalangan praktisi, pemerhati, maupun akademisi. Kendati sesungguhnya belum diketahui dan dipahami secara benar apa yang dimaksud dengan kinerja, bagaimana ukuran kinerja, dan bagaimana upaya untuk meningkatnya kinerja. Jika dilacak, kinerja berasal dari kata “Performance”, yang artinya daya guna, prestasi atau hasil. Menurut, Widodo kinerja adalah merupakan suatu kegiatan dan menyempurnakannya sesuai dengan tanggung jawabnya dengan hasil seperti yang diharapkan. 1 Sementara itu, kinerja sebagai kata benda mengandung arti “Thing Done” (suatu hasil yang telah dikerjakan). Sedangkan Sudarto mengungkapkan, bahwa Kinerja merupakan sebagai hasil atau untuk kerja dari suatu organisasi yang dilakukan oleh individu yang dapat ditunjukkan secara konkret dan dapat diukur. Kinerja individu perorangan (individual performance) dan organisasi (organizational performance) memiliki keterkaitan yang sangat erat. 2 Tercapainya tujuan organisasi tidak bisa dilepaskan dari sumber daya yang dimiliki oleh organisasi yang digerakkan atau dijalankan oleh kelompok orang yang berperan aktif sebagai pelaku dalam upaya mencapai tujuan organisasi tersebut. Sementara itu,
1
Widodo, Joko. (2005) Membangun Birokrasi Berbasis Kinerja. (Malang, Bayumedia digilib.uinsby.ac.id5 digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id Publishing.) 2 Ibid, 6
13
individu atau sekelompok orang sebagai pelaksana dalam menjalankan tugas, wewenang dan tanggung jawab dengan baik, sangat tergantung kepada struktur (Manajemen dan Teknologi) dan sumber daya lain, seperti keuangan dan peralatan yang dimiliki oleh organisasi. Dengan demikian, kinerja lembaga (organisasi) salah satunya ditentukan oleh kinerja sekelompok orang sebagai pelaku organisasi. Salah satu kinerja aparat dapat diartikan sebagai suatu bentuk ukuran efisiensi dan efektivitas tidaknya suatu organisasi dijalankan. Sedangkan menurut Handoko mengungkapkan untuk mengukur kinerja (performance) seseorang ada dua konsep utama yaitu efisiensi dan efektivitas. Efisiensi adalah kemampuan untuk menyelesaikan suatu pekerjaan dengan benar. Efisiensi ini merupakan konsep matematis atau merupakan perhitungan rasional keluaran yang lebih tinggi (hasil, produktivitas, performance) dibanding masukan-masukan (tenaga kerja, bahan, uang, mesin, dan waktu). Dengan kata lain dapat memaksimumkan keluaran dengan masukan terbatas. 3 Sedangkan efektivitas adalah kemampuan untuk memilih tujuan yang tepat atau peralatan yang tepat untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Seorang karyawan yang efektif adalah seorang yang dapat memilih pekerjaan yang dapat dilakukan atau metode (cara) yang tepat untuk mencapai tujuan. Dari berbagai pernyataan tentang kinerja tersebut, dapat disimpulkan bahwa kinerja adalah Perbuatan, 3
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id Handoko, Hani,T. Manajemen Personaliadigilib.uinsby.ac.id dan Sumber digilib.uinsby.ac.id Daya Manusia. (Yogyakarta,digilib.uinsby.ac.id BPFE, 1996),23
14
Penampilan, Prestasi, daya guna dan untuk kerja dari suatu organisasi atau individu yang dapat ditunjukkan secara nyata dan dapat diukur. Bertitik tolak dari kata kinerja diatas maka dapat kita bahas tentang pengertian kinerja aparat di mana kinerja aparat tidak lain dari hasil kerja pegawai aparat, pengertian aparat itu sendiri dalam kamus besar bahasa Indonesia adalah orang yang bekerja pada pemerintahan. kehadiran BPD (Badan Perwakilan Desa) sebagai lembaga perwakilan desa secara formal memang melahirkan harapan baru demokrasi desa. Masyarakat sangat berharap BPD menjadi lokomotif baru demokrasi desa yaitu sebagai sarana artikulasi, aspirasi, dan partisipasi, serta alat kontrol yang efektif terhadap pengelola pemerintah
desa.
