BAB II STUDI KEPUSTAKAAN A. Prestasi Belajar 1. Pengertian Prestasi Belajar Prestasi belajar tersusun dari dua suku kata, yakni prestasi dan belajar. Prestasi di dalam Kamus Ilmiah Populer (Asnawi, 2011) didefinisikan sebagai hasil yang telah dicapai. Menurut Sunartombs (2009), prestasi merupakan kecakapan atau hasil kongkret yang dapat dicapai pada saat atau periode tertentu. Belajar menurut Thobroni dan Mustofa (2011) adalah aktivitas manusia yang sangat vital dan secara terus menerus akan dilakukan selama manusia tersebut masih hidup. Menurut Syah (2011) belajar merupakan kegiatan yang berproses dan merupakan unsur yang sangat fundamental dalam penyelenggaraan setiap jenis dan jenjang pendidikan. Prestasi belajar adalah pengetahuan yang dicapai siswa pada sejumlah mata pelajaran tertentu yang telah ditetapkan pada tiap semester yang meliputi sikap penguasaan materi pelajaran (ranah kognitif) sebagai tolak ukur keberhasilan siswa di sekolah yang selanjutnya tertuang dalam rapor yang dinyatakan dalam bentuk nilai yang berkisar antara 0 – 100 (Wibowo, 2006). Menurut Slameto (2004), prestasi belajar adalah performance dan kompetensinya dalam mata pelajaran setelah mempelajari materi untuk mencapai tujuan pengajaran dalam satu satuan waktu yang bisa berupa catur wulan, atau tahun pelajaran. Menurut Ghufron dan Risnawati (2012) prestasi belajar adalah hasil yang telah diperoleh siswa setelah melakukan aktivitas belajarnya yang dinyatakan dalam bentuk nilai angka atau huruf. Ditambahkan bahwa prestasi belajar merupakan hasil yang mengakibatkan perubahan dalam diri individu sebagai hasil dari aktivitas dalam belajar. Prestasi belajar adalah hasil atau taraf kemampuan yang telah dicapai siswa setelah mengikuti proses belajar mengajar dalam waktu tertentu baik berupa perubahan tingkah laku, keterampilan dan pengetahuan dan kemudian akan diukur dan dinilai yang kemudian diwujudkan dalam angka atau pernyataan. Prestasi belajar merupakan hasil ujian yang dilakukan melalui penilaian dengan jalan testing, mengerjakan tugas, 1
menyelesaikan berbagai hal, membuat karangan, menyuruh memproduksi hal yang telah diterima sebagai pelajaran. Pemberian ulangan dilakukan dengan tujuan mengetahui kemajuan siswa. Prestasi belajar juga dapat diartikan sebagai hasil yang telah dicapai siswa sebagai tanda atau simbol keberhasilan dari usaha belajar (hasil aktivitas belajar) yang menghasilkan perubahan, pengetahuan, pemahaman, keterampilan, nilai, dan dinyatakan dalam bentuk skor yang diperoleh dari hasil tes mengenai sejumlah mata pelajaran tertentu (Sari, 2005). Berdasarkan paparan di atas penelitian ini mengacu pada teori Ghufron dan Risnawati (2012) tentang prestasi belajar yang diukur berdasarkan hasil belajar siswa setelah melakukan aktivitas belajar yang dinyatakan dalam bentuk nilai atau huruf. Dalam penelitian ini prestasi belajar matematika diukur dari hasil Tes Akhir Semester (TAS) II Tahun Ajaran 2011/2012 yang dinyatakan dalam bentuk nilai.
1. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Prestasi Belajar Tercapainya prestasi belajar siswa sebagaimana diharapkan, sangat perlu memperhatikan beberapa faktor yang mempengaruhinya. Keberhasilan dalam pencapaian prestasi belajar dipengaruhi oleh banyak faktor yang bersumber dari dalam maupun dari luar individu. Menurut Sadwika dalam Sulistyaningrum (2010) terdapat dua faktor utama yang mempengaruhi prestasi belajar, yaitu faktor intern dan faktor ekstern. Faktor intern adalah faktor yang ada dalam diri siswa, meliputi faktor fisik dan faktor psikis. Faktor fisik, individu dalam keadaan segar dan sehat jasmaninya akan lain prestasinya dibandingkan dengan siswa dalam kondisi lelah. Faktor psikis meliputi, kecerdasan, motivasi belajar, disiplin, konsentrasi, dan gaya belajar. Faktor ekstern adalah faktor yang ada di luar individu, meliputi lingkungan sekolah, masyarakat dan lingkungan keluarga. Lingkungan sekolah memperhitungkan sejauh mana sekolah dapat memenuhi kebutuhan siswa dalam berprestasi di sekolah. Lingkungan masyarakat sekitar memberikan banyak intelektual yang akan banyak mendorong siswa berprestasi, dalam lingkungan keluarga , suasana harmonis dalam keluarga dapat memberikan rasa aman bagi siswa, dan akan menyebabkan siswa merasa bebas untuk mengeksplorasi dirinya secara optimal. 2
2. Prestasi Belajar Matematika Menurut Sulistyaningrum (2010) prestasi belajar merupakan suatu hasil yang dicapai oleh siswa setelah mengalami suatu proses belajar yang telah dievaluasi dalam jangka waktu tertentu. Hasil evaluasi tersebut berupa nilai yang nantinya dapat menentukan tinggi rendahnya prestasi. Semakin tinggi nilai yang diperoleh, maka akan semakin tinggi juga prestasi yang akan dicapai siswa. Dalam kaitannya dengan matematika, dapat ditarik kesimpulan bahwa prestasi belajar matematika adalah hasil belajar yang dicapai oleh siswa setelah mengalami suatu proses belajar dalam jangka waktu tertentu khususnya dalam bidang matematika.
B. Gaya Belajar Model David Kolb Model gaya belajar yang dikemukakan oleh Kolb, salah seorang ahli pendidikan dari Amerika Serikat, yang mempopulerkan teori belajar “Experiential Learning”. Gaya belajar Model David Kolb mengklasifikasikan gaya belajar siswa ke dalam empat kecenderungan (kutub) utama yaitu Concrete Experience (CE), Abstract Conceptualization (AC), Reflective Observation (RO), dan Active Experimentation (AE), seperti terlihat pada gambar 2.1. Concrete Experience (CE) Feeling Accomodator (doing and feeling)
Diverger (feeling and watching)
Active Experimentation (AE) Doing
Reflective Observation (RO) watching
Converger (thinking and doing)
Assimilator (watching and thinking)
Abstract Conceptualization (AC) Thinking
Gambar 2.1. Kutub Tipe Gaya Belajar Model David Kolb 3
Pada gambar 2.1 di atas tampak bahwa model gaya belajar David Kolb terdapat dua bagian kutub. Kutub pertama berposisis vertikal berupa pengalaman konkret (belahan atas) dan konseptualisasi abstrak (belahan bawah), yang berpotongan dengan kutub kedua yang berposisi horizontal berupa pengamatan reflektif (belahan kanan), dan eksperimen aktif (belahan kiri) sehingga kedua garis berpotongan lurus membentuk empat kuadran. Kuadran tersebut terdiri dari diverger, assimilator, converger, dan assimilator. Keempat kuadran tersebut tersusun dari kombinasi antara Concrete Experience (CE), Reflective Observation (RO), Abstract Conceptualization (AC), dan Active Experimentation (AE). Concrete Experience (CE), siswa belajar melalui perasaan (feeling), dengan menekankan segi-segi pengalaman kongkret, lebih mementingkan relasi dengan sesama dan sensitivitas terhadap perasaan orang lain. Siswa melibatkan diri sepenuhnya melalui pengalaman baru, siswa cenderung lebih terbuka dan mampu beradaptasi terhadap perubahan yang dihadapinya. Siswa dalam kecenderungan ini suka dengan hal-hal atau pengalaman baru dan ingin segera mengalaminya, selain itu siswa dalam kecenderungan ini juga tidak takut untuk mencoba sesuatu yang baru, suka berkumpul dengan orang lain, bertukar pikiran, namun akan merasa bosan ketika suatu permasalahan yang sedang dihadapinya membutuhkan waktu lama dalam menyelesaikannya. Reflective Observation (RO), siswa belajar melalui pengamatan (watching), penekanannya mengamati sebelum menilai, menyimak suatu perkara dari berbagai perspektif, dan selalu menyimak makna dari hal-hal yang diamati. Siswa akan menggunakan pikiran dan perasaannya untuk membentuk opini. Siswa dalam kecenderungan ini melihat masalah dari berbagai perspektif, mengumpulkan sebanyak-banyaknya data yang berhubungan dengan permasalahan dari berbagai sumber, sehingga terkadang terlihat suka menunda-nunda menyelesaikan masalah, namun sebenarnya hati-hati sebelum membuat keputusan, suka melihat atau mengamati perilaku orang lain. Abstract Conceptualization (AC), siswa belajar melalui pemikiran (thinking) dan lebih terfokus pada analisis logis dari ide-ide, perencanaan sistematis, dan pemahaman intelektual dari situasi atau perkara yang dihadapi. Siswa menciptakan konsep-konsep yang mengintegrasikan observasinya menjadi teori yang sehat, dengan mengandalkan pada perencanaan yang sistematis. Siswa dalam kecenderungan ini lebih 4
mengadaptasi dan mengintegrasi dari hasil amatannya ke dalam sebuah teori, dalam memecahkan sebuah masalah siswa dalam kecenderungan ini lebih mengerjakannya secara vertikal, runtut sistemtis, dalam berpikir cenderung objektif dengan pendekatan yang analitis, pendekatan masalah dengan logika. Active Experimentation (AE), siswa belajar melalui tindakan (doing), cenderung kuat dalam segi kemampuan melaksanakan tugas, berani mengambil resiko, dan mempengaruhi orang lain lewat perbuatannya. Siswa akan menghargai keberhasilannya dalam menyelesaikan pekerjaan, pengaruhnya pada orang lain, dan prestasinya. Siswa menggunakan teori untuk memecahkan masalah dan mengambil keputusan, selain itu siswa juga lebih cenderung merespon sebuah tantangan sebagai sebuah kesempatan, dalam menghafal ataupun menyelesaikan sesuatu permasalahan siswa lebih menyukai dengan praktek langsung. Keempat kutub gaya belajar yang diungkapkan oleh David Kolb dalam Ghufron dan Risnawati (2012) akan membentuk empat kombinasi gaya belajar yang dikenal dengan Gaya Belajar Model David Kolb, keempat gaya belajar tersebut yaitu gaya belajar Diverger, Assimilator, Converger dan Accomodator. Menurut Kolb dalam Susilo (2006), bahwa setiap individu tidak didominasi oleh satu gaya belajar tertentu secara absolut, tetapi cenderung membentuk kombinasi dan konfigurasi gaya belajar tertentu. Keempat gaya belajar Model David Kolb tersebut dijelaskan sebagai berikut :
1. Gaya Belajar Diverger Gaya Belajar tipe diverger merupakan perpaduan antara Concrete Experience (CE) dan Reflective Observation (RO) jika diformulakan menjadi CE + RO, atau dengan kata lain kombinasi dari perasaan (feeling) dan pengamatan (watching). Siswa dengan tipe diverger memiliki kemampuan imajinasi dan melihat situasi kongkret dari banyak sudut pandang yang berbeda, kemudian menghubungkannya menjadi sesuatu yang bulat dan utuh. Pendekatannya pada setiap situasi adalah “mengamati” dan bukan “bertindak”. Siswa seperti ini menyukai tugas belajar yang menuntutnya untuk menghasilkan ide-ide dan gemar mengumpulkan berbagai informasi, menyukai isu tentang kesusastraan, budaya, sejarah, dan ilmu-ilmu sosial lainnya. Siswa tipe diverger ingin mengalami suatu pengalaman, misalkan memecahkan suatu persoalan, dan tidak takut untuk mencoba, namun cepat bosan jika persoalan membutuhkan waktu yang lama 5
untuk dapat dipahami, dipecahkan, atau diselesaikan. Mereka biasanya lebih banyak bertanya “why?”. Peran dan fungsi guru yang cocok untuk menghadapi siswa tipe ini adalah sebagai motivator. 2. Gaya Belajar Assimilator Gaya Belajar tipe assimilator adalah perpaduan antara Reflective Observation (RO) dan Abstract Conceptualization (AC) jika diformulakan menjadi RO + AC, atau dengan kata lain kombinasi dari pengamatan (watching) dan pemikiran (thinking). Siswa dengan tipe assimilator memiliki keunggulan dalam memahami dan merespon berbagai sajian informasi serta mengorganisasikan, merangkumkannya dalam suatu format yang logis, singkat, dan jelas. Siswa tipe ini cenderung lebih teoritis, lebih menyukai bekerja dengan ide serta konsep yang abstrak, daripada bekerja dengan orang, selain itu siswa dengan tipe ini juga cenderung lebih teoritis, mengasimilasikan fakta ke dalam teori, berpikir dengan objekjif, analitis, runtut, sistematis, melakukan pendekatan masalah dengan logika, berusaha benar-benar memahami suatu permasalahan terlebih dahulu sebelum melakukan tindakan. Mata pelajaran yang yang diminatinya adalah bidang sains dan matematika. Siswa tipe assimilator kurang perhatian kepada orang lain dan menginginkan apa yang akan dilakukan harus minimal sama atau lebih baik dengan apa yang telah atau pernah dilakukan sebelumnya. Mereka biasanya lebih banyak bertanya “what?”. Peran dan fungsi guru yang cocok untuk menghadapi siswa tipe ini adalah sebagai seorang expert.
3. Gaya Belajar Converger Gaya Belajar tipe converger adalah perpaduan antara Abstract Conceptualization (AC) dan Active Experimentation (AE) jika diformulkan menjadi AC + AE, atau dengan kata lain kombinasi dari berfikir (thinking) dan berbuat (doing). Siswa mampu merespon terhadap berbagai peluang dan mampu bekerja secara aktif dalam setiap tugas yang terdefinisikan secara baik. Siswa gemar belajar bila menghadapi soal dengan jawaban yang pasti, dan segera berusaha mencari jawaban yang tepat. Siswa mau belajar secara trial and error hanya dalam lingkungan yang dianggapnya relatif aman dari kegagalan. Siswa dengan tipe converger unggul dalam menemukan fungsi praktis dari berbagai ide dan teori. Biasanya siswa mempunyi kemampuan yang 6
baik dalam pemecahan masalah dan pengambilan keputusan. Siswa juga cenderung lebih menyukai tugas-tugas teknis (aplikatif). Siswa cenderung tidak emosional dan lebih menyukai bekerja yang berhubungan dengan benda dari pada manusia, masalah sosial atau hubungan antar pribadi. Mata pelajaran yang yang diminati adalah bidang IPA dan Teknik. Siswa biasanya lebih banyak bertanya “how?”. Peran dan fungsi guru yang cocok untuk menghadapi siswa tipe ini adalah sebagai seorang coach, yang dapat menyediakan praktik terbimbing dan dapat memberikan umpan balik yang tepat. 4. Gaya Belajar Accomodator Gaya Belajar tipe accomodator merupakan perpaduan antara Active Experimentation (AE) dan Concrete Experience (CE) jika diformulakan menjadi AE + CE, atau dengan kata lain kombinasi antara berbuat (doing) dengan merasakan (feeling). Siswa tipe ini senang mengaplikasikan materi pelajaran dalam berbagai situasi baru untuk memecahkan berbagai masalah nyata yang dihadapinya. Kelebihan siswa tipe ini memiliki kemampuan belajar yang baik dari hasil pengalaman nyata yang dilakukannya sendiri. Siswa tipe ini lebih suka membuat rencana dan melibatkan dirinya dalam berbagai pengalaman baru yang menantang, dalam usaha memecahkan masalah, mereka biasanya mempertimbangkan faktor manusia (untuk mendapatkan masukan/informasi) dibanding analisa teknis. Siswa dalam tipe ini cenderung untuk bertindak berdasarkan intuisi/dorongan hati daripada berdasarkan analisa logis, sering menggunakan trial and error dalam memecahkan masalah, kurang sabar dan ingin segera bertindak. Bila ada teori yang tidak sesuai dengan fakta cenderung untuk mengabaikannya. Mata pelajaran yang disukainya yaitu berkaitan dengan lapangan usaha (bisnis) dan teknik. Peran dan fungsi guru dalam berhadapan dengan siswa tipe ini adalah berusaha menghadapkan siswa pada “open-ended questions”, memaksimalkan kesempatan siswa untuk mempelajari dan menggali sesuatu sesuai pilihannya.
