BAB II TELAAH PUSTAKA
2.1
Landasan Teori 2.1.1
Konsep Dasar Akuntansi Menurut Manurung (2011:1) beberapa pakar mendefinisikan ilmu akuntansi sebagai proses mengidentifikasi, mengukur, mencatat dan mengomunikasikan atau melaporkan transaksitransaksi yang terjadi dalam suatu organisasi kepada pihak-pihak yang berkepentingan. Transaksi yang dilaporkan merupakan segala kejadian
keuangan
dalam
suatu
periode
tertentu
yang
mempengaruhi posisi keuangan perusahaan. Pengertian akuntansi menurut Rahman (2013 : 6) akuntansi didefinisikan sebagai suatu kegiatan jasa yang berfungsi untuk memberikan
informasi
kuantitatif.
Terutama
yang
bersifat
keuangan, mengenai suatu entitas atau kesatuan usaha yang dapat digunakan
dalam
pengambilan
keputusan
ekonomi
dalam
menetapkan pilihan yang tepat di antara berbagai alternatif tindakan.
6
7
Dari 2 (dua) pengertian akuntansi yang disebutkan diatas, maka terdapat 4 (empat) karakteristik penting dalam akuntansi yaitu : a.
Pengumpulan, pengidentifikasian dan pengukuran kegiatan keuangan.
b.
Pengkomunikasian informasi keuangan.
c.
Entitas atau kesatuan usaha sebagai objek akuntansi.
d.
Para pemakai laporan keuangan yang berkepentingan. Jadi akuntansi merupakan suatu proses pencatatan yang
dilakukan secara teratur dengan mengumpulkan data serta mengukur
berbagai
transaksi
keuangan
perusahaan
guna
memberikan informasi kegiatan entitas berupa laporan keuangan untuk para pemakai yang berkepentingan untuk mengambil keputusan ekonomi. 2.1.2
Laporan Keuangan Hasil dari aktifitas akuntansi pada perusahaan selama periode akuntansi yaitu berupa laporan keuangan yang isinya dapat digunakan untuk menggambarkan kinerja perusahaan dalam periode tertentu. Pengertian laporan keuangan menurut Standar Akuntansi Keuangan yaitu Laporan keuangan merupakan bagian dari proses pelaporan keuangan. Laporan keuangan yang lengkap
8
biasanya meliputi neraca, laporan laba rugi, laporan perubahan posisi keuangan (yang dapat disajikan dalam berbagai cara, misalnya sebagai laporan arus kas, atau laporan arus dana), catatan dan laporan lain serta materi penjelasan yang merupakan bagian integral dari laporan keuangan Menurut Manurung (2011 : 2) laporan keuangan (financial statement) terdiri atas 4 (empat) jenis laporan, yaitu : 1.
Laporan neraca (balance sheet) adalah laporan keuangan yang menyajikan posisi keuangan perusahaan berupa informasi mengenai aset (assets), kewajiban (liabilities) atau utang dan ekuitas pemilik atau modal (owner’s equity) pada periode tertentu. Dari laporan neraca maka dapat diketahui jumlah aset perusahaan,
besarnya
pinjaman
untuk
membiayai
aset
perusahaaan dan besarnya jumlah modal sendiri. 2.
Laporan laba rugi (income statement) merupakan jenis laporan akuntansi yang menunjukkan total keuntungan atau kerugian selama periode tertentu. Didalamnya terdiri dari 2 (dua) unsur yaitu pendapatan dan biaya-biaya sebagai unsur pengurang. Jadi laporan ini menunjukkan kemampuan perusahaan dalam menghasilkan laba, sehingga kinerja dalam segala usaha efisiensi dan efektifitas manajemen dapat diukur dan dinilai melalui pembacaan laporan ini.
3.
Laporan arus kas (cash flow), jenis laporan ini berisi informasi mengenai
kemampuan
perusahaan
dalam
menghasilkan
9
sejumlah kas atau setara kas (cash equivalent), dan jumlah kebutuhan perusahaan untuk menggunakan kas tersebut. Khususnya berguna bagi investor atau kreditor untuk menilai kemampuan perusahaan dalam mengembalikan pinjaman beserta bunganya. 4.
Laporan perubahan modal, pada laporan ini menggambarkan kenaikan atau penurunan modal pemilik sepanjang periode tertentu yang harus sesuai dengan periode laporan laba rugi. Perubahan modal diakibatkan adanya laba/rugi bersih serta adanya pengambilan oleh pemilik.
Laporan keuangan harus memiliki karakteristik kualitatif yang merupakan ciri khas bertujuan agar informasi didalamnya dapat lebih bermanfaat bagi tiap pemakainya dalam mengambil keputusan, karakteristik tersebut yaitu : 1.
Relevan, informasi yang disampaikan haruslah relevan atau sesuai agar dapat memenuhi kebutuhan pengguna laporan dalam proses pengambilan keputusan.
2.
Dapat dipahami, laporan keuangan harus dapat dengan mudah dipahami oleh pengguna laporan sehingga mampu memberikan informasi mengenai aktifitas ekonomi dan bisnis secara jelas.
10
3.
Materialitas, menetapkan sifat materialitas bergantung pada pos ataupun kesalahan yang dinilai sehingga materialitas merupakan ambang batas agar informasi mempunyai manfaat.
4.
Keandalan, informasi dalam laporan harus dapat diandalkan baik dari segi manfaat maupun kualitasnya serta informasi yang tidak menyesatkan.
2.1.3
Konsep Dasar Perpajakan Definisi yang diberikan Prof. Dr. Rochmat Soemitro, S.H., menyatakan sebagai berikut, Pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan Undang-Undang (yang dapat dipaksakan) dengan tidak mendapat jasa imbal (kontraprestasi), yang langsung dapat ditunjukkan dan yang digunakan untuk membayar pengeluaran umum. (Suandy, 2011 : 9) Menurut Undang-Undang nomor 28 tahun 2007 tentang ketentuan umum dan tata cara perpajakan (KUP) adalah sebagai berikut, Pajak adalah kontribusi wajib kepada Negara yang terutang oleh pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan Negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.
