BAB II PENJAMINAN KREDIT YANG DILAKSANAKAN PERUM JAMKRINDO DAN PERAN LEMBAGA PENJAMINAN A. Pengertian Penjaminan Kredit Ditinjau dari Peraturan Pemerintah No. 41 Tahun 2008 1. Dasar Pendirian Perum Jamkrindo Peraturan Pemerintah No. 41 Tahun 2008 tentang Perusahaan Umum (Perum) Jaminan Kredit Indonesia adalah merupakan dasar pendirian Perusahaan Umum Jaminan Kredit Indonesia yang selanjutnya disingkat Jamkrindo. Perum Jamkrindo sebelumnya adalah Perusahaan Umum (Perum) Sarana Pengembangan Usaha yang didirikan dengan Peraturan Pemerintah Nomor 51 Tahun 1981 tentang Pendirian Perusahaan Umum Pengembangan Keuangan Koperasi, yang diatur kembali dengan Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1985 tentang Perusahaan Umum (Perum) Pengembangan Keuangan Koperasi, terakhir dengan Peraturan Pemerintah Nomor 95 Tahun 2000 tentang Perusahaan Umum (Perum) Sarana Pengembangan Usaha dilanjutkan berdirinya dan meneruskan usahanya, serta diubah namanya menjadi Perusahaan Umum (Perum) Jaminan Kredit Indonesia16. Berdasarkan Peraturan Presiden Republik Indonesia No. 2 Tahun 2008 tentang lembaga Penjaminan, disebutkan bahwa penjaminan adalah kegiatan pemberian jaminan atas pemenuhan kewajiban finansial penerima kredit dan/atau pembiayaan prinsip syariah. Menurut Keputusan Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan Kementrian Koordinator bidang Perekonomian, selaku ketua Tim Pelaksana Komite Kebijakan Penjaminan Kredit Penjaminan Kredit/Pembiayaan Kepada Usaha Mikro, Kecil, Menengah dan Koperasi tentang Standar Operasional dan Prosedur Pelaksanaan Kredit Usaha Rakyat, penjaminan adalah kegiatan pemberian jaminan atas pemenuhan kewajiban finansial debitur KUR dengan maksimal penjaminan oleh Perusahaan Penjaminan 17 adalah 70% dari 16
Republik Indonesia, Peraturan Pemerintah Nomor 41 tahun 2008 tentang Perusahaan Umum (PERUM) Jaminan Kredit Indonesia, Pasal 2 17 Perusahaan Penjaminan adalah perusahaan yang melakukan dalam bentuk pemberian pinjaman Kredit/Pembiayaan untuk membantu UMKM-K guna memperoleh Kredit/Pembiayaan dari Bank, yang menjadi pihak dalam Nota Kesepahaman Bersama (MoU) dengan Pemerintah. Lihat: Peraturan menteri keuangan Nomor: 135/PMK.05/2008 tentang Fasilitas Penjaminan Kredit Usaha Rakyat Menteri Keuangan, Pasal 1 ayat (4)
12 Universitas Sumatera Utara
plafon kredit18. Sedangkan menurut Rancangan Undang – Undang tentang Penjaminan dalam Pasal 1 ayat (1) : penjaminan adalah kegiatan pemberian jaminan oleh penjamin untuk memenuhi kewajiban finansial terjamin kepada penerima jaminan. Penjaminan yang dilakukan oleh Perusahaan Umum (Perum) Penjaminan Kredit Indonesia sebagai badan hukum yang bergerak di bidang keuangan dengan kegiatan usaha pokok melakukan penjaminan. Perusahaan penjaminan atau perusahaan penjaminan ulang melakukan kegiatan penjaminan dan kegiatan penjaminan usaha ulang. Perusahaan penjaminan dan perusahaan penjaminan ulang dapat pula melakukan usaha lain yang mendukung kegiatan usaha lembaga penjaminan. Penjaminan kredit lebih menitikberatkan pada pengambilalihan kewajiban debitur (sebagai pihak terjamin) dalam hal yang bersangkutan tidak dapat memenuhi kewajiban perikatannya kepada kreditur (sebagai penerima jaminan) sesuai dengan waktu yang diperjanjikan. Dalam prakteknya, besaran penjaminan dihitung berdasarkan nilai kredit yang disetujui oleh kreditur dan disesuaikan dengan kebutuhan debitur (terjamin). Dalam praktek penjaminan kredit, besaran penjaminan kredit ini maksimal berkisar antara 70% - 80% dari pokok atau plafon kredit yang disetujui. Peran sebagai penjamin kredit dilakukan dengan membayar sejumlah kewajiban terjamin atau debitur kepada penerima jaminan atau kreditur. Hal ini dilakukan apabila pada saat kredit telah jatuh tempo, sebagaimana diperjanjikan dalam perjanjian kredit antara debitur dan kreditur, ternyata debitur (terjamin) tidak dapat memenuhi kewajibannya. Kondisi ini umumnya dikenal sebagai kredit macet, yang berdasarkan peraturan Bank Indonesia terdapat beberapa kondisi yang mengkategorikan suatu kredit dalam kondisi macet19. Pembayaran sejumlah kewajiban kredit atas debitur dapat tidak dilaksanakan, apabila dalam pelaksanaan kredit tersebut, pihak penerima jaminan melakukan beberapa pelanggaran. Penjaminan kredit menjamin kewajiban kredit