C. Kajian yang Relevan Suatu penelitian yang dilakukan untuk meneliti persoalan yang sama tidak selalu menghasilkan kesimpulan yang sama pula, bahkan tidak jarang 7
ada yang bertentangan. Penelitian yang mengkaji tentang hubungan antara gaya belajar dengan prestasi belajar sebelumnya telah dilakukan oleh beberapa peneliti. Hasil dari penelitian mereka tidak selalu sama, ada bagian-bagian tertentu dari hasil penelitian yang menjadikan sebuah pertentangan dalam hl hasil pembahasan. Penelitian Sulistyaningrum (2010) dalam penelitiannya yang berjudul “Hubungan Antara Gaya Belajar Dengan Prestasi Belajar Matematika Diantara Siswa XI IPA Dan IPS SMA Negeri 1 Salatiga Tahun Ajaran 2009/2010”, yang dilakukan pada 176 siswa kelas XI IPA dan IPS di SMA Negeri 1 Salatiga dengan menggunakan instrumen KLSI untuk gaya belajar dan nilai Matematika untuk prestasi belajar, dengan menggunakan korelasi Pearson Product Moment, diperoleh hasil analisis data yang menunjukkan adanya hubungan yang positif dan signifikan antara gaya belajar diverger, assimilator, converger, dan accomodator dengan prestasi belajar matematika pada kelas XI IPA serta terdapat hubungan yang positif dan signifikan antara gaya belajar accomodator dengan prestasi belajar matematika pada kelas XI IPS di SMA Negeri 1 Salatiga. Penelitian ini didukung oleh hasil penelitian dari Sadwika (2005) yang berjudul “Hubungan Antara Gaya Belajar Dengan Prestasi Belajar Bidang Kogniif Pada Siswa SMA Kristen Satya Wacana” yang memperoleh hasil bahwa semua gaya belajar berhubungan positif dengan prestasi belajar bidang kognitif pada 127 siswa kelas X di SMA Kisten Satya Wacana Salatigadan juga hasil dari penelitiaan yang dilakukan oleh Missa (2005) yang menemukan hasil bahwa ada hubungan yang positif antara gaya belajar assimilator dengan prestasi belajar siswa pada 68 siswa kelas 1 di SMKN 2 Soe. Hasil yang berbeda ditemukan pada penelitian yang dilakukan oleh Natalia (2011) tentang “Hubungan Gaya Belajar Dengan Prestasi Belajar Siswa Kelas IV Di Sekolah Dasar Gugus Diponegoro Pada Tahun Ajaran 2010/2011” yang menunjukkan hasil bahwa, gaya belajar diverger tidak berkorelasi positif signifikan dengan prestasi belajar siswa, yang dilhat pada koefisien korelasi (r) adalah -0,027 dengan signifikansi dua sisi adalah 0,911 > 0,05. Hasil berikutnya adalah gaya belajar assimilator tidak berkorelasi posiif signifikan dengan prestasi belajar siswa, yang dilihat pada nilai koefisien korelasi (r) adalah -0,052 dengan signifikansi dua sisi adalah 0,813 > 0,05. Hasil yang ketiga juga menunjukkan bahwa gaya belajar converger tidak berkorelasi signifikan dengan prestasi belajar siswa, yang ditunjukkan 8
dengan koefisien korelasi (r) adalah -0,683 dengan signifikasi dua sisi adalah 0,091 > 0,05. Hasil korelasi yang terakhir adalah gaya belajar accomodator berkorelasi positif namun tidak signifikan dengan prestasi belajar siswa. Korelasi tersebut dilihat pada nilai koefisien korelasi (r) adalah 0,300 dengan signifikansi dua sisi adalah 0,226>0,05. Penelitian dengan hasil yang mendukung dari penelitian Natalia adalah penelitian dari Sari (2005) memperoleh hasil bahwa tidak