BAB II TEKNIK JIGSAW DALAM STRATEGI COOPERATIVE LEARNING PADA PEMBELAJARAN POLA KALIMAT DASAR BAHASA PERANCIS 2.1 Kompetensi Komunikatif di dalam Pembelajaran Bahasa Perancis Pendekatan komunikatif bukan hal yang baru bagi kita. Sejak adanya kurikulum tahun 1994, pendekatan komunikatif mulai dicanangkan. Pembelajaran bahasa tidak hanya sekadar bertujuan untuk menguasai kaidah-kaidah gramatikal, tetapi yang lebih penting ialah memiliki kompetensi komunikatif. Itulah sebabnya pendekatan audiolingual ditolak, pendekatan situasional dipertanyakan dan muncullah pendekatan komunikatif dalam pembelajaran bahasa. Dalam
situs
http://azami29.blogspot.com/2011/01/pendekatan-
komunikatif-dalam.htm pada mengemukakan bahwa Pendekatan komunikatif merupakan pendekatan yang berlandaskan pada pemikiran bahwa kemampuan menggunakan bahasa dalam berkomunikasi merupakan tujuan yang harus dicapai dalam pembelajaran bahasa sedangkan Kompetensi komunikatif itu adalah keterkaitan dan interelasi antara kompetensi gramatikal atau pengetahuan kaidah-kaidah bahasa dengan kompetensi sosiolinguistik atau atauran-aturan tentang penggunaan bahasa yang sesuai dengan kultur masyarakat. Oleh karena itu, seseorang yang dikatakan memiliki kompetensi berbahasa yang baik hendaknya mampu berkomunikasi dengan menggunakan bahasa yang dipelajarinya, baik dalam menyimak, berbicara, membaca dan menulis. Dalam
situs:
http://nanangfuad.files.Wordpress.com
mengemukakan
bahwa menurut Canale dan Swain, “kompetensi komunikatif itu berdimensi 7
majemuk. Di dalamnya terdapat banyak kompetensi, yakni kompetensi gramatikal, kompetensi sosiolinguistik, kompetensi wacana, dan kompetensi strategik”. Oleh karena itu, belajar bahasa bukan sekadar menguasai kompetensi gramatikal,
menguasai
kaidah
tata
bahasanya
saja,
tetapi
kompetensi
komunikatiflah yang utama. Menurut situs http://nanangfuad.files.Wordpress.com ada beberapa ciri pandangan komunitatif mengenai bahasa diantaranya adalah sebagai berikut : 1) 2) 3) 4)
Bahasa merupakan sistem untuk mengekspresikan makna. Fungsi utama bahasa adalah untuk berinteraksi dan berkomunikasi. Struktur bahasa merefleksikan fungsinya dan penggunaan komunikatif. Unit utama bahasa bukan hanya ciri struktural dan gramatikal, tetapi kategori makna komunikatif dan fungsional seperti tampak dalam wacana. Belajar bahasa bertujuan untuk berkomunikasi dengan orang lain, dalam
berbagai situasi, baik formal maupun informal, lisan maupun tulis, melalui berbagai media, dan sebagainya. Oleh karena itu, dalam berbahasa baik itu bahasa ibu atau bahasa asing seperti bahasa Perancis yang dibutuhkan oleh kita adalah bagaimana kita mampu berkomunikasi dengan orang lain di dalam setiap situasi. 2.2 Tujuan Pembelajaran Bahasa Perancis Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) Pembelajaran adalah proses, cara, perbuatan menjadikan makhluk hidup belajar (Depdiknas, 2003:17). Selama dalam pembelajaran, kita mengalami proses dalam belajar. Tentu dalam belajar kita memiliki tujuan mengapa kita harus belajar, begitu pula dalam mempelajari suatu bahasa tentu kita memiliki tujuan yaitu mampu berkomunikasi dengan orang lain. 8
Sama
halnya
seperti
yang
terdapat
dalam
situs
http://endonesa.wordpress.com/ajaran-pembelajaran/pembelajaran-bahasaindonesia/ menyebutkan bahwa “Tujuan pembelajaran bahasa adalah keterampilan komunikasi
dalam
berbagai
konteks
komunikasi.
Kemampuan
yang
dikembangkan adalah daya tangkap makna, peran, daya tafsir, menilai, dan mengekspresikan diri dengan berbahasa”. Dalam setiap pembelajaran bahasa tentu ada ketertarikan mengapa kita belajar bahasa asing selain bahasa ibu, banyak alasan seperti ingin pergi ke negara yang dimaksud, ingin mengenyam pendidikan di negara tersebut dan lain-lainnya. Begitu pula dalam mempelajari bahasa Perancis. Namun,pada intinya mampu berkomunikasi adalah hal yang utama dalam mempelajari bahasa asing termasuk bahasa Perancis. 2.3 Strategi Cooperative Learning 2.3.1 Pengertian Cooperative Learning Strategi pembelajaran semakin berkembang, berubah serta mendapat respon masyarakat. Salah satu strategi pembelajaran yang mendapat respon dari masyarakat adalah strategi pembelajaran kooperatif atau Cooperative Learning Cooperative Learning berasal dari kata cooperative yang artinya mengerjakan sesuatu secara bersama-sama dengan saling membantu satu sama lainnya sebagai satu kelompok atau satu tim. 9
Menurut Slavin (2010: 8) inti dari pembelajaran kooperatif adalah “… para siswa bekerja sama dalam kelompok-kelompok kecil terdiri dari empat orang untuk menguasai materi yang telah disampaikan oleh guru”. Di dalam referansi lain juga disebutkan kelompok kecil juga terdiri dari 4-6orang. Sama halnya seperti Johnson (Isjoni, 2010: 15) mengatakan bahwa Cooperanon means working together to accomplish shared goals. Within cooperative activities individuals seek outcomes that are beneficial to all other group members. Cooperative Learning is the instructional use of small groups that allows students to work together to maximize their own and each other as learning. Berdasarkan penyataan tersebut, Cooperative Learning mengandung arti bahwa dalam pembelajaran cooperative ini dibutuhkan kerjasama untuk mencapai tujuan bersama. Dalam pembelajaran kooperatif ini setiap individu mencari hasil yang bermanfaat bagi anggota kelompok dengan memanfaatkan kelompok kecil untuk memaksimalisasikan belajar mereka dengan anggota lainnya dalam kelompot itu. Senada dengan pernyataan Isjoni (2009: 16) tentang pembelajaran kooperatif yaitu: Pembelajaran kooperatif merupakan suatu pembelajaran yang saat ini banyak digunakan untuk mewujudkan kegiatan belajar mengajar yang berpusat pada pembelajar (student oriented) terutama untuk mengaktifkan pembelajar terutama pembelajar yang 10
