BAB II PERANAN DINAS PETERNAKAN DAN KESEHATAN HEWAN SEBAGAI PEJABAT PEGAWAI NEGERI SIPIL DALAM MENYELESAIKAN KASUS PENJUALAN DAGING SAPI GLONGONGAN
A. Fungsi Dan Tugas Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan Republik Indonesia merupakan negara kepulauan yang memiliki kekayaan keanekaragaman hayati yang sangat besar (mega biodiversity) berupa sumber daya hewan dan tumbuhan, sebagai anugerah sekaligus amanah Tuhan Yang Maha Esa. Kekayaan tersebut perlu dimanfaatkan dan dilestarikan dalam mewujudkan kesejahteraan seluruh rakyat Indonesia, sebagaimana tercantum dalam Pembukaan Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Rangka penyelenggaraan dan pelestarian keanekaragaman hayati tersebut dapat diselenggarakan Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan secara sendiri maupun terintegrasi dengan budi daya tanaman pertanian, perkebunan, perikanan, dan kehutanan. dengan pendekatan agrobisnis peternakan dan system kesehatan hewan. serta penerapan asas kemanfaatan dan keberlanjutan, keamanan dan kesehatan, kerakyatan dan keadilan, keterbukaan dan keterpaduan, kemandirian, kemitraan, dan keprofesionalan. Kedua hal tersebut harus diselenggarakan secara sinergis untuk melindungi dan meningkatkan kualitas sember daya hewan yaitu dengan cara menyediakan pangan yang aman, sehat, utuh dan halal dengan cara meningkatkan derajat kesehatan masyarakat, hewan, dan lingkungan. Untuk mencapai tujuan penyelenggaraan peternakan perlu dikembangkan wawasan dan paradigma baru dibidang peternakan agar investasi, inovasi, dan pemberdayaan di bidang
Universitas Sumatera Utara
peternakan terus berlanjut dan meningkat sehingga meningkatkan daya saing bangsa dan kesetaraan dengan bangsa lain yang lebih maju. Serta untuk
mencapai tujuan
penyelenggaraan
kesehatan
hewan
dikembangkan wawasan dan paradigma baru di bidang kesehatan dengan maksud untuk mempertahankan status kesehatan hewan nasional, melindungi wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia dari ancaman penyakit dan/atau gangguan kesehatan manusia, hewan, tumbuhan, dan ekosistemnya. serta memberikan jaminan pangan asal hewan yang aman, sehat, utuh, dan halal. Berdasarkan peternakan
pertimbangan
dititikberatkan
pada
tersebut, aspek
kebijakan sosial
penyelenggaraan
ekonomi,
sedangkan
penyelenggaraan kesehatan hewan pengutamakan aspek keamanan terhadap ancaman penyakit serta upaya menghindari risiko yang dapat mengganggu kesehatan, baik pada manusia, hewan, tumbuhan, maupun lingkungan. 18 Terkait dengan hal tersebut, tentunya diperlukan suatu instansi yang ahli dibidangnya, khususnya dibidang peternakan dan kesehatan hewan seperti diperlukannya keikutsertaan Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan dalam mengelolah sumber daya hewan secara bermartabat dan bertanggungjawab dan berkelanjutan agar terciptanya kesejahteraan rakyat. Adapun tugas pokok dan fungsi dari Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan adalah : 1. Kepala Dinas Peternakan : Membantu Gubernur dalam melaksanakan Tugas Otonomi, Tugas Pembantuan serta Tugas Dekonsentrasi di bidang Peternakan. 18
Undang-undang Nomor 18 Tahun 2009 Tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan, Penjelasan Umum
Universitas Sumatera Utara
