BAB II SILSILAH DAN SEJARAH BERDIRINYA TARIKAT NAQSYABANDIYAH HAQQANI
Tarikat Naqsyabandiyah merupakan salah satu tarikat besar yang sudah ada di Indonesia selain dari Tarikat Qadiriyah, Tarikat Saziliyah, Tarikat Khalwatiyah, Tarikat Syattariyah, Tarikat Sammaniyah, Tarikat Tijaniyah, dan Tarikat Qadiriyah wa Naqsyabandiyah atau disingkat dengan TQN, dan sebagainya. Tarikat Naqsyabandiyah merupakan tarikat yang didirikan oleh seorang pemuka tasawuf terkenal,
Muhammad bin Muhammad
Baha’ al-Din al-Uwaisi al-Bukhari
Naqsyabandi. Beliau dilahirkan pada tahun 717 H di sebuah desa bernama Qashrul ‘Arifan, kurang lebih 4 mil dari Bukhara, Sovyet, Rusia, tempat lahir Imam Bukhari. Syekh Bahauddin Naqsyabandi wafat pada tahun 791 H (1391 M), dengan meninggalkan Tarikat Naqsyabandiyah yang tersebar luas di benua Asia dan Afrika.1 Nama “Naqsyabandiyah” menurut Syekh Najmuddin Amir al-Kurdi dalam kitabnya Tanwīrul Qulub berasal dari dua buah kata bahasa Arab, “naqsy” dan “band”. Kata “naqsy” artinya ukiran atau gambar yang dicap pada sebatang lilin atau benda lainnya, sedangkan kata band” artinya bendera atau layar besar. Jadi, kata “Naqsyabandi” maksudnya adalah ukiran atau gambar yang terlukis pada suatu benda, melekat, tidak dapat terpisah lagi, seperti tertera pada sebuah bendera atau spanduk besar. Dikatakan demikian, karena Syekh Bahauddin Naqsyabandi semasa hidupnya senantiasa berzikir mengingat Allah Swt., sepanjang waktu. Oleh karena sering berzikir itulah, seolah-olah di hatinya telah terukir lafaz “Allah” dan sudah melekat ketat dalam kalbunya.2 Perkembangan Tarikat Naqsyabandiyah di Indonesia boleh dikatakan sangat pesat. Masuknya Tarikat Naqsyabandiyah ke Indonesia, berawal dari para pelajar Indonesia yang menuntut ilmu di Makkah. Syekh Yusuf Makassari (1626-1699) dianggap sebagai orang pertama yang memperkenalkan Tarikat Naqsyabandiyah di 1 2
Fuad Said, Hakikat Tarikat Naqsyabandiyah, Jakarta: Al-Husna Zikra, 1999, hal. 23. Ibid, hal. 7.
Universitas Indonesia
Refelksi Jalaluddin..., Chiriyah, FIB UI, 2009
19
Nusantara.3 Setiap tarikat harus memiliki silsilah atau garis keguruan yang sampai kepada Nabi Muhammad Saw. Tarikat Naqsyabandiyah, merupakan salah satu tarikat mukhtabar, yaitu tarikat yang diakui dan patut dihormati karena garis keguruannya sampai kepada Nabi Muhammad Saw. Berikut ini adalah bagan dari silsilah guruguru Naqsyabandiyah mengikuti garis Nabi Muhammad Saw. sampai kepada Syekh Bahauddin Naqsyabandi: Muhammad Saw.
Abu Bakar as-Shiddiq
Salman al-Farisi
Qāsim bin Muhammad bin A bi Bakar as-Shiddiq
Ja’far as-Shiddiq
Abu Yazid Thaifur al-Bistami
Abu al-Hasan al-Kharaqani
Abu ‘Ali al-Farmadzi
Abu Ya’qub Yusuf al-Hamadani
Abd. al-Khaliq al-Ghujdawani
‘Arif al-Riwgari
Mahmud Anjir Faghnawi
3
Sri Mulyati, et.al, Mengenal dan Memahami Tarikat-Tarikat Muktabarah di Indonesia, Jakarta: Prenada Media, 2005, hal. 95.
Universitas Indonesia
Refelksi Jalaluddin..., Chiriyah, FIB UI, 2009
20
‘Azizan ‘Ali al-Ramitani
Muhammad Baba al-Sammasi
Amir Sayyid Kulal al-Bukhari Muhammad Bahauddin Naqsyabandi.4
Dari bagan tersebut di atas, kita dapat menyimpulkan bahwa Tarikat Naqsyabandiyah merupakan tarikat yang sudah ada sejak masa Abu Bakar as-Shiddiq dan dilihat dari garis keguruannya masih berhubungan dengan Nabi Muhammad Saw., kemudian turun-temurun sampai ke kepemimpinan Muhammad Bahauddin Naqsyabandi. Nama dalam suatu tarikat biasanya selalu dihubungkan dengan nama pendiri atau nama dari mursyidnya, seperti yang dapat kita lihat pada Tarikat Naqsyabandiyah yang berasal dari nama tokoh pendirinya yang kemudian setelah meninggal, kedudukannya tersebut digantikan oleh murid-muridnya secara turun temurun. Dengan bergantinya mursyid, maka nama tarikat tersebut juga mengalami perubahan sesuai dengan nama tokoh pimpinan (mursyid) yang memimpin pada tarikat tersebut. Seperti halnya yang akan penulis bahas dalam bab ini, yaitu Tarikat Naqsyabandiyah Haqqani yang namanya diambil dari nama mursyidnya, yaitu Syekh Nazim Adil al-Haqqani.
4
Ibid, hal. 114.
Universitas Indonesia
Refelksi Jalaluddin..., Chiriyah, FIB UI, 2009
21
2.2 Sejarah Berdirinya Tarikat Naqsyabandiyah Haqqani
Pada dasarnya Tarikat Naqsyabandiyah Haqqani berasal dari Tarikat Naqsyabandiyah yang sudah ada sejak masa Abu Bakar as-Shiddiq5. Abu Bakar asShiddiq merupakan sahabat Rasulullah Saw. yang paling setia. Ke mana pun Rasulullah Saw. pergi, beliau selalu menemani, seperti halnya ketika Rasulullah Saw. hijrah dari kota Makkah ke Madinah. Jadi, tidak mengherankan apabila Rasulullah Saw. sangat menyayangi sahabatnya tersebut. Ketika Rasulullah Saw. sedang menderita sakit keras, Abu Bakar as-Shiddiq sudah ditunjuk oleh Rasulullah Saw. untuk menggantikan kedudukan Rasulullah Saw. kelak sebagai khalifah pertama dalam Islam, apabila nanti Rasulullah Saw. wafat. Dari pernyataan tersebut dapat dikatakan pula bahwa Abu Bakar as-Shiddiq merupakan orang kedua dalam Islam setelah Rasulullah Saw. Rahasia spiritual dalam Tarikat Naqsyabandiyah diturunkan oleh Nabi Muhammad Saw. kepada khalifah Abu Bakar as-Shiddiq di dalam sebuah gua yang dikenal dengan nama gua Tsur. Pada peristiwa itu, ketika berada di dalam gua, Nabi Muhammad Saw. pernah berkata kepada Abu Bakar: Tidak perlu untuk berhenti di gua ini, tapi suatu peristiwa penting terjadi di sini. Cahaya akar pohon spiritual yang akan menyebar ke seluruh umat, yaitu Cahaya yang datang langsung dari hadirat ilahi, akan muncul dari sini. Allah Swt. telah memerintahkanku untuk 6 menyalurkannya ke dalam hatimu dan ke seluruh pengikut Naqsyabandi Sufi.
Akan tetapi, ketika itu tarīqah (jalan) ini belum disebut dengan nama “Tarikat Naqsyabandiyah”, melainkan lebih dikenal dengan sebutan “Anak-anak Abu Bakar as-Shiddiq” atau disebut juga dengan istilah as-Shiddīqiyah.7 Dalam hal transmisi spiritual, Abu Bakar as-Shiddiq merupakan orang pertama yang memberi instruksi 5
Nama sebenarnya adalah Abdullah bin Utsman bin Amir bin Ka’ab bin Sa’ad bin Ta’im. Beliau diberi gelar ‘Atiq, artinya yang paling sholeh dan dibebaskan dari api neraka, dan diberi kunyah Abu Bakar, sedangkan gelar as-Shiddiq juga diberikan oleh Rasulullah karena beliau merupakan orang kepercayaan Nabi Saw. lihat. Al-Usairy, Sejarah Islam Sejak Zaman Nabi Adam hingga Abad XX, hal. 142. 6 Syekh Hisham Kabbani ar-Rabbani, Silsilah Rantai Emas 1,Vol. 1, terj. Arief Hamdani, et al., Jakarta: Rabbani Sufi Institute of Indonesia, hal. 19. 7 Ibid.
Universitas Indonesia
Refelksi Jalaluddin..., Chiriyah, FIB UI, 2009
22
dalam metode membaca kalimat Lā ilāha illa Allāh yang keramat untuk memurnikan hati dengan cara berzikir, dan sampai sekarang metode zikir tersebut masih dilakukan dalam amalan-amalan Tarikat Naqsyabandiyah.8 Abu Bakar juga merupakan orang pertama yang berani menghibahkan seluruh hartanya di jalan Allah Swt., demi kelancaran dalam perjuangan Islam. Sejak Abu Bakar dibaiat dalam Tarikat Naqsyabandiyah
oleh
Nabi
Muhammad
Saw.,
maka
berdirilah
Tarikat
Naqsyabandiyah yang keberadaannya masih tetap ada hingga sekarang ini. Mengenai sejarah berdirinya Tarikat Naqsyabandiyah, dalam buku karya Martin van Bruinessen yang berjudul Tarikat Naqsyabandiyah di Indonesia, menyebutkan bahwa Abdul Khaliq al-Ghujdawani seringkali dianggap sebagai pendiri pertama Tarikat Naqsyabandiyah. Dialah yang merumuskan delapan asas latihan spiritual yang masih dianggap sebagai paling mendasar dalam Tarikat Naqsyabandiyah ini. Delapan asas tersebut terdapat dalam tarikat pada abad ke-13 dan abad ke-14. Rincian mengenai asas-asas Naqsyabandiyah tersebut, banyak ditulis di berbagai sumber, salah satu di antaranya dipaparkan oleh Ian Richard Netton, adalah sebagai berikut: husy dar dam (keadaan sadar ketika bernapas), nazar bar qadam (memperhatikan langkah), safar dan watan (perjalanan di kampung halamannya). Maksudnya adalah intropeksi diri, berusaha untuk mengenal dan merubah kualitas diri sendiri untuk menjadi lebih baik. Khalwat dar anjuman (sepi dalam keramaian), yard kard (mengingat atau menyebut), bāzgasht (memperbarui), nigah dasyt (waspada), dan yāddāst (mengingat kembali).9 Asas-asas Tarikat Naqsyabandiyah tersebut berbahasa Persia, dan selama berabad-abad tulisan tentang tarikat ini masih terus ditulis dalam bahasa Persia. Abdul Khaliq al-Ghujdawani dan guru-guru setelahnya, yang semuanya tinggal di Asia Tengah, secara kolektif terkenal dengan sebutan “khawajagan” yang berarti ‘para tuan guru’. Terkadang Yusuf al-Hamadani pun termasuk di antara khawajagan. Pada periode khawajagan inilah Naqsyabandiyah memperoleh bentuk yang jelas
8 9
Ibid, hal 38. Ian Richard Netton, Sufi Ritual: The Parallel Universe, British: Curzon Press, 2000, hal. 77 et Seq.
Universitas Indonesia
Refelksi Jalaluddin..., Chiriyah, FIB UI, 2009
23
sebagai sebuah tarikat. Proses ini dianggap selesai dengan kegiatan yang dilakukan Bahauddin Naqsyabandi.10 Nama Tarikat Naqsyabandiyah telah mengalami perubahan ketika silsilah rantai emas Tarikat Naqsyabandiyah diwariskan kepada mursyid selanjutnya. Tarikat Naqsyabandiyah pada masa Abu Bakar as-Shiddiq sampai masa Bayazid al-Bistami dinamakan “as-Shiddīqiyah” atau disebut juga “Anak-anak Abu Bakar”. Dari masa Bayazid sampai masa Sayyidina Abdul Khaliq al-Ghujdawani dinamakan “atTayfuriyyah”. Dari masa Sayyidina Abdul Khaliq al-Ghujdawani sampai masa Syekh Bahauddin Naqsyabandi dinamakan “Khawajaganiyah”. Dari masa Syekh Bahauddin Naqsyabandi sampai masanya Sayyidina Ubaidullah al-Ahrar dan Sayyidina Ahmad Faruqi, dinamakan “Naqsyabandiyah”. Sejak masa Sayyidina Ahmad al-Faruqi sampai masa Syekh Khalid al-Baghdadi dinamakan “Naqsyabandi-Mujadiddiyah”. Pada masa Sayyidina Khalid al-Baghdadi hingga masa Sayyidina Syekh Isma’il Syirwani dinamakan “Naqsyabandiyah-Khalidiyyah”. Sejak masa Sayyidina Isma’il Syirwani sampai masa Sayyidina Syekh ‘Abdullah ad-Daghestani dinamakan “Naqsyabandiyah Daghestani”.11 Sekarang pada masa Syekh Nazim Adil al-Haqqani, nama tarikat ini berubah menjadi “Naqsyabandiyah Haqqani”. Dengan ini, dari masa kepemimpinan Syekh Nazim-lah kemudian muncul nama Tarikat Naqsyabandiyah Haqqani yang diambil dari nama belakang Syekh Nazim Adil al-Haqqani. Perubahan tersebut dilakukan setelah rahasia silsilah Tarikat Naqsyabandiyah diwariskan kepadanya (Syekh Nazim). Dari uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa Tarikat Naqsyabandiyah Haqqani merupakan tarikat lanjutan dari para ulama sufi terdahulu sejak masa Abu Bakar as-Shiddiq yang masih berhubungan dengan Nabi Muhammad Saw., hingga sampai pada masa kepemimpinan Syekh Nazim Adil al-Haqqani. Hanya nama tarikatnya yang sedikit berubah dengan menambahkan nama belakang mursyidnya yang membimbing yang diletakkan di akhir nama tarikat tersebut. Perubahan nama tarikat tersebut tidak hanya terjadi pada Tarikat Naqsyabandiyah Haqqani, melainkan 10 11
Martin van Bruinessen, Tarikat Naqsyabandiyah di Indonesia, Bandung: Mizan, 1995, hal. 52. Abdullah Mubarak, “Meditasi Sufistik pada Tarikat Naqsyabandiyah Haqqani” (Skripsi Sarjana, Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia), Depok, 2008, hal. 20.
Universitas Indonesia
Refelksi Jalaluddin..., Chiriyah, FIB UI, 2009
24
terjadi juga pada tarikat-tarikat besar lainnya, seperti yang kita ketahui bahwa Tarikat Qadiriyah yang namanya berasal dari Syekh Abdul Qadir Jailani, Tarikat Maulawiyah berasal dari nama Maulana Jalaluddin Rumi, dan masih banyak lagi yang lainnya. Awal masuknya Tarikat Naqsyabandiyah Haqqani ke Indonesia, nama tarikat ini baru dikenal oleh sebagian kecil masyarakat Indonesia. Meskipun demikian, dalam dakwah dan pendekatannya kepada masyarakat melalui bidang seni musik dan seni tari, yaitu tari Sema (whirling dervishes), Tarikat Naqsyabandiyah Haqqani telah berhasil menarik perhatian sebagian besar masyarakat Indonesia hingga tidak sedikit yang ingin bergabung dan dibaiat masuk ke dalam tarikat ini.
2.2.1 Silsilah Rantai Emas Tarikat Naqsyabandiyah Haqqani
Garis keguruan dalam suatu tarikat memiliki peranan yang sangat penting. Garis keguruan tersebut disebut dengan istilah “silsilah”. Martin van Bruinessen dalam bukunya yang berjudul Tarikat Naqsyabandiyah diIndonesia, mengungkapkan bahwa “silsilah” merupakan hubungan namanama yang sangat panjang atau disebut juga dengan istilah garis keguruan, yang satu bertali dengan yang lain, biasanya tertulis rapi dalam bahasa Arab di atas sepotong kertas, yang diserahkan kepada murid tarikat, sesudah ia melakukan latihan dan amalan-amalan. Hal tersebut dianggap penting, sebab bantuan kerohanian (tarikat) yang diambil dari guru-gurunya itu harus benar dan silsilahnya tersebut harus berhubungan sampai Nabi Muhammad Saw. Jika tidak, maka tarikat tersebut dianggap terputus dan bukan merupakan warisan dari Nabi Muhammad Saw.12 Di samping itu, bersambungnya silsilah tersebut merupakan indikator bahwa tarikat tersebut dianggap mukhtabar (yang patut dihormati).13
12 13
Abu Bakar Aceh, Pengantar Ilmu Tarikat, Solo: Ramadani, 1995, hal. 97. Mulyati, et al., op. cit., hal. 27.
Universitas Indonesia
Refelksi Jalaluddin..., Chiriyah, FIB UI, 2009
25
Berdasarkan dari silsilah yang ada, rangkaian antara guru dan murid pada suatu tarikat tidak selamanya saling mengenal dan berasal dari murid langsung dari guru pendahulunya. Seperti yang kita lihat pada bagan silsilah di bawah ini bahwa terdapat dua rangkaian yang berurutan antara guru dan murid, ada yang tidak saling mengenal satu sama lain, dikarenakan beberapa hal, di antaranya mereka tidak hidup dalam satu zaman, atau mereka hidup di zaman yang sama, tetapi mereka tidak pernah bertemu selama hidupnya. Oleh karena itulah, mereka dikenal dengan istilah barzakhi atau uwaisy14. Adapun ilmu yang didapat oleh gurunya tersebut dipercaya diperolehnya melalui pertemuan di alam ruhani, yakni bukan pertemuan di alam sebenarnya. Silsilah Tarikat Naqsyabandiyah Haqqani dimulai dari Abu Bakar asShiddiq hingga sampai kepada Syekh Nazim Adil al-Haqqani. Sebelumnya, penulis sudah menjabarkan silsilah Tarikat Naqsyabandiyah yang garis keguruannya dari Nabi Muhammad Saw. sampai kepada Syekh Bahauddin Naqsyabandi. Pada pembahasan kali ini, penulis akan memaparkan silsilah Tarikat Naqsyabandiyah yang hubungannya dimulai dari Nabi Muhammad Saw., hingga sampai kepada Syekh Nazim Adil al-Haqqani dengan nama tarikatnya, Naqsyabandiyah Haqqani. Jumlah keseluruhan mursyid pada Tarikat Naqsyabandiyah Haqqani sebanyak empat puluh mursyid. Rangkaian guru dan murid tersebut kemudian dikenal dengan sebutan “Silsilah Rantai Emas Naqsyabandiyah Haqqani”. Silsilah tersebut dapat digambarkan dalam bentuk bagan sebagai berikut:
14
Barzakhi, karena pembaiatan ternyata berasal dari alam barzah, alam antara, yaitu tempat bersemayamnya ruh orang yang meninggal sebelum datangnya hari kebangkitan. Istilah Uwaisy berasal dari nama Uwais al-Qarani, seorang Yaman yang sezaman dengan Nabi Muhammad Saw., yang tidak pernah berjumpa dengan Nabi Saw. ketika beliau masih hidup, tetapi dipercaya telah diislamkan oleh ruh Rasulullah Saw. setelah beliau wafat. lihat Bruinessen, Tarikat Naqsyabandiyah di Indonesia, hal. 49.
Universitas Indonesia
Refelksi Jalaluddin..., Chiriyah, FIB UI, 2009
26
Muhammad Saw.
Abu Bakar as-Shiddiq
Salman al-Farisi
Qāsim bin Muhammad bin Abi Bakar as-Shiddiq
Ja’far as-Shiddiq barzakhi Abu Yazid Thaifur al-Bistami barzakhi Abu al-Hasan al-Kharaqani
Abu ‘Ali al-Farmadzi
Abu Ya’qub Yusuf al-Hamadani barzakhi Abdul al-Khaliq al-Ghujdawani
‘Arif al-Riwgari
Mahmud Anjir Faghnawi
‘Azizan ‘Ali al-Ramitani barzakhi Muhammad Baba al-Sammasi
Amir Sayyid Kulal al-Bukhari
Muhammad Bahauddin Naqsyabandi
Ala’uddin al-Bukari al-‘Attar
Yaqub al-Charkhi
Universitas Indonesia
Refelksi Jalaluddin..., Chiriyah, FIB UI, 2009
27
Ubaidullah al-Ahrar
Muhammad az-Zahid
Darwisy Muhammad
Muhammad Khwaja al-Amkanaki
Muhammad al-Baqi bi-l-Lah
Ahmad al-Faruqi asy-Shirhindi
Muhammad al-Ma’sum
Muhammad Syaifuddin al-Faruqi al-Mujaddidi
As-Sayyid Nur Muhammad al-Badawani
Syamsuddin Habib Allah
Abdullah ad-Dahlawi
Khalid al-Baghdadi
Ismail Muhammad asy-Syirwani
Khas Muhammad asy-Syirwani
Muhammad Effendi al-Yaraghi
Jamaluddin al-Ghumuqi al-Husayni
Abu Ahmad as-Sughuri
Abu Muhammad al-Madani
Universitas Indonesia
Refelksi Jalaluddin..., Chiriyah, FIB UI, 2009
28
Syarafuddin ad-Daghestani
Abdullah al-Fa’iz ad-Daghestani 15
Muhammad Nazim Adil al-Haqqani.
