BAB II PROFESIONALITAS GURU DAN PRESTASI BELAJAR
A. Profesionalitas Guru 1. Pengertian Profesionalitas Guru Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, istilah profesionalitas ditemukan sebagai berikut: Profesi adalah bidang pekerjaan yang dilandasi pendidikan keahlian (keterampilan, kejujuran, dan sebagianya) tertentu. Profesional adalah (1) Bersangkutan dengan profesi, (2) Memerlukan kepandaian khusus untuk menjalankannya dan (3) Mengharuskan adanya pembayaran untuk melakukannya. Profesionalisasi adalah proses membuat suatu badan organisasi agar menjadi profesional.1 Jabatan guru dikenal sebagai suatu pekerjaan profesional, artinya jabatan ini memerlukan suatu keahlian khusus. Sebagaimana orang menilai bahwa dokter, insinyur, ahli hukum dan sebagainya sebagai profesi tersendiri maka gurupun merupakan profesi tersendiri. Pekerjaan ini tidak bisa dikerjakan oleh sembarang orang tanpa memiliki keahlian sebagai guru. Dalam Undang-undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang guru dan dosen di jelaskan bahwa guru adalah pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai dan mengevaluasi peserta didik pada
1
Depdikbud, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 2001), hlm. 897.
25
26
pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar dan pendidikan menengah. 2 Guru menurut Ahmad D. Marimba adalah orang yang memikul pertanggung jawaban untuk mendidik. 3 Sedangkan menurut Ahmadi, guru adalah orang dewasa yang bertanggung jawab memberikan bimbingan kepada peserta didik dalam hal perkembangan jasmani dan ruhaninya untuk mencapai tingkat kedewasaan, memenuhi tugasnya sebagai mekhluk Tuhan, makhluk individu yang mandiri dan makhluk sosial.4 Kata “profesional” berasal dari kata sifat yang berarti pencaharian dan sebagai kata benda yang berarti orang yang mempunyai keahlian seperti guru, dokter, hakim dan sebagainya. Dengan kata lain pekerjaan yang bersifat profesional adalah pekerjaan yang hanya dapat dilakukan mereka yang khusus dipersiapkan untuk itu dan bukan pekerjaan yang dilakukan oleh mereka yang karena tidak memperoleh pekerjaan lain.5 Undang-Undang No.14 tahun 2005 tentang guru dan dosen menjelaskan pengertian profesional yaitu pekerjaan atau kegiatan yang dilakukan oleh seseorang dan menjadi sumber penghasilan kehidupan
2
Hamzah D. Uno, Profesi Kependidikan Problema, Solusi dan Reformasi Pendidikan di Indonesiai, (Jakarta: Bumi Aksara, 2002), 14. 3 Ahmad D. Marimba, Pengantar Filsafat Pendidikan Islam, (Bandung: Al-Ma‟arif, 2001), hlm. 19. 4 Ahmadi, Islam Sebagai Paradigma Ilmu Pendidikan, (Yogyakarta: Aditya Media, 2001), hlm. 25 5 Moh. Uzer Usman, Menjadi Guru Professional, (Bandung: PT. Rosdakarya, 2001), hlm. 14.
27
yang memerlukan keahlian, kemahiran atau kecakapan yang memenuhi standar mutu dan norma tertentu serta memerlukan pendidikan profesi.6 Dengan demikian profesionalitas guru dapat diartikan kemampuan dan keahlian khusus
dalam bidang keguruan sehingga mampu
melaksanakan tugas dan fungsinya sebagai guru dengan kemampuan maksimal atau dengan kata lain guru profesional adalah orang yang terdidik dan terlatih dengan baik, serta memiliki pengalaman yang kaya dibidangnya. 2. Kriteria Profesi Menurut Muchtar Lutfi sebagaimana dikutip oleh Ahmad Tafsir menjelaskan bahwa seseorang disebut memiliki profesi bila ia memenuhi kriteria berikut ini: a. Profesi harus mengandung keahlian. Artinya suatu profesi itu mesti dilandasi oleh suatu keahlian yang khusus untuk profesi itu, keahlian itu diperoleh dengan cara mempelajarinya secara khusus, profesi bukan diwarisi. b. Profesi dipilih karena panggilan hidup dan dijalani sepenuh waktu, profesi dipilih karena dirasakan sebagai kewajiban, sepenuh waktu maksudnya bukan part time. c. Profesi memiliki teori-teori yang secara universal, artinya profesi itu dijalani menurut aturan yang jelas, dikenal umum, teorinya terbuka. d. Profesi adalah untuk masyarakat, bukan untuk diri sendiri. 6
Undang-Undang dan Peraturan Pemerintah RI Tentang Pendidikan, (Jakarta: Direktorat Jenderal Kelembagaan Agama Islam, 2006), hlm. 83.
28
e. Profesi harus dilengkapi dengan kecakapan diagnosit dan kompetensi aplikatif kecakapan dan kompetensi itu diperlukan untuk menyakinkan peran profesi itu terhadap kliennya. f. Pemegang profesi memiliki otonomi dalam melakukan tugas profesinya, otonomi ini hanya dapat diuji atau dinilai oleh rekanrekannya seprofesi. g. Profesi mempunyai kode etik, disebut kode etik profesi. h. Profesi harus mempunyai klien yang jelas yaitu orang yang membutuhkan layanan.7 Menurut Ahmad Tafsir, kriteria profisonalitas adalah sebagai berikut: a.