18
Keputusan Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan Kementrian Koordinator Bidang Perekonomian Selaku Ketua Tim Pelaksana Komite Kebijakan Penjaminan Kredit/Pembiayaan kepada Usaha Mikro, Kecil, Menengah dan Koperasi Nomor: KEP01/D.I.M.EKON/01/2010 tentang Standar Operasional dan Prosedur Pelaksanaan Kredit usaha Rakyat 19 Nasroen Yasabari & Nina Kurnia Dewi, “Penjaminan Kredit, Mengantar UKMK Mengakses Pembiayaan,edisi pertama” (Bandung: PT. Alumni,2007), hlm 14
13 Universitas Sumatera Utara
terjamin, sehingga bila kegagalan kredit juga disebabkan oleh kelalaian penerimaan kredit, maka penjamin tidak berhak memenuhi kewajiban yang gagal tersebut20. Mengingat jasa penjaminan kredit dibutuhkan oleh perbankan atau lembaga penyedia kredit untuk mendukung kegiatan penyaluran kredit, maka pihak perbankan biasanya melakukan kerjasama terlebih dahulu dengan pihak penjamin. Kerjasama penjaminan antara penjamin dan penerima jaminan dapat diwujudkan melalui kesepakatan bersama atau MOU (Memorandum of Understanding) atau melalui suatu perikatan yaitu perjanjian penjaminan kredit yang memuat hak dan kewajiban para pihak dan berlaku untuk kurun waktu yang disepakati bersama21. Dalam suatu kegiatan penjaminan kredit, terdapat 3 pihak yang terlibat dan berperan aktif sesuai dengan tanggung jawab dan fungsi masing- masing. Para pihak tersebut adalah : a. Penjamin atau pemberi jaminan adalah perorangan atau lembaga yang memberikan jasa penjaminan bagi kredit atau pembiayaan dan bertanggung jawab untuk memberikan ganti rugi kepada penerima jaminan akibat kegagalan debitur atau terjamin dalam memenuhi kewajibannya sebagaimana diperjanjikan dalam perjanjian kredit/pembiayaan. b. Penerima jaminan adalah kreditur, baik bank maupun bukan bank, yang memberikan fasilitas kredit atau pembiayaan kepada debitur atau terjamin, baik kredit uang maupun kredit bukan uang atau kredit barang. c. Terjamin adalah badan usaha atau perorangan yang menerima kredit dari penerima jaminan. Dalam dunia perkreditan, terjamin ini dikenal dengan debitur yang umumnya adalah perorangan yang menjalankan suatu usaha produktif atau pelaku usaha mikro, kecil dan menengah maupun koperasi (UKMK) termasuk juga didalamnya perorangan anggota koperasi dan bukan anggota koperasi22. Berdasarkan Pasal 7 Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 2008, disebutkan bahwa maksud dan tujuan Perum Jamkrindo adalah turut serta melaksanakan dan menunjang kebijakan program pemerintah bidang ekonomi dan pembangunan nasional dengan melaksanakan kegiatan penjaminan kredit baik bersifat tunai maupun non tunai yang diberikan Bank atau Badan Usaha kepada
20
Keputusan Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan Kementrian Koordinator Bidang Perekonomian Selaku Ketua Tim Pelaksana Komite Kebijakan Pnjaminan Kredit/Pembiayaan kepada Usaha Mikro, Kecil, Menengah dan Koperasi Nomor: KEP01/D.I.M.EKON/01/2010 tentang Standar Operasional dan Prosedur Pelaksanaan Kredit usaha Rakyat 21 Peraturan Menteri Keuangan Nomor: 135/PMK.05/2008 tentang Fasilitas Penjaminan Kredit Usaha Rakyat Menteri Keuangan, Pasal 1 ayat (4) 22 Nasroen Yasabari & Nina Kurnia Dewi, edisi pertama, Op.Cit., hlm 18
14 Universitas Sumatera Utara
Usaha Mikro, Kecil, Menengah dan Koperasi (UMKMK). Bidang usaha utama Perum Jamkrindo adalah memberikan penjaminan kredit UMKMK. Secara keseluruhan kegiatan usaha Perum Jamkrindo adalah: a.
b.
c. d.
e. f.