tidak dapat bekerjasama dengan orang lain dan pembelajar yang agresif serta tidak peduli dengan orang lain. Selain itu, Pembelajaran kooperatif merupakan pembelajaran gotong royong. Sebagaimana yang dikemukakan oleh Lie (2002: 28) yang menyebutkan bahwa “Pembelajaran kooperatif dengan istilah pembelajaran
gotong
royong
yaitu
sistem
pembelajaran
yang
memberikan kesempatan kepada pembelajar untuk bekerjasama dengan pembelajar yang lain dalam tugas-tugas terstruktur”. Berdasarkan beberapa definisi diatas, peneliti mengambil kesimpulan bahwa pembelajaran kooperatif merupakan pembelajaran secara berkelompok yang terdiri dari berbagai tingkatan untuk saling bekerjasama dalam memahami dan menyelesaikan tugas-tugas yang diberikan oleh pengajar. Berdasarkan pengertian diatas, Cooperative Learning adalah pembelajaran kooperatif dimana siswa belajar dengan berkelompok kecil (4-6 orang) untuk menguasai suatu materi serta memaksimalisasikan belajar mereka dan berbagi dengan anggota kelompok untuk mencapai hasil yang maksimal. 2.3.2 Tujuan Cooperative Learning Dengan adanya teknik pembelajaran kooperatif tentu memiliki tujuan. Tujuan utama dalam penerapan teknik belajar mengajar Cooperative Learning adalah agar peserta didik dapat belajar secara berkelompok bersama teman-temannya dengan cara saling menghargai pendapat dan memberikan kesempatan kepada orang lain untuk 11
mengemukakan gagasannya dengan menyampaikan pendapat mereka secara berkelompok. Menurut Ibrahim et al (Isjoni, 2009: 27) tujuan strategi pembelajaran kooperatif adalah sebagai berikut: a. Peningkatan hasil belajar ; b. Penerimaan terhadap perbedaan individu, dan ; c. Pengembangan keterampilan sosial. “Pentingnya tujuan kelompok dan tanggung jawab individu adalah dalam memberikan insentif kepada siswa untuk saling membantu satu sama lain dan untuk saling mendorong untuk melakukan usaha maksimal” (Slavin, 2010:81). Selain itu, menurut Slavin (Isjoni, 2010: 21-22) ada tiga konsep sentral yang menjadi tujuan Cooperative Learning , yaitu a. Penghargaan kelompok; Cooperative Learning menggunakan tujuan-tujuan kelompok untuk memperoleh penghargaan kelompok. Penghargaan kelompok diperoleh jika kelompok mencapai nilai diatas kriteria yang ditentukan. Keberhasilan kelompok didasarkan pada penampilan individu sebagai anggota kelompok dalam menciptakan hubungan antar personal yang saling mendukung, saling membantu dan saling peduli. b. Pertanggungjawaban individu; Keberhasilan kelompok bergantung pada pembelajaran individu dari semua anggota kelompok. Pertanggungjawaban tersebut menitikberatkan pada aktifitas anggota kelompok yang saling membantu dalam belajar. Adanya pertanggungjawaban secara individu juga menjadikan setiap anggota siap untuk menghadapi tes dan tugas-tugas lainnya secara mandiri tanpa bantuan teman sekelompoknya. 12
c. Kesempatan yang sama untuk mencapai keberhasilan. Cooperative Learning menggunakan strategi scoring yang mencakup nilai perkembangan berdasarkan peningkatan prestasi yang diperoleh siswa dari yang terdahulu. Dengan menggunakan strategi scoring ini setiap siswa baik yang berprestasi rendah, sedang atau tinggi samasama memperoleh kesempatan untuk berhasil dan melakukan yang terbaik bagi kelompoknya. Dalam konsep ini, dapat terlihat bahwa pembelajaran kooperatif memberikan motivasi kepada siswa dalam berkelompok. Setiap individu pun memiliki tanggung jawab masing-masing untuk menunjang keberhasilan anggota kelompok dan mereka memiliki kesempatan yang sama untuk berhasil meningkatkan prestasi mereka. 2.3.3 Karakteristik Cooperative Learning Banyak orang yang menganggap bahwa Cooperative Learning sama halnya dengan belajar kelompok tapi tidak semua kerja kelompok dikatakan Cooperative Learning. Hal ini dikarenakan ada lima unsur dasar yang dapat membedakan Cooperative Learning
dengan
kerja kelompok. Menurut Bannet (Isjoni, 2010: 41-43) lima unsur dasarnya adalah sebagai berikut: •
Positive Interdependence; Hubungan timbal balik yang didasari adanya kepentingan yang sama atau perasaan di antara anggota kelomppok dimana keberhasilan seseorang merupakan keberhasilan yang lain pula atau sebaliknya. Kondisi seperti ini memungkinkan setiap siswa merasa adanya ketergantungan secara positif pada anggota kelompok lainnya dalam mempelajari dan menyelesaikan tugas-tugas yang menjadi tanggung jawabnya, yang mendorong setiap anggota kelompok untuk bekerja sama.
13
•
Interaction Face to Face; Interaksi yang langsung terjadi antar siswa tanpa adanya perantara tidak adanya penonjolan kekuatan individu, yang ada hanya pola interaksi dan perubahan yang bersifat verbal diantara siswa yang ditingkatkan oleh adanya saling hubungan timbal balik yang bersifat positif sehingga dapat mempengaruhi hasil pendidikan dan pengajaran.