2. Wakil Kepala Dinas Peternakan : Membantu Kepala Dinas dalam melaksanakan Desentralisasi, Tugas Dekonsentrasi dan Tugas Pembantuan dibidang Peternakan 3. Kepala Bagian Tata Usaha : Membantu Kepala Dinas di bidang umum, keuangan, kepegawaian organisasi dan hukum. Untuk melaksanakan Tugas dan Fungsi dibantu oleh. a. Kepala Sub Bagian Umum dan Kepegawaian b. Kepala Sub Bagian Keuangan c. Kepala Sub Bagian Organisasi dan Hukum 4. Kepala Sub Dinas Bina Program : Membantu Kepala Dinas dalam Penyusunan Program dan Pelaporan untuk melaksanakan tugas dan fungsinya dibantu oleh : a. Kepala Seksi Statistik dan Penyusunan Program. b. Kepala seksi Monitoring, Evaluasi dan Pelaporan 5. Kepala Sub Dinas Bina Budi Daya : Membantu Kepala Dinas dalam melaksanakan sebagian tugas Dinas dibidang Pembibitan, Pakan Ternak dan pengembangan Peternakan untuk melaksanakan tugas dan fungsinya dibantu oleh. a. Kepala Seksi Pembibitan b. Kepala Seksi Pakan Ternak c. Kepala Seksi Pengembangan Peternakan 6. Kepala Sub Dinas Bina Kesehatan Hewan : Membantu Kepala Dinas melaksanakan sebagian tugas Dinas dibidang kesehatan veteruner pencegahan dan pemberantasan penyakit hewan serta pengawasan obat hewan. Untuk melaksanakan tugas dan fungsinya dibantu oleh : a. Kepala Seksi Kesehatan Veteruner b. Kepala Seksi Pencegahan dan Pemberantasan Penyakit Hewan c. Kepala Seksi Pengawasan Obat Hewan 7. Kepala Sub Dinas Agrobisnis dan Agroindustri : Membantu Kepala Dinas melaksanakan sebagai tugas Dinas dibidang pelayanan usaha, penyuluhan dan latihan serta pemasaran dan paska panen. Untuk melaksanakan tugas dan fungsinya dibantu oleh : a. Kepala Seksi Pelayanan Usaha b. Kepala Seksi Penyuluhan dan Latihan c. Kepala Seksi Pemasaran dan Pasca Panen
Universitas Sumatera Utara
8. Unit Pelaksana Teknis Dinas Peternakan : Adalah unsur Pelaksana Dinas, dipimpin oleh kepala balai yang berkedudukan dibawah dan bertanggung jawab kepada Kepala Dinas melalui Wakil Kepala Dinas. Unit Pelaksana Teknis Peternakan terdiri dari : A. Balai Inseminasi Buatan dipimpin oleh Kepala Unit Pelaksana Teknik Inseminasi Buatan, mempunyai tugas membantu Kepala dinas dalam melakukan penelitian dan pengujian, pengembangan dan produksi Inseminasi Buatan. Untuk Melaksanakan tugas dan Fungsinya dibantu oleh : 1. Kepala Sub Bagian Tata Usaha 2. Kepala Seksi Penelitian dan Pengujian 3. Kepala Seksi Pengembangan dan Produksi 4. Kepala Seksi Sarana Produksi B. Balai Kesehatan Hewan dan Masyarakat Voluntier dipimpin oleh Kepala Balai, mempunyai tugas membantu Kepala dinas dalam Melakukan pemeliharaan Kesehatan hewan, penolakan penyakit hewan dan pemberdayaan masyarakat Voluntier. Untuk melaksanakan tugas dan fungsinya dibantu oleh : 1. Kepala Sub Bagian Tata Usaha 2. Kepala Seksi Produksi Pangan Hewani 3. Kepala seksi Masyarakat Voluntier 4. Kepala Seksi Higiene, Sanitasi dan Perlindungan 19 Jika ditarik kesimpulan dari tugas pokok dan fungsi dari Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan diatas maka dapat disimpulkan bahwa dinas peternakan dan kesehatan hewan mempunyai tugas pokok dalam melaksanakan urusan pemerintahan di daerah dibidang peternakan dan kesehatan hewan berdasarkan asas otonomi dan tugas pembentukan . Sedangkan fungsi dari Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan sendiri yaitu : a. Perumusan kebijakan teknis di bidang peternakan dan kesehatan hewan sesuai dengan rencana strategis yang ditetapkan pemerintah daerah. b. Perencanaan, pembinaan dan pengendalian kebijakan teknis dibidang peternakan dan kesehatan hewan.
19
http;www.dinas.sumutprov.go.id/tupoksi.php, Dinas Peternakan Provinsi Sumatera Utara, hal 1-3
Universitas Sumatera Utara
c. Perumusan, perencanaan, pembinaan, dan pengendalian kebijakan teknis perbibitan dan budidaya peternakan. d. Perumusan, perencanaan, pembinaan, dan pengendalian kebijakan teknis pengembangan kawasan dan usaha peternakan. e. Perumusan, perencanaan, pembinaan, dan pengendalian kebijakan teknis keehatan hewan. f. Perumusan, perencanaan, pembinaan, dan pengendalian kebijakan teknis pasca panen dan kesehatan masyarakat veteriner. g. Penyelenggaraan urusan kesekretariatan h. Pelaksanan unit pelaksana teknis dinas. i. Pembinanaan kelompok jabatan fungsional. j. Pelaksanan tugas lain yang diberikan oleh atasan sesuai dengan bidang tugasnya. 20 B. Tata Cara Penyelesaian Kasus Penjualan Daging Sapi Glonggongan Oleh Dinas Peternakan & Kesehatan Hewan Sebagai Pejabat Pegawai Negeri Sipil Jika dikaitkan dalam hukum pidana maka para pelaku usaha daging sapi glonggongan
dapat
dikenakan
oleh
beberapa
pasal
yang
memberikan
perlindungan hukum bagi konsumen walaupun didalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana tidak disebutkan kata konsumen kendati demikian, secar implisit dapat ditarik beberapa pasal yaitu; 1. Pasal 204 ayat (1) Kitab Undang-undang Hukum Pidana bahwasannya “barang siapa menjual, menawarkan, menerimakan atau membagi-bagikan barang, sedang diketahuinya bahwa barang itu berbahaya bagi jiwa atau kesehatan orang dan sifat yang berbahaya itu didiamkannya dihukum penjara selama-lamanya lima belas tahun.”
Terkait dengan rumusan Pasal 204 maka Pasal 204 terdapat unsur subjektif dan unsur objektif. Yang dimaksud dengan unsur objektif adalah unsur yang pada 20
http//www.disnakeswan/lampung.go.id/index.php?option=com_content&task=section& id=198&itemed=134, fungsi Dinas peternakan, hal 1
Universitas Sumatera Utara
umumnya dapat terdiri atas suatu perbuatan atau suatu akibat sedangkan unsur subjektif adalah unsur yang terdiri atas suatu kehendak atau tujuan yang terdapat di dalam jiwa pelaku, unsur dirumuskan dengan istilah sengaja, niat dan maksud. 21 Adapun unsur objektif dan subjektif yang terdapat dalam pasal 204 yaitu : a. Unsur Objektif 1. barang siapa 2. menjual, menawarkan, menerimakan atau membagi-bagikan 3. barang berbahaya bagi jiwa atau kesehatan orang b. Unsur Subjektif 1. dengan sengaja 2. dengan melawan hukum Jika dilihat dari unsur objektif maka yang dimaksud dengan kalimat “barang siapa” yaitu seseorang yang menjualkan, menawarkan, atau membagibagikan suatu barang kepada orang lain atau seseorang yang biasanya dikenal dengan sebutan pedagang (produsen). Sedangkan ia mengetahui bahwa barang-barang itu berbahaya bagi jiwa atau kesehatan akan tetapi ia tidak mengatakan (menjelaskan) tentang sifat berbahaya dari barang-barang tersebut. Akan tetapi apabila ia mengatakan dengan terusterang pada pembeli tentang sifat berbahaya itu maka ia tidak dikenai sanksi yang
terdapat
dalam
pasal
ini
dalam
arti
jika
si
pelaku
usaha
21
Moch Anwar, Hukum Pidana Bagian Khusus (KUHP Buku II), Bandung : PT. Citra Aditiya Bakti, hal 2
Universitas Sumatera Utara
memberikaninformasi terlebih dahulu akan dampak negative terhadap jiwa atau kesehatan jika menggunakan atau mengkonsumsi barang tersebut. 22 Sedangkan untuk unsur subjektifnya terdapat unsur- unsur kesengajaan (dolus) yaitu menurut teori kehendak (wilstheorie) bahwa akibat teori perbuatan dikehendaki dan ternyata apabila akibat itu sungguh-sungguh dimaksud oleh perbuatan yang dilakukan itu. Sedangkan menurut teori membayangkan kesengajaan merupakan bantahan terhadap teori kehendak. Manusia tidak mungkin menghendaki suatu akibat. Ia hanya dapat menginginkan, mengharapkan atau membayangkan adanya suatu akibat. 23 Akan tetapi, jika dilihat dari ketiga jenis kesengaja maka kesengajan yang terdapat dalam pasal 204 KUHP ini termasuk kedalam sengaja sebagai maksud seBab ia mengetahui bahwasanya barang yang ditawarkannya atau dibagibagikannya merupakan barang yang dapat membahayakan bagi jiwa atau kesehatan orang lain akan tetapi sifat berbahaya itu tidak diberitahukannya kepada si pembeli. 2. Pasal 205 ayat (1) Kitab Undang-undang Hukum Pidana yaitu “Barang Siapa karena salahnya menyeBabkan barang yang berbahaya bagi jiwa atau kesehatan orang, terjual, diterimakan atau dibagi-bagikan, sedang si pembeli atau yang memperoleh tidak mengetahui akan sifatnya yang berbahaya itu, dihukum penjara selama-lamanya sembilan bulan atau kurungan selama-lamanya enam bulan atau denda sebanyak-banyaknya Rp. 4.500,22 23
Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, Penjelasan pasal 204 Rafiqo Lubis; Makalah, untuk bahan kuliah “Kesengajaan (Dolus)”, 2008, hal 1
Universitas Sumatera Utara
Terkait dengan rumusan pasal 205 maka terdapat unsur-unsur sebagai berikut : a. Unsur Objektif 1. barang siapa 2. menyeBabkan barang yang berbahaya bagi jiwa atau kesehatan orang terjual, atau diterimakan 3. sedangkan si pembeli tidak mengetahui akan sifatnya yang berbahaya itu. b. Unsur Subjektif 1. karena kesalahannya
Jika dilihat dari unsur-unsur yang terdapat dalam pasal 205 maka isi penjelasan unsur tersebut yaitu seseorang (produsen) menyeBabkan barang yang berbahaya bagi jiwa atau kesehatan orang terjual sedangkan si pembeli tidak mengetahui bahwasanya barang yang dibelinya tersebut membahayakan jiwa atau kesehatannya. Oleh karena itu perbuatan ini termasuk kesalahan karena kelalaian (culpa).
24
3. Pasal 383 ayat (1) dan (2) KUHP yaitu : dengan hukuman penjara selamalamanya satu tahun empat bulan dihukum penjual yang menipu pembeli. 1e. Dengan sengaja menyerahkan barang lain dari pada yang telah ditunjuk oleh pembeli.
24
Rafiqoh Lubis, Loc. cit, hal 1
Universitas Sumatera Utara
2e. Tentang keadaan, sifat atau banyaknya barang yang diserahkan itu dengan memakai akal dan tipu muslihat. Terkait dengan rumusan pasal 383 KUHP, terdapat unsur-unsur sebagai berikut : 1. Penjual 2. Menipu 3. Pembeli 4. Dengan cara Kesatu : a. penjual menyerahkan barang lain pada barang yang ditunjuk oleh pembeli b. dengan cara Kedua
: a. penjual mempergunakan tipu muslihat terhadap b. sifat c. keadaan d. jumlah e. barang
Perbuatan kesatu pada umumnya terjadi pada barang-barang dalam jumlah besar dan berlebih dalam mutu daripada barang. Sedangkan perbuatan kedua banyak terjadi di warung-warung atau toko-toko penjual banrang makanan untuk keperluan rumah tangga sehari-hari. Tipu muslihat yang dipergunakan merupakan pemanfaatan sifat kelicikan dari penjual terhadap kekurangwaspadaan si pembeli. 25
25
Moch Anwar, Op.cit, hal 51
Universitas Sumatera Utara
Adanya kesengajaan disini berupa sebagai maksud (Opzet Als Oogmerk), disamping harus ditujuka pad perbuatannya juga harus ditujukan pada akibatnya. Adapun akibat atas perbuatan tersebut yaitu dapat merugukan sipembeli dikarenakan menyerahkan barang lain dari pada yang telah tunjuk si pembeli ataupun menyerahkan barang tersebut dalm keadaan yang tidak sesuai dengan mutu, bobot, atau banyaknya barang yang diserahkan. Adapun isi dari 3 Pasal diatas maka dapat disimpulkan bahwa dalam pembuatan dan penjualan daging sapi glonggongan tentunya sangat bertentangan dengan ketentuan yang terdapat dalam Pasal 204 ayat (1), Pasal 205 ayat (1) dan Pasal 383 ayat (1) dan (2). Dikarenakan daging sapi glonggongan merupakan daging sapi yang dapat merusak kesehatan. Dikarenakan pada prinsipnya pangan yang tersedia bagi masyarakat harus legal dan aman dikonsumsi dimana dalam hal ini prinsip ASUH harus menjadi patokan dasarnya artinya A itu adalah Aman yaitu tidak mengadung Bahaya Biologis, Kimiawi dan Fisik atau bahan-bahan yang dapat mengganggu kesehatan manusia, sedangkan S adalah Sehat yaitu mengandung bahan-bahan yang dapat
menyehatkan (baik untuk kesehatan),
sementara U adalah Utuh yaitu tidak dikurangi atau dicampur bahan lain, terakhir H adalah Halal yaitu disembelih dan ditangani sesuai syariat Islam jadi, dalam pembuatan daging sapi glonggongan merupakan perbuatan yang sangat bertentangan dengan prinsip ASUH dikarenakan tidak aman bagi kesehatan serta tidak halal dalam kaidah agama jika daging tersebut dikonsumsi. 26
26
wawancara dengan Bapak Ahmad Nuh, Jum’at 5 Februari 2010, 11.10 wib, di Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan.
Universitas Sumatera Utara
Oleh karena itu, rantai penjualan daging sapi glonggongan harus ditindak lanjuti dimana dalam hal ini koordinasi yang baik antar Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan sebagai pejabat Pegawai Negeri Sipil yang berwenang dengan pejabat penyidik Kepolisian dalam menaggulangi kasus penjualan daging sapi glonggongan. Hal ini dikarenakan apabila hanya pejabat penyidik Kepolisian saja yang bertindak tanpa adanya bantuan dari dinas peternakan dan kesehatan hewan maka dapat dipastikan kasus penjualan daging sapi glonggongan tidak dapat terungkap atau terselesaikan dengan baik karena secara teknis pejabat Kepolisian tidak dapat membuktikan bahwasannya daging yang ditemukan mengandung air yang berlebihan apa tidak oleh karena itu dalam hal penyelesaian kasus penjulaan daging sapi glonggongan peranan dinas peternakan dan kesehatan sangat diperlukan guna penyidikan. Menurut peternakan
Pasal
84
Undang-undang No. 18
Tahun
2009
tentang
dan kesehatan hewan selain Pejabat penyidik Kepolisian Negara
Republik Indonseia, pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu yang lingkup tugas dan dari tanggung jawabnya meliputi peternakan dan kesehatan hewan diberi wewenang khusus sebagai
penyidik sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan artinya Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan sebagai pejabat pegawai negeri sipil mempunyai wewenang dalam melakukan penyidikan atas penjualan daging sapi glonggongan adapun kewenangan Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan sebagaimana dimaksud pada Pasal 84 ayat (2) Undangundang Nomor 8 Tahun 1999 dalam menyelesaikan kasus penjualan daging sapi glonggongan sebagai pejabat penyidik pegawai negeri sipil yaitu untuk :
Universitas Sumatera Utara
a. melakukan pemeriksaan atas kebenaran laporan atau keterangan berkenaan dengan tindak pidana dibidang peternakan dan kesehatan hewan. b. melakukan pemeriksaan terhadap setiap orang yang diduga melakukan tindak pidana di bidang peternakan dan kesehatan hewan. c. meminta keterangan dan bahan bukti dari setiap orang sehubungan dengan peristiwa tindak pidana di bidang peternakan dan kesehatan hewan. d. melakukan pemeriksaan atas pembukuan, pencatatan, dan dokumen lain berkenaan dengan tindak pidana di bidang peternakan dan kesehatan hewan. e. melakukan pemeriksaan di tempat tertentu yang diduga terdapat bahan bukti pembukuan, pencatatan dan dokumen lain serta melakukan penyitaan terhadap hasil pelanggaran yang dapat dijadikan bukti dalam perkara tindak pidana dibidang peternakan dan kesehatan hewan, dan/atau. f. meminta bantuan ahli dalam rangka pelaksanaan tugas penyidikan tindak pidana dibidang peternakan dan kesehatan hewan. 27
Akan tetapi Dalam prakteknya sejauh ini Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan sendiri tidak pernah berkoordinasi melakukan penyidikan dengan pejabat Kepolisian hal ini disebabkan minimnya dana yang tersedia seBab dalam hal penelitian, pemeriksaan sampai dengan penyidikan pihak Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewanlah yang bertanggung jawab dalam pendanaan tersebut akan tetapi jika dikaitkan dalam teori adapun tata cara Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan dalam menyelesaikan kasus penjualan daging sapi glonggongan hanya sebatas teknis saja artinya jika didalam rajia gabungan Dinas Perindustrian Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan beserta aparat Kepolisian menemukan daging sapi glonggongan, maka wewenang Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan sebagai pejabat Pegawai Negeri Sipil yang berwenang yaitu melakukan penyitaan terhadap daging sapi yang mengandung air tersebut selanjutnya diadakan penelitian terhadap daging sapi tersebut jika hasil penelitian daging sapi tersebut postif megandung air maka hasil penelitian tersebut oleh Dinas Peternakan dan 27
Undang-Undang Peternakan dan Kesehatan Hewan, pasal 84
Universitas Sumatera Utara
Kesehatan Hewan diserahkan kepada pejabat Kepolisian untuk dilakukan penyidikan lebih lanjut. 28 Walaupun dalam prakteknya Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan tidak pernah menjumpai daging sapi glonggongan dipasar tradisional serta tidak pernah melakukan kerjasama dengan aparat Kepolisian dalam penyidikan akan tetapi dinas peternakan dan kesehatan hewan dapat melakukan upaya penyidikan apabila ditemuinya penjualan daging sapi glonggongan dikemudian hari yaitu berupa penyitaan terhadap daging sapi yang diduga mengandung air serta mengadakan penelitian terhadap daging sapi tersebut dimana jika hasil penelitian tersebut positif mengandung air maka hasil penelitian tersebut oleh Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan diserahkan kepada pejabat Kepolisian untuk dilakukannya penyidikan lebih lanjut guna terwujudnya koordinasi penyidikan antara dinas peternakan dan kesehatan hewan dengan aparat Kepolisian serta untuk mencegah dan menyelesaikan kasus penjualan daging sapi glonggongan dikemudian hari.
C. Hubungan Antara Penyidik Pegawai Negeri Sipil dan Penyidik Polri Berdasarkan Pasal 1 butir 1 jo Pasal 6 ayat (1) Kitab Undang-undang Hukum Pidana, yang menyebutkan bahwa : penyidik dikualifikasikan menjadi dua yakni :
28
Wawancara dengan Bapak Ahmad Nuh, Jum’at 5 Februari 2010, 11.10 wib, di Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan
Universitas Sumatera Utara
a. Pejabat Polisi Negara RI (Polri) b. Pejabat Penyidik Pegwai Negeri Sipil Tertentu yang diberi wewenang khusus oleh Undang-undang untuk melakukan penyidikan (PPNS). 29 Bahwa adanya Penyidik Pegawai Negeri Sipil dan kewenangan Penyidik Polri untuk melaksanakan koordinasi pengawasan pemberian petunjuk dan pemberian bantuan penyidikan menyangkut aspek tugas/fungsi
yang bersifat
repressif yustisiil yang didalam organisasi Polri, secara fungsional diemban oleh fungsi Reserse di pusat maupun di daerah. Yang dimaksudkan dengan hubungan kerja antara Penyidik Polri dengan penyidik Pegawai Negeri Sipil adalah hubungan kerja fungsional, tujuannya untuk mewujudkan koordinasi, integrsi dan sinkronisasi di dalam pelaksanaan tugas/fungsi dan peranan Polri dengan instansi pemerintah lainnya dalam rangka pelaksanaan, penyidikan tindak pidana tertentu. Untuk menjamin kepastian hukum dan demi kelancaran pelaksanaan hubungan di atas, maka oleh Dephankam Mabes Polri telah mengeluarkan Petunjuk Teknis No. Pol : Juknis/05/XI/1983 tentang Hubungan Kerja antara Penyidik Polri dengan Penyidik pegawai Negeri Sipil, kemudian dilanjutkan dengan Surat Keputusan Kapolri No. Pol : Skep/369/X/1985 tentang Mekanisme Koordinasi dan Pengawasan Penyidik Pegawai Negeri Sipil. Kemudian pada tanggal 29 Juli 1991 oleh Dephankam Mabes Polri diubah juklaknya menjadi No. Pol : Juklak/37/VII/1991 tentang Hubungan Kerja antara Penyidik Polri dengan Penyidik Pegawai Negeri Sipil. Dan untuk mekanisme
29
Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, Pasal 1 butir 1 junto pasal 6 ayat 1
Universitas Sumatera Utara
koordinasi dan pengawasan Penyidik Pegawai Negeri Sipil juga mengalami perubahan yakni menjadi Juknis No.Po : Juknis/16/VII/1991.30
Hubungan kerja yang dimaksud meliputi : 1. Koordinasi Yang dimaksud adalah bentuk hubungan kerja dalam rangka pelaksanaan tindak pidana yang menyangkut bidang tertentu atas dasar sendi-sendi hubungan fungsional. 2. Pengawasan Adalah proses pengamatan daripada pelaksanaan seluruh kegiatan Penyidik Pegawai Negeri Sipil dalam rangka pelaksanaan penyidikan untuk menjamin agar seluruh kegiatan penyidikan yang sedang dilakukan dapat dibenarkan dan berjalan sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku. 3. Pemberian petunjuk Adalah tuntutan atau bimbingan baik teknis maupun taktis yang diberikan oleh Penyidik Polri kepada Penyidik Pegawai Negeri Sipil dalam rangka penyidikan. 4. Bantuan Penyidikan Adalah bantuan yang diberikan oleh Penyidik Polri kepada Penyidik Pegawai Negeri Sipil berupa : a. Bantuan taktis : bantuan personil dan peralatan dalam rangka penyidikan
30
http://docstoc.asterpix.com/cy/2422251/2q=Hubungan+Antara+Penyidik+Negeri+Sipil +Dan+Penyidik+Polri, Hubungan Antara Penyidik Negri Sipil Dan Penyidik Polri, hal 1
Universitas Sumatera Utara
b. Bantuan teknis : bantuan pemeriksaan ahli dalam rangka pembuktian (identifikasi dan laboratoeium criminal). c. Bantuan upaya paksa : bantuan untuk kegiatan penindakan bila Undangundang yang menjadi dasar hukum penyidikan bagi Penyidik Pegawai Negeri Sipil tidak memberikan kewenangan untk melakukan penindakan.
Sebagai pengawas maka yang mebidangi Penyidik Pegawai Negeri Sipil di Polri adalah Subdit Korwas Penyidik
Pegawai Negeri Sipil Ditserse dengan
mekanisme pelaksanaan dapat diatur sebagai berikut :
a. Disentralisir oleh Subdit Korwas Penyidik Pegawai Negeri Sipil untuk Penyidik Pegwai Negeri Sipil dari seluruh departemen/instansi di pusat maupun di daerah. b. Dilaksanakan oleh unsure Korwas Penyidik Pegawai Negeri Sipil pada setiap Polda dengan koordinasi dan pengawasan dari Subdit Korwas Penyidik Pegawai Negeri Sipil Ditserse atau unsur-unsur Korwas Penyidik Pegawai Negeri Sipil pada kesatuan wilayah. 31
31
Ibid, hal 2-3
Universitas Sumatera Utara