Melakukan penjaminan kredit baik bersifat tunai dan non tunai yang diberikan bank atau badan usaha kepada Usaha Mikro, Usaha Kecil, dan Usaha Menengah serta Koperasi. Melakukan penjaminan pembiayaan sewa guna usaha, anjak piutang, pembiayaan konsumen, dan pembiayaan pola bagi hasil yang diberikan oleh lembaga pembiayaan kepada Usaha Mikro, Usaha Kecil, dan Usaha Menengah serta Koperasi. Melakukan penjaminan pembelian barang secara angsuran yang dilakukan oleh Usaha Mikro, Usaha Kecil, dan Usaha Menengah serta Koperasi. Melakukan Penjaminan Syariah atas pembiayaan baik bersifat tunai dan non tunai yang diberikan Bank atau Badan Usaha Syariah kepada Usaha Mikro, Usaha Kecil, dan Usaha Menengah serta Koperasi. Melakukan penjaminan atas transaksi kontrak jasa yang dilakukan oleh Usaha Mikro, Usaha Kecil, dan Usaha Menengah serta Koperasi. Melakukan kegiatan usaha lainnya, antara lain penjaminan kredit perorangan, jasa konsultasi, dan jasa manajemen kepada Usaha Mikro, Usaha Kecil, dan Usaha Menengah serta Koperasi yang sesuai dengan maksud dan tujuan Perusahaan23. Kegiatan usaha Penjaminan Kredit, sebagaimana diatur dalam Peraturan
Menteri Keuangan Nomor 99/PMK.010/2011,tanggal 8 Juli 2011, tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 222/PMK.010/2008 Tentang Perusahaan Penjaminan Kredit Dan Perusahaan Penjaminan Ulang Kredit, sebagai Perusahaan Penjamin, Perum Jamkrindo mempunyai peluang untuk memperluas kegiatan usaha yang dijalankan dan tidak terbatas pada kegiatan usaha pemberian jasa penjaminan kredit. 2. Kegiatan Usaha Perum Jamkrindo: a. Penjaminan pinjaman yang disalurkan koperasi kepada anggotanya. b. Penjaminan kredit dan/atau pinjaman program kemitraan yang disalurkan Badan Usaha Milik Negara dalam rangka Program Kemitraan dan Bina Lingkungan (PKBL). c. Penjaminan penyaluran uang pinjaman dengan jaminan gadai dan fidusia. d. Penjaminan atas surat utang. e. Penjaminan transaksi dagang. f. Penjaminan pengadaan barang dan/atau jasa (surety bond). g. Penjaminan bank garansi (kontra bank garansi). h. Penjaminan surat kredit berdokumen dalam negeri (SKBDN). i. Penjaminan Letter of Credit (L/C). 23
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 99/PMK.010/2011 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 222/ PMK.010 / 2008 tentang Perusahaan Penjaminan Kredit dan Perusahaan Penjaminan Ulang Kredit, tanggal 8 Juli 2011
15 Universitas Sumatera Utara
j. Penjaminan kepabeanan. k. Jasa konsultasi manajemen terkait dengan kegiatan usaha penjaminan. l. Penyediaan informasi/database terjamin terkait dengan kegiatan usaha penjaminan. m. Penjaminan lainnya setelah memperoleh persetujuan Menteri 24. 3. Beberapa prinsip atau pokok-pokok penjaminan kredit : a. Kelayakan Usaha: Penjaminan kredit diberikan hanya apabila dua pihak yaitu penjamin dan penerima jaminan berpendapat bahwa usaha atau proyek yang diajukan penjaminannnya adalah layak untuk dijamin. Kelayakan usaha dalam hal ini tidak hanya menilai kinerja dan prospek usaha terjamin, tetapi juga terhadap karakter atau personaliti terjamin itu sendiri. Penilaian kelayakan usaha ini dilakukan oleh penjamin kredit dan digunakan untuk mendapatkan keyakinan bahwa usaha dan pribadi terjamin memang patut untuk mendapatkan jasa penjaminan. b. Pelengkap Perkreditan: memperhatikan bahwa keberadaan kredit pada dasarnya menyangkut adanya dua pihak yang berkepentingan yaitu kreditur dan debitur, penjaminan kredit bagi suatu sistem perkreditan selanjutnya adalah sebuah pelengkap. Dalam hal ini sifat perjanjian penjaminan kredit dikonstruksikan sebagai perjanjian ikutan (accessoir) yaitu senantiasa merupakan perjanjian yang dikaitkan dengan perjanjian pokok yang berupa perjanjian kredit. Sifat accessoir dari hak jaminan tersebut dapat menimbulkan akibat hukum tertentu, sebagai berikut: 1) Ada dan hapusnya perjanjian penjaminan itu tergantung dan ditentukan oleh perjanjian pendahuluannya; 2) Bila perjanjian pendahuluannya batal, maka dengan sendirinya