BAB II RUJUK DALAM ISLAM
1. Pengertian rujuk Menurut bahasa Rujuk berasal dari kata raja‟a-yarji‟u-raj‟atan dengan dibaca fathah huruf ra’nya (raj‟ah) dan diriwayatkan dibaca kasroh. Rij‟ah menurut bahasa adalah kembali. Sedangkan menurut syarak, adalah mengembalikan isrtri yang dalam masa idah talak, bukan talak ba’in, pada pernikahan semula sesuai dengan peraturan yang ditentukan1. Dalam istilah hukum Islam, para ulama mengenal istilah rujuk dan istilah raj’ah yang keduanya semakna. Adapun rujuk menurut istilah para ulama mempunyai definisi sendirisendiri yang masing-masing pendapat berbeda-beda antara satu dengan yang lainnya, yang hal ini tentunya akan berimbas terhadap syarat dan rukun seseorang yang hendak merujuk isterinya karena perbedaan tersebut. Diantara perbedaan pendapat-pendapat tersebut adalah Menurut Ulama Hanafiah memberi definisi rujuk yaitu
اٌعذحٝض فٛ اثمبء اٌٍّه اٌمبئُ ثال عٟ٘ اٌشجعخ
1
Abi Abdillah Muhammad bin Qasim Al Ghazi, Tausekh „ala Fath Qorib al Mujib, Alhidayah, Surabaya, Tt, hal 217
21
22
Melestarikan perkawinan tanpa adanya ganti dalam masa idah talak (raj’i). karena perempuan yang tertalak raj’i tidak menghilangkan tanggungan suami atas isterinya, kecuali telah habis masa idahnya.2 Menurut ulama‟ Malikiyah berpendapat bahwa rujuk adalah
ذ عمذ٠ش رجذ١جخ اٌّطٍمخ ٌٍعصّخ ِٓ غٚدح اٌضٛ عٟ٘ اٌشجعخ Mengembalikan istri yang ditalak pada tanggungannya tanpa disertai akad yang baru.3 Dikatakan tanpa akad yang baru bertujuan untuk membedakan bahwa istri yang dirujuk bukanlah istri yang tertalak ba’in yang mengharuskan untuk memperbarui akad. Menurut ulama Syafi‟iyah yang dimaksud dengan rujuk adalah
اٌعذحٝش ثبئٓ ف١ إٌىبح ِٓ غالق غٌٝ سداٌّشأح اٟ٘ اٌشجعخ Mengembalikan isteri ke dalam pernikahan dari talak selain talak bain di dalam masa idah.4 Golongan ini berpendapat bahwa istri yang tertalak, baik itu talak raj’i dihukumi sebagai mana Al-Ajnabiyah. Sedangkan menurut ulama Hanabilah bahwa rujuk adalah
ش عمذ١ٗ ثغ١ٍ ِب وبٔذ عٌٝش ثبئٓ ا١ اعبدح ِطٍمخ غٟ٘ اٌشجعخ Mengembalikan istri yang tertalak, selain talak ba’in kepada perkawinan tanpa adanya akad.5 Hal ini didasarkan bahwa untuk merujuk istri, suami boleh menggunakan lafad yang tertentu dan di perbolehkan juga dengan
2
Abd Ar-Rahman al-jaziri, kitab al-Figh „Ala-al Madzahib al-A‟rba‟a, Dar Al Fikr, Lebanon, 2003, cet 1, juz 3, h 331 3 Abd Ar-Rahman al-jaziri, kitab al-Figh „Ala-al Madzahib al-A‟rba‟a ,hal 331 4 Abd Ar-Rahman al-jaziri, kitab al-Figh „Ala-al Madzahib al-A‟rba‟a, hal 332 5 Abd Ar-Rahman al-jaziri, kitab al-Figh „Ala-al Madzahib al-A‟rba‟a, hal 332
23
menggauli istrinya, baik dengan niat hendak merujuk atau tidak berniat untuk merujuk istrinya.