Jabatan yang melibatkan kegiatan intelektual.
b.
Jabatan yang menggeluti suatu batang tubuh ilmu yang khusus.
c.
Jabatan
yang memerlukan
persiapan
profesional
yang lama
(bandingkan dengan pekerjaan yang memerlukan latihan umum belaka). d.
Jabatan
yang
memerlukan
latihan
dan
jabatan
yang
berkesinambungan. e.
Jabatan yang menjanjikan karier hidup dan keanggotaan yang permanen.
f.
Jabatan yang menentukan baku ( standarnya ) sendiri.
g.
Jabatan yang lebih mementingkan layanan diatas keuntungan pribadi.
7
Ahmad Tafsir, Ilmu Pendidikan Dalam Perspektif Islam, (Bandung, PT. Remaja Rosdakarya, 2004), hlm 107.
29
h.
Jabatan yang mempunyai organisasi profesional yang kuat dan terjalin erat. 8
3. Prinsip-Prinsip Profesionalitas Menurut Soecipta dan Rafli Kasasi, dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang guru dan dosen dalam Bab III Pasal 7 ayat (1), menerangkan bahwa profesi guru dan profesi dosen merupakan bidang pekerjaan khusus yang dilaksanakan berdasarkan prinsip-prinsip sebagai berikut: a. Memiliki bakat, minat, panggilan jiwa dan idealisme b. Memiliki komitmen untuk meningkatkan mutu pendidikan, keimanan, ketakwaan dan akhlak mulia c. Memiliki kualifikasi akademik dan latar belakang pendidikan sesuai dengan bidang tugas d. Memiliki kompetensi yang diperlukan sesuai dengan bidang tugas e. Memiliki tanggung jawab atas pelaksanaan tugas keprofesionalan f. Memperoleh penghasilan yang ditentukan sesuai dengan prestasi kerja g. Memiliki kesempatan untuk mengembangkan keprofesionalan secara berkelanjutan dengan belajar sepanjang hayat h. Memiliki jaminan perlindungan hukum dalam melaksanakan tugas keprofesionalan i. Memiliki organisasi profesi yang mempunyai kewenangan mengatur hal-hal yang berkaitan dengan tugas keprofesionalan guru. 9
8
Ibid., hlm 107.
30
4. Tahapan Profesionalitas Hakikat keprofesionalan jabatan guru tidak akan terwujud hanya dengan mengeluarkan pernyataan bahwa guru adalah jabatan atau pekerjaan professional, meskipun pernyataan itu dikeluarkan dalam bentuk peraturan resmi. Sebaliknya, status professional hanya dapat diraih melalui perjuanan yang berat dan cukup panjang. Menurut T. Raka Joni mengemukakan ada enam tahap dalam proses profesionalisasi, antara lain: a. Bidang layanan ahli “unik” yang diselenggarakan itu harus ditetapkan. Dengan adanya surat Keputusan Men-PAN No. 26 / 1989 berarti untuk bidang ini dapat dikatakan tercapai dan terpenuhi. b. Kelompok profesi dan penyelenggara pendidikan pra jabatan yang mempersiapkan tenaga guru yang professional; guna menyakinkan agar para pendatang baru di lingkungan profesi ini memiliki kompetensi minimal bagi penyelenggaraan layanan ahli yang mempersatukan kepentinga pemakai layanan. Kelompok profesi seharusnya merupakan “soko guru” penyangga mutu layanan ahli yang diselenggarakan oleh para anggotanya. c. Adanya mekanisme untuk memberikan pengkuan resmi kepada program pendidikan pra jabatan yang memenuhi standar yang telah ditetapkan sebelumnya. d. Adanya mekanisme untuk memberikan pengakuan resmi kepada lulusan program pendidikan pra-jabatan yang memiliki kemampuan minimal yang diisyaratkan (sertifikasi). e. Secara perorangan dan secara kelompok, kaum pekerja professional bertanggung jawab penuh atas segala aspek pelaksanaan tugasnya. f. Kelompok professional memiliki kode etik yang merupakan dasar untuk melindungi para anggota yang menunjung tinggi nilai-nilai professional, di samping merupakan sarana untuk mengambil tindakan penertiban terhadap anggota yang melakukan perbuatan yang tidak sesuai dengan suara dan semangat kode etik.10
9
Soecipta dan Rafli Kasasi, Profesi Keguruan, (Jakarta: Rineka Cipta, 2001), hlm. 15. Masnur Muslich, Profesionalitas Guru, (Jakarta: Rineka Cipta, 2005), hlm. 12.