perjanjian jaminan sebagai perjanjian tambahan juga menjadi batal; 3) Bila perjanjian pendahuluannya beralih atau dialihkan, maka dengan sendirinya perjanjian jaminan itu ikut beralih; 4) Bila perjanjian pendahuluannya beralih kepada cessie, subrogatie, maka perjanjian jaminan itu ikut beralih tanpa penyerahan khusus; 5) Bila perjanjian jaminannya berakhir atau hapus, maka perjanjian pendahuluan tidak dengan sendirinya berakhir atau hapus pula25. c. Pengganti Agunan: berdasarkan falsafah perkreditan, penjaminan kredit memberikan manfaat bagi debitur maupun kreditur, terutama apabila agunan
24 25
http://www.jamkrindo.com/produk, diakses pada tanggal 25 Oktober 2015 Rachmadi Usman, “Hukum Jaminan Keperdataan”, (Jakarta: Sinar Grafika, 2008), hlm.
86
16 Universitas Sumatera Utara
yang disediakan calon terjamin belum mencukupi menurut kreditur atau penerima jaminan. d. Pengambilalihan Sementara Risiko Kredit Macet: prinsip penjaminan kredit selanjutnya adalah pengambilalihan sementara risiko kredit macet. Dalam hal ini apabila kredit yang dijamin mengalami kemacetan atau tidak dapat dilunasi sesuai dengan jangka waktu sebagaimana diperjanjikan, maka pihak penjamin akan menyelesaikan sisa kredit yang dijamin. Pengambilalihan sementara risiko kredit macet ini dilakukan dengan membayarkan sejumlah kewajiban sisa kredit atau kerugian kreditur sehingga penerima jaminan terhindar dari munculnya kredit atau pembiayaan yang mempunyai Bad performance atau Non Performing Loan (NPL)26. e. Piutang Subrogasi: Sebagai konsekuensi prinsip pengambilalihan sementara risiko kredit macet , maka penyelesaian sisa kredit yang belum lunas pada saat jatuh tempo oleh pihak penjamin tidak secara otomatis menghilangkan kewajiban dari pihak terjamin atau debitur untuk melunasi kewajibannya27. Pelunasan sisa kredit yang macet harus tetap dilakukan oleh pihak terjamin, baik dengan cara mengangsur secara berkala dan/atau dengan menjual atau mencairkan agunan tambahan lainnya. Pelunasan sisa kredit oleh terjamin ini bagi penjamin disebut sebagai piutang subrogasi. Penarikan piutang subrogasi ini tetap menjadi kewajiban penerima jaminan atau kreditur. Subrogasi ini termasuk dalam ruang lingkup hapusnya perikatan karena pembayaran28. Akibat hukum subrogasi adalah beralihnya piutang kreditor kepada pihak ketiga yang melakukan pembayaran29. f. Keterlibatan Tiga Pihak : Penjaminan kredit adalah suatu perikatan penunjang kredit yang melibatkan tiga pihak yaitu, penjamin, penerima jaminan dan terjamin.
26
Keputusan Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan Kementrian Koordinator Bidang Perekonomian Selaku Ketua Tim Pelaksana Komite Kebijakan Pnjaminan Kredit/Pembiayaan kepada Usaha Mikro, Kecil, Menengah dan Koperasi Nomor: KEP01/D.I.M.EKON/01/2010 tentang Standar Operasional dan Prosedur Pelaksanaan Kredit usaha Rakyat 27 Ibid 28 Mariam Darus Badrulzaman, “Hukum Perikatan dalam KUHPerdata Buku Ketiga”, (Bandung: PT Citra Aditya Bakti, 2015), hlm. 166 29 Suharnoko, Endah Hartati, “Doktrin Subrogasi, Novasi dan Cessie”,(Jakarta: Kencana, 2005). Hlm. 15
17 Universitas Sumatera Utara
g. Kerja Sama Pengendalian Kredit: Terkait dengan salah satu prinsip penjaminan kredit sebagai pengganti agunan, maka pengelolaan atas risiko kredit berjalan atau kredit yang dijamin merupakan kegiatan yang sangat penting dan diutamakan. Dalam praktik perkreditan, kegiatan pengawasan kredit dilakukan oleh penyedia fasilitas tersebut atau kreditur. Melalui perikatan penjaminan kredit, karena terdapat pihak ketiga yang juga bertanggung jawab terhadap kelancaran pengembalian kredit, maka untuk mengurangi risiko terjadinya kredit macet, pihak penjamin juga melaksanakan fungsi pengendalian atau pengawasan kredit, sebagaimana yang biasa diakukan oleh kreditur (penerima jaminan). Dalam hal ini penjamin bertindak sebagai mitra kerja pihak penerima jaminan, khususnya dalam menentukan tindakan preventif yang diperlukan dalam upaya-upaya penyelamatan kredit30.