•
Adanya tanggung jawab pribadi mengenai materi pelajaran dalam anggota kelompok; Tanggung jawab pribadi dalam memcahkan suatu permasalahan dalam kelompok dapat memotivasi siswa untuk saling membantu. Hal ini dikarenakan tujuan Cooperative Learning ini adalah menjadikan setiap anggota kelompoknya menjadi lebih kuat pribadinya.
•
Membutuhkan keluwesan; Adanya keluwesan dalam menciptakan hubungan antar pribadi, mengembangkan kemampuan kelompok dan memelihara kerja yang efektif.
•
Meningkatkan keterampilan bekerja sama dalam memecahkan masalah (proses kelompok). Tujuan terpenting yang diharapkan dapat tercapai dalam
Cooperative Learning adalah siswa belajar bekerja sama untuk memecahkan masalah sehingga secara tidak langsung mereka bisa meningkatkan rasa kerjasama dalm proses belajar kelompok. Para siswa dapat mengetahui tingkat keberhasilan dan efektifitas kerja sama yang telah dilakukan. 2.3.4 Teknik-teknik dalam strategi Cooperative Learning Banyak teknik-teknik pembelajaran yang ada dan telah diterapkan oleh guru. Menurut Joice dan Weil (Isjoni, 2010:50) ‘teknik pembelajaran merupakan suatu pola atau rencana yang sudah direncanakan sedemikian 14
rupa dan digunakan untuk menyusun kurikulum, mengatur materi pelajaran dan memberi petunjuk kepada pengajar dikelasnya’. Begitu pula teknikteknik yang terdapat dalam Cooperative Learning. Cooperative Learning memiliki beberapa teknik yang dapat diterapkan dan dipilih mana yang cocok atau yang sesuai dengan kebutuhan dalam proses belajar mengajar. Menurut Lie (2010: 54-73) ada 14 teknik pembelajaran yang dapat digunakan dalam pembelajaran kooperatif. Antara lain: 1) Mencari Pasangan ; Dengan teknik mencari pasangan (Make a Match) ini, siswa mencari pasangan sambil belajar mengenal suatu konsep atau topik dalam suasana menyenangkan. 2) Bertukar pasangan ; Dengan teknik ini memberikan kesempatan kepada siswa untuk dapat bekerjasama dengan orang lain. 3) Berkirim salam dan soal ; Dengan teknik ini, memberikan kesempatan kepada siswa untuk melatih pengetahuan dan keterampilan mereka. Pembelajar membuat pertanyaan sendiri sehingga dapat mendorong siswa untuk belajar dan menjawab pertanyaan yang telah dibuat oleh teman-temannya. Kegiatan ini bisaanya dilaksanakan untuk persiapan menjelang ujian. 4) Kepala bernomor ; Teknik ini memberikan kesempatan pada siswa untuk bertukar ide dan mempertimbangkan jawaban yang tepat. Selain itu, teknik ini juga memberikan kesempatan kepada siswa untuk dapat meningkatkan kerjasama mereka. 5) Kepala bernomor terstruktur ; Teknik ini merupakan modifikasi dari teknik Kepala bernomor. Teknik ini memberikan kemudahan kepada siswa dalam pembagian tugas. Selain itu, teknik ini juga memberikan kesempatan siswa terhadap tanggung jawab tugas pribadinya dalam pembagian tugas kelompok. 6) Dua tinggal dua tamu ; Teknik ini dapat digunakan bersamaan dengan teknik Kepala bernomor. Teknik ini memberikan kesempatan kepada kelompok untuk membagikan hasil dan informasi dengan kelompok lain. Banyak kegiatan pembelajaran yang diwarnai dengan kegiatan-kegiatan individu. Siswa bekerja sendiri dan tidak diperbolehkan melihat pekerjaan siswa yang lainnya. 15
7) Keliling kelompok ; Dalam teknik ini, masing-masing anggota kelompok mendapatkan kesempatan untuk memberikan konstribusi mereka dan mendengarkan pandangan serta pemikiran anggota lainnya. 8) Kancing gemerincing ; Dalam teknik ini, masing-masing anggota kelompok memberikan konstribusi mereka dan mendengarkan pandangan serta pemikiran anggota lain. Dengan menggunakan teknik ini, masing-masing anggota mendapatkan peranannya masing-masing sehingga dapat memeratakan anggota yang dominan dan sebaliknya. 9) Keliling kelas ; Dalam teknik ini, setiap kelompok diberikan kesempatan untuk memamerkan hasil kerja kelompok dan melihat hasil kerja kelompok lain. 10) Lingkaran kecil lingkaran besar ; Dalam teknik ini, memberikan kesempatan kepadsa siswa untuk saling berbagi informasi pada saat yang bersamaan. Adanya struktur yang jelas memungkinkan siswa untuk dapat berbagi dengan pasangan yang berbeda dengan singkat dan teratur. Selain itu, siswa bekerja sama dalam suasana gotong royong dan mempunyai banyak kesempatan dalam mengolah informasi dan meningkatkan keterampilan berkomunikasi. 11) Tari bambu ; Teknik ini merupakan modifikasi dari teknik lingkaran kecil lingkaran besar. Teknik ini dilkakukan dengan cara siswa disejajarkan dan saling berhadapan seperti dua pohon bambu yang digunakan dalam tarian bambu Filipina. Dalam teknik ini, siswa saling berbagi informasi pada saat yang bersamaan. 12) Jigsaw ; Teknik ini menggabungkan kegiatan mendengarkan, menulis, membaca dan berbicara. Dalam teknik ini, pengajar memperhatikan pengalaman belajar siswa dan membantu siswa mengaktifkan pengalamannya agar bahan mata pembelajarannya lebih bermakna. Teknik ini yang akan diteliti oleh peneliti. 13) Bercerita berpasangan ; Teknik ini juga sebagai pendekatan interaktif antara pengajar, pembelajar dan bahan yang diajar. Teknik ini juga menggabungkan kegiatan mendengarkan, menulis, membaca dan berbicara. Dalam kegiatan inhi siswa dirangsang untuk mengembangkan kemampuan berpikir dan berimajinasi. Buah pemikiran mereka akan dihargai sehingga mereka semakin termotivasi dalam belajar. 14) Teknik Think-Pair-Share. Teknik ini merupakan jenis pembelajaran kooperatif yang dirancang untuk mempengaruhi pola interaksi siswa. Selain itu, teknik ini 16