ada perbedaan yang signifikan antara prestasi belajar siswa berdasarkan gaya belajar siswa kelas II SMA Negeri 1 Suruh, hal ini terbukti dari hasil analisis bahwa sebanyak 37 % siswa bergaya belajar assimilator, 33% siswa bergaya belajar diverger, 20,8% siswa bergaya belajar accomodator, dan 8,5% siswa bergaya belajar Converger, tetapi hasil analisis menunjukkan bahwa siswa memiliki prestasi belajar baik yakni 85% dan sebagian kecil siswa memiliki prestasi belajar sangat baik yakni 14,7%. Wibowo (2006) juga melakukan penelitian yang mendapatkan hasil tidak adanya hubungan yang positif dan signifikan antara gaya belajar diverger, assimilator, converger dan accomodator dengan prestasi belajar siswa, yang ditunjukkan pada hasil analisis yang menggunakan teknik korelasi Kendall’s Tau_tub memperoleh hasil koefisien korelasi r = -0,069 dengan nilai p = 0,424>0,05.
D. Kerangka Berpikir Penggunaan gaya belajar (X) siswa yang tepat akan meningkatkan hasil belajar siswa, artinya prestasi belajar matematika (Y) siswa pun akan meningkat. Dugaannya adalah jika gaya belajar tepat maka gaya belajar itu akan mendukung dirinya untuk mencapai prestasi yang optimal. Siswa yang belajar dengan gaya belajar tepat maka akan mencapai hasil optimal, yaitu prestasi belajar tinggi. Sebaliknya, jika kegiatan belajar siswa dilakukan dengan gaya belajar tidak tepat maka hasil yang dicapainya pun tidak akan optimal, sehingga hal ini akan berdampak pada pencapaian prestasi belajar juga tidak akan optimal. Pada mata pelajaran matematika, siswa dengan menggunakan gaya belajar yang tepat pada materi saat itu, maka siswa tersebut dapat diduga akan mampu mencapai prestasi belajar optimal sesuai dengan materi yang diajarkan. Gaya belajar yang dipakai dalam penelitian ini adalah gaya belajar dalam perspektif David Kolb yang meliputi gaya belajar diverger, assimilator, converger, dan accomodator. Keempat gaya belajar tersebut diduga berpengaruh terhadap pencapaian prestasi belajar matematika siswa, 9
dengan begitu untuk mengukur gaya belajar siswa, akan dilihat berdasarkan gaya belajar model David Kolb. Adapun keterhubungan antara gaya belajar model David Kolb dengan prestasi belajar matematika siswa kelas X SMA 1 Bae Kudus akan digambarkan seperti pada gambar 2.2. Diverger
Assimilator Gaya Belajar (X)
Prestasi Belajar (Y) Converger
Accomodator
Bagan 2.1. Kerangka Berpikir
E. Hipotesis Penelitian 1. Hipotesis Empirik Hipotesis empirik dalam penelitian ini adalah “ada hubungan yang positif signifikan antara gaya belajar Model David Kolb dengan prestasi belajar matematika siswa kelas X SMA 1 Bae Kudus pada semester II tahun ajaran 2011/2012”.
2. Hipotesis Statistik Hipotesis empirik di atas secara statistik dapat dirumuskan sebagai berikut : Tidak ada hubungan yang positif signifikan antara 𝐻0 : 𝑟𝑥𝑦 = 0 gaya belajar Model David Kolb dengan prestasi belajar matematika siswa kelas X SMA 1 Bae Kudus pada semester II tahun ajaran 2011/2012. Ada hubungan yang positif signifikan antara gaya 𝐻1 : 𝑟𝑥𝑦 ≠ 0 belajar Model David Kolb dengan prestasi belajar matematika siswa kelas X SMA 1 Bae Kudus pada semester II tahun ajaran 2011/2012.
10