4. Suasana Lembaga Penjaminan Kredit (LPK) di Indonesia Di Indonesia, perusahaan penjaminan kredit merupakan pelaku usaha yang berada dalam lingkup lembaga keuangan bukan bank. Dalam sistem keuangan Indonesia, lembaga penjaminan kredit termasuk sub-sistem lembaga keuangan bukan bank. LPK yang dimaksudkan pada kesempatan ini adalah Perum Jamkrindo, PT Asuransi Kredit Indonesia (PT Askrindo), PT Asuransi Ekspor Indonesia (PT ASEI) dan beberapa Asuransi Kredit Daerah (Askrida) dan beberapa Jaminan Kredit Daerah (Jamkrida). Dalam sistem keuangan di Indonesia, lembaga keuangan non bank pada dasarnya meliputi semua lembaga keuangan yang kegiatan utamanya adalah memberikan jasa-jasa keuangan dan tidak melakukan kegiatan perhimpunan dana dari masyarakat secara langsung. Keberadaan LPK di Indonesia telah cukup lama, tapi perkembangan LPK belum seperti yang diharapkan. Secara umum, LPK yang ada di Indonesia, tidak dapat maksimal beroperasi karena belum memiliki modal yang cukup besar, sehingga LPK yang memiliki kantor-kantor cabang masih terbatas operasinya dalam memberikan layanan jasa penjaminan kredit 31. Selain keterbatasan dari sisi permodalan, LPK di Indonesia juga belum memiliki landasan hukum yang khusus dan kuat. Saat ini di Indonesia belum ada 30
Nasroen Yasabari & Nina Kurnia Dewi, edisi pertama, Op.Cit., hlm.19 Nasroen Yasabari & Nina Kurnia Dewi, “Penjaminan Kredit, Mengantar UKMK Mengakses Pembiayaan,edisi kedua” (Bandung: PT. Alumni,2007), Halaman 123 31
18 Universitas Sumatera Utara
undang-undang tentang penjaminan
kredit sebagai landasan hukum bagi
keberadaan LPK. Selanjutnya, saat ini LPK belum memiliki standar pengelolaan modal dan kemampuan teknis serta kemampuan manajerial yang spesifik untuk sebuah institusi penjaminan kredit. Kondisi tersebut membawa pengaruh kepada pengelolaan perusahaan yang pada dasarnya masih dapat didorong lagi untuk menjadi lebih efisien dan efektif dalam memberikan pelayanan kepada dunia usaha dan perbankan. Akan tetapi, LPK di Indonesia selama ini telah terbukti mampu menjadi penghubung dunia usaha Mikro, Kecil, Menengah dan Koperasi (UMKMK) kepada akses pendanaan. Hal ini terlihat dari kinerja yang baik pada perusahaan-perusahaan yang menjalankan bisnis penjaminan kredit yang terlihat dari meningkatnya pendapatan fee atas jasa penjaminan kredit dan meningkatnya jumlah kredit dan UMKMK yang dijamin. Adanya pertumbuhan penjaminan kredit yang diberikan sangat mendukung bagi berkembangnya UMKMK dalam memperoleh kredit dari perbankan32. Pada saat ini, Perum Jamkrindo merupakan salah satu LPK yang terkemuka di Indonesia. Perum Jamkrindo memiliki Visi Perusahaan “Menjadi Perusahaan Penjaminan Terdepan yang Mendukung Perkembangan Perekonomian Nasional” dan memiliki Misi Perusahaan “Untuk mencapai cita-cita ideal perusahaan”.
