BAB II
TELAAH PUSTAKA
2.1
Belanja Daerah
Permendagri Nomor 13 Tahun 2006 mendefinisikan belanja daerah
sebagai:
pemerintahan yang menjadi kewenangan provinsi atau kabupaten/kota yang terdiri dari urusan wajib, urusan pilihan dan urusan yang penanganannya dalam bidang atau bidang tertentu yang dapat dilaksanakan bersama antara pemerintah dan pemerintah daerah atau antar pemerintah daerah yang ditetapkan dengan ketentuan perundang-undangan
Dari definisi tersebut dapat disimpulkan bahwa belanja daerah digunakan untuk mendukung penyelenggaraan pemerintahan daerahnya masing-masing yang telah ditetapkan dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku. Secara umum belanja daerah dapat dikategorikan ke dalam belanja aparatur dan belanja publik. Belanja aparatur adalah belanja yang dampaknya tidak secara langsung dirasakan oleh masyarakat. Dengan kata lain belanja aparatur merupakan belanja yang tidak terkait secara langsung terhadap pelaksanaan program dan kegiatan. Jenis-jenis belanja aparatur menurut Permendagri Nomor 13 Tahun 2006 yaitu: a. Belanja Pegawai b. Bunga c. Subsidi
10
11
d. Hibah
e. Bantuan Sosial f. Belanja Bagi Hasil
g. Bantuan Keuangan
h. Belanja Tidak Terduga
Belanja publik adalah belanja yang dampaknya secara langsung dirasakan
oleh masyarakat. Belanja publik merupakan belanja yang terkait secara langsung dengan pelaksanaan program dan kegiatan. Jenis-jenis belanja langsung menurut Permendagri Nomor 13 Tahun 2006 yaitu: a. Belanja Pegawai b. Belanja Barang dan Jasa c. Belanja Modal
2.1.2
Belanja Modal Belanja Modal adalah pengeluaran yang dilakukan dalam rangka
pembentukan modal yang sifatnya menambah aset tetap/inventaris yang memberikan manfaat lebih dari satu periode akuntansi, termasuk didalamnya adalah pengeluaran untuk biaya pemeliharaan yang sifatnya mempertahankan atau menambah masa manfaat, meningkatkan kapasitas dan kualitas aset. Aset adalah sumber daya ekonomi yang dikuasai dan/atau dimiliki oleh pemerintah sebagai akibat dari peristiwa masa lalu dan dari mana manfaat ekonomi dan/atau sosial di masa depan diharapkan dapat diperoleh, baik oleh
12
pemerintah maupun masyarakat, serta dapat diukur dalam satuan uang, termasuk sumber daya nonkeuangan yang diperlukan untuk penyediaan jasa bagi
masyarakat umum dan sumber-sumber daya yang dipelihara karena alasan sejarah
dan budaya. Aset tetap adalah aset berwujud yang mempunyai masa manfaat lebih dari 12 (dua belas) bulan untuk digunakan dalam kegiatan pemerintah
atau
dimanfaatkan oleh masyarakat umum Biaya perolehan adalah jumlah kas atau
setara kas yang dibayarkan atau nilai wajar imbalan lain yang diberikan untuk memperoleh suatu aset pada saat perolehan atau konstruksi sampai dengan aset tersebut dalam kondisi dan tempat yang siap untuk dipergunakan. Masa manfaat adalah : Periode suatu aset diharapkan digunakan untuk aktivitas pemerintahan dan/atau pelayanan publik; atau Jumlah produksi atau unit serupa yang diharapkan diperoleh dari aset untuk aktivitas pemerintahan dan/atau pelayanan publik. Aset tetap diklasifikasikan berdasarkan kesamaan dalam sifat atau fungsinya dalam aktivitas operasi entitas. Berikut adalah klasifikasi aset tetap yang digunakan: 1. Tanah; 2. Peralatan dan Mesin; 3. Gedung dan Bangunan; 4. Jalan, Irigasi, dan Jaringan; 5. Aset Tetap Lainnya; dan 6. Konstruksi dalam Pengerjaan.
13
Untuk dapat diakui sebagai aset tetap, suatu aset harus berwujud dan
memenuhi kriteria:
1. Mempunyai masa manfaat lebih dari 12 (dua belas) bulan;
2. Biaya perolehan aset dapat diukur secara andal;
3. Tidak dimaksudkan untuk dijual dalam operasi normal entitas; dan 4. Diperoleh atau dibangun dengan maksud untuk digunakan.
Aset tetap dinilai dengan biaya perolehan. Apabila penilaian aset tetap
dengan menggunakan biaya perolehan tidak memung-kinkan maka nilai aset tetap didasarkan pada nilai wajar pada saat perolehan. Penilaian Awal Aset Tetap Barang berwujud yang memenuhi kualifikasi untuk diakui sebagai suatu aset dan dikelompokkan sebagai aset tetap, pada awalnya harus diukur berdasarkan biaya perolehan. Bila aset tetap diperoleh dengan tanpa nilai, biaya aset tersebut adalah sebesar nilai wajar pada saat aset tersebut diperoleh. Untuk keperluan penyusunan neraca awal suatu entitas, biaya perolehan aset tetap yang digunakan adalah nilai wajar pada saat neraca awal tersebut disusun. Untuk periode selanjutnya setelah tanggal neraca awal, atas perolehan aset tetap baru, suatu entitas menggunakan biaya perolehan atau harga wajar bila biaya perolehan tidak ada.
2.1.3
Belanja Barang dan Jasa Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 21 tahun 2004, belanja barang dan
jasa adalah pengeluran yang dilakukan untuk membiayai keperluan kantor seharihari, pengadaan/penggantian inventoris kantor, langganan daya dan jasa dan lain-
14
lain pengeluaran yang diperlukan untuk membiayai pekerjaan yang bersifat nonfisik dan secara langsung menunjang tugas pokok dan fungsi Kementerian
negara/lembaga.