2. Dasar Hukum Rujuk DALIL AL-QUR'AN
ٜٓ ِثً اٌزٌٙٚ ۗ ا اصالدبٚ رٌه اْ أسادٝٓ ادك ثشد٘ٓ فٌٙزٛثعٚ ُ١ض دى٠هللا عضٚ ۗ
ٓ دسجخٙ١ٌٍٍشجبي عٚ ۖ فٚٓ ثبٌّعشٙ١ٍع )۲۲۸ (اٌجمشح
Artinya:“ Dan para suaminya mereka lebih berhak kembali kepada mereka dalam (masa) itu jika mereka menghendaki perbaikan. Dan para wanita mempunnyai hak yang seimbang dengan kewajibannya menurut cara yang patut. Tetapi para suami mempunyai kelebihan di atas mereka. Dan Allah maha perkasa dan maha bijaksana.6 Firman Allah SWT dalam surat Al-Baqaraħ [2] ayat 229:
ْذً ٌىُ أ٠ الٚ ْخ ثئدسب٠ رسشٚف أٚاٌطالق ِشربْ فئِسبن ثّعش د هللا فئْ خفزُ أالّٚب دذ١م٠ خبفب أال٠ ْئب إال أ١٘ٓ شّٛز١ا ِّب آرٚرأخز د هللا فالّٚب افزذد ثٗ رٍه دذ١ّب فٙ١ٍد هللا فال جٕبح عّٚب دذ١م٠ ٌٌّْٛئه ُ٘ اٌظبٚد هللا فأٚزعذ دذ٠ ِٓٚ ٘بٚرعزذ Artinya: Talak (yang dapat dirujuk)itu dua kali.( Setelah itu suami dapat) menahan dengan baik atau melepaskan dengan baik. Tidak halal bagi kamu mengambil kembali sesuatu yang telah kamu berikan kepada mereka kecuali keduanya (suami dan isteri) khawatir tidak 6
Departemen Agama RI, Al-Qur‟an dan Terjemahannya, Surabaya, Pustaka Agung Harapan, 2006, hal 105
24
mampu menjalankan hukum-hukum Allah. Jika kamu (wali) khawatir bahwa keduanya tidak mampu menjalankan hukum-hukum Allah, maka keduanya tidak berdosa atas bayaran yang (harus) diberikan (oleh isteri) untuk menebus dirinya. Itulah hukum-hukum Allah, maka janganlah kamu melanggarnya. Barang siapa melanggar hukumhukum Allah mereka itulah orang-arang zalim.7 Dalam hadith lain Rasulullah pernah bersabda
ٕٗ هللا عٝشعٓ اثٓ عجبط عٓ عّشثٓ اٌخطبة سظ١ذ ثٓ دج١عٓ سع فمبي ساجعًٟٔ لذ أرب٠ سٍُ إْ ججشٚ ٗ١ٍ هللا عٍٝي هللا صٛلبي سس اٌجٕخٟجزه فٚب صٙٔإٚ اِخٛاِخ لٛب صٙٔدفصخ فئ Diriwayatkan dari Said bin khubair dari Ibnu Abbas dari Umar bin Al-Hattab, Rasulullah telah berkata sesungguhnya Malaikat Jibril telah datang kepadaku, lalu beliau berkata, rujuklah kembali Hafsah kerana ia adalah seorang isteri yang sabar dan rajin mengurus rumah tangga dan ia akan menjadi isteri tuan dalam surga kelak.”8
ذبئطٝ٘ٛ ٝ ػٍلذاّشأر: ّبٕٙ هللا عٟعٓ عجذ هللا ثٓ عّشسظ ٞاٖ اٌجخب سٚب(سٙشاجع١ٍسٍَ فلبً ّشٖ فٛ ٗ١ٍهللاعٍٝصٝفسأًعّشإٍج )ٍُِسٚ Diceritakan dari Ibnu Umar: saya menceraikan istri saya sedang dalam haid, maka umar bertanya kepada nabi SAW tentang hal itu, nabi bersabda: suruhlah dia merujuk istrinya.(hadits riwayat Bukhori dan Muslim)9
7
Departemen Agama RI, Al-Qur‟an dan Terjemahannya, Surabaya, Pustaka Agung Harapan, 2006, hal 45 8 Tnp, Asah Al Matabi’, India, ttp, hal 296 9 Al-Imam Abi Abdillah Muhammad bin Ismail bin Ibrahim, Sahih Al-Bukhori, Dar AlFikr, Bairut, Lebanon, Juz 6, h 163, lihat Bulug Al Maram, hal 237, Sahih Muslim, hal 683
25
Dari pengertian ayat di atas menerangkan mengenai hukum rujuk yakni dibolehkannya seorang suami untuk merujuk isterinya yang belum mencukupi bilangan hadnya, yaitu tiga talak bagi yang merdeka dan dua talak bagi yang hamba sahaya. Oleh sebab itu suami tersebut tidak berhak untuk merujuk jika idah isterinya telah berakhir. Ini karena bekas isterinya telah menjadi wanita asing bagi bekas suaminya. Wanita itu tidak halal lagi baginya kecuali dengan akad nikah baru, itupun kalau wanita itu sudah menyatakan dengan terus terang bahawa ia rela untuk dirujuk suaminya.10 Ayat di atas juga menerangkan tentang kebaikan niat seorang suami yang hendak merujuk isterinya, mendahulukan kemaslahatan bagi dirinya dan juga bagi isterinya agar di kemudian hari hubungan rumah tangganya dapat terjalin dengan baik sesuai dengan tujuan perkawinan yakni membentuk keluarga yang sakinah, mawadah wa rahmah, bukan sebaliknya yakni bertujuan untuk menyakiti isterinya. Adanya masa idah atau masa tunggu bagi seorang wanita yang tertalak raj’i dengan harapan agar pasangan suami isteri yang tengah bercerai dapat mempertimbangkan
apakah
ia
akan
meneruskan
perceraiannya
atau
memperbaiki perkawinannya dengan merujuk isterinya lagi. SYARAH HADITS Hadits di atas berawal dari kisah nabi muhammad yang marah terhadap isterinya yang bernama Hafsah ketika ia (Hafsah) membuka rahasia
10
Abd Ar-Rahman al-Jaziri, kitab al-Figh „Ala-al Madzahib al-A‟rba‟a, hal 333
26
kepada Aisah, kemudia rasul mengetahuinya lantas menceraikannya. Maka turunlah ayat:
)١:ٓ (اٌطالقٙ٘ٓ ٌعذرٛ ارا غٍمزُ إٌسبء فطٍمٝب إٌجٙ٠با٠ Artinya: Hai Nabi, apabila kamu menceraikan isteri-isterimu maka hendaklah kamu ceraikan mereka pada waktu mereka dapat (menghadapi) iddahnya ( yang wajar.)11 Dan juga dikatakan kepada nabi Muhammad untuk merujuk Hafsah isterinya, yang dia tidak hanya isterinya di dunia namun juga isterinya di akherat kelak.12 Hadits yang kedua berawal dari Abdullah bin Umar yang menceraikan istrinya yaitu Aminah binti Ghiffar An-Nawwar di waktu haid kemudian oleh ayahnya yaitu Umar bin Hattab hal itu dalaporkan kepada rasulullah. Reaksi rasul
ketika
mendengar
cerita
Umar
adalah
menyuruhnya
untuk
memerintahkan pada anaknya agar merujuk istrinya dan menunggu sampai dua kali suci dan satu kali haid jika memang ingin menceraikannya atau meneruskan perkawinannya13. Dari keterangan di atas dapat diambil kesimpulan bahwsasannya mentalak istri dalam keadaan haid adalah dilarang oleh agama atau syariat, hal tersebut biasa dibuktikan dengan perintah rasulullah yang menyuruh Abdullah bin Umar melalui Umar bin Hattab untuk merujuk istrinya yang notabene ia ceraikan di masa haid.
11
Departemen Agama RI, Al-Qur‟an dan Terjemahannya, Surabaya, Pustaka Agung Harapan, 2006, hal 816 12 Muhammad Ali As-Sabuni, Tafsir Ayat Ahkam,tt, juz 2, hal 593 13 Al-Imam Abi Abdillah Muhammad bin Ismail bin Ibrahim, Sahih Al-Bukhari, Dar AlFikr, Bairut, Lebanon, Juz 6, h 185
27
Hadits tersebut secara eksplisit menyinggung tentang pelaksanaan rujuk sebagaimana yng disinggung oleh Takiyuddin Abu Bakar dalam kifayah al akhyar bahwa hadits di atas menjadi rujukan dan dasar tentang pensyari’atan rujuk. Sedangkan menurut As-Syafi'i bahwa tenggang waktu yang di tentukan dalam hadits di atas itu adalah merupakan manifestasi dalil nash al-Qur'an yang berbunyi tiga kali sucian sebagaiman yang dikutib oleh At-Tahawi. Lebih lanjut menurut As-Syafi'i bahwa filosofis dari penentuan itu adalah untuk mengetahui keadaan rahim sang istri.14
3. Hikmah disyari’atkan rujuk Di antara kebaikan Islam adalah bolehnya bercerai dan bolehnya rujuk. Tatkala jiwa saling bertolak belakang dan tidak memungkinkan untuk melanjutkan kehidupan bersuami-isteri, diperbolehkanlah talak, ketika hubungan telah semakin membaik dan airpun telah kembali pada jalurnya, diperbolehkanlah rujuk.15 Terkadang talak itu bisa terjadi dalam keadan marah dan dorongan, bisa terjadi hal tersebut timbul tanpa difikirkan dan diperkirakan terlebih dahulu akan akibat dari perceraian tersebut, serta apa yang akan terjadi setelahnya dari kerugian maupun kerusakan, oleh karena itu Allah mensyari'atkan rujuk untuk kembali kepada kehidupan bersuami isteri. Allah berfirman:
14
http://rangerwhite09-artikel.blogspot.com/2010/04/hadist-tentang-rujuk.html Syaikh Muhammad bin Ibrahim At-Tuwaijiri, RINGKASAN FIQIH ISLAM,Islamhouse. Com, 2009, h 65 : diakses oktober 2010: 15
28
ىزّٓ ِب٠ ْٓ أٌٙ ًّ ذ٠ الٚ ءٚٓ ثالثخ لشٙزشثّصٓ ثأٔفس٠ اٌّطٍّمبدٚ ٓ أدكٌٙزٛثعٚ خش٢َ اٛ١ٌاٚ ؤِٓ ثبهلل٠ ٓٓ إْ وِٙ أسدبٟخٍك هللا ف ا إصال ًدبٚ رٌه إْ أسادٟثشدّ٘ٓ ف Artinya: "Dan para isteri yang diceraikan (wajib) menahan diri mereka (menunggu) tiga kali quru‟. Tidak boleh bagi mereka menyembunyikan apa yang diciptakan Allah dalam rahim mereka, jika mereka beriman kepada Allah dan hari akhirat. Dan suamisuaminya berhak merujukinya dalam masa menanti itu, jika mereka (para suami) itu menghendaki ishlah" (Al-Baqarah: 228)16 Imam Al-Fahru berpendapat bahwa di antara hikmah disyari’atkannya rujuk yaitu bahwa manusia terkadang tidak mengerti dengan pasangannya apakah baik untuk terus bersama atau berpisah hidup sendiri-sendiri, maka apabila seseorang telah memutuskan untuk berpisah lalu kemudian nampak rasa cintanya untuk kembali hidup bersama. Andai saja Allah tidak mensyari’atkan rujuk maka akan memberatkan bagi manusia.17 Diharapkan pula dengan disyari’atkannya rujuk, seseorang dapat membenahi segala kesalahannya dengan menginstropeksi diri sehingga tidak akan terulang lagi kesalahan yang telah dilakukannya.
16
Departemen Agama RI, Al-Qur‟an dan Terjemahannya, Surabaya, Pustaka Agung Harapan, 2006, hal 45 17 http://rangerwhite09-artikel.blogspot.com/2010/04/hadist-tentang-rujuk.html, hal 325
29
4. Rukun Rujuk Rukun rujuk ada tiga macam18 1) Sighat yaitu ungkapan seorang suami untuk merujuk istrinya 2) Istri yaitu wanita yang Halal dinikah . Oleh karena itu tidak sah merujuk isteri yang murtad pada masa riddahnya, karena tujuan rujuk ialah halal sedangkan riddah menafikan halal. Demikian juga kalau suami jadi murtad atau kedua-duanya murtad maka tidak sah rujuknya. 3) Orang yang merujuk yaitu suami atau orang yang menggantikannya (wakil) ketika suami mewakilkannya untuk merujuk istrinya.
5. Syarat Sahnya Rujuk19 1) Talak tersebut adalah talak raj‟i, bukan talak ba‟in, Bukan talak tiga (talak ba’in) baik talak ba’in sugra maupun talak ba’in kubra. Karena dalam talak ini mengharuskan akad nikah yang baru dan mengadakan muhalil pada talak ba’in kubra. 2) Istri yang telah dipergauli sebab istri yang belum dipergauli tidak mempunyai masa idah. 3) Tidak ada iwad (uang pengganti) baik dari isteri maupun selain isterinya 4) Belum habis masa idahnya. 5) Halal dirujuk yaitu istri maupun suami dalam keadaan Islam.20 6) Tertentunya wanita yang hendak dirujuk.21
18
Syeh Ibrahim Al-baijuri, Al-Baijuri, Dar Fiqri, Bairut London, 1994, juz 2, h 218 Muhammad as-Sarbini Al-Katib, Al-Iqna‟, Dar Al-Fiqri, Lebanon, h 448 20 Abi Abdul Al-Mu’thi Muhammad ibn Umar bin Ali Nawawi, Nihayah Az-Zaini, Dar Al-Fiqri, Bairut Lebanon, 1995, h298 19
30
6. Syarat Orang Yang Merujuk22 1) Balig Tidak sah hukum rujuknya anak kecil, begitu juga tidak sah hukum rujuk dari walinya (anak kecil) 2) Berakal Tidak sah hukum rujuknya orang yang cacat mental, begitu juga tidak sah hukum rujuknya orang dalam keadaan mabuk. 3) Tamyiz yaitu orang yang bisa membedakan mana yang baik dan mana yang buruk
7. Syarat Orang Yang Dirujuk Syarat orang yang hendak dirujuk (istri), disyaratkan atasnya tiga hal: 1) wanita yang tertalak selain talak ba’in, baik talak ba’in sugro maupun talak bain kubra, talak bain sugra mengharuskan adanya akad yang baru. Sedangkan talak ba’in kubra laki-laki (mantan suami) tidak boleh rujuk lagi, tidak sah pula menikah lagi dengan bekas istrinya, kecuali apabila perempuan (mantan istrinya) itu sudah menikah dengan orang lain serta sudah campur, diceraikan dan sudah habis pula masa idahnya, barulah suami yang pertama boleh menikahinya lagi. Sebagaimana firman Allah surat Al-Baqoroh ayat 229
ْخ ثئدسب٠ رسشٚف أٚاٌطالق ِشربْ فئِسبن ثّعش
21 22
Abi Abd Al-Mu’thi Muhammad ibn Umar bin Ali Nawawi, Nihayah Az-Zaini, hal 298 Syeh Ibrahim Al-baijuri, Al-Baijuri, Dar Fiqri, Bairut London, 1994, juz 2, hal 218
31
Artinya: Talak (yang dapat dirujuk) itu dua kali. (Setelah itu suami dapat) menahan dengan baik atau melepaskan dengan baik23.