Maka
visi
perusahaan
dijabarkan
dalam
misi-misi
yang
merupakan Tridarma Jamkrindo sebagai berikut: a. Dharma Pertama: Melakukan kegiatan penjaminan bagi perkembangan bisnis UMKM dan Koperasi b. Dharma Kedua: Memberikan pelayanan yang luas dan berkualitas c. Dharma Ketiga: Memberikan manfaat bagi stakeholders sesuai prinsip bisnis yang sehat33 5. Berbagai Tantangan yang dihadapi LPK di Indonesia LPK
seharusnya
dapat
meningkatkan
dan
mempertahankan
kesinambungan pembiayaan dari perbankan kepada UMKMK. Untuk mendukung misi bergeraknya sektor riil yang dimotori oleh UMKMK maka kapasitas penjaminan dari LPK perlu ditingkatkan, karena hal ini merupakan upaya pendukung untuk membesarkan LPK yang tangguh di Indonesia. Untuk merealisasikan tujuan tersebut, LPK di Indonesia harus senantiasa berinovasi 32 33
Ibid, hlm. 125 www.jamkrindo.com diakses pada tanggal 25 Oktober 2015
19 Universitas Sumatera Utara
menciptakan produk-produk penjaminan kredit yang layak dipasarkan serta dapat menghasilkan pendapatan yang menguntungkan LPK dan selanjutnya akan memperbesar kemampuan LPK untuk di masa yang akan datang34.
B. Tujuan dan Peranan Perusahaan Umum Penjaminan Kredit Indonesia 1. Tujuan Perusahaan Umum Penjaminan Kredit Indonesia Berdasarkan Pasal 7 Peraturan Pemerintah Nomor. 41 Tahun 2008, disebutkan bahwa tujuan perusahaan adalah turut serta melaksanakan dan menunjang kebijakan program pemerintah di bidang ekonomi dan pembangunan nasional, dengan m elaksanakan kegiatan penjaminan kredit baik bersifat tunai, maupun non tunai yang diberikan bank kepada Usaha Mikro, Kecil, Menengah dan Koperasi (UMKMK)35. Dalam memberikan penjaminan kredit kepada UMKMK, maka harus dilakukan kesepakatan antara Lembaga Penjaminan Kredit (LPK) dengan bank yang memberikan kredit kepada UMKMK sebagai debitur. Apabila UMKMK sebagai debitur tidak dapat membayar kewajibannya kepada penerima jaminan atau kreditur, dalam hal ini perbankan pada tanggal jatuh tempo, sebagaimana yang diperjanjikan dalam perjanjian kredit antara debitur dan kreditur, maka dalam kondisi ini disebutkan telah terjadi kredit macet. Pada kondisi tersebut, debitur telah gagal dalam memenuhi kewajibannya karena berbagai risiko yang menimbulkan kegagalan usaha UMKMK. Kondisi yang terjadi seperti kredit macet, mengharuskan pihak penjamin kredit membayar sejumlah kewajiban terjamin atas kredit yang macet tersebut. Pembayaran sejumlah kewajiban kredit atas debitur tentu dapat tidak dilaksanakan, apabila dalam pelaksanaan kredit tersebut, pihak penerima jaminan melakukan berbagai pelanggaran. Beberapa kondisi yang menyebabkan tidak dibayarnya klaim kepada penerima jaminan antara lain, sebagai berikut: a.Kreditur tidak memenuhi satu atau lebih ketentuan yang disepakati dalam persetujuan penjaminan kredit atas terjamin. b.Jika pencarian kredit tidak dilaksanakan (tidak terjadi kredit) selama masa yang diperjanjikan. c.Tidak dibayarnya hak penjamin atas penjaminan kredit dimaksud (fee penjaminan)
34
Nasroen Yasabari & Nina Kurnia Dewi, edisi kedua, Op.Cit., hlm 137 Peraturan Pemerintah Nomor 41 tahun 2008 tentang Perusahaan Umum (Perum) Jaminan Kredit Indonesia 35
20 Universitas Sumatera Utara
d.Terdapat kelalaian yang dilakukan oleh kreditur dalam pelaksanaan kredit, dan hal ini dapat dibuktikan dengan fakta atau dokumen. e.Terbukti terdapat permufakatan jahat antara penerima jaminan dan terjamin sehingga terjadi kegagalan kredit. f.Kreditur menjual atau mengalihgunakan yang telah diserahkan oleh debitur atau terjamin tanpa sepengetahuan pihak penjamin. g.Kondisi force majeur atau musibah lainnya seperti banjir, gempa bumi, dan lain-lain36. Tata cara penjaminan kredit apabila ditelaah berdasarkan hukum perdata, memiliki persamaan dengan perjanjian pertanggungan. Pertanggungan adalah suatu perjanjian dimana pihak ketiga guna kepentingan kreditur mengikatkan diri, untuk memenuhi perikatan debitur manakala orang ini sendiri tidak