Perlakuan Akuntansi terhadap belanja barang dapat dikelompokkan menjadi: 1. Belanja Pemeliharaan yang dikeluarkan setelah perolehan aset tetap yang menambah dan memperpanjang masa manfaat dan atau kemungkinan besar
memberi manfaat ekonomik di masa yang akan datang dalam bentuk kapasitas,
mutu
produksi,
atau peningkatan standar kinerja harus
dikapitalisasi ke dalam belanja modal dan masuk ke dalam laporan keuangan sebagai penambahan nilai aset tetap dan diberikan penjelasan di dalam Catatan Atas Laporan Keuangan. 2. Belanja Perjalanan yang dikeluarkan untuk tujuan perolehan aset tetap harus dikapitalisasi ke dalam belanja modal dan masuk ke dalam laporan keuangan sebagai penambahan nilai aset tetap dan diberikan penjelasan di dalam Catatan Atas Laporan Keuangan. 3. Belanja Pengadaan Barang yang memenuhi nilai kapitalisasi aset tetap (KMK.01/2001)dimasukkan kedalam kategori belanja modal yang masuk ke dalam laporan keuangan sebagai penambahan nilai aset tetap dan tidak dapat dikelompokkan kedalam belanja barang.
15
2.1.4
Belanja Pegawai Menurut
Peraturan Pemerintah Nomor
21
tahun
2004,
belanja
pegawai adalah kompensasi baik dalam bentuk uang maupun barang yang
diberikan kepada pegawai pemerintah, baik yang bertugas di dalam maupun di
luar negeri sebagai imbalan atas pekerjaan yang telah dilaksanakan, kecuali pekerjaan yang berkaitan dengan pembentukan modal. Berikut ini merupakan jenis-jenis belanja pegawai :
1. Gaji Induk Gaji induk adalah gaji yang dibayarkan secara rutin bulanan pada satuan kerja. 2. Gaji Non-Gaji Induk 3. Gaji Susulan Gaji susulan adalah gaji seseorang pegawai negeri yang belum dibayarkan untuk satu bulan atau lebih karena pembayaran gajinya tidak dilakukan tepat pada waktu pegawai yang bersangkutan melaksanakan tugas pada suatu tempat. 4. Kekurangan Gaji Kekurangan gaji adalah kekurangan pembayaran gaji seseorang pegawai negeri karena adanya kenaikan besaran komponen gaji (unsur gaji), sedangkan pembayaran gajinya atas dasar kenaikan besaran komponen gaji tersebut tidak dilaksanakan tepat waktunya sesuai dengan berlakunya perubahan besaran komponen penghasilan tersebut.
16
5. Gaji Terusan Gaji terusan adalah gaji yang dibayarkan kepada ahli waris dari pegawai yang
meninggal dunia sebesar gaji terakhir selama empat bulan berturut-turut.
6. Uang Tunggu Uuang tunggu adalah penghasilan yang diberikan kepada pegawai negeri sipil yang diberhentikan dengan hormat dari jabatan negeri.
7. Uang Duka Wafat/Tewas
Uang duka wafat/tewas adalah uang yang diberikan kepada ahli waris Pegawai Negeri yang wafat atau tewas. 8. Persekot Gaji Persekot gaji adalah pinjaman uang tidak berbunga yang diberikan kepada pegawai negeri yang dipindahkan untuk kepentingan dinas. 9. Gaji Ketiga Belas Belanja Pegawai Lainnya adalah kompensasi yang harus dibayarkan kepada pegawai pemerintah berupa honorarium, uang makan, uang lembur, vakasi, dan berbagai pembiayaan kepegawaian lainnya sesuai dengan peraturan yang berlaku, termasuk pegawai di lingkungan Kementerian Negara/Lembaga yang dialihkan ke daerah dan kantor-kantor di lingkungan Kementerian Negara/Lembaga yang dilikuidasi. Berbeda dengan pembayaran gaji dan tunjangan yang melekat pada gaji, belanja pegawai lainnya baru dapat dibayarkan paling cepat pada awal bulan berikutnya setelah pegawai yang bersangkutan selesai melaksanakan pekerjaannya. Rincian pembayaran dimuat dalam sebuah
17
daftar permintaan pembayaran. Pembayaran belanja pegawai lainnya hanya dapat dibayarkan maksimum sebesar pagu yang tercantum dalam DIPA.
2.2
Kinerja Sektor Publik
Michael Armstrong (1998:15) yang dikutip dari Irham Fahmi (2010:2)
mendefinisikan kinerja sebagai: pekerjaan yang mempunyai hubungan kuat
dengan tujuan strategis organisasi, kepuasan konsumen dan memberikan
Bastian (2001:329) menyatakan bahwa kinerja adalah gambaran mengenai tingkat pencapaian pelaksanaan suatu kegiatan/program/kebijaksanaan dalam mewujudkan sasaran, tujuan, misi dan visi organisasi yang terutang dalam perumusan skema strategis (startegic planning) suatu organisasi. Dari pengertian-pengertian tersebut, dapat ditarik kesimpulan bahwa kinerja sektor publik merupakan pencapaian atau prestasi organisasi sektor publik berkenaan dengan kegiatan/program/kebijaksanaan dalam mewujudkan sasaran, tujuan, misi dan visi organisasi sektor publik, untuk kepuasan masyarakat.
2.2.1
Pengukuran Kinerja Sektor Publik Mardiasmo (2009:121) menyatakan bahwa sistem pengukuran kinerja
sektor publik adalah sistem yang bertujuan untuk membantu manajer publik menilai pencapaian suatu strategi melalui alat ukur finansial dan nonfinansial.
18
Larry D. Stout (1993) dalam
yang
dikutip dari Bastian (2005:275), menyatakan bahwa pengukuran/penilaian kinerja
merupakan proses mencatat dan mengukur pencapaian pelaksanaan kegiatan
dalam arah pencapaian misi (mission accomplishment) melalui hasil-hasil yang
ditampilkan berupa produk, jasa, ataupun suatu proses.