Namun,
tidak
jarang
kehadiran
BPD
ini
menimbulkan masalah baru di tingkat desa. Terutama dalam kaitan relasi yang dibangun antara kepala desa dengan BPD. Dari sisi kepala desa, ada kepala desa yang tidak mau berbagi kekuasaan dengan BPD, ada kepala desa merasa takut kontrol yang dilakukan BPD akan meracukan kinerjanya, dan ada pula kepala desa yang berpandangan bahwa kekuasaan itu harus tunggal. Seperti matahari, mereka mengatakan, dimanapun tidak ada kembarannya. Matahari selalu satu begitu juga dengan kekuasaan. Hadirnya BPD telah memunculkan “Matahari Kembar” ditingkat desa. disisi lain para perangkat desa sering kali dikontruksikan sebagai pamong desa yang diharapkan dapat menjadi pengayom masyarakat. Namun masih ada pengelolaan digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
15
pemerintah desa dalam konteks ini yang masih lemah dalam akuntabilitas dan transparasi pemerintah desa. Hal yang paling mencolok di kalangan pemerintah desa adalah adanya fenomena bahwa seorang sekretaris desa (Sekdes) diisi dari pegawai negeri sipil (PNS) yang memenuhi persyaratan. Selain itu adanya batasan SMA atau sederajat bagi seorang aparat juga masih menjadi masalah yang sering diperdebatkan. Kinerja pemerintah desa terutama aparatnya memegang peranan yang sangat besar dalam menentukan keberhasilan sebuah progam pembangunan. Apabila kinerja aparat pemerintahan itu baik maka akan berdampak baik bagi sebuah pembangunan begitu pula sebaliknya apabila kinerja aparat pemerintahan buruk maka hal itu juga berdampak buruk bagi pembangunan. Kedisiplinan aparat terhadap waktu kerja sangat kurang baik. Hal ini dapat dilihat dari aparat yang sering terlambat untuk datang ke kantor desa. Semangat kerja yang dimiliki aparat desa dan dalam menyelesaikan tugas juga cukup baik. Penyelesaian tugas yang dikerjakan secara bersama akan lebih mudah dan cepat terselesaikan pada waktu yang telah ditentukan. Keadaan tersebut menjadikan suasana yang nyaman dalam bekerja serta dapat menumbuhkan semangat kerja yang baik bagi seluruh aparat pemerintah desa. 4
4
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id Linda Muchacha Paramitha,digilib.uinsby.ac.id Tjahjanulin Domai, Suwondo, KINERJAdigilib.uinsby.ac.id APARAT PEMERINTAH DESA DALAM RANGKA OTONOMI DESA (Studi di Desa Gulun,
digilib.uinsby.ac.id
16
B. Proses Penyusunan Peraturan Desa berdasarkan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 dan Permendagri Nomor 114 Tahun 2014 Peraturan
perundang-undangan
merupakan
peraturan
tertulis yang memuat norma hukum yang mengikat secara umum dan dibentuk atau ditetapkan oleh lembaga negara atau pejabat yang berwenang melalui prosedur yang ditetapkan dalam perundangundangan. Peraturan perundang-undangan dibuat untuk melindungi dan mengayomi hak-hak warga negara (Pasal 1 angka 2 UU no. 12 Tahun 2011). Selain itu peraturan perundang-undangan menjadi hal yang sangat penting bagi warga negara karena dapat menciptakan ketertiban dan ketenteraman dalam kehidupan bermasyarakat. Masyarakat dan aparatur pemerintah diharapkan menyadari bahwa peraturan hukum baik yang bersifat umum maupun khusus dibuat demi menciptakan ketertiban dan kesejahteraan bersama. Salah satu bentuk peraturan perundang-undangan yang dimaksud adalah peraturan desa. Keberadaan peraturan desa sudah diatur dalam Undang-Undang tentang Pemerintahan Daerah yaitu Nomor 32 Tahun 2004, namun belum memberikan definisi atau batasan tentang apa yang dimaksud dengan peraturan desa. Rumusan tentang peraturan desa ditegaskan dalam Undang-undang Nomor 10
Kecamatan Maospati, Kabupaten Magetan), Jurnal Administasi Publik, (Oktober 2010), digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id 35
17
Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan, yaitu peraturan perundang-undangan yang dibuat oleh badan perwakilan desa atau nama lainnya bersama dengan kepala desa atau nama lainnya. Definisi ini juga yang digunakan oleh Undang-Undang No. 6 Tahun 2014 yang merupakan pengaturan lebih lanjut tentang desa. Mengacu pada Undang-Undang No. 6 Tahun 2014 pasal 7 tersebut
pemerintah desa tidak dapat begitu saja membentuk sebuah