memenuhinya. Perjanjian penanggungan adalah perjanjian accessoir dimana penanggungan boleh diadakan hanya sebagian saja dari utangnya atau dengan syarat-syarat yang kurang. Dari pengertian ini dapat dikatakan bahwa pihak ketiga tersebut adalah penjamin, si berhutang adalah nasabah dan pihak terhadap siapa prestasi harus diberikan adalah bank37. LPK untuk dapat mencapai tujuannya, maka LPK harus dapat mandiri dan melakukan usaha yang berkelanjutan, untuk itu berbagai upaya eksternal maupun internal harus terus dilakukan. Beberapa hal best practice yang harus dilakukan LPK mengacu kepada berbagai pengalaman Negara-negara lain dalam melakukan kegiatan Penjaminan Kredit, adalah sebagai berikut: 1) LPK adalah Badan Usaha Milik Negara. Bahwa di banyak Negara, LPK merupakan perusahaan Negara dan untuk beberapa kepentingan disarankan untuk entitas bisnis sendiri yang jelas visi dan misinya. 2) Sumber Daya Manusia dan Manajemen Sebuah LPK perlu dilengkapi dangan jumlah dan kualitas SDM yang memadai. Dalam kegiatan penjaminan, SDM dan LPK berkewajiban menangani beberapa tugas seperti menganalisis untuk kepentingan pemberian pemberian keputusan penjaminan, memonitor dan mengendalikan kredit yang sedang berjalan, memproses dan mengkaji pengajuan klaim, mengelola debitur terjamin yang bermasalah, mengelola informasi atas terjamin, membuat laporan-laporan dan bila
36
Nasroen Yasabari & Nina Kurnia Dewi, edisi pertama, Op.Cit., hlm. 15 https://agustriyono.files.wordpress.com/2007/06/lempenkredit_zulkarnain-sitompul.pdf, diakses pada 20 November 2015 37
21 Universitas Sumatera Utara
memungkinkan menawarkan jasa tambahan untuk kepentingan penerima jaminan (kreditur) dan terjamin. 3) Sentralisasi/Desentralisasi LPK Pada kondisi awal, biasanya LPK bersifat sentralisasi. Untuk dapat melayani kebutuhan pengusaha dalam suatu wilayah Negara, maka LPK selanjutnya bersifat desentralisasi, walaupun hal ini mengandung konsekuensi biaya. Jika kegiatan operasionalisasi atau pendanaan LPK bergantung kepada dana perbankan (sebagai mitra), maka kegiatan penjaminan dapat melekat pada jaringan yang dimiliki bank atau lembaga keuangan lain yang menjadi mitra. Pelaksanaan kegiatan LPK dapat dilaksanakan melalui tata cara perkreditan yang bersifat khusus sesuai kondisi daerah yang menjadi target layanannya. 4) Organisasi Profit vs Non Profit Organisasi LPK berdasarkan catatan “best practice” hendaknya tidak berorientasi pada profit, walaupun dalam kegiatan operasionalisasi tetap mengedepankan efisiensi pemakaian sumber daya yang ada. 5) Pendekatan selektif versus portofolio Keputusan bagaimana sebuah LPK dioperasikan sangat dipengaruhi oleh tujuan skema penjaminan itu sendiri. Kegiatan operasional LPK sangat bergantung kepada apakah kredit yang dijamin “berkualitas tinggi” atau apakah kredit yang dijamin “mencapai jumlah atau target tertentu”. Hal ini kemudian dapat dikategorikan dalam pendekatan selektif (pemberian penjaminan kredit dilakukan secara case by case) atau pendekatan portofolio atau pendekatan global (diberikan untuk kategori tertentu seperti besaran risiko, nilai kredit, sektor, lokasi, dan sebagainya). Pada dasarnya jenis pendekatan yang digunakan dalam kegiatan penjaminan sangat dipengaruhi atau akan mempengaruhi hubungan antara LPK dan mitra penerima jaminan. Lembaga Penjamin dalam praktiknya akan sangat memahami pentingnya “trade-off” dari mitra kerja perbankan atau kreditur dengan mempertimbangkan tercapainya beberapa target (misalnya kualitas penjaminan, sektor yang dijamin atau target lainnya) dan fleksibilitas jasa penjaminan itu sendiri sehingga menjadi menarik di mata kreditur mitra kerja. 6) Pemasaran
22 Universitas Sumatera Utara