Fahmi (2010:65) menyatakan penilaian kinerja adalah suatu penilaian
dilakukan kepada pihak manajemen perusahaan baik pada karyawan maupun yang
manajer yang selama ini telah melakukan pekerjaannya. Dari pengertian-pengertian tersebut, dapat ditarik kesimpulan bahwa pengukuran kinerja sektor publik adalah proses mencatat dan mengukur pencapaian pelaksanaan kegiatan organisasi publik kepada pihak manajemen publik baik pada para pegawai maupun pada pimpinan yang selama ini telah melakukan tugasnya.
2.2.2
Tujuan Pengukuran Kinerja Sektor Publik Kegiatan dan program instansi pemerintah seharusnya dapat diukur dan
dievaluasi. Ini berarti bahwa tujuan dilakukan pengukuran kinerja sektor publik adalah untuk: a.
Mengetahui tingkat ketercapaian tujuan organisasi
b.
Menyediakan sarana pembelanjaan pegawai
c.
Memperbaiki kinerja periode berikutnya
d.
Memberikan pertimbangan yang sistematik dalam pembuatan keputusan pemberian reward dan punishment
19
e. f.
Memotivasi pegawai
Menciptakan akuntabilitas publik
2.2.3
Aspek yang Diukur Dalam Pengukuran Kinerja Sektor Publik Bastian (2005:276) menyatakan beberapa aspek dalam pengukuran kinerja
sebagai berikut: ialah
a. Aspek Finansial
Aspek finansial ini sangat penting diperhatikan dalam pengukuran kinerja. Aspek finansial meliputi anggaran atau cash flow. b. Kepuasan Pelanggan Dalam globalisasi perdagangan, peran dan posisi pelanggan sangat krusial dalam penentuan strategi perusahaan.
Untuk itu,
manajemen perlu
memperoleh informasi yang relevan mengenai tingkat kepuasan pelanggan. c. Operasi dan Bisnis Internal Informasi operasi bisnis internal diperlukan untuk memastikan bahwa seluruh kegiatan organisasi untuk mencapai tujuan dan sasaran organisasi yang tercantum dalam rencana strategis. d. Kepuasan Pegawai Pegawai merupakan suatu aset yang perlu diperhatikan dengan baik dalam sebuah organisasi. Dalam perusahaan yang banyak melakukan inovasi, peran strategis pegawai sungguh sangat nyata. Begitu pula halnya dengan pentingnya pengelolaan di sebuah instansi pemerintah, apabila tidak
20
diperhatikan dengan baik maka tidak menutup kemungkinan akan terjadi disclaimer di instansi tersebut.
e. Kepuasan Komunitas dan Shareholders/Stakeholders
artinya kegiatan instansi
pemerintah berinteraksi dengan berbagai pihak yang menaruh kepentingan terhadap keberadaannya. Untuk itu informasi dari pengukuran kinerja perlu didesain untuk mengakomodasi kepuasan dari para stakeholders.
f. Waktu Ukuran waktu juga merupakan variabel yang perlu diperhatikan dalam desain pengukuran kinerja, sehingga informasi yang dibutuhkan diharapkan relevan serta tidak kadaluwarsa. Agar pengukuran kinerja dapat dilaksanakan dengan baik, perlu diperhatikan hal-hal sebagai berikut: 1. Membuat suatu komitmen untuk mengukur kinerja dan memulainya dengan segera. Hal yang perlu dilakukan oleh instansi adalah sesegera mungkin memulai upaya pengukuran kinerja dan tidak perlu mengharap pengukuran kinerja langsung sempurna. Nantinya, perbaikan atas pengukuran kinerja yang telah disusun akan dilakukan. 2. Perlakuan pengukuran kinerja sebagai suatu proses yang berkelanjutan (ongoing process)
21
Pengukuran kinerja merupakan suatu proses yang bersifat interaktif. Proses ini merupakan suatu cerminan dari upaya organisasi untuk selalu berupaya
memperbaiki kinerja.
3. Sesuaikan proses pengukuran kinerja dengan organisasi Organisasi harus menetapkan ukuran kinerja yang sesuai dengan besarnya organisasi, budaya, visi, tujuan, sasaran dan struktur organisasi.
2.2.4
Teknologi Pengukuran Kinerja
A. Balanced Score Card Balanced Score Card merupakan konsep manajemen kinerja kontemporer yang mulai banyak diaplikasikan pada organisasi sektor publik, termasuk organisasi pemerintahan. Hardiyanto (2005) mengemukakan bahwa Balanced Score Card merupakan sistem manajemen strategis yang diturunkan dari visi dan strategi serta merefleksikan aspek-aspek terpenting dalam suatu bisnis. Adapun menurut Fahmi (2010:209) Balanced Score Card merupakan suatu konsep yang bertujuan untuk mendukung perwujudan visi, misi, dan strategi perusahaan dengan menekankan pada empat kajian yaitu perspektif keuangan (financial), pelanggan (customer), bisnis internal (internal business), serta pembelajaran dan pertumbuhan (learning and growth) dengan target bersifat jangka panjang.
22
Gambar 2.1
Penilaian Kinerja dengan Balanced Score Card Perspektif/Faktor yang Dinilai Perspektif Costumer
Misi atau Visi Costumer yang puas
Perspektif Bisnis Internal
Perspektif Pembelajaran dan
Personel yang produktif dan berkomitmen
Pertumbuhan
Perspektif Keuangan
Berkemampuan menghasilkan financial returns yang memadai
Sumber: Bastian (2005:279) 1. Perspektif Finansial Memberikan penilaian terhadap target keuangan yang dicapai oleh organisasi dalam mewujudkan visinya. Perspektif ini digunakan oleh shareholder dalam rangka melakukan penilaian kinerja organisasi. 2. Perspektif Pelanggan Memberikan penilaian terhadap segmen pasar yang dituju dan tuntutan pelanggan/masyarakat beserta tuntutan kebutuhan yang dilayani oleh
23
organisasi dalam upaya untuk mencapai target keuangan tertentu. Dengan kata lain organisasi harus memperhatikan segala kepentingan pelanggan atau
masyarakat.