merupakan suatu cara yang efektif untuk membuat variasi suasana pola diskusi kelas. Semua teknik diatas dapat digunakan dalam semua mata pelajaran dan semua tingkat pembelajar. Menurut Stahl (Isjoni, 2010: 83), langkah-langkah dalam mengimplementasikan teknik Cooperative Learning secara umum yang dijelaskan secara operasional adalah sebagai berikut: 1. Merancang rencana program pembelajaran; 2. Merancang lembar observasi; 3. Mengarahkan dan membimbing siswa baik secara individu maupun secara kelompok baik dalam memahami materi maupun secara kelompok; 4. Memberikan kesempatan kepada siswa dan masing-masing kelompok untuk mempresentasikan hasil kerjanya. Menurut Slavin (2010: 92-93) strategi pembelajaran efektif yang dapat diajarkan langsung kepada kelompok kooperatif sangat sesuai dengan kerangka teoritis yang digambarkan sebagai berikut Motivasi untuk Tujuan kelompok yang didasarkan pada pembelajaran M anggota kelompok
Motivasi untuk mendorong teman satu kelompok untuk belajar
Penjelasan terperinci (pengajaran oleh teman) Menjadikan teman sebagai teknik
Pembelajaran
Perluasan kognitif Motivasi untuk membantu teman satu kelompok untuk belajar
Praktik oleh teman Pembenaran dan koreksi oleh teman
Gambar 2.1 Faktor yang mempengaruhi permerolehan pembelajaran dalam pembelajaran kooperatif 17
Teori yang digambarkan dalam Gambar 2.1 berasumsi bahwa prilaku dalam kelompok kooperatif, seperti perluasan kognitif, pengajaran pada teman, teknik oleh teman dan penilaian mutual, yang mengarahkan pada pencapaian pembelajaran. 2.3.5 Peranan guru dalam Cooperative Learning Guru berperan penting dalam menciptakan kelas yang optimal baik secara fisik dan mentaldengan suasana kelas yang nyaman, suasana hati senang tanpa tekanan sehingga dapat memudahkan siswa dalam memahami materi pelajaran. Langkah pertama yang efektif adalah pengaturan kelas yang baik sehingga dapat mengatur pengalaman belajar siswa secara keseluruhan. Dalam pelaksanaan teknik Cooperative Learning dibutuhkan kemauan, kemampuan dan kreatifitas guru dalam mengelola lingkungan kelas. Hal ini berfungsi agar teknik pembelajaran kooperatif tidak membuat guru bertambah pasif melainkan lebih aktif terutama dalam menyusun rencana pembelajaran secara maksimal, pengaturan kelas saat pelaksanaan serta membuat tugas untuk dikerjakan siswa bersama kelompoknya. Pembelajaran
Cooperative
Learning
dimulai
dengan
guru
menginformasikan tujuan-tujuan dari pembelajaran dan memotivasi siswa untuk belajar. Kemudian, siswa dibawah bimbingan guru bekerja bersamasama untuk menyelesaikan tugas-tugas yang saling bergantung. Penyajian
18
produk akhir kelompok atau mengetes apa yang telah dipelajari siswa dan pengenalan kelompok dan usaha-usaha individu. Dalam
teknik
Cooperative
Learning
guru
harus
mampu
menciptakan kelas sebagai laboratorium demokrasi sehingga peserta didik terlatih dan terbiasa berbeda pendapat dengan sikap jujur dan sportif dalam mengakui kekurangannya sendiri dan siap menerima pendapat orang lain yang lebih baik serta mampu memecahkan permasalahan yang ada. Menurut Soemantri (Isjoni, 2010: 62) ‘hal yang perlu dihindari ialah bila perbedaan pendapat menjurus pada konflik yang bersifat intrapersonal yang dapat merugikan mental siswa’. Dalam pelaksanaan Cooperative Learning, peran guru adalah sebagai fasilitator, mediator, evaluator dan direktor-motivator. Menurut Isjoni (2010: 62) sebagai fasilitator guru harus memiliki sikap sebagai berikut: 1. Mampu menciptakan suasana kelas yang nyaman dan menyenangkan; 2. Membantu dan mendorong siswa untuk mengungkapkan dan menjelaskan keinginan dan pembicaraannya baik secara individual maupun kelompok; 3. Membantu kegiatan-kegiatan dan menyediakan sumber atau peralatan serta membantu kelancaran belajar mereka; 4. Membina siswa agar setiap orang merupakan sumber yang bermanfaat bagi yang lainnya, dan; 5. Menjelaskan tujuan kegiatan pada kelompok dan mengatur penyebaran dalam bertukar pendapat.
19
Guru
sebagai
mediator
merupakan
penghubung
dalam
menjembatani materi pembelajaran yang sedang dibahas. Sebagai evaluator, guru berperan sebagai penilai kegiatan belajar mengajar yang sedang berlangsung. Penilaian tidak hanya pada hasil tapi lebih kepada proses pembelajaran. Penilaian ini dapat berupa penilaian secara individual ataupun kelompok. Selain itu, guru juga berperan sebagai direktor motivator yang membimbing serta mengarahkan jalannya diskusi, membantu kelancaran diskusi tapi tidak memberikan jawaban. Sebagai motivator, guru juga berperan sebagai pemberi semangat pada siswa untuk aktif berpartisipasi. Peranan guru dalam kelas teknik Cooperative Learning terutama dalam pengelolaan kelas ada tiga hal yang perlu diperhatikan. Menurut Lie (2010: 38-51) tiga hal tersebut adalah: 1. Pengelompokkan Pada saat pengelompokkan siswa, guru membuat kelompok yang heterogenberdasarkan kemampuan akademis. Pada umumnya masingmasing kelompok beranggotakan empat orang yang terdiri atas satu orang yang berkemampuan tinggi, dua orang berkemampuan sedang dan satu orang berkemampuan rendah. 2. Semangat gotong royong Ketika proses pembelajaran kooperatif, masing-masing kelompok perlu memiliki semangat kelompok. Semangat ini dapat dibina dengan melakukan beberapa kegiatan yang bisa mempererat hubungan antara anggota kelompok melalui kegiatan kesamaan kelompok, identitas kelompok serta sapaan atau sorak kelompok. 3. Penataan ruang kelas Pengaturan bangku dalam pembelajaran ini memiliki peranan penting sehingga semua siswa dapat melihat guru atau papan tulis dengan jelas. Selain itu, harus bisa menjangkau rekan-rekan kelompoknya dengan merata.
