BAB II PERAN OTORITAS JASA KEUANGAN DALAM MENGAWASI PASAR MODAL DI INDONESIA
A. Kewenangan Otoritas Jasa Keuangan dalam Mengawasi Sektor Jasa Keuangan 1.
Sejarah OJK Keberadaan OJK di negara Indonesia tidak terlepas dari keadaan
perekonomianIndonesia pada masa dahulu. Pembentukan Otoritas Jasa Keuangan berawal dari adanya keresahan dari beberapa pihak dalam hal fungsi pengawasan Bank Indonesia. Krisis yang melanda keadaaan perekonomian di Indonesia pada tahun 1997-1998 mengakibatkan banyaknya bank yang mengalami koleps sehingga banyak yang mempertanyakan pengawasan Bank Indonesia. Reformasi di bidang hukum perbankan diharapkan menjadi suatu obat penyembuh krisis dan sekaligus menciptakan penangkal dalam pemikiran permasalahan-permasalahan di masa depan. 38 Pendirian OJK sebenarnya sudah direncanakan sejak tahun 1999. Pasal 34 UU Nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia telah memerintahkan pembentukan Lembaga Pengawas Jasa Keuangan(selanjutnya disebut LPJK) yang berfungsi mengawasi seluruh kegiatan di dalam sektor jasa keuangan di Indonesia. Perintah pendirian OJK sebagai bagian dari penataan ulang sistem keuangan setelah hancur dilanda krisis keuangan tahun 1997-1998. Seiring dalam
38
Adrian Sutedi, Op.Cit., hlm. 37.
perjalanan waktu, proses pembentukan OJK kemudian semakin dipercepat oleh krisis keuangan global tahun 2007-2008. 39 Selain daripada itu, berdasarkan Pasal 34 Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2004 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia, pemerintah mendapatkan amanat untuk membentuk suatu lembaga pengawas di sektor jasa keuangan yang independen, selambat-lambatnya akhir tahun 2010 dengan nama Otoritas Jasa Keuangan. Lembaga ini bertugas untuk mengawasi industri perbankan, asuransi, dana pensiun, pasar modal, modal ventura,
dan
perusahaan
pembiayaan,
serta
badan-badan
lain
yang
menyelenggarakan pengelolaan dana masyarakat. 40 Penjelasan Pasal 34 UU No. 3 Tahun 2004 (selanjutnya disebut UUBI)menyatakan bahwa Otoritas Jasa Keuangan bersifat independen dalam menjalankan tugasnya dan kedudukannya berada diluar pemerintahan dan berkewajiban menyampaikan laporan kepada Badan Pemeriksa Keuangan (selanjutnya disebut BPK) dan Dewan Perwakilan Rakyat (selanjutnya disebut DPR). Pelaksanaan prinsip independen ini merupakan masalah yang krusial bagi otoritas pengawas jasa keuangan.Pentingnya independensi bagi otoritas pengawas jasa keuangan oleh karena dua hal. Pertama, hampir semua krisis keuangan yang terjadi pada tahun 1990-an diakibatkan oleh pengaruh politik. Kedua, dialihkannya kewenangan pengawasan dari bank sentral. 41
39
Zulkarnain Sitompul, “Fungsi dan Tugas Otoritas Jasa Keuangan dalam Menjaga Stabilitas Sistem Keuangan” (Medan : Makalah disampaikan pada Seminar Keberadaan OJK untuk Mewujudkan Perekonomian Nasional yang Berkelanjutan dan Stabil, 2014), hlm 1. 40 Adrian Sutedi, Op.Cit., hlm. 38. 41 Ibid, hlm. 78.
Stuktur regulasi yang independen dapat diukur dari beberapa faktor sebagai berikut : 42 a. Independensi dari segi regulasi Regulasi di bidang keuangan haruslah didesain untuk memberikan keleluasan untuk OJK dalam membentuk suatu kebijakan yang tepat. Undang-Undang yang ada haruslah memberi ruang dan fleksibilitas kepada OJK untuk dapat mendesain dan merubah kebijakan sesuai dengan kebutuhan dan perkembangan ekonomi. Apabila undangundang terlalu detail menjadi indirect interventiondimana secara tidak langsung OJK diarahkan dan dikekang untuk mengeluarkan sebuah kebijakan yang belum tentu sesuai dengan kondisi yang ada. b. Independensi dari segi pengawasan Regulasi tidak akan menjadi efektif didalam membentuk rezim sistem keuangan yang efisien dan stabil apabila tanpa pengawasan yang konsisten dan menyeluruh. Beberapa aspek dalam membentuk pengawasan yang independen sebagai berikut : 1) Perlindungan hukum kepada jajaran OJK dalam melaksanakan tugasnya. Jajaran OJK harus mendapat perlindungan hukum ketika mengeluarkan kebijakannya. Hal tersebut untuk menghindari adanya keragu-raguan dalam mengambil keputusan karena adanya ancaman hukum.
42
Bismar Nasution, “Struktur Regulasi Independensi Otoritas Jasa Keuangan” (Medan : Makalah disampaikan pada Seminar Hukum Peran dan Tujuan Otoritas Jasa Keuangan Ikatan Hukum Ekonomi Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, 2013), hlm 11.
