BAB II TELAAH PUSTAKA 2.1
Landasan Teori 2.1.1 Pemahaman Perpajakan 2.1.1.1
Pengertian Pajak Membahas mengenai perpajakan tidak terlepas dari pengertian pajak itu sendiri, ada beberapa definisi tentang pajak antara lain : a. Menurut Prof. Dr. Rochmat Soemitro, SH dalam bukunya Mardiasmo (2011 : 1) : Pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan undang-undang (yang dapat dipaksakan) dengan tiada mendapat jasa timbal balik (kontraprestasi) yang langsung dapat ditunjukkan, dan yang digunakan untuk membayar pengeluaran umum. b. Sedangkan menurut P. J. A. Andriani dalam bukunya Waluyo, (2009 : 2) : Pajak ialah iuran kepada negara (yang dapat dipaksakan) yang terutang oleh wajib pajak membayarnya menurut peraturan-peraturan dengan tidak mendapat prestasi kembali, yang langsung dapat ditunjuk yang kegunaannya untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran umum berhubungan langsung dengan tugas negara untuk menyelenggarakan pemerintahan. Dari kedua definisi di atas terdapat persamaan pandangan atau prinsip mengenai pajak. Perbedaan mengenai kedua definisi tersebut hanya pada penggunaan gaya bahasa atau kalimatnya
6
7
saja. Kedua pendapat tersebut mempunya unsur-unsur sebagai berikut : 1) Pajak dipungut berdasarkan Undang-undang. 2) Tidak ada timbal jasa (Kontraprestasi) secara langsung. 3) Dapat dipaksakan. 4) Hasilnya untuk membiayai pembangunan. Jadi, dapat disimpulkan bahwa pajak adalah iuran kepada Negara (yang dapat dipaksakan) yang terutang oleh yang wajib membayarnya
menurut
peraturan-peraturan
dan
tidak
mendapatkan prestasi-prestasi kembali yang secara langsung dapat ditunjuk.
2.1.1.2
Fungsi Pajak Menurut Siti Resmi (2011 : 3) fungsi pajak berarti kegunaan atau manfaat dari pajak itu sendiri. Umumnya terdapat 2 fungsi pajak yang dikenal, yaitu : a.
Fungsi Budgetair (Sumber Keuangan Negara) Pajak
mempunyai
fungsi
budgetair,
artinya
pajak
merupakan salah satu penerimaan pemerintah untuk membiayai pengeluaran baik rutin maupun pembangunan. Sebagai sumber keuangan negara, pemerintah berupaya memasukkan uang sebanyak-banyaknya untuk kas negara. Upaya tersebut ditempuh dengan cara ekstensifikasi dan intensifikasi pemungutan pajak melalui penyempurnaan
8
peraturan berbagai jenis pajak seperti Pajak Penghasilan (PPh), Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM), Pajak Bumi dan Bangunan (PBB), dan lain-lain. b.
Fungsi Regularend (Pengatur) Pajak mempunyai fungsi pengatur, artinya pajak sebagai alat untuk mengatur atau melaksanakan kebijakan pemerintah dalam bidang sosial dan ekonomi, serta mencapai tujuantujuan tertentu diluar bidang keuangan.
2.1.1.3
Jenis Pajak Terdapat berbagai jenis pajak, yang dapat dikeompokkan menjadi tiga bagian yaitu: pengelompokan menurut golongan, menurut sifat, dan menurut lembaga pemungutnya. A. Menurut Golongan Pajak dikelompokkan menjadi dua golongan, yaitu : a) Pajak Langsung Pajak yang harus dipikul atau ditanggung sendiri oleh Wajib Pajak dan tidak dapat dilimpahkan atau dibebankan kepada orang lain atau pihak lain. Pajak harus menjadi beban Wajib Pajak yang bersangkutan. Contoh : Pajak Penghasilan (PPh) dan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) b) Pajak Tidak Langsung
9
Pajak yang dibebankan atau dilimpahkan kepada orang lain atau pihak ketiga. Contoh : Pajak Pertambahan Nilai (PPN), Pajak Pertambahan Nilai Atas Barang Mewah (PPnBM), dan Bea Materai. B. Menurut Sifat Pajak dapat dikeompokkan menjadi dua yaitu : a) Pajak Subjektif Adalah pajak yang memperhatikan kondisi keadaan wajib pajak. Dalam hal ini penentuan besarnya pajak harus ada alasan-alasan objektif yang berhubungan erat dengan kemampuan membayar wajib pajak. Contoh : PPh b) Pajak Objektif Adalah pajak yang berdasarkan pada objeknya tanpa memperhatikan keadaan diri wajib pajak. Contoh : PPN, PBB, PPnBM C. Menurut Lembaga Pemungut a) Pajak Negara atau Pajak Pusat Adalah pajak yang dipungut oleh pemerintah pusat, pajak pusat merupakan salah satu sumber penerimaan Negara. Contoh : PPh, PPN dan Bea Materai.
10
b) Pajak Daerah Adalah pajak yang dipungut oleh pemerintah daerah. Pajak daerah merupakan salah satu sumber penerimaan pemerintah daerah. Contoh : Pajak tontonan, pajak reklame, PKB (Pajak Kendaraan
Bermotor),
PBB,
Iuran
Kebersihan,
Retribusi Terminal, Retribusi parkir dan Retribusi galian pasir. 2.1.1.4
Sistem Pemungutan Pajak Dalam pemungutan pajak dikenal beberapa sistem pemungutan yang digunakan menurut Mardiasmo (2011) sebagai berikut : 1. Official Assessment System Suatu sistem pemungutan pajak dimana besarnya pajak yang harus dilunasi atau pajak yang terutang oleh wajib pajak ditentukan oleh fiskus (dalam hal ini wajib pajak bersifat final). 2. Self Assessment System Suatu
sistem
pemungutan
pajak
dimana
wewenang
menghitung besarnya pajak yang terutang oleh wajib pajak diserahkan oleh fiskus kepada wajib pajak yang bersangkutan, dimana dengan sistem ini wajib pajak harus aktif untuk menghitung, menyetor dan melaporkan kepada Kantor
11
Pelayanan Pajak (KPP) sedangkan fiskus hanya bertugas memberikan penerangan dan pengawasan. 3. With Holding System Suatu cara pemungutan pajak dimana penghitungan besarnya pajak terutang oleh wajib pajak diakukan oleh pihak ketiga. 2.1.2 Pajak Pertambahan Nilai (PPN) 2.1.2.1
Pengertian Pajak Pertambahan Nilai (PPN) Menurut UU No.42 Tahun 2009, Pajak Pertambahan Nilai (PPN) adalah "Pajak yang dikenakan atas konsumsi barang dan jasa, di dalam daerah pabean yang dikenakan bertingkat disetiap jalur produksi dan distribusi”. Menurut Waluyo ( 2011:9 ) Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah merupakan Pajak yang dikenakan atas konsumsi di dalam negeri (di dalam Daerah Pabean), baik konsumsi barang maupun konsumsi jasa.
2.1.2.2
Dasar Hukum Pajak Pertambahan Nilai (PPN) Dasar Hukum PAjak Pertambahan Nilai (PPN) adalah UU Nomor 8 tahun 1983 kemudian diubah menjadi UU Nomor 11 tahun 1994, dan yang terakhir diubah lagi dengan UU Nomor 18 Tahun 2000 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Pengajuaan Atas Barang Mewah. Aturan pelaksanaan terakhir di atur pada UU Nomor 42 tahun 2009. Pajak Pertambahan Nilai adalah pajak yang dikenakan
12
atas penyerahan barang/jasa kena pajak di daerah pabean yang dilakukan oleh pabrikan, penyalur utama atau agen utama, importer, pemegang hak paten/merek dagang dari barang/jasa kena pajak tersebut. Atau Pajak Pertambahan Nilai adalah Pajak yang dikenakan atas konsumsi barang atau jasa di dalam daerah pabean oleh orang pribadi atau oleh badan. Yang dimaksudkan dengan Daerah Pabean adalah Wilayah Republik Indonesia yang meliputi wilayah darat, perairan, dan ruang udara diatasnya serta tempat-tempat tertentu di Zona Ekonomi Eksklusif dan Landas Kontinen yang di dalamnya berlaku Undang-Undang yang mengatur mengenai Kepabeanan. PPN termasuk jenis pajak tidak langsung, dimana pajak tersebut disetor oleh pihak lain (pedagang) yang bukan penanggung pajak atau dengan kata lain, penanggung pajak tidak menyetorkan langsung pajak yang ditanggung. 2.1.2.3
Ciri Khas Pajak Pertambahan Nilai (PPN) 1.
Pengenaan PPN dilaksanakan berdasarkan Sistem Faktur
2.
Setiap terjadinya Penyerahan BKP/JKP, wajib dibuatkan Faktur Pajak. Faktur Pajak merupakan bukti pungutan PPN dimana Faktur Pajak bagi Pembeli merupakan bukti Pajak Masukan.
13
Menurut Undang-Undang PPN No.42 Tahun 2009 Pasal 1: Faktur Pajak adalah bukti pungutan pajak yang dibuat oleh Pengusaha Kena Pajak yang melakukan penyerahan Barang Kena Pajak atau Penyerahan Jasa Kena Pajak. Secara umum Pajak Pertambahan Nilai (PPN) terdiri dari dua komponen yaitu Pajak Masukan dan Pajak Keluaran. Menurut Undang-Undang PPN No.42 Tahun 2009 Pasal 1: 1.
Pajak Masukan adalah Pajak Pertambahan Nilai yang seharusnya sudah dibayar oleh Pengusaha Kena Pajak karena perolehan Barang Kena Pajak dan/atau perolehan Jasa Kena Pajak dan/atau pemanfaatan Barang Kena Pajak tidak
berwujud
dari
luar
Daerah
Pabean
dan/atau
pemanfaatan Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean dan atau Impor Barang Kena Pajak. 2.
Pajak Keluaran adalah Pajak Pertambahan Nilai terutang yang wajib dipungut oleh Pengusaha Kena Pajak yang melakukan penyerahan Barang Kena Pajak Berwujud, ekspor Barang Kena Pajak Tidak Berwujud, dan/atau ekspor Jasa Kena Pajak.
Atau dapat disimpulkan atau diambil secara garis besarnya bahwa Pajak Masukan adalah PPN yang dibayar ketika PKP membeli, memperoleh, atau membuat produknya, sedangkan Pajak Keluaran adalah PPN yang dipungut
ketika
PKP
menjual
produknya.
14
2.1.2.4
Karakteristik Pajak Pertambahan Nilai (PPN) 1. Pajak Pertambahan Nilai merupakan Pajak tidak Langsung Karakter ini memberikan suatu konsekuensi yuridis bahwa antara pemikul beban pajak dengan penanggung jawab atas pembayaran pajak ke Kas Negara berada pada pihak yang berbeda. Pemikul beban pajak ini secara nyata berkedudukan sebagai pembeli Barang Kena Pajak atau Penerimaan Jasa Kena Pajak. Pajak Pertambahan Nilai dapat dirumuskan berdasarkan dua sudut pandang sebagai berikut : 1) Sudut pandang Ekonomi, beban pajak dialihkan kepada pihak lain, yaitu pihak yang akan mengkonsumsi barang atau jasa yang menjadi objek pajak. 2) Sudut pandang yuridis, tanggung jawab pembayaran pajak kepada kas Negara tidak berada di tangan pihak yang memikul beban pajak. Sudut pandang secara yuridis ini membawa konsekuensi filosofis bahwa dalam Pajak Tidak Langsung apabila pembeli atau penerima jasa, pada hakikatnya sama dengan telah membayar pajak tersebut ke Kas Negara. 2. Pajak Pertambahan Nilai merupakan Pajak Objektif Yang dimaksud dengan Pajak Objektif adalah suatu jenis pajak yang pada saat timbulnya kewajiban pajak
15
ditentukan oleh faktor objektif, yaitu adanya taatbestand, adapun yang dimaksud dengan taatbestand adalah keadaan, peristiwa atau perbuatan hukum yang dapat dikenakan pajak yang juga disebut dengan nama Objek Pajak. 3. Multi Stage Levy Multi Stage Levy merupakan karekteristik Pajak Pertambahan Nilai yang dikenakan pada setiap mata rantai jalur produksi dan jalur distribusi. Setiap penyerahan barang yang menjadi Objek Pajak Pertambahan Nilai mulai dari tingkat pabrikan (Manufacture) kemudian ditingkat pedagang besar (wholesaler) dalam berbagai bentuk ataupun nama, sampai dengan tingkat pedagang eceran (retailer) dikenakan Pajak Pertambahan Nilai. 4. PPN terutang untuk dibayar ke kas Negara dihitung menggunakan
indirect
substraction
method/credit
method/invoice method. Pajak yang dipungut oleh PKP penjual atau pengusaha jasa tidak secara otomatis dibayar ke kas Negara. PPN terutang yang wajib dibayar ke kas Negara merupakan hasil perhitungan mengurangkan PPN yang dibayar kepada PKP lain yang dinamakan pajak masukan (input tax) dengan PPN yang dipungut dari pembeli atau penerima jasa yang dinamakan pajak keluaran (output tax). Pola ini dinamakan
16
metode pengurangan tidak langsung (indirect substraction method). Pajak keluaran yang dikurangkan dengan Pajak Masukannya untuk memperoeh jumlah pajak yang akan dibayarkan ke kas Negara di namakan tax credit. Atau PPN yang dipungut tidak langsung disetorkan ke Kas Negara. PPN yang disetorkan ke Kas Negara merupakan hasil perhitungan Pajak Masukan dan Pajak Keluaran yang dimana harus ada bukti pungutan PPN berupa Faktur Pajak. 5. Pajak atas Konsumsi Umum Dalam Negeri Pajak Pertambahan Nilai hanya dikenakan atas Barang atau Jasa Kena Pajak yang dikonsumsi di dalam negeri, termasuk Barang Kena Pajak yang diimpor dari luar negeri. Tetapi untuk ekspor Barang Kena Pajak Tidak dikenakan Pajak Pertambahan Nilai. Prinsip ini menggunakan prinsip tempat tujuan (destination principle) yaitu pajak dikenakan ditempat barang atau jasa akan dikonsumsi. 6. Pajak Pertambahan Nilai bersifat netral Netralitas ini dapat dibentuk karena adanya 2 (dua) Faktor, yaitu: 1) PPN dikenakan atas konsumsi barang maupun jasa 2) Pemungutannya menganut prinsip tempat tujuan (PPN dipungut ditempat barang/jasa dikonsumsi).
17
7. Tidak menimbulkan dampak Pajak Berganda Pajak berganda dapat dihindari karena PPN dipungut atas dasar nilai tambah dan PPN yang dibayar diperhitungkan dengan PPN yang dipungut. 2.1.2.5
Tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) Menurut
Undang-Undang
Perpajakan
(2010:211)
Berdasarkan Pasal 7 ayat (1), (2) dan (3) undang-undang no.42 Tahun 2009, tarif Pajak Pertambahan Nilai a.
Tarif Pajak Pertambahan Nilai sebesar 10%
b.
Tarif Pajak Pertambahan Nilai atas ekspor Barang Kena Pajak sebesar 0%
c.
Tarif pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diubah menjadi paling rendah 5% (lima persen) dan paling tinggi 15% (lima belas persen) yang perubahan tarifnya diatur dengan peraturan pemerintah.
2.1.2.6
Cara Perhitungan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) Menurut Waluyo (2011:21) Cara menghitung Pajak Pertambahan Nilai yang terutang adalah dengan mengkalikan Tarif Pajak Pertambahan Nilai (10% atau 0% untuk ekspor Barang Kena Pajak) dengan Dasar Pengenaan Pajak. PPN yang Terutang = Tarif Ppn x Dasar Pengenaan Pajak
18
2.1.3 Subjek Pajak dan Objek Pajak 2.1.3.1
Subjek Pajak Pertambahan Nilai A. Pengusaha Dalam pasal 1 angka 14 UU PPN Tahun 2009 menerangkan bahwa “Orang Pribadi atau badan sebagaimana dimaksud dalam angka 13 yang dalam kegiatan usaha atau pekerjaannya menghasilkan barang, mengimpor barang, mengekspor
barang,
melakukan
usaha
perdagangan,
memanfaatkan barang tidak berwujud dari luar Daerah Pabean, melakukan usaha jasa, atau memanfaatkan jasa dari luar Daerah Pabean”. B. Pengusaha Kena Pajak (PKP) Dalam pasal 1 angka 15 UU PPN Pengusaha Kena Pajak adalah Pengusaha yang melakukan penyerahan Barang Kena Pajak /Jasa Kena Pajak yang dikenakan pajak berdasarkan UU PPN tidak termasuk Pengusaha Kecil yang batasannya ditetapkan dengan Keputusan Menteri Keuangan kecuali pengusaha kecil yang memilih untuk dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak. C. Pengusaha Kecil 1. Pengusaha yang melakukan BKP/JKP dalam 1 tahun buku memperoleh peredaran penerimaan bruto tidak lebih dari Rp.600.000.000
19
2. Meskipun peredaran bruto dalam 1 tahun buku tidak lebih dari Rp.600.000.000,- Pengusaha Kecil dapat memilih untuk dikukuhkan menjadi PKP. 3. Pengusaha Kecil yang telah melampaui Rp.600.000.000,dalam suatu masa pajak wajib melaporkan usahanya untuk dikukuhkan sebagai PKP paling lambat akhir bulan terlampauinya batasan tersebut. Apabila batas waktu pelaporan tersebut terlampaui maka saat pengukuhan sebagai PKP adalah awal bulan berikutnya. 2.1.3.2
Objek Pajak Pertambahan Nilai 1. Pasal 4 -
Ekspor BKP tidak berwujud dan
-
Ekspor JKP;
A. Barang Kena Pajak (BKP) Barang Kena Pajak dapat dimasukkan kedalam 2 kategori. Yang pertama adalah Barang Berwujud yang menurut sifat atau hukumnya dapar berupa barang bergerak yang dikenakan PPN atau Barang Tidak Bergerak yang dikenakan PPN. Yang kedua adalah Barang Tidak Berwujud yang dikenakan PPN. PPN dikenakan atas: 1. Penyerahan BKP di dalam Daerah Pabean yang dilakukan oleh Pengusaha
20
2. Impor BKP 3. Penyerahan BKP tidak berwujud dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean 4. Pemanfaatan BKP tidak berwujud dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean 5. Pemanfaatan JKP dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean 6. Ekspor BKP oleh PKP 7. Kegiatan membangun sendiri yang dilakukan tidak dalam kegiatan usaha/ pekerjaan oleh orang pribadi/ badan yang hasilnya digunakan sendiri atau digunakan pihak lain. 8. Penyerahan aktiva oleh PKP yang menurut tujuan semula
aktiva
tersebut
tidak
digunakan
untuk
diperjualbelikan sepanjang PPN yang dibayar pada saat perolehannya dapat dikreditkan. B. Jasa Kena Pajak (JKP) Jasa Kena Pajak adalah setiap kegiatan pelayanan berdasarkan suatu perikatan atau perbuatan hukum yang menyebabkan suatu barang atau fasilitas atau kemudahan atau hak tersedia untuk dipakai, termasuk jasa yang dilakukan untuk melakukan barang karena pesanan atau permintaan dengan bahan dan atas petunjuk dari pemesan,
21
yang dikenakan pajak berdasarkan undang-undang PPN dan PPnBM. 2. Pasal 16 C -
Kegiatan membangun sendiri yang dilakukan tidak dalam kegiatan usaha atau pekerjaan oleh orang pribadi atau badan yang hasilnya digunakan sendiri atau digunakan pihak lain.
3. Pasal 16 D -
Penyerahan Aktiva yang tujuan semula tidak untuk diperjualbelikan
2.1.4 Dasar Pengenaan Pajak (DPP) Dasar Pengenaan Pajak (DPP) adalah Jumlah Harga Jual atau Penggantian atau Nilai Impor atau Nilai Ekspor atau Nilai Lain yang ditetapkan dengan Keputusan Menteri Keuangan yang dipakai sebagai dasar untuk menghitung pajak yang terutang. Dasar Pengenaan Pajak adalah dasar yang dipakai untuk menghitung pajak yang terutang yaitu: 1. Harga Jual adalah nilai berupa uang, termasuk semua biaya yang diminta atau seharusnya diminta oleh penjual karena penyerahan Barang Kena Pajak, tidak termasuk Pajak Pertambahan Nilai yang dipungut menurut Undang-Undang PPN dan PPnBM dan potongan harga yang dicantumkan dalam Faktur Pajak. 2. Penggantian adalah nilai berupa uang termasuk semua biaya yang
22
diminta atau seharusnya diminta oleh pemberi jasa karena penyerahan Jasa Kena Pajak, tidak termasuk pajak yang dipungut menurut Undang-Undang dan potongan harga yang dicantumkan dalam Faktur Pajak. 3. Nilai Impor adalah nilai berupa uang yang menjadi dasar perhitungan bea masuk ditambah pungutan lainnya yang dikenakan berdasarkan
ketentuan
dalam
peraturan
perundang-undangan
Pabean untuk impor Barang Kena Pajak, tidak termasuk Pajak Pertambahan Nilai yang dipungut menurut undang-undang PPN dan PPnBM. Nilai Impor yang menjadi dasar DPP adalah harga patokan impor atau Cost Insurance and Freight (CIF) sebagai dasar perhitungan bea masuk ditambah dengan semua biaya dan pungutan lain menurut ketentuan peraturan perundang-undangan Pabean. 4. Nilai Ekspor adalah nilai berupa uang, termasuk semua biaya yang diminta atau yang seharusnya diminta oleh eksportir. 5. Nilai Lain adalah suatu jumlah yang ditetapkan sebagai Dasar Pengenaan Pajak dengan Keputusan Menteri Keuangan. Nilai lain yang ditetapkan sebagai DPP adalah sebagai berikut: - Untuk pemakaian sendiri BKP dan atau JKP adalah Harga Jual atau Penggantian setelah dikurangi laba kotor; - Untuk pemberian Cuma-Cuma BKP dan atau JKP adalah Harga Jual atau Penggantian setelah dikurangi laba kotor; - Untuk penyerahan media rekaman suara atau gambar adalah
23
perkiraan Harga Jual Rata-rata; - Untuk penyerahan film cerita adalah perkiraan hasil rata-rata per judul film; - Untuk persediaan BKP yang masih tersisa pada saat pembubaran perusahaan adalah harga pasar wajar; - Untuk
asset
yang
menurut
tujuan
semula
tidak
untuk
diperjualbelikan sepanjang PPN atas perolehan asset tersebut menurut ketentuan dapat dikreditkan, adalah harga pasar wajar; - Untuk kendaraan bermotor bekas adalah 10% (sepuluh persen) dari harga jual; - Untuk penyerahan jasa biro perjalanan atau jasa biro pariwisata adalah 10% (sepuluh persen) dari jumlah tagihan atau jumlah yang seharusnya ditagih; - Untuk jasa pengiriman paket adalah 10%(sepuluh persen) dari jumlah tagihan atau jumlah yang seharusnya ditagih; - Untuk jasa anak piutang adalah 5% dari jumlah seluruh imbalan yang diterima berupa service charge, provisi, dan diskon; - Untuk penyerahan BKP dan/atau JKP dari pusat ke cabang atau sebaliknya dan penyerahan BKP dan/atau JKP antar cabang adalah harga jual atau pengganti setelah dikurangi laba kotor; - Untuk penyerahan BKP kepada pedagang perantara atau melalui juru lelang adalah harga lelang; 2.1.5 Prosedur / Mekanisme Pajak Pertambahan Nilai (PPN)
24
Mekanisme Pemungutan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) 1. Saat terutang adalah saat pembayaran 2. Faktur dan SPP dibuat pada saat PKP mengajukan tagihan 3. Faktur dan SSP merupakan bukti pemungutan dan penyetoran 4. Pemungut pajak wajib memungut PPN terutang pada saat pembayaran (bukan pada saat penyerahan) 5. Bendahara wajib setor paling lambat 7 hari setelah bulan dilakukan pembayaran atas tagihan 6. PPN yang telah disetor dilaporkan dalam SPT Masa PPN bagi pemungut PPN 20 hari setelah dilakukan pembayara tagihan Yang ditunjuk pemungutan PPN (KM K563/KMK.03/2003) 1. Bendaharawan Pemerintah 2. Kantor Pembendaharaan dan Kas Negara 2.1.6 Faktur Pajak Faktur Pajak adalah bukti pungutan pajak yang dibuat oleh Pengusaha Kena Pajak yang melakukan penyerahan Barang Kena Pajak (BKP) atau penyerahan Jasa Kena Pajak (Pasal 1 angka 23 Undangundang Pajak Pertambahan Nilai No.42 Tahun 2009). Faktur Pajak dalam Undang-undang Pajak Pertambahan Nilai No.42 Tahun 2009 telah diubah tepatnya pada Pasal 12 ayat 7 yang dimana Faktur Pajak Sederhana telah dihapus. Sehingga dalam Pasal 13 ayat 1 Undangundang No.42 Tahun 2009 dan Per-13/PJ/2010 hanya ada Faktur Pajak saja sebagai berikut:
25
1. Faktur Pajak Faktur Pajak adalah faktur yang dibuat oleh Pengusaha Kena Pajak pada saat melakukan Penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak. Faktur Pajak dibuat sekurang-kurangnya rangka 2 (dua), yaitu: Lembar ke-1
: Untuk Pembeli Barang Kena Pajak atau yang
menerima Jasa Kena Pajak sebagai bukti Pajak Masukan. Lembar ke-2
: Untuk Pengusaha Kena Pajak yang menerbitkan
atau membuat Faktur Pajak sebagai bukti Pajak Keluaran. Dalam pembuatan Faktur Penjualan yang memuat keterangan dan pengisiannya sesuai dengan ketentuan perpajakan yaitu pasal 13 ayat (4) dan (5) UU PPN. Dalam Faktur Pajak Standar harus dicantumkan keterangan tentang penyerahan BKP atau JKP yang memuat: a. Nama, alamat, Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) yang menyerahkan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak; b. Nama, alamat, Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) pembeli Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak; c. Jenis barang atau jasa, jumlah harga jual atau pengganti dan potongan harga; d. Pajak pertambahan nilai yang dipungut; e. Pajak penjualan atas barang mewah yang dipungut; f. Kode nomor seri dan tanggal pembuatan faktur pajak dan
26
g. Nama, jabatan, dan tanda tangan yang berhak menandatangani faktur pajak Faktur Pajak Yang Dianggap Tidak Sah Berdasarkan Ketentuan SE-132/PJ/2010 , Faktur Pajak Yang Tidak Sah sebagai berikut: 1. Faktur Pajak yang tidak berdasarkan transaksi sebenarnya. 2. Faktur Pajak yang diterbitkan oleh Pengusaha yang belum dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak (PKP). 2.1.7 Penyetoran dan Pelaporan Pajak Pertambahan Nilai 2.1.7.1
Penyetoran Pajak Pertambahan Nilai Menurut Undang-undang No.18 tahun 2000 Penyetoran Pajak Pertambahan Nilai yang terutang harus dilakukan selambat-lambatnya pada tanggal 15 bulan tahun berikutnya. Apabila tanggal 15 tersebut jatuh pada hari libur, maka penyetoran dilakukan pada hari kerja berikutnya. Untuk Impor, penyetoran harus dilakukan pada hari kerja berikutnya, kecuali yang dipungut pada tanggal 31 Maret harus disetorkan pada hari itu juga. Sedangkan, Berdasarkan Undang-undang Nomor 42 tahun 2009 Penyetoran Pajak Pertambahan Nilai dilakukan selambat-lambatnya akhir bulan berikutnya. Surat Setoran Pajak adalah surat yang oleh Wajib Pajak digunakan untuk melakukan pembayaran atau penyetoran pajak yang terutang ke kas Negara melalui Kantor Pos dan atau bank badan usaha milik Negara
27
atau bank badan usaha milik Daerah atau tempat pembayaran lain yang ditunjuk oleh Menteri Keuangan. Yang wajib menyetorkan Pajak Pertambahan Nilai adalah: A. Pengusaha Kena Pajak (PKP) B. Pemungut PPN/PPnBM, adalah: -
Kantor Perbendaharaan dan Kas Negara
-
Bendaharawan Pemerintah Pusat dan DAERAH
-
Direktorat Jenderal Bea dan Cukai
-
Pertamina
-
BUMN/BUMD
-
Bank Pemerintah
2.1.7.2 Saat Pelaporan Pajak Pertambahan Nilai: -
Undang-undang No.18 tahun 2000 : 1. PPN dan PPnBM yang dihitung sendiri oleh PKP, harus dilaporkan dalam SPT Masa dan disampaikan kepada Kantor Pelayanan Pajak setempat paling lambat 20 hari setelah Masa Pajak berakhir. 2. PPN dan PPnBM yang tercantum dalam SKPKB, SKPKBT, dan STP yang telah dilunasi segera dilaporkan ke KPP yang menerbitkan. 3. PPN dan PPnBM yang pemungutnya dilakukan -
Bendaharawan Pemerintah harus dilaporkan paling lambat 14 hari setelah Masa Pajak berakhir.
28
-
Pemungut
Pajak
Pertambahan
Nilai
selain
Bendaharawan Pemerintah harus dilaporkan paling lambat 20 hari setelah Masa Pajak berakhir -
Direktorat Jenderal Bea dan Cukai atas impor, harus dilaporkan secara mingguan selambat-lambatnya 7 hari setelah batas waktu penyetoran pajak berakhir.
4. Untuk penyerahan tepung terigu oleh BULOG, maka PPN dan PPnBM dihitung sendiri oleh PKP, harus dilaporkan dalam SPT Masa dan disampaikan kepada KPP setempat paling lambat 20 hari setelah Masa Pajak berakhir. -
Undang-undang No.42 tahun 2009 : Dalam hal melakukan Pelaporan SPT Masa Pajak Pertambahan dalam Undang-undang No.42 tahun 2009 terdapat perubahan pada saat tanggal pelaporan nya yaitu pada akhir bulan berikut nya yang mulai diberlakukan pada tanggal 10 April 2010. Dimana yang semula pada Undangundang No.18 tahun 2000 itu pelaporan dilakukan pada tanggal 20 namun pada peraturan perundang-undangan No.42
tahun
berikutnya.
2009
pelaporan
menjadi
akhir
bulan
29
2.1.7.3 Saat dan Tempat Pajak Terutang 1. Saat Terutangnya Pajak a. Terutang pajak atas penyerahan Barang Kena Pajak berwujud yang menurut sifat atau hukumnya merupakan barang bergerak terjadi pada saat Barang Kena Pajak tersebut diserahkan secara langsung kepada pembeli atau pihak ketiga untuk dan atas nama pembeli, atau pada saat Barng Kena Pajak diserahkan kepada juru kirim atau pengusaha jasa angkutan. b. Terutang pajak atas penyerahan Barang Kena Pajak yang menurut sifat atau hukumnya merupakan barang tidak bergerak, terjadi pada saat penyerahan hak untuk menggunakan atau menguasai Barang Kena Pajak tersebut, baik secara hukum atau secara nyata, kepada pihak pembeli. c. Terutangnya pajak atas penyerahan Barang Kena Pajak tidak berwujud oleh Pengusaha Kena Pajak, adalah pada saat yang terjadi lebih dahulu dari peristiwa-periatiwa dibawah ini: -
Saat harga penyerahan Barang Kena Pajak tidak berwujud
dinyatakan
sebagai
piutang
oleh
Pengusaha Kena Pajak -
Saat harga penyerahan Barang Kena Pajak tidak
30
berwujud ditagih oleh Pengusaha Kena Pajak -
Saat harga penyerahan Barang Kena Pajak tidak berwujud diterima pembayarannya, baik sebagian atau seluruhnya oleh Pengusaha Kena Pajak atau
-
Saat ditandatanganinya kontrak atau perjanjian oleh Pengusaha Kena Pajak saat terjadi a s/d c tidak diketahui.
d. Terutang pajak atas penyerahan Jasa Kena Pajak, terjadi saat mulai tersedianya fasilitas atau kemudahan untuk dipakai secara nyata, baik sebagian atau seluruhnya. e. Terutangnya pajak atas Impor Barang Kena Pajak, terjadi pada saat Barang Kena Pajak tersebut dimasukkan ke dalam Daerah Pabean. f. Terutangnya pajak atas Ekspor Barang Kena Pajak terjadi pada saat Barang Kena Pajak tersebut dikeluarkan dari Daerah Pabean. g. Terutangnya pajak atas aktiva yang menurut tujuan semula tidak untuk diperjualbelikan dan atas persediaan Barang Kena Pajak, yang masih tersisa pada saat pembubaran perusahaan. Pajak terutang pada saat: -
Ditandatangani akte pembubaran atau
-
Diketahui bahwa perusahaan tersebut nyata-nyata sudah tidak melakukan kegiatan usaha atau sudah
31
dibubarkan, berdasarkan hasil pemeriksaan atau -
Diketahui bahwa perusahaan tersebut telah bubar berdasarkan data atau dokumen yang ada.
h. Terutangnya pajak atas penyerahan Barang Kena Pajak dalam rangka perubahan bentuk usaha, penggabungan usaha, pemekaran usaha, atau pengalihan seluruh aktiva yang diikuti dengan perubahan pihak yang berhak atas Barang Kena Pajak. Pajak tetutang pada saat disepakati atau ditetapkan sesuai hasil Rapat Umum Pemegang Saham yang terutang dalam perjanjian perubahan bentuk usaha, penggabungan usaha, pemekaran usaha, atau pengalihan seluruh aktiva perusahaan tersebut. 2. Tempat Pajak Terutang a. Tempat tinggal atau tempat kedudukan dan b. Tempat kegiatan usaha dilakukan atau c. Tempat lain yang ditetapkan oleh Direktur Jenderak Pajak d. Tempat Barang Kena Pajak dimasukkan dalam hal Impor; e. Tempat tanggal atau tempat kedudukan dan tempat kegiatan usaha dilakukan dalam hal pemanfaatan Barang Kena Pajak Tidak Berwujud atau Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean didalam Daerah Pabean atau f. Satu tempat atau lebih yang ditetapkan oleh Direktur Jenderal Pajak sebagai tempat pemusatan pajak terutang
32
atas permohonan tertulis dari Pengusaha Kena Pajak. 3. Pajak Terutang yang tidak dipungut Menurut Undang-undang Pajak Pertambahan Nilai No.42 tahun 2009 Pasal 16 b , Pajak Terutang tidak dipungut sebagian atau seluruhya atau dibebaskan dari pengenaan pajak, baik untuk sementara waktu maupun selamanya, yaitu: a. Kegiatan di Kawasan tertentu atau tempat tertentu didalam Daerah Pabean; b. Penyerahan Barang Kena Pajak tertentu atau penyerahan Jasa Kena Pajak tertentu; c. Impor Barang Kena Pajak Tertentu; d. Pemanfaatan Barang Kena Pajak Tidak Berwujud tertentu dari luar Daerah Pabean didalam Daerah Pabean; dan e. Pemanfaatan Jasa Kena Pajak teertentu dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean. 2.1.7.4
Pajak Kurang Bayar dan Lebih Bayar Pajak Kurang Bayar adalah dimana total Pajak Keluaran lebih besar dari total Pajak Masukan dalam satu masa pajak. Sedangkan Lebih Bayar adalah total Pajak Keluaran lebih kecil dari Pajak Masukan. Perlakuan untuk PPN Lebih bayar, adalah dapat dikompensasikan ke masa pajak berikutnya atau di restitusi (diminta kembali).
33
2.1.8 Perubahan Undang-undang Pajak Pertambahan Nilai. Menurut Undang-undang Pajak Pertambahan Nilai No.42 tahun 2009 yang merupakan perubahan ketiga atas Undang-undang Nomor 8 tahun 1983 tentang PPN dan PPnBM . Dalam Undang-undang ini baru mulai berlaku pada tanggal 1 April 2010 nanti. Berikut beberapa perubahan yang dilakukan oleh Undang-undang Pajak Pertambahan Nilai : 1. Objek dan Non Objek Pajak; 2. Bukan Objek; 3. Pengembalian (retur) Jasa Kena Pajak (JKP); 4. Pajak Penjualan atas Barang Mewah; 5. Pengkreditan Pajak Masukan; 6. Restitusi PPN; 7. Demand Pajak Masukan; 8. Pemusatan tempat PPN terutang; 9. Saat pembuatan Faktur Pajak; 10. Fasilitas Perpajakan; 11. Restitusi Turis Asing; 12. Tanggung Renteng;
34
2.1.9 SPT Masa Pajak Pertambahan Nilai. Berdasarkan Pasal 3 ayat 1 Undang-undang KUP UU no.16 Tahun 2000 bahwa Pengusaha Kena Pajak fungsi Surat Pemberitahuan adalah sebagai sarana untuk melaporkan dan mempertanggungjawabkan perhitungan jumlah PPN dan PPnBM yang sebenarnya terutang untuk melaporkan: a. Pengkreditan Pajak Masukan terhadap Pajak Keluaran; b. Pembayaran atau pelunasan pajak yang telah dilaksanakan sendiri oleh Pengusaha Kena Pajak dan/atau melalui pihak lain dalam satu Masa Pajak, yang ditentukan oleh ketentuan peraturan perundangundangan perpajakan yang berlaku; c. Bagi pemotong atau pemungut pajak, fungsi SPT adalah sebagai sarana untuk melaporkan dan mempertanggungjawabkan pajak yang dipotong atau dipungut dan disetorkan. Dalam pasal 7 ayat 1 Undang-undang No.28 tahun 2007, apabila SPT tidak disampaikan dalam jangka waktu yang ditetapkan Undangundang,
dikenai
sanksi
administrasi
berupa
denda
sebesar
Rp.500.000,00 (lima ratus ribu rupiah). Tanggal jatuh tempo penyampaian SPT Masa Pajak Pertambahan Nilai adalah tanggal 20 Masa Pajak berikutnya. Apabila tanggal 20 jatuh pada hari libur atau minggu, SPT masa Masa Pajak Pertambahan Nilai harus disampaikan pada hari kerja sebelumnya.
35
2.2
Penelitian Terdahulu Beberapa penelitian terdahulu yang berhubungan dengan perhitungan dan pelaporoan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dapat dilihat didalam teble berikut ini: Tabel 2.1 Tinjauan Penelitian Sebelumnya
Nama Peneliti Priscilia Joanna Rundengan, Jantje Tinangon, Inggriani Elim (2013)
Rumusan Metode Masalah Penelitian Analisis Apakah Penelitian Perhitungan Perhitungan Deskriptif Pencatatan dan Pencatatan dan Pelaporan Pajak Pelaporan Pajak Pertambahan Pertambahan Nilai atas Nilai pada PT. Ekspedisi Antar Tajur Jakarta telah Pulau pada PT. sesuai dengan Tajur Jakarta Undang-Undang No.42 tahun 2009 tentang PPN dan PPnBM. Judul
Hasil Peneitian
Dalam melaksanakan Perhitungan Pajak Pertambahan Nilai atas Barang Kena Pajak / Jasa Kena Pajak, PT. Tajur telah mengikuti pedoman sesuai dengan Undangundang PPN yang berlaku Dalam melaksanakan Pencatatan Pajak Pertambahan Nilai atas Barang Kena Pajak/Jasa Kena Pajak, PT.Tajur telah mengikuti pedoman Undangundang PPN yang berlaku PT.Tajur adalah perusahaan jasa yang telah melakukan penyetoran dan pelaporan pajak dengan menggunakan e-
36
Herrina, Lili Syafitri (2011)
Analisis Perhitungan dan Pelaporan Pajak Pertambahan Nilai pada CV.Family
Apakah Penerapan Perhitungan dan Pelaporan Pajak Pertambahan Nilai pada CV. Family dari tahun 2009 sampai tahun 2010 sudah sesuai dengan Undang-Undang PPN No.18/2000 dan terbaru No. 42/2009
Penelitian Deskriptif
SPT dan disetorkan melalui bank persepsi paling lambat tanggal 15 (lima belas) setelah akhir masa pajak sesuai dengan Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2009 tentang Pajak Pertambahan Nilai Penerapan PPN dalam perhitungan dan pelaporan CV. Family dari tahun 2009 sampai dengan tahun 2010 hampir sesuai dengan Undang-Undang PPN No.18/2000 dan terbaru No.42/2009. Metode yang digunakan adalah metode pengkreditan Pajak Masukan terhadap Pajak Keluaran. Namun ada beberapa bagian untuk pelaporannya masih ada sedikit kendala, yaitu pelaporan melampaui batas waktu. Hal ini terjadi karena pada saat yang bersangkutan ada waktu-waktu
37
Sumber : data diolah
dimana pada tanggal jatuh tempo, yaitu tanggal 20 bulan berikutnya/akhir bulan berikutnya setelah Masa Pajak (UU 42/2009) merupakan hari libur/hari besar sehingga tidak bisa dilaporkan. Kemudian dalam pengisian SPT Masa PPN untuk pelaporan masih terdapat beberapa kekeliruan, seperti adanya pembetulan SPT. Melalui penerapan PPN pada CV. Family, yaitu adanya pengembalian dan penjualan Barang Kena Pajak yang dipungut PPN sehingga dari selisih jumlah Pajak Masukan dengan Pajak Keluaran menghasilkan PPN Kurang/Lebih Bayar pada setiap akhir bulan, hal ini sudah sesuai dengan UndangUndang No.42 tahun 2009 Pasal 9.
38
Pada penelitian terdahulu yang dilakukan pada tahun 2013, diteliti oleh Priscila Joanna Rundengan, Jantje Tinangon, dan Inggriani Elim dengan skripsi berjudul “ Analisis Perhitungan, Pencatatan, dan Pelaporan Pajak Pertambahan Nlai atas Ekspedisi Antar Pulau pada PT. Tajur Utama”. Persamaan dengan penelitian ini yakni pada pembahasan perhitungan dan pelaporan pajak pertambahan Nilai. Dan perbedaannya terdapat pada jenis usaha pada perusahaan. Penelitian sebelumnya dilakukan pada perusahaan jasa sedangkan penelitian yang dilakukan penulis dilakukan pada perusahaan dagang. Sedangkan penelitian kedua yakni penelitian tahun 2011, diteliti oleh Herriana dan Lili Syafitri dengan judul “ Analisis Perhitungan dan Pelaporan Pajak Pertambahan Nilai pada CV. Family “. Penelitian tersebut mengacu pada pembahasan perhitungan, pencatatan, dan pelaporan PPN Perusahaan. Hasil penelitian tersebut memberikan kesimpulan bahwa kinerja perusahaan berhubungan
langsung
dengan
perencanaan
pajak,
dengan
adanya
perencanaan pajak kinerja perusahaan dapat lebih ditingkatkan. Persamaan Kedua penelitian ini yakni dilakukan pada perusahaan dibidang yang sama yaitu perusahaan dagang. Sedangkan perbedaannya terdapat pada salah satu variabel yang diteliti. Pada penelitian yang dilakukan penulis terdapat variabel analisis penyetoran PPN sedangkan pada penelitian sekarang tidak ada.
39
2.3 Kerangka Konseptual Berdasarkan uraian di atas, gambaran menyeluruh tentang perhitungan kurang bayar dan pelaporan Pajak Pertambahan Nilai yang merupakan kerangka konseptual dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : Gambar 2.1 Kerangka Konseptual
PT. Limanindo Kawan Sejati Surabaya
Perolehan Barang Kena Pajak
Penyerahan Barang Kena Pajak
Pajak Keluaran
Pajak Masukan
Perhitungan, Penyetoran & Pelaporan
UU No.42 tahun 2009
Faktur Pajak Sumber : data diolah Keterangan gambar : PT. Limanindo Kawan Sejati merupakan suatu perusahaan yang melakukan dua jenis kegiatan yaitu : menerima perolehan BKP dan Melakukan penyerahan BKP. Di mana perolehan BKP tersebut adalah Pajak Masukan sedangkan penyerahan BKP adalah Pajak Keluaran. PT. Limanindo Kawan Sejati sebagai Pengusaha Kena Pajak maka dalam melaksanakan kegiatannya tersebut
40
diterbitkan faktur pajak baik Pajak Masukan maupun Pajak Keluaran. Perhitungan dan pelaporan baik Pajak Masukan maupun Pajak Keluaran dalam faktur pajak disesuaikan Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai yang berlaku yaitu Undang-Undang No.42 tahun 2009.