2) wanita (istri) yang masih dalam masa idah Terjadinya rujuk itu sewaktu istri masih dalam masa idah. Sebagaimana firman Allah SWT, AL-Baqarah ayat 231
ٓ٘ٛسشدٚف اٚ٘ٓ ثّعشٛٓ فبِسىٍٙارا غٍمزُ إٌسبء فجٍغٓ اجٚ فٚثّعش Artinya: Dan apabila kamu menceraikan isteri-isteri (kamu), lalu sampai (akhir) iddahnya, maka tahanlah mereka dengan cara yang baik, atau ceraikanlah mereka dengan cara yang baik ( pula)24. 3) wanita (istri) yang telah dipergauli, karena isteri yang belum dicampuri apabila ditalak, terus putus pertalian antara ke duanya, karena isteri tidak mempunyai idah.
ْ٘ٓ ِٓ لجً اّٛا ارا ٔىذزُ اٌّؤِٕبد ثُ غٍمزِٕٛٓ ا٠ب اٌذٙ٠با٠ ٘ٓ سشادبٛسشدٚ ٓ٘ٛب فّزعٙٔٚٓ ِٓ عذح رعزذٙ١ٍ٘ٓ فّبٌىُ عٛرّس )۴۹ :سٖ االدضاةٛال (س١ّج Artinya: Hai orang-orang yang beriman! Apabila kamu menikahi perempuan-perempuan mukmin, kemudian kamu ceraikan mereka sebelum kamu mencampurinya maka tidak ada masa iddah atas mereka yang perlu kamu perhitungkan. Namun
23
Departemen Agama RI, Al-Qur‟an dan Terjemahannya, Surabaya, Pustaka Agung Harapan, 2006, hal 816 24 Departemen Agama RI, Al-Qur‟an dan Terjemahannya, Surabaya, Pustaka Agung Harapan, 2006, hal 46
32
berilah mereka mut‟ah dan lepaskanlah mereka itu dengan cara yang sebaik-baiknya25. Begitu juga istri yang dirujuk itu harus tertentu. Kalau suami mentalak beberapa isterinya kemudian ia ruju kepada salah seorang dari mereka, dengan tidak di tentukan siapa yang dirujuknya maka rujuknya itu tidak sah.
8. Lafad Rujuk26 Lafad yang digunakan untuk menyatakan rujuk mestilah memenuhi syarat berikut: Pertama: lafad tersebut harus dapat mengungkapkan maksud rujuk. Dalam hal ini ada dua macam, ada lafad sarih dan ada lafad kinayah. a. Lafad sarih ialah lafad yang tidak mengandung makna selain dari maksud rujuk semata. Lafad sarih tidak memerlukan kepada niat bagi orang yang hendak merujuk Lafad sarih dalam bahasa arab ialah seperti berikut: Artinya: “ aku rujuk isteriku kepada perkawinan ku Aku rujuk isteriku kepadaku.
ٝجزٚ ساجعذ ص,
ٝ ٔىبدٌٝساجعذ ا,
aku merujuk engkau
سجعزه, aku kembalikan engkau سددرهku pegang engkau اِسىزه Adapun
menyebut
“kepada
perkahwinanku”
atau
“kepadaku”
hukumnya sunah.27
25 25
Departemen Agama RI, Al-Qur‟an dan Terjemahannya, Surabaya, Pustaka Agung Harapan, 2006, hal 600 26 Abi Abdul Al-Mu’ti Muhammad ibn Umar bin Ali Nawawi, Nihayah Az-Zaini, Dar AlFiqri, Bairut Lebanon, 1995, hal 298
33
Di dalam Al-Quran dan Hadits, terdapat tiga lafad yang menunjukkan lafad sarih untuk rujuk yaitu “Radda”
ٟٓ أدك بردّهن فٌٙزٛثعٚ "
رٌهRaja‟a" ّباْ يتراجعاٙ١ٍب فالجٕبح عٙ فبْ غٍمdan "Amsaka" اراٚ ٓ فامسكوهنٍٙ غٍمزُ إٌسبء فجٍغٓ اجartinya: Mengembalikan, merujuk dan pegang semula.
b. Lafad kinayah ialah yang mengandung makna rujuk dan juga makna lain. Diantara lafad kinayah dalam bahasa arab “tazawwajtuki” atau “nakahtuki” kedua lafad ini sarih bagi akad nikah, yang artinya “aku nikahi engkau, atau aku mengawini engkau. Sekiranya dilakukan akad nikah terhadap perempuan yang ditalak raj’i dengan diijab dan kabul maka ia juga termasuk dalam lafad kinayah yang memerlukan niat rujuk. Contohnya, wali perempuan berkat kepada murtaji (suami yang hendak dirujuk). “ aku nikahkan engkau dengan anakku Fatimah” lalu dijawab oleh suaminya “aku terima nikahnya” dengan maksud niat rujuk, maka sah rujuk itu. Tetapi jika ia tidak berniat rujuk, maka tidak sah rujuknya. Niat disyaratkan hanya pada pihak suami tidak pihak wali, dan isi perkawinan yang disebut dalam akad itu tidaklah wajib dibayar. Sah rujuk dengan terjemahan lafad-lafad sarih dan kinayah tersebut. Lafad sarih tidak memerlukan niat bagi sah rujuk, tetapi lafad kinayah memerlukan niat rujuk, kalau tidak niat maka tidak sah rujuk. 27
tt, hal 88
Syaih Al-Islam Abi Yahya Zakaria Al-Ansari, Fath Al-Wahab, Al-Hidayah, Surabaya,
34
Disyaratkan dalam merujuk menggunakan lafad: 1. Lafad yang digunakan juga hendaklah dinyatakan dengan terang kepada siapa yang ditujukan, kalau hanya semata-mata menyebut “aku rujuk”, maka tidak memberi kesan apa-apa. Akan tetapi ditujukannya rujuk itu jelas kepada siapa yang hendak dirujuk. 2. lafad rujuk itu hendaklah (munajjazah) yaitu rujuk terus berlaku setelah lafad itu diucapkan. Maka tidak sah rujuk dengan berta‟lik, umpamanya suami berkata “aku rujuk dengan kamu jika kamu mengandung” atau berta‟lik rujuk dengan kehendak isteri, seperti kata suami “aku rujuk engkau sekiranya engkau mau atau rela” maka jawab isteri “ya! Saya mau atau rela” maka rujuk yang seperti itu tidak sah rujuknya. Begitu juga tidak sah rujuk dengan membatasi waktu seperti kata suami “aku rujuk kamu satu bulan.
9. Hukum Rujuk 1. Wajib: terhadap suami yang mentalak salah seorang isterinya, sebelum dia sempurnakan pembagian waktunya terhadap istri yang ditalak. 2. Haram; apabila tejadi dari sebab rujuknya itu menyakiti si istri 3. Makruh; kalau terusnya pencaraian lebih baik dan berfaedah bagi keduanya ( suami-isteri) 4. Jaiz; (boleh)ini adalah hukum rujuk yang asli
35
5. Sunnah; jika yang dimaksud suami untuk memperbaiki keadaan istrinya, atau karena rujuk itu lebih berfaeah bagi keduanya (suami-istri). 28
10. Macam-macam rujuk menurut jatuhnya talak 1. Talak raj'i Talak raj'i adalah talak satu atau dua yang mana seorang suami masih boleh rujuk kepada isterinya selama masih dalam masa iddah. Wahbah al-Zuhaili mendefinisikan talak raj’i sebagai berikut:
ش دبجخ١خ ِٓ غ٠ جٚ صٌٝج ثعذٖ إعبدح اٌّطٍمخ إٍّٚه اٌض٠ ٞ اٌزٛٙف رٌه ثعذ اٌطالقٚ ٌُ رشضٌٛٚ اٌعذحٝذ ِب داِذ ف٠ عمذ جذٌٝإ ش اٌجبئٓ إرا رّذ اٌّشاجعخ لجً أمعبء اٌعذح١ غٟٔاٌثبٚ يٚاأل Yaitu talak yang mana laki-laki itu memiliki hak kembali untuk mengikat tali perkawinan kepada perempuan yang ditalaknya itu tanpa memerlukan akad baru selama masih berada dalam idah, walaupun perempuan itu tidak rela. Hal itu terjadi setelah talak pertama dan kedua yang tidak termasuk kategori ba`in apabila telah sempurna rujuk sebelum habis masa idah.29
Ketentuan ini didasarkan kepada Firman Allah SWT dalam surat AlBaqaraħ [2] ayat 229:
ْذً ٌىُ أ٠ الٚ ْخ ثئدسب٠ رسشٚف أٚاٌطالق ِشربْ فئِسبن ثّعش د هللا فئْ خفزُ أالّٚب دذ١م٠ خبفب أال٠ ْئب إال أ١٘ٓ شّٛز١ا ِّب آرٚرأخز 28
http://rangerwhite09-artikel.blogspot.com/2010/04/hadist-tentang-rujuk.htm Wahbah az-Zuhayliy, al-Fiqh al-Islâmiy wa Adillatuh, Damaskus, Dâr al-Fikr, 1989, cet. Ke-3, Juz 7, h. 432 29
36
٘بٚد هللا فال رعزذّٚب افزذد ثٗ رٍه دذ١ّب فٙ١ٍد هللا فال جٕبح عّٚب دذ١م٠ ٌٌّْٛئه ُ٘ اٌظبٚد هللا فأٚزعذ دذ٠ ِٓٚ Artinya: Talak (yang dapat dirujuk)itu dua kali.( Setelah itu suami dapat) menahan dengan baik atau melepaskan dengan baik. Tidak halal bagi kamu mengambil kembali sesuatu yang telah kamu berikan kepada mereka kecuali keduanya (suami dan isteri) khawatir tidak mampu menjalankan hukum-hukum Allah. Jika kamu (wali) khawatir bahwa keduanya tidak mampu menjalankan hukum-hukum Allah, maka keduanya tidak berdosa atas bayaran yang (harus) diberikan (oleh isteri) untuk menebus dirinya. Itulah hukum-hukum Allah, maka janganlah kamu melanggarnya. Barang siapa melanggar hukumhukum Allah mereka itulah orang-arang zalim.30 Ayat di atas menjelaskan bahwa talak raj'i adalah talak satu atau talak pertama, talak dua atau talak ke dua. Setelah suami menjatuhkan talak satu atau talak pertama atau talak dua atau talak kedua, maka sebelum habis masa idahnya dia boleh rujuk kembali kepada bekas isterinya tanpa akad nikah baru dan tanpa mahar. Tetapai bila habis masa idahnya, suami ingin berkumpul atau rujuk kembali dengan isterinya maka dilaksanakan akad nikah yang baru serta mahar yang baru. Adapun akibat dari talak raj'i adalah: a). Bilangan talak yang dimiliki suami berkurang. b). Ikatan perkawinan berakhir setelah masa idah habis jika suami tidak rujuk. c). Suami boleh rujuk dalam masa idah isterinya. d). Ulama Syafi'iyyah dan Malikiyyah dalam salah satu pendapatnya mengatakan, haram bagi suami melakukan hubugan suami isteri dalam 30
Departemen Agama RI, Al-Qur‟an dan Terjemahannya, Surabaya, Pustaka Agung Harapan, 2006, hal 45
37
masa idah sebelum rujuk, karena mereka berpendapat bahwa dengan terjadinya talak, seluruh hubungan dan ikatan suami istri terputus. Akan tetapi menurut ulama Hanafiyyah dan Hanabillah, suami boleh saja menggauli isterinya dalam masa idah dan sikap ini dianggap sebagai upaya rujuk dari suami.31 2. Talak Ba'in Talak ba'in terbagi dua, yaitu talak ba'in sughra dan talak ba'in kubra. Adapun talak ba'in sughra adalah talak yang dijatuhkan oleh seorang suami terhadap isterinya yang mana dengan itu ia tidak dapat kembali lagi, kecuali melalui akad dan mahar yang baru, sebagaimana dikemukakan oleh Wahbah al- Zuhaili sebagai berikut:
خ إال١ج
ٚ صٌٝعذ اٌّطٍمخ إ٠ ْع اٌشجً ثعذٖ أ١سزط٠ الٞ اٌزٛ٘
ثبٌىزبثخٚ ِبي أٍٝ عٚي أٛ اٌطالق لجً اٌذخٛ٘ٚ شِٙٚ ذ٠ثعمذ جذ ثسجتٚ ال ٌعذَ اإلٔفبق أٟلعٗ اٌمبظٛ٠ ٞ اٌزٚخ أ١عٕذ اٌذٕف الء٠اإل "Yaitu talak yang mana laki-laki itu tidak dapat kembali mengikat tali perkawinan kepada wanita yang ditalaknya itu, kecuali dengan akad dan mahar yang baru, talak tersebut terjadi sebelum disetubuhi atau atas harta atau sindiran menurut ulama Hanafiyyah atau yang diputuskan oleh hakim yang bukan karena tidak memberi nafkah atau dengan sebab ila' "32 Hal ini didasarkan pada Firman Allah surat Al-Baqoroh ayat 236
31
Wahbah az-Zuhayliy, al-Fiqh al-Islâmiy wa Adillatuh, (Damaskus, Dâr al-Fikr, 1989), cet. Ke-3, Juz 7, h. 439 32 Wahbah az-Zuhayliy, al-Fiqh al-Islâmiy wa Adillatuh, (Damaskus, Dâr al-Fikr, 1989), cet. Ke-3, Juz 7, h. 432
38
ٓ٘ ٛىُ اْ غٍمزُ إٌسبء ِب ٌُ رّس١ٍال جٕبح ع Artinya:Tidak ada dosa bagimu jika kamu menceraikan isteri-isteri kamu yang belum kamu sentuh (campuri)33 Akibat hukum dari talak ba'in sugra adalah: 1. Suami tidak boleh rujuk kepada isterinya, kecuali dengan akad dan mahar yang baru, 2. Bilangan talak yang dimiliki suami berkurang, 3. Mahar itu halal disebabkan kepada dua faktor, yaitu kematian dan talak 4. Tidak saling mewarisi antara suami dan isteri apabila meninggal salah satu dari keduanya.34 Adapun yang dimaksud dengan talak Ba'in kubra adalah talak tiga atau talak yang ketiga, yang dijatuhkan oleh seorang suami kepada isterinya, yang mana suami tersebut tidak dapat kembali lagi sebelum isterinya menikah terlebih dahulu dengan laki-laki lain, kemudian mereka melakukan hubungan suami isteri dalam artian yang sebenarnya dan telah pula diceraikan oleh suaminya yang baru itu, sebagaimana diterangkan dalam Al-Quran surat Al-Baqoroh ayat 230
ب فالٙشٖ فئْ غٍّم١ ًجب غٚ رٕىخ صٝب فال رذً ٌٗ ِٓ ثعذ دزٙفئْ غٍم د هللاٚرٍه دذٚ د هللاّٚب دذ١م٠ ْزشاجعب إْ ظٕب أ٠ ّْب أٙ١ٍجٕبح ع ٍّْٛع٠ َٛب ٌمّٕٙ١ج٠ 33
Departemen Agama RI, Al-Qur‟an dan Terjemahannya, Surabaya, Pustaka Agung Harapan, 2006, hal 48 34 Wahbah az-Zuhayliy, al-Fiqh al-Islâmiy wa Adillatuh, (Damaskus, Dâr al-Fikr, 1989), cet. Ke-3, Juz 7, h. 426
39
"Kemudian jika dia menceraikannya (setelah talak yang kedua), maka perempuan itu tidak halal lagi baginya sebelum dia menikah dengan suami yang lain. Kemudian jika suami yang lain itu menceraikannya, maka tidak ada dosa bagi keduanya (suami pertama dan bekas isteri) untuk menikah kembali jika keduanya berpendapat akan dapat menjalankan hukum-hukum Allah. Itulah ketentuan-ketentuan Allah yang diterangkan-Nya kepada orang-orang yang berpengetahuan" (Al-Baqarah: 230)35
Wahbah al-Zuhaili menerangkan bahwa yang dimaksud dengan talak ba’in kubra adalah sebagai berikut:
ْخ إال ثعذ أ١جٚ اٌضٌٝذ اٌّطٍمخ إ١ع٠ ْع اٌشجً ثعذٖ أ١سزط٠ الٞ اٌزٛ٘ ٚب أٙفبسل٠ ُمخ ث١ال دمٛب دخٙذخً ث٠ٚ ذب١اجب صدٚج آخش صٚج ثضٚرزض رٌه ثعذ اٌطالق اٌثالسٚ ِٕٗ بٙ عذرٟرٕمعٚ بٕٙد عّٛ٠ "Yaitu talak yang mana laki-laki tersebut tidak dapak mengikat tali perkawinan dengan wanita yang ditalaknya itu, kecuali setelah ia menikah dengan laki-laki lain sebagai nikah yang benar dan telah melakukan hubungan initm dalam artian yang hakiki kemudian laki-laki itu menceraikan wanita tersebut atau ia mati dan telah habis pula masa iddahnya. Hal itu terjadi setelah dijatuhkan talak tiga".36 Adapun akibat hukum dari talak ba'in kubra menurut ulama fiqh adalah terputusnya seluruh ikatan dan hubungan suami isteri setelah talak dijatuhkan. Suami tidak memilki hak talak lagi dan diantara keduanya tidak saling mewarisi meskipun dalam masa idah.37 Wanita yang mendapat talak tiga beridah di rumah keluarganya, karena dia tidak halal lagi bagi suaminya, sebagaimana dia tidak berhak 35
Departemen Agama RI, Al-Qur‟an dan Terjemahannya, Surabaya, Pustaka Agung Harapan, 2006, hal 48 36 Wahbah az-Zuhayliy, al-Fiqh al-Islâmiy wa Adillatuh, (Damaskus, Dâr al-Fikr, 1989), cet. Ke-3, Juz 7, h. 432 37 Wahbah az-Zuhayliy, al-Fiqh al-Islâmiy wa Adillatuh, (Damaskus, Dâr al-Fikr, 1989), cet. Ke-3, Juz 7, h. 441
40
lagi atas nafkah dan tidak pula tempat tinggal, namun dia tetap tidak boleh keluar dari rumah keluarganya kecuali jika memiliki kepentingan. Bila suami menjatuhkan talak tiga kepada istri jika dia merdeka atau talak dua jika ia budak, sebelum terjadi jimak atau sesudahnya, maka tidak halal baginya (untuk kembali), kecuali memenuhi lima syarat, yaitu: 1. sudah habis masa idah perempuan dari suami yang menalaknya. 2. perempuan itu sudah parnah menikah dengan laki-laki selain suami yang menalaknya, dengan pernikahan sah. 3. suami lain ( bukan yang pertama) sudah menjimak dan mengenainya, yaitu sekira sudah memasukkan hasyafah (penisnya) atau menurut perkiraaan orang yang putus hasyafahnya, dengan dimasukkan ke vagina perempuan, tidak cukup memasukkan ke duburnya, dengan syarat alat fital harus tegang serta yang memasukkan adalah orang yang mampu menjimaknya, tidak cukup anak kecil. 4. suami yang kedua sudah menalak bain kepadanya. 5. telah habis masa idahnya dari suami lain.