peraturan desa untuk menjabarkan peraturan perundang-undangan lebih tinggi, jika tidak ada perintah dari peraturan perundang-undangan atau pendelegasian karena urusan atau kewenangan asli yang diselenggarakan oleh desa sangat terbatas. Keterbatasan pemerintah desa tersebut dihapus dengan disahkannya UndangUndang No. 6 Tahun 2014. Undang-Undang No. 6 Tahun 2014 tentang desa memberikan keleluasaan yang lebih kepada pemerintah desa dalam menjalankan otonomi desa. Dalam konsideran undang-undang tersebut disampaikan bahwa desa memiliki hak asal usul dan hak tradisional dalam mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat dan berperan mewujudkan cita-cita kemerdekaan. Dalam perjalanan ketatanegaraan Republik Indonesia, desa telah berkembang dalam berbagai bentuk sehingga perlu dilindungi dan diberdayakan agar menjadi kuat, maju, mandiri, dan demokratis sehingga dapat menciptakan landasan yang kuat dalam melaksanakan pemerintahan digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
18
dan pembangunan menuju masyarakat yang adil, makmur, dan sejahtera. Undang-Undang No. 6 Tahun 2014 pasal 4 tentang pengaturan desa yang bertujuan, memberikan pengakuan dan penghormatan atas Desa yang sudah ada dengan keberagamannya sebelum dan sesudah terbentuknya Negara Kesatuan Republik Indonesia, memberikan kejelasan status dan kepastian hukum atas Desa dalam sistem ketatanegaraan Republik Indonesia demi mewujudkan keadilan bagi seluruh rakyat Indonesia, membentuk Pemerintahan Desa yang profesional, efisien dan efektif, terbuka, serta bertanggung jawab. dalam Pasal 18 juga di jelaskan mengenai kewenangan desa, Kewenangan Desa meliputi kewenangan di bidang penyelenggaraan Pemerintahan Desa, pelaksanaan Pembangunan Desa, pembinaan kemasyarakatan
Desa,
dan
pemberdayaan
masyarakat
Desa
berdasarkan prakarsa masyarakat, hak asal usul, dan adat istiadat Desa. Yang menjadikan acuan bagi peneliti untuk pembahasan pembuatan Perencanaan pembangunan desa. Proses perencanaan pembangunan desa juga lebih di jelaskan dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 114 tahun 2014, tentang pedoman
pembangunan
pembangunan
desa
desa,
adalah
disebutkan proses
bahwa
tahapan
perencanaan
kegiatan
yang
diselenggarakan oleh pemerintah Desa dengan melibatkan Badan Perwakilan Desa (BPD) dan unsur masyarakat secara partisipatif guna digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
19
pemanfaatan dan pengalokasian sumber daya manusia dalam rangka mencapai tujuan pembangunan desa. Dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 114 tahun 2014 BAB I tentang Ketentuan Umum pasal 1 menjelaskan Kewenangan Desa adalah kewenangan yang dimiliki Desa meliputi kewenangan di bidang
penyelenggaraan
Pembangunan
Desa,
Pemerintahan
Pembinaan
Desa,
Kemasyarakatan
pelaksanaan Desa,
dan
Pemberdayaan Masyarakat Desa berdasarkan prakarsa masyarakat, hak asal usul dan adat istiadat Desa. Pemerintahan Desa adalah penyelenggaraan urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat dalam sistem pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Perencanaan pembangunan desa adalah proses tahapan kegiatan yang diselenggarakan oleh pemerintah Desa dengan melibatkan Badan Perwakilan Desa dan unsur masyarakat secara partisipatif untuk pemanfaatan dan pengalokasian sumber daya desa dalam rangka mencapai tujuan pembangunan desa. Pembangunan Partisipatif adalah suatu sistem pengelolaan pembangunan di desa dan kawasan perdesaan yang dikoordinasikan oleh kepala Desa dengan mengedepankan kebersamaan, kekeluargaan, dan gotong royongan untuk mewujudkan perdamaian dan keadilan sosial. 5
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id 5
Permendagri Nomor 114 tahun 2014 Tentang Pedoman Pembangunan Desa
20
Dalam rangka perencanaan pembangunan desa, pemerintah Desa didampingi oleh pemerintah daerah kabupaten/kota yang secara teknis dilakukan oleh suatu kerja perangkat daerah kabupaten/ kota. Unutk mengoordinasikan pembangunan desa, kepala desa dapat didampingi oleh tenaga pendamping professional, kader pemberdayaan masyarakat desa, dan/atau pihak ketiga. Camat atau sebutan lain akan melakukan koordinasi pendamping di wilayahnya. Pembangunan
desa
mencakup
bidang
penyelenggaraan
pemerintahan desa, pelaksanaan pembangunan desa, pembinaan kemasyarakatan desa. Perencanaan pembangunan desa di susun secara berjangka meliputi: 1. Rencanan Pembangunan Jangka Menengah desa (RP-JMDesa) untuk jangka waktu 6 (enam) tahun; dan 2. Rencana Pembangunan Tahunan Desa atau yang disebut Rencana Kerja pemerintahan Desa (RKP DESA) merupakan penjabaran dari RPJM desa untuk jangka waktu 1 (satu) tahun. Rencana pembangunan jangka manengah desa dan rencana kerja pemerinthan desa, di tetapkan dengan peraturan desa. 6 RPJM Desa sebagaimana dimaksud, ditetapkan dalam jangka waktu paling lama 3 (tiga) bulan terhitung sejak pelantikan Kepala Desa. RKP Desa mulai disusun oleh pemerintah Desa pada bulan Juli tahun
6
Wahyudin Kessa, PERENCANAAN PEMBANGUNAN DESA, (Jakarta,Vol 1, digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id KEMENTERIAN DESA, PEMBANGUNAN DAERAHdigilib.uinsby.ac.id TERTINGGAL, DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA,2015), 20-21
digilib.uinsby.ac.id
21
berjalan. Rancangan RPJM Desa memuat visi dan misi kepala Desa, arah kebijakan pembangunan Desa, serta rencana kegiatan yang meliputi bidang penyelenggaraan Pemerintahan Desa, pelaksanaan pembangunan Desa, pembinaan kemasyarakatan Desa, dan pemberdayaan masyarakat Desa. (1) Bidang penyelenggaraan pemerintahan desa sebagaimana antara lain: a. penetapan dan penegasan batas Desa; b. pendataan Desa; c. penyusunan tata ruang Desa; d. penyelenggaraan musyawarah Desa; e. pengelolaan informasi Desa; f. penyelenggaraan perencanaan Desa; g. penyelenggaraan evaluasi tingkat perkembangan pemerintahan Desa; h. penyelenggaraan kerjasama antar Desa; i. pembangunan sarana dan prasarana kantor Desa; dan j. kegiatan lainnya sesuai kondisi Desa. (2) Bidang pelaksanaan pembangunan Desa antara lain: a. pembangunan, pemanfaatan dan pemeliharaan infrasruktur dan lingkungan Desa antara lain: 1. tambatan perahu; 2. jalan pemukiman; 3. jalan Desa antar permukiman ke wilayah pertanian; 4. pembangkit listrik tenaga mikrohidro ; 5. lingkungan permukiman masyarakat Desa; dan 6. infrastruktur Desa lainnya sesuai kondisi Desa. b. pembangunan, pemanfaatan dan pemeliharaan sarana dan prasarana kesehatan antara lain: 1. air bersih berskala Desa; 2. sanitasi lingkungan; 3. pelayanan kesehatan Desa seperti posyandu; dan 4. sarana dan prasarana kesehatan lainnya sesuai kondisi Desa. c. pembangunan, pemanfaatan dan pemeliharaan sarana dan prasarana pendidikan dan kebudayaan antara lain: 1. taman bacaan masyarakat; 2. pendidikan anak usia dini; 3. balai pelatihan/kegiatan belajar masyarakat; 4. pengembangan dan pembinaan sanggar seni; dan 5. sarana dan prasarana pendidikan dan pelatihan lainnya sesuai kondisi Desa. d. Pengembangan usaha ekonomi produktif serta pembangunan, pemanfaatan digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id dan pemeliharaan sarana dan prasarana ekonomi antara lain:
22
pasar Desa; pembentukan dan pengembangan BUM Desa; penguatan permodalan BUM Desa; pembibitan tanaman pangan; penggilingan padi; lumbung Desa; pembukaan lahan pertanian; pengelolaan usaha hutan Desa; kolam ikan dan pembenihan ikan; kapal penangkap ikan; cold storage (gudang pendingin); tempat pelelangan ikan; tambak garam; kandang ternak; instalasi biogas; mesin pakan ternak; sarana dan prasarana ekonomi lainnya sesuai kondisi Desa. e. pelestarian lingkungan hidup antara lain: 1. penghijauan; 2. pembuatan terasering; 3. pemeliharaan hutan bakau; 4. perlindungan mata air; 5. pembersihan daerah aliran sungai; 6. perlindungan terumbu karang; dan 7. kegiatan lainnya sesuai kondisi Desa. (3) Bidang Pembinaan Kemasyarakatan antara lain: a. pembinaan lembaga kemasyarakatan; b. penyelenggaraan ketentraman dan ketertiban; c. pembinaan kerukunan umat beragama; d. pengadaan sarana dan prasarana olah raga; e. pembinaan lembaga adat; f. pembinaan kesenian dan sosial budaya masyarakat; dan g. kegiatan lain sesuai kondisi Desa. (4) Bidang Pemberdayaan Masyarakat antara lain: a. pelatihan usaha ekonomi, pertanian, perikanan dan perdagangan; b. pelatihan teknologi tepat guna; c. pendidikan, pelatihan, dan penyuluhan bagi kepala Desa, perangkat Desa, dan Badan Pemusyawaratan Desa; d. peningkatan kapasitas masyarakat, antara lain: 1. kader pemberdayaan masyarakat Desa; 2. kelompok usaha ekonomi produktif; 3. kelompok perempuan, 4. kelompok tani, 5. kelompok masyarakat miskin, 6. kelompok nelayan, digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id 7. kelompok pengrajin, 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17.
23
8. kelompok pemerhati dan perlindungan anak, 9. kelompok pemuda;dan 10. kelompok lain sesuai kondisi Desa. 7
C. Pengertian Kebijakan Publik dan Proses Pembuatan Kebijakan Dalam penelitian ini penulis memakan teori kebijakan publik. Dengan beberapa pandangan para ahli. Karena Lingkup dari studi kebijakan publik sangat luas mencakup berbagai bidang dan sektor seperti ekonomi, politik, sosial, budaya, hukum, dan sebagainya, disamping itu dilihat dari hirarkirnya kebijakan publik dapat bersifat nasional, regional maupun lokal seperti undang undang, peraturan pemerintah,
peraturan
presiden,
peraturan
menteri,
peraturan
pemerintah daerah/provinsi, keputusan gubernur, peraturan daerah kabupaten/kota, dan keputusan bupati/walikota. Secara terminologi pengertian kebijakan publik (Public Policy) itu ternyata banyak sekali, tergantung dari sudut mana kita mengartikannya. Bauer, mendifinisikan kebijakan sebagai suatu keputusan yang mencakup suatu tindakan yang akan datang atau yang diharapkan, Beuer juga membedakan 3 (tiga) tingkatan keputusan. Yang berlainan yang didasarkan pada luasnya implikasi-implikasi dari tingkatan-tingkatan keputusan tersebut. Keputusan tingkat pertama adalah keputusan-keputusan yang sepel dan bersifat berulang mengenai tindakan-tindakan rutin yang di buat hampir setiap hari,
7
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id Permendagri digilib.uinsby.ac.id Nomor 114 tahun 2014 Tentang Pedomandigilib.uinsby.ac.id Pembangunandigilib.uinsby.ac.id Desa pasal 6 digilib.uinsby.ac.id Tentang Penyusunan RPJM desa
24
contohnya keputusan suatu birokrasi, dengan mengunakan pedoman pelaksana mengenai memenuhi syarat atau tidaknya seorang pelamar untuk tugas tertentu. Keputusan pada tingkat kedua adalah keputusan yang lebih komplek yang memiliki jangkauan yang lebih luas dan membutuhkan tingkat nalar atau analisis tertentu keputusannya disebut taktik, misalnya keputusan untuk ikut serta dalam perancangan pusat kesehatan masyarakat atau ikut serta dalam perancangan suatu program rekreasi. Tingkat keputusan yang ketiga adalah keputusankeputusan yang memiliki jangkauan yang paling luas, prespektif waktu yang paling lama, dan yang umumnya memerlukan informasi dan kontemplasi yang banyak, misalnya menyediakan bentuk tunjangan pajak asuransi kesehatan atau perlu bertanggung jawab secara finansial untuk bantuan medis dan fakir miskin 8 Penjelasan tambahan di kemukakan oleh Lowi yang mendefinisikan kebijakan sebagai “pernyataan umum yang di buat oleh otoritas pemerintahan dengana maksud untuk mempengaruhi perilaku warga negara dengan mengunakan sangsi-sangsi yang positif dan negatif”. Kebijakan
bermaksud
untuk
memaksa
atau
mendesak
pemilihan dari suatu kolektif. Jadi, keputusan mengeluarkan uang untuk
membuat
lapangan
bermain
sunguh-sunguh
bersifat
memaksa dalam pengertian bahwa keputusan itu menutup pengeluaran pajak yang terbatas untuk alternatif lain. 9
8
Mayer R. Robert dan Emest Greenwood, Rancangan Penelitian Kebijakan Sosial, digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id terjemah Sultan Zanti Arbi, dan Wayan Ardhana, (jakarta: CV, Rajawali, 1984), 2 9 Ibid, 4
digilib.uinsby.ac.id
25
Kenneth
Prewitt
mendeskripsikan
tentang
kebijakan
menurut dia kebijakan adalah “keputusan tetap” yang dicirikan oleh konsensi dan pengulangan (repetitiveness) tingka-laku dari mereka yang membuat dan dari mereka yang mematuhi keputusun tersebut. Prewitt juga mengamati bahwa kebijakan dibedakan dari tujuan-tujuan kebijakan, niat-niat kebijakan dan pilihan kebijakan, apa yang akan diberikan berikut ini berguna untuk membedakan beberapa komponen kebijakan umunya: Niat (intention): tujuan-tujuan sebenarnya dari sebuah tindakan Tujuan (goals): keadaan akhir yang hendak dicapai Rencana atau ususulan (palns or proposals): cara yang di tentukan untuk mencapai tujuan Program: cara yang di sahkan untuk mencapai tujuan. Keputusan atau pilihan ( decisions or choices): tindakan-tindakan yang diambil untuk mencapai tujuan, mengembangkan rencana, melaksanakan dan mengevaluasi program Pengaruh (effects): dampak program yang dapat diukur (yang diharapkan dan yang tidak diharapkan; yang bersifat primer atau yang bersifat sekunder). 10 Menurut Rakhmat masalah kebijakan (policy problem) adalah masalah publik yang menyangkut kepentingan orang banyak. Masalah kebijakan dapat berupa masalah tindak strategis dan masalah strategis. Masalah strategis mencangkup 4 (empat) syarat yaitu; luasnya cakupannya, jagkauan waktunya panjang, mempunyai keterkaitan yang luas dengan pihak lain, dan mengandung resiko.
10
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id Jones, Charles O, Penghantar Kebijakandigilib.uinsby.ac.id Publik. Diterjemahkan Ricky Istamto. ( Jakarta, PT- Raja Grafindo Persada 1996), 48
digilib.uinsby.ac.id
26
Identifikasi masalah kebijakan juga dapat dilihat dari tipe masalahnya yaitu sederhana, agak sederhana, dan rumit. 11 Perumusan kebijakan publik adalah inti dari kebijakan publik karena di sini dirumuskan batas-batas kebijakan itu sendiri, sebelum memahami perumusan kebijakan, kita perlu memahami bahwa tidak ada cara terbaik untuk merumuskan kebijakan, dan tidak ada cara tunggal untuk merumuskan kebijakan pada dasarnya ada empat belas macam model perumusan kebijakan, yaitu; 1. Model kebijakan lembaga (intitusional) Formulasi kebijakan model kelembagaan secara sederhana bermakna bahwa tugas membuat kebijakan publik adalah tugas pemerintah, jadi, apa pun yang dibuat pemerintahan dengan cara apa pun adalah kebijakan publik. Ini adalah model yang paling sempit dan sederhana dalam formulasi kebijakan publik. Model ini mendasarkan pada fungsi-fungsi kelembagaan dalam pemerintah disetiap sektor dan tingkat, dalam formulasi kebijakan. Disebutkan Dye, ada 3 (tiga) hal yang membenarkan pendekatan ini, yaitu bahwa pemerintah memang sah membuat kebijakan publik, fungsi tersebut bersifat universal, dan memang pemerintah memonopoli fungsi pemaksaan (koersi) dalam kehidupan bersama. 2. Model proses (process)
11
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id Madani Muhlis, Dimensi Interaksi Aktordigilib.uinsby.ac.id Dalam Proses Perumusan digilib.uinsby.ac.id Kebijakan Publik. (Yogyakarta, Graha Ilmu. 2011), 20
27
Dalam model ini, para pengikutnya menerima asumsi bahwa politik merupakan sebuah aktivitas sehingga mempunyai proses. Untuk itu, kebijakan publik merupakan juga proses politik yang menyertakan rangkaian kegiatan. Model ini memberi tahu kepada kita bagaimana kebijakan dibuat dan seharusnya dibuat, namun kurang memberikan tekanan pada substansi seperti apa yang harus ada. 3. Model kelompok (Group) Model pengambilan kebijakan teori kelompok mengandalkan kebijakan sebagai titik keseimbanagan (equilibrium). Inti gagasan ini adalah bahwa interaksi dalam kelompok akan menghasilakan keseimbangan dan keseimbangan adalah terbaik. disini individu dalam kelompok-kelompok kepentingan berinteraksi baik secara formal maupun informal dan secara langsung atau melalui media massa
menyampaikan
tututanya
kepada
pemerintah
untuk
mengeluarkan kebijakan publik yang diperlukan. 4. Model elite (Elite) Model teori elite berkembang dari teori politik elite-massa yang melandaskan diri pada asumsi bahwa dalam setiap masyarakat pasti terdapat dua kelompok, yaitu pemenang kekuasaan atau elite dan yang tidak memiliki kekuatan atau massa. Teori ini mengembangkan diri pada kenyataan bahwa sedokratis apa pun, selalu ada bias dalam formulasi kebijakan karena pada akhirnya digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
28
kebijakan-kebijakan yang dilahirkan merupakan preferensi politik dari para elite- tidak lebih. 5. Model Rasional (Rational) Model ini mengedepankan gagasan bahwa kebijakan publik sebagai maximum social again yang berarti pemerintah sebagai pembuat kebijakan harus memiliki kebijakan yang memberikan manfaat optimum bagi masyarakat. Model ini mengatakan bahwa proses formulasi kebijakan haruslah didasarkan pada keputusan yang sudah diperhitungkan rasionalitasnya. Rasionalitas yang diambil adalah perbandingan antara pengorbanan dan hasil yang dicapai. Dengan kata lain, model ini lebih menekankan pada aspek efisiensi atau aspek ekonomis. 6. Model Inkremental (incremental) Model Inkremental pada dasarnya merupakan kritik terhadap model rasional. Dikatakan, para pembuat kebijakan tidak pernah melakukan proses seperti yang disyaratkan oleh pendekatan rasional karena mereka tidak meliliki cukup waktu, intelektual, maupun biaya, ada kekhawatiran yang muncul dari dampak yang tidak diinginkan akibat kebijakan yang belum pernah ada sebelumnya, adanya hasil-hasil kebijakan sebelumnya yang harus diperhatikan. 7. Model teori permainan ( Game Theory) digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
29
Model
ini
biasanya
dicap
sebagai
model
konspiratif.
Sesungguhnya. Teori permainan sudah mulai mengemuka setelah berbagai pendekatan yang sangat rasional tidak dapat menjawab pertanyaan-pertanyaan yang muncul yang sulit diterapkan dengan fakta-fakta yang tersedia-karena sebagian besar dari kepingan fakta tersebut tersembunyi erat. Gagasan pokok kebijakan dalam model teori permainan adalah pertama, formulasi kebijakan berada dalam situasi kompetitif yang intensif, dan kedua, para aktor berada dalam situasi pilihan yang tidak independen ke dependen melainkan situasi pilihan yang sama-sama bebas dan indepen, sama seperti sebuah permainan catur, setiap langka akan bertemu dengan kombinasi langka lanjut dan langka balasan yang masing masing relative bebas. 8. Model Pilihan Publik ( Public choice) Model ini intinya melihat kebijakan sebagai proses formulasi keputusan koleksi dari individu-individu yang berkepentingan atas keputusan tersebut akar kebijakan ini sendiri berakar dari teori ekonomi pilihan publik (economi of public choice) yang mengandaikan bahwa manusia adalah homo ecnomicus yang memiliki kepentingan-kepentingan yang harus dipuaskan. 9. Model Sistem (System) Dalam pendekatan ini dikenal tiga komponen: input, proses, dan output, salah satu kelemahan pendekatan ini adalah terpusatnya digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
30
perhatian terhadap tindakan-tindakan pemerintah dan pada akhirnya kita kehilangan perhatian pada apa yang tidak pernah dilakukan pemerintah. Jadi, formulasi kebijakan publik dengan model sistem mengandaikan bahwa kebijakan merupakan hasil atau output dari sistem (politik). Seperti dipelajari dalam ilmu pengetahuan politik, sistem politik terdiri atas input, througtouput, dan output. 10.