Kegiatan pemasaran bagi jasa penjaminan kredit sangat diperlukan untuk para kreditur (bank penerima jaminan) dan calon terjamin (pengusaha). Kegiatan pemasaran ini ditujukan untuk menawarkan skema penjaminan kredit 38, antara lain untuk mensosialisasikan antara lain : (a) Manfaat baik komersial maupun social yang akan diperoleh melalui jasa penjaminan kredit seperti keuntungan penyaluran kredit ke usaha mikro, kecil, menengah, (b) Operasionalisasi penjaminan kredit yang sederhana dan rendah biaya, (c) Kredibilitas lembaga penjaminan kredit (d) Transparansi dalam pembayaran dan kualitas yang diinginkan dari calon penerima jaminan (e) Yang terpenting adalah bahwa seluruh kegiatan pemasaran harus menekankan bahwa penjaminan kredit tidak untuk meningkatkan moral hazard39, mengingat kredit macet tidak menyelesaikan kewajiban terjamin atas pinjaman tersebut, tetapi akan muncul subrogasi. 7) Distribusi Risiko Adanya jasa penjaminan yang menyertai perjalanan sebuah kredit dalam praktiknya, sedikit banyak berpengaruh terhadap munculnya. moral hazard, baik di kalangan pengusaha UKM sendiri maupun perbankan. Kegiatan penjaminan dapat dikatakan sukses bila risiko yang timbul atas adanya kredit tersebut terbagi diantara pihak-pihak yang terlibat, yaitu pengusaha UKM, kreditur dan penjamin sendiri. Untuk menjalankan hal ini, skema penjaminan kredit perlu dirancang sedemikian rupa sehingga seluruh pihak menanggung risiko yang seimbang, sesuai dengan manfaat yang diterima dan kewajiban masing-masing. Di sisi kreditur, semakin tinggi risiko yang dijamin oleh penjamin, maka akan semakin tinggi pula kemungkinan moral hazard yang muncul. Berdasarkan pengalaman di beberapa negara, nilai penjaminan 60%-80% cukup dianjurkan. Hal ini mengingat dengan coverage tersebut telah terdapat pembagian risiko dan penilaian yang cukup ketat oleh kreditur. Dalam hal ini kreditur juga diharuskan menanggung risiko yang akan terjadi. 38
Nasroen Yasabari & Nina Kurnia Dewi, “Penjaminan Kredit, Mengantar UKMK Mengakses Pembiayaan, edisi ketiga” (Bandung: PT. Alumni,2007), Hal 97 39 Moral Hazard adalah keadaan yang berkaitan dengan sifat, pembawaan dan karakter manusia yang dapat menambah besarnya kerugian dibanding dengan risiko rata-rata. Manusia itu terutama adalah tertanggung sendiri tapi juga pegawainya atau orangorang sekitarnya.
23 Universitas Sumatera Utara
Sebaliknya di sisi debitur atau pengusaha terjamin, untuk menghindari moral hazard yang akan muncul, kewajiban penyediaan jaminan atau agunan lainnya
sangat
dianjurkan.
Seyogyanya
pelaksanaan
pemasaran
program
penjaminan dilakukan secara komprehensif sehingga tidak mengandung moral hazard bagi oknum-oknum tertentu40. Nilai atau jumlah jaminan yang harus disediakan oleh debitur dalam hal ini tidak terlalu tinggi, mengingat hal ini akan mengurangi fungsi penjaminan itu sendiri. Jaminan atau agunan dan nilai idealnya adalah asset yang dimiliki oleh debitur itu sendiri. Jaminan tersebut dikatakan cukup memadai bila dapat mengikat debitur untuk tetap memenuhi seluruh kewajibannya sampai lunas. 8) Jasa Tambahan dalam Penjaminan Kredit Berjalannya kegiatan penjaminan membutuhkan dukungan kegiatan lain terkait dengan penilaian terhadap calon terjamin, hal-hal menyangkut usaha yang dijamin serta pemahaman mitra kerja. Beberapa kegiatan terkait dengan penilaian calon terjamin antara lain adalah penyusunan database tentang debitur, sistem pemeringkatan dan informasi debitur lainnya terkait dengan upaya mengurangi fenomena informasi yang asimetris terhadap debitur. Sedangkan terkait dengan usaha yang akan dijamin atau usaha debitur, maka jasa tambahan lain yang dapat dikembangkan oleh LPK antara lain adalah jasa konsultasi, penilaian proyek, pembuatan rencana bisnis, pelatihan tentang akutansi, manajemen, pemasaran dan lain-lain41. 9) Kegiatan Pengawasan Kredit Berjalan lancarnya sebuah kegiatan penjaminan kredit sangat memerlukan dukungan kegiatan pengawasan kredit. Untuk mendukung kinerjanya, LPK perlu melakukan kerjasama dalam hal pengawasan kredit. Lebih mendalam lagi LPK juga perlu melakukan kerja sama pengendalian kredit42. 10) Fee Kelangsungan hidup sebuah LPK sangