BAB II PERENCANAAN PEMBANGUNAN KECAMATAN
Deskripsi Singkat Topik : Pokok Bahasan
: Perencanaan Pembangunan Kecamatan
Sub Pokok Bahasan : 1. Perkembangan Perencanaan Pembangunan 2. Hubungan Perencanaan Kecamatan dengan Dokumen Perencanaan Lainnya 3. Sistematika Perencanaan Strategis (Renstra) Kecamatan Waktu
: 2 (dua) kali tatap muka pelatihan
Tujuan
: Praja dapat memahami kedudukan perencanaan kecamatan dalam hirarkhi perencanaan daerah dan tata cara penyusunan Dokumen Perencanaan Strategis (Renstra) Kecamatan
Metode
: Ceramah/Tatap Muka, Studi Kasus dan Praktek
A. Perkembangan Perencanaan Pembangunan Kata bijak mengatakan bahwa “Mimpi adalah setengah dari rencana, dan rencana yang baik adalah setengah dari tindakan, dan bertindak adalah setengah dari tercapainya tujuan atau cita-cita…”. Dari sepenggal kata bijak tersebut, tersirat bahwa perencanaan merupakan jembatan menuju terwujudnya sebuah cita-cita, termasuk cita-cita organisasi publik yaitu kecamatan. Istilah perencanaan (planning), selama ini dikenal sebagai salah satu fungsi manajemen, disamping fungsi lain seperti pengorganisasian (organizing),
- 20 -
penggerakkan (actuating), dan pengawasan (controlling) (Terry, 1960). Bahkan, perencanaan merupakan fungsi yang pertama dan utama dalam setiap aktivitas manajemen. Di dalam perencanaan, terkandung rumusan mengenai tujuan-tujuan atau sasaran yang ingin dicapai, pendayagunaan segenap sumber daya, baik manusia maupun materiil (human and material resources) serta waktu (time). Sebagai fungsi utama, maka seluruh kegiatan manajemen tidak akan terlepas dari perencanaan. Keberhasilan aktivitas organisasi ditentukan oleh bagaimana perencanaan itu disusun. Dalam sejarah pembangunan di Indonesia, telah dikenal berbagai ragam bentuk dokumen perencanaan misalnya dalam tataran nasional dikenal adanya GBHN (Garis-garis Besar Haluan Negara), Repelita (Rencana Pembangunan Lima Tahun), Repeta (Rencana Pembangunan Tahunan), maupun Propenas (Program Pembangunan Nasional), atau bahkan model perencanaan yang dibuat oleh daerah berdasarkan Surat Edaran Menteri Dalam Negeri dan Otonomi Daerah c.q. Direktorat Jenderal Pembangunan Daerah Nomor 050/1240/II/Bangda seperti Poldas (Pola Dasar), Propeda (Program Pembangunan Daerah), maupun Renstra (Perencanaan Strategis). Pada masa berlakunya Undang-undang Nomor 5 Tahun 1974, mekanisme perencanaan pembangunan daerah disusun dengan berpedoman pada Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 9 Tahun 1982 tentang Pedoman Penyusunan Perencanaan dan Pengendalian Pembangunan di Daerah (P5D). Selama beberapa dasawarsa pelaksanaan pembangunan di daerah dengan menggunakan mekanisme P5D ini, secara umum menurut Bratakusumah
- 21 -
(2005:316) ditemui berbagai kekurangan atau ketidaktaatan asas, atau bahkan penyimpangan, misalnya : 1) Desentralisasi tidak berjalan dengan baik dan benar, terbukti dengan masih banyaknya wewenang atau urusan yang sudah diserahkan kepada daerah masih tetap ditangani oleh pusat; 2) Meskipun dana pembangunan dari pusat untuk daerah ada yang besifat block grant, namun pada pelaksanaannya masih penuh dengan berbagai intervensi dari pusat yang disalurkan melalui pedoman umum, juklak, juknis dan berbagai pengarahan lainnya; 3) Partisipasi masyarakat selaku penerima manfaat dan penanggung resiko sangat lemah, walaupun secara legal aspirasi masyarakat seharusnya dicerminkan atau disuarakan oleh wakil rakyat di DPRD; 4) Hasil-hasil dari berbagai forum koordinasi di daerah acapkali tidak digubris oleh instansi pusat dengan berbagai alasan. Forum koordinasi hanya merupakan ajang kenduri yang bersifat ritual setiap tahun; 5) Forum koordinasi ala P5D lebih banyak ke arah forum penyelarasan shopping list atau daftar kemauan ketimbang proses perencanaan; 6) Mengingat proses birokrasi yang ditempuh cukup memakan waktu yang panjang, masyarakat tidak mendapatkan kepastian kapan keinginannya akan terwujud. Kelemahan tersebut diperparah dengan keluarnya Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999. Pada Pasal 4 ayat (1) dan (2) dinyatakan bahwa : (1) Dalam rangka pelaksanaan asas desentralisasi dibentuk dan disusun daerah provinsi, daerah kabupaten dan daerah kota yang berwenang mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat; (2) Daerah-daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) masing-masing berdiri sendiri dan tidak mempunyai hubungan hirarkhi satu sama lain. Berdasarkan bunyi Pasal 4 ayat (1) dan (2) di atas, maka masing-masing satuan pemerintahan provinsi dan kabupaten/kota tidak ada lagi memiliki hubungan hirarkhi karena berdiri sejajar dan setara. Hubungan antar satuan pemerintah provinsi dan kabupaten/kota lebih bersifat hubungan koordinasi, kerjasama dan/atau kemitraan.