3. Perspektif Bisnis Internal Perspektif bisnis internal adalah serangkaian aktivitas yang ada dalam organisasi untuk menciptakan produk/jasa dalam rangka memenuhi harapan pelanggan/masyarakat. Perspektif ini menjelaskan proses bisnis yang dikelola
untuk
memberikan
layanan
dan
nilai-nilai
pada
stakeholder
dan
pelanggan/masyarakat. 4. Perspektif Pembelajaran dan Pertumbuhan Memberikan penilaian yang merupakan pemacu untuk membangun kompetisi personel, prasarana sistem informasi, dan suasana lingkungan kerja yang diperlukan untuk mewujudkan target keuangan, pelanggan, dan proses bisnis internal
B. Value For Money Value For Money merupakan tolak ukur dalam anggaran belanja suatu organisasi, baik organisasi yang berorientasi laba (swasta) maupun organisasi nonprofit (sektor publik) yang meliputi penilaian efisiensi, efektifitas, dan ekonomis (Bastian, 2005:279). Pengertian efisiensi berhubungan erat dengan konsep produktivitas. Pengukuran efisiensi dilakukan dengan menggunakan perbandingan antara output yang dihasilkan terhadap input yang digunakan. Proses kegiatan operasional dapat
24
dikatakan efisien apabila suatu produk atau hasil kerja tertentu dapat dicapai dengan penggunaan sumber daya dan dana yang serendah-rendahnya (spending
well).
Pengertian efektifitas pada dasarnya berhubungan dengan pencapaian
tujuan atau target kebijakan (hasil guna). Efektifitas merupakan hubungan antara keluaran dengan tujuan atau sasaran yang harus dicapai. Kegiatan operasional dikatakan efektif apabila proses kegiatan mencapai tujuan dan sasaran akhir
kebijakan (spending wisely). Ekonomi adalah hubungan antara pasar dan masukan (cost of input). Dengan kata lain, ekonomi adalah praktik pembelian barang dan jasa input dengan tingkat kualitas tertentu pada harga terbaik yang dimungkinkan (spending less). Pengertian ekonomi (hemat/tepat guna) sering disebut kehematan yang mencakup juga pengelolaan secara hati-hati atau cermat dan tidak ada pemborosan. Suatu kegiatan operasional dikatakan ekonomis bila dapat menghilangkan atau mengurangi biaya yang tidak perlu.
25
Gambar 2.2
Pengukuran Value For Money
Pengukuran Value For Money
NILAI INPUT (Rp)
INPUT
EKONOMI (hemat)
PROSES
OUTPUT
EFISIENSI (berdaya guna)
OUTCOME
EFEKTIFITAS (berhasil guna)
Cost-Effectiveness
Sumber: Mardiasmo (2009:132)
TUJUAN
26
Masukan (Input) merupakan sumber daya yang digunakan untuk
pelaksanaan suatu kebijakan, program, dan aktivitas; Keluaran (Output) merupakan hasil yang dicapai dari suatu program,
aktivitas, dan kebijakan; dan
Hasil (Outcome) merupakan dampak yang ditimbulkan dari suatu
aktivitas tertentu.
Mardiasmo (2005:133) mengungkapkan ada enam langkah yang perlu dilakukan dalam pengukuran kinerja Value For Money, yaitu: a.
Pengukuran Ekonomi Pengukuran efektifitas hanya memperhatikan keluaran yang didapat, sedangkan pengukuran ekonomi hanya mempertimbangkan masukan yang dipergunakan. Ekonomi merupakan ukuran relatif.
b.
Pengukuran Efisiensi Efisiensi diukur dengan rasio antara output dengan input. Semakin besar output dibanding input, maka semakin tinggi tingkat efisiensi suatu organisasi.
c.
Pengukuran Efektifitas Efektifitas adalah ukuran berhasil tidaknya suatu organisasi mencapai tujuannya. Hal terpenting yang perlu dicatat adalah bahwa efektifitas tidak menyatakan tentang berapa besar biaya yang telah dikeluarkan untuk mencapai tujuan suatu organisasi. Efektifitas hanya melihat apakah suatu
27
program atau kegiatan telah mencapai tujuan yang telah ditetapkan atau
belum.
d. Pengukuran Outcome
Pengukuran outcome memiliki dua peran, yaitu peran retrospektif dan
prospektif. Peran retrospektif terkait dengan penilaian kinerja masa lalu, sedangkan peran prospektif terkait dengan perencanaan kinerja di masa yang akan datang. Sebagai peran prospektif, pengukuran outcome digunakan untuk
mengarahkan keputusan alokasi sumber daya publik. Analisis retrospektif memberikan bukti terhadap praktik yang baik (good management). e.
Estimasi Indikator Kinerja Suatu unit organisasi perlu melakukan estimasi untuk menentukan target kinerja yang ingin dicapai pada periode mendatang. Penentuan target tersebut didasarkan pada perkembangan cakupan pelayanan atau indikator kinerja.
f.
Pertimbangan dalam Membuat Indikator Kinerja Langkah petama dalam membuat indikator kinerja ekonomi, efisiensi, dan Efektifitas adalah memahami operasi dengan menganalisis kegiatan dan program yang akan dilaksanakan. Secara garis besar ada dua jenis kebijakan yaitu input dan proses yang mempunyai tujuan untuk mengatur alokasi sumber daya input untuk dikonversi menjadi output melalui satu atau beberapa proses konversi atau operasi. Hasil kebijakan ada tiga jenis, yaitu: keluaran (output), akibat (tujuan fungsional) dan dampak (outcome/tujuan akhir), dan distribusi manfaat. Keluaran yang diproduksi diharapkan akan memberikan sejumlah akibat dan dampak positif terhadap tujuan program.
28
Perlu dipahami bahwa pada dasarnya terdapat beberapa metoda dalam
penilaian kinerja Value For Money. Dalam hal ini tidak ada metoda tunggal yang
paling benar, tetapi terdapat beberapa alternatif pendekatan dalam penilaian
kinerja. Tetapi meskipun terdapat perbedaan cara menilai, secara umum hasil penilaian tersebut tidak akan jauh berbeda jika metoda yang digunakan sistematis
dan logis.
Penilaian Kinerja Value For Money: Tabel 2.1 Penilaian Kinerja Value For Money KRITERIA KINERJA VALUE FOR MONEY EKONOMI =
x 100%
EFISIENSI = x
100%
EFEKTIFITAS = x
100%
Sumber: Mahmudi (2010:111)
NILAI KINERJA
KETERANGAN
Nilai Kinerja Ekonomi > 100% 85 s.d. 100% 65 s.d. 84% < 65%
Ekonomis Cukup Ekonomis Kurang Ekonomis Tidak Ekonomi
Nilai Kinerja Ekonomi > 100% 100% 90 s.d. 99% < 90%
Sangat Efisien Efisien Cukup Efisien Tidak Efisien
Nilai Kinerja Ekonomi 85 s.d. 99% 65 s.d. 84%
Efektif Cukup Efektif Kurang Efektif Tidak Efektif
29
Tabel 2.2
Contoh kertas kerja Penilaian Kinerja Tanpa Pembobotan
Indikator Kinerja 1 INPUT Anggaran SDM Sarana Prasarana OUTPUT Panjang jalan diaspal Ketebalan aspal
Satuan 2 Rp Org Unit
Target Kinerja (Rencana) 3
Capaian Kinerja (Realisasi) 4
Rp 1 M 10 orang 2 Unit alat berat 1 Unit truk
Rp 950.000.000 10 orang 2 Unit alat berat 1 Unit truk
Nilai Kinerja
Keterangan
5
6
105% 100% 100% 100% Rerata: 101,25%
Km
10 Km
10 Km
100%
Cm
10 Cm
10 Cm
100%
Ekonomis
Efisien
Rerata: 100% OUTCOME Kelancara n Lalu Lintas pada ruas jalan diaspal
Menit/ Ruas
15menit/Ruas Jalan diaspal
Kenyaman an Jalan
Jml Kompl ain
0 (tidak komplain)
Angka Kecelakaa n pada ruas jalan diaspal
Jumlah Kecela kaan/ta hun
3 kasus/tahun
ada
20 menit/Ruas Jalan Diaspal
75%
0
100%
5 kasus/tahun
60%
Rerata: 67,5% Total: 89,58%
Nilai Akhir
Kurang Efektif
Berhasil
Sumber: Mahmudi (2010:110)
Untuk menentukan nilai akhir dihitung dengan cara sebagai berikut: Nilai akhir:
30
Hasil dari Nilai Akhir tersebut akan digunakan sebagai dasar dalam
menentukan Nilai Keberhasilan Kegiatan. Adapun Nilai Keberhasilan Kegiatan
ditentukan sebagai berikut:
Tabel 2.3
Nilai Keberhasilan Kegiatan
Nilai Akhir
Keterangan : Sangat Berhasil : Berhasil 85 s.d. 99 : Cukup Berhasil 65 s.d. 84 : Kurang Berhasil 50 s.d. 64 : Tidak Berhasil < 50 (Gagal) Sumber: Mahmudi (2010:110)
2.3 Konsep Pelayanan Publik 2.3.1
Pengertian Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor 63 Tahun
2003 mendefinisikan pelayanan umum sebagai:
Pusat, di Daerah, dan di lingkungan Badan Usaha Milik Negara atau Badan Usaha Milik Daerah dalam bentuk barang dan atau jasa, baik dalam rangka upaya pemenuhan kebutuhan masyarakat maupun dalam rangka pelaksanaan ketentuan peraturan perundang- !"#!$%& Mahmudi (2010:223) mengatakan pelayanan publik adalah segala kegiatan pelayanan yang dilaksanakan oleh penyelenggara pelayanan publik sebagai upaya pemenuhan kebutuhan publik dan pelaksanaan ketentuan peraturan perundang-undangan.
31
Mengikuti
pengertian-pengertian
tersebut,
pelayanan
publik
atau
pelayanan umum dapat didefinisikan sebagai segala bentuk jasa pelayanan, baik
dalam bentuk barang publik maupun jasa publik yang pada prinsipnya menjadi
tanggung jawab dan dilaksanakan oleh Instansi Pemerintah di Pusat, di Daerah,
dan lingkungan Badan Usaha Milik Negara atau Badan Usaha Milik Daerah, rangka upaya pemenuhan kebutuhan masyarakat maupun dalam rangka dalam pemenuhan kebutuhan masyarakat maupun dalam rangka pelaksanaan upaya
ketentuan peraturan perundang-undangan.
2.3.2
Asas Pelayanan Publik Untuk dapat memberikan pelayanan yang memuaskan bagi pengguna jasa,
penyelenggaraan pelayanan harus memenuhi asas-asas pelayanan sebagai berikut (Keputusan MENPAN Nomor 63 Tahun 2004): a.
Transparansi Bersifat terbuka, mudah dan dapat diakses oleh semua pihak yang membutuhkan dan disediakan secara memadai serta mudah dimengerti.
b.
Akuntabilitas Dapat dipertanggungjawabkan sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan.
c.
Kondisional Sesuai dengan kondisi dan kemampuan pemberi dan penerima pelayanan dengan tetap berpegang pada prinsip efisiensi dan efektifitas.
32
d.
Partisipatif
Mendorong peran serta masyarakat dalam penyelenggaraan pelayanan publik
dengan memperhatikan aspirasi, kebutuhan dan harapan masyarakat.
e.
Kesamaan Hak Tidak diskriminatif dalam arti tidak membedakan suku, ras, agama,
golongan, gender dan status ekonomi.
f. Keseimbangan Hak dan Kewajiban
Pemberi dan penerima pelayanan publik harus memenuhi hak dan kewajiban masing-masing pihak.
2.3.3
Prinsip Pelayanan Publik Keputusan MENPAN Nomor 63 Tahun 2003 disebutkan bahwa
penyelenggaraan pelayanan harus memenuhi beberapa prinsip sebagai berikut: a.
Kesederhanaan Prosedur pelayanan publik tidak berbelit-belit, mudah dipahami dan mudah dilaksanakan.
b.
Kejelasan Persyaratan teknis dan administratif pelayanan publik Unit kerja/pejabat yang berwenang dan bertanggungjawab dalam memberikan pelayanan dan penyelesaian keluhan/persoalan/sengketa dalam pelaksanaan pelayanan publik Rincian biaya pelayanan publik dan tata cara pembayaran
33
c.
Kepastian Waktu
Pelaksanaan pelayanan publik dapat diselesaikan dalam kurun waktu yang
telah ditentukan.
d.
Akurasi Produk pelayanan publik diterima dengan benar, tepat, dan sah.
e. Keamanan Proses dan produk pelayanan publik memberikan rasa aman dan kepastian
hukum. f.
Tanggung Jawab Pimpinan penyelenggara pelayanan publik atau pejabat yang ditunjuk bertanggungjawab atas penyelenggaraan pelayanan dan penyelesaian keluhan/persoalan dalam pelaksanaan pelayanan publik.
g.
Kelengkapan Sarana dan Prasarana Tersedianya sarana dan prasarana kerja, peralatan kerja dan pendukung lainnya yang memadai termasuk penyediaan sarana teknologi telekomunikasi dan informatika (telematika).
h.
Kemudahan Akses Tempat dan lokasi serta sarana pelayanan yang memadai, mudah dijangkau oleh masyarakat, dan dapat memanfaatkan teknologi telekomunikasi dan informatika.
i.
Kedisiplinan, Kesopanan dan Keramahan Pemberian pelayanan harus bersikap disiplin, sopan dan santun, ramah, serta memberikan pelayanan dengan ikhlas.
34
j.
Kenyamanan
Lingkungan pelayanan harus tertib, teratur, disediakan ruang tunggu yang
nyaman, bersih, rapi, lingkungan yang indah dan sehat serta dilengkapi
dengan fasilitas pendukung pelayanan, seperti parkir, toilet, tempat ibadah dan lain-lain.
2.3.4
Standar Pelayanan Publik Setiap bentuk pelayanan harus memiliki standar yang baku, agar dapat
mengurangi terjadinya kesalahan dalam pelaksanaannya. Menurut Keputusan MENPAN Nomor 63 Tahun 2004, standar pelayanan sekurang-kurangnya meliputi: a.
Prosedur Pelayanan Prosedur pelayanan yang dibakukan bagi pemberi dan penerima pelayanan termasuk pengaduan.
b.
Waktu Penyelesaian Waktu penyelesaian yang ditetapkan sejak saat pengajuan permohonan sampai dengan penyelesaian pelayanan termasuk pengaduan.
c.
Biaya Pelayanan Biaya/tarif pelayanan termasuk rinciannya yang ditetapkan dalam proses pemberian pelayanan.
35
d.
Produk Pelayanan
Hasil pelayanan yang akan diterima sesuai dengan ketentuan yang telah
ditetapkan.
e.
Sarana dan Prasarana Penyediaan
sarana
dan
prasarana
pelayanan
yang
memadai
oleh
penyelenggara pelayanan publik.
f. Kompetensi Petugas Pemberi Pelayanan
Kompetensi petugas pemberi pelayanan harus ditetapkan dengan tepat berdasarkan pengetahuan, keahlian, keterampilan, sikap, dan perilaku yang dibutuhkan.
2.4
Kualitas Pelayanan
2.4.1
Pengertian Fandi Tjiptono (1995) mengatakan kualitas merupakan suatu kondisi
dinamis yang berhubungan dengan produk, jasa, manusia, proses dan lingkungan yang memenuhi atau melebihi harapan. Dengan kata lain, ketika pelanggan telah menerima pelayanan, pelanggan akan membandingkan antara pelayanan yang diharapkan dengan pelayanan yang diterima. Apabila pelayanan yang diberikan berada di bawah yang diharapkan, maka pelanggan akan tidak puas dan kehilangan kepercayaannya atas penyedia pelayanan tersebut. Sebaliknya apabila pelayanan yang diberikan sesuai atau lebih tinggi dari harapan, pelanggan akan merasa puas. Jadi pada intinya penyedia
36
pelayanan harus menyesuaikan atau melebihi harapan pelanggan dalam menyediakan pelayanan terhadap pelanggan.