2) Adanya sistem dan standar yang jelas dalam peraturan OJK mengenai pengawasan dan pengenaan sanksi. Sistem dan standar yang jelas dapat mencegah penyalahgunaan kekuasaan dan menjadi alat check and balances karena keputusan yang diambil bukanlah berdasarkan kebijakan individu tetapi harus mengacu pada peraturan yang ada. 3) Sistem remunerasi yang jelas dan terjamin. Harus ada standar gaji yang cukup dan sistem jenjang karir yang berdasarkan merit. Hal ini ditujukan untuk meminimalisir potensi korupsi dan juga memastikan bahwa OJK diisi oleh orang-orang yang profesional dan kompeten dalam bidangnya. 4) Adanya sistem sanksi dan banding yang jelas. Struktur yang ada harus memberikan kejelasan dalam proses pengenaan sanksi dan upaya hukum yang dapat dilakukan serta jangka waktu dalam prosesnya. c. Independensi dari segi institusi Independensi dari segi institusi mengacu pada status dari Otoritas Jasa Keuangan yang terpisah dari lembaga eksekutif dan legislatif. Mengingat fungsi Otoritas Jasa Keuangan yang sangat krusial untuk menyeimbangkan keadaan perekonomian, menjadi sangat penting untuk menjaga independensi sebuah otoritas jasa keuangan dari pengaruh politik dan pemerintah. Untuk mencapai hal ini ada beberapa
faktor penting yang harus diadops oleh sebuah struktur regulasi yang independen sebagai berikut : 1) Peraturan yang jelas mengenai pengangkatan dan pemberhentian dari personel senior. Kepastian mengenai proses pengangkatan dan pemberhentian diperlukan untuk memberikan jaminan kepada anggota OJK untuk dapat mengambil keputusan tanpa adanya kekhawatiran atas ancaman pemberhentian. 2) Struktur pengaturan yang jelas. Pengambil kebijakan di OJK sebaiknya bersifat kolektif dan diisi oleh para ahli dibidangnya. Hal ini untuk mencegah adanya satu individu yang terlalu dominan yang pada akhirnya mempengaruhi kebijakan yang diambil. 3) Proses pegambilan kebijakan yang transparan. Walaupun ada beberapa keputusan yang menurut sifatnya bersifat rahasia dan sensitif, proses pengambilan kebijakan yang transparan harus tetap dilakukan. d. Independensi dari segi pembiayaan Independensi dari segi pembiayaan mengacu pada keterlibatan dari eksekutif dan legislatif dalam memutuskan besarnya anggaran OJK termasuk personel dan besarnya gaji. Otoritas yang mempunyai kebebasan dalam merancang anggaran dan sumber dayanya akan lebih siap untuk menghadapi tekanan politik, sehingga
didalam proses
pengambilan keputusan akan dapat berjalan lebih cepat dan sesuai dengan perkembangan pasar. Sebelum dibentuk lembaga Otoritas Jasa Keuangan, terlebih dahulu undang-undang yang menjadi regulasi dari lembaga tersebut harus dibuat. Pembentukan Otoritas Jasa Keuangan tidak terlepas dari beberapa alasan-alasan yang ada, alasan-alasan tersebut antara lain : 43 a. Makin kompleks dan bervariasinya produk jasa keuangan. Produk jasa keuangan sekarang makin kompleks dimana sebelum berdirinya OJK setiap produk jasa keuangan ada di bawah pengawasan Bapepam-LK dan BI, setelah setelah berdirinya OJK dengan sistem pengawasan yang terintegrasi terhadap sektor jasa keuangan mengakibatkan beralihnya setiap pengawasan terhadap produk jasa keuangan kepada OJK. b. Munculnya gejala konglomerasi perusahaan jasa keuangan Pada perkembangannya mulai banyak perusahaan jasa keuangan yang melakukan konglomerasi dengan perusahaan jasa keuangan lainnya yang mengakibatkan rentan terjadinya monopoli diantara perusahaan jasa keuangan. c. Globalisasi industri jasa keuangan Perkembangan industri jasa keuangan yang semakin pesat yang ada di masyarakat, mengakibatkan perlunya pengaturan yang jelas terhadap industri jasa keuangan yang berkembang tersebut.
43
Adrian Sutedi, Op.Cit., hlm. 38.
d. Anggapan dari pemerintah yang menganggap Bank Indonesia sebagai Bank Sentral telah gagal dalam mengawasi sektor perbankan. Kegagalan tersebut merupakan buntut dari krisis ekonomi yang melanda Indonesia dimulai dari pertengahan 1997, pada saat itu sejumlah bank yang ada dilikuidasi. Terhadap alasan-alasan tersebut maka dibutuhkan penataan kembali struktur pengorganisasian dari lembaga-lembaga yang melaksanakan tugas pengaturan dan pengawasan disektor jasa keuangan yang mencakup sektor perbankan, pasar modal, perasuransian, dana pensiun, lembaga pembiayaan dan lembaga jasa keuangan lainnya. Penataan tersebut dimaksudkan agar selanjutnya dicapai suatu mekanisme koordinasi yang lebih efektif didalam menangani permasalahan yang timbul dalam sistem keuangan sehingga dapat lebih menjamin tercapainya stabilitas sistem keuangan. Pengaturan dan pengawasan terhadap kegiatan jasa keuangan tersebut dilakukan secara terintegrasi. Undang-Undang Bank Indonesia menetapkan
bahwa Otoritas Jasa
Keuangan akan dibentuk paling lambat tanggal 30 Desember 2010, sebelumnya di Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia menyatakan bahwa Lembaga Pengawas Jasa Keuangan (selanjutnya disebut LPJK) 44 paling lambat sudah harus dibentuk pada akhir Desember 2002. Pada tahun 2011 pemerintah akhrinya secara resmi mengesahkan Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan sehubungan dengan berjalannya
44
Istilah Lembaga Pengawas Jasa Keuangan kemudian diubah menjadi Otoritas Jasa Keuangan.
fungsi dan tugas dari Otoritas Jasa Keuangan sebagai lembaga pengawas sektor jasa keuangan. 2.