- 22 -
Akibat tidak adanya hubungan hirarkhi, muncullah ketidaksinkronan dalam proses perencanaan pembangunan daerah. Daerah otonom bertahan pada egonya
masing-masing.
Untuk
mengatasi
ketidaksinkronan
perencanaan
pembangunan daerah dan di daerah, Pemerintah mengeluarkan Undang-undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional (SPPN). UU ini diharapkan dapat memberi acuan mengenai penyusunan pembangunan nasional secara hirarkhis dan berkelanjutan dalam rangka mencapai tujuan nasional sebagaimana disebutkan dalam tujuan sistem perencanaan pembangunan nasional yang diatur dalam Bab II Pasal 2 Undang-undang Nomor 25 Tahun 2004 antara lain untuk : 1. mendukung koordinasi antarpelaku pembangunan; 2. menjamin terciptanya integrasi, sinkronisasi, dan sinergi baik antardaerah, antarruang, antarwaktu, antarfungsi pemerintah, maupun antara pusat dan daerah; 3. menjamin keterkaitan dan konsistensi antara perencanaan, penganggaran, pelaksanaan dan pengawasan; 4. mengoptimalkan partisipasi masyarakat, dan 5. menjamin tercapainya penggunaan sumber daya secara efisien, efektif, berkeadilan, dan berkelanjutan. Berkaca pada hal di atas, maka Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 mengamanatkan pentingnya sinkronisasi perencanaan pembangunan dari pusat sampai ke daerah sebagaimana disebutkan pada Pasal 150 bahwa “Dalam rangka penyelenggaraan pembangunan daerah, disusun perencanaan pembangunan daerah sebagai satu kesatuan dalam sistem perencanaan pembangunan nasional”. Artinya perencanaan pembangunan yang dibuat oleh daerah otonom harus mengacu pada perencanaan pembangunan nasional. Prinsipnya bahwa satuan pemerintahan yang lebih rendah tingkatannya dan lebih kecil cakupan wilayahnya
- 23 -
harus mengikuti satuan pemerintahan yang lebih tinggi tingkatannya dan lebih luas cakupan wilayahnya. BAGAN 2.1 MEKANISME PERENCANAAN PEMBANGUNAN DENGAN MENGGUNAKAN PERMENDAGRI NOMOR 9 TAHUN 1982
Musbangdes
Kandep
Temu Karya UDKP
DUP Kanwil/Kandep
Rakorbang Tk. II
Rapat Teknis Departemen/Lembaga
Rakorbang Tk. I
DUP Departemen/ Lembaga
DUP Daerah
Konsultasi Regional
Konsultasi Nasional Pembangunan
Sumber : Bratakusumah (2005: 315)
- 24 -
B. Hubungan Perencanaan Perencanaan Lainnya
Kecamatan
dengan
Dokumen
Pertanyaan yang sering muncul berkaitan dengan perencanaan daerah adalah “apakah kecamatan perlu memiliki dokumen perencanaan tersendiri?” jawabannya tentu saja perlu bahkan wajib, sebab sebagai sebuah SKPD yang mandiri (disamping dinas, lemtekda dan kelurahan) dan telah mempunyai kode rekening sendiri (vide Permendagri Nomor 13 Tahun 2006), sudah selayaknya apabila setiap kecamatan membuat visi, sama seperti SKPD lainnya. Visi kecamatan tertuang dalam Perencanaan Strategis (Renstra) kecamatan. Pembuatan renstra tersebut dalam rangka akuntabilitas kinerja instansi pemerintah sebagaimana diatur dalam Instruksi Presiden Nomor 7 Tahun 1999 tentang AKIP yang sudah diganti dengan Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 2006 tentang Pelaporan Keuangan dan Kinerja Instansi Pemerintah. Menurut Inpres Nomor 7 Tahun 1999, pengertian perencanaan strategik yaitu sebagai berikut : Perencanaan strategik merupakan suatu proses yang berorientasi pada hasil yang ingin dicapai selama kurun waktu 1 (satu) sampai dengan 5 (lima) tahun dengan memperhitungkan potensi, peluang, dan kendala yang ada atau mungkin timbul. Rencana strategik mengandung visi, misi, tujuan/sasaran, dan program yang realistis dan mengantisipasi masa depan yang diinginkan dan dapat dicapai. Kecamatan sebagai wilayah kerja Camat merupakan Satuan Kerja Perangkat
Daerah
(SKPD)
Kabupaten/Kota
yang
melaksanakan
fungsi
mengoordinasikan penyelenggaraan kegiatan pemerintahan di tingkat kecamatan sebagaimana diatur dalam Pasal 126 ayat (3) huruf (e) UU Nomor 32 Tahun 2004. Dalam mengoordinasikan penyelenggaraaan pemerintahan, salah satu bentuknya
- 25 -
adalah mengoordinasikan perencanaan, penganggaran, pelaksanan dan evaluasi serta pengendalian pembangunan di tingkat kecamatan. Sebagai konsekuensinya, kecamatan diharuskan menyusun perencanaan strategis (Renstra) kecamatan sebagaimana disebutkan dalam Pasal 151 ayat (1) dan (2) UU Nomor 32 Tahun 2004, bahwa : (1) Satuan kerja perangkat daerah memuat antara lain visi, misi, strategi, kebijakan, program dan kegiatan pembangunan sesuai dengan tugas dan fungsinya berpedoman pada RPJM Daerah dan bersifat indikatif. (2) Renstra-SKPD sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dirumuskan dalam bentuk rencana kerja satuan kerja perangkat daerah yang memuat kebijakan, program dan kegiatan pembangunan baik yang dilaksanakan langsung oleh pemerintah daerah maupun yang ditempuh dengan mendorong partisipasi masyarakat. Adapun mekanisme perencanaan pembangunan di tingkat kecamatan dapat digambarkan sebagai berikut : BAGAN 2.2 BAGAN PERENCANAAN SATUAN PEMERINTAHAN Pemerintah
Pemerintah Provinsi Sebagai DO
RPJP & RPJM Nasional
RPJP & RPJM Provinsi
Penjabaran Pemerintah Kabupaten/ Kota
RPJP & RPJM Kabupaten/Kota
Kecamatan?? Pemerintah Desa
RPJM Desa
Koordinasi
Kelurahan
Renstra Kelurahan
- 26 -
Kecamatan sebagai Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) menyusun/ memiliki/mempunyai : Rencana Strategis (RENSTRA) pembangunan kecamatan sebagai satu dokumen perencanaan pembangunan kecamatan dalam jangka waktu lima tahunan atau jangka menengah. Tujuan penyusunan renstra kecamatan adalah sebagai acuan kecamatan dalam mengoperasionalkan rencana kegiatan pembangunan kecamatan sesuai dengan tugas pokok dan fungsinya dalam rangka mencapai visi jangka menengah kecamatan. Perencanaan pembangunan yang sudah berjalan pada masa lalu (menurut UU Nomor 22 Tahun 1999), ternyata menghadapi berbagai kendala. Khusus pada tingkat kelurahan (termasuk desa) dan kecamatan, kendala tersebut dapat diidentifikasi berdasarkan hasil penelitian antara Pusat Kajian Pemerintahan (PKP) STPDN dengan Kantor Penelitian dan Pengembangan (Litbang) Kota Bandung (2002) yaitu sebagai berikut : 1. Musbang dan UDKP selama ini hanya berperan sebagai forum penampung usulan masyarakat dan tidak memiliki bargaining position kuat sebagai forum yang dapat dijadikan sebagai dasar bagi pemerintah daerah dalam melaksanakan pembangunan. Akibatnya, penyelenggaraan Musbang dan UDKP menjadi forum yang kurang diminati oleh masyarakat. Kalaupun forum ini masih berlanjut disebabkan oleh loyalitas yang dimiliki oleh aparat pelaksana tingkat kelurahan maupun kecamatan. 2. Waktu pelaksanaan Musbang dan UDKP masih menjadi masalah, karena tidak adanya sosialisasi secara intensif dan terbuka kepada masyarakat melalui penyebaran informasi sebelum penyelenggaraan Musbang dan UDKP
- 27 -
Penyebaran informasi dapat dilakukan melalui media komunikasi yang ada. Di tingkat kelurahan dapat memanfaatkan media komunikasi masyarakat seperti siaran di masjid, papan informasi yang ada di RT/RW atau kelurahan serta media lainnya. Untuk tingkat kecamatan dapat memanfaatkan media massa cetak dsb. Dengan upaya ini maka ketidaktahuan masyarakat terhadap penyelenggaraan Musbang dan UDKP dapat diatasi. 3. Kurangnya keterlibatan seluruh stakeholders sehingga Musbang dan UDKP tidak mencakup seluruh unsur masyarakat pemerhati pembangunan meliputi tokoh masyarakat, LSM, ormas, asosiasi profesi, perguruan tinggi dan pihak terkait lainnya. 4. Mekanisme Musbang dan UDKP sebenarnya masih diperlukan dan dianggap penting sebagai wadah penyaluran aspirasi masyarakat, masalahnya timbul pada tataran implementasi. Karena itu diperlukan adanya konsistensi Pemerintah Daerah dalam pelaksanaan kebijakan pembangunan di Daerah. Kesadaran terhadap pentingnya aspirasi masyarakat belumlah cukup bagi Pemerintah
Daerah,
ketika
kemauan
politik
untuk
memperhatikan
“masyarakat bawah” belum tumbuh. Oleh karena itu apabila Pemerintah Daerah mempunyai komitmen yang utuh terhadap kesejahteraan masyarakat, maka perhatian terhadap kebutuhan dan aspirasi masyarakat seyogyanya mendapatkan tempat yang cukup dalam penyusunan rencana pembangunan, bukan atas dasar kehendak sepihak dari Pemerintah Daerah. 5. Kunci dari keberhasilan penyelenggaraan Musbang dan UDKP sebenarnya adalah RPT yang tersusun. Oleh karena itu, Musbang dan UDKP hendaknya
- 28 -
dapat melahirkan sebuah daftar skala prioritas kebutuhan masyarakat, bukan sekedar keinginan masyarakat. Dengan demikian Musbang dan UDKP harus benar-benar mampu menyeleksi berbagai kebutuhan masyarakat dengan mempertimbangkan ketersediaan dana. Apabila RPT sudah disusun, maka aparat kelurahan dan kecamatan harus konsisten memperjuangkan DSP tersebut untuk direalisasikan, bukan sekedar menerima daftar isian pembangunan yang dibuat oleh Pemerintah Kota. Pemerintah kelurahan dan kecamatan apabila perlu harus berani menolak kegiatan pembangunan yang tidak didasari oleh aspirasi dan kebutuhan masyarakat. Untuk dapat menyusun RPT secara tepat, maka dokumen perencanaan yang sah seperti Perda tentang RPJPD dan RPJMD perlu disebarluaskan kepada masyarakat, agar mereka menjadi “sadar perencanaan”. 6. Sebagai mekanisme yang bersifat rutin, maka Musbang dan UDKP selayaknya didukung sarana dan prasarana yang representatif dan bersifat permanen. Tempat penyelenggaraan Musbang dan UDKP perlu ditata dengan baik sehingga memungkinkan terjadinya diskusi yang dinamis,
formulir isian
kegiatan perlu disediakan untuk mengantisipasi ketidakmampuan menampung aspirasi secara lisan. Selain itu perlu dibentuk kepanitiaan agar pelaksanaan Musbang dan UDKP menjadi terkoordinasikan dengan baik serta ada yang bertanggungjawab terhadap keberhasilan atau kegagalan pelaksanaannya. Pada saat yang sama perlu adanya dukungan konsumsi yang layak bagi peserta Musbang dan UDKP. Untuk ini perlu adanya dana yang khusus dialokasikan untuk penyelenggaraan Musbang dan UDKP.
- 29 -
7. Seringkali penyerapan aspirasi masyarakat dalam pelaksanaan Musbang dan UDKP terhambat faktor ketidaktahuan masyarakat tentang mekanisme perencanaan pembangunan, oleh karena itu disarankan seyogyanya secara bertahap Pemerintah Daerah mensosialisasikan mekanisme perencanaan pembangunan kepada masyarakat, khususnya yang akan mengikuti Musbang dan UDKP. Kegiatan ini bisa berupa pelatihan, simulasi di tingkat RT dan RW, apabila perlu mendatangkan tenaga ahli. 8. Sebagai wadah penjaringan aspirasi masyarakat, penyelenggaraan Musbang dan UDKP sering dihadapkan pada ketidaktepatan penggunaan metode dan media penyampai aspirasi masyarkat. Oleh karena itu, Pemerintah Daerah seyogyanya mengkaji metode mana yang paling efektif, untuk kemudian disosialisasikan dan diterapkan dalam penyelenggaraan Musbang dan UDKP. Hal ini penting agar penyelenggaraan Musbang dan UDKP lebih terarah, terfokus dan secara proaktif mampu menggali permasalahan dan kebutuhan masyarakat. Di samping itu untuk mengatasi keterbatasan kapabilitas Musbang dan UDKP dalam menampung aspirasi masyarakat, perlu dipikirkan adanya media penyalur aspirasi masyarakat yang sifatnya tidak hanya temporer tahunan (setahun sekali), tetapi sifatnya simultan. Media ini dapat berupa kotak saran di tiap RT/RW, kelurahan dan kecamatan, dialog opini pembangunan melalui media cetak maupun radio daerah, secara rutin menyebarkan daftar isian kebutuhan pembangunan dsb. Hal ini penting agar setiap permasalahan sosial yang muncul dapat secara cepat ditangkap dan
- 30 -
dicarikan jalan keluar oleh Pemerintah Daerah, tanpa menunggu permasalahan menjadi besar. 9. Sebagai mekanisme penyusunan rencana pembangunan daerah, seringkali terjadi perbedaan antara prioritas kebutuhan masyarakat dengan isu strategis pembangunan daerah yang telah disusun (Renstra). Hal ini bisa disebabkan karena
penyusunan Renstra
yang tidak melibatkan aspirasi
bawah
(masyarakat) sehingga bersifat elitis dan tidak “membumi”, atau masyarakat yang tidak mengetahui dan memahami Renstra daerah, sehingga tuntutan yang disampaikan tidak sejalan. Untuk mengantisipasi hal ini, Pemerintah Daerah perlu menyusun Renstra Daerah yang betul mencerminkan realitas kebutuhan masyarakat, realistis untuk dicapai dan secara proaktif disosialisasikan kepada masyarakat, sehingga masyarakat mengetahui program strategis dan arah kebijakan pembangunan Daerah. Dengan langkah semacam ini maka kesenjangan visi dan persepsi antara masyarakat dan pemerintah dalam pelaksanaan pembangunan dapat dikurangi. 10. Agar mampu menggali setiap permasalahan secara lintas sektoral, seyogyanya Musbang dan UDKP melibatkan semua komponen masyarakat dan dinas instansi pemerintah secara lengkap. Selama ini ada kecenderungan bahwa instansi pemerintah yang dilibatkan hanya instansi yang menangani pembangunan fisik, sementara yang sifatnya pembangunan sosial dan ekonomi sering tidak dilibatkan. Hal ini dimaksudkan agar kebijakan pembangunan tidak selalu bersifat fisik, sementara permasalahan sosial secara nyata mengalami peningkatan secara drastis dan masif. Dengan dilibatkannya
- 31 -
dalam kegiatan Musbang dan UDKP, diharapkan dinas instansi yang ada di Daerah dapat menyusun daftar prioritas pembangunan menyesuaikan dengan kebutuhan masyarakat, tidak hanya berdasarkan jumlah anggaran yang dimilikinya. Dengan demikian program pembangunan yang akan dilaksanakan dapat berjalan. 11. Masyarakat masih sering mempertanyakan mengenai fungsi Musbang dan UDKP, karena usulan masyarakat seringkali tidak diwujudkan, sedangkan yang dibangun adalah yang tidak diusulkan. Di sisi lain, Pemerintah Daerah sering mengatakan bahwa tidak direalisasikannya usulan masyarakat karena alasan klasik yakni keterbatasan dana anggaran pembangunan. Sementara peran DPRD dalam penyerapan aspirasi masyarakat relatif terbatas hanya melalui mekanisme reses ke daerah pemilihan. Oleh karena itu disarankan agar pihak DPRD diikutsertakan dalam penyelenggaraan Musbang dan UDKP. 12. Seringkali Musbang dan UDKP berjalan tanpa menghasilkan rumusan yang berkualitas, karena tidakmampuan pemandu untuk menghadirkan ide-ide dan menggali aspirasi masyarakat. Pemerintah daerah perlu memberikan bekal yang cukup kepada pemandu Musbang tentang tata cara diskusi, memancing ide-ide, cara menghidupkan dinamika kelompok, menghargai perpedaan pendapat dsb, sehingga peserta dapat menyampaikan aspirasinya secara bebas dan tidak merasa terbebani. Langkah ini dapat ditempuh melalui pelatihan khusus bagi para pemandu Musrenbang.
- 32 -
Perdebatan tentang perlunya kecamatan menyusun rencana strategis sudah terjawab melalui PP Nomor 19 Tahun 2008. Pada Bab VII PP tersebut telah diatur mengenai perencanaan kecamatan. Pada Pasal 29 ayat (1) PP tersebut dikemukakan bahwa : “Dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan di kecamatan, disusun perencanaan pembangunan sebagai kelanjutan dari hasil Musyawarah Perencanaan Pembangunan Desa/Kelurahan”. Selanjutnya pada Pasal 29 ayat (2), ayat (3) dan ayat (4) PP Nomor 19 Tahun 2008 disebutkan bahwa : (2) Perencanaan pembangunan kecamatan merupakan bagian dari perencanaan pembangunan kabupaten/kota. (3) Perencanaan pembangunan kecamatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan melalui Musyawarah Perencanaan Pembangunan Kecamatan secara partisipatif. (4) Mekanisme penyusunan rencana pembangunan kecamatan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) berpedoman pada Peraturan Menteri Dalam Negeri. Visi kecamatan disusun dengan merujuk pada visi kabupaten/kota serta berdasarkan pada kebijakan tata ruang yang telah ditetapkan melalui Peraturan Daerah
(Perda).
Karena
kecamatan
bukan
merupakan
satuan
wilayah
pemerintahan, maka perencanaan kecamatan juga harus diseleraskan dengan perencanaan pemerintah desa. Visi yang baik setidaknya harus memperhatikan tiga hal yakni : 1) variasi mata pencaharian penduduk, 2) luas penggunaan lahan, dan 3) dominasi sembilan sektor pembangunan berdasarkan PDRB untuk setiap kecamatan. Sebagai contoh apabila ada kabupaten yang menetapkan kebijakan pembanguan desa dengan pendekatan “one village – one product” (satu desa – satu produk unggulan) seperti yang dikembangkan di Jepang dan Taiwan, maka - 33 -
visi perencanaan pembangunan di kecamatan yang dikembangkan adalah “one district – one vision” (satu kecamatan – satu visi). Artinya visi kecamatan akan berisi keunggulan untuk masing-masing desa dalam cakupan wilayah kecamatan bersangkutan. Agar terjadi keselarasan perencanaan pembangunan, maka setelah pemerintah kabupaten/kota menerbitkan dokumen perencanaan pembangunan daerah jangka menengah (RPJMD) (sebagai tindak lanjut RPJP yang telah disusun), kecamatan perlu segera menerbitkan dokumen perencanaan tingkat kecamatan. Dokumen perencanaan kecamatan ditandatangani Camat selaku Pimpinan SKPD kecamatan. Selanjutnya,
Renstra
Kecamatan
yang ditetapkan dalam periode
pembangunan lima tahunan akan dijabarkan kembali ke dalam bentuk Rencana Kerja (Renja) Kecamatan, yang kemudian Renja Kecamatan tersebut akan dijadikan pedoman bagi setiap unit di lingkungan Kecamatan untuk melaksanakan program dan kegiatan di Kecamatan, sebagaimana bagan berikut :
- 34 -
BAGAN 2.3 ALUR PENYUSUNAN RENSTRA DAN RENJA SKPD (KECAMATAN)
C. Sistematika Perencanaan Strategis (Renstra) Kecamatan *) Sebagai sebuah dokumen perencanaan, Renstra Kecamatan mempunyai sistematika sebagai berikut : BAB I
PENDAHULUAN A. Latar Belakang B. Maksud dan Tujuan C. Landasan Hukum D. Hubungan Renstra Kecamatan dengan Dokumen Perencanaan Lainnya E. Sistematika Penulisan Rencana Srategis Kecamatan
BAB II
TUGAS POKOK DAN FUNGSI A. Struktur Organisasi B. Susunan Kepegawaian dan Perlengkapan C. Kedudukan, Tugas dan Wewenang
- 35 -
BAB III GAMBARAN UMUM KECAMATAN A. Kondisi Umum Saat Ini B. Kondisi Yang Diharapkan dan Proyeksi Ke depan BAB IV VISI, MISI, TUJUAN, STRATEGI, DAN KEBIJAKAN A. Visi dan Misi B. Tujuan dan Sasaran C. Strategi D. Kebijakan E. Nilai-Nilai Budaya Lokal BAB V
PROGRAM DAN KEGIATAN A. Program Lima Tahun Ke Depan B. Kegiatan Lima Tahun Ke Depan
BAB VI PENUTUP LAMPIRAN • Matrik indikator sasaran kinerja Renstra Kecamatan Lima Tahun ke depan, • Matrik keterkaitan Misi, Kebijakan, Sasaran, Indikator, Program dan Kegiatan Renstra Kecamatan Lima Tahun ke depan.
Uraian selengkapnya mengenai Perencanaan Strategis (Renstra) Kecamatan dapat diuraikan dengan mengambil studi kasus di Kabupaten Sumedang berikut : BAB I
PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyusunan Renstra Kecamatan B. Maksud dan Tujuan Penyusunan Renstra Kecamatan 1. Maksud disusunnya Renstra Kecamatan adalah sebagai pedoman dalam menyusun program dan kegiatan 5 (lima) tahun ke depan sesuai dengan kedudukan, tugas dan wewenang yang dilimpahkan kepada Kecamatan sebagai SKPD. 2. Tujuan penulisan Renstra Kecamatan adalah : a). Sebagai landasan acuan dalam Penyusunan program dan kegiatan tahunan Kecamatan ; b). Sebagai kerangka acuan bagi SKPD Kecamatan, Desa dan segenap stakeholders kecamatan dalam menyusun rencana kegiatan tahunan dalam penyelenggaraan pemerintahan, pembangunan dan kemasyarakatan, baik yang akan dibiayai - 36 -
oleh swadaya masyarakat, APBDes, APBD Kabupaten Alat organisasi dalam peningkatan koordinasi baik vertikal maupun horizontal antar unit kerja. c). Sebagai media akuntabilitas dan transparansi manajemen pemerintahan di tingkat kecamatan oleh segenap warga masyarakat maupun elemen pemerhati pemerintahan. C. Landasan Normatif Penyusunan Renstra Kecamatan 1. Undang-Undang No.17 tahun 2003 tentang Keuangan Negara, 2. Undang-Undang No.32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, 3. Undang-Undang No. 33 tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah, 4. Undang-Undang No. 25 tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional, 5. Undang-Undang No. 17 tahun 2007 Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional tahun 2005 – 2025, 6. Peraturan Pemerintah No. 40 tahun 2006 tentang Tata Cara Penyusunan Rencana Pembangunan Nasional, 7. Peraturan Pemerintah No. 8 tahun 2008 tentang Tahapan, Tata Cara Penyusunan, Pengendalian dan Evaluasi pelaksanaan Rencana Pembangunan Daerah, 8. Peraturan Pemerintah No 19 Tahun 2008 tentang Kecamatan, 9. Peraturan Presiden Nomor 5 Tahun 2010 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2010-2014, 10. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 Tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah, 11. Permendagri Nomor 4 Tahun 2010 tentang Pedoman Pelayanan Administrasi Terpadu Kecamatan, 12. Peraturan Daerah Kabupaten Sumedang Nomor 1 Tahun 2007 tentang Prosedur Perencanaan dan Penganggaran Daerah Kabupaten Sumedang, 13. Peraturan Daerah Nomor 2 Tahun 2008 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah (RPJPD) Kabupaten Sumedang Tahun 2005 -2025, 14. Peraturan Daerah Nomor 7 Tahun 2008 tentang Urusan Pemerintahan Kabupaten Sumedang, 15. Peraturan Daerah Kabupaten Sumedang Nomor 8 Tahun 2008 No. tentang Pembentukan Organisasi Perangkat Daerah Kabupaten Sumedang, 16. Peraturan Daerah Kabupaten Sumedang Nomor 13 Tahun 2008 tentang Rencana Pembangunan Jangka Mene gah Daerah (RPJMD) Kabupaten Sumedang Tahun 2009- 2013, 17. Peraturan Daerah Kabupaten Sumedang Nomor 3 Tahun 2009 tentang Pokok-pokok pengelolaan Keuangan Daerah,
- 37 -
18. Peraturan Bupati Sumedang Nomor 42 Tahun 2004 tentang Pelimpahan sebagian urusan Pemerintahan dari Bupati kepada Camat di Lingkungan Pemerintah Kabupaten Sumedang, 19. Peraturan Bupati Sumedang Nomor 31 Tahun 2009 tentang Uraian Tugas Jabatan Struktural pada Kecamatan Kabupaten Sumedang, 20. Peraturan Bupati Sumedang Nomor 113 Tahun 2009 tentang Sumedang Puseur Budaya Sunda. D. Hubungan dengan Dokumen Perencanaan Lainnya 1. Renstra Kecamatan disusun berpedoman pada RPJMD Daerah, 2. Renstra Kecamatan sebagai bahan penyusunan RPJMD Daerah, 3. Renstra Kecamatan digunakan sebagai salah satu pedoman dalam penyusunan Rencana Kerja (Renja) Kecamatan, 4. Renja Kecamatan menjadi pedoman dalam penyusunan Rencana Kerja Anggaran (RKA) Kecamatan. E. Sistematika Penulisan Perencanaan Srategis Kecamatan Ditulis sesuai daftar isi serta dijelaskan secara singkat
BAB II TUGAS POKOK DAN FUNGSI KECAMATAN A. Struktur Organisasi Kecamatan berdasarkan Perda Kabupaten Sumedang Nomor 8 Tahun 2008 (Gambar Bagan Struktur Organisasi Kecamatan). B. Susunan Kepegawaian dan Perlengkapan 1. Susunan pegawai dirinci secara lengkap diurut berdasarkan jabatan, pangkat/golongan, pendidikan dan status pegawai. 2. Perlengkapan diuraikan berdasarkan Daftar Inventarisasi Kantor C. Kedudukan, Tugas dan Wewenang 1. Kedudukan a) Kecamatan merupakan perangkat daerah kabupaten/ kota sebagai pelaksana teknis kewilayahan yang mempunyai wilayah kerja tertentu dan dipimpin oleh Camat. b) Camat berkedudukan di bawah dan bertanggung jawab kepada bupati/walikota melalui sekretaris daerah. 2. Tugas Camat menyelenggarakan tugas umum pemerintahan yang meliputi: 1. mengoordinasikan kegiatan pemberdayaan masyarakat; 2. mengoordinasikan upaya penyelenggaraan ketenteraman dan ketertiban umum; - 38 -
3.
mengoordinasikan penerapan dan penegakan peraturan perundang-undangan; 4. mengoordinasikan pemeliharaan prasarana dan fasilitas pelayanan umum; 5. mengoordinasikan penyelenggaraan kegiatan pemerintahan di tingkat kecamatan; 6. membina penyelenggaraan pemerintahan desa dan/atau kelurahan; dan 7. melaksanakan pelayanan masyarakat yang menjadi ruang lingkup tugasnya dan/atau yang belum dapat dilaksanakan pemerintahan desa atau kelurahan. 3. Wewenang Selain melaksanakan tugas atributif sebagaimana tersebut di atas, Camat melaksanakan kewenangan pemerintahan yang dilimpahkan oleh Bupati Sumedang yang tertuang dalam Peraturan Bupati Nomor 42 Tahun 2004. Untuk menangani sebagian urusan otonomi daerah, yang meliputi aspek : a. perizinan; b. rekomendasi; c. koordinasi; d. pembinaan; e. pengawasan; f. fasilitasi; g. penetapan; h. penyelenggaraan; dan i. kewenangan lain yang dilimpahkan.
BAB III GAMBARAN KONDISI UMUM KECAMATAN Menguraikan statistik dan gambaran umum kondisi kecamatan saat ini, dan untuk mengetahui keadaan kecamatan di berbagai bidang dan aspek kehidupan sosial ekonomi yang akan diintervensi melalui berbagai kebijakan dan program dalam jangka waktu 5 (lima) tahun. Adapun data yang perlu disajikan antara lain : 1. Kondisi fisik, geografis dan tata ruang, berisi : • Lokasi/posisi geografis dan iklim, • Kharakteristik dan kondisi sumber daya alam (topografi, kemampuan dan kesesuaian lahan, sumber daya air, sumber daya mineral dll), • Tata guna lahan (zona lindung, zona penyangga dan penggunaan lahan), • Struktur dan hierarkhi pusat-pusat pelayanan/pertumbuhan, • Kondisi prasarana fisik dan aksesibilitas daerah: Jalan, Sungai, Jembatan, Irigasi, Listrik, Jaringan Komunikasi dll. 2. Kondisi demografis • Jumlah penduduk, sex ratio, kepadatan dan distribusi penduduk, • Struktur penduduk menurut umur, • Laju pertumbuhan dan proyeksi penduduk, • Tingkat pendidikan penduduk. 3. Perekonomian • Struktur dan pertumbuhan ekonomi daerah: Proporsi kontribusi masing-masing sektor usaha terhadap pembentukan PDRB (Produk Domestik Regional Bruto), - 39 -
•
Basis Ekonomi atau Sektor-sektor Unggulan yang dapat memicu dan menggerakkan pertumbuhan dan perkembangan daerah, • Struktur Tenaga Kerja atau Mata Pencaharian Penduduk: Tenaga kerja menurut lapangan usaha, jenis, dan status pekerjaan, • Tingkat Partipasi Angkatan Kerja (TPAK); Perbandingan jumlah angkatan kerja dengan jumlah penduduk usia kerja, • Tingkat Pengangguran: Perbandingan jumlah penganggur dengan jumlah angkatan kerja (Pengangguran terbuka). 4. Sosial Budaya • Kondisi kharakteristik adat istiadat tetempat; kearifan setempat (local wisdom), • Pelayanan Pendidikan Dasar dan Menengah (Angka Partisipasi Kasar/Murni (APK/APM) Pendidikan Dasar dan Menengah, Angka Putus Sekolah, Jumlah Ketersediaan Guru, Kondisi Prasarana Sekolah beserta Distribusinya, Angka Putus Sekolah, Angka Melek Huruf, • Pelayanan Kesehatan Dasar: Pelayanan kesehatan Ibu dan Bayi, Pemantauan pertumbuhan Balita, Pelayanan kesehatan Anak Pra-Sekolah dan Usia Sekolah, Pelayanan Imunisasi, Pelayanan pengobatan/perawatan, Pelayanan pencegahan dan pemberantasan penyakit menular, • Indeks Pembangunan Manusia (IPM), • Distribusi Pelayanan Dasar dan Tingkat Kemudahan (aksesibilitas) Penduduk terhadap Pelayanan Sosial. 5. Prasarana dan Sarana
BAB IV VISI, MISI, TUJUAN, STRATEGI, DAN KEBIJAKAN A. Visi dan Misi 1. Visi Visi adalah cara pandang jauh kedepan kemana instansi pemerintah akan dibawa agar dapat eksis, antisipatif dan inovatif. Visi merupakan suatu gambaran yang menantang tentang masa depan yang diinginkan oleh instansi pemerintah atau organisasi. Visi dibutuhkan oleh suatu organisasi untuk mencapai tujuan dalam waktu tertentu, menentukan sikap dan tindakan sebagai tolak ukur keberhasilan melaksanakan tugas. Visi kecamatan tidak sama dengan visi Camat, karena visi Camat adalah visi pejabat yang memimpin suatu SKPD yang disusun pada saat dilakukan fit and proper test untuk menduduki jabatan. Sedangkan visi kecamatan merupakan perpaduan antara visi seorang Camat dan visi perangkat kecamatan. Secara umum, dokumen perencanaan kecamatan - 40 -
berisikan visi, misi, tujuan, sasaran, kebijakan, program dan kegiatan kecamatan. Rumusan visi : - mencerminkan apa yang ingin dicapai, - memberi arah dan fokus strategi yang jelas, - menyatukan berbagai gagasan stratejik, - memiliki orientasi terhadap masa depan, - menumbuhkan komitmen bersama secara sadar, - menjamin kesinambungan kepemimpinan organisasi. Contoh visi Kecamatan X adalah : ”TERWUJUDNYA KECAMATAN X SEBAGAI PUSAT PELAYANAN DAN UNGGUL DI BIDANG PENDIDIKAN DAN JASA” 2. Misi Misi merupakan sesuatu yang harus dilaksanakan agar visi dapat diwujudkan. Misi kecamatan antara lain : • Reformasi birokrasi dalam rangka meningkatkan pelayanan publik. • Mewujudkan perilaku dan budaya birokrasi yang bersih, produktif, efisien, efektif dan bertanggung jawab. • Menciptakan system kelembagaan pemerintahan yang mendukung terwujudnya profesionalisme, transparansi, dan partisipasi masyarakat dalam penyelenggaraan pembangunan, pemberdayaan dan pelayanan kepada masyarakat. • Mewujudkan kualitas pendidikan masyarakat ; • Rumusan misi : - Melingkup semua pesan dlm visi - Memberikan petunjuk thdp tujuan - Memberikan petunjuk thdp sasaran - Memperhitungkan masukan stakeholders B. Tujuan dan Sasaran 1. Tujuan Tujuan adalah penjabaran visi yang lebih spesifik dan terukur sebagai upaya mewujudkan Visi dan Misi. Dalam rangka mencapai visi dan misi yang telah dikemukakan diatas, maka disusun tujuan sebagai berikut (misal): 1) Sinergikan tugas dan wewenang kecamatan dengan program dinas instansi, 2) Mewujudkan Standar Operasional Pelayanan dikoordinasikan dengan SKPD terkait, 3) Meningkatkan partisipasi masyarakat, 4) Meningkatkan mutu pelayanan, 5) Meningkatkan anggaran kegiatan kecamatan, - 41 -
6) Meningkatkan kualitas pegawai, 7) mendorong upaya peningkatan kuantitas pegawai, 8) Meningkatkan sarana dan prasarana penunjang kegiatan. 2. Sasaran • Sasaran adalah hasil yang akan dicapai secara nyata oleh kecamatan dalam rumusan yang lebih spesifik, terukur, dalam kurun waktu yang lebih pendek dari tujuan. • Umumnya, sasaran perencanaan menggunakan parameter tertentu misalnya persentase (%) untuk tiap tahap, sehingga tergambar tolok ukurnya. • Atas dasar tujuan, ditentukan sasaran sebagai berikut (misal) : 1) Terbitnya Standar Operasional Pelayanan yang baku 2) Meningkatnya swadaya masyarakat dalam pembangunan sebesar 3% pertahun 3) Terlaksananya pelayanan prima yang cepat dalam arti efisiensi waktu dalam pekerjaan semua layanan dalam satu hari. 4) Terlaksananya pelayanan prima yang mudah dalam arti jelas dan tidak berbelit-belit dengan sistem satu pintu/loket layanan. 5) Terwujudnya peningkatan anggaran SKPD Kecamatan 50% pertahun. 6) Meningkatnya jumlah pegawai yang mengikuti pelatihan sebesar 45% 7) Bertambahnya jumlah pegawai Kecamatan sebanyak 18 orang sampai dengan tahun 2013. 8) Bertambahnya sarana dan prasarana penunjang kegiatan sebesar 50%. C. Strategi Strategi adalah cara untuk mewujudkan tujuan. Agar tujuan dapat terwujud maka ditetapkan strategi sebagai berikut (misal) : • Mewujudkan sistem pelayanan satu pintu/loket, • Meningkatkan koordinasi dan komunikasi dengan Pemerintah Daerah, • Meningkatkan koordinasi dan komunikasi dengan BUMN/D/S, • Meningkatkan kegiatan pemberdayaan masyarakat. D. Kebijakan • Kebijakan merupakan ketentuan-ketentuan yang telah ditetapkan oleh kecamatan untuk dijadikan pedoman atau petunjuk dalam pelaksanaan program.
- 42 -
• •
Program adalah kumpulan kegiatan yang sistematis dan terpadu untuk mendapatkan hasil dan mencapai sasaran tertentu. Kegiatan adalah gambaran atau rangkaian aktivitas yang akan dilakukan sebagai penjabaran program.
D. Praktek Praja diberikan kasus tertentu berkaitan dengan penyusunan Renstra Kecamatan dan Pelatih memandu studi kasus tersebut. Contoh kasus : Kecamatan Tanjungsari Kabupaten Sumedang dikaruniai lahan perkebunan yang subur, sehingga mayoritas penduduknya bercocok tanam terutama Ubi Cilembu yang sangat khas dan tidak dipunyai oleh kecamatan lain, bahkan diekspor hingga mancanegara. Kendala yang dihadapi Kecamatan Tanjungsari adalah infrastruktur jalan yang rusak parah sehingga menyulitkan dalam distribusi ke luar daerah, pola pertanian yang masih tradisional, kepedulian pemda terutama pihak kecamatan yang rendah, dan sulitnya mencari pasar yang siap menampung hasil produksi dalam jumlah yang optimal. a. Buatlah visi kecamatan yang sesuai dengan kondisi di atas! b. Susun pula misi kecamatan tersebut!
------------------------------------------------------------------------------------------*) Materi ini sebagian diambil dari Bahan Pembekalan Khusus Praktek Lapangan II Bagi Madya Praja IPDN, 16 Juli 2010 di Kabupaten Sumedang yang disusun oleh Bappeda Kabupaten Sumedang bersama dengan Tim Teknis Bagian Pelatihan IPDN.
- 43 -