Berdasarkan bagan di atas, terdapat beberapa hubungan yang bersifat barzakhi yang dapat dibedakan berdasarkan angka tahun wafatnya para syekh waliullah tersebut. Dilihat dari silsilah gurunya, Tarikat Naqsyabandiyah Haqqani bukanlah tarikat sembarangan, sebab tarikat tersebut memiliki silsilah guru atau mursyid yang jelas dan masih ada hubungannya dengan Nabi Muhammad Saw16. Selama perjalanan spiritualnya, Nabi Muhammad Saw. didampingi oleh sahabatnya yang selalu setia menemaninya, yaitu Abu Bakar as-Shiddiq. Nabi Muhammad Saw. mempercayai Abu Bakar as-Shiddiq untuk memegang tarikat ini, hingga akhirnya Abu Bakar as-Shiddiq dibaiat dalam Tarikat Naqsyabandiyah. Setelah dibaiat, Abu Bakar as-Shiddiq lalu memanggil dan mengumpulkan seluruh syekh dan wali Naqsyabandiyah atas perintah Nabi Muhammad Saw. Syekh pada Tarikat Naqsyabandiyah tersebut merupakan orang-orang pilihan yang kelak akan menggantikan kedudukan Abu Bakar asShiddiq. Para syekh Tarikat Naqsyabandiyah dipertemukan dan dibaiat (inisiasi) secara spiritual, yakni di alam ruh. Inilah yang disebut dengan istilah barzakhi, seperti yang telah dipaparkan sebelumnya. Silsilah atau garis keguruan pada Tarikat Naqsyabandiyah sepeninggal Abu Bakar as-Shiddiq, dipegang oleh mursyid urutan ketiga, yaitu Salman alFarisi. Beliau berasal dari keluarga Zoroastrian. Perjalanan spiritual yang dialami oleh Salman al-Farisi cukup panjang. Sebelum menganut agama
15 16
Syekh Hisham Kabbani ar-Rabbani, op. cit., hal. 116. Berdasarkan silsilah keluarganya, Nabi Muhammad Saw. merupakan keturunan Nabi Ibrahim as. Nama aslinya adalah Muhammad bin Abdullah bin Abdul Muthallib bin Hashim. Beliau dilahirkan pada hari Senin, tanggal 12 Rabiul Awal / 570 H, yang saat itu dikenal dengan tahun Gajah. lihat Hamdani, Silsilah Rantai Emas-1, Vol. 1, hal. 10.
Universitas Indonesia
Refelksi Jalaluddin..., Chiriyah, FIB UI, 2009
29
Islam, beliau sempat masuk ke dalam agama Nasrani. Ketika Salman al-Farisi bertemu dengan Rasulullah Saw., ia kemudian menganut agama Islam. Salman al-Farisi sering mengikuti Nabi Muhammad Saw. dalam berbagai peperangan, seperti halnya pada saat perang Badar, perang Uhud, dan perangperang lainnya. Salman al-Farisi juga memainkan peran dalam suatu perang yang bernama perang Khandaq. Dalam perang tersebut, beliau memberikan saran kepada Rasulullah Saw. untuk membuat parit di sekeliling kota Madinah. Rahasia Tarikat Naqsyabandiyah ini berada di bawah bimbingan Salman alFarisi sampai beliau wafat dan kemudian rahasia tersebut ia turunkan kepada cucu laki-laki dari Abu Bakar as-Shiddiq yang bernama Qāsim bin Muhammad bin Abu Bakar as-Shiddiq. Beliau merupakan salah satu dari tujuh ahli hukum terkenal di kota Madinah. Dilihat dari silsilah keluarganya, ibunya merupakan puteri dari seorang raja Persia yang terakhir yang bernama Yazdagir dan ia juga sekaligus keturunan dari Abu Bakar as-Shiddiq. Dalam usianya yang ke-70 tahun, Qāsim bin Muhammad bin Abu Bakar as-Shiddiq meninggal dunia.17 Setelah kematian Qāsim bin Muhammad bin Abu Bakar as-Shiddiq, rahasia Tarikat Naqsyabandiyah kemudian ia wariskan kepada Ja’far asShiddiq (w. 148/765) yang juga merupakan masih keturunan Khalifah Abu Bakar as-Shiddiq. Kemudian di bawah Jafar as-Shiddiq ada Abu Yazid alBistami. Nama lengkapnya adalah Abu Yazid Taifur bin ‘Isa al-Bustami. Ia lahir di Bistam, Persia, pada tahun 874 M dan meninggal dalam usia 73 tahun.18 Banyak ulama Muslim pada masanya dan setelah itu mengatakan bahwa Bayazid al-Bistami adalah orang pertama yang menyebarkan realitas kenihilan (fanā’), dan diikuti oleh baqā’. Bahkan ulama yang paling disiplin, Ibn Taymiyya yang hidup diabad ke-7, mengagumi Bayazid karena hal ini dan 17 18
Syekh Hisham Kabbani ar-Rabbani, op. cit., hal. 51. Abuddin Nata, Ilmu Kalam, Filsafat dan Tasawuf: Dirasah Islamiyah IV, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2001, hal. 174.
Universitas Indonesia
Refelksi Jalaluddin..., Chiriyah, FIB UI, 2009
30
menganggapnya sebagai salah satu gurunya. Mengenai hal ini, Ibn Taymiyya berpendapat bahwa ada dua kategori ke-fanā’-an, satu ditujukan untuk yang sempurna yaitu Nabi Muhammad Saw. dan para wali Naqsyabandiyah. Satu kategori lagi ditujukan untuk para pencari cinta di antara para wali dan orang shaleh. Menurutnya, Bayazid al-Bistami berasal dari kategori yang pertama yang mengalami fanā’, yang artinya penolakan utuh semua hal kecuali Tuhan.19 Dengan tercapainya fanā’ dan baqā’, maka sampailah Abu Yazid kepada al-Ittihad. Dalam tingkatan seorang sufi merasa bahwa dirinya telah menyatu dengan Tuhan dan yang disadari adalah wujud Tuhan.20 Abu Yazid diperkirakan belum pernah bertemu dengan guru-guru sebelumnya, terutama guru-gurunya yang hidup di Irak. Sementara beliau sendiri hidup di Khuzistan (Iran) bagian Timur Laut dan belum pernah pergi ke Irak tempat guru-guru sebelumnya tinggal. Kedudukan Abu Yazid dalam silsilah rantai emas Tarikat Naqsyabandiyah kemudian dilanjutkan oleh khalifahnya yang bernama Abu Hasan al-Harqani. Beliau berasal dari daerah yang sama dengan Abu Yazid al-Bistami. Beliau juga termasuk salah satu mursyid dari silsilah Tarikat Naqsyabandiyah yang bersifat barzakhi. Diduga ilmu tasawuf yang dianut oleh Abu Hasan al-Harqani memiliki kesamaan dengan ilmu tasawuf yang dianut oleh Abu Yazid. Dalam hal ini, Abu Hasan al-Harqani menganggap bahwa dirinya sebagai pewaris spiritual dari Abu Yazid, dan Naqsyabandi yang belakangan percaya bahwa ia telah menerima pelajaran secara barzakhi dari pendahulunya. Abu Ali Farmadi juga merupakan guru dari Ahmad al-Ghazali. Selain itu, ia juga memiliki murid yang bernama Abu Ya’qub Yusuf al-Hamadani21. Silsilah barzakhi tersebut 19
Syekh Hisham Kabbani ar-Rabbani, op. cit., hal. 61. Harun Nasution, Islam Ditinjau dari Berbagai Aspeknya, Jakarta: UI Press, 2002, hal. 83. 21 Yusuf al-Hamadani dilahirkan di Hamadan (Iran Barat). Awalnya ia menuntut ilmu di bidang ilmu Fiqh Syai’I di kota Baghdad. Namun, tidak lama kemudian ia meninggalkan bidang ilmu tersebut dan mengabdikan dirinya sepenuhnya dalam bidang tasawuf. Dengan demikian, tidak heran jika ia menghabiskan seluruh waktunya bersama guru-guru di Hamadan dan Asia Tengah. Dua orang Sufi yang kemudian mengakuinya sebagai guru mereka, yakni Abdul al-Khaliq al-Ghujdawani dan Ahmad Yesevi, cikal bakal berdirinya Tarikat Yeseviyah dan Tarikat Bektasiyah di Turki. lihat Bruinessen, Tarikat Naqsyabandiyah di Indonesia, hal. 51. 20
Universitas Indonesia
Refelksi Jalaluddin..., Chiriyah, FIB UI, 2009
31
bersambung kepada Abdul Khaliq al-Ghujdawani dan terus bersambung sampai kepada Syekh Bahauddin Naqsyabandi.22 Syekh Bahauddin mempelajari rahasia Tarikat Naqsyabandiyah melalui guru pertamanya yang bernama Syekh Muhammad Baba al-Sammasi. Selain itu, ia juga memiliki guru spiritual lainnya dari tarikat ini yaitu Syekh Sayyid Amir Kulal al-Bukhari. Setelah Bahauddin wafat, silsilah tarikat ini kemudian dilanjutkan oleh salah satu murid Syekh Bahauddin Naqsyabandi, yaitu Alauddin Atthar. Beliau dikenal sebagai buah dari pohon pengetahuan ilahi, kehidupan dari pengetahuan spiritual penghapus kegelapan, pemandu para bangsawan dan orang-orang kebanyakan, pemandu terbaik yang menerangi jalan menuju kehadirat ilahi. Atthar diangkat oleh Syekh Bahauddin Naqsyabandi menjadi menantunya dengan menikahi puteri dari Syekh Bahauddin Naqsyabandi.23 Setelah Atthar meninggal dunia, silsilah rantai emas Naqsyabandiyah ini ia wariskan kepada salah satu dari sekian banyak khalifahnya yang bernama Syekh Ya’qub Charqi. Syekh Ya’qub al-Charqi dilahirkan di kota Jarkh, sebuah wilayah di luar kota besar bernama Garnin yang terletak di antara dua buah kota yaitu Kandahar dan Kabul, di Transoxiana.24 Syekh Ya’qub Charqi memiliki murid yang bernama Ubaidullah al-Ahrar. Setelah Ubaidullah al-Ahrar, silsilah guru rantai emas selanjutnya diturunkan kepada Darwisy Muhammad. Kemudian dilanjutkan lagi oleh puteranya yang bernama Muhammad Khwaja alAmkanaki. Sesuai dengan namanya, beliau dilahirkan di desa yang bernama Amkana, yakni sebuah desa yang terletak di kota Bukhara. Setelah wafat, rahasia tarikat ini ia wariskan kepada Syekh Muayyiduddin Muhammad alBaqi Billah. Beliau masuk ke dalam Tarikat Naqsyabandiyah dan dibaiat dalam tarikat ini oleh Syekh Muhammad Khwaja al-Amkanaki.
22
Ibid. Syekh Hisham Kabbani ar-Rabbani, Silsilah Rantai Emas-2, Vol.2, terj. Arief Hamdani, et al., Jakarta: Rabbany Sufi Institute of Indonesia, hal. 56. 24 Ibid, hal. 66. 23
Universitas Indonesia
Refelksi Jalaluddin..., Chiriyah, FIB UI, 2009
32
Muhammad Baqi-Billah kemudian mewarisi silsilah tarikat ini kepada Ahmad Faruqi asy-Shirhindi, yakni salah seorang syekh dari Tarikat Naqsyabandiyah yang berasal dari daerah yang bernama Shirhindi atau Lahore, sekarang Pakistan. Beliau adalah syekh empat jalan sufi: Naqsyabandiyah, Qadiriyah, Qhistiyah, dan Suhrawardi. Kemudian beliau lebih memilih Naqsyabandiyah karena beliau berkata bahwa Naqsyabandiyah adalah “ibu dari semua jalan sufi”. Beliau meninggal pada tanggal 17 Safar 1034 H / 1624 M, pada usia 63 tahun.25 Setelah itu, Ahmad Faruqi asyShirhindi memberikan rahasia Tarikat Naqsyabandiyah ini kepada Syekh Muhammad Ma’sum. Silsilah tarikat ini terus berlanjut hingga sampai kepada Syekh Abdullah Faiz ad-Daghestani, kemudian ia turunkan lagi kepada generasi
penerusnya,
yaitu
Syekh
Nazim
Adil
al-Haqqani
dengan
menambahkan nama belakang di akhir nama tarikatnya menjadi Tarikat Naqsyabandiyah Haqqani.26 Perjalanan spiritual yang ditempuh oleh Syekh Nazim Adil al-Haqqani akan diulas secara khusus pada pembahasan berikutnya.
2.2.2 Sejarah Masuknya Tarikat Naqsyabandiyah Haqqani Ke Indonesia
Tarikat Naqsyabandiyah adalah sebuah tarikat yang mempunyai dampak dan pengaruh yang sangat besar kepada masyarakat muslim di berbagai wilayah yang berbeda-beda. Tarikat ini pertama kali berdiri di Asia Tengah kemudian meluas ke Turki, Suriah, Afganistan, dan India. Secara organisasi, aspek penting dari tarikat ini adalah afiliasi spiritualnya dengan khalifah pertama Abu Bakar as-Shiddiq. Bahauddin Naqsyabandi sebagai
25
Syekh Hisham Kabbani ar-Rabbani, Silsilah Rantai Emas-3, Vol.3, terj. Yayasan Haqqani Indonesia; Yayasan Rabbani Sufi Institute of Indonesia, Jakarta: Rabbani Sufi Institute of Indonesia, hal. 37. 26 Mengenai riwayat hidup para Syekh Tarikat Naqsyabandiyah Haqqani secara lengkap, lihat Silsilah Rantai Emas Tarikat Naqsyabandiyah Haqqani, Vol.1 sampai dengan Vol.4.
Universitas Indonesia
Refelksi Jalaluddin..., Chiriyah, FIB UI, 2009
33
tokoh pendiri tarikat ini, dalam menyebarkan tarikatnya melalui tiga orang muridnya yang bernama Ya’qub Charqi, Alauddin Atthar, dan Muhammad Parsa.
27
Kemudian masing-masing dari tiga orang murid Syekh Bahauddin
tersebut memiliki beberapa orang murid lagi, begitu seterusnya. Salah satu diantara murid-muridnya tersebut, yang paling menonjol adalah Ubaidullah al-Ahrar. Beliau tidak lain adalah murid dari Ya’qub Charqi. Hal yang membedakan dari Ubaidullah Ahrar dengan para Syekh Naqsyabandi sebelumnya adalah pola yang digunakan Ubaidullah ketika menyebarkan ajaran Tarikat Naqsyabandiyah, yaitu melalui pendekatan politik dan menjalin hubungan baik dengan kalangan penguasa. Kemudian setelah itu, muncul cabang-cabang dari Tarikat Naqsyabandiyah.28 Pola penyebaran yang digunakan oleh Ubaidullah Ahrar tersebut kemudian diikuti oleh Syekh Tarikat Naqsyabandi pada generasi selanjutnya. Dengan cara demikian, Ubaidullah Ahrar mampu memperoleh daerah kekuasaan yang cukup luas, termasuk kedatangannya hingga sampai ke Indonesia saat ini. Hanya saja, masuknya Tarikat Naqsyabandiyah ke Indonesia bukan dibawakan langsung oleh Ubaidullah Ahrar secara langsung. Tentunya hal tersebut dilakukan lagi oleh syekh Tarikat Naqsyabandiyah pada generasi selanjutnya. Kehadiran Tarikat Naqsyabandiyah di Indonesia sudah ada sejak dua abad sebelum Belanda mengenalnya untuk pertama kali—kendatipun bentuk tarikat tersebut mungkin berbeda.29 Akan tetapi, hal tersebut tidak diketahui dengan pasti sebenarnya siapa
yang pertama kali membawa dan
memperkenalkan ajaran Tarikat Naqsyabandiyah ke Indonesia. Berdasarkan sumber yang diperoleh penulis, dikatakan bahwa masuknya Tarikat Naqsyabandiyah ke Indonesia diperkenalkan oleh Syekh Yusuf Makassar (1626-1699). Dikatakan demikian, karena sewaktu hidup ia merupakan orang
27
Mulyati, et al., op. cit., hal. 91 et Seq. Ibid. 29 Bruinessen, op. cit., hal. 34. 28
Universitas Indonesia
Refelksi Jalaluddin..., Chiriyah, FIB UI, 2009
34
pertama yang menulis tentang Tarikat Naqsyabandiyah.30 Maka dari itu, beliau dianggap sebagai orang pertama yang memperkenalkan Tarikat Naqsyabandiyah ke Nusantara. Berdasarkan silsilah keluarganya, Syekh Yusuf Makassar memiliki ikatan darah dengan keluarga raja, yakni sebuah kerajaan kecil yang berada di daerah Sulawesi Selatan yang bernama Kerajaan Islam Gowa. Syekh Makassar dilahirkan di Makassar pada tahun 1626 M. Pada tahun 1644 dalam usianya yang relatif masih sangat muda ia pergi ke Yaman31 dan diteruskan ke Mekkah lalu Madinah untuk menuntut ilmu dan naik haji.32 Sepulangnya dari negara Arab, Syekh Yusuf Makassar pulang ke Indonesia. Tujuan kepulangannya ke Indonesia saat itu, bukan menuju ke kota kelahirannya. Melainkan ia pergi ke wilayah Jawa Barat, tepatnya di kota Banten. Di kota tersebut, ia menikahi seorang puteri Sultan Agung Tirtayasa yang berkuasa di wilayah Banten saat itu. Kehadiran Syekh Yusuf di Banten sangat berpengaruh sekali terhadap perkembangan wilayah tersebut, terutama di bidang pendidikan. Dengan usahanya yang keras, Syekh Yusuf mampu mengangkat nama baik Banten sebagai pusat pendidikan Islam. Sehingga banyak para pelajar dari berbagai wilayah di Indonesia berbondong-bondong ke kota itu untuk menuntut ilmu di sana. Sejak saat itulah Syekh Yusuf memperoleh kepercayaan yang lebih dari Sultan Banten dan kemudian menjadi salah satu penguasa wilayah tersebut. Syekh Yusuf memimpin ribuan pasukan yang saat itu tengah berjuang melawan penjajahan Belanda. Akan tetapi, kekuatan yang dimilikinya, tidak 30
Kebanyakan risalah-risalah dan surat-surat yang secara pasti ditulis oleh Syekh Yusuf ditulis dalam bahasa Arab; beberapa karyanya sendiri dan beberapa lainnya yang didasarkan pada ajaranajarannya juga dijumpai dalam bahasa Bugis. lihat Martin van Bruinessen, hal 36. 31 Setibanya di Yaman, beliau mempelajari Tarikat Naqsyabandiyah lewat seorang syekh Arab terkenal yang bernama Muhammad ‘Abdl al-Baqi. Belakangan di Madinah beliau juga belajar Tarikat Naqsyabandiyah kepada tokoh terkenal lainnya, Ibrahim al-Kurani, tetapi ia menyebut gurunya yang satu ini hanya sebagai seorang Syekh Tarikat Syattariyah. Yusuf belajar kepada berbagai guru lain di Makkah dan Madinah, dan mengadakan perjalanan hingga Damaskus. Di sini ia dibaiat masuk ke dalam Tarikat Khalwatiyah. Seluruhnya, ia menghabiskan usia selama seperempat abad di negeri Arab, dan menurut pengakuannya, ia telah mempelajari berbagai macam tarikat yang lain. lihat, Bruinessen, hal. 34. 32 Sri Mulyati, et al., op. cit., hal. 96.
Universitas Indonesia
Refelksi Jalaluddin..., Chiriyah, FIB UI, 2009
35
sebanding dengan jumlah pasukan Belanda saat itu, hingga akhirnya Syekh Yusuf berhasil ditawan oleh penjajah Belanda hingga ia wafat. Setelah Syekh Yusuf wafat, Tarikat Naqsyabandiyah makin berkembang hingga ke berbagai wilayah di Nusantara. Di Indonesia sendiri terdapat banyak macam-macam tarikat besar, beberapa di antaranya adalah Tarikat Qadiriyah wa Naqsyabandiyah yang didirikan oleh Syekh Ahmad Khatib Sambas, Tarikat Qadiriyah yang didirikan oleh Syekh Abdul Qadir Jailani, Tarikat Naqsyabandiyah yang kita ketahui telah didirikan oleh Syekh Bahauddin Naqsyabandi yang memiliki cabang-cabang lagi yang berkembang di penjuru tanah air. Berawal dari Tarikat Naqsyabandiyah yang selanjutnya turun temurun dari satu mursyid ke mursyid berikutnya dengan nama tarikat yang berbedabeda yang disesuaikan dengan nama mursyid yang memimpin saat itu. Silsilah
guru
Tarikat
Naqsyabandiyah
sekarang,
sampai
kepada
kepemimpinan Syekh Nazim Adil al-Haqqani dengan nama tarikatnya yaitu Tarikat Naqsyabandiyah Haqqani yang saat ini mulai dikenal oleh sebagian besar masyarakat Indonesia dengan ciri khasnya yang dimiliki, yaitu zikir dengan menggunakan musik dan juga terdapat tari Sema di dalamnya. Di samping Tarikat Naqsyabandiyah Haqqani, juga masih banyak lagi tarikattarikat besar lainnya yang ada di Indonesia dengan metode dakwah dan zikir yang berbeda-beda. Kedatangan Tarikat Naqsyabandiyah Haqqani ke Indonesia dibawa dan diperkenalkan oleh Maulana Syekh Muhammad Hisham Kabbani arRabbani. Syekh Muhammad Hisham Kabbani adalah seorang ulama dan syekh sufi yang berasal dari Lebanon. Berdasarkan dari silsilah keluarganya, beliau masih keturunan Rasulullah Saw. Syekh Hisham tidak lain merupakan khalifah (wakil), sekaligus menantu Syekh Nazim Adil al-Haqqani. Sejak usia 15 tahun, beliau telah menemani Syekh Abdullah ad-Daghestani dan Syekh Muhammad Nazim Adil al-Haqqani, syekh agung Tarikat Naqsybandiyah. Pada tahun 1991, Syekh Hisham diperintahkan oleh Syekh Nazim al-Haqqani
Universitas Indonesia
Refelksi Jalaluddin..., Chiriyah, FIB UI, 2009
36
untuk pindah ke Amerika dan mendirikan Yayasan Tarikat Naqsyabandiyah di sana. Sejak saat itu, beliau telah membuka 13 pusat sufi di Kanada dan Amerika Serikat.33 Maulana Syekh Hisham memperkenalkan Tarikat Naqsyabandiyah ke Indonesia bermula ketika masyarakat Indonesia mengikuti kajian yang diadakan oleh Tarikat Naqsyabandiyah di Amerika Serikat. Sejak saat itulah, muncul keinginan Maulana Syekh Hisham untuk menyebarkan Tarikat Naqsyabandiyah Haqqani ke Indonesia dan ingin membuka hubungan baik dengan Indonesia di bidang spiritual Islam, yakni dengan mendirikan beberapa zawiyah Tarikat Naqsyabandiyah Haqqani di Indonesia. Kemudian pada tanggal 5 April 1997, Syekh Hisham berkunjung ke Indonesia dan kemudian mendirikan zawiyah Tarikat Naqsyabandiyah Haqqani yang saat ini sudah tersebar di penjuru tanah air Indonesia. Berdasarkan penuturan Presiden Haqqani Indonesia, zawiyah Naqsyabandiyah Haqqani yang tersebar di Jakarta sebanyak sepuluh zawiyah. Selain di Jakarta juga tersebar di wilayah Jawa Timur, Jawa Barat, Jawa Tengah, Aceh, Papua, pulau Sumatra, pulau Bali, dan masih banyak lagi.34 Selain itu, Syekh Hisham juga mendirikan Yayasan Haqqani Sufi Institute of Indonesia di Jakarta. Kemudian pada tahun 2004, Syekh Hisham datang lagi ke Indonesia untuk mendirikan yayasan yang kedua, yaitu Yayasan Rabbani Sufi Institut Indonesia. Sampai saat ini, Syekh Hisham memiliki ribuan murid Naqsyabandiyah Haqqani di beberapa wilayah Indonesia, yang semuanya terwadah dalam suatu keluarga besar Jamaah
33
Dikutip dari website resmi Yayasan Haqqani Sufi Indonesia atas anjuran Arief Hamdani (Presiden Haqqani Sufi Institut Indonesia), tentang “Maulana Syekh Hisham Kabbani al-Haqqani ar-Rabbani q.s”.,
, diakses pada tanggal 23 Mei 2009, pukul 17:09 wib. 34 Penjelasan Arief Hamdani tentang “Sejarah Tarikat Naqsyabandiyah Haqqani”, melalui email: [email protected]., yang diakses pada tanggal 25 Mei 2009, pukul 18:44 wib.
Universitas Indonesia
Refelksi Jalaluddin..., Chiriyah, FIB UI, 2009
37
Tarikat Naqsyabandi al-Haqqaniyah yang dalam keorganisasiannya dikelola oleh Yayasan Haqqani Indonesia.35
2.3 Perjalanan Spiritual Mursyid Tarikat Naqsyabandiyah Haqqani
Syekh Nazim Adil al-Haqqani merupakan seorang mursyid keempat puluh dari silsilah Tarikat Naqsyabandiyah Haqqani. Beliau dilahirkan di Larnaka, Ciprus, pada hari ahad, tanggal 21 April 1922 atau 26 Sya’ban 1340 H. Beliau berasal dari keluarga terhormat dan merupakan mursyid urutan keempat puluh dari Tarikat Naqsyabandiyah Haqqani. Dari sisi ayahnya, beliau adalah keturunan Syekh Abdul Qadir Jailani36, sedangkan dari pihak ibu, beliau merupakan keturunan dari Maulana37 Jalaluddin Rumi yang juga merupakan keturunan Hasan dan Husein ra, cucu dari Nabi Muhammad Saw., sekaligus sebagai pendiri Tarikat Maulawiyah.38 Syekh Nazim mempelajari dan mengenal ilmu spiritual dari kakeknya sendiri yang ia peroleh sejak ia masih kecil. Ia mempelajari ilmu spiritual pada malam hari, siang harinya beliau menuntut ilmu umum di sekolahnya. Selama menuntut ilmu, Syekh Nazim mampu meraih prestasi yang sangat tinggi. Prestasinya tersebut ia peroleh bukan di bidang spiritualitas saja, melainkan juga di sekolah dan di perguruan
35
Dikutip dari website resmi Yayasan Haqqani Sufi Indonesia atas anjuran Arief Hamdani (Presiden Haqqani Sufi Institut Indonesia), tentang “Maulana Syekh Hisham Kabbani al-Haqqani ar-Rabbani q.s”., , diakses pada tanggal 23 Mei 2009, pukul 17:20 wib. 36 Syekh Abdul Qadir Jailani adalah pendiri Tarikat Qadiriyah. Beliau dilahirkan di desa Naif kota Gilan tahun 470 H /1077 M., yaitu wilayah yang terletak 150 km Timur Laut Baghdad. Syekh Abdul Qadir meninggal di Baghdad pada tahun 561 H/1166 M. beliau merupakan wali besar yang menduduki tingkat kewalian yang tinggi. Nama lengkap dan silsilahnya sampai ke Nabi Muhammad Saw. Lihat Mulyati, et al., Mengenal dan Memahami Tarikat-Tarikat Muktabarah di Indonesia, hal. 26 et Seq. 37 Maulana dalam bahasa Arab berarti “tuan kami”. Lafal Turki Mevlana (Baca: Mewlana) yang memiliki arti “guru kami”. Kata tersebut merupakan nama penghormatan yang diberikan kepada guru sufi dan juga digunakan sebagai nama Tarikat yang didirikan Jalaluddin Rumi, yakni Tarikat Maulawiyah. 38 Syekh Hisham Kabbani ar-Rabbani, Silsilah Rantai Emas-4, Vol.4, terj. Arief Hamdani, et al., Jakarta: Rabbany Sufi Institute of Indonesia, hal. 88.
Universitas Indonesia
Refelksi Jalaluddin..., Chiriyah, FIB UI, 2009
38
tinggi tempat ia menimba ilmu hingga memperoleh nilai yang sangat tinggi di bidangnya. Ketika tinggal di Turki, Syekh Nazim bertemu dengan guru spiritual pertamanya yang bernama Syekh Sulaiman Arzurumi39, yang merupakan syekh dari Tarikat Naqsyabandiyah yang meninggal pada tahun 1368 H / 1948 M.40 Melalui beliaulah, Syekh Nazim memperoleh pengetahuan lebih disamping ilmu tentang Tarikat Maulawiyah dan Tarikat Qadiriyah yang ia peroleh dari kakeknya, Syekh Abdul Qadir Jailani. Setelah beberapa lama tinggal bersama dan menuntut ilmu dari Syekh Sulaeman dan Syekh Jamaluddin al-Lasuni, Syekh Nazim kemudian diutusnya pergi ke Damaskus untuk berguru dengan Syekh Abdullah ad-Daghestani, yang tidak lain adalah guru spiritual Syekh Sulaeman Azurumi sendiri. Dalam pencariannya tersebut, Syekh Nazim tidak diberikan alamat yang jelas mengenai tempat di mana Syekh Abdullah tinggal. Akan tetapi, Syekh Nazim tidak langsung menuju ke Damaskus, sebab kota Damaskus saat itu berada di bawah kekuasaan Perancis dan sedang menanti serangan dari pihak Inggris. Oleh karena keadaan di wilayah Damaskus saat itu kurang mendukung, akhirnya Syekh Nazim memutuskan untuk pergi ke kota Homs, sebuah kota di mana terdapat makam salah satu sahabat nabi yang bernama Khalid bin Walid ra. Di kota ini syekh Nazim mengikuti pelajaran yang diberikan oleh Syekh Abdul Jalil Murad dan Syekh Said as-Suba’i. Mereka tidak lain adalah seorang Syekh Tarikat Naqsyabandiyah. Setelah setahun lamanya beliau tinggal di kota Homs, beliau melanjutkan perjalanannya ke Damaskus melalui Tripolli (Lebanon), kemudian menuju Beirut, baru setelah itu masuk ke wilayah Damaskus dengan melalui jalur yang lebih aman agar tidak terkena serangan dari pihak Perancis maupun Inggris. Setelah sekian banyak mengalami berbagai macam halangan dan rintangan yang ia
39
Syekh Sulaeman Arzurumi adalah salah satu dari 313 awliya’ Tarikat Naqsyabandiyah yang mewakili 313 utusan. lihat Silsilah Rantai Emas Naqsyabandiyah Haqqani, Vol. 1-4. 40 Syekh Hisham Kabbani ar-Rabbani, op. cit., hal. 90.
Universitas Indonesia
Refelksi Jalaluddin..., Chiriyah, FIB UI, 2009
39
hadapi, akhirnya Syekh Nazim tiba juga di Damaskus pada hari Jumat tahun 1365 H / 1945 M awal tahun Hijriyah.41 Kemudian Syekh Nazim mencari tempat kediaman Syekh Abdullah adDaghestani yang tinggal di wilayah Hay al-Maidan, dekat dengan makam Bilal alHabashi dan banyak keturunan dari keluarga Nabi Muhammad Saw. Sebuah daerah kuno yang penuh dengan monumen-monumen bersejarah.42 Setelah sekian lama mencari, akhirnya Syekh Nazim berhasil menemukan kediaman guru spiritualnya tersebut dan kemudian tinggal bersamanya. Syekh Abdullah ad-Daghestani menyambut hangat atas kedatangan Syekh Nazim ke kediamannya itu. Tentunya hal tersebut membuat perasaan Syekh Nazim merasa sangat senang dan bahagia, apalagi bisa tinggal bersama dengan orang yang sangat dikasihinya. Syekh Nazim diberi sebuah kamar untuk melepaskan segala keletihannya. Ketika hari menjelang pagi, Syekh Nazim dibangunkan dari tidurnya oleh Syekh Abdullah untuk menunaikan shalat malam, sekaligus shalat subuh. Seusai melaksanakan shalat, Syekh Nazim segera dibaiat oleh gurunya tersebut masuk ke dalam Tarikat Naqsyabandiyah. Ketika tengah membaiat, dikatakan bahwa kedua mata Syekh Abdullah berubah-ubah warnanya. Awalnya berwarna kuning, kemudian menjadi berubah menjadi merah, kemudian menjadi putih, lalu berubah lagi menjadi hijau, dan terakhir menjadi hitam. Dari perubahan warna-warna tersebut mengartikan bahwa pada perubahan warna pertama, yakni kuning. Warna tersebut menunjukkan maqam hati atau qalb. Beliau mengalirkan segala jenis pengetahuan eksternal yang dibutuhkan untuk melaksanakan kebutuhan manusia sehari-hari. Perubahan kedua adalah maqam sirr (rahasia). Pada tahap selanjutnya adalah tingkatan sirr as-sirr yang hanya diizinkan bagi para Syekh Naqsyabandiyah dengan imamnya Abu Bakar as-Shiddiq ra. Saat itu mata Syekh Abdullah telah berubah menjadi berwarna putih. Maqām keempat yaitu pengetahuan spiritual tersembunyi (khafa), di mana saat itu mata syekh berubah menjadi warna hijau. Terakhir adalah tahap akhfa, maqām yang paling rahasia di 41 42
Ibid, hal. 92. Ibid.
Universitas Indonesia
Refelksi Jalaluddin..., Chiriyah, FIB UI, 2009
40
mana tidak ada sesuatu apapun yang terlihat di sana. Mata beliau berubah menjadi hitam. Di sinilah beliau mengantar Syekh Nazim menuju kehadirat Allah Swt., kemudian mengembalikannya lagi pada eksistensinya semula.43 Setelah Syekh Abdullah merasa cukup dengan ilmu yang ia berikan kepada Syekh Nazim, ia pun memerintahkan Syekh Nazim untuk kembali ke Ciprus, yakni sebuah kota yang telah lama ditinggalkan oleh Syekh Nazim. Syekh Nazim kemudian segera pulang ke Ciprus mengikuti segala hal yang telah diperintahkan oleh guru spiritualnya tersebut, meskipun pada saat itu perasaan Syekh Nazim sangat berat untuk meninggalkan gurunya yang amat sangat ia cintai. Setibanya di Ciprus, Syekh Nazim kembali mengajarkan agama Islam serta menyebarkan ajaran Naqsyabandiyah yang telah ia peroleh dari syekhnya tersebut. Akan tetapi, dakwahnya saat itu tidak berjalan dengan mulus. Hal ini disebabkan karena saat itu pemerintahan Turki bersifat sekular, yakni melarang segala sesuatu yang berhubungan dengan agama. Peraturan pemerintah Turki saat itu melarang segala bentuk kegiatan yang dilakukan oleh para sufi, termasuk melarang umat Islam untuk tidak mengumandangkan azan di masjid-masjid seperti biasanya. Hal tersebut tentunya tidak membuat Syekh Nazim takut, melainkan beliau terus melakukan azan di masjid. Tindakannya tersebut membuat pemerintah Turki geram hingga memasukkannya ke dalam sel tahanan. Pelarangan dikumandangkan azan tidak bertahan lama, ketika Adnan Menderes memenangkan pemilu di Turki dan menjadi penguasa di sana. Langkah pertamanya ketika terpilih menjadi penguasa Turki saat itu adalah membuka seluruh masjid-masjid dan mengizinkan azan dikumandangkan dalam bahasa Arab.44 Setelah memperoleh kebebasan dan dukungan dari pemerintah Turki, Syekh Nazim kemudian melakukan perjalanan hingga keluar wilayah Siprus, bahkan sampai ke
negara-negara
Arab
lainnya
untuk
menyebarkan
ajaran-ajaran
Tarikat
Naqsyabandiyah. oleh sebab itulah Syekh Nazim mulai dikenal dan memiliki banyak murid, baik di Amerika, Asia, maupun di wilayah Eropa. Ketika Syekh Nazim 43 44
Ibid, hal. 94 et Seq. Ibid, hal. 97.
Universitas Indonesia
Refelksi Jalaluddin..., Chiriyah, FIB UI, 2009
41
kembali lagi ke Damaskus, beliau menikahi salah satu murid Syekh Abdullah adDaghestani yang bernama Hajjah Aminah Adil hingga kemudian Syekh Nazim memiliki dua orang puteri dan dua orang putera.45 Tidak lama kemudian, Syekh Nazim mendapat perintah lagi dari Syekh Abdullah ad-Daghestani. Dalam perintahnya kali ini, Syekh Nazim dimintanya untuk mengunjungi makam kakek Syekh Nazim yang terdapat di Baghdad, yaitu Syekh Abdul Qadir Jailani. Tanpa banyak bicara, Syekh Nazim langsung melaksanakan perintah Syekhnya itu. Setelah sampai di makam sang kakek, beliau dibaiat masuk dalam Tarikat Qadiriyah oleh Syekh Abdul Qadir Jailani tepat di depan makam Syekh Abdul Qadir. Pembaiatan tersebut dilakukan secara barzakhi. Dalam hal ini, Syekh Nazim berkata: Aku melihat Nabi Muhammad Saw. beserta 124.000 nabi-nabi lain, 124.000 sahabatsahabatnya, 7007 awliya’-awliya’ Naqsyabandi, 313 awliya’ Qutub dan Ghawts. Semuanya memberi selamat kepadaku. Mereka mengalirkan dalam hatiku ilmu spiritual mereka. Aku mewarisi dari mereka rahasia-rahasia Tarikat Naqsyabandi dan empat puluh tarikat-tarikat lainnya.46
Syekh Nazim memiliki karisma yang sangat tinggi hingga mampu menarik perhatian berbagai golongan masyarakat di sekitarnya menaruh hormat kepadanya, bahkan tidak sedikit dari mereka yang meminta untuk dibaat masuk dalam Tarikat Naqsyabandiyah
dan
menjadi
pengikut
tarikat
ini.
Selain
dari
Tarikat
Naqsyabandiyah, Syekh Nazim juga mewarisi dari empat puluh macam tarikat besar, beberapa di antaranya adalah Maulawiyah yang diturunkan dari kakeknya Jalaluddin Rumi, Tarikat Qadiriyah berasal dari Abdul Qadir Jailani, dan sebagainya. Keterikatan beliau dalam beberapa tarikat yang berbeda bukanlah sutau hal yang dianggap tabu. Azyumardi Azra, menyatakan bahwa para syekh dan murid-murid sufi tidak harus setia pada satu tarikat saja; mereka bisa menjadi pemimpin dan murid dari sejumlah tarikat. Lebih jauh lagi, mereka dapat berhubungan bukan hanya dengan 45 46
Ibid, hal. 99. Ibid, hal. 112.
Universitas Indonesia
Refelksi Jalaluddin..., Chiriyah, FIB UI, 2009
42
tarikat-tarikat tertentu yang berasal dari atau yang kebanyakan berkembang di satu wilayah tertentu dunia Islam, tetapi juga dengan tarikat yang datang dari wilayahwilayah lain.47 Maka dari itu, bukanlah suatu hal yang mustahil jika banyak kalangan yang jatuh hati padanya. Cintanya menyebar hingga ke seluruh penjuru negeri, termasuk para pengikut Tarikat Naqsyabandiyah Haqqani Indonesia yang juga senantiasa mencintai dan menyayanginya.
2.4 Zikir Tarikat Naqsyabandiyah
Seperti tarikat-tarikat yang lain, tarikat Naqsyabandiyah pun mempunyai sejumlah tata cara peribadatan, teknik spiritual, dan ritual tersendiri.48 Salah satunya adalah zikir Tarikat Naqsyabandiyah yang memiliki ciri khas tersendiri dalam praktiknya dari zikir yang dilakukan oleh tarikat-tarikat lainnya. Zikir merupakan salah satu metode atau cara untuk mendekatkan diri kepada Sang Khaliq, Allah Swt. Nabi Muhammad Saw. dan para imam wali Naqsyabandiyah telah mengajarkan amalan-amalan zikir dan doa kepada kita disertai dengan penjelasan tentang pahalapahala dalam pengamalannya. Sesungguhnya zikir merupakan salah satu jenis ibadah yang mengantarkan kepada kesempurnaan jiwa dan qurb (kedekatan) kepada Allah Swt.49 Allah Swt. berfirman dalam Surat Qaaf ayat 16, yang berbunyi: ∩⊇∉∪ ωƒÍ‘uθø9$# È≅ö7ym ôÏΒ Ïµø‹s9Î) Ü>tø%r& ßøtwΥuρ ( …çµÝ¡øtΡ ÏµÎ/ â¨Èθó™uθè? $tΒ ÞΟn=÷ètΡuρ z≈|¡ΣM}$# $uΖø)n=yz ô‰s)s9uρ Artinya: “Dan Sesungguhnya kami telah menciptakan manusia dan mengetahui apa yang dibisikkan oleh hatinya, dan kami lebih dekat kepadanya daripada urat lehernya”. QS 50:16
47
Azyumardi Azra, Jaringan Ulama Timur Tengah dan Kepulauan Nusantara Abad XVII & XVIII, Bandung: Mizan, 2004, hal. 145. 48 Bruinessen, op. cit., hal. 76. 49 Ibrahim Amini, Risalah Tasawuf: “Kitab Suci” para Pesuluk, Jakarta: Islamic Centre Jakarta, 2002, hal. 242.
Universitas Indonesia
Refelksi Jalaluddin..., Chiriyah, FIB UI, 2009
43
Umat Islam percaya bahwa dengan zikir, hati manusia akan terasa tenang karena hanya mengingat Allah Swt. semata serta menghilangkan segala macam pikiran selain Allah Swt., hati manusia akan dipenuhi akan cinta pada Allah Swt. Perintah zikir ini sebagaimana yang telah dikatakan oleh Allah Swt. dalam ayat Quran, yang berbunyi: ∩∇∪ Wξ‹ÏFö;s? ϵø‹s9Î) ö≅−Gu;s?uρ y7În/u‘ zΝó™$# Ìä.øŒ$#uρ Artinya: “Sebutlah nama Tuhanmu, dan beribadahlah kepada-Nya dengan penuh ketekunan”. QS 73 : 1 Zikir, ingat Allah, merupakan praktik sekaligus merupakan keadaan eksoteris. Sebagai keadaan eksoteris, zikir mengandung paradoks: sekalipun zikir berarti “ingat”, tetapi pengalaman puncak yang dituju praktik zikir merupakan pengalaman lupa segalanya kecuali Allah Swt. dengan segenap perhatian tercurah dengan menyebut asma-Nya, segalanya hilang dalam orbit persepsi dan imajinasi. Seluruh perhatian sang sufi tercurah kepada suatu ketiadaan yang meliputi segalanya.50 Di samping itu semua, sang dzākir (orang yang melakukan zikir) harus juga membebaskan hatinya dari segala sesuatu yang menyebabkan timbulnya kebingungan batin, seperti marah, lapar, keserakahan, atau kesedihan macam apa pun. Dengan kata lain, sang dzākir haruslah menafikkan egonya sendiri, dan sebaliknya menegaskan wujud Allah Swt., serta mengucapkan dengan penuh ketulusan dan keikhlasan, “Ya Allah! Engkaulah tujuanku dan keridhaan-Mu sajalah yang kucari”.51 Setiap tarikat di dunia memiliki metode tersendiri dalam zikirnya, kekhasan zikir dijelaskan secara teoritis di zaman kemudian. Sha’rani, yang dengan baik menafsirkan tasawuf di Timur Tengah dalam abad ke-17, menguraikan tentang tujuh jenis zikir, yakni: zikir al-lisan dengan lidah, zikir an-nafs yang tidak terdengar, tetapi terdiri dari gerak dan rasa di dalam; zikir al-qalb dengan hati, apabila hati merenungkan keindahan dan keagungan Tuhan di dalam dirinya; zikir ar-ruh, bila
50
Svara Sviri, Cita Rasa Mistis: Demikian Kaum Sufi Berbicara, terj. Ilyas Hasan, Bandung: Pustaka Hidayah, 2006, hal. 159. 51 Mir Valiuddin, Zikir dan Kontemplasi dalam Tasawuf, Bandung: Pustaka Hidayah, 1996, hal. 137
Universitas Indonesia
Refelksi Jalaluddin..., Chiriyah, FIB UI, 2009
44
pelaku mistik yang bersemadi mengamati cahaya sifat-sifat; zikir as-sirr dalam inti hati, apabila rahasia inti hati terungkap; zikir al-khafiy, zikir rahasia, artinya penglihatan cahaya keindahan daripada kesatuan sejati; dan akhirnya zikir akhfa alkhafiy, rahasia segala rahasia, yaitu penglihatan realitas kebenaran mutlak (haqq alyaqin).52 Dalam Tarikat Naqsyabandiyah sendiri terdapat dua macam zikir, yakni zikir zahr (zikir keras) dan zikir khafi (zikir lembut) atau dikenal juga dengan zikir diam yang dilakukan tanpa suara. Disebutkan dalam kitab al-Bahyat as-Saniyya, bahwa dari masa Mahmud al-Faghnawi hingga masa Sayyid Amir al-Kulal mereka terbiasa melakukan zikir zahr pada saat berkumpul dan sebaliknya, melakukan zikir khafi ketika mereka sedang menyendiri. Akan tetapi, ketika Syekh Bahauddin Naqsyabandi menerima rahasia Tarikat Naqsyabandiyah, beliau melakukannya zikir hanya dengan cara diam atau zikir khafi.53 Mulyadhi Kartanegara dalam bukunya yang berjudul Menyelami Lubuk Tasawuf, memaparkan bahwa zikir diam atau zikir khafi didasarkan pada irama pernapasan: Menghirup dan membuang nafas dengan mata dan bibir tertutup, sambil mengucapkan lafaz tahlil (lâ ilâha illâ Allâh), pezikir mengeluarkan nafas dengan memusatkan pada kata lâ ilâha, untuk mengusir semua godaan lahiriyah. Kemudian menghirup nafas sambil berkosentrasi pada illâ Allâh, untuk menegaskan bahwa semuanya adalah Allah Swt. (Tuhan). Pada dasarnya, zikir diam ini memiliki sejarah tersendiri, yakni pada saat Rasulullah Saw. dan Abu Bakar as-Shiddiq sedang bersembunyi di dalam gua Tsur ketika mereka melakukan hijrah dari kota Mekkah ke Madinah. Ketika itu, Abu Bakar melakukan zikir dengan tidak bersuara atau diam. Hal tersebut dilakukan agar keberadaan mereka tidak diketahui oleh musuh. Zikir dengan cara diam juga dilakukan oleh Syekh Bahauddin Naqshabandi. Beliau menyukai ini, karena beliau menganggap bahwa zikir khafi lebih kuat. Praktik zikir dengan tanpa suara ini sesuai dengan yang terdapat dalam Quran Surat al-A’raaf ayat 115, yang berbunyi: 52 53
Schimmel, op. cit., hal. 221. Syekh Hisham Kabbani ar-Rabbani, op.cit., hal. 22.
Universitas Indonesia
Refelksi Jalaluddin..., Chiriyah, FIB UI, 2009
45
zÏiΒ ä3s? Ÿωuρ ÉΑ$|¹Fψ$#uρ Íiρ߉äóø9$$Î/ ÉΑöθs)ø9$# zÏΒ Ìôγyfø9$# tβρߊuρ Zπx‹Åzuρ %Yæ•|Øn@ šÅ¡øtΡ ’Îû š−/§‘ ä.øŒ$#uρ ∩⊄⊃∈∪ t,Î#Ï≈tóø9$# Artinya: “Dan sebutlah (nama) Tuhanmu dalam hatimu dengan merendahkan diri dan rasa takut, dan dengan tidak mengeraskan suara, di waktu pagi dan petang, dan janganlah kamu termasuk orang-orang yang lalai”. QS 7:115 Mengenai teknik zikir ini, Yusuf al-Hamadani memiliki sedikit perbedaan dalam melakukan praktik zikirnya dengan cara menggabungkan zikir diam dan zikir keras: yang dari Abdul al-Khaliq al-Ghujdawani zikir diam, tetapi Amir Kulal kembali melakukan zikir keras. Dalam Naqsyabandiyah, pelajaran yang diberikan oleh Abdul al-Khaliq al-Ghujdawani kepada Bahauddin Naqsyabandi secara pasti menjadikan zikir diam sebagai norma dalam Tarikat Naqsyabandiyah. Lebih lanjut, Bahauddin Naqsyabandi menambahkan delapan asas yang dirumuskan oleh Abdul al-Khaliq dengan tiga asas yang berasal dari dia sendiri, yakni wuquf-i-zamani ‘memeriksa penggunaan waktu seseorang’, wuquf-i-‘adadi ‘memeriksa hitungan zikir seseorang’, dan wuquf-i-qalbi ‘menjaga hati tetap terkontrol’.54 Dengan ini, maka teknik-teknik mistik dasar yang membedakan Tarikat Naqsyabandiyah dengan tarikat lainnya dikukuhkan. Praktik zikir pada Tarikat Naqsyabandiyah ada yang dilakukan sendiri-sendiri dan juga ada yang dilakukan secara berjamaah yang dipimpin oleh seorang syekh.
54
Bruinessen, op. cit, hal. 78.
Universitas Indonesia
Refelksi Jalaluddin..., Chiriyah, FIB UI, 2009
BAB III BIOGRAFI JALALUDDIN RUMI DAN SEJARAH LAHIRNYA TARI MISTIS SEMA
Jalaluddin Rumi, merupakan tokoh besar sufi dan penyair mistis Islam yang pengaruhnya sangat kuat tidak hanya di belahan Timur, melainkan juga di Barat. Semasa hidupnya, ia telah berhasil menghasilkan beberapa macam karya puisi, sebagian besar dari puisinya tersebut berdasarkan pengalaman yang ia rasakan semasa hidupnya. Rumi mengajarkan konsep “Cinta Ilahiah”, yakni cinta terhadap Tuhan, kepada sesama manusia, hewan, tumbuh-tumbuhan, dan benda lainnya yang merupakan ciptaan Tuhan tanpa membedakan antara satu dengan yang lainnya, sehingga kemudian hari Rumi menjadi orang yang dicintai oleh pengikutnya, dan juga dikasihi oleh orang-orang yang hidup di zamannya hingga akhir hayat Rumi. Konsep cinta tersebut diilhaminya dalam bentuk tarian mistis yang dikenal dengan nama “Sema” yang dilembagakan oleh Tarikat Maulawiyah pada saat itu. Sema merupakan tarian mistis Rumi yang saat ini sudah berkembang ke berbagai negara di dunia. Bukan hanya itu, tarian mistis ini sudah menjadi salah satu kebudayaan di Turki. Tari Sema merupakan simbol kesedihan Rumi atas hilangnya Syamsi Tabriz (Syams)1. Gerakan dalam Sema sangat unik, karena para penari bergerak dengan cara berputar. Tarian mistis Sema saat ini sudah diperkenalkan ke seluruh masyarakat Indonesia oleh Tarikat Naqsyabandiyah Haqqani Indonesia.
1
Tokoh Syams merupakan salah seorang figur misterius dan penuh teka-teki dalam tasawuf. Kedekatannya dengan Jalaluddin Rumi yang sangat erat, bukan tanpa alasan jika Sultan Walad mempersamakan dirinya (Syams) dan Rumi bagaikan Nabi Khidr as dan Nabi Musa as (WaladNamah, 41). Publikasi terhadap karya Syams belakangan ini, Maqālāt, menyingkirkan spekulasi yang menyatakan bahwa dirinya adalah semacam tokoh dari dunia gaib, bukan seorang manusia. lihat Seyyed Hossein Nasr, Ensiklopedi Tematis Spiritual Islam: Manifestasi, hal. 143.
Universitas Indonesia
Refelksi Jalaluddin..., Chiriyah, FIB UI, 2009
47
3.1.1 Biografi Jalaluddin Rumi
Rumi menyandang nama lengkap Jalaluddin Muhammad bin Muhammad al-Balkhi al-Qunuwi.2 Beliau dilahirkan di Balkh3, sekarang Afghanistan, pada tanggal 30 September 1207 M.4 Menurut silsilah, ayah Rumi bernasab sampai kepada Abu Bakar Shidiq ra. Dari silsilah ibunya, Rumi masih keturunan Ali bin Abi Thalib. Ayahnya bernama Jalaluddin Baha’uddin Muhammad bin Husein, biasa dipanggil dengan nama Baha’ Walad, adalah seorang ulama besar bermazhab Hanafi yang memiliki kharisma tinggi. Baha’ Walad, merupakan ahli teolog, ahli fikih, sekaligus seorang guru sufi besar dengan kecenderungan mistis, yang menempuh jalan rohani sebagaimana Ahmad Ghazzali, saudara Muhammad Ghazzali (seorang sufi terkenal) dan ‘Ayn al Qudhat Hamadani. Sebagai seorang ahli fikih sekaligus sufi, Baha’ Walad memiliki pengetahuan eksoterik, yang berkaitan dengan hukum Islam (syariah), maupun pengetahuan esoterik, yang berkaitan dengan tarikat (tasawuf).5 Mengenai ilmu syariah, Baha’ Walad, mengajarkan tentang tata cara menunaikan serta menerapkan kewajiban-kewajiban agama, seperti salat, puasa, zakat, dan amalan lainnya. Melalui ilmu tarikat, Baha’ Walad, 2
Dikutip dari ceramah Sulthanul Awliya Mawlana Syekh Nazim Adil al-Haqqani dan Maulana Syekh Muhammad Hisham Kabbani ar-Rabbani, Sema Rumi: Adab Whirling Dervishes, terj. Arief L. Hamdhani, et al., Jakarta: Haqqani Sufi Institute of Indonesia. 3 Pada saat itu Balkh merupakan wilayah kekuasaan Kerajaan Khawarazan. Zaman dahulu, Balkh merupakan salah satu pusat kajian, praktik, dan tempat dimana kecintaan pada mistisme Islam tumbuh dengan pesat. Balkh, pada tahun-tahun awal abad ke-13, di samping menjadi pusat pembelajaran yang maju, juga merupakan pusat perdagangan. Tetapi keadaan politik memaksa terjadinya penyerbuan besar-besaran tentara Mongol dari Asia Dalam. Tepat pada tahun 1220 kota Balkh diserbu, digasak, dan dimusnahkan hingga runtuh oleh kaum Mongol. Dikutip dari buku yang berjudul Yang Mengenal Dirinya Yang Mengenal Tuhannya: Aforisme-Aforisme Sufistik Jalaluddin Rumi, hal 9 et Seq, buku ini merupakan terjemahan dan suntingan dari buku edisi bahasa Arabnya berjudul Fihi ma Fihi, yang diterbitkan oleh Majelis Press di Teheran tahun 1952 M. untuk pilihan dan terjemahan lain, lihat kepustakaan. 4 Mojdeh Bayat dan Muhammad Ali Jamnia, Negeri Sufi, terj. M.S. Nasrullah, Jakarta: Lentera, 2007, hal. 139. 5 William C. Chittick, Jalan Cinta Sang Sufi: Ajaran-ajaran Spiritual Jalaluddin Rumi, Yogyakarta: Qalam, 2001, hal.1.
Universitas Indonesia
Refelksi Jalaluddin..., Chiriyah, FIB UI, 2009
48
mengajarkan tentang bagaimana cara meraih kesempurnaan rohani sehingga dapat mencapai tahap penyucian diri (tazkiyatun nafs). Banyak kalangan di kota Balkh yang merasa tertarik dan kagum atas ilmu dan karisma tinggi yang dimiliki oleh Baha’ Walad, maka tidak heran jika akhirnya Baha’ Walad diberi gelar “Sulthanul Ulama” (Raja para Ulama). Gelar tersebut diberikan oleh penguasa Kerajaan Khawarajan pada saat itu. Di samping itu, tidak sedikit pula dari golongan tertentu yang tidak menyukai keberadaan Baha’ Walad dan keluarganya di kota tersebut (Balkh). Hal ini disebabkan karena mereka merasa iri terhadap segala hal yang dimiliki Baha’ Walad, bahkan dari rasa iri tersebut menimbulkan berbagai fitnah dan tindakan lainnya yang sangat merugikan Baha’ Walad dan keluarganya. Hal ini dirasakan sendiri oleh Baha’ Walad, sehingga ia memutuskan untuk membawa keluarganya keluar dari kota Balkh. Ketika itu usia Rumi baru menginjak lima tahun. Tidak lama setelah mereka keluar dari kota tersebut, tepatnya pada tahun 1220 M, ada suatu peristiwa yang tidak disangka-sangka terjadi bahwa kota Balkh diserbu dan dihancurkan oleh Mongol secara besar-besaran.6 Akan tetapi, peristiwa besar tersebut sudah tidak mempengaruhi kehidupan Baha’ Walad dan keluarganya lagi, sebab pada saat itu Baha’ Walad beserta keluarganya sudah pergi meninggalkan Balkh dan sejak saat itu tempat tinggal mereka menjadi nomaden, berpindah-pindah dari satu kota ke kota lain, bahkan dari satu negara ke negara lain. Kota pertama yang dikunjungi oleh keluarga Bahauddin adalah Nisapur, di sebelah barat kota Balkh. Di kota inilah Baha’ Walad bertemu dengan salah seorang kerabat dekatnya yang bernama Fariruddin Attar7.
6
7
Jalaluddin Rumi, Yang Mengenal Dirinya Yang Mengenal Tuhannya: Aforisme-Aforisme Sufistik Jalaluddin Rumi, terj. Anwar Khalid, Bandung: Pustaka Hidayah, 2006, hal. 10. Fariruddin Attar adalah seorang ulama sekaligus tokoh sufi besar yang terkenal. Attar dilahirkan di Nishapur dan diperkirakan wafat di sana pada tahun 1220, pada usia tua. Penyebab kematiannya tersebut tidaklah diketahui dengan pasti, apakah ia memang dibunuh oleh orang-orang Mongol yang sedang menyerbu atau tidak. Sajak-sajak Attar, terutama Manthiq at-Thayr, menjadi patokan karya
Universitas Indonesia
Refelksi Jalaluddin..., Chiriyah, FIB UI, 2009
49
Pandangan pertama Fariruddin Attar ketika bertemu dengan Rumi kecil, beliau melihat ada sesuatu yang berbeda dalam diri Rumi. Hati kecil Attar mengatakan bahwa kelak Rumi akan menjadi tokoh sufi besar. Selama kedatangannya di kediaman Attar, Rumi diberi hadiah sebuah buku karya mistis Attar yang berjudul Ilahiname, sambil berkata kepada Baha’ Walad, “Puteramu akan mengobarkan api dalam dunia para kekasih Allah”.8 Peristiwa tersebut diperkirakan terjadi pada tahun 1219 M. Setelah itu, mereka mengembara dan berpindah-pindah lagi dari satu negara ke negara yang lain. Dalam pengembaraannya tersebut, mereka melewati Baghdad kemudian melanjutkan perjalanan ke Mekkah untuk menunaikan ibadah haji. Selesai melaksanakan haji, mereka melanjutkan perjalanannya lagi hingga sampai ke Suriah (Damaskus). Kota ini bukanlah kota terakhir yang mereka singgahi, karena tidak lama mereka tinggal di sana, mereka kemudian mengembara lagi hingga akhirnya tiba di kota Anatolia Tengah dan menetap di kota Laranda (saat ini Turki). Ada beberapa peristiwa yang menjadi kenangan Rumi ketika menetap di kota Laranda. Suatu peristiwa yang membuat Rumi sangat bahagia, yaitu Rumi mengakhiri masa lajangnya dengan menikahi seorang gadis muda yang berasal dari Samarkand, yakni puteri dari Lala Syarifuddin as Samarkandi yang bernama Jauhar Khatun. Di samping kebahagiaannya itu, Rumi juga diselubungi rasa duka atas meninggalnya sang bunda tercinta. Tidak lama setelah itu, istri Rumi melahirkan seorang putera yang diberi nama Sultan Walad. Nama tersebut diambil dari nama belakang ayah Rumi, Baha’ Walad. Turki ketika itu dikenal dengan nama Rum. Dari nama itulah kemudian Rumi menggunakan nama “Rum (Rumi)” sebagai nom de plume9nya. Saat itu, Konya berada di bawah kekuasaan Kerajaan Saljuk yang sedang
sastra sufi yang menjadi sumber ilham bagi generasi-generasi mistis dan para penyair. lihat Schimmel, Dimensi Mistik dalam Islam, hal. 385-387. 8 Chittick, op. cit., hal. 140. 9 Nom de Plume adalah nama samaran dalam menulis sebuah karya. lihat Jamnia, Negeri Sufi, hal. 7 Untuk terjemahan lain, lihat kepustakaan.
Universitas Indonesia
Refelksi Jalaluddin..., Chiriyah, FIB UI, 2009
50
berkembang pesat. Raja yang berkuasa saat itu bernama Sultan Alauddin Kayqubad. Kedatangan Baha’ Walad ke wilayah Konya, guna memenuhi undangan dari Sultan Alauddin yang meminta Baha’ Walad untuk tinggal dan menetap di Konya. Peristiwa tersebut terjadi pada tahun 1228. Kedatangan Baha’ Walad beserta keluarganya di Konya disambut hangat oleh sultan. Di kota ini, Baha’ Walad mengisi waktunya dengan mengajar, seperti yang biasa ia lakukan ketika tinggal di kota Balkh. Kegiatan Baha’ Walad tersebut, menarik perhatian guru sultan yang bernama Sadruddin Goharts, sehingga beliau mendirikan madrasah untuk Baha’ Walad. Madrasah tersebut diberi nama Madarsa’i Khudavaudgor.10 Selama mengajar di madrasah tersebut, Baha’ Walad mengamalkan semua ilmu yang ia kuasai kepada murid-muridnya. Kegiatan ini berlangsung hingga akhir hayatnya pada tahun 1231 M. Setelah kematian Baha’ Walad, kedudukannya digantikan oleh puteranya, Rumi. Ketika itu Rumi berusia dua puluh empat tahun. Sejak ayah wafat, Rumi di bawah bimbingan Sayyid Burhanuddin Muhaqqiq at-Tirmizi, yang tidak lain adalah murid Baha’ Walad. Sebenarnya, tujuan utama kedatangan Burhanuddin Muhaqqiq ke Konya ingin bertemu dengan gurunya yang tidak lain adalah ayah Rumi, yaitu Baha’ Walad. Akan tetapi, tujuan Burhanuddin tersebut tidak terpenuhi, karena ia mendengar berita yang menyatakan bahwa gurunya tersebut telah meninggal dunia. Berita duka tersebut tentunya membuat Burhanuddin merasa kehilangan, sehingga hatinya terpanggil untuk mendidik Rumi, sekaligus sebagai balas jasa Burhanuddin atas kebaikkan Baha’ Walad terhadap dirinya. Selama di bawah bimbingan Burhanuddin, Rumi diperkenalkan tentang rahasia mistis yang lebih dalam. Burhanuddin mengajak Rumi pergi menuju Aleppo, Damaskus, guna memperoleh ilmu tasawuf secara formal. Mengenai hal ini, seorang tokoh tasawuf terkemuka, Whilliam Chittick, mengungkapkan
10
Meison Amir Siregar, Rumi: Cinta dan Tasawuf, Magelang: Tamboer Press, 2000, hal. 27.
Universitas Indonesia
Refelksi Jalaluddin..., Chiriyah, FIB UI, 2009
51
bahwa Rumi telah mencapai maqām11 tertinggi dalam ilmu tasawuf serta menyadari visi Allah yang diungkapkannya dalam setiap bait-bait syairnya. Di Aleppo, Rumi diperkenalkan dengan beberapa tokoh besar sufi yang sangat berpengaruh saat itu, salah satu di antaranya adalah Ibn Arabi12. Rumi berada di bawah pengawasan dan bimbingan Burhanuddin Tirmizi sampai Burhanuddin wafat di Kaysari pada tahun 1240 M. Kepribadian Rumi mengalami perubahan yang sangat drastis ketika ia bertemu dengan seseorang yang dikatakan sangat misterius, dia adalah Syamsi Tabriz. Pertemuan tersebut terjadi pada tahun 1244 M. Tidak seorang pun mengetahui asal-usul dan latar belakang kehidupan Syams. Akan tetapi, hal tersebut bukanlah suatu permasalahan besar bagi Rumi untuk bersahabat baik dengan Syams. Kehadiran Syamsi Tabriz sangat mempengaruhi kehidupan Jalaluddin Rumi. Akan tetapi, persahabatan mereka tersebut telah mengalami banyak halangan dan rintangan. Berkali-kali Syams mencoba untuk pergi jauh dari kehidupan Rumi untuk selama-lamanya. Di sisi lain, kepergian Syams sangat menyayat hati Rumi karena Rumi sangat mencintai sahabatnya itu, hingga beliau merasa mabuk cinta yang kemudian diungkapkannya dalam bentuk tarian mistis. Suatu hari tidak seperti biasanya, suasana kota Konya menjadi ramai sekali. Ribuan orang berbondong-bondong menjenguk dan mendoakan demi kesembuhan Rumi, yang pada waktu itu sedang menderita sakit keras. Sahabat Rumi yang bernama Syadruddin, turut menjenguk dan mendoakan, seraya berkata, “Semoga Allah memberi ketenangan kepadamu dan 11
Maqām adalah suatu taraf yang berlangsung terus, yang dicapai oleh seseorang dengan usahanya sendiri. Maqāmāt yakni “persinggahan-persinggahan” yang digambarkan berbagai taraf yang diraih santri dalam ketekunannya dibidang moral dan pertapaan. lihat Schimmel, Dimensi Mistik dalam Islam, hal 125. 12 Ibn Arabi (560-638 H/1165-1240 M) mungkin merupakan penulis karya-karya tasawuf yang paling berpengaruh dalam sejarah Islam. Dalam dunia Arab, dirinya dikenal sebagai Ibn al-Arabi, dengan menggunakan partikel tertentu al- (menandai ism ma’rifah). Nama panjangnya adalah Abu ‘Abd Allah Muhammad ibn al-Arabi al-Tha’I al-Hātimi. Dirinya dijuluki Muhyi al-Din, “Sang Pembangkit Agama”, dan al-Syaikh al-Akbar, “Sang Guru Tertinggi”, walaupun ia tidak mendirikan tarikat, pengaruhnya atas para sufi begitu meluas dengan cepat, melalui murid-murid terdekatnya yang mengulas ajaran-ajaran dengan terminology intelektual maupun filosofis. lihat Seyyed Hossein Nasr, Ensiklopedi Tematis Spiritual Islam: Manifestasi, hal. 64.
Universitas Indonesia
Refelksi Jalaluddin..., Chiriyah, FIB UI, 2009
52
kesembuhan dan tidak ada yang bisa mencelakakanmu, apabila tabir antara kekasih dan kekasih telah terangkat”.13 Rumi sempat menjawab doa yang diucapkan oleh sahabatnya tersebut dengan menyatakan bahwa kematian itu akan menjadi manis dan akan bermakna baik apabila engkau (Sadruddin) beriman. Pada tanggal 5 Jumadil Akhir tahun 672 H, tepatnya pada tanggal 17 Desember 1273 M., Rumi dipanggil oleh Sang Maha Pencipta diusianya yang ke-68 tahun.14 Rumi meninggalkan semua orang yang dicintai dan yang mencintainya untuk selama-lamanya. Kepergian Rumi membawa kesedihan bagi banyak kalangan. Bukan hanya orang-orang muslim, melainkan juga orang-orang nonmuslim pun turut merasakan duka yang sangat dalam. Hal ini disebabkan karena Rumi tidak pernah pilih kasih dalam menilai dan bergaul dengan orang dari golongan manapun, bahkan beliau mengajarkan tentang makna
cinta
yang
sebenarnya
kepada
semua
orang.
Jasad
Rumi
diberangkatkan pagi hari dan sampai di pemakaman sore harinya dan baru dikebumikan pada malam harinya. Hal ini disebabkan karena banyak yang ingin ikut memikul keranda jenazahnya. Meskipun Rumi telah wafat, namun keagungan serta kebesarannya masih terus dikenang sampai saat ini. Seperti halnya di Konya, Turki, setiap tanggal 17 Desember Tarikat Maulawiyah memperingati wafatnya Rumi dengan mengadakan pertunjukkan seni tari mistis Sema. Begitu juga di Indonesia, untuk mengenang Rumi, Tarikat Naqsyabandiyah Haqqani setiap tahunnya juga menyelenggarakan upacara ritual tari Sema di tempat yang berbeda-beda. Malam peringatan wafatnya Rumi tersebut dalam bahasa Turki dikenal dengan istilah “Seb-i Arus”, yang artinya adalah “Malam Penyatuan”.
13
Abul Hasan An-Nadwi, Jalaluddin Rumi Sufi Penyair Terbesar, Jakarta: Pustaka Firdaus, 1993, hal. 8. 14 Ibid, hal. 8 et Seq.
Universitas Indonesia
Refelksi Jalaluddin..., Chiriyah, FIB UI, 2009
53
3.1.2 Buah Karya Jalaluddin Rumi
Selama hidupnya, Rumi mampu menghasilkan karya sastra yang jumlahnya sangat besar. Karya Rumi yang berbentuk puisi jumlahnya mencapai lebih dari 30.000 bait; dalam Masnawi terdapat 25.000 bait; dan Ruba’iyyat atau syair empat baris, yang kira-kira 1.600 barisnya adalah asli. Dalam syairnya yang berjudul Diwan-i Syams-i Tabriz terdiri dari kurang lebih 3.230 gazal.15 Puisi yang berjudul Diwan-i Syams-I Tabriz ini ditulis Rumi tiga puluh tahun lamanya, dimulai ketika Rumi kehilangan Syams sampai akhir hayat Rumi. Dalam menulis karyanya tersebut, Rumi banyak menyisipkan nama penyair dan nama teman-temannya sebagai nom de plumenya, salah satunya adalah nama Syamsi Tabriz yang tidak lain adalah sahabat spiritual Rumi. Berbeda dengan Masnawi, puisi Rumi dalam syair Diwan merupakan bentuk kesedihan Rumi karena telah kehilangan kekasihnya, Syams, serta mengisyaratkan adanya kemabukan cinta atas kekasihnya tersebut yang diterapkannya melalui tarian berputar hingga akhirnya mencapai ekstase. Sebagian kecil puisi Rumi dalam Diwan-i juga terdapat ungkapan pujian terhadap tokoh-tokoh tertentu, seperti Shalahuddin Zarqub dan Husamuddin al-Chelebi. Salahuddin Zarqub adalah seorang pandai besi sekaligus seorang syekh sufi. Beliau merupakan teman lama Rumi ketika mereka masih menjadi murid dari guru yang sama yang bernama Burhanuddin Muhaqqiq atTirmidzi. Rumi sangat menghormati teman lamanya itu dan kemudian Salahuddin pun menjadi sahabat terdekat Rumi setelah kematian Syams. Kemudian Rumi menikahkan puteranya, Sultan Walad, dengan puteri Salahuddin demi mempererat hubungan persahabatan di antara mereka. Persahabatan mereka terjalin sampai Salahuddin Zarkub meninggal karena 15
Reynold A. Nicholson, Jalaluddin Rumi: Ajaran dan Pengalaman Sufi, Jakarta: Pustaka Firdaus, 2000, hal. xv.
Universitas Indonesia
Refelksi Jalaluddin..., Chiriyah, FIB UI, 2009
54
menderita sakit yang berkepanjangan. Rumi merasa sedih dan merasa kehilangan, hingga ia mengungkapkan kesedihannya tersebut melalui sajaksajaknya (Rumi) yang berjudul Diwan-i-Syams-i-Tabriz. Berikut adalah kutipan salah satu sajak Rumi dalam Diwani yang dikutip penulis dalam buku karya Annemarie Schimel yang berjudul Akulah Angin Engkaulah Api: Hidup dan Karya Jalaluddin Rumi: Sayap-sayap Jibril dan Malaikat menjadi biru: Demi kau, orang-orang suci dan para Rasul telah menangis (D 2364)
Setelah ditinggalkan Salahuddin, Rumi mencari seseorang yang sejalan dengannya, sehingga Rumi dapat memperoleh motivasi dan inspirasi dari sahabatnya tersebut dalam menyusun karyanya (Rumi). Akhirnya, Rumi menemukan karakter seorang sahabat yang ia inginkan dalam diri Husamuddin Chelebi, yang tidak lain adalah murid Rumi sendiri. Rumi memperoleh banyak ilham dan berbagai ide dari Husamuddin dalam menyusun karyanya yang berjudul Masnawi. Salahuddin-lah yang membantu Rumi dalam menuliskan setiap syair yang keluar dari mulut Rumi secara spontan. Salahuddin dan Husamuddin Chelebi merupakan dua orang yang sangat berpengaruh dalam kehidupan Rumi setelah kematian Syamsi Tabriz. Bagi Rumi, mereka adalah pantulan-pantulan kekuatan Cahaya Ilahi. Maka dari itu, tidak mengherankan jika Rumi memberikan gelar kepada Husamuddin Chelebi sebagai “Cahaya Matahari”. Husamuddin banyak memberikan inspirasi dan masukan serta saran kepada
Rumi
supaya
Rumi
menuliskan
syair-syairnya
(Masnawi),
sebagaimana Sana’i dan Attar. Pendapat Husamuddin tersebut berdasarkan pada penglihatannya (Husamuddin), yang sebagian besar murid-murid Rumi suka membaca puisi karya Sana’i dan Attar. Rumi pun menuruti saran murid kesayangannya tersebut dan langsung mengambil secarik kertas dari sorbannya. Setiap untaian syair yang keluar dari mulut Rumi secara spontan,
Universitas Indonesia
Refelksi Jalaluddin..., Chiriyah, FIB UI, 2009
55
dicatat oleh Husamuddin dengan baik. Setelah selesai ditulis, Husamuddin membacakannya kembali di hadapan Rumi. Hal ini dilakukan supaya tidak ada kekeliruan dalam penulisan karya tersebut, jika ada kesalahan dan kekurangan dalam penulisan, Rumi dapat langsung membenarkan serta menambahkannya. Kebiasaan ini dimulai antara tahun 1260 M sampai 1261 M, bahkan terus berlanjut sampai Rumi wafat.16 Karya Rumi yang berjudul Masnawi disebut juga dengan istilah Quran berbahasa Persia.17 Dikatakan demikian, karena di dalam Masnawi, terdapat ayat Quran dan Hadis yang kemudian dijadikan sebagai buku wajib yang harus dipelajari dan dipahami oleh seluruh pengikut Tarikat Maulawiyah. Kedekatan Rumi dengan Salahuddin terus berlanjut sampai akhir hayat Rumi. Setelah Rumi wafat, Husamuddin menggantikan kedudukan Rumi dalam mengembangkan Tarikat Maulawiyah, sampai ia wafat. Setelah itu, barulah putera Rumi, Sultan Walad, menggantikan kedudukan Salahuddin dalam memimpin tarikat yang didirikan ayahnya tersebut. Di tangan Sultan Walad, Tarikat Maulawiyah makin berkembang dengan baik dan ia juga mengabadikan tari mistis Sema dalam tarikatnya. Dengan demikian, tari Sema dan Tarikat Maulawiyah yang didirikan oleh Rumi, makin berkembang dan menyebar ke seluruh Anatolia, bahkan Sema yang diajarkan oleh Rumi juga telah menyebar ke seluruh dunia, termasuk Indonesia yang saat ini digunakan di zawiyah-zawiyah Tarikat Naqsyabandiyah Haqqani.
16
Abdul Munir Mulkhan, Jalaluddin Rumi Kearifan Cinta: Renungan Sufistik Sehari-hari Kutipan Fihi ma Fihi, terj. bahasa Inggris A.J Berry, Yogyakarta: Kreasi Wacana, 2001, hal. 190 et Seq. 17 Annemarie Schimmel, Dimensi Mistik dalam Islam, Jakarta: Pustaka Firdaus, 2000, hal. 400.
Universitas Indonesia
Refelksi Jalaluddin..., Chiriyah, FIB UI, 2009
56
3.2 Sejarah Lahirnya Tari Mistis Sema
Seperti yang telah dijelaskan pada bab sebelumnya bahwa tari Sema muncul atas dasar kerinduan Maulana Jalaluddin Rumi terhadap guru spiritualnya yang bernama Syamsi Tabriz, yang latar belakang keluarga dan riwayat hidupnya tidak diketahui secara pasti dari mana ia berasal. Jadi, tidak mengherankan jika kebanyakan orang di masanya menganggap bahwa sosok Syamsuddin sangat misterius. Hal tersebut tidak menjadi suatu penghalang bagi Rumi untuk berguru dan menjadikan Syams sebagai “kekasih” spiritual Rumi. Dikatakan “kekasih” karena hubungan mereka sangat erat, sampai-sampai ke mana pun Rumi pergi, Syams selalu mengikutinya, begitu pula sebaliknya. Berdasarkan sumber yang diperoleh penulis, ada banyak dugaan dan pendapat yang berbeda-beda mengenai riwayat hidup Syams. Sebagian menyebutkan bahwa nama asli Syamsuddin adalah Muhammad bin Ali bin Malik Daad,18 dan kemudian Rumi memberikan gelar kepadanya dengan sebutan “Syamsuddin” yang berarti “Matahari Agama” Tabrizi, dilahirkan di kota Tabriz di Persia pada tahun 1148 M.19 Rumi memberi gelar “Syamsuddin” karena bagi Rumi, Syams adalah sumber kehidupan baginya. Seperti yang kita ketahui bahwa Matahari—yang disimbolkan untuk Syams—merupakan sumber kehidupan bagi seluruh makhluk ciptaan Tuhan di bumi, begitu juga dengan peranan Syams dalam kehidupan Rumi. Ungkapan ini ini digambarkan oleh Rumi dalam karyanya yang berjudul Diwan-i-Syamsi Tabriz, sebagai berikut: Seperti awan yang bergerak di belakang Matahari Semua hati menyertaimu, O, Matahari Tabriz! (D 310)20
Menurut riwayat, Syams memiliki kepribadian yang sangat aneh semasa kecilnya dulu. Karakter dan tingkah laku Syams tidak sewajarnya seperti yang 18
An-Nadwi, op. cit., hal 3. Jamnia, et al., op. cit., hal. 144. 20 Schimmel, op.cit., hal. 399. 19
Universitas Indonesia
Refelksi Jalaluddin..., Chiriyah, FIB UI, 2009
57
dimiliki oleh anak-anak kecil pada umumnya. Ia sering kali murung dan lebih suka untuk menghabiskan waktunya sendirian tanpa seorang teman di sisinya. Dikatakan demikian, karena Syams merasa bahwa teman-temannya tidak satu pemikiran dengannya, tidak ada satupun dari teman-teman seusianya dapat mengerti dan memahami keinginannya. Oleh karena itu, ia ingin mencari orang yang tepat, yang mau memahaminya dan dapat dijadikannya sebagai teman hidup. Syams sangat merindukan kehadiran seorang kekasih dalam hidupnya untuk bisa membantunya menanggalkan sifat ego yang ada di dalam dirinya, namun sangat disayangkan bahwa tidak ada seorang pun yang dapat memahami maksud yang tersirat dalam ungkapan Syams tersebut. Ketika itu, Syams merasa sangat “haus” akan Cinta Tuhan, sampai-sampai ia tidak nafsu makan dan juga tidak dapat tidur dengan nyenyak. Syams menyebut keadaan ini sebagai masa cinta sejati, yakni suatu keadaan di mana kerinduannya kepada Tuhan membuatnya lupa akan segala-galanya, termasuk kebutuhan fisiknya. Kemudian Syams memutuskan untuk mengembara dari satu negeri ke negeri lainnya, mencari seseorang yang ia harapkan selama hidupnya. Berbulan-bulan, bahkan bertahun-tahun lamanya Syams berkelana seorang diri mencari seseorang yang tahu tentang cara untuk mencapai kebenaran ilahi. Rumi kemudian memberikan gelar “Colender” yang artinya “sufi pengembara” pada Syams. Suatu ketika, Syams bertemu dengan seorang syekh sufi di Baghdad. Karena kagum dengan ketinggian ilmu yang dimiliki Syams, maka syekh sufi tersebut meminta Syams untuk mengangkatnya menjadi murid Syams. Akan tetapi, Syams menolaknya, karena menganggap orang tersebut tidak akan sanggup berguru dengan Syams. Setelah itu Syams melanjutkan perjalanannya lagi. Dengan pakaiannya yang lusuh bagaikan seorang gelandangan, Syams bertemu dengan Rumi ketika Rumi berusia 37 tahun. Mereka bertemu pada bulan November 1244.21 Saat itu Rumi di tengah perjalannya menuju madrasah tempat Rumi mengajar, dengan mengendarai kuda bersama dengan murid-muridnya. Tanpa diduga, tiba-tiba Syams muncul dan langsung melemparkan sebuah pertanyaan yang 21
John Baldock, The Essence of Rumi, London: Eagle Editions, 2006, hal. 37.
Universitas Indonesia
Refelksi Jalaluddin..., Chiriyah, FIB UI, 2009
58
sangat mengejutkan Rumi. Syams bertanya: “Siapakah yang paling hebat, Bayazid alBistami atau Rasulullah Saw.?”. Sungguh tidak dapat disangka, pertanyaan Syams tersebut langsung menyentuh hati Rumi. Rumi pun tidak kuasa menjawab pertanyaan tersebut, hingga membuatnya (Rumi) terjatuh dan tidak sadarkan diri. Ketika sadar, Rumi sudah berada di sisi Syams. Saat itulah mereka mulai merasa dekat dan memutuskan untuk berkhalwat, mengasingkan diri dari keramaian di sebuah kamar selama berbulan-bulan. Rumi merasa bahwa dirinya tidak berarti apa-apa dibandingkan dengan Syams, meskipun sebenarnya ilmu yang dimiliki Rumi sudah mencapai tingkat tinggi. Kerendahan hati Rumi ini, ia ungkapkan dalam kalimat, “Aku hanyalah debu dari telapak kaki Nabi Muhammad Saw.”.22 Pada pandangan pertama ketika bertemu Syams, Rumi melihat ada kobaran api cinta dalam diri Syams. Oleh karena itu, Rumi merasa jatuh cinta dengan Syams. Peristiwa ini menyebabkan putera dan seluruh murid Rumi merasa cemburu dan iri terhadap Syams. Kehadiran Syams membuat Rumi meninggalkan semua aktivitasnya, termasuk mengajar. Murid-murid Rumi merasa hubungan mereka dengan Rumi menjadi semakin jauh. Alasan inilah yang membuat murid-murid Rumi merasa geram dan merasa terganggu akan kehadiran Syams di antara mereka, sehingga mereka berunding dan memutuskan untuk memisahkan Rumi dari Syams. Pada bulan Februari 1246, mereka mengusir Syams untuk pergi sejauh mungkin dari kehidupan Rumi. Atas perintah tersebut, Syams pergi menuju Damaskus. Kepergian Syams tersebut membuat Rumi gelisah, hingga akhirnya Rumi memerintahkan putera sulungnya, Sultan Walad, untuk mencari Syams. Ketika Sultan Walad mengetahui keberadaan Syams, ia pun langsung menyusul Syams dan membawanya kembali ke Konya. Setelah Rumi mengetahui kepergian Syams karena ulah dari murid-muridnya sendiri, Rumi menjadi sangat marah atas perlakuan muridmuridnya yang dianggapnya telah berbuat kasar terhadap guru spiritualnya tersebut. Hal tersebut dilakukan atas dasar cinta yang Rumi rasakan terhadap Syams yang sangat besar, sehingga Rumi tidak sanggup untuk pisah dari Syams, begitu juga 22
Wawancara Penulis dengan Presiden Haqqani Sufi Insitute of Indonesia, Arief Hamdani, pada hari Kamis, (tanggal 20 Februari 2009), di Rumi Café, Jakarta Selatan.
Universitas Indonesia
Refelksi Jalaluddin..., Chiriyah, FIB UI, 2009
59
sebaliknya. Rasa cinta mereka tidak dapat terlihat, siapa yang sebagai kekasih dan siapa pula yang menjadi terkasih. Setelah Sultan Walad berhasil membujuk Syams, akhirnya pada bulan Mei 1247, Syams kembali lagi ke Konya.23 Akan tetapi, kembalinya Syams ke Konya kali ini tidak bertahan lama. Hal ini bukan yang pertama kalinya Syams mencoba untuk pergi jauh dari kehidupan Rumi karena perlakuan orang-orang yang tidak mengharapkan kehadirannya. Berkali-kali Syams pergi keluar dari Konya, dengan alasan demi perkembangan spiritual Rumi. Kepergian Syams yang pertama, ia curahkan dalam tulisannya yang berjudul Maqālāt. Suatu malam, di bulan Desember tahun 1247 ketika Syams sedang bersama Rumi di dalam rumah, tiba-tiba seseorang mengetuk pintu dan berkata bahwa ada seorang sufi yang datang dari jauh ingin bertemu dengan Syams. Kemudian Syams pun keluar ruangan dan mengikutinya. Setelah itu, Syams tidak muncul-muncul lagi. Berbagai sumber telah menyebutkan bahwa hilangnya Syams karena telah dibunuh oleh Putera kedua Rumi, Ala’uddin, beserta kawan-kawannya yang merupakan murid-murid Rumi. Pembunuhan berencana tersebut disebabkan karena mereka tidak menginginkan kehadiran Syams di dalam kehidupan Rumi. Setelah sekian lama Rumi menunggu kepulangan Syams. Namun, Syams tidak kunjung datang menemui Rumi. Rumi pun mencari-cari Syams di mana-mana, tetapi usahanya tersebut tidak membuahkan hasil. Kesedihan Rumi atas hilangnya Syams direfleksikan24 Rumi dalam bentuk tarian berputar sambil melontarkan baitbait puisi mistis cinta. Sebenarnya tari Sema sebelumnya sudah dilakukan oleh Abu Bakar as-Shiddiq. Namun, saat itu Sema tidak dikenal seperti halnya pada masa Rumi. Keadaan Rumi ketika kehilangan Syams digambarkan oleh putera sulung Rumi, Sultan Walad, dalam bentuk syair berikut ini:
23 24
Baldock, op. cit., hal. 39. Kamus Besar Bahasa Indonesia, Edisi kedua, 1995, refleksi adalah gerakan, pantulan di luar kemauan (kesadaran) sebagai jawaban suatu hal atau kegiatan yang datang dari luar. Untuk terjemahan lainnya, lihat kepustakaan.
Universitas Indonesia
Refelksi Jalaluddin..., Chiriyah, FIB UI, 2009
60
“Tidak pernah sejenak pun dia berhenti mendengarkan musik (sama’) dan menari; Tidak pernah dia melepaskan lelah baik siang maupun malam. Setelah menjadi seorang mufti: dia menjadi penyair; Setelah menjadi seorang pertapa: ia menjadi mabuk oleh Cinta. Bukanlah anggur biasa: jiwa yang terang hanya meneguk anggur cahaya”.25
Dari ungkapan putera sulung Rumi tersebut, terbukti bahwa tidak hentihentinya Rumi menari dan berputar-putar sambil mengungkapkan luapan isi hatinya dalam bentuk puisi yang bersifat mistis. Tarian berputar ini dikenal dengan nama Sema dan di Barat dikenal dengan sebutan “the whirling dervishes”, yang berarti “darwis yang berputar”. Kata Sema itu sendiri muncul karena tarian ini dilakukan dengan diiringi alunan musik. Sedangkan istilah “the whirling dervishes” muncul karena gerakan yang terdapat dalam tari Sema, berputar-putar seperti halnya permainan gasing. Tarian tersebut tiba-tiba saja muncul ketika Rumi mendengar dentingan suara besi tempat sahabatnya, Salahuddin Zarqub, bekerja. Setiap dentingan besi tersebut seolah-olah Rumi mendengar nama Allah! Allah! Allah! sebagai akibatnya, Rumi menari berputar-putar hingga mencapai keadaan ekstase. Sema atau tarian berputar juga merupakan salah satu bentuk ungkapan cinta Rumi yang begitu besar terhadap Syams. Di samping itu, melalui gerakan berputar dalam tari Sema, Rumi ingin menyebarkan cinta terhadap Tuhan kepada manusia yang ada di muka bumi ini. Hal ini disebabkan karena Rumi tidak pernah berhenti mencintai Tuhan. Dengan demikian, Rumi mengajak pengikutnya, bahkan umat Islam di dunia menari dan berputar dengan hanya mengingat Allah Swt. semata dalam hatinya. Istilah “mengingat” dalam bahasa Arab disebut dengan istilah “zikir”. Dengan kata lain, tari mistis Sema merupakan salah satu metode zikir untuk selalu mengingat Tuhan dengan menghilangkan segala macam pikiran kecuali Allah Swt. Tari Sema sampai saat ini masih digunakan oleh beberapa tarikat yang ada di dunia, seperti tarikat Qhisty di India, Maulawiyah di Turki, dan juga Tarikat Naqsyabandiyah Haqqani yang mengadakan praktik tari Sema ketika mereka tengah berzikir dan kemudian ditutup dengan pembacaan doa yang semua itu terangkum
25
Nicholson, op. cit, hal. xiii.
Universitas Indonesia
Refelksi Jalaluddin..., Chiriyah, FIB UI, 2009
61
dalam praktik zikir khātam khawajagan. Dapat dikatakan pula bahwa tari Sema merupakan salah satu metode zikir yang diterapkan Tarikat Naqsyabandiyah Haqqani dengan diiringi alat musik rebana dan rebab, seperti halnya alat musik marawis. Bedanya, musik pada tari Sema selalu diawali dengan meniupkan seruling khas Turki yang dikenal dengan nama Ney. Mengenai alat musik yang digunakan ketika tari Sema berlangsung, masingmasing memiliki kisah tersendiri. Beberapa diantaranya adalah rebab dan seruling Ney. Kisah Rebab diceritakan oleh Arief Hamdani, selaku Presiden Direktur Haqqani Sufi Institut of Indonesia. Ada seorang gadis yang sangat mengagumi Rumi, hingga suatu ketika ia senantiasa memainkan rebabnya, meskipun sewaktu ayahnya masih hidup telah melarangnya untuk tidak memainkan alat musik tersebut. Walaupun demikian, gadis tersebut tetap terus memainkannya. Rumi mendengarkannya dengan perasaan penuh cinta. Oleh karena itulah, dalam musik tari Sema terdapat alat musik rebab. Dikatakan pula bahwa pada saat itu keadaan tanahnya sangat gersang. Namun, ketika Rumi menari, mawar-mawar pun berkembang karena cinta. Oleh sebab itulah, cinta dilambangkan dengan bunga mawar. Simbol mawar ini juga dapat dilihat ketika para darwis (penari Sema) hendak merentangkan kedua tangannya seolah-olah menggambarkan bunga mawar yang sedang bermekaran.
3.2.1 Sejarah Masuknya Tari Mistis Sema Ke Indonesia
Seperti yang sudah disinggung pada pembahasan sebelumnya bahwa tari Sema diciptakan Rumi sebagai ungkapan rasa rindunya terhadap kekasihnya, Syamsi Tabriz. Awalnya, tarian berputar Sema hanya digunakan oleh satu-satunya tarikat yang dikenal dengan nama Tarikat Maulawiyah atau Jalaliyah. Tarikat tersebut didirikan oleh Jalaluddin Rumi yang sampai saat ini pusatnya berada di Konya, Turki. Rumi merupakan syekh pertama pada Tarikat
Mevlevi
(baca:
Mewlewi).
Beliau
mengembangkan
Tarikat
Maulawiyah bersama dengan sahabatnya yang bernama Husamuddin. Dalam
Universitas Indonesia
Refelksi Jalaluddin..., Chiriyah, FIB UI, 2009
62
tarikat tersebut, ditandai dengan adanya tari Sema sebagai ungkapan cinta manusia terhadap Tuhan Sang Maha Pencipta alam raya. Pada abad ke-17 Tarikat Mevlevi atau Tarikat Maulawiyah saat itu di bawah kekuasaan serta dikendalikan oleh Kerajaan Utsmaniyah.26 Meskipun demikian, Tarikat Maulawiyah tetap diizinkan untuk mempraktikkan tari Sema tersebut hingga menyebar ke berbagai daerah dan memperkenalkannya ke masyarakat luas. Keadaan ini membuat tarikat yang satu ini mencapai kejayaannya dan menjadi tarikat yang paling berpengaruh hingga terkenal di dunia Barat. Sebagai hasilnya, praktik tari Sema menarik perhatian banyak kalangan, sehingga tidak sedikit yang ingin menjadi anggota tarikat yang didirikan oleh Rumi tersebut. Di samping masa kejayaannya, Tarikat Maulawiyah juga mengalami masa-masa sulit dalam melaksanakan segala praktik keagamaannya, khususnya pada masa pemerintahan Mustafa Kemal Attaturk27. Selama masa jabatannya, beliau melarang keras atas segala kegiatan yang dilakukan oleh para pengikut sufi, termasuk kegiatan praktik Sema yang diterapkan oleh Tarikat Maulawiyah. Peraturan ini dibuat karena Attaturk ingin mengadakan modernisasi secara besar-besaran di Turki. Bagi Attaturk, sufi dan segala praktik zikir dan kegiatan lainnya merupakan suatu hal yang dapat menghambat dan menjadi ancaman bagi proses modernisasi di Turki. Pada tahun 1925, Republik Turki yang baru berdiri secara resmi menutup semua pondokan sufi dan semua kegiatan yang berhubungan dengan tarikat.28 Pada 26
Dikutip dari ceramah Sulthanul Awliya Mawlana Syekh Nazim Adil al-Haqqani dan Maulana Syekh Muhammad Hisham Kabbani ar-Rabbani, Sema Rumi: Adab Whirling Dervishes (terj. Arief L. Hamdhani, et al.), Jakarta: Haqqani Sufi Institute of Indonesia, hal. 19. 27 Mustafa Kemal Attaturk diberi gelar sebagai “Bapak Bangsa Turki” (1342-1357/1923-1938 M), dahulunya adalah seorang perwira dalam pasukan Utsmaniyah. Lalu dia bergabung ke dalam organisasi Turki Muda. Namanya mulai bersinar pada tahun 1334 H/1915 M ketika berhasil mengusir serangan sekutu di Dardanil. Pada tahun 1338 H/1919 M dia mendirikan partai nasionalis Turki yang mengganti kedudukan Organisasi Persatuan dan Pembangunan. Pada tahun 1342 H/1923 M khilafah Islamiyah dihapus, lalu Turki berganti menjadi Republik Sekuler. Mustafa Kemal menjadi presiden dengan model kepemimpinan diktator. lihat al-Usairy, Sejarah Islam Sejak Zaman Nabi Adam hingga Abad XX, hal. 372 et Seq. 28 Julian Baldick, Islam Mistik; Pengantar Anda ke Dunia Tasawuf, terj. Satrio Wahono, Jakarta: Serambi Ilmu Semesta, 2002, hal. 210
Universitas Indonesia
Refelksi Jalaluddin..., Chiriyah, FIB UI, 2009
63
tahun 1953 atas kesepakatan pemerintahan Turki, akhirnya Tarikat Maulawiyah diizinkan kembali mengadakan tari mistis Sema pada peringatan wafatnya Rumi pada tanggal 17 Desember di Konya.29 Setelah menjalani berbagai macam halangan dan rintangan, akhirnya pemerintahan Turki saat itu memberikan kebijakan kepada Tarikat Maulawiyah untuk memperkenalkan tari Sema ke negara-negara di luar Turki, termasuk di Indonesia yang saat ini diterapkan oleh Tarikat Naqsyabandiyah Haqqani. Perizinan kembali atas segala bentuk dakwah dan penyebaran Islam di Turki dilakukan ketika penguasa Turki saat itu digantikan oleh Adnan Menderes.30 Dalam penguasaannya di Turki saat itu, beliau mengizinkan para sufi untuk terus melanjutkan serta menyebarkan ajaran-ajarannya ke seluruh wilayah Turki, bahkan sampai ke luar wilayah Turki. Tentunya kesempatan tersebut tidak disia-siakan oleh para pengikut tarikat, terutama Tarikat Naqsyabandiyah Haqqani dan Tarikat Maulawiyah yang saat itu mulai membuka praktik Sema seperti yang telah mereka lakukan sebelumnya. Sema berasal dari bahasa Arab, “Samā’”, yang artinya “mendengar” atau jika diterapkan dalam definisi lebih luas adalah bergerak dengan suka cita sambil mendengarkan nada-nada musik sambil menari berputar-putar sesuai dengan arah putaran alam semesta. Rumi mengatakan bahwa ada sebuah rahasia tersembunyi dalam musik dan Sema, di mana musik merupakan gerbang menuju keabadian dan Sema adalah seperti elektron yang mengelilingi intinya bertawaf menuju Sang Maha Pencipta.31 Dengan kata lain, musik dapat menaikkan semangat peserta ketika melakukan zikir. Dengan demikian, ego yang ada dalam diri kita akan lebih mudah untuk dihancurkan. Dengan hancurnya ego tersebut, maka kita akan berputar menuju cinta ilahiah dengan mudah. Perputaran dalam Sema, layaknya perputaran alam raya yang di dalamnya terdapat kekuatan cinta. 29
Schimmel, op. cit., hal. 235. Syekh Hisham Kabbani ar-Rabbani, Silsilah Rantai Emas-4, Vol.4, terj. Arief Hamdani, et al., Jakarta: Rabbany Sufi Institute of Indonesia, hal. 97. 31 Syekh Nazim al-Haqqani dan Syekh Hisham., op. cit., hal. 17.
30
Universitas Indonesia
Refelksi Jalaluddin..., Chiriyah, FIB UI, 2009
64
Tari
mistis
Sema
diperkenalkan
di
Indonesia
oleh
Tarikat
Naqsyabandiyah Haqqani. Adapun kedatangan Tarikat Naqsyabandiyah Haqqani dan Sema ke Indonesia dibawa dan diperkenalkan oleh Syekh Muhammad Hisyam Kabbani al-Rabbani yang berasal dari Libanon, beliau adalah murid dari mursyid tarikat ini. Presiden Direktur Haqqani Sufi Institute Indonesia, Arief Hamdani, mengungkapkan bahwa Tarikat Naqsyabandiyah Haqqani menggunakan tari Sema dikarenakan mursyid Syekh Hisyam, yaitu Syekh Nazim Adil al-Haqqani, memegang tujuh tarikat dan beberapa dari tarikat-tarikat tersebut menggunakan tari Sema seperti yang telah diterapkan oleh Tarikat Maulawiyah di Turki. Adapun tarikat-tarikat yang diikuti oleh Syekh Nazim di antaranya adalah Tarikat Naqsyabandiyah, Syadzaliyyah, Rifa’iyah, Tijanniyah, Maulawiyah, Chistiyah, dan Qadiriyah. Dengan memegang tujuh tarikat tersebut, Syekh Nazim mempelajari serta menerapkan segala amalan yang diajarkan oleh mursyidnya. Maka dari itu, tidak heran apabila pada Tarikat Naqsyabandiyah Haqqani juga terdapat tari Sema di dalamnya, seperti yang terdapat pada Tarikat Maulawiyah di Turki. Syekh Nazim memerintahkan Syekh Hisham untuk menerapkan Sema dalam zikirnya, karena beliau sangat mengagumi dan mencintai Maulana Jalaluddin Rumi. Di Indonesia, tari mistis ini baru digunakan oleh Tarikat Naqsyabandiyah Haqqani. Zikir dengan diiringi musik dan tari-tarian di Indonesia baru digunakan oleh Tarikat Naqsyabandiyah Haqqani. Awal masuknya Tarikat Naqsyabandiyah Haqqani ke Indonesia pada tahun 1997, tarikat ini belum menggunakan musik dan tari Sema dalam zikirnya. Kemudian pada tahun 2003, atas prakarsa Syekh Hisham, Tarikat Naqsyabandiyah Haqqani mulai mengembangkan tarikatnya di bidang seni, yakni seni tari Sema dan seni musik yang dipraktikkan di zawiyah-zawiyah Tarikat Naqsyabandiyah Haqqani ketika mereka melaksanakan zikir. Kemudian pada tahun 2005, tari Sema mulai resmi digunakan dalam zikir Tarikat Naqsyabandiyah Haqqani.
Universitas Indonesia
Refelksi Jalaluddin..., Chiriyah, FIB UI, 2009
65
Pertunjukkan pertama tari Sema ketika itu, diadakan di Taman Ismail Marzuki (TIM) pada bulan Oktober 2005 dengan dihadiri oleh Cak Nun.32 Inspirasi penerapan tari Sema dalam Tarikat Naqsyabandiyah Haqqani ini diawali ketika Syekh Hisham memberikan pelajaran mengenai tari Sema yang diajarkan oleh Rumi kepada pengikut-pengikutnya. Setelah Tarikat Naqsyabandiyah Haqqani menerapkan Sema pada zikirnya, banyak orangorang dari berbagai kalangan ikut serta dalam zikir Tarikat Naqsyabandiyah Haqqani. Adapun Tujuan dari praktik tari Sema itu sendiri adalah untuk memperkuat zikir dan mengobarkan api yang membakar segala sesuatu kecuali kekasih.33 Karena zikir merupakan cara yang paling ampuh untuk membakar sifat dasar manusia yang negatif. Dalam praktiknya, sebagian besar orang yang menarikan Sema adalah beragama Islam. Akan tetapi, tidak menutup kemungkinan apabila ada masyarakat umum atau penganut agama lain di luar Islam (nonmuslim) ingin bergabung dalam praktik Sema. Dengan kata lain bahwa tari Sema terbuka untuk umum. Hal ini dikarenakan dakwah melalui praktik tari Sema dilakukan atas dasar cinta, yakni cinta yang dianugerahkan Tuhan lalu disebarkan kepada umat manusia di muka bumi ini tanpa membedakan ras, agama, umur, dan lain sebagainya. Hal ini sesuai dengan apa yang telah diajarkan oleh Rumi kepada para pengikutnya. Maka dari itulah Syekh Nazim memerintahkan kepada para pengikutnya untuk menggunakan tari Sema pada Tarikat Naqsyabandiyah Haqqani, salah satu tujuannya adalah agar dapat menaikkan semangat ketika ketika berzikir. Zikir dengan diiringi musik dan tarian akan lebih mudah untuk menghancurkan ego dalam diri manusia. Menurut Syekh Hisyam, “Tidak ada gerakan, maka tidak ada cinta”.34
32
Data ini diperoleh berdasarkan hasil wawancara penulis dengan Arief Hamdani di Rumi Café, pada hari Kamis (20 Februari 2009), pukul 14.00-17.30 wib. 33 William C. Chittick, Tasawuf di Mata Kaum Sufi, Bandung: Mizan, 2002, hal. 159. 34 Dikutip dari hasil wawancara Penulis dengan Presiden Haqqani Sufi Institute of Indonesia, Arief Hamdani, di Rumi Café, Jakarta Selatan, pada hari Kamis, tanggal 20 Februari 2009 (pukul: 14.0017.30).
Universitas Indonesia
Refelksi Jalaluddin..., Chiriyah, FIB UI, 2009
66
Dewasa ini bukan hanya di Indonesia, sebelumnya tari Sema juga sudah menyebar ke berbagai kota di Eropa, Amerika, dan Asia di bawah bimbingan Syekh Hisyam Kabbani ar-Rabbani dan di Turki sendiri langsung di bawah pengawasan mursyid Tarikat Naqsyabandiyah Haqqani, yaitu Syekh Nazim Adil al-Haqqani. Perkembangan serta penyebaran Sema di Indonesia masih terus dilakukan oleh Tarikat Naqsyabandiyah Haqqani di berbagai tempat, dari mulai lembaga pendidikan sampai tempat hiburan seperti di café, Mal, acara pesta, dan acara resmi lainnya. Bukan hanya itu, sufi dan tari Sema juga dipopulerkan melalui berbagai macam media, baik melalui Televisi, majalah-majalah, surat kabar, internet, dan media elektronik lainnya. Hal ini dilakukan agar dakwah mereka dengan menerapkan Sema yang diajarkan oleh Rumi dapat diterima dan disukai oleh berbagai golongan masyarakat.
3.2.2 Praktik Tari Mistis Sema
Konser spiritual tari mistis Sema diiringi musik yang bertemakan kecintaan terhadap Tuhan. Alat musik yang dimaksud terdiri dari rebana, Ney, dan rebab. Bagi darwis (penari Sema), musik merupakan bahasa rahasia bagi tanda-tanda Allah Swt. yang bisa didengarkan. Dengan mendengarkannya, jiwa mengingat sumber asalnya pada hari Alastu, ketika kedekatan kepada Allah menjadi tanah airnya.35 Di samping musik juga terdapat lantunan shalawat Nabi Saw. yang dikenal dengan nama Naat-i-Sherif
36
, biasanya
shalawat tersebut diucapkan dalam bahasa Turki. Pemain musik dan pembaca shalawat disebut mutrip, posisi mutrip ketika berada di atas panggung berada di bagian depan dari tempat prosesi
35 36
Chittick, op. cit., hal. 159. Naat dalam musik Mawlawi, disusun oleh Buhuriz Mustafa’ Itri (1640-1712), tetapi puisinya adalah puisi Rumi, lihat karya Mulyadi Kertanegara, tentang Tarikat Maulawiyah yang ditulis dalam buku yang berjudul Mengenal dan Memahami Tarikat-Tarikat Muktabarah di Indonesia, disusun oleh Sri Mulyati, et al., hal. 343.
Universitas Indonesia
Refelksi Jalaluddin..., Chiriyah, FIB UI, 2009
67
Sema. Adapun jumlah penari Sema tidak harus ditentukan ganjil atau genap, sedangkan jumlah pemain musik biasanya sebanyak sebelas orang dan delapan penyanyi. Peranan penyanyi (mutrip) dalam tari Sema bagaikan seorang imam dalam sembahyang: semua mengikutinya.37 Dikatakan demikian, karena cepat atau lambatnya gerakan dalam tarian tersebut tergantung dari alunan lagu dan irama musik yang dimainkan. Apabila mereka (mutrip) memainkan iramanya dengan perlahan-lahan, maka gerakan tarian tersebut akan turut perlahan-lahan pula. Begitu juga sebaliknya, jika iramanya cepat, maka putarannya juga akan lebih cepat dari sebelumnya. Posisi para mutrip harus sudah ada di atas panggung Sema sebelum para darwis (penari) dan syekh hadir. Para penari Sema, ketika sedang berwhirling (menarikan Sema), diharuskan dalam keadaan suci dengan cara berwudhu, kemudian melaksanakan dua rakaat shalat syukru dan tawasul atau menyatukan hati dengan para guru rantai emas pada Tarikat Naqsyabandiyah Haqqani yang berjumlah empat puluh orang. Setelah itu murāqabah, yakni penyatuan serta menjalin koneksi dengan para guru atau syekh, baru setelah itu melaksanakan adab-adab Sema. Tari mistis Sema oleh Tarikat Naqsyabandiyah Haqqani, biasanya dilakukan dalam zikir yang dikenal dengan nama zikir khātam khawajagan. Dalam zikir khātam khawajagan terdapat zikir “Huu”38, yang merupakan zikir untuk ruh, zikir haqq untuk nafs, dan zikir “Hayy” untuk fisik badan. Setelah tahapan zikir tersebut selesai dilaksanakan, kemudian masuk dalam zikir Lā ilā ha illallāh. Setelah itu, para darwis meminta izin kepada syekhnya untuk melaksanakan Sema. Di Turki, Sema masih dilakukan oleh Tarikat Maulawiyah. Saat ini, seni tari Sema sudah menjadi salah satu
37 38
Chittick, op. cit., hal. 505. Zikir “Huu” merupakan kata ganti dari Allah. berdasarkan yang terdapat dalam Ayat Kursi, yakni: Allahu la ilaha illa HU Al-Hayy al-Qayyum (QS 2:255). Yang artinya adalah: Allah! Tiada Tuhan kecuali Dia Yang Maha Hidup, Yang Maha Mandiri. lihat Zikir Mengingat Allah Zikir Hati Naqsyabandi, hal. 47.
Universitas Indonesia
Refelksi Jalaluddin..., Chiriyah, FIB UI, 2009
68
bagian dari kebudayaan Turki. Selain di Turki, Sema juga terdapat di India yang dilakukan oleh Tarikat Qhisti. Selama berputar, darwis dalam keadaan berzikir dengan hanya mengingat dan menyebut asma Allah Swt. dalam hatinya seperti denyutan detak jantung. Putaran dalam tari Sema merupakan tiruan dari alam raya yang mengungkapkan bahwa kondisi yang ada di alam raya ini dalam keadaan berputar. Keadaan ini didasarkan pada perputaran proton, neutron, dan elektron dalam atom yang merupakan partikel terkecil yang menyusun semua makhluk hidup dan benda yang ada di alam raya ini, seperti yang dapat kita lihat dalam kehidupan kita, tidak henti-hentinya Matahari berputar mengitari planetnya.39 Perputaran tersebut terlihat mirip, seperti halnya gerakan berputar yang terdapat dalam tari mistis Sema. Setiap atom menari di darat dan di udara Sadarilah baik-baik, seperti kita, Ia berputar tanpa henti di sana Setiap atom, entah sedih atau bahagia Putaran Matahari adalah ekstase yang tidak terperikan darinya.40
Perputaran dalam tari Sema juga dapat dikaitkan dengan kehidupan manusia yang terus berputar setiap waktu, yang menunjukkan bahwa mulanya manusia berasal dari tanah, kemudian menjalani masa-masa kehidupannya di dunia, hingga kembali lagi ke tanah. Ringkasnya, lahir, hidup, dan mati.41 Perputaran tersebut merupakan bukti akan keberadaan Tuhan yang telah menciptakan alam semesta dan seluruh benda dan makhluk hidup yang senantiasa bertasbih kepada-Nya. Hal ini sesuai dengan yang terdapat dalam ayat Quran berikut ini:
39
Talat Sait Halman dan Metin yang dikutip dari buku yang berjudul: Mengenal dan Memahami Tarikat-Tarikat Muktabarah di Indonesia, Sri Mulyati, et al., Jakarta: Kencana, 2005, hal. 339. 40 Ibid. 41 Syekh Nazim al-Haqqani dan Syekh Hisham Kabbani, op. cit., hal. 33.
Universitas Indonesia
Refelksi Jalaluddin..., Chiriyah, FIB UI, 2009
69
∩⊇∪ íƒÏ‰s% &óx« Èe≅ä. 4’n?tã uθèδuρ ( ߉ôϑysø9$# ã&s!uρ à7ù=ßϑø9$# ã&s! ( ÇÚö‘F{$# ’Îû $tΒuρ ÏN≡uθ≈yϑ¡¡9$# ’Îû $tΒ ¬! ßxÎm7|¡ç„ Artinya: “Bertasbih kepada Allah apa yang ada di langit dan apa yang ada di bumi; hanya Allah-lah yang mempunyai semua kerajaan dan semua pujipujian; dan Dia Maha Kuasa atas segala sesuatu”. QS 64:1 Semasa hidupnya, Rumi sering melakukan tari Sema sambil mengungkapkan puisi-puisi mistis berisikan tentang cinta terhadap Tuhan, yang keluar dari bibirnya secara spontan. Gerakan-gerakan Sema yang dilakukan oleh para darwis saat ini masih tetap sama seperti yang telah dilakukan oleh Rumi semasa hidupnya. Hanya saja, saat ini konsep pengajaran adab Sema di tiap-tiap negara yang diajarkan oleh masing-masing gurunya berbeda-beda. Sebagian ada yang melakukan adab-adab Sema secara lengkap, hingga sampai kepada salam keempat. Namun, ada juga yang hanya sampai salam ketiga. Ada juga yang melakukan salamnya hanya sesama darwis, saling menunduk, dan ada juga yang hanya kepada syekhnya. Di sisi lain, ada juga yang hanya menggunakan sampai tiga adab salam dan tata cara salam yang dilakukan juga terkadang ada yang berbeda. Meskipun demikian, tujuan mereka dalam menarikan tari mistis Sema ini tetap sama, yaitu menuju cinta ilahi. Sema biasanya dilakukan oleh para pengikut Tarikat Naqsyabandiyah Haqqani selama zikir berlangsung, yang diadakan di zawiyah-nya. Berdasarkan pengamatan penulis ketika mengikuti zikir di zawiyah Tarikat Naqsyabandiyah Haqqani yang terletak di wilayah Kebayoran Baru, peserta zikir laki-laki berada di tempat yang terpisah dari peserta zikir perempuan. Di ruang zikir laki-laki, biasanya tari Sema dilakukan secara spontan ketika zikir dimulai. Sementara di ruang perempuan, biasanya mereka melakukan tari Sema ketika Hadhrah42 berlangsung. Hadhrah dilakukan dengan cara berdiri
42
Berdasarkan penuturan Arief Hamdani (Presiden Haqqani Sufi Institue of Indonesia), ketika diwawancara oleh penulis di Rumi Café, beliau menyatakan bahwa arti kata hadhrah ialah hadir. Praktik Hadhrah dilakukan setelah upacara ritual zikir khātam selesai dilaksanakan.
Universitas Indonesia
Refelksi Jalaluddin..., Chiriyah, FIB UI, 2009
70
yang diikuti dengan gerakan tubuh, seperti melompat serta menggerakan tangan sambil menyerukan kata “al-Hayyu” yang artinya Yang Maha Hidup. Ketika itulah, darwis perempuan mulai berputar-putar di tengah lingkaran. Setelah selesai, upacara ritual ini ditutup dengan pembacaan doa yang ditujukan kepada Nabi Muhammad Saw., para syekh Tarikat Naqsyabandiyah Haqqani, serta umat muslim di dunia. Praktik zikir Tarikat Naqsyabandiyah Haqqani yang disertai dengan alunan musik dan tari Sema dilakukan di zawiyah Tarikat Naqsyabandiyah Haqqani dengan waktu dan tempat yang berbeda. Seperti halnya praktik tari Sema yang diselenggarakan di zawiyah Haqqani-Rabbani Whirling Dervishes of Indonesia atau disebut juga dengan nama Rumi Café, waktunya berbeda dengan praktik zikir yang diselengarakan di zawiyah Tarikat Naqsyabandiyah Haqqani yang terletak di Cinere. Praktik zikir dan Sema di zawiyah Rumi Café, Jakarta, dilakukan secara rutin setiap senin malam seusai menunaikan shalat Isya. Sebaliknya, praktik zikir dan Sema di zawiyah Cinere dilakukan setiap hari Rabu malam. Perbedaan waktu praktik zikir tersebut, bukanlah suatu hal yang dipermasalahkan.
3.2.3 Adab-Adab Sema
Prosesi Sema menggambarkan perjalanan spiritual manusia dengan menggunakan akal dan cinta dalam menggapai “kesempurnaan”. Bermula melangkah menuju kebenaran, didukung dengan menumbuhkan cinta, mengesampingkan ego, menemukan kebenaran, dan akhirnya sampai pada “kesempurnaan”, kemudian kembali dari perjalanan spiritual ini sebagai manusia yang telah mencapai kematangan dan lebih sempurna serta memiliki
Universitas Indonesia
Refelksi Jalaluddin..., Chiriyah, FIB UI, 2009
71
cinta, siap untuk melayani seluruh makhluk dan ciptaan Tuhan lainnya dengan penuh cinta tanpa membedakan suku, status sosial, maupun bangsa.43 Dalam Sema terdiri dari beberapa adab, masing-masing dari adab-adab tersebut mengandung makna tersendiri. Begitu juga dengan seragam yang digunakan saat ber-whirling. Ketika ber-whirling, masing-masing darwis mengenakan gaun putih panjang yang bagian bawahnya lebar mirip dengan rok, pakaian wanita. Gaun putih tersebut dikenal dengan nama Tennure yang merupakan simbol kain kafan. Ketika memakai, Tennure harus ditarik ke atas sampai sebatas telinga, setelah itu bagian pinggangnya mula-mula diikat dengan tali putih, lalu Tennure diturunkan. Baru setelah itu diikat lagi dengan sabuk berwarna hitam yang memisahkan dari nafs ke qalb. Tennure merupakan kain kafan yang melepaskan tabir ego dari jubah hitam yang menyelimuti spiritualitasnya dalam mencapai kebenaran. Sebelum memakai Tennure, para darwis memakai baju kokoh terlebih dahulu. Setelah memakai Tennure, kemudian dilapisi lagi dengan jubah hitam. Jubah hitam tersebut disebut dengan istilah Hirka (lafal Turki: “Herka”), yang merupakan simbol dari kegelapan di alam kubur. Ketika memakai Hirka, hanya syekh yang boleh memasukkan tangannya ke dalam Hirka. Sementara seluruh darwis tangannya tidak boleh dimasukkan ke dalamnya. Hal ini dihindarkan supaya tangan darwis tidak terlihat keluar dari jubah tersebut, dan ketika menari Hirka wajib dilepaskan. Adab ini menunjukkan proses kelahiran kembali menuju kebenaran, karena ego yang terdapat dalam diri manusia telah terlepas dari raganya. Selain Hirka dan Tennure, para darwis juga mengenakan topi berwarna merah atau abu-abu dengan bentuk memanjang ke atas yang diberi nama Sikke, topi ini melambangkan batu nisan bagi egonya. Seluruh pakaian tersebut merupakan simbol dan memiliki makna “mati sebelum mati”. Artinya, kita mengalami kematian di saat kita masih hidup. Oleh sebab itu, kita harus mengenal diri kita terlebih dahulu. Apabila
43
Syekh Nazim al-Haqqani dan Syekh Hisham Kabbani, op. cit., hal. 59.
Universitas Indonesia
Refelksi Jalaluddin..., Chiriyah, FIB UI, 2009
72
kita sudah mengenal diri kita, maka kita akan mengenal dan bertemu dengan Tuhan. Di antara adab-adab Sema, ada satu adab yang paling penting ketika prosesi Sema berlangsung. Adab yang dimaksud adalah para darwis tidak boleh membelakangi syekh, karena hal ini dianggap sangat tidak sopan. Di dalam ruang Sema terdapat suatu garis yang bernama Hati Istifa’. Hati Istifa’ ini merupakan garis terdekat menuju Ka’bah, garis tersebut hanya boleh dilalui oleh syekh. Selain syekh, tidak ada seorang pun yang diperkenankan melewati garis tersebut, kecuali dengan cara membungkukkan badan dengan posisi tangan menyilang di depan. Dengan kata lain, setiap darwis yang melewati garis tersebut harus membungkukkan badan, seperti halnya ketika mereka melakukan rukuk saat shalat. Adab ini dilakukan sebagai salah satu bentuk rasa hormat darwis kepada mursyid. Ketika panggung Sema masih dalam keadaan kosong, yakni sebelum para penari Sema dan pemain musik masuk ke dalam ruang Sema, ada seorang darwis yang masuk ke panggung Sema lebih awal untuk mempersiapkan segala yang dibutuhkan selama upacara ritual tari mistis Sema berlangsung. Ketika itu, ia ditugasi membawa karpet berwarna merah yang terbuat dari bulu domba. Karpet tersebut dikenal dengan nama “Postaki”, atau biasa disingkat dengan istilah “Pos”. Postaki merepresentasikan tajalli44 atau manifestasi. Karpet merah tersebut menggambarkan tentang keindahan Matahari dan langit senja sewaktu Rumi wafat. Karpet merah inilah yang kemudian dijadikan sebagai alas untuk tempat duduk syekh. Darwis yang membawa alas tersebut juga tetap tidak boleh menginjak garis lintas syekh. Setelah pembawa alas tadi, urutan kedua yang masuk ke ruang Sema adalah mutrip yang kemudian menempati posisinya masing-masing. Pada 44
Tajalli, berarti Allah menyingkapkan diri-Nya sendiri kepada makhluk-Nya. Penyingkapan diri Tuhan tidak pernah berulang secara sama dan tidak pernah pula berakhir. Penyingkapan diri Tuhan itu berupa cahaya bathiniyah yang merasuk ke hati. Tajalli merupakan tanda-tanda yang Allah tanamkan di dalam diri manusia supaya ia dapat disaksikan. Setiap tajalli melimpahkan cahaya demi cahaya sehingga seorang yang menerimanya bakal tenggelam dalam keabadian. lihat Amstrong, Kunci memasuki Dunia Tasawuf, hal. 66.
Universitas Indonesia
Refelksi Jalaluddin..., Chiriyah, FIB UI, 2009
73
urutan ketiga, barulah para penari Sema berbaris dan satu persatu masuk ruang Sema berikut seorang Sema-Zen45. Syekh masuk paling akhir dan memberi hormat kepada para darwis. Setelah itu, para darwis membalas hormat kepada syekh. Penghormatan darwis dilakukan setelah syekh memberi hormat terlebih dahulu kepada mereka. Dalam Sema, syekh diibaratkan bagaikan Matahari, sedangkan Sema Zembasi (Sema-Zen) diibaratkan bagaikan rembulan. Artinya, Matahari memberikan inspirasi kepada rembulan dan menjadi pantulan rembulan dan tugas rembulan dalam Sema adalah mengatur setiap putaran Sema yang dilakukan oleh setiap darwis. Setelah mereka (para darwis, syekh, dan SemaZen) duduk, para darwis menepuk lantai sebanyak satu kali diikuti dengan mengucapkan “Huu”, sebagai tanda ketika hari kiamat nanti manusia akan dibangunkan kembali di Padang Mahsyar. Mutrip mulai melantunkan pujian Naat-i-Sherif, yakni senandung shalawat dalam bahasa Turki. Naat merupakan nyanyian religius yang berisi tentang puji-pujian yang ditujukan kepada Nabi Muhammad Saw. Berikut adalah terjemahan dari Naat-i-Sherif menurut Ira Friedlander yang dikutip oleh Mulyadhi Kartanegara dalam buku yang berjudul Mengenal TarikatTarikat Muktabarah di Indonesia. Berikut adalah salinan dari terjemahan Naat-i-Sherif:
Oh tuan kami, wali Tuhan, Engkau adalah kekasih Tuhan, Nabi sang Pencipta tiada tandingan Engkau adalah wujud murni Yang telah dipilih di antara makhluk-makhluk Tuhan. Oh sahabat dan sultanku, Engkau adalah kekasih sang Abadi Wujud dalam semesta yang amat tinggi Engkau yang terpilih di antara nabi-nabi dan cahaya mata kami
45
Semazen atau dikenal juga dengan istilah Sema-Zembasi adalah sebutan untuk seorang darwis yang tugasnya sebagai pengatur jarak para penari Sema agar tidak saling bertabrakkan antara satu penari dengan penari yang lain, ketika tarian mistis Sema sedang berlangsung.
Universitas Indonesia
Refelksi Jalaluddin..., Chiriyah, FIB UI, 2009
74
Oh Tuhan, wali Tuhan! Oh sahabatku dan sultan, Utusan Tuhan, Engkau tahu betapa lemah dan tidak berdayanya umatmu. Engkau adalah pembimbing orang-orang tidak berdaya dan rendah dalam semangat, Wali Tuhan, sultan kami, Engkau adalah pinus di taman para nabi Engkau adalah musim semi di dunia ats Syamsi Tabriz telah memuji kebesaran nabi Engkau adalah yang telah dibersihkan, yang terpilih, tegar, dan agung Oh engkau penawar hati Wali ilahi! Selama shalawat Naat-i-Sherif dilantunkan, posisi para darwis dan syekh dalam keadaan duduk di tempat masing-masing. Setelah senandung shalawat Naat-i-Sherif selesai dikumandangkan, seruling Ney mulai ditiupkan selama beberapa menit. Suara Ney melambangkan bahwa ruh telah ditiupkan kepada seluruh makhluk hidup yang ada di alam semesta ini. Setelah itu, terdengar suara gendang ditabuhkan yang merupakan tanda perintah Tuhan terhadap makhluknya. “Jadilah, maka terjadilah” yang merupakan terjemahan dari kata “Kun Fayakun”. Seruling Ney telah selesai ditiupkan, para darwis langsung bersujud secara serentak, lalu segera berdiri. Syekh berdiri di atas Postaki. Kemudian mereka saling memberi salam dengan cara menundukkan badan. Para darwis memulai tariannya dengan lingkaran atau putaran perlahan sebanyak tiga kali. Upacara ini disebut dengan nama “Sultan Walad Dauri” yang dambil dari nama putera pertama Rumi, yakni Sultan Walad.46 Mereka berjalan selangkah demi selangkah melingkari sang Samahane47 yang dipimpin oleh syekh, sambil memberi salam ketika melintasi garis Hati Istifa’. Adab ini bermakna
46 47
John P. Brown. The Dervishes or Oriental Spiritualism. London: Oxford University Press. Hal. 252. Samahane merupakan ruang upacara tari mistis Sema. Lihat Mulyati, et al., Mengenal dan Memahami Tarikat-Tarikat Muktabarah di Indonesia, hal. 344.
Universitas Indonesia
Refelksi Jalaluddin..., Chiriyah, FIB UI, 2009
75
bahwa mereka saling menyampaikan suatu “rahasia” antara satu dengan yang lainnya. Gerakan melingkar dalam Sema terdiri dari tiga tahapan yang membawa
manusia
menuju
Tuhannya.
Gerakan
melingkar
pertama
merupakan simbol dari penciptaan Matahari, bulan, bintang, dan seluruh galaksi. Gerakan melingkar kedua merupakan simbol dari penciptaan flora atau dunia tanaman, kemudian gerakan melingkar ketiga merupakan simbol penciptaan fauna.48 Pada putaran ketiga ini, syekh duduk di atas karpet merah, sementara para darwis melepaskan jubah hitamnya. Hal ini seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, bahwa dengan melepaskan jubah hitam berarti mereka telah melepaskan dunia dan ego dalam dirinya. Setelah syekh memberi restu, prosesi tari mistis Sema-pun dimulai. Kemudian para darwis segera melepaskan jubah hitamnya, lalu posisi tangan mereka dalam keadaan menyilang di dada. Hal ini merupakan simbol Keesaan Tuhan. Satu persatu para darwis membungkukkan badan kepada syekh sambil mencium tangan syekh, sementara syekh mencium Sikke darwis. Hal ini dilakukan dalam waktu yang bersamaan. Perputaran dalam Sema selalu dimulai dari kanan ke kiri, hal ini menggambarkan darwis memeluk umat manusia dan seluruh ciptaan Tuhan dengan segenap kasih sayang dan cinta. Saat berputar, kaki kiri dijadikan sebagai tumpuannya. Perlahan-lahan kedua tangannya diangkat ke atas dan dilepaskan di sisi pipi. Proses ini menggambarkan bunga mawar yang sedang bermekaran. Setelah itu, posisi kedua tangan terbentang dengan tangan kanan terbuka ke atas yang berarti menerima hidayah dari Tuhan, lalu disebarkan kepada seluruh manusia melalui tangan kiri yang mengarah ke bawah. Proses ini menggambarkan kedekatan dan penyatuan terhadap Tuhan. Pada dasarnya prosesi Sema terdiri dari empat salam, tetapi terkadang dilakukan hanya sampai salam ketiga. Salam pertama para darwis mengitari seluruh dunia, sehingga melahirkan kesadaran manusia tentang keberadaan 48
Syekh Nazim al-Haqqani dan Syekh Hisham, op. cit., hal. 27.
Universitas Indonesia
Refelksi Jalaluddin..., Chiriyah, FIB UI, 2009
76
Tuhan
sebagai
Sang
Pencipta.
Dengan
demikian,
manusia
akan
menyampaikan kebenaran ilahiah. Salam kedua dalam Sema menggambarkan kelemahan manusia setelah menyaksikan kebesaran dan keagungan Tuhan. Salam ketiga merupakan bentuk transformasi kelemahan menjadi mabuk cinta yang sangat mendalam. Pada tahap ini, seluruh keberadaan atau eksistensi mereka melebur di dalam kesatuan ilahi. Inilah yang disebut dengan keadaan ekstase. Perlu diketahui bahwa keadaan darwis saat itu dalam keadaan sadar serta mengenali keberadaannya. Setelah salam ketiga selesai, salam keempat dimulai. Akan tetapi, salam ini terkadang tidak dilakukan. Melainkan, para darwis hanya melakukan sampai adab salam ketiga. Salam keempat merupakan adab lengkap Sema, yakni adab terakhir dalam prosesi tari mistis Sema. Pada adab ini, syekh masuk ke tengah lingkaran para darwis dengan menyusuri garis Hati Istifa’, hingga sampai ke titik pusat lingkaran. Ketika sampai di tengah lingkaran, syekh berputar secara perlahan-lahan sambil membentangkan jubah hitamnya. Putaran yang dilakukan oleh syekh bertujuan untuk mengumpulkan cahaya. Hal ini menunjukkan bahwa syekh membuka hatinya kepada seluruh umat manusia di dunia. Mengenai tata cara penghormatan pada adab salam kedua sampai dengan adab salam keempat dalam Sema, sedikit berbeda dibandingkan dengan adab salam pertama. Pada adab kedua sampai keempat, cara penghormatan para darwis kepada syekh hanya dengan cara membungkukkan badan tanpa mencium tangan syekh, lalu darwis langsung berputar. Hal ini dilakukan lebih cepat dari yang pertama, karena mereka dalam keadaan melakukan Sema. Menurut Arief Hamdani, ada banyak pendapat mengenai makna yang tersirat dalam adab salam pertama sampai keempat. Beberapa di antaranya ada yang mengatakan bahwa salam pertama merupakan syariah, salam kedua adalah tarikat atau jalan, salam ketiga adalah hakikat, dan salam keempat adalah makrifat. Terkadang para darwis melakukan susunan adab tersebut dengan mendahului makrifat terlebih dahulu, baru setelah itu hakikat atau
Universitas Indonesia
Refelksi Jalaluddin..., Chiriyah, FIB UI, 2009
77
sebaliknya.
Ada
juga
yang
berpendapat
bahwa
salam
pertama
menggambarkan penciptaan alam semesta, salam kedua adalah penciptaan dunia tumbuh-tumbuhan. Salam ketiga adalah penciptaan dunia hewan, dan kemudian keempat adalah penciptaan manusia.49 Salam keempat dalam adab Sema merupakan salam terakhir dari upacara ritual tari mistis Sema. Tari mistis Sema ini ditutup dengan pembacaan ayat suci Quran Surat al-Baqarah ayat 115.50 Adapun ayat dan terjemahan yang dimaksud adalah sebagai berikut: ∩⊇⊇∈∪ ÒΟŠÎ=tæ ììÅ™≡uρ ©!$# χÎ) 4 «!$# çµô_uρ §ΝsVsù (#θ—9uθè? $yϑuΖ÷ƒr'sù 4 Ü>ÌøópRùQ$#uρ ä−Ìô±pRùQ$# ¬!uρ Artinya: “Dan kepunyaan Allah-lah Timur dan Barat, maka ke manapun kamu menghadap di situlah wajah Allah51. Sesungguhnya Allah Maha Luas (rahmat-Nya) lagi Maha Mengetahui”. QS 1: 115 Setelah selesai membacakan ayat suci, kemudian diakhiri dengan pembacaan doa yang dipimpin oleh syekh. Doa ini ditujukan untuk arwah para Nabi Allah, syekh Naqsyabandiyah, dan juga untuk umat Islam di seluruh dunia. Ketika semua adab selesai dilaksanakan, para darwis meninggalkan ruang Sema satu persatu tanpa membelakangi garis Hati Istifa’, yakni dengan cara membungkukkan badan dan tidak boleh membalikkan badan sampai ia keluar dari garis tersebut. Adab ini dilakukan disebabkan karena syekh merupakan perwakilan dari Maulana Jalaluddin Rumi. Adab ini dilakukan sama seperti ketika mereka memasuki ruang Sema.
49
Dikutip dari hasil wawancara Penulis dengan Presiden Haqqani Sufi Institute of Indonesia, Arief Hamdani, di Rumi Café, Jakarta. Pada hari Kamis, tanggal 20 Februari 2009 (pukul: 14.00-17.30 wib.). 50 Syekh Nazim al-Haqqani dan Syekh Hisham Kabbani., op. cit., hal. 35. 51 “Di situlah wajah Allah”, maksudnya: kekuasaan Allah meliputi seluruh alam; sebab itu di mana saja manusia berada, Allah mengetahui perbuatannya, karena ia selalu berhadapan dengan Allah. Dikutip dari penjelasan dalam tafsir Quran Surat al-Baqarah ayat 115.
Universitas Indonesia
Refelksi Jalaluddin..., Chiriyah, FIB UI, 2009
78
3.3 Zikir Khātam Khawajagan
Pada bab sebelumnya penulis sempat menyinggung sedikit mengenai zikir khātam khawajagan. Namun, dalam bab ini, penulis ingin menjelaskan lagi mengenai praktik
zikir
Naqsyabandiyah
khātam setiap
yang
rutin
seminggu
dilakukan sekali,
di
zawiyah-zawiyah
terutama
di
zawiyah
Tarikat Tarikat
Naqsyabandiyah Haqqani. Menurut Presiden Haqqani Sufi Institut Indonesia, Arief Hamdani, mengungkapkan bahwa zikir khātam sama dengan zikir Naqsyabandiyah. Adapun istilah khātam itu sendiri artinya penutup atau akhir. Dikatakan penutup, karena zikir ini dilaksanakan setelah praktik zikir sebelumnya telah selesai dilakukan, dan tentunya setelah itu diakhiri dengan pembacaan doa. Istilah khawajagan berasal dari bahasa Persia yang merupakan bentuk jamak dari kata khawajah (bentuk tunggal) yang berarti seorang syekh, sedangkan istilah khawajagan (bentuk jamak) artinya adalah syekh-syekh. Jadi, zikir khātam khawajagan merupakan serangkaian zikir, ayat, shalawat, dan doa yang menutup setiap zikir berjamaah yang dipimpin oleh seorang syekh. Zikir khātam dianggap sebagai tiang ketiga Tarikat Naqsyabandiyah, setelah zikir ism al-dzat dan zikir nafiy wa isbat.52 Zikir ism al-dzat, artinya mengingat nama yang hakiki dengan mengucapkan nama Allah Swt. secara berulang-ulang dalam hati, sedangkan zikir nafiy wa isbat artinya adalah mengingat keesaan Tuhan.53 Sebelum praktik zikir khātam khawajagan dimulai, seluruh jamaah yang mengikuti zikir ini diharuskan dalam keadaan suci dengan cara berwudhu terlebih dahulu. Menurut sumber tertulis, menyatakan bahwa Allah Swt. mengajarkan rahasia zikir khātam khawajagan kepada Abdul Khaliq al-Ghujdawani, salah satu syekh Naqsyabandiyah yang pertama kali memimpin zikir khātam pada tarikat ini. Nabi Saw. memberitahu Abu Bakar, yang kemudian memberitahunya lagi kepada seluruh
52 53
Martin van Bruinessen, Tarikat Naqsyabandiyah di Indonesia, Bandung: Mizan, 1995, hal. 85. Sri Mulyati et.al, Mengenal dan Memahami Tarikat-Tarikat Muktabarah di Indonesia, Jakarta: Prenada Media, 2005, hal. 106.
Universitas Indonesia
Refelksi Jalaluddin..., Chiriyah, FIB UI, 2009
79
wali Naqsyabandiyah bahwa Abdul Khaliq al-Ghujdawani adalah pemimpin dari khātam khawajagan.54 Pada dasarnya, zikir ini dipercaya berasal dari Abu Bakar as-Shiddiq. Zikir khātam ini memiliki kisah tersendiri, yakni pada saat Abu Bakar as-Shiddiq menerima rahasia zikir Tarikat Naqsyabandiyah, beliau memanggil para syekh Naqsyabandiyah yang akan melanjutkan kedudukan Abu Bakar kelak apabila beliau wafat. Peristiwa tersebut terjadi di alam ruh. Kemudian turunlah ajaran-ajaran zikir yang diwariskan kepada Abdul Khaliq al-Ghujdawani, yang kemudian zikir tersebut lebih dikenal dengan nama zikir khātam khawajagan. Sampai saat ini, zikir khātam khawajagan merupakan praktik zikir yang biasa dilakukan di zawiyah-zawiyah Tarikat Naqsyabandiyah Haqqani setiap seminggu sekali menjelang Matahari terbenam. Dalam praktiknya, posisi para peserta zikir khātam khawajagan dalam keadaan duduk melingkar dengan dipimpin oleh seorang syekh. Berdasarkan pengalaman penulis selama mengikuti zikir khātam, zikir ini dilakukan di dalam ruangan tertutup dengan cahaya lampu yang tidak begitu terang. Hal ini dilakukan agar perhatian dan pikiran para pengikut zikir selalu fokus dengan bacaan zikirnya. Berdasarkan jenisnya, zikir khātam khawajagan dibagi ke dalam dua macam, yakni zikir khawajagan panjang dan pendek. Panjang-pendeknya zikir khātam, tergantung dari bacaan yang dipakai lengkap atau dipersingkat. Diperkirakan bahwa zikir khātam panjang akan memakan waktu yang cukup lama. Oleh sebab itu, susunan zikir ini biasanya dipersingkat dengan melakukan bagian-bagian yang dianggap penting yang tidak boleh dilewati, salah satunya adalah doa. Inilah yang kemudian disebut dengan khātam pendek. Zikir khātam pada Tarikat Naqsyabandiyah Haqqani diadakan dengan diikuti hadhrah (salawat Nabi Saw.) dan tari Sema, serta tidak luput dari iringan musik.
54
Ibid, hal. 20.
Universitas Indonesia
Refelksi Jalaluddin..., Chiriyah, FIB UI, 2009
80
Dalam pelaksanaan zikir khātam, menurut Syekh Najmuddin Amin Kurdi terdiri dari beberapa adab,55 yakni:
1. Suci dari hadas dan najis. 2. Di ruang khusus dan tertutup serta sunyi dari keramaian. 3. Khusyuk dan hadir hati kepada Allah Swt., seolah-olah dalam mengabdikan diri kepada-Nya, para peserta zikir melihat-Nya. Jika tidak melihat-Nya, maka Dia melihat kita (para peserta zikir). 4. Peserta yang hadir harus dengan seizin syekh. 5. Pintu dalam keadaan tertutup, dilakukan agar hatinya lebih tenang. Dengan demikian, melaksanakan zikirnya juga akan bisa lebih khusyuk. 6. Memejamkan pelupuk mata dari permulaan hingga selesai. 7. Berusaha sungguh-sungguh melenyapkan lintasan dan getaran dalam hati, sehingga tidak sampai lalai dari mengingat Allah Swt. 8. Duduk dengan posisi kebalikan dari duduk tawarruk dalam shalat. Dengan posisi duduk seperti ini diyakini lebih merendahkan diri.
Di samping adab, dalam kitab Tanwirul Qulub juga disebutkan bahwa dalam zikir khātam juga terdiri dari sepuluh rukun (perkara).56 Adab dalam rukun zikir khātam ini disusun oleh Abdul Khaliq al-Ghujdawani. Berikut adalah rukun-rukun dari zikir khātam yang dikutip penulis dari buku terbitan Haqqani Sufi Institute of Indonesia yang berjudul Dzikir Mengingat Allah Zikir Hati Naqsyabandi: The Teaching of Sufi Master Mawlana Syekh Hisham Kabbani ar-Rabbani, di antaranya adalah sebagai berikut:
55
Mengenai adab-adab lengkap zikir ditulis Amin Kurdi dalam kitab Tanwirul Qulub, dan juga dikutip oleh Fuad Said, Hakikat Tarikat Naqsyabandiyah, Jakarta: Al-Husna Zikra, 1999, hal. 102., dikutip pula oleh Wiwi Siti Sajaroh dalam buku yang berjudul Mengenal dan Memahami Tarikat Muktabarah di Indonesia, hal. 110., lihat juga Martin van Bruinessen dalam bukunya yang berjudul Tarikat Naqsyabandiyah di Indonesia. 56 Fuad Said, Hakikat Tarikat Naqsyabandiyah, Jakarta: Al-Husna Zikra, 1999, hal. 103.
Universitas Indonesia
Refelksi Jalaluddin..., Chiriyah, FIB UI, 2009
81
1. Hal pertama yang dilakukan pada saat zikir ini dimulai adalah diawali dengan niat57 yang tujuannya tidak lain adalah untuk memperoleh keridhaan dari Allah Swt. selama zikir khātam khawajagan berlangsung. 2. Setelah niat, membaca syahadat sebanyak tiga kali. 3. Membaca istighfar sebanyak 70 kali. 4. Rabithatusy-Syarīfah, yakni menghubungkan qalb jamaah dengan qalb syekh, kemudian dari syekh ke Rasulullah Saw., dan melalui Rasulullah Saw. dihubungkan lagi hingga sampai kepada kehadirat ilahi. 5. Membaca surat al-Fatihah sebanyak tujuh kali. 6. Membaca shalawat (shalawatusy-Syarīfah) sebanyak 100 kali. 7. Membaca surat Alam Nasrah sebanyak 79 kali. 8. Membaca surat al-Ikhlas dan basmalah sebanyak 1001 kali. 9. Membaca al-Fatihah sebanyak tujuh kali. 10. Syekh kemudian kembali meminta jamaah untuk membaca shalawat Nabi Saw. sebanyak 100 kali. 11. Syekh atau seseorang yang ditunjuk olehnya kemudian membaca surat Yusuf ayat 101, yang berbunyi: |MΡr& ÇÚö‘F{$#uρ ÏN≡uθ≈yϑ¡¡9$# tÏÛ$sù 4 Ï]ƒÏŠ%tnF{$# È≅ƒÍρù's? ÏΒ Í_tFôϑ¯=tãuρ Å7ù=ßϑø9$# zÏΒ Í_tF÷!s?#u ô‰s% Éb>u‘ * ∩⊇⊃⊇∪ tÅsÎ=≈¢Á9$$Î/ Í_ø)Åsø9r&uρ $VϑÎ=ó¡ãΒ Í_©ùuθs? ( Íοt ÅzFψ$#uρ $u‹÷Ρ‘‰9$# ’Îû Çc’Í
57
Penjelasan Imam Khwaja Muhammad Bahauddin Naqsyabandi tentang makna niat (Niyyah): huruf ‘Nun’ merepresentasikan Nur (Cahaya Allah Swt.). Huruf ‘Ya’ merepresentasikan Yad Allah (tangan Allah atau kekuasaan atau pertolongan Allah). sedangkan huruf ‘Ha’ merepresentasikan hidayah atau pencerahan.
Universitas Indonesia
Refelksi Jalaluddin..., Chiriyah, FIB UI, 2009
82
Syekh kemudian membaca dedikasi (Ihda’), yaitu mempersembahkan bacaan yang telah dibaca kepada Nabi Muhammad Saw. dan seluruh syekh di Tarikat Naqsyabandiyah Haqqani. Bacaan pada zikir khātam khawajagan pendek hampir sama dengan khātam panjang. Kecuali jika mempunyai beberapa perbedaan dalam mengulangi bacaan zikir, di antaranya yaitu:
1. Membaca al-Fatihah sebanyak tujuh kali. 2. Membaca shalawat sebanyak 10 kali. 3. Membaca surat Alam Nasrah sebanyak tujuh kali. 4. Membaca al-Ikhlas sebanyak 11 kali. 5. Membaca al-Fatihah sebanyak tujuh kali. 6. Kemudian membaca shalawat sebanyak tujuh kali.
Bagian khātam berikutnya identik dengan khātam panjang, dimulai dari ketika syekh menunjuk seseorang untuk membaca al-Quran surat Yusuf ayat 101.58
58
Syekh Hisham Kabbani ar-Rabbany. Dzikir Mengingat Allah Dzikir Hati Naqsyabandi: The Teaching of Sufi Master Maulana Syekh Hisham Kabbani ar-Rabbani, terj. Arief L. Hamdani, et al., Jakarta: Haqqani Sufi Institute of Indonesia, hal. 115 et Seq.
Universitas Indonesia
Refelksi Jalaluddin..., Chiriyah, FIB UI, 2009