10
31
Menurut peneliti dari enam tahap itu apabila disimpulkan, maka ada enam aspek yang harus saling menunjang sehingga sesuai bidang layanan, memenuhi syarat untuk dinyatakan sebagai profesi, yaitu: keterandalan layanan dan layanan yang khas itu diakui dan dihargai oleh masyarakat dan pemerintah. 5. Kompetensi Guru Menurut Masnur Muslich, dalam Undang-undang Republik Indonesia Nomor 14 tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, dijelaskan bahwa: “Kompetensi adalah seperangkat pengetahuan, keterampilan dan perilaku yang harus dimiliki, dihayati, dan dikuasai oleh guru atau dosen dalam
melaksanakan
tugas
keprofesionalan”.11
Kompetensi
guru
merupakan perpaduan antara kemampuan personal, keilmuan, teknologi, sosial, dan spiritual yang secara kaffah membentuk kompetensi standar profesi guru, yang mencakup pengusaan materi, pemahaman terhadap peserta tidik, pembelajaran yang mendidik, pengembangan pribadi dan profesionalisme.12 Menurut Wina Sanjaya, terdapat sejumlah kompetensi yang dimiliki oleh seorang guru, yaitu meliputi kompetensi pribadi, kompetensi profesional dan kompetensi sosial kemasyarakatan.13
11
Masnur Muslich, Op.Cit., hlm. 143. E. Mulyasa, Menjadi Guru Profesional Menciptakan Pembelajaran Kreatif dan Menyenangkan, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2006), hlm. 25-26. 13 Wina Sanjaya, Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan, (Jakarta: Kencana, 2007), hlm. 17. 12
32
a. Kompetensi Pribadi Guru sering dianggap sebagai sosok yang memiliki kepribadian ideal. Karena itu, pribadi guru sering dianggap sebagai model atau panutan. Guru harus mempunyai kompetensi yang berhubungan dengan pengembangan kepribadian (personal competencies), di antaranya: 1) Kemampuan yang berhubungan dengan pengamatan ajaran agama sesuai dengan keyakinan agama yang dianutnya. 2) Kemampuan menghormati dan menghargai antar umat beragama. 3) Kemampuan untuk berperilaku sesuai dengan norma, aturan dan sistem nilai yang berlaku di masyarakat. 4) Mengembangkan sifat-sifat terpuji sebagai seorang guru, misalnya sopan santun dan tata krama. 5) Bersifat demokratis dan terbuka terhadap pembaharuan dan kritik.14
b. Kompetensi Profesional Kompetensi profesional adalah kompetensi atau kemampuan yang berhubungan dengan penyelesaian tugas-tugas keguruan. Kompetensi ini merupakan kompetensi yang sangat penting, sebab langsung berhubungan dengan kinerja yang ditampilkan. Beberapa kemampuan yang berhubungan dengan kompetensi ini di antaranya: 1) Kemampuan untuk menguasai landasan kependidikan, misalnya paham akan tujuan pendidikan yang harus dicapai, baik tujuan nasional, tujuan institusional, tujuan kurikuler dan tujuan pembelajaran. 2) Pemahaman dalam bidang psikologi pendidikan, misalnya paham tentang tahapan perkembangan siswa, paham tentang teori-teori belajar dan lain sebagainya. 3) Kemampuan dalam penguasaan materi pelajaran sesuai dengan bidang studi yang diajarkannya. 14
Ibid., hlm. 18.
33
4) Kemampuan dalam mengaplikasikan berbagai metodologi dan strategi pembelajaran. 5) Kemampuan merancang dan memanfaatkan berbagai media dan sumber belajar. 6) Kemampuan dalam melaksanakan evaluasi pembelajaran dan menyusun program pembelajaran. 7) Kemampuan dalam melaksanakan unsur-unsur penunjang, misalnya paham akan administrasi sekolah, bimbingan dan penyuluhan. 8) Kemampuan dalam melaksanakan penelitian dan berfikir ilmiah untuk meningkatkan kinerja.
c. Kompetensi Sosial Kemasyarakatan Kompetensi ini berhubungan dengan kemampuan guru sebagai anggota masyarakat dan sebagai makhluk sosial, meliputi: 1) Kemampuan untuk berinteraksi dan berkomunikasi dengan teman sejawat untuk meningkatkan kemampuan profesional. 2) Kemampuan untuk mengenal dan memahami fungsi-fungsi setiap lembaga kemasyarakatan. 3) Kemampuan untuk menjalin kerjasama, baik secara individual maupun secara kelompok.15
d. Kompetensi Paedagogik Standar Nasional Pendidikan menjelaskan bahwa dalam pasal 28 ayat 3 butir a dikemukakan bahwa kompetensi paedagogik adalah kemampuan mengelola pembelajaran peserta didik yang meliputi: Pemahaman terhadap peserta didik, Perancangan dan pelaksanaan pembelajaran, Evaluasi hasil belajar, Pengembangan peserta didik untuk mengaktualisasikan berbagai potensi yang dimilikinya. 16
15 16
Ibid., hlm. 19. E. Mulyasa, Op.Cit., hlm. 75.
34
1) Kemampuan mengelola pembelajaran Secara operasional, kemampuan mengelola pembelajaran menyangkut tiga fungsi manajerial, yaitu: perencanaan, pelaksanaan dan pengendalian. a) Perencanaan menyangkut penetapan tujuan, dan kompetensi, serta memperkirakan cara mencapainya. b) Pelaksanaan atau sering juga disebut implementasi adalah proses yang memberikan kepastian bahwa proses belajar mengajar telah memiliki sumber daya manusia dan sarana prasarana yang diperlukan, sehingga dapat membentuk kompetensi dan mnecapai tujuan yang diinginkan. c) Pengendalian atau ada juga yang menyebut evaluasi dan pengendalian, bertujuan menjamin kinerja yang dicapai sesuai dengan rencana atau tujuan yang telah ditetapkan. Agar proses pembelajaran dapat dilaksanakan secara efektif dan efisien, serta mencapai hasil yang diharapkan, diperlukan kegiatan manajemen sistem pembelajaran, sebagai keseluruhan proses untuk melaksanakan kegiatan pembelajaran secara efektif dan efisien. 2) Pemahaman terhadap peserta didik Pemahaman terhadap peserta didik merupakan salah satu kompetensi paedagogik yang harus dimiliki guru. Sedikitnya ada empat hal yang harus dipahami guru dalam peserta didiknya, yaitu: tingkat kecerdasan, kreaktvitas, cacat fisik dan perkembangan kognitif. 3) Perancangan pembelajaran Perancangan pembelajaran merupakan salah satu kompetensi paedagogik yang harus dimiliki guru, yang akan bermuara pada pelaksanaan pembelajaran. Perancangan pembelajaran sedikitnya mencakup tiga kegiatan, yaitu: identifikasi kebutuhan, perumusan kompetensi dasar dan penyusunan program pembelajaran. 4) Pelaksanaan pembelajaran yang mendidik dan dialogis Kegagalan pelaksanaan pembelajaran sebagian besar disebabkan oleh penerapan metode pendidikan konvensional, anti dialog, proses penjinakan, pewarisan pengetahuan dan tidak bersumber pada realitas masyarakat. Sehubungan dengan itu, salah satu kompetensi paedagogik yang harus dimiliki guru seperti dirumuskan dalam SNP berkaitan dengan pelaksanaan pembelajaran. Hal tersebut ditegaskan kembali dalam Rencana Peraturan Pemerintah tentang Guru, bahwa guru harus memiliki kompetensi untuk melaksanakan pembelajaran yang mendidik dan dialogis. Hal ini berarti, bahwa pelaksanaan pembelajaran harus berangkat dari proses dialogis antar sesama subjek pembelajaran, sehingga melahirkan pemikiran kritis dan komunikasi. Tanpa komunikasi tidak akan ada pendidikan sejati.
35
5) Pemanfaatan teknologi pembelajaran Penggunaan teknologi dalam pendidikan dan pembelajaran (e-learning) dimaksudkan untuk memudahkan atau mengefektifkan kegiatan pembelajaran. Dalam hal ini, guru dituntut untuk memiliki kemampuan menggunakan dan memeprsiapkan materi pembelajaran dalam suatu sistem jaringan komputer yang dapat diakses oleh peserta didik. Oleh karena itu, seyogyanya guru dan calon guru dibekali dengan berbagai kompetensi yang berkaitan dengan penggunaan teknologi informasi dan komuknikasi sebagai teknologi pembelajaran. Fasilitas pendidikan pada umumnya mencakup sumber belajar, sarana dan prasana penunjang lainnya, sehingga peningkatan fasilitas pendidikan harus ditekankan pada peningkatan sumber-sumber belajar, baik uantitas maupun kualitasnya, sejalan dengan perkembangan teknologi pendidikan dewaswa ini. Perkembangan sumber-sumber belajar ini memungkinkan peserta didik belajar tanpa batas, tidak hanya di ruang kelas, tetapi bisa di laboratorium, perpustakaan, atau ruangruang belajar khusus seperti ruang komputer, sanggar seni, ruang audio dan video seyogyanya semakin menjadi faktor-faktor yang diperhatikan dalam peningkatan fasilitas pembelajaran.17
Dalam Undang-undang Nomor 14 tahun 2005 tentang Guru dan Dosen pasal 10 dikemukakan bahwa kompetensi guru mencakup kompetensi pedagogis, kompetensi kepribadian, kompetensi sosial dan kompetensi profesional. Macam-macam Kompetensi dijelaskan seperti di bawah ini: a. Kompetensi pedagogis merupakan kemampuan guru dalam pengelolaan pembelajaran peserta didik yang sekurang-kurangnya meliputi: 1) Pemahaman wawasan atau landasan kependidikan. 2) Pemahaman terhadap peserta didik. 3) Pengembangan kurikulum/silabus. 4) Perancangan pembelajaran 5) Pelaksanaan pembelajaran yang mendidik dan dialogis. 6) Pemanfaatan teknologi pembelajaran dan evaluasi hasil belajar.
17
Ibid., hlm. 76.