20
Pengelolaan kelas yang diperhatikan oleh guru dapat memberikan suatu motivasi atau suasana baru sehingga siswa dapat merasa nyaman dan termotivasi untuk meningkatkan prestasi mereka. 2.4 Jigsaw
Pembelajaran kooperatif ini memiliki berbagai teknik. Salah satu teknik yang diambil oleh peneliti adalah teknik Jigsaw (Tim Ahli). Jigsaw pertama kali dikembangkan dan diuji cobakan oleh Aronson dan teman-teman di Universitas Texas, dan kemudian diadaptasi oleh Slavin dan teman-teman di Universitas John Hopkins. Dalam teknik ini, guru memperhatikan skema atau latar belakang pengalaman siswa dan membantu siswa mengaktifkan skemata ini agar bahan pelajaran menjadi lebih bermakna. Selain itu, siswa bekerja sama dengan sesama siswa dalam suasana gotong royong dan mempunyai banyak kesempatan untuk mengolah informasi dan meningkatkan keterampilan berkomunikasi.
Menurut Isjoni (2010: 54) “Pembelajaran kooperatif Jigsaw merupakan salah satu tipe pembelajaran kooperatif yang mendorong siswa aktif dan saling membantu dalam menguasai materi pelajaran untuk mencapai prestasi yang maksimal”. Teknik pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw merupakan teknik pembelajaran kooperatif dimana siswa belajar dalam kelompok kecil yang terdiri dari 4 – 6 orang secara heterogen dan bekerja sama saling ketergantungan yang positif dan bertanggung jawab atas
21
ketuntasan bagian materi pelajaran yang harus dipelajari dan menyampaikan materi tersebut kepada anggota kelompok yang lain.
Jumlah siswa yang bekerja sama masing-masing harus dibatasi agar kelompok-kelompok yang terbentuk dapat bekerja sama secara efektif karena ukuran kelompok mempengaruhi
kemampuan produktivitasnya.
Menurut Soejadi (Isjoni, 2010:55) ‘Jumlah anggota dalam satu kelompok apabila makin besar dapat mengakibatkan makin kurang efektif kerjasama antara para anggota’.
Jigsaw didesain untuk meningkatkan rasa tanggung jawab siswa terhadap pembelajarannya sendiri dan juga pembelajaran orang lain. Siswa tidak hanya mempelajari materi yang diberikan, tetapi mereka juga harus siap memberikan dan mengajarkan materi tersebut pada anggota kelompoknya yang lain. Para anggota dari tim-tim yang berbeda dengan topik yang sama bertemu untuk diskusi (tim ahli) saling membantu satu sama lain tentang topik pembelajaran yang ditugaskan kepada mereka. Kemudian siswa-siswa itu kembali pada tim / kelompok asal untuk menjelaskan kepada anggota kelompok yang lain tentang apa yang telah mereka pelajari sebelumnya pada pertemuan tim ahli.
Pada teknik Jigsaw, terdapat kelompok asal dan kelompok ahli. Kelompok asal yaitu kelompok induk siswa yang beranggotakan siswa dengan kemampuan, asal, dan latar belakang keluarga yang beragam. Kelompok asal merupakan gabungan dari beberapa ahli. Kelompok ahli yaitu kelompok siswa 22
yang terdiri dari anggota kelompok asal yang berbeda yang ditugaskan untuk mempelajari dan mendalami topik tertentu dan menyelesaikan tugas-tugas yang berhubungan dengan topiknya untuk kemudian dijelaskan kepada anggota kelompok asal.
Kelompok Asal 1
Kelompok Asal 2
Kelompok Asal 3
Kelompok Asal 4
Kelompok Asal 5
Kelompok Asal 6
Kelompok Ahli 1
Kelompok Ahli 2
Kelompok Ahli 3
Kelompok Ahli 4
Kelompok Ahli 5
Belajar Materi 1
Belajar Materi 2
Belajar Materi 3
Belajar Materi 4
Belajar Materi 5
Kelompok Asal 7
Gambar 2.2 struktur penerapan strategi Cooperative Learning teknik Jigsaw
Menurut Slavin (2010: 241) teknik Jigsaw memiliki jadwal kegiatan berupa: Membaca
: Para siswa menerima topik ahli dan membaca materi yang diminta untuk menemukan informasi;
Diskusi kelompok ahli: Para siswa dengan keahlian yang sama bertemu untuk mendiskusikannya dalam kelompok-kelompok ahli; Laporan tim
: Para ahli kembali lagi ke dalam kelompok mereka masing-masing untuk mengajari topik-topik mereka pada teman satu timnya;
Tes
: para siswa mengerjakan kuis-kuis individual yang mencakup semua topik;
Rekognisi tim
: Nilai tim di hitung. 23
Dalam penerapan teknik Jigsaw, guru harus memperhatikan skema atau latar belakang pengalaman siswa dan membantu siswa mengaktifkan suasana kelas agar bahan ajar menjadi lebih bermakna. Siswa bekerja sama dengan siswa yang lain sehingga mempunyai banyak kesempatan untuk mengolah informasi dan meningkatkan keterampilan berkomunikasi dengan baik. Menurut Aronson (Isjoni, 2010 :81) langkahlangkah yang harus ditempuh adalah sebagai berikut : a) Guru membagi bahan pelajaran yang akan diberikan menjadi empat bagian ; b) Sebelum bahan pelajaran diberikan, guru memberikan pengenalan mengenai topik yang akan dibahas dalam bahan pelajaran saat itu ; c) Siswa dibagi menjadi beberapa kelompok, satu kelompok terdiri dari empat orang ; d) Bagian pertama, bahan diberikan kepada siswa yang pertama, sedangkan siswa kedua menerima bagian yang kedua dan seterusnya ; e) Siswa mengerjakan bagian mereka masing-masing; f) Setelah selesai, siswa saling berbagi mengenai bagian yang dikerjakan masing-masing, dan; g) Kegiatan diakhiri dengan diskusi mengenai topik dalam bahan pelajaran hari itu. Dalam penerapan teknik Jigsaw, Lie (2010: 76) memberikan beberapa teknik dan prosedur sebagai berikut: a) Guru membagi siswa dalam kelompok bertiga dan memberikan mereka nomor 1,2 dan 3; b) Siswa pertama dalam kelompok bergabung dengan siswa pertama dari kelompok lainnya. Kelompok ini disebut kelompok ahli;
24
c) Kelompok ahli tersebut diberkan materi atau kegiatan yang telah disiapkan, dan; d) Setelah selesai, masing-masing anggota kelompok kembali ke kelompok asal dan membagikan apa yang sudah didapatnya dari kegiatan ahli. Selama proses penerapan teknik Jigsaw, siswa diupayakan agar dapat berperan aktif dan berinteraksi dengan baik terutama dalam berdiskusi. Dengan berdiskusi, siswa dapat menemukan berbagai macam pendapat serta berbagai sudut pandang. Selain itu, diskusi pun dapat membuat siswa berpartisipasi sangat dominan sehingga untuk menghindari dominasi dari seseorang dalam berbicara, guru harus memperhatikan jalannya diskusi agar topik yang dibahas tetap pada intinya. Langkah kongkrit yang harus dilakukan oleh guru untuk menghindari meluasnya topik pembicaraan, dominasi seseorang dan lain-lainnya adalah menyusun serangkaian program pembinaan yang disusun secara baik, terarah, simultan dan berkesinambungan (Isjoni, 2010: 82). 2.5 Keterampilan Menulis Pola Kalimat Dasar Bahasa Perancis 2.5.1 Keterampilan Menulis Kalimat Menulis merupakan bagian dari salah satu keterampilan berbahasa selain keterampilan menyimak, keterampilan berbicara dan keterampilan membaca. Dalam situs www.ialf.edu/kipbipa/papers/Wahya.doc mengatakan bahwa “Menulis merupakan keterampilan yang mensyaratkan penguasaan bahasa yang baik. Dalam belajar bahasa, menulis merupakan kemahiran tingkat lanjut”. 25
Menurut
Rahman
dalam
situs
http://berita.upi.edu/2011/06/24/model-pembelajaran-menulis-kalimatmenggunakan-media-gambar/ mengatakan bahwa “Menulis kalimat adalah berkomunikasi, mengungkapkan pikiran, perasaan, dan kehendak dari penulis kepada pembaca secara tertulis dalam bentuk kalimat” Kalimat adalah ujaran yang unsur-unsurnya terikat pada sebuah predikat tunggal atau pada sejumlah predikat yang dikoordinasikan, dan tanpa perlu menyertakan intonasi di dalam rumusan itu (Martinet, 1980:135136). Oleh karena itu, dalam menulis tentu kita tidak terlepas dari unsurunsur yang merupakan bagian dari kalimat deperti subjek serta predikatnya. oleh sebab itu, ketrampilan menulis merupakan keterampilan tingkat lanjut. 2.5.2 Kalimat Pada umumnya berbagai definisi tentang kalimat memang telah banyak dibuat seperti “Kalimat merupakan satuan bahasa yang “langsung” digunakan sebagai satuan ujaran di dalam komunikasi verbal yang hanya dilakukan oleh manusia” (Chaer, 2007: 239). Menurut KBBI (2003 :494), “kalimat adalah kesatuan ujar yang mengungkapkan suatu konsep pikiran dan perasaan ”. Selain itu, menurut Djuha (Chaer, 2007: 240) ‘Kalimat adalah lafal yang tersusun dari dua buah kata atau lebih yang mengandung arti dan disengaja’.
26
Berbagai definisi mengenai kalimat memang telah banyak dibuat orang. Kalimat berkaitan dengan satuan sintaksis yang lebih kecil (kata, frase dan klausa). “Kalimat adalah satuan sintaksis yang disusun dari konstituen dasar yang bisaanya berupa klausa, dilengkapi dengan konjugasi bila diperlukan serta disertai dengan intonasi final” (Chaer, 2007: 240). Dalam pembuatan kalimat, juga terdapat berbagai jenis kalimat berdasarkan kriteria atau sudut pandang. Menurut Chaer (2007 : 240-245) ada lima jenis kalimat yaitu : a. Kalimat inti dan kalimat non-inti ; Kalimat inti, bisaanya disebut kalimat dasar, kalimat yang dibentuk dari klausa inti yang lengkap bersifat deklaratif, aktif, atau netral dan afirmatif sedangkan kalimat non-inti adalah kalimat inti yang diubah melalui proses transformasi. Contoh : Nenek membaca komik (kalimat inti) diubah menjadi komik dibaca nenek (kalimat non-inti) b. Kalimat tunggal dan kalimat majemuk ; Perbedaan kalimat tunggal dan kalimat majemuk berdasarkan banyaknya klausa yang ada di dalam kalimat itu. Kalau klausanya hanya satu, maka kalimat tersebut disebut kalimat tunggal. Sedangkan kalimat majemuk merupakan hasil proses penggabungan dua buah kalimat yang disertai pelesapan. c. Kalimat mayor dan kalimat dan minor ; Perbedaan kalimat mayor dan kalimat minor dilakukan berdasarkan lengkap atau tidaknya klausa yang menjadi konstituen dasar kalimat itu. Kalimat lengkap yang sekurang-kurangnya memiliki unsur subjek dan predikat disebut kalimat mayor. Sedangkan kalimat minor merupakan kalimat yang klausanya tidak lengkap etah itu dari subjeknya saja, predikat saja, objek saja atau keterangan saja. Contoh ; nenek berlari pagi (kalimat mayor), sedang berlari ! (kalimat minor). d. Kalimat verbal dan non-verbal ; Secara umum dapat dikatakan kalimat verbal adalah kalimat yang dibentuk dari klausa verbal atau kalimat yang prdikatnya berupa kata 27
atau frase yang berkategori verba. Sedangkan kalimat non verbal adalah kalimat yang predikatnya bukan frase atau kata verbal ; bisa nominal, ajektifal, abverbial atau numeralis. e. Kalimat bebas dan kalimat terikat. Perbedaan adanya kalimat bebas dan kalimat terikat dilakukan dalam kaitan bahwa satuan-satuan yang membentuk wacana atau paragraf. Dalam pembuatan skripsi ini, peneliti lebih kepada pembuatan kalimat dasar. “Kalimat dasar adalah kalimat inti yang hanya terdiri atas unsur-unsur wajib berdasarkan tipe verba predikatnya yang dihasilkan atau disusun dengan kaidah-kaidah dasar” (KBBI, 2003: 885). Dalam pembuatan kalimat dasar kita dapat menemukan ciri-ciri kalimat dasar. Alwi dan Sugono (Putrayasa, 2009: 5) mengemukakan bahwa ciri-ciri kalimat dasar adalah sebagai berikut: a) kalimat dasar hanya terdiri atas satu klausa. Yang terdiri atas dua klausa atau lebih bukan kalimat dasar, melainkan kalimat turunan, yakni kalimat majemuk ; b) gatra kalimat dasar tidak beratribut, hanya inti saja sehingga mempunyai kemingkinan untuk diperluas. Misalnya: Ibu pulang dapat diperluas menjadi Ibu sendiri akan segera pulang; c) susunannya tidak inversi ; d) kalimat dasar terdiri atas gatra-gatra wajib. Gatra-gatra wajib itu adalah subjek (S), predikat (P), Objek (O) dan pelengkap (P). pemunculan gatra wajib ini dalam bahasa Indonesia tidak selalu bersamaan untuk semua jenis kalimat; e) kalimat dasar terdiri atas unsur-unsur wajib yang tidak dapat dilesapkan. Kalau ada unsur kalimat yang dilesapkan, kalimat iru bukan kalimat dasar melainkan kalimat turunan ; f) kalimat dasar belum pernah mengalami pergantian (substitusi) ; g) kalau verba transitif, kalimat dasar itu berbentuk aktif (fokus pelaku), dan ; 28
h) kalimat dasar tidak mengalami penominalisasian. Contoh : Ibu pulang – Pulangnya tadi pagi. Predikat verba pulang dinominalisasikan menjadi pulangnya. Kalimat semacam itu bukan kalimat dasar melainkan kalimat turunan. 2.5.3 Unsur Kalimat Dalam pembuatan kalimat dasar, kita harus mengetahui apa saja unsur-unsur kalimat dasar. Unsur-unsur kalimat tersebut adalah sebagai berikut : 1) Subjek Menurut Putrayasa (2009: 2),”bagian yang diterangkan dalam kalimat disebut subjek”. Umumnya, subjek berupa KB (kata benda) atau kata lain yang dibendakan. Selain itu, subjek merupakan jawaban dari kata « Siapa » atau « Apa ». Contoh: Guru itu cantik sekali Selain itu, subjek inti kalimat dapat diperluas dengan keterangan subjek karena keterangan subjek dapat dibedakan menjadi dua macam. Menurut Putrayasa (2009: 6) subjek dibagi dua macam yaitu a) Perluasan dengan Atributif/Keterangan Contoh: Cerita itu menegangkan. Keterangan/ atributif untuk subjek inti dapat diletakkan di depan atau belakang S atau sekaligus di depan dan di S inti. Subjek tersebut dapat diperluas, misalnya : - Cerita itu// Predikat, atau - Cerita musibah itu// Predikat, atau 29
- Cerita musibah Situ Gintung itu// Predikat b) Perluasan dengan Aposisi/ Keterangan Pengganti Atributif dan aposisi mempunyai kesamaan fungsi, yaitu menerangkan/ member keterangan pada Subjek. Perbedaannya adalah - Aposisi selalu terletak dibelakang subjek inti; - Kecuali bertugas menerangkan subjek inti, aposisi berfungsi juga sebagai pengganti subjek inti sendiri, karena itu aposisi juga disebut keterangan pengganti; - Aposisi selalu terletak dibelakang kata yang diinginkan, biasanya diceraikan dengan menggunakan koma; - Aposisi terdiri dari kata atau kelompok kata; - Aposisi berfungsi menerangkan kata benda, jadi juga bisa menjadi aposisi predikat dan objek. Contoh : Teuku Wisnu, pemain sinetron terfavorit tahun 2009, berasal dari Aceh 2) Predikat Predikat yaitu bagian yang menerangkan (Putrayasa, 2009: 2). Selain itu, predikat didapat dari kata « Bagaimana » atau « Mengapa ». Contoh : Yesi menyanyi dengan merdu Predikat juga mengalami perluasan inti kalimat. Predikat yang intinya terdiri atas kata kerja paling banyak memiliki kemungkinan untuk dikembangkan. Menurut Putrayasa (2009: 8-14), predikat yang intinya terdiri atas kata kerja dapat dikembangkan dengan dua jenis keterangan:
30
a) Perluasan dengan objek Yang dimaksud disini adalah pengembangan dengan penambahan keterangan predikat yang erat hubungannya dengan kata kerja yang menjadi inti predikat. Keterangan yang erat ini disebut objek b) Perluasan dengan adverbial/keterangan Perluasan dengan keterangan yaitu perluasan dengan menambahkan berbagai macam keterangan seperti keterangan waktu, keterangan tempat, keterangan sebab, keterangan akibat, keterangan syarat, keterangan tujuan, keterangan perlawanan, keterangan perbandingan, keterangan alat dan keterangan keadaan. Perluasan yang terjadi pada subjek dan predikat juga berfungsi untuk meningkatkan kosakata dan mengembangkan kalimat namun masih pada kaidah-kaidah dasar yang ada. 2.5.4 Pola Kalimat Dasar Bahasa Perancis Mempelajari suatu bahasa, pada hakikatnya adalah membuat sebuah
kalimat.
Kemudian
kalimat
tersebut
dirangkai
sehingga
menghasilkan paragraf. Begitu pula dalam membuat kalimat bahasa Perancis. Menurut Hutagalung (2003 :1) “ Hal yang terpenting dalam membuat sebuah kalimat adalah mengenal konstruksi sebuah kalimat dan memahami elemen-elemen kalimat dalam bahasa Perancis”. Sama halnya dengan bahasa yang lain, bahasa Perancis memiliki konstruksi tersendiri dalam pembuatan kalimat dasar bahasa Perancis dan juga unsur-unsur kalimat yang terdiri dari subjek dan prediket yang telah disebutkan dalam subbab sebelumnya. Unsur-unsur serta konstruksi pembuatan kalimat bahasa Perancis adalah Subjek dan Predikat.
31
Menurut Goffic & McBride (1975 :41-83) ada berbagai predikat yang mempengaruhi konstruksi kalimat. Macam-macam predikat tersebut adalah sebagai berikut : 1) Verbes admettant un attribut du sujet (kata kerja yang mengakui atribut dari subjek) •
Etre (adalah), Devenir (menjadi), Rester (tinggal atau istirahat) peuvent être suivis d’un adjectif ou d’un groupe nominal (kata kerja tersebut dapat diikuti oleh kata adjektif atau kata benda). Contoh : Pierre est devenu méchant (Pierre menjadi nakal).
•
Tomber (jatuh) peut être suivi de certains adjectifs attributs du sujet (dapat diikuti oleh adjektif atribut tertentu) contoh tomber malade (jatuh sakit).
•
Paraitre dan sembler (tampaknya) peuvent être suivis d’un adjectifs (dapat diikuti oleh sebuah adjektif). Contoh : Pierre paraît (semble) content (Pierre tampak gembira). Selain itu, ada bentuk lain yaitu N V Inf (kata benda + predikat + kata kerja infinitif). Contoh : Pierre paraît (semble) comprendre (Pierre tampaknya mengerti).
2) Verbes intransitifs (kata kerja intransitif) Dans cette classe sont regroupés les verbes qui ne peuvent pas être suivis d’un complement normal, direct ou indirect, ni (sauf exception) d’un infinitif ou d’une completive (kata kerja dalam kelompok ini tidak bisa diikuti oleh kata pelengkap normal, kata kerja langsung atau tak langsung kecuali sebuah kata infinitif atau pelengkap). Contoh : Je viens (saya datang) atau bisa bersifat sebgai kata keterangan. Contoh : Je viens de Paris (saya datang (berasal) dari Paris). 3) Verbes à complement(s) inderect(s) (kata kerja tidak langsung) Verbes qui admettent un ou quelquefois deux complements nominaux en à ou de (kata kerja yang mengakui satu atau kadang-kadang dua kata benda dengan penghubung artikel à atau de). Contoh : •
NVàN
: Jean sourit à Marie (Jean senyum kepada Marie)
•
N V de N
: Jean se moque de Marie (Jean mengejek Marie)
•
N V à N de N
: Pierre parle de Paul à Marie (Pierre berbicara tentang Paul kepada Marie 32
4) Verbes transitifs Pola kalimat dalam kata kerja transitif adalah sebagai berikut : •
NVN : konstruksi ini biasa diikuti dengan objek berupa kata benda. Contoh: J’allume le feu (saya menyalakan api)
•
N V N à N (sesuatu kepada seseorang), contoh : Pierre donne un livre à Marie (Pierre memberikan sebuah buku kepada Marie)
•
N V N à N (sesuatu dengan sesuatu), contoh Pierre passe son temps au jeu (Pierre menghabiskan waktunya dengan bermain)
•
N V N à N (seseorang dengan sesuatu), contoh : Pierre pousse Marie au travail (Pierre menekan Marie dalam pekerjaan)
•
N V N à N (seseorang kepada seseorang), contoh : Pierre presente Paul à Marie (Pierre memperkenalkan Paul kepada Marie)
•
N V N de N (seseorang dengan sesuatu), contoh : Pierre charge Marie d’une affaire (Pierre melibatkan Marie dalam sebuah kasus)
•
N V N de N (sesuatu dengan sesuatu), contoh : Pierre enveloppe un livre de papier (Pierre membungkus sebuah buku dengan kertas)
•
N V N de N (sesuatu dengan seseorang), contoh : Pierre attend de Marie un conseil (Pierre mengharapkan saran dari marie) Verba dalam bahasa Perancis mengenal dua nilai (konteks) yaitu
konteks waktu dan konteks makna. Sebelum mengenal kalimat tersebut satu persatu, ada ‘konjugasi’ (aturan-aturan dalam perubahan kata kerja tergantung konteks yang sesuai dengan subjeknya). Penggolongan yang umum digunakan dalam konjugasi adalah dengan mengelompokkan verba dalam 3 (tiga) grup yaitu verba akhiran – er, verba akhiran –ir dan verba radikal. Kalimat terdiri atas kalimat berita, kalimat tanya dan kalimat negatif. Dalam membuat kalimat bahasa Perancis ini, pelajar pemula terkadang sulit untuk memahami apa yang diajarkan. Selain itu dalam kalimat bahasa Perancis juga memiliki determinan yang sering dipakai yaitu 33
berupa artikel dan kata tunjuk. Dalam bahasa Perancis juga memiliki kata kerja pronominal serta pronom yang berfungsi sebagai kata ganti benda. Menurut Le Goffic dan Nicole (1975: 18) “La recherche de ces construction nécessitait, pour ordonnée et permettre la constitution de classes, un cadre general théorique, celui que nous avons adopté respecte les catagories gramaticales traditionnelles: N V signifie nom (syntagme nominal) + verbe (ex. Pierre dort) N V N signifie nom + verbe + nom (Pierre voit Paul)”. (Penelitian konstruksi yang dibutuhkan untuk menertibkan dan memungkinkan pembentukan kelas, kerangka teori umum, kita telah mengadopsi kategori gramtikal tradisional berupa : N V berarti kata benda + predikat (contoh: Pierre tidur) N V N berarti kata benda + predikat + kata benda (contoh: Pierre melihat Paul)) Pendapat ini memberikan keterangan bahwa struktur diatas telah mengalami perluasan dengan mengadopsi struktur gramatikal tradisional. Struktur gramatikal dapat dilihat dalam pembagian kata kerja bahasa Perancis yang telah dijelaskan oleh peneliti.
34