Perhitungan Kualitas Pelayanan Kesehatan:
Harapan = Bobot Tertinggi x Jumlah Responden x Jumlah Pertanyaan
Kualitas Pelayanan Publik = (Total Skor Persepsi/Harapan) x 100%
2.5
Dimensi Untuk menilai kualitas pelayanan yang telah diberikan oleh pemerintah,
harus ada kriteria yang menunjukkan apakah suatu pelayanan publik yang diberikan itu baik atau buruk. Menurut Parasuraman, Zeithaml dan Berry (1998) yang dikutip dari Noverna (2010:24), terdapat lima dimensi pokok kualitas pelayanan, yaitu: 1. Reliabilitas (Reliability), berkaitan dengan kemampuan perusahaan untuk memberikan layanan yang akurat sejak pertama kali tanpa membuat kesalahan apapun dan menyampaikan jasanya sesuai dengan waktu yang disepakati. 2. Daya tanggap (Responsiveness), berkenaan dengan kesediaan dan kemampuan para karyawan untuk membantu para pelanggan dan merespons permintaan mereka, serta menginformasikan kapan jasa akan diberikan dan kemudian memberikan secara cepat. 3. Jaminan (Assurance), yakni perilaku para karyawan mampu menumbuhkan kepercayaan
pelanggan
terhadap
perusahaan
dan
perusahaan
bisa
menciptakan rasa aman bagi para pelanggannya. Jaminan juga berarti bahwa para karyawan selalu bersikap sopan dan menguasai pengetahuan dan
37
keterampilan yang dibutuhkan untuk menangani setiap pertanyaan atau
masalah pelanggan.
4. Empati (Emphaty), berarti perusahaan memahami msalah para pelanggannya
dan bertindak demi kepentingan pelanggan, serta memberikan perhatian
personal kepada para pelanggan dan memiliki jam operasi yang nyaman. 5. Bukti fisik (Tangible), berkenaan dengan daya tarik fasilitas fisik, perlengkapan dan material yang digunakan perusahaan, serta penampilan
karyawan.
2.6
Mutu Pelayanan Kesehatan
2.6.1
Pengertian Beberapa definisi mutu pelayanan kesehatan adalah sebagai berikut:
1.
Mutu pelayanan kesehatan adalah pelayanan kesehatan yang dapat memuaskan setiap pemakai jasa pelayanan kesehatan yang sesuai dengan tingkat kepuasaan rata-rata serata penyelenggaraannya sesuai dengan standart dan kode etik profesi (Azrul Azwar, 1996).
2.
Memenuhi dan melebihi kebutuhan serta harapan pelanggan melalui peningkatan yang berkelanjutan atas seluruh proses. Pelanggan meliputu, pasien, keluarga, dan lainnya yang datang untuk pelayanan dokter, karyawan (Mary R. Zimmerman).
3.
Pengertian mutu pelayanan kesehatan (Wijono, 1999) adalah :
a. Penampilan yang sesuai atau pantas (yang berhubungan dengan standart) dari suatu intervensi yang diketahui aman, yang dapat memberikan hasil
38
kepada masyarakat yang bersangkutan dan yang telah mempunyai
kemampuan untuk menghasilkanpada kematian, kesakitan, ketidak mampuan dan kekurangan gizi (Roemer dan Aquilar, WHO, 1988).
b. Donabedian, 1980 cit. Wijono, 1999 menyebutkan bahwa kualitas
pelayanan adalah suatu pelayanan yang diharapkan untuk memaksimalkan
suatu ukuran yang inklusif dari kesejahteraan klien sesudah itu dihitung
keseimbangan antara keuntungan yang diraih dan kerugian yang semua itu merupakan penyelesaian proses atau hasil dari pelayanan diseluruh bagian.
c. Secara umum pengertian mutu pelayanan kesehatan adalah derajat kesempurnaan pelayanan kesehatan yang sesuai standar profesi dan standar pelayanan dengan menggunakan potensi sumber daya yang tersedia di rumah sakit atau puskesmas secara wajar, efisien, dan efektif serta diberikan secara aman dan memuaskan sesuai norma, etika, hukum, dan sosial budaya dengan memperhatikan keterbatasan dan kemampuan pemerintah, serta masyarakat konsumen.
Jadi yang dimaksud dengan mutu pelayanan kesehatan adalah menunjuk pada tingkat kesempurnaan pelayanan kesehatan dalam menimbulkan rasa puas pada diri setiap pasien. Makin sempurna kepuasan tersebut, makin baik pula mutu pelayanan kesehatan. Sekalipun pengertian mutu yang terkait dengan kepuasan ini telah diterima secara luas, namun penerapannya tidaklah semudah yang diperkirakan. Masalah pokok yang ditemukan ialah karena kepuasan tersebut bersifat subyektif. Tiap orang, tergantung dari latar belakang yang dimiliki, dapat
39
saja memiliki tingkat kepuasan yang berbeda untuk satu mutu pelayanan kesehatan yang sama. Di samping itu, sering pula ditemukan pelayanan kesehatan
yang sekalipun dinilai telah memuaskan pasien, namun ketika ditinjau dari kode
etik serta standar pelayanan profesi, kinerjanya tetap tidak terpenuhi.
2.6.2
Batasan Mutu Pelayanan Kesehatan Untuk mengatasi masalah dalam perbedaan tingkat kepuasaan setiap
orang dalam menerima pelayanan kesehatan, maka telah disepakati bahwa pembahasan tentang kepuasan pasien yang dikaitkan dengan mutu pelayanan kesehatan mengenal paling tidak dua pembatasan, yaitu: 1. Pembatasan pada derajat kepuasan pasien Pembatasan pertama yang telah disepakati adalah pada derajat kepuasan pasien. Untuk menghindari adanya subjektivitas individual yang dapat mempersulit pelaksanan program meenjaga mutu, maka ditetapkan bahwa ukuran yang dipakai untuk mengukur kepuasan disini bersifat umum yakni sesuai dengan tingkat kepuasan rata-rata penduduk. 2. Pembatasan pada upaya yang dilakukan Pembatasan kedua yang telah disepakati pada upaya yang dilakukan dalam menimbulakan rasa puas pada diri setiap pasien. Untuk melindungi kepentingan pemakai jasa pelayanan kesehatan, yang pada umumnya awam terhadap tindakan kedokteran, ditetapkanlah upaya yang dilakukan tersebut harus sesuai dengan kode etik serta standar pelayanan profesi, bukanlah
40
pelayanan kesehatan yang bermutu. Dengan kata lain dalam pengetian mutu pelayanan
kesehatan
tercakup
pula
kesempurnaan
tata
cara
penyelenggaraannya sesuai dengan kode etik serta standar pelayanan professi
yang telah ditetapkannya.
2.6.3
Syarat Pokok Pelayanan Kesehatan
Syarat pokok pelayanan kesehatan yang dimaksud (Azwar, 1996) adalah :
1. Tersedia dan berkesinambungan Syarat pokok pertama pelayanan kesehatan yang baik adalah pelayanan tersebut
harus
tersedia
di
masyarakat
(available)
serta
bersifat
berkesinambungan (continuous). Artinya semua jenis pelayanan kesehatan yang dibutuhkan oleh masyarakat dan mudah dicapai oleh masyarakat. 2. Dapat diterima dan wajar Syarat pokok kedua pelayanan kesehatan yang baik adalah apa yang dapat diterima (acceptable) oleh masyarakat serta bersifat wajar (appropriate). Artinya pelayanan kesehatan tersebut tidak bertentangan dengan adat istiadat, kebudayaan, keyakinan, kepercayaan masyarakat dan bersifat wajar. 3. Mudah dicapai Syarat pokok ketiga pelayanan kesehatan yang baik adalah yang mudah dicapai (accessible) oleh masyarakat. Pengertian ketercapaian yang dimaksud disini terutama dari sudut lokasi. Dengan demikian untuk mewujudkan
41
pelayanan kesehatan yang baik, maka pengaturan sarana kesehatan menjadi
sangat penting.
4. Mudah dijangkau
Syarat pokok pelayanan kesehatan yang ke empat adalah mudah dijangkau
(affordable) oleh masyarakat. Pengertian keterjangkauan di sini terutama dari sudut biaya. Pengertian keterjangkauan di sini terutama dari sudut jarak dan biaya. Untuk mewujudkan keadaan seperti ini harus dapat diupayakan
pendekatan sarana pelayanan kesehatan dan biaya kesehatan diharapkan sesuai dengan kemampuan ekonomi masyarakat. 5. Bermutu Syarat pokok pelayanan kesehatan yang kelima adalah yang bermutu (quality). Pengertian mutu yang dimaksud adalah yang menunjuk pada tingkat kesempurnaan pelayanan kesehatan yang diselenggarakan, yang disatu pihak dapat memuaskan para pemakai jasa pelayanan, dan pihak lain tata cara penyelenggaraannya sesuai dengan kode etik serta standar yang telah ditetapkan.
2.7
Kerangka Pemikiran Belanja Modal adalah pengeluaran yang dilakukan dalam rangka
pembentukan modal yang sifatnya menambah aset tetap/inventaris yang memberikan manfaat lebih dari satu periode akuntansi, termasuk didalamnya adalah pengeluaran untuk biaya pemeliharaan yang sifatnya mempertahankan atau menambah masa manfaat, meningkatkan kapasitas dan kualitas aset.
42
Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 21 tahun 2004, belanja barang dan
jasa adalah pengeluran yang dilakukan untuk membiayai keperluan kantor sehari
hari, pengadaan/penggantian inventoris kantor, langganan daya dan jasa dan lain
lain pengeluaran yang diperlukan untuk membiayai pekerjaan yang bersifat
nonfisik dan secara langsung menunjang tugas pokok dan fungsi Kementerian negara/lembaga
Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 21 tahun 2004,
belanja
pegawai adalah kompensasi baik dalam bentuk uang maupun barang yang diberikan kepada pegawai pemerintah, baik yang bertugas di dalam maupun di luar negeri sebagai imbalan atas pekerjaan yang telah dilaksanakan, kecuali pekerjaan yang berkaitan dengan pembentukan modal. Mutu pelayanan kesehatan adalah menunjuk pada tingkat kesempurnaan pelayanan kesehatan dalam menimbulkan rasa puas pada diri setiap pasien. Makin sempurna kepuasan tersebut, makin baik pula mutu pelayanan kesehatan. Sekalipun pengertian mutu yang terkait dengan kepuasan ini telah diterima secara luas, namun penerapannya tidaklah semudah yang diperkirakan. Masalah pokok yang ditemukan ialah karena kepuasan tersebut bersifat subyektif. Tiap orang, tergantung dari latar belakang yang dimiliki, dapat saja memiliki tingkat kepuasan yang berbeda untuk satu mutu pelayanan kesehatan yang sama.
43
Berikut ini merupakan skema dari kerangka pemikiran :
Variabel X
Variabel Y
Belanja Modal
Belanja Barang dan Jasa
Kualitas Pelayanan
Belanja Pegawai
Kesehatan
Regresi Berganda
Pengaruh Belanja Modal, Belanja Barang dan Jasa, dan Belanja Pegawai Terhadap Kualitas Pelayanan Kesehatan
2.8
Hipotesis Bentuk hipotesis yang digunakan dalam penelitian ini adalah bentuk
Hipotesis Assosiatif. Sugiyono (2011:69) mengatakan hipotesis assosiatif adalah jawaban sementara terhadap rumusan masalah assosiatif, yaitu yang menanyakan hubungan antara dua variable atau lebih.
44
Berikut rencana perumusan hipotesis pada penelitian ini:
Belanja Modal anja Modal
(X1)
H1
Belanja Barang
Kualitas pelayanan kesehatan
dan Jasa
(Y1)
H2
(X2)
Belanja Pegawai
H3
(X3)
H4
H1 :
Belanja Modal berpengaruh signifikan terhadap kualitas pelayanan kesehatan
H2 :
Belanja Barang dan Jasa berpengaruh signifikan terhadap kualitas pelayanan kesehatan
H3 :
Belanja Pegawai berpengaruh signifikan terhadap kualitas pelayanan kesehatan
45
H4 :
Belanja Belanja Modal, Barang dan Jasa, dan Belanja Pegawai berpengaruh signifikan terhadap kualitas pelayanan kesehatan