Kewenangan OJK Otoritas Jasa Keuangan didirikan dengan tujuan sebagai lembaga yang
dapat menjamin agar keseluruhan kegiatan jasa keuangan didalam sektor jasa keuangan terselenggara secara teratur, adil, transparan, dan akuntabel, seta mampu mewujudkan sistem keuangan yang tumbuh secara berkelanjutan dan stabil, dan mampu melindungi kepentingan konsumen dan masyarakat.Mengacu pada tujuan pendirian OJK tersebut diharapkan OJK dapat mendukung kepentingan sektor jasa keuangan nasional sehingga mampu meningkatkan daya saing nasional. Otoritas Jasa Keuangan juga harus mampu menjaga kepentingan nasional sebagaimana tertera dalam penjelasan UUOJK yang meliputi, sumber daya manusia, pengelolaan pengendalian, dan kepemilikan di sektor jasa keuangan dengan tetap mempertimbangkan aspek positif globalisasi. Segala kewenangan dari OJK terdapat di Pasal 7 sampai dengan Pasal 9 Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan. Kewenangan dari OJK dibagi kedalam 3 bagian yaitu : 45 a. Terkait khusus pengawasan dan pengaturan Lembaga Jasa Keuangan Bank yang meliputi : 1) Perizinan untuk pedirian bank, pembukaan kantor bank, anggaran dasar, rencana kerja, kepemilikan, kepengurusan dan sumber daya
45
Ibid, hlm. 58.
manusia, merger, konsolidasi dan akuisisi bank, serta pencabutan izin usaha bank. 2) Kegiatan usaha bank, antara lain sumber dana, penyediaan dana, produk hibridasi, dan aktivitas di bidang jasa. 3) Pengaturan dan pengawasan mengenai kesehatan bank yang meliputi: likuiditas, rentabilitas, solvabilitas, kualitas aset, rasio kecukupan modal minimum, batas maksimum pemberian kredit, rasio pinjaman terhadap simpanan, dan pencadangan bank; laporan bank yang terkait dengan kesehatan dan kinerja bank; sistem informasi debitur; pengujian kredit (credit testing); dan standar akuntansi bank. 4) Pengaturan dan pengawasan mengenai aspek kehati-hatian bank, meliputi: manajemen resiko; tata kelola bank; prinsip mengenala nasabah dan anti pencucian uang; dan pencegahan pembiayaan terorisme dan kejahatan perbankan; dan pemeriksaan bank. b. Terkait pengaturan Lembaga Jasa Keuangan (Bank dan Non-bank) yang meliputi : 1) menetapkan peraturan dan keputusan Otoritas Jasa Keuangan; 2) menetapkan peraturan mengenai pengawasan di sektor jasa keuangan; 3) menetapkan kebijakan mengenai pelaksanaan tugas Otoritas Jasa Keuangan;
4) menetapkan peraturan mengenai tata cara penetapna perintah tertulis terhadap lembaga jasa keuangan dan pihak tertentu; 5) menetapkan peraturan mengenai tata cara penetapan pengelola statuter pada lembaga jasa keuangan; 6) menetapkan struktur organisasi dan infrasruktur, serta mengelola, memelihara, dan menatausahakan kekayaan da kewajiban; dan 7) menetapkan peraturan mengenai tata cara pengenaan sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan disektor jasa keuangan. c. Terkait pengawasan Lembaga Jasa Keuangan (Bank dan Non-Bank) yang meliputi : 1) menetapkan kebijakan operasional pengawasan terhadap kegiatan jasa keuangan; 2) mengawasi pelaksanaan tugas pengawasan yang dilaksanakan oleh Kepala Eksekutif; 3) melakukan pengawasan, pemeriksaan, penyidikan, perlindungan Konsumen, dan tindakan lain terhadap Lembaga Jasa Keuangan, pelaku, dan/atau penunjang keiatan jasa keuangan sebagaimana dimaksud dalam peraturan perundang-undangan disektor jasa keuangan; 4) memberikan perintah tertulis kepada Lembaga Jasa Keuangan dan/atau pihak tertentu; 5) melakukan penunjukan pengelola statuter;
6) menetapkan penggunaan pengelola statuter; 7) menetapkan sanksi administratrif terhadap pihak yang melakukan pelanggaran terhadap peraturan perundang-undangan disektor jasa keuangan; dan 8) memberikan dan/atau mencabut: izin usaha, izin orang perorangan, efektifnya
pernyataan
pendaftaran,
surat
tanda
terdaftar,
persetujuan melakukan kegiatan usaha, pengesahan, persetujuan atau penetapan pembubaran dan penetapan lain. Pengaturan dan pengawasan mengenai kelembagaan, kesehatan, aspek kehati-hatian dan pemeriksaan bank sebagaimana tercantum dalam Pasal 7 UUOJK merupakan lingkup pengaturan dan pengawasan microprudential yang menjadi tugas dan wewenang OJK. Microprudential merupakan mekanisme control yang lebih mengarah kepada perkembangan dalam individu lembaga keuangan, yakni dengan mengutamakan perhatiannya pada masalah individual lembaga untuk melindungi para deposan. 46Adapun lingkup pengaturan dan pengawasan macroprudential, yakni pengaturan dan pengawasan selain hal yang diatur dalam pasal ini, merupakan tugas dan wewenang Bank Indonesia. Dalam rangka pengaturan dan pengawasan macroprudential, OJK membantu Bank Indonesia untuk melakukan himbauan moral (moral suasion) kepada Perbankan. 47 Otoritas Jasa Keuangan juga memiliki kewenangan didalam memberikan perlindungan konsumen, hal ini tertera pada Pasal 28 UUOJK yang menetapkan 46
Setyo Pamungkas. “Mengatur Penetrasi Bisnis Perbankan.” setyopamungkas. wordpress.com/2013/06/17/mengatur-penetrasi-bisnis-perbankan/ (diakses pada tanggal 2 Oktober 2015). 47 Republik Indonesia, Penjelasan Undang-Undang Nomor 21Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan.