11
Berdasarkan definisi-definisi diatas, dapat disimpulkan bahwa pajak memiliki unsur-unsur, antara lain : 1.
Pemungutan pajak berdasarkan dan dengan kekuatan UndangUndang pajak beserta aturan pelaksanaannya yang sifatnya dapat dipaksakan.
2.
Tanpa imbalan secara langsung oleh negara.
3.
Pajak sepenuhnya dipungut oleh negara baik pemerintah pusat maupun daerah.
4.
Pajak digunakan sebagai sumber dana pembiayaan untuk penyelenggaraan negara bagi kemakmuran rakyat.
2.1.4
Fungsi, Syarat dan Tata Cara Pemungutan Pajak Suandy (2011 : 12) menyatakan bahwa ada 2 (dua) fungsi pajak yaitu : 1. Fungsi finansial (budgeter) Pajak berfungsi sebagai sumber pendanaan bagi pemerintah untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran negara. 2. Fungsi mengatur (regulerend) Pajak
digunakan
sebagai
alat
untuk
mengatur
atau
melaksanakan kebijakan pemerintah di bidang ekonomi, sosial maupun politik.
12
Menurut Suandy (2011 : 28) syarat-syarat pemungutan pajak oleh pemerintah harus mengandung 4 (empat) hal berikut, antara lain: 1. Syarat Keadilan Syarat pemungutan pajak pada umumnya harus adil dan merata, yaitu dikenakan kepada orang-orang pribadi sebanding dengan kemampuannya untuk membayar pajak tersebut. 2. Syarat Yuridis Pemungutan pajak harus berdasarkan undang-undang karena bersifat dapat memaksa, hak dan kewajiban Wajib Pajak maupun petugas pajak harus diatur didalamnya. 3. Syarat Ekonomis Pemungutan pajak harus tetap dapat menjaga keseimbangan kehidupan ekonomi dan tidak mengganggu kehidupan ekonomi para wajib pajak. 4. Syarat Finansial Sesuai dengan fungsi pajak sebagai sumber penerimaan negara maka biaya pemungutan pajak tidak boleh lebih besar dari penerimaan pajak, supaya ada penerimaan yang masuk ke kas negara atau kas daerah.
13
Agoes (2010 : 29) juga menyebutkan dalam pemungutan pajak khususnya Pajak Penghasilan dikenal 3 (tiga) macam stelsel pajak yaitu sebagai berikut: 1. Stelsel Nyata Menurut stelsel nyata pengenaan pajak didasarkan pada objek atau penghasilan yang sungguh-sungguh diperoleh dalam setiap tahun pajak atau periode pajak. Maka besarnya pajak dapat dihitung saat pendapatan riil diketahui pada akhir tahun atau periode pajak. 2. Stelsel Fiktif Menurut stelsel fiktif, pengenaan pajak didasarkan pada suatu anggapan (fiksi). Anggapan tersebut dapat berupa anggaran pendapatan tahun berjalan atau diasumsikan penghasilan tahun pajak berjalan sama dengan penghasilan tahun pajak yang lalu. 3. Stelsel Campuran Stelsel campuran, merupakan kombinasi antara stelsel nyata dengan stelsel fiktif. Pada awal tahun pajak atau periode pajak penghitungan pajak menggunakan stelsel pajak fiktif dan pada akhir tahun atau akhir periode dihitung kembali berdasarkan stelsel nyata.
14
2.1.5. Laporan Keuangan Komersial dan Laporan Keuangan Fiskal
2.1.5.1. Pengertian Laporan Keuangan Komersial dan Laporan Keuangan Fiskal Laporan keuangan komersial adalah laporan keuangan yang disusun berdasarkan Standar Akuntansi Keuangan yang berlaku umum, bertujuan untuk menyediakan informasi keuangan yang bermanfaat bagi pengambilan keputusan bisnis dan ekonomi, khususnya informasi tentang perkembangan arus kas, posisi keuangan, kinerja usaha dan aktifitas pendanaan dan operasi. Laporan keuangan fiskal adalah laporan keuangan yang disusun sesuai peraturan perpajakan dan digunakan untuk keperluan perhitungan
pajak.
Undang-Undang Pajak
tidak
mengatur secara khusus bentuk dari laporan keuangan, hanya memberikan pembatasan dalam hal pengakuan penghasilan maupun biaya. Sehubungan dengan perbedaan pengakuan tersebut, maka sebelum menghitung pajak penghasilan terutang, terlebih dahulu laba/rugi komersial tersebut harus dikoreksi atau dilakukan rekonsiliasi fiskal sesuai dengan peraturan perpajakan khususnya Undang-Undang Pajak Penghasilan (Gunadi, 2013 : 138). Perusahaan dapat menyusun laporan keuangan komersial dan laporan keuangan fiskal secara terpisah atau melakukan koreksi fiskal terhadap laporan keuangan komersial sehingga
15
menghasilkan laporan keuangan fiskal tanpa membuat pelaporan ganda dalam periode yang sama.
2.1.5.2. Persamaan Akuntansi Komersial dan Akuntansi Fiskal Menurut Gunadi (2013:91), persamaan akuntansi komersial dan akuntansi fiskal adalah : 1. Aset atau harta tetap yang memberikan manfaat lebih dari satu periode
tidak boleh langsung dibebankan pada
tahun
pengeluarannya tetapi harus dikapitalisir dan disusutkan sesuai dengan masa manfaatnya. 2. Aset atau harta yang yang dapat disusutkan adalah aset tetap, baik bangunan maupun bukan bangunan. 3. Tanah pada prinsipnya tidak disusutkan, kecuali jika tanah tersebut memiliki masa manfaat terbatas.
2.1.5.3. Perbedaan Akuntansi Komersial dan Akuntansi Fiskal Standar akuntansi keuangan (komersial) dan UndangUndang pajak sering memberikan beberapa peraturan yang berbeda salah satu alasan perbedaan tersebut antara lain karena tujuan akuntansi keuangan adalah pemberian informasi penting kepada para manajer, pemegang saham, pemberi kredit serta pihak-pihak yang berkepentingan lainnya dan merupakan tanggung jawab para
16
akuntan untuk melindungi pihak-pihak tersebut dari informasi yang menyesatkan. Sebaliknya, tujuan utama sistem perpajakan adalah pemungutan pajak yang adil dan merupakan tanggung jawab Direktorat Jenderal Pajak untuk melindungi para pembayar pajak dari tindakan semena-mena oleh pemungut pajak.
TABEL 2.1 Perbedaan Akuntansi Komersial Dan Akuntansi Fiskal
Akuntansi Komersial
Akuntansi Fiskal
Harga Perolehan
Harga Perolehan
1. Untuk pembelian menggunakan harga sesungguhnya
1. Untuk transaksi yang tidak mempunyai hubungan istimewa berdasarkan harga yang sesungguhnya
2. Untuk pertukaran aset tidak sejenis menggunakan harga wajar
3. Untuk pertukaran sejenis berdasarkan 2. Untuk transaksi yang nilai buku aset yang dilepas mempunyai hubungan istimewa berdasarkan 4. Aset sumbangan berdasarkan harga harga pasar pasar 3. Untuk transaksi tukar menukar adalah berdasarkan harga pasar 4. Dalam rangka likuidasi, peleburan, pemekaran, pemecahan atau penggabungan adalah harga pasar kecuali ditentukan lain oleh Menteri Keuangan 5. Jika direvaluasi adalah sebesar nilai revaluasi
17
Akuntansi Komersial
Akuntansi Fiskal
Masa Manfaat
Masa Manfaat
1. Masa manfaat aset ditentukan berdasarkan taksiran umur ekonomis maupun umur teknis
1. Ditetapkan berdasarkan keputusan Menteri Keuangan
2. Ditelaah ulang secara periodik 3. Nilai residu dapat diperhitungkan
2. Tidak memperhitungkan nilai residu
Sistem Penyusutan
Sistem Penyusutan
1. Penyusutan individual 2. Penyusutan gabungan atau kelompok
1. Penyusutan secara individual kecuali untuk peralatan kecil, diperbolehkan secara golongan
Metode Penyusutan
Metode Penyusutan
1. Garis lurus
1. Untuk aset tetap bangunan adalah garis lurus
2. Saldo menurun/menurun ganda 3. Metode jam jasa (per jam) 4. Metode unit produksi 5. Sistem persediaan Perusahaan dapat memilih salah satu metode yang dianggap sesuai, namun harus ditetapkan secara konsisten dan harus ditelaah secara periodik. Saat Dimulainya Penyusutan
2. Untuk aset tetap bukan bangunan Wajib Pajak dapat memilih garis lurus atau saldo menurun ganda asal diterapkan secara taat asas
1. Saat perolehan
Saat Dimulainya Penyusutan
2. Saat penyelesaian
1. Saat perolehan 2. Dengan izin Menteri Keuangan dapat dilakukan pada tahun penyelesaian atau tahun mulai menghasilkan
Sumber : Gunadi, 2013:91-97
18
2.1.5.4. Perbedaan Konsep Penghasilan atau Pendapatan Berdasarkan konsep akuntansi, penghasilah (income) adalah penambahan aset atau penurunan kewajiban yang mengakibatkan terjadinya kenaikan ekuitas yang tidak berasal dari kontribusi penanaman modal. Penghasilan meliputi pendapatan (revenues) dan keuntungan (gains). Pendapatan adalah penghasilan yang timbul dari aktifitas perusahaan yang biasa dan sering disebut sebagai penjualan, penghasilan jasa (fee), bunga, deviden, royalti dan sewa (Suandy, 2011:114). Makna konsep penghasilan dari sisi fiskal tidak jauh berbeda dengan pengertian dari konsep akuntansi yaitu segala tambahan ekonomis yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak baik berasal dari dalam maupun luar negeri yang dapat digunakan atau menambah kekayaan Wajib Pajak dengan atas nama dan dalam bentuk apapun. Namun fiskal membagi penghasilan dalam tiga kelompok berdasarkan Pasal 4 Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan, yaitu : 1. Penghasilan yang merupakan objek pajak penghasilan 2. Penghasilan yang dikenakan pajak penghasilan final 3. Penghasilan yang bukan merupakan objek pajak penghasilan Pembagian kelompok penghasilan tersebut akan berakibat adanya perbedaan mengenai konsep penghasilan antara Standar
19
Akuntansi Keuangan dengan Fiskal. Mengenai penghasilan yang bukan merupakan objek pajak memberikan arti bahwa tidak semua penghasilan dapat dikenakan pajak dan tidak semua penghasilan Wajib Pajak menambah laba pada laporan keuangan fiskal.
2.1.5.5. Perbedaan Konsep Biaya dan Bukan Biaya Undang-Undang Pajak Penghasilan Indonesia menganut pemajakan berbasis neto yang berarti penghitungan pajak didasarkan pada penghasilan bruto dikurangi dengan pengeluaran atau biaya-biaya yang diperkenankan menurut Undang-Undang Pajak Penghasilan. Dalam Standar Akuntansi Keuangan untuk akuntansi komersial dinyatakan bahwa pada laporan laba rugi, biaya diakui apabila terjadi penurunan manfaat ekonomis pada masa mendatang sehubungan dengan penurunan aset atau peningkatan kewajiban yang dapat diukur dengan modal. Biaya juga diakui dengan mendasarkan pada anilisis hubungan antara biaya yang timbul dan penghasilan tertentu yang diperoleh (Suandy, 2011 : 29). Untuk tujuan perpajakan yaitu atas dasar penerimaan dan pengaruh sosial ekonomi, tidak seluruh biaya dapat dikurangkan terhadap
penghasilan
sehingga
apabila
dibandingkan,
mengakibatkan beberapa komponen biaya menurut akuntansi
20
komersial dapat dilakukan koreksi fiskal sehingga mempengaruhi besarnya nilai penghasilan. Beban-beban yang dapat dikurangkan dari penghasilan bruto bagi wajib pajak dalam negeri dan bentuk usaha tetap dibagi dalam 2 golongan yaitu : 1. Beban atau biaya yang punya masa manfaat tidak lebih dari satu tahun seperti gaji atau upah, biaya administrasi dan bunga, biaya pengolahan limbah yang dibebankan pada tahun yang bersangkutan. 2. Beban atau biaya dengan masa manfaat lebih dari satu tahun seperti aktiva dibebankan melalui penyusutan atau amortisasi. Menurut Pasal 6 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir
dengan
Undang-Undang
Nomor
36
tahun
2008
menyatakan bahwa untuk menghitung besarnya penghasilan kena Pajak Bagi Wajib Pajak Dalam Negeri dan Bentuk Usaha Tetap, ditentukan berdasarkan penghasilan bruto dikurangi biaya untuk mendapatkan, menagih dan memelihara penghasilan, termasuk : 1) Biaya yang secara langsung atau tidak langsung berkaitan dengan kegiatan usaha, antara lain : a. Biaya pembelian bahan baku dan pembantu, barang setengah jadi maupun barang jadi;
21
b. biaya yang berkenaan dengan pekerjaan atau jasa upah, gaji, honorarium, bonus, gratifikasi dan tunjangan yang diberikan dalam bentuk uang; c. Bunga, sewa dan royalti; d. Biaya perjalanan, biaya pengolahan limbah, premi asuransi; e. Biaya promosi dan penjualan yang diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan; f. Biaya
administrasi
dan biaya
pajak kecuali
Pajak
Penghasilan; 2) Penyusutan
atas
pengeluaran
untuk
memperoleh
harta
berwujud dan amortisasi atas pengeluaran untuk memperoleh hak dan atas biaya lain yang memiliki masa manfaat lebih dari 1 (satu) tahun. Sepanjang aset tersebut merupakan objek pajak. 3) Iuran kepada dana pensiun yang pendiriannya telah disahkan oleh Menteri Keuangan. 4) Kerugian karena penjualan atau pengalihan aset yang dimiliki untuk mendapatkan, menagih dan memelihara penghasilan. 5) Kerugian selisih kurs mata uang asing. 6) Biaya
penelitian
dan
dilakukan di Indonesia.
pengembangan
perusahaan
yang
22
7) Biaya beasiswa (pegawai maupun masyarakat umum serta untuk pendidikan di dalam dan luar negeri), magang dan pelatihan. 8) Piutang yang nyata-nyata tidak dapat ditagih dengan syarat : a. Telah dibebankan sebagai biaya dalam laporan laba rugi komersial; b. Wajib pajak harus menyerahkan daftar piutang yang tidak dapat ditagih ke Ditjen Pajak; c. Telah diserahkan perkara penagihannya kepada pengadilan negeri maupun instansi pemerintah terkait; atau ada perjanjian tertulis mengenai pembebasan piutang antara kreditur dan debitur; atau telah dipublikasikan dalam penerbitan umum/khusus; atau adanya pengakuan dari debitur bahwa utangnya telah dihapuskan; d. Syarat sebagaiman dimaksud pada huruf c diatas tidak berlaku untuk penghapusan piutang tak tertagih debitur kecil. 9) Sumbangan dalam rangka penanggulangan bencana nasional yang ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah. 10) Biaya-biaya untuk mendapatkan, menagih dan memelihara penghasilan di bidang usaha pertambangan Minyak dan Gas Bumi.
23
11) Pajak masukan yang tidak dapat dikreditkan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 (8) UU PPN menurut pasal 10 PP 94 tahun 2004 dapat dikurangkan dari penghasilan bruto jika dapat dibuktikan bahwa pajak masukan tersebut telah benar-benar dibayar dan berkenaan dengan objek pajak. 12) Berdasarkan Pasal 11 PP 94 tahun 2010 disebutkan bahwa biaya pengembangan dan pemeliharaan tanaman industri dan ternak dengan umur produksi sekali lebih dari setahun dan telah menjadi bagian dari harga pokok penjualan. Dalam rangka menghindari tumpang-tindih (overlapping) pengaturan pengeluaran untuk mendapatkan nilai penghasilan kena pajak maka pada pasal 9 ayat 1 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 36 tahun 2008 mengatur bahwa untuk menentukan besarnya Penghasilan Kena Pajak bagi Wajib Pajak Dalam Negeri dan Bentuk Usaha Tetap terdapat beberapa pengeluaran yang tidak boleh dikurangkan dari penghasilan bruto yaitu : 1) Pembagian laba dengan nama dan dalam bentuk apapun, seperti deviden, termasuk deviden yang dibayarkan oleh perusahaan asuransi kepada pemegang polis dan pembagian sisa hasil usaha koperasi
24
2) Biaya yang dikeluarkan untuk keperluan pribadi pemegang saham, sekutu dan anggota. Pengeluaran pribadi Wajib Pajak beserta tanggungannya. 3) Pembentukan atau pemupukan dana cadangan, kecuali : a. Cadangan piutang tak tertagih untuk usaha bank dan badan usaha lain yang menyalurkan kredit, sewa guna usaha dengan hak opsi, perusahaan pembiayaa konsumen dan perusahaan anjak piutang; b. Cadangan untuk usaha asuransi termasuk cadangan bantuan sosial yang dibentuk oleh Badan Penyelenggara Jaminan Sosial; c. Cadangan penjaminan untuk Lembaga Penjamin Simpanan; d. Cadangan biaya reklamasi untuk usaha pertambangan; e. Cadangan
biaya
penanaman
kembali
untuk
usaha
kehutanan dan; f. Cadangan biaya penutupan dan pemeliharaan tempat pembuangan limbah industri untuk usaha pengolahan limbah industri. 4) Premi asuransi kesehatan, asuransi kecelakaan, asuransi jiwa, asuransi dwiguna dan asuransi beasiswa yang dibayar oleh Wajib Pajak Orang Pribadi
25
5) Imbalan dalam bentuk natura atau kenikmatan kecuali penyediaan makanan dan minuman bagi pegawai, natura untuk pekerjaan di daerah tertentu dalam rangka menunjang kebijakan pemerintah untuk mendorong pembanguna di daerah tersebut dan pemberian natura sebagai sarana keselamatan kerja seperti pakaian dan peralatan keselamatan kerja, pakaian seragam petugas keamanan dan yang sejenisnya. 6) Jumlah yang melebihi kewajaran yang dibayarkan kepada pemegang saham atau pihak yang memiliki hubungan istimewa. 7) Harta yang dihibahkan, bantuan atau sumbangan dan warisan kecuali zakat atau sumbangan wajib bagi pemeluk agama yang diserahkan kepada lembaga keagamaan yang dibentuk dan disahkan oleh pemerintah. 8) Pajak penghasilan 9) Gaji yang dibayarkan kepada anggota persekutuan, firma atau persekutuan komanditer yang modalnya tidak terbagi atas saham. 10) Sanksi administrasi berupa bunga, denda dan sanksi pidana yang
berkenaan
Perpajakan.
dengan
pelaksanaan
Undang-Undang
26
11) Pajak Masukan atas Barang/Jasa Kena Pajak yang tidak dapat dikreditkan karena faktur pajak tidak memenuhi ketentuan UUPPN.
2.1.5.6. Perbedaan Konsep Penyusutan dan Nilai Persediaan a. Konsep Penyusutan Menurut Manurung (2011:21), dalam akuntansi komersial metode penyusutan yang digunakan terdiri dari : 1. Metode garis lurus yaitu menghasilkan psembebanan yang tetap selama umur manfaat aset jika dinilai residunya tidak berubah; 2. Metode saldo menurun yaitu menghasilkan pembebanan yang menurun selama umur manfaat aset; 3. Metode jumlah unit yaitu menghasilkan pembebanan berdasarkan pada penggunaan atau output yang diharapkan dari suatu aset. Ketentuan perpajakan hanya menetapkan dua metode penyusutan yang diperbolehkan berdasarkan Pasal 11 ayat (6) UUPPh yaitu metode garis lurus dan metode saldo menurun yang
dilaksanakan
secara
dikelompokkan sebagai berikut :
konsisten,
harta
berwujud
27
TABEL 2.2 Kelompok Harta Berwujud, Masa Manfaat dan Tarif Penyusutan
Tarif Penyusutan sebagaimana dimaksud Kelompok Harta Berwujud
Masa Manfaat
Ayat 1 Metode Garis Lurus
Ayat 2 Metode Saldo Menurun
Kelompok 1
4 tahun
25%
50%
Kelompok 2
8 tahun
12,5%
25%
Kelompok 3
16 tahun
6,25%
12,5%
Kelompok 4
20 tahun
5%
10%
Permanen
20 tahun
5%
-
Tidak Permanen
10 tahun
10%
-
I. Bukan bangunan
II. Bangunan
Sumber : UU PPh Nomor 38 tahun 2008 Pasal 11 ayat (6)
Amortisasi atas pengeluaran untuk memperoleh aset tidak berwujud dan pengeluaran lainnya yang mempunyai manfaat lebih dari 1 tahun dilakukan juga dengan memakai 2 metode yaitu metode garis lurus dan metode saldo menurun, dengan pengelompokannya antara lain :
28
TABEL 2.3 Kelompok Harta Tak Berwujud, Masa Manfaat dan Tarif Amortisasi Tarif Amortisasi sebagaimana dimaksud Kelompok Harta Tak Berwujud
Masa Manfaat
Kelompok 1
Metode Garis Lurus
Metode Saldo Menurun
4 tahun
25%
50%
Kelompok 2
8 tahun
12,5%
25%
Kelompok 3
16 tahun
6,25%
12,5%
Kelompok 4
20 tahun
5%
10%
Sumber : UU PPh Nomor 38 tahun 2008 Pasal 11A ayat (2) Penentuan kelompok dan jenis harta, masa manfaat, metode serta tarif agar terdapat keseragaman, kemudahan administrasi dan pengawasan bagi wajib pajak dalam melakukan penyusutan maupun amortisasi.
b. Konsep Nilai Persediaan Dalam pasal 10 Undang-Undang Pajak Penghasilan, persediaan dan pemakaian persediaan untuk menghitung harga pokok dinilai berdasarkan perolehan (cost) yang dilakukan dengan metode rata-rata (average) atau dengan metode mendahulukan persediaan yang diperoleh pertama yang dikenal dengan First In First Out (FIFO). Penggunaan metode tersebut harus dilakukan secara konsisten.
29
Apabila ditinjau secara akuntansi maka ada 3 (tiga) jenis metode yang sering dilakukan untuk menilai persediaan yaitu dengan menggunakan rumus biaya Last In First Out (LIFO) (LIFO), metode rata-rata tertimbang (Weight Average Cost Method) dan metode First In First Out (FIFO).
2.1.5.7. Koreksi Fiskal Koreksi fiskal adalah proses penyesuaian atas laba komersial yang berbeda dengan ketentuan fiskal untuk menghasilkan penghasilan bersih atas laba yang sesuai dengan ketentuan pajak. Perbedaaan-perbedaan antara akuntansi dan fiskal tersebut dapat dikelompokkan menjadi beda tetap atau permanen dan beda waktu atau sementara. Menurut Gunadi pada buku panduan komprehensif pajak penghasilan (2013:138) menyatakan sebagai berikut : Rekonsiliasi fiskal adalah penyesuaian ketentuan menurut pembukuan secara komersial atau akuntansi yang harus disesuaikan menurut ketentuan perpajakan. Secara keseluruhan tujuan dari suatu akuntansi keuanngan adalah melakukan perbandingan yang tetap antara penghasilan dan pengeluaran yang bersangkutan. Oleh karena itu, apabila terdapat perbedaan antara jumlah penghasilan yang dihitung berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan dengan
30
jumlah penghasilan yang dihitung untuk keperluan akunting keuangan, maka menurut ketentuan yang berlaku umum bahwa perhitungan pajak penghasilan pertama-tama didasarkan pada penghasilan yang dibuat untuk tujuan akunting tersebut (Anastasia 2010:07). Koreksi fiskal secara akuntansi tidak memerlukan perlakuan jurnal khusus, karena pada prinsipnya koreksi fiskal tidak mengubah besarnya saldo pada rekening nominal atau rekening riil pada neraca ataupun saldo rugi laba. Menurut
Gunadi
(2013:137),
teknik
rekonsiliasi
fiskal
dilakukan dengan cara sebagai berikut : a. Jika suatu penghasilan diakui menurut akuntansi tetapi tidak diakui
menurut
fiskal,
rekonsiliasi
dilakukan
dengan
mengurangkan sejumlah penghasilan tersebut dari penghasilan menurut akuntansi, yang berarti mengurangi laba menurut akuntansi. b. Jika suatu penghasilan tidak diakui menurut akuntansi tetapi diakui
menurut
fiskal,
rekonsiliasi
dilakukan
dengan
menambahkan sejumlah penghasilan tersebut pada penghasilan menurut akuntansi, yang berarti menambah laba menurut akuntansi.
31
c. Jika suatu biaya atau pengeluaran diakui menurut akuntansi tetapi tidak diakui sebagai pengurang penghasilan bruto menurut
fiskal,
maka
rekonsiliasi
dilakukan
dengan
mengurangkan sejumlah biaya tersebut dari daftar biaya menurut akuntansi, berarti menambah laba menurut akuntansi. d. Jika suatu biaya atau pengeluaran tidak diakui menurut akuntansi tetapi diakui sebagai pengurang penghasilan bruto menurut fiskal, rekonsiliasi dilakukan dengan menambahkan sejumlah biaya tersebut pada daftar biaya menurut akuntansi, berarti mengurangi laba menurut akuntansi. Koreksi fiskal terjadi adanya perbedaan pengakuan secara komersial dan secara fikal yaitu berdasarkan Undang-Undang Perpajakan. Perbedaan tersebut dibagi menjadi 2 (dua) berupa : 1) Beda Tetap Beda tetap atau permanen terjadi karena adanya perbedaan pengakuan terhadap beban dan pendapatan antara pelaporan komersial dan fiskal. Menurut Gunadi (2013:140) menyatakan bahwa : Beda tetap terjadi jika perbedaan laporan keuangan pajak dengan laporan keuangan komersial tidak akan terpulihkan dikemudian hari sehingga juga terjadi perbedaaan laporan fiskal dan laporan komersial total. Perbedaan tersebut disebabkan adanya pendapatan dan biaya tertentu yang diakui pada Surat Pemberitahuan (SPT)
32
tetapi tidak diakui pada laporan keuangan, demikian pula sebaliknya. Hal ini mengakibatkan laba fiskal berbeda dengan laba komersial. Koreksi fiskal terkait dengan beda tetap akan berakhir pada tahun buku yang bersangkutan dan tidak membawa dampak pada tahun-tahun berikutnya (Ilyas, 2011:26). Beda permanen dapat dikempokkan menjadi dua yaitu positif dan negatif. Beda permanen positif terjadi apabila terdapat laba komersial yang tidak diakui oleh ketentuan perpajakan. Sementara beda permanen negatif terjadi apabila terdapat pengeluaran sebagai beban laba komersial yang tidak diakui oleh ketentuan perpajakan. 2) Beda Waktu Beda waktu merupakan perbedaan yang bersifat sementara karena adanya ketidaksamaan waktu pengakuan penghasilan dan biaya antara peraturan perpajakan dengan Standar Akuntansi Keuangan. Beda waktu terjadi karena adanya perbedaan waktu dan metode pengakuan penghasilan dan biaya tertentu menurut akuntansi dengan ketentuan perpajakan. Perbedaan waktu ini mengakibatkan terjadinya pergeseran pengakuan antara satu tahun pajak ke tahun pajak lainnya. Perbedaan waktu terjadi apabila perbedaan antara jumlah
33
laporan keuangan fiskal dan laporan keuangan komersial di kemudian hari dapat dipulihkan kembali ( Gunadi,2013:141).
2.1.5.8. Rekonsiliasi
Laporan
Keuangan
Komersial
Ke
Laporan Keuangan Fiskal Ketentuan perpajakan mempunyai kriteria tertentutentang pengukuran dan pengakuan terhadap unsur-unsur yang umumnya terdapat dalam laporan keuangan. Ukuran tersebut dapat saja kurang sejalan dengan prinsip akuntansi. Solusi antara penerapan standar akuntansi keuangan dengan ketentuan peraturan perundangundangan perpajakan adalah dengan dilakukan suatu rekonsiliasi. Anastasia (2010:142) menuliskan bahwa untuk menyusun rekonsiliasi fiskal antara laporan keuangan komersial dengan laporan keuangan fiskal, urutan penyusunannya dapat dilakukan sebagai berikut : a.
Buat terlebih dahulu daftar penyusunan fiskal sesuai ketentuan peraturan perudang-undangan perpajakan.
b.
Penyusutan fiskal tersebut kemudian dialokasikan sesuai dengan pengalokasian yang dilakukan oleh perusahaan.
c.
Susun rekonsiliasi harga pokok produksi
d.
Susun rekonsiliasi biaya operasional
e.
Susun rekonsiliasi pendapatan dan beban.
34
f.
Susun rekonsiliasi laba rugi, yang dihimpun dari jumlah akhir masing-masing rekonsiliasi sebelumnya. Banyaknya rekonsiliasi yang harus disusun disesuaikan dengan
tipe
perusahaan
dan
laporan
keuangan
perusahaan
yang
bersangkutan.
2.1.6
Pajak Penghasilan (PPh) Badan 2.1.6.1. Komponen Perhitungan Pajak Penghasilan Badan Dalam menghitung Pajak Penghasilan Badan, diperlukan 7 (tujuh) komponen menurut Purwono (2011 : 231) yaitu: a. Penghasilan yang menjadi Objek Pajak, berdasarkan Pasal 4 ayat (1) Undang-Undang PPh No. 36 Tahun 2008, yang menjadi Objek Pajak adalah penghasilan, yang dapat dipakai untuk konsumsi atau untuk menambah kekayaan Wajib Pajak yang bersangkutan, dengan nama dan dalam bentuk apapun. b. Penghasilan
yang
dikecualikan
sebagai
Objek
Pajak.
Pengecualian ini diatur dalam Pasal 4 ayat (3) Undang-Undang PPh No. 36 tahun 2008. c. Penghasilan yang pajaknya dikenakan secara final yaitu penghasilan yang pajaknya telah final atau selesai sesuai dengan Pasal 4 ayat (2) Undang-Undang PPh No. 36 tahun 2008.
35
d. Biaya yang boleh dikurangi dari penghasilan bruto sesuai dengan Pasal 6 Undang-Undang PPh No. 36 tahun 2008. e. Biaya yang tidak boleh dikurangi dari penghasilan bruto sesuai dengan Pasal 9 Undang-Undang PPh No. 36 tahun 2008. f. Biaya yang boleh dibiayakan sebesar 50% berdasarkan Keputusan Dirjen Pajak Nomor KEP-220/PJ/2002 tanggal 18 April 2002. g. Biaya yang menggunakan daftar nominatif sesuai dengan surat edaran Dirjen Pajak No. SE-27/PJ.22/1986.
2.1.6.2. Pengurang Pajak Penghasilan Badan yang Terutang a. PPh Pasal 22 Pajak Penghasilan Pasal 22 adalah salah satu bentuk pemotongan
dan
pemungutan
Pajak
Penghasilan
yang
dilakukan oleh Bendaharawan Pemerintah Pusat atau Daerah, instansi
pemerintah dan lembaga-lembaga
pemerintahan
lainnya, berkenaan dengan pembayaran atas penyerahan barang, dan kegiatan di bidang impor atau kegiatan usaha dibidang usaha lain.
36
b. PPh Pasal 23 Pajak Penghasilan Pasal 23 adalah pajak yang dipotong atas penghasilan yang berasal dari modal, penyajian jasa atau hadiah dan penghargaan selain yang telah dipotong PPh Pasal 21 (Prasetyono, 2012 : 95).
c. PPh Pasal 24 Pajak Penghasilan Pasal 24 atau Objek Pajak Luar Negeri yang dapat dikreditkan adalah penghasilan dari luar negeri, baik sehubungan dengan pekerjaan, jasa, kegiatan maupun penghasilan dari modal (Prasetyono, 2013 : 96). Konsep umum : 1. Pajak yang telah dibayar di luar negeri dapat dikreditkan. 2. Syarat untuk dapat mengkreditkan pajak yang telah dibayar di luar negeri. a) Menyampaikan laporan keuangan dari penghasilan yang berasal dari luar negeri. b) Menyampaikan fotokopi Surat Pemberitahuan Pajak yang disampaikan di luar negeri. c) Menyampaikan dokumen pembayaran pajak luar negeri.
37
3. Kerugian dari usaha yang berasal dari luar negeri maka besarnya kerugian tersebut tidak boleh dikompensasi atau digabung dengan penghasilan yang diterima di Indonesia. 4. Batas maksimum kredit pajak Indonesia menggunakan metode pengkreditan terbatas (Ordinary Credit Method) yang berarti tidak semua PPh terutang atau dibayar di luar negeri dapat dikreditkan.
d. PPh Pasal 25 Pajak Penghasilan Pasal 25 adalah angsuran Pajak Penghasilan yang harus dibayar sendiri oleh Wajib Pajak untuk setiap bulan dalam tahun pajak berjalan (Gunadi,2013:146). Konsep umum : 1. Angsuran pajak penghasilan yang harus dibayar sendiri oleh Wajib Pajak setiap bulan dalam tahun pajak berjalan. 2. Besarnya angsuran pajak dihitung dengan rumus: Pajak Penghasilan terutang menurut SPT tahun lalu dikurangi dengan pajak penghasilan yang telah dipotong dan atau serta pajak penghasilan yang dibayar atau terutang di luar negeri yang boleh dikreditkan sebagaimana yang dimaksud dalam pasal 21, 22, 23 dan 24 kemudian dibagi dengan 12 atau banyaknya bulan dalam tahun pajak.
38
Gambar 2.1 Perhitungan Penghasilan Kena Pajak
Penghasilan Komersial
Objek PPh,
Objek Final, Pasal 4 (2)
Pasal 4 (1)
Bukan Objek PPh, Pasal 4 (3)
Penghasilan Fiskal
Biaya yang dapat dibebankan, Pasal 6
Pemupukan dana cadangan yang dikecualikan, Pasal 9 (1) huruf c
Biaya yang tidak dapat dibebankan, Pasal 9
Laba/ Rugi Fiskal
PAJAK TERHUTANG (Penghasilan Kena Pajak x Tarif PPh Psl 17)
Kredit Pajak
PPh yang dibayar sendiri
PPh 22, PPh 23 dan PPh 24
PPh 25
PPh Kurang Bayar (PPh Pasal 29) / PPh Lebih Bayar (PPh Pasal 28A) Sumber : Data diolah
39
2.1.6.3. Tarif Pajak Penghasilan Wajib Pajak Badan Pasal 31 E Undang-Undang No.36 Tahun 2008 Tentang Pajak Penghasilan, yaitu sebagai berikut : a.
Tarif Pajak untuk tahun pajak 2009 adalah sebesar 28 %
b.
Tarif Pajak untuk tahun pajak 2010, 2011, 2012 dan seterusnya adalah sebesar 25 %
c.
Wajib Pajak badan dalam negeri yang berbentuk perseroan terbuka yang paling sedikit 40% dari jumlah keseluruhan saham yang disetor diperdagangkan di bursa efek di Indonesia dan memenuhi persyaratan tertentu lainnya dapat memperoleh tarif sebesar 5% lebih rendah daripada tarif tersebut yang diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Pemerintah.
d.
Wajib Pajak badan dalam negeri dengan peredaran bruto sampai dengan Rp 50.000.000.000,00 mendapat fasilitas berupa pengurangan tarif sebesar 50% dari tarif tersebut (28% atau 25 %) yang dikenakan atas Penghasilan Kena Pajak dari bagian peredaran bruto sampai dengan Rp 4.800.000.000,00.
e.
Untuk keperluan penerapan tarif pajak, jumlah Penghasilan Kena Pajak dibulatkan ke bawah dalam ribuan rupiah penuh. Penerapan Tarif Pajak PPh Badan untuk tahun pajak 2010, 2011, 2012 dan seterusnya.
40
2.2.
Penelitian Terdahulu Beberapa penelian terdahulu yang berhubungan dengan koreksi fiskal dan Pajak Penghasilan (PPh) Badan dapat dilihat didalam tabel berikut ini : TABEL 2.4 TINJAUAN PENELITIAN TERDAHULU
Nama Peneliti Mindo S. Sianipar (2010)
Dewi Yuniarti
Judul
Rumusan Masalah
Analisis Perhitungan Pajak Penghasilan Badan Pasal 25 Berdasarkan Laba Komersial dengan Laba Fiskal Pada PT. Indograha Nusa Sarana Medan
Apa penyebab terjadinya perbedaan antara laba komersial dengan laba fiskal
Rekonsiliasi Fiskal Atas
Apa perbedaan
Bagaimana menentukan besarnya pajak penghasilan terhutang sesuai UndangUndang perpajakan
Metode Penelitian
Hasil Penelitian
Penelitian Pengakuan Deskriptif pendapatan yang dilakukan telah sesuai dengan prinsip akuntansi maupun undangundang Pajak. Perbedaan antara laba komersial dan laba fiskal disebabkan oleh perbedaan tarif penyusutan menurut akuntansi komersial dengan akuntansi fiskal serta adanya perbedaan pengakuan biaya. Mengakibatkan terjadinya selisih laba setelah rekonsiliasi fiskal sebesar Rp. 37.891.045 Penelitian Perbedaan Deskriptif laporan
41
(2010)
Laporan Keuangan Komersial Untuk Menentukan Pajak Penghasilan (Studi Pada Laporan Keuangan PT. BPR Nusamba Ngunut Tulungagung)
Gindo M. Rekonsiliasi Sigalingging Laporan Keuangan (2012) untuk menghitung Pajak Penghasilan Terutang pada PT. Jamsostek (Persero) Cabang Medan.
pendapatan dan biaya menurut UndangUndang perpajakan dengan SAK Bagaimana rekonsiliasi fiskal atas laporan komersialnya Berapa jumlah pajak penghasilan PT. BPR Nusamba Ngunut Tulungagung
komersial dan laporan fiskal terdapat pada pos-pos sebagai berikut: 1. Sumbangan 2. Biaya seragam 3. Biaya non operasional 4. Selisih pembebanan penghapusan aktiva produktif 5. Bunga tabungan Perbedaan tersebut menyebabkan terjadinya selisih laba sebesar Rp.52.004.023,62 dengan koreksi fiskal ini, dapat diketahui nilai pajak penghasilannya sebesar Rp.251.582.085.
Bagaimanakah Penelitian Secara umum pengaruh Deskriptif perusahaan telah koreksi fiskal melakukan dalam koreksi fiskal menghitung dengan baik. PPh Badan Pengelompokan yang terutang terhadap biaya dan pendapatan yang akan dikoreksi memudahkan koreksi pada akhir tahun,
42
sehingga tidak perlu lagi dihitung mana biaya yang dapat dikurangkan atau yang tidak bisa dikurangkan. Aston L. Situmorang (2012)
Analisis Koreksi Fiskal Untuk Menghitung Besarnya PPh Terutang pada PT.Alamjaya Wirasentosa.
Sumber : Data diolah
Apa yang Penelitian Perbedaan laba menyebabkan Deskriptif pada laporan laba komersial keuangan dalam laporan komersial dan komersial jauh fiskal disebabkan lebih besar adanya sebagian dibanding biaya yang diakui dengan laba oleh ketentuan dalam laporan perpajakan tetapi keuangan tidak diakui oleh fiskal ketentuan akuntansi. Adapun akun biaya-biaya tersebut adalah biaya perjalanan, perbaikan dan pemeliharaan, biaya seragam, biaya representasi dan sumbangan yang tidak ada hubungan langsung dengan kegiatan operasional perusahaan. Maka besarnya pajak penghasilan menjadi lebih rendah sebesar Rp.15.617.551,-
43
2.3.
Kerangka Konseptual Berdasarkan uraian diatas, gambaran menyeluruh tentang rekonsiliasi fiskal atas laporan keuangan komersial dalam menentukan pajak penghasilan terutang yang merupakan kerangka konseptual dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : GAMBAR 2.2 SKEMA KERANGKA KONSEPTUAL
PT. CAHAYA ADIN ABADI
Pendapatan, Beban dan Laba
Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAk) 2007 Laporan Keuangan Fiskal Laporan Keuangan Komersial
Tarif PPh Rekonsiliasi Fiskal Berdasarkan UU PPh No. 36 tahun 2008
PPh Kurang Bayar/ PPh Lebih Bayar Sumber : Data diolah
Kredit Pajak
PPh Badan Terutang