36
b. Kompetensi kepribadian sekurang-kurangnya mencakup kepribadian yang: 1) Mantap, stabil, dewasa, arif dan bijaksana, berwibawa, berakhlak mulia. 2) Menjadi teladan bagi peserta didik dan masyarakat. 3) Secara objektif mengevaluasi kinerja sendiri. 4) Mengembangkan diri secara mandiri dan berkelanjutan. c. Kompetensi sosial merupakan kemampuan guru sebagai bagian dari masyarakat yang sekurang-kurangnya meliputi komponen untuk: 1) Berkomunikasi lisan, tulisan, dan/atau isyarat. 2) Menggunakan teknologi komunikasi dan informasi secara fungsional. 3) Bergaul secara efektif dengan peserta didik, sesama pendidik, tenaga kependidikan, orang tua/wali peserta didik, dan 4) Bergaul secara santun dengan masyarakat sekitar. d. Kompetensi profesional merupakan kemampuan penguasaan materi pelajaran secara luas dan mendalam.18
Dari uraian di atas bahwa kompetensi guru secara umum adalah menguasai pengetahuan dan ketrampilan sesuai dengan bidangnya, menguasai pendekatan metode pembelajaran, mengembangkan kurikulum, memahami karakteristik peserta didik, memotivasi peserta didik, menjalankan profesinya sebagai guru dan mampu bekerja sama dengan guru yang lain serta masyarakat.
B. Prestasi Belajar 1. Pengertian Prestasi Belajar Prestasi belajar terdiri dari dua kata, yaitu prestasi dan belajar. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia: “Pengertian prestasi adalah hasil yang telah dicapai (dari yang telah dilakukan, dikerjakan dan
18
Wina Sanjaya, Op.Cit., hlm. 19-20.
37
sebagainya)”.19
“Sedangkan
pengertian
belajar
adalah
berusaha
memperoleh kepandaian, berlatih, berubah tingkah laku atau tanggapan yang disebabkan oleh pengalaman”.20 Menurut Morgan, sebagaimana yang dikutip Sumadi Suryabrata, dalam bukunya yang berjudul Psikologi Pendidikan, mengatakan bahwa: “Belajar adalah setiap pembahasan yang menetap dalam tingkah laku yang terjadi sebagai akibat dari latihan atau pengalaman”.21 Menurut Conny R. Semiawan, dalam bukunya Belajar dan Pembelajaran Prasekolah dan Sekolah Dasar, mengatakan bahwa: ”belajar adalah proses eksperimental (pengalaman) yang menghasilkan perubahan perilaku yang relatif permanen yang tidak dapat dijelaskan dengan keadaan sementara kedewasaan, atau tendensi alamiah”.22 Menurut Asri Budiningsih, dalam bukunya yang berjudul Belajar dan Pembelajaran, belajar adalah „perubahan tingkah laku akibat dari kegiatan belajar itu dapat berwujud konkrit yaitu dapat diamati atau tidak bewujud konkrit yaitu tidak dapat diamati‟.23 Menurut Melly Sri Sulastri, “belajar adalah perubahan tingkah laku yang diproleh dengan latihan atas dasar kematangan dari orang yang sedang belajar itu”.24 Di Kamus Besar Bahasa Indonesia disebutkan bahwa pengertian “prestasi belajar adalah 19
Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia (Jakarta: Balai Pustaka, 2003), Cet. 3, hlm. 700. 20 Ibid, hlm. 17. 21 Sumadi Sumabrata, Psikologi Pendidikan (Jakarta: Rajawali, 2001), hlm. 231. 22 Conny R. Semiawan, Belajar dan Pembelajaran Prasekolah dan Sekolah Dasar (Jakarta: PT. Macanan Jaya Cemerlang, 2008), hlm. 2. 23 Asri Budiningsih, Belajar dan Pembelajaran (Jakarta: PT. Rineka Cipta, 2002), hlm. 21. 24 Melly Sri Sulastri Rifai, Bimbingan Perawatan Anak (Jakarta: PT. Rineka Cipts, 2003), hlm. 1.
38
hasil belajar yang diperoleh dari kegiatan yang bersifat kognitif dan biasanya ditentukan melalui pengukuran dan penilaian”.25 Dari beberapa pengertian tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa prestasi belajar adalah hasil dari belajar peserta didik yang diperoleh dari kegiatan sekolah setelah peserta didik berlatih atau belajar dan ditentukan melalui pengukuran atau penilaian. Prestasi belajar merupakan tingkat keberhasilan yang dicapai dari suatu kegiatan di sekolah yang dapat memberikan kepuasan emosional, dan dapat diukur dengan alat atau tes tertentu. Prestasi belajar dapat diukur dengan keberhasilan peserta didik setelah menempuh proses pembelajaran yakni tingkat penguasaan dan perubahan tingkah laku yang dapat diukur tes tertentu dan diwujudkan dalam bentuk skor. 2. Macam-Macam Prestasi Belajar Benyamin S. Bloom secara garis besar membagi prestasi belajar dalam 3 ranah, yaitu ranah kognitif, ranah afektif, dan ranah psikomotorik. Ranah kognitif berkenaan dengan hasil belajar intelektual yang terdiri dari aspek pengetahuan, pemahaman, aplikasi, analisis, sintesis dan evaluasi. Ranah afektif berkenaan dengan sikap yang terdiri atas 5 aspek, yaitu menerima, menjawab, menilai, organisasi, karakteristik dengan suatu nilai atau
kompleks
nilai.
Ranah
psikomotorik
berhubungan
dengan
ketrampilan. Yang termasuk dalam ranah psikomotorik diantaranya adalah
25
Departemen Pendidikan Nasional, Op.Cit., hlm. 895.