untuk perlindugan konsumen dan masyarakat, Otoritas Jasa Keuangan berwenang melakukan tindakan pencegahan kerugian konsumen dan masyarakat, yang meliputi : 48 a. memberikan
informasi
dan
edukasi
kepada
masyarakat
atas
karakteristik sektor jasa keuangan, layanan, dan produknya; b. meminta lembaga jasa keuangan untuk menghentikan kegiatannya apabila kegiatan tersebutberpotensi merugikan masyarakat; dan c. tindakan lain yang dinaggap perlu seusai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan disektor jasa keuangan. Otoritas Jasa Keuangan didalam menjalankan wewenangnya untuk memberikan perlindungan konsumen juga memberikan pelayanan pengaduan konsumen yang meliputi : 49 a. menyiapkan perangkat yang memadai untuk pelayanan pengaduan konsumen dirugikan oleh pelaku di lembaga jasa keuangan; b. membuat mekanisme pengaduan konsumen yang dirugikan oleh pelaku di Lembaga Jasa Keuangan; c. memfasilitasi penyelesaian pengaduan konsumen yang dirugikan oleh pelaku di Lembaga Jasa Keuangan sesuai dengan peraturan perundangudangan disektor jasa keuangan. Peran Otoritas Jasa Keuangan untuk memberikan perlindungan konsumen dan masyarakat berwenang untuk melakukan pembelaan hukum, yang meliputi memerintahkan atau melakukan tindakan tertentu kepada Lembaga Jasa Keuangan 48
Adrian Sutedi, Op.Cit., hlm. 91. Ibid, hlm. 92.
49
untuk menyelesaikan pengaduan konsumen yang dirugikan Lembaga Jasa Keuangan dimaksud. OJK juga dapat mengajukan gugatan untuk memperoleh kembali harta kekayaan milik pihak yang dirugikan dari pihak yang menyebabkan kerugian, baik yang berada dibawah penguasaan pihak yang menyebabkan kerugian dimaksud dibawah penguasaan pihak lain dengan itikad baik; dan/atau untuk memperoleh ganti kerugian dari pihak yang menyebabkan kerugian pada konsumen dan/atau lembaga jasa keuangan sebagai akibat dari pelanggaran atas peraturan perundang-undangan disektor jasa keuangan. 50 Penjelasan UUOJK menyatakan bahwa didalam perlindungan konsumen ini OJK didalam mengajukan gugatan dilakukan berdasarkan penilaian OJK bahwa pelanggaran yang dilakukan oleh suatu pihak terhadap peraturan perundang-undangan disektor jasa keuangan mengakibatkan kerugian materi bagi konsumen, masyarakat, atau sektor jasa keuangan.Sehingga para pihak yang merasa dirugikan dari setiap pelanggaran yang terjadi pada perundang-undangan tersebut diharapkan mendapatkan ganti kerugian yang nilainya sesuai dengan yang ditentukan oleh pihak yang berwenang. Otoritas Jasa Keuangan didalam melaksanakan tugas dan kewenangannya harus berlandaskan pada asas-asas sebagaimana terdapat dalam penjelasan UUOJK, asas-asas tersebut antara lain : 51 a. Asas Independensi
50
Zulkarnain Sitompul, “Fungsi dan Tugas Otoritas Jasa Keuangan dalam Menjaga Stabilitas Sistem Keuangan” (Medan : Makalah disampaikan pada Seminar Keberadaan OJK untuk Mewujudkan Perekonomian Nasional yang Berkelanjutan dan Stabil, 2014), hlm 7 51 Adrian Sutedi, Op.Cit., hlm. 113.
Asas ini menyatakan bahwa OJK harus secara independen dalam pengambian
keputusan
dan
pelaksanaan
fungsi,
tugas
dan
wewenangnya dengan tetap sesuai pada peraturan perundangundangan yang berlaku; b. Asas Kepastian Hukum Asas ini merupakan asas dalam negara hukum yang mengutamakan landasan peraturan perundang-undangan dan keadilan dalam setiap kebijakan penyelenggaraan Otoritas Jasa Keuangan; c. Asas Kepentingan Umum Asas yang membela dan melindungi kepentingan konsumen dan masyarakat serta memajuakan kesejahteraan umum; d. Asas Keterbukaan Asas ini menyatakan bahwa OJK didalam menjalankan tugas dan wewenangnya harus membuka diri terhadap hak masyarakat untuk memeperoleh informasi yang benar, jujur dan tidak diskriminatif, dengan tetap memperhatikan perlindungan atas hak asasi peribadi dan golongan, serta rahasia negara, termasuk sebagaimana ditetapkan dalam peraturan perundang-undangan; e. Asas Profesionalitas Asas ini menyatakan bahwa OJK dalam menjalankan tugas dan wewenangnya harus mengutamakan keahliannya dengan tetap berlandaskan pada kode etik dan ketentuan peraturan perundangundangan;
f. Asas Intergritas Asas ini menyatakan bahwa OJK didalam setiap tindakan dan pengambilan
keputusan dalam rangka menjalankan tugas dan
wewenangnya harus berpegang teguh pada nila-nilai moral; g. Asas Akuntabilitas Asas ini menyatakan bahwa setiap kegiatan dan hasil akhir dari setiap kegiatan penyelenggaraan OJK harus dapat dipertanggungjawabkan kepada publik. Otoritas Jasa Keuangan didalam menjalankan tugas dan kewenangannya harus memiliki struktur dengan prinsip check and balances. Prinsip ini mengisyaratkan adanya saling mengawasi didalam internal OJK, agar didalam menjalankan tugasnya OJK tetap kredibel dan dipercaya oleh masyarakat. Prinsip tersebut dapat diwujudkan dengan melakukan pemisahan yang jelas antara fungsi, tugas, dan wewenang pengaturan dan pengawasan. fungsi, tugas, dan wewenang pengaturan serta pengawasan dilakukan oleh Dewan Komisioner melalui pembagian tugas yang jelas demi pencapaian tujuan OJK. Pembagian tugas tersebut dapat terlihat dari Dewan Komisioner OJK yang memiliki tugas terkait pada kode etik, pengawasan internal melalui mekanisme dewan audit, edukasi dan perlindungan konsumen, serta fungsi, tugas, dan wewenang pengawasan untuk sektor perbankan, pasar modal, perasuransian, dana pensiun, lembaga pembiayaan, lembaga jasa keuangan lainnya. 52Prinsip ini juga berarti setiap tugas dan kewenangan yang dimiliki oleh OJK tetap ada campur tangan yang dilakukan
52
Ibid, hlm. 114.
oleh pemerintah dalam hal pengangkatan Dewan Komisioner OJK meskipun secara kelembagaan OJK memiliki kedudukan diluar pemerintah. 53
B. Peran dan Kedudukan Otoritas Jasa Keuangan dalam Menggantikan Badan Pengawasan Pasar Modal-Lembaga Keuangan Dalam Mengawasi Pasar Modal 1.
Peran Bapepam-LK dalam pasar modal Badan Pengawas Pasar Modal Lembaga Keuangan secara struktural
merupakan lembaga yang berada dibawah pengawasan dan pengendalian Menteri Keuangan Republik Indonesia, yang mempunyai kewenangan pada pasar modal didalam
penerapan
peraturan
perundang-undangan
dan
penegakan
hukum. 54Bapepam-LK didalam pembentukannya diharapkan dapat mewujudkan tujuan penciptaan kegiatan pasar modal yang teratur, wajar, transparan, efisien serta penegakan peraturan (law enforcement). Bapepam pada awalnya selain menjalankan fungsi sebagai pengawas pasar uang dan modal, Bapepam juga menjadi badan pelaksana bursa (1976-1990) oleh karena itu dulunya disebut Bapepum (Badan Pengawas Pasar Uang dan Modal). Bapepam sebagai badan pelaksana pasar modal mempunyai tugas sebagaimana diatur menurut Keppres No. 52/1976 tentang Pasar Modal yang disempurnakan dengan Keppres No. 58 Tahun 1984 adalah sebagai berikut: 55
53
Mika Riandita. “Otoritas Jasa Keuangan dan Dewan Komisioner.” mikariandita. blogspot.co.id/2012/otoritas-jasa-keuangan-dan-dewan.html?m=1 (diakses pada tanggal 3 Oktober 2015). 54 M. Irsan Nasarudin, et.al., Op.Cit., hlm. 113. 55 Ibid, hlm. 115.
a. Mengadakan penilaian terhadap perusahaan-perusahaan yang akan menjual saham-sahamnya melalui pasar modal, apakah telah memenuhi persyaratan yang ditentukan, yaitu sehat dalam keuangan dan manajemen. b. Menyelenggarakan pasar modal yang efektif dan efisien. c. Terus-menerus mengikuti perkembangan perusahaan-perusahaan yang menjual sahamnya melalui pasar modal.
Struktur kelembagaan pasar modal sebagaimana diatur didalam UU Nomor 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal, PP Nomor 45 Kep. Menkeu Nomor 654 Tahun 1995 adalah sebagai berikut : 56 Menteri Keuangan Republik Indonesia
Badan Pengawas Pasar Modal (BAPEPAM)
LPP
Bursa Efek ( BEJ / BES )
LKP
Perusahaan Efek Penjamin Emisi (under writer)
Perantara / Pedagang (broker / dealer)
Profesi Penunjang Akuntan Notaris Penilai Konsultan Hukum Penasihat Investasi
Emiten Perusahaan Reksa Dana
Skema : Struktur Kelembagaan Pasar Modal 56
Ibid, hlm. 114.
Manajer Investasi (Investment Manager)
Lembaga Penunjang Kustodian Badan Administrasi Penanggung Pemeringkat Efek Wali Amanat
Investor Individu/Institusi Domestik/Asing
Badan Pengawas Pasar Modal Lembaga Keuangan mempunyai tugas membina, mengatur, dan mengawasi sehari-hari kegiatan pasar modal serta merumuskan dan melaksanakan kegiatan standarisasi teknis di bidang lembaga keuangan dengan tujuan mewujudkan terciptanya kegiatan pasar modal yang wajar, teratur, dan efisien serta melindungi kepentingan pemodal dan masyarakat sesuai dengan kebijaksanaan yang ditetapkan Menteri Keuangan dan berdasarkan perundang-undangan yang berlaku, sebagaimana hal tersebut sesuai dengan Pasal 2 Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 503/KMK/1997. Badan Pengawas Pasar Modal memiliki kewenangan yang luar biasa 57 dan kewajiban untuk membina, mengatur, dan mengawasi setiap pihak yang melakukan kegiatan di pasar modal. Kewenangan tersebut dilandasi oleh karena pasar modal merupakan salah satu sumber pembiayaan dunia usaha dan sebagai wahana investasi pemodal, serta memiliki peranan strategis untuk menunjang pembangunan nasional. Pengawasan yang dilakukan oleh Bapepam tersebut dilakukan dengan menempuh segala upaya, baik yang bersifat represif maupun yang bersifat preventif. Pengawasan yang bersifat represif dalam bentuk
57
Kewenangan Bapepam dikatakan luarbiasa, oleh karena meliputi kewenangan untuk membuat peraturan, melakukan pemeriksaan dan penyidikan, menjatuhkan sanksi administratif dan denda. Secara garis besar fungsi-fungsi yang dimiliki Bapepam adalah fungsi pembuatan peraturan (rule-making), pemeriksaan dan penyidikan, dan penegakan hukum (law enforcement). Fungsi rule making bersifat quasi-legislatif, karena Bapepam bukanlah badan yang dibentuk negara untuk membuat perraturan perundang-undangan, tetapi diberikan oleh undang-undang untuk membuat peraturan khusus dibidang pasar modal. UUPM memberikan kewenangan kepada Bapepam untuk melakukan penegakan hukum dengan memberikan kewenangan untuk melakukan pemeriksaan, penyidikan, sampai menjatuhkan denda dan sanksi atas setiap pelanggaran dan kejahatan dibidang pasar modal. Kejahatan dibidang pasar modal, fungsi penuntutan ada pada lembaga kejaksaaan. UUPM juga memberikan kewenangan kepada Bapepam untuk melakukan tindakan hukum represif dengan melakukan tindakan pemeriksaan, penyelidikan, pengenaan sanksi (administrasi dan denda). Fungsi ini disebut dengan fungsi kekuasaan quasi-judicial. Dalam Ibid, hlm. 116.
pemeriksaan, penyidikan, dan pengenaan sanksi. Pengawasan yang bersifat preventif dalam bentuk aturan, pedoman, bimbingan, dan arahan. Fungsi yang dimiliki oleh Bapepam merupakan fungsi yang dimiliki juga oleh otoritas pasar modal dinegara-negara lain didunia. Kewenangan yang diberikan oleh UUPM Pasal 3 dan Pasal 4 adalah kewenangan yang sesuai dengan standar dan prinsip hukum pasar modal global. Fungsi-fungsi yang dimiliki oleh Bapepam untuk tercapainya tujuan yang dicanangkan oleh UUPM, yaitu untuk menciptakan pasar modal yang teratur, wajar, dan efisien, serta memberikan perlindungan kepada pemodal dan masyarakat. Fungsi-fungsi yang dimiliki oleh Bapepam secara langsung memberikan Bapepam beberapa kewenangan. Kewenangan yang dimiliki oleh Bapepam sebagaimana tercantum pada Bab II UUPM, adalah sebagai berikut: 58 a. Wewenang mengeluarkan izin usaha untuk bursa efek dan lembagalembaga penunjang. b. Wewenang mengeluarkan izin perorangan untuk wakil penjamin emisi efek, wakil perantara pedagang efek, dan wakil manajer investasi. c. Wewenang menyetujui pendirian bank kustodian. d. Wewenang menyetujui pencalonan atas pemberhentian komisaris, direktur serta menunjuk manajemen sementara bursa efek, lembaga kliring dan penjamin, lembaga penyimpanan dan penyelesaian sampai dipilihya komisaris dan direktur baru. e. Wewenang memeriksa dan menyelidik setiap pihak jika terjadi pelanggaran terhadap UUPM. f. Wewenang membekukan atau membatalkan pencatatan atas efek tertentu. g. Wewenang menghentikan transaksi bursa atas efek tertentu. h. Wewenang menghentikan kegiatan perdagangan bursa efek dalam keadaan darurat. i. Wewenang bertindak sebagai lembaga banding bagi pihak yang dikenakan sanksi oleh bursa efek maupun lembaga kliring dan penjamin.
58
Ibid.
Badan Pengawas Pasar Modal sebagai lembaga yang menjalankan fungsi sebagai pengawas terhadap kegiatan pasar modal, perlu diberikan kewenangan untuk melakukan pemeriksaan terhadap semua pihak yang diduga telah, sedang, atau mencoba melakukan atau menyuruh, turut serta, membujuk, atau membantu melakukan pelanggaran terhadap UUPM dan peraturan pelaksanaannya. Bapepam dengan berlandaskan pada kewenangan tersebut dapat mengumpulkan data, informasi, dan atau keterangan lain yang diperlukan sebagai bukti atas pelanggaran terhadap UUPM dan atau peraturan pelaksanaannya. Pemeriksaan tersebut dapat dilakukan dalam hal : 59 a. adanya laporan, pemberitahuan atau pengaduan dari pihak tentang adanya pelanggaran atas peraturan perundang-undangan di bidang pasar modal; b. tidak dipenuhinya kewajiban yang dilakukan oleh pihak-pihak yang memperoleh perizinan, persetujuan, atau pendaftaran dari pihak Bapepam atau pihak lain yang dipersyaratkan untuk menyampaikan laporan kepada Bapepam; atau c. terdapat petunjuk terjadinya pelanggaran atas peraturan perundangundangan di bidang pasar modal. Badan Pengawas Pasar Modal sebagai lembaga pemeriksa dalam rangka menjalankan fungsinya mempunyai kewenangan dan dapat melakukan hal-hal sebagai berikut: 60
59
Ibid, hlm. 118. Ibid.
60
a. meminta keterangan dan atau konfirmasi dari pihak yang diduga melakukan atau terlibat dalam pelanggaran terhadap undang-undang ini dan atau pelaksanaannya atau pihak lain apabila dianggap perlu; b. mewajibkan pihak yang diduga melakukan atau terlibat dalam pelanggaran terhadap undang-undang ini dan aturan pelaksanaannya untuk melakukan atau tidak melakukan kegiatan tertentu; c. memeriksa atau membuat salinan terhadap catatan, pembukuan dan atau dokumen lain, baik milik pihak yang diduga melakukan atau terlibat dalam pelanggaran terhadap udang-undang ini dan atau peraturan pelaksanannya maupun milik pihak lain apabila dianggap perlu; dan atau d. menetapkan syarat dan atau mengizinkan pihak yang diduga melakukan atau terlibat dalam pelanggaran terhadap undang-undang ini da atau peraturan pelaksanaannya untuk melakukan tindakan tertentu yang diperlukan dalam rangka penyelesaian kerugian yang timbul. Pelanggaran yang terjadi di pasar modal sangat beragam dilihat dari segi jenis, modus operandi, atau kerugian yang mungkin ditimbulkannya. Bapepam diberikan wewenang untuk mempertimbangkan konsekuensi dari pelanggaran yang terjadi dan wewenang untuk meneruskannya ke tahap penyidikan berdasarkan pertimbangan tersebut. Pelanggaran terhadap UUPM dan atau peraturan pelaksanaannya tidak semuanya harus dilanjutkan ke tahap penyidikan apabila hal tersebut justru dapat menghambat kegiatan penawaran dan atau
perdagangan efek secara keseluruhan. Penyidikan di bidang pasar modal adalah serangkaian tindakan penyidik untuk mencari serta mengumpulkan bukti yang diperlukan sehingga dapat membuat terang tentang tidak kejahatan di bidang pasar modal yang terjadi, menemukan tersangka serta mengetahui besarnya kerugian yang ditimbulkan. 61 Pasal 101 ayat (3) UUPM menyebutkan kewenangan yang lebih rinci diberikan penyidik dalam hal ini Bapepam, yaitu : 62 a. menerima laporan, pemberitahuan, atau pengaduan dari seseorang tentang adanya tindak pidana di bidang Pasar Modal; b. melakukan penelitian atas kebenaran laporan atau keterangan berkenaan dengan tindak pidana di bidang Pasar Modal; c. melakukan penelitian terhadap pihak yang diduga melakukan atau terlibat dalam tindak pidana di bidang Pasar Modal; d. memanggil, memeriksa dan meminta keterangan dan barang bukti dari setiap pihak yang disangka melakukan tindak pidana di bidang Pasar Modal; e. melakukan pemeriksaan atas pembukuan, catatan, dan dokumen lain berkenaan dengan tindak pidana di bidang Pasar Modal; f. melakukan pemeriksaan di setiap tempat tertentu yang diduga terdapat setiap barang bukti pembukuan, pencatatan, dan dokumen lain serta melakukan penyitaan terhadap barang yang dapat dijadikan bahan bukti dalam perkara tindak pidana di bidang Pasar Modal; g. memblokir rekening pada bank atau lembaga keuangan lain dari pihak yang diduga melakukan atau terlibat dalam tindak pidana di bidang Pasar Modal; h. meminta bantuan ahli dalam rangka pelaksanaan tugas penyidikan tindak pidana di bidang Pasar Modal; dan i. menyatakan saat dimulai dan diberhentikannya penyidikan.
2.
Peran OJK di dalam menggantian peran Bapepam-LK di Pasar Modal Otoritas Jasa Keuangan aktif menjalankan tugasnya setelah disahkannya
UUOJK Nomor 21 Tahun 2011 seturut dengan amanat Pasal 34 Undang61
Ibid, hlm. 119. Republik Indonesia. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal, Bab XIII, Pasal 101 ayat (3). 62
UndangNomor 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia. OJK saat didirikan merupakan suatu lembaga yang independen yang tidak berada dibawah Kementrian Keuangan dan memiliki pertanggungjawaban kepada Dewan Perwakilan Rakyat selanjutnya disebut DPR dan Badan Pengawas Keuangan selanjutnya disebut BPK. 63 Hal tersebut berbeda dengan Bapepam-LK yang berada dibawah pengawasan dan pengendalian Menteri Keuangan Republik Indonesia. OJK setelah diresmikan pada tahun 2011 barulah pada tahun 2013 memegang wewenang terhadap pasar modal setelah Bapepam-LK melebur kepada OJK. Hal tersebut secara langsung melimpahkan seluruh kewenangan yang tadinya dipegang oleh Bapepam-LK terhadap seluruh aktivitas pasar modal kepada OJK. Pasal 6 UUOJK menjadikan dasar hukum terhadap segala kegiatan OJK didalam mengawasi dan mengatur aktivitas yang terjadi di Pasar Modal. Bapepam-LK sebelum berdirinya OJK memiliki tugas dan kewenangan di dalam pasar modal sebagaimana diatur dalam Pasal 3 sampai dengan Pasal 5 UUPM. Pada Pasal 5 UUPM secara jelas menjabarkan kewenangan Bapepam didalam mengawasi kegiatan di pasar modal, yaitu dalam melaksanakan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 dan Pasal 4, Bapepam berwenang untuk: a. memberi : 1) izin usaha kepada Bursa Efek, Lembaga Kliring dan Penjaminan, Lembaga Penyimpanan dan Penyelesaian, Reksa Dana, Perusahaan Efek, Penasihat Investasi, dan Biro Administrasi Efek; 2) izin orang perseorangan bagi Wakil Penjamin Emisi Efek, Wakil Perantara Pedagang Efek, dan Wakil Manajer Investasi; dan 3) persetujuan bagi Bank Kustodian; b. mewajibkan pendaftaran Profesi Penunjang Pasar Modal dan Wali Amanat; 63
Gabriela Anastasia Tampubolon, Kewenangan Bapepam-LK Setelah Berlakunya Undang-Undang No 21 Tahun 2011 Tentang Otoritas Jasa Keuangan (OJK) (Skripsi, Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2012), hlm. 87.
c. menetapkan persyaratan dan tata cara pencalonan dan memberhentikan untuk sementara waktu komisaris dan atau direktur serta menunjuk manajemen sementara Bursa Efek, Lembaga Kliring dan Penjaminan, serta Lembaga Penyimpanan dan Penyelesaian sampai dengan dipilihnya komisaris dan atau direktur yang baru; d. menetapkan persyaratan dan tata cara Pernyataan Pendaftaran serta menyatakan, menunda, tau membatalkan efektifnya Pernyataan Pendaftaran; e. mengadakan pemeriksaan dan penyidikan terhadap setiap Pihak dalam ha l terjadi peristiwa yang diduga merupakan pelanggaran terhadap Undang-undang ini dan atau peraturan pelaksanaannya; f. mewajibkan setiap Pihak untuk 1) menghentikan atau memperbaiki iklan atau promosi yang berhubungan dengan kegiatan di Pasar Modal; atau 2) mengambil langkah-langkah yang diperlukan untuk mengatasi akibat yang timbul dariiklan atau promosi dimaksud; g. melakukan pemeriksaan terhadap : 1) setiap Emiten atau Perusahaan Publik yang telah atau diwajibkan menyampaikan Pernyataan Pendaftaran kepada Bapepam; atau 2) Pihak yang dipersyaratkan memiliki izin usaha, izin orang perseorangan, persetujuan, atau pendaftaran profesi berdasarkan Undang-undang ini; h. menunjuk Pihak lain untuk melakukan pemeriksaan tertentu dalam rangka pelaksanaan wewenang Bapepam sebagaimana dimaksud dalam huruf g; i. mengumumkan hasil pemeriksaan; j. membekukan atau membatalkan pencatatan suatu Efek pada Bursa Efek atau menghentikan Transaksi Bursa atas Efek tertentu untuk jangka waktu tertentu guna melindungi kepentingan pemodal; k. menghentikan kegiatan perdagangan Bursa Efek untuk jangka waktu tertentu dalam hal keadaan darurat; l. memeriksa keberatan yang diajukan oleh Pihak yang dikenakan sanksi oleh Bursa Efek, Lembaga Kliring dan Penjaminan, atau Lembaga Penyimpanan dan Penyelesaian serta memberikan keputusan membatalkan atau menguatkan pengenaan sanksi dimaksud; m. menetapkan biaya perizinan, persetujuan, pendaftaran, pemeriksaan, dan penelitian serta biaya lain dalam rangka kegiatan Pasar Modal; n. melakukan tindakan yang diperlukan untuk mencegah kerugian masyarakat sebagai akibat pelanggaran atas ketentuan di bidang Pasar Modal; o. memberikan penjelasan lebih lanjut yang bersifat teknis atas Undangundang ini atau peraturan pelaksanaannya; p. menetapkan instrumen lain sebagai Efek selain yang telah ditentukan dalam Pasal 1 angka 5; dan q. melakukan hal-hal lain yang diberikan berdasarkan Undang-undang ini.