Model Pengalaman Terpadu ( Mixed Scanning)
Model ini merupakan upaya menggabungkan antara model rasional dan model inkremental. Inisiatornya adalah pakar sosiologi organisasi, Amitai Etzioni pada Tahun 1967. Ia memperkenalkan model ini sebagai suatu pendekatan terhadap formulasi keputusan keputusan pokok dan inkremental. Menetapkan proses-proses formulasi kebijakan pokok dan urusan tinggi yang menentukan petunjuk-petunjuk
dasar,
menetapkan
proses-proses
yang
mempersiapkan keputusan-keputusan pokok, dan menjalankan setelah keputusan itu tercapai. 11. Model Demokratis Model ini berkembang khusunya di Negara-negara yang baru saja mengalami transisi ke demokrasi, seperti Indonesia. Model ini biasanya diperkaitkan dengan implementasi good govermance, bagi pemerintah yang mengamanatkan agar dalam membuat digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
31
kebijakan,
para
konstituen
dan
pemanfaat
diakomodasi
keberadaannya. 12. Model strategis Meskipun disebut ”stategis”, pendekatan ini tidak mengatakan bahwa pendekatan lain “tidak strategis” initnya adalah bahwa pendekatan ini mengunakan rumusan runtutan perumusan strategis sebagai basis perumusan kebijakan. Salah satu yang banyak dirujuk adalah John D. Bryson, seorang pakar perumusan strategis bagi organisasi non bisnis, Byrson mengutip Olsen dan Eadie untuk merumuskan makna perencanaan strategis, yaitu upaya yang didispilinkan untuk membuat keputusan dan tindakan penting yang membentuk dan memandu bagaimana menjadi organisasi (atau etitas lainnya), apa yang dikerjakan organisasi (atau etitas lainnya) dan menapa organisasi (atau etitas lainnya) mengerjakan hal seperti itu.
13.
Model Deliberatif Proses formulasi kebijakan publik melibatkan publik melalui kelompok-kelompok kepentingan. Secara umum, ini adalah konsep formulasi kebijakan publik yang paling demokratis karena memberikan ruang luas pada publik untuk mengontribusika pilihan-pilihannya
kepada
pemerintah
sebelum
mengambil
keputusan. Model kebijakan publik memiliki kelemahan pokok digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
32
dalam realitas interaksi itu sendiri karena interaksi akan terbatas pada publik yang mempunyai akses disisi lain ada kecenderungan pemerintah untuk memuaskan pemilihannya dari pada masyarakat luas. 14. Model “Tong Sampah” (Garbage Can) Model ini dipopulerkan oleh Jhon W Kingdom, setelah melakukan
wawancara
mendalam
dengan
247
pengambil
keputusan di As, kingdom menemukan bahwa proses pembuatan kebijakan berjalan pada tiga “Rel” yang terpisah satu sama lain ( Three Independent Steams) ; rel permasalahan kebijakan, rel kebijakan, dan rel politik. Inovasi yang dikembangakan Kingdom adalah
“Policy
Entrepreneur”
yaitu
mereka
yang
dapat
menjembatani kegiatan dan mempertemukannya dalam suatu “jendela kebijakan” 12
Adapun tahapan tahapan dalam pembuatan kebijakan publik. a) Tahap penyusunan agenda Para pejabat yang dipilih dan diangkat menempatkan masalah pada agenda publik. b) Tahap formulasi kebijakan Masalah yang telah masuk ke agenda kebijakan kemudian dibahas
oleh
para pembuat
kebijakan.
Masalah-masalah
tadi
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id 12
Riant Nugroho. Public policy (Jakarta, PT Alex Media Komputindo,2012) 544-576
33
didefinisikan untuk kemudian dicari pemecahan masalah terbaik. Pemecahan masalah tersebut berasal dari berbagai alternatif atau pilihan kebijakan (Policy Alternatives/Policy Options) yang ada. c) Tahap adopsi kebijakan Dari sekian banyak alternatif kebijakan yang ditawarkan oleh para perumus kebijakan, pada akhirnya salah satu dari alternatif kebijakan tersebut diadopsi dengan dukungan dari mayoritas legislatif, konsensus antara direktur lembaga atau putusan peradilan. d) Tahap implementasi kebijakan Suatu program kebijakan hanya akan menjadi catatancatatan elit jika program tersebut tidak di implementasikan, yakni dilaksanakan oleh badan-badan administrasi maupun agen-agen pemerintah di tingkat bawah. e) Tahap evaluasi kebijakan Dalam tahap ini kebijakan yang telah dijalankan akan dinilai atau dievaluasi, unuk melihat sejauh mana kebijakan yang dibuat untuk meraih dampak yang diinginkan, yaitu memecahkan masalah yang dihadapi masyarakat. 13
13
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id Madani Muhlis, Dimensi Interaksi Aktordigilib.uinsby.ac.id Dalam Proses Perumusan digilib.uinsby.ac.id Kebijakan Publik. (Yogyakarta, Graha Ilmu. 2011) ,25
34
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id