39
gerak
reflek,
gerak
fundamental
dasar,
kemampuan
perseptual,
kemampuan fisik, gerakan ketrampilan kompleks, dan gerakan ekspresi.26 a. Ranah kognitif 1) Tipe prestasi belajar Pengetahuan Tipe prestasi belajar pengetahuan termasuk kognitif tingkatan rendah yang paling rendah. Namun tipe prestasi belajar ini menjadi pra syarat bagi tipe prestasi belajar berikutnya. Hafal menjadi pra syarat bagi pemahaman. Dalam tipe prestasi belajar ini siswa dituntut untuk menghafal atau mengingat secara garis besarnya saja, tanpa harus memahami apa yang diajarkan oleh guru. Tipe prestasi belajar ini banyak diterapkan bagi siswa taman kanak-kanak dan sekolah dasar. 2) Tipe prestasi belajar Analisis Tipe prestasi belajar analisis adalah usaha memilah suatu integritas
unsur-unsur
atau
bagian-bagian
sehingga
jelas
hirarkhinya dan atau susunanya. Dengan analisis diharapkan seseorang mempunyai pemahaman yang komprehensif dan dapat memilahkan integritas menjadi bagian yang tetap terpadu. Dalam tipe prestasi belajar ini maka siswa dituntut untuk mampu memahami apa yang telah diajarkan oleh guru dengan penjelasan dan arahan dari guru. Tipe prestasi belajar ini diterapkan bagi siswa sekolah lanjutan pertama dan sekolah lanjutan atas.
26
Daryanto, Evaluasi Pendidikan (Jakarta: Rineka Cipta, 2006), hlm. 701.
40
3) Tipe prestasi belajar Sintesis Tipe prestasi belajar sintesis merupakan jalan satu terminal untuk menjadikan orang lebih kreatif. Berpikir kreatif merupakan salah satu hasil yang hendak dicapai dalam pendidikan. Dalam tipe prestasi belajar ini maka selain siswa dituntut untuk menghafal dan memahami dituntut pula logika berpikirnya untuk menemukan ide-ide kreatif yang siswa kembangkan berdasarkan pengetahuan yang telah diterimanya dari guru. Tipe prestasi belajar ini banyak dikembangkan pada siswa perguruan tinggi, karena seorang mahasiswa banyak dituntut untuk berpikir kreatif dalam proses pembelajaran. 4) Tipe prestasi belajar Evaluasi Tipe prestasi belajar evaluasi adalah perubahan keputusan tentang nilai sesuatu yang mungkin dilihat dari segi tujuan, gagasan, cara bekerja, pemecahan, metode, materi, dan lain-lain. Pada tipe prestasi belajar ini siswa juga dituntut untuk mengevaluasi hasil belajar yang telah ditempuh. Evaluasi dilakukan bersama-sama dengan guru selaku pembimbing materi. Tipe prestasi belajar evaluasi digunakan oleh semua tingkatan pendidikan mulai dari taman kanak-kanak, sekolah dasar hingga perguruan tinggi, karena dalam tipe prestasi belajar ini bertujuan untuk mengetahui tingkat pemahaman dan hasil yang telah dicapai dari pembelajaran, serta sebagai refleksi pengajaran ke depan.
41
Dengan evaluasi ini pulalah akan diketahui metode pengajaran yang tepat bagi peserta didik. b. Ranah Afektif Ranah Afektif berkenaan dengan sikap dan nilai. Beberap ahli menyatakan bahwa sikap seseorang dapat diramalkan perubahannya bila seseorang telah memiliki penguasaan kognitif tingkat tinggi. Selama ini penilaian prestasi belajar afektif kurang mendapat perhatian dari guru. Tipe prestasi belajar afektif tampak pada siswa dalam berbagai tingkah laku seperti perhatiannya terhadap pelajaran, disiplin, motivasi belajar, menghargai guru dan teman sekelas kebiasaan belajar dan hubungan-hubungan sosial lainnya. c. Ranah Psikomotorik Prestasi
belajar
psikomotoris
tampak
dalam
bentuk
keterampilan (skill) dan kemampuan bertindak individu. Ada enam tingkatan ketrampilan, yakni: 1) Gerak refleks (ketrampilan pada gerakan yang tidak sadar). 2) Ketrampilan pada gerakan-gerakan dasar. 3) Kemampuan perceptual dan bidang fisik. 4) Gerakan-gerakan skill. 5) Kemampuan yang berkenaan dengan komunikasi.27
27
Nana Sudjana, Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2000), hlm. 22-31.
42
3. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Prestasi Belajar Menurut Suharsimi Arikunto, secara garis besar faktor-faktor yang mempengaruhi prestasi belajar dapat dibedakan atas dua jenis yaitu yang bersumber dari dalam diri manusia yang belajar, yang disebut sebagai faktor internal. Selain itu, juga dipengaruhi oleh faktor yang bersumber dari luar diri manusia yang belajar, yang disebut sebagai faktor eksternal.28 Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi prestasi belajar adalah sebagai berikut: a. Faktor Internal 1) Kecerdasan Intelegensi atau kecerdasasan ialah kemampuan yang dibawa sejak lahir yang memungkinkan seseorang berbuat sesuatu dengan cara yang tertentu.29 Dalam buku Prinsip-Prinsip dan Teknik Evaluasi Pengajaran karya Ngalim Purwanto, William Stern
mengemukakan
batasan
bahwa
intelegensi
adalah
kesanggupan untuk menyesuaikan diri kepada kebutuhan baru, dengan menggunakan alat-alat berfikir yang sesuai dengan tujuannya.30 2) Motivasi Motivasi berasal dari kata motif yang dapat diartikan sebagai kekuatan yang terdapat dalam diri individu, yang 28
Suharsimi Arikunto, Op.Cit., hlm. 21. Ngalim Purwanto, Prinsip-Prinsip dan Teknik Evaluasi Pengajaran (Bandung: Remaja Karya, 2001), hlm. 52. 29
30
Ibid, hlm. 53.
43
menyebabkan individu tersebut bertindak atau berbuat. Dengan demikian, motivasi merupakan dorongan yang terdapat dalam diri seseorang untuk berusaha mengadakan perubahan tingkah laku yang lebih baik dalam memenuhi kebutuhannya.31 3) Bakat Bakat adalah potensi atau kemampuan apabila diberi kesempatan untuk dikembangkan melalui belajar akan menjadi kecakapan yang nyata. Secara umum bakat adalah kemampuan potensial yang dimiliki seseorang untuk mencapai keberhasilan pada masa yang akan datang.32 Bakat dapat dipengaruhi tinggi rendahnya prestasi belajar bidang-bidang studi tertentu, setiap murid mempunyai bakat yang berbeda antara satu dengan yang lain.33 4) Kondisi Fisik Keadaan tubuh yang sehat merupakan kondisi yang memungkinkan seseorang untuk dapat belajar secara aktif. Seorang murid yang biasanya sering mengalami kesulitan dalam belajar tidak bisa berkonsentrasi pada pelajarannya yang akhirnya mempengaruhi prestasi belajarnya. Dengan demikian kondisi fisik
31
Hamzah B. Uno, Teori Motivasi dan Pengukurannya (Jakarta: Bumi Aksara, 2008),
hlm. 3. 32
Muhibin Syah, Psikologi Pendidikan (Jakarta: Rajawali, 2005), hlm. 213. Utami Munandar, Pengembangan Kreativitas Anak Berbakat (Jakarta: PT. Remaja Rosdakarya, 2001), hlm. 227. 33
44
perlu sehat untuk bisa berkonsentrasi dalam belajar dan mencapai prestasi yang memuaskan.34 5) Konsentrasi Kemampuan
berkonsentrasi
dalam
belajar
mutlak
diperlukan, kurang konsentrasi merupakan keluhan yang paling umum di kalangan mahasiswa di dalam belajar. Apakah itu di dalam kelas ataupun di rumah. Diperlukan konsentrasi yang tinggi. Jika dalam mengikuti pelajaran, pikiran kita melayang kemanamana maka besar kemungkinan kita tidak dapat menangkap materi pelajaran yang diberikan oleh guru. 6) Ambisi dan Tekad Ambisi merupakan tenaga dalam yang sangat besar potensinya. Ambisi dan tekad ini sangat erat hubungannya dengan motivasi. Ambisi perlu dimiliki kalau kita ingin sukses. Tekad sedikit mirip dengan ambisi. Tekad melicinkan ambisi mencapai sukses. b. Faktor Eksternal 1) Lingkungan a) Lingkungan Alam Keadaan alam di sekitar tempat belajar sangat mempengaruhi hasil belajar murid-murid. Keadaan alam yang tenang, sejuk membuat murid merasa nyaman untuk belajar, ia
34
Ngalim Purwanto, Op.Cit., hlm. 54.
45
tidak terganggu dengan hawa yang panas, udara yang pengap dan lain-lain, sehingga memungkinkan hasil belajarnya akan lebih tinggi. b) Lingkungan Sosial Lingkungan sosial dapat berpengaruh besar terhadap siswa, pengaruh lingkungan dapat berdampak positif ataupun negatif, itu tergantung mana yang kuat.35 Dari lingkungan keluarga, jika keadaan keluarga kurang harmonis, orang tua atau kakak-kakak kurang perhatian terhadap prestasi belajar siswa
dan
keadaan
menyebabkan
prestasi
ekonomi siswa
yang parah kurang
baik.
sekali
bisa
Lingkungan
masyarakat dan teman juga tidak kalah besar pengaruhnya, kalau siswa bergaul dengan orang pandai, dia bisa ikut pandai, tetapi kalau ia bergaul dengan teman-teman yang berman tanpa mengenal waktu sekolah maka prestasi belajarnya akan terganggu. 2) Faktor Instrumental a) Bahan Pelajaran Bahan pelajaran sangat mempengaruhi prestasi siswa. Jika bahan pelajaran adalah sesuatu yang sulit bagi siswa, maka siswa akan enggan untuk mempengaruhinya, siswa tersebut akan lambat dalam belajar mengenai mata pelajaran itu, makin
35
Ngalim Purwanto, Op.Cit., hlm. 55.
46
sulit sesuatu bahan pelajaran, maka makin lambatlah orang mempelajarinya. Sebaliknya semakin mudah bahan pelajaran, maka makin cepatlah orang dalam mempelajarinya. 36 b) Guru/Pengajar Salah satu tugas yang harus dilaksanakan oleh guru di sekolah adalah memberikan pelayanan kepada para siswa agar mereka menjadi siswa atau anak didik yang selaras dengan tujuan sekolah. Guru harus bertanggung jawab atas hasil kegiatan belajar siswa melalui interaksi belajar mengajar. Guru merupakan faktor yang mempengaruhi berhasil tidaknya proses belajar dan karenanya guru harus menguasai prinsip-prinsip belajar disamping menguasai materi yang akan diajarkan. c) Sarana dan Fasilitas Sarana dan fasilitas yang dibutuhkan di dalam belajar merupakan faktor yang dapat mempengaruhi prestasi siswa. Jika sudah terpenuhi sarana belajarnya, terpenuhi bisa mencapai prestasi yang baik, kadang justru ada siswa yang keadaan ekonominya terbatas, sehingga ia menggunakna sarana seadanya, akan tetapi tetap giat belajar, jadi tidaklah sulit untuk mencapai prestasi yang baik.
36
hlm. 61.
Abu Ahmadi dan Widodo Supriyono, Psikologi Belajar (Jakarta: Rineka Cipta, 2001),
47
4. Cara Evaluasi Prestasi Belajar Prestasi belajar dapat diukur melalui tes yang diadakan oleh guru. Yang dimaksud tes hasil belajar adalah tes dipergunakan untuk menilai hasil-hasil pelajaran yang telah diberikan oleh guru kepada siswanya, dosen kepada mahasiswa dalam jangka waktu tertentu.37 Untuk melaksanakan evaluasi hasil belajar dan mengajar, dapat digunakan dua macam tes, yakni tes lisan dan tes tertulis. Namun pada umumnya seorang guru lebih cenderung menggunakan tes tertulis untuk menguji siswanya. Tes tertulis ini terbagi atas dua, yaitu tes essay dan tes objektif. Tes essay (tes subjektif) merupakan sejenis tes kemajuan belajar yang memerlukan pembahasan atau uraian kata-kata. Soal bentuk essay ini menuntut kemampuan siswa untuk dapat mengorganisir, menginterprestasikan, dan menghubungkan pengertian yang dimiliki. Dengan kata lain, tes essay menuntut siswa untuk mengingat kembali juga harus mempunyai daya kreatifitas yang tinggi.38 Bentuk tes objektif bermacam-macam, antara lain: a. Tes benar salah (true false) yang soalnya berupa pernyataanpernyataan (statemen) jawaban yang diberikan, tinggal menandai pada huruf B atau S. b. Tes pilihan ganda (multiple choice). Suatu tes yang terdiri dari keterangan yang belum lengkap dan untuk melengkapinya harus memilih dari beberapa kemungkinan jawa ban yang disediakan. c. Menjodohkan (matching test) yaitu tes yang terdiri atas satu pertanyaan dan satu seri jawaban masing-masing pertanyaan mempunyai jawaban yang tercantum dalam seri jawaban.
37
Ngalim Purwanto, op.cit., hlm. 33. Suharsini Arikunto, Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan (Jakarta: Bumi Aksara, 2002), Cet. 13, hlm. 164. 38
48
d. Tes Isian (completion test). Tes ini terdiri atas kalimat-kalimat yang ada bagian-bagiannya yang hilang, bagian yang hilang tersebut harus diisi oleh siswa.39
Berdasarkan tujuan dan ruang lingkupnya, tes prestasi belajar dapat digolongkan kedalam jenis penilaian sebagai berikut: a. Tes Formatif. Penilaian ini digunakan untuk mengukur satu atau beberapa pokok bahasan tertentu dan bertujuan untuk memperoleh gambaran tentang daya serap siswa terhadap pokok bahasan tersebut. Hasil tes ini dimanfaatkan untuk memperbaiki proses belajar mengajar bahan tertentu dalam waktu tertentu. b. Tes Subsumatif. Tes ini meliputi sejumlah bahan pengajaran tertentu yang telah diajarkan dalam waktu tertentu. Tujuannya adalah untuk memperoleh gambaran daya serap siswa untuk meningkatkan tingkat prestasi belajar siswa. Hasil tes ini dimanfaatkan untuk memperbaiki proses belajar mengajar dan diperhitungkan dalam menentukan nilai raport. c. Tes Sumatif. Tes ini diadakan untuk mengukur daya serap siswa terhadap bahan-bahan pokok bahasan yang telah diajarkan selama satu semester, satu atau dua tahun pelajaran. Tujuannya adalah untuk menetapkan tingkat atau taraf keberhasilan belajar siswa dalam suatu periode belajar tertentu. Hasil dari tes sumatif ini dimanfaatkan untuk kenaikan kelas, menyusun peringkat (ranking) atau sebagai ukuran mutu sekolah.40
39
Ibid., hlm. 120-167. Syaiful Bahri Djamarah dan Azwan Zein, Strategi Belajar Mengajar (Jakarta: Rineka Cipta, 2005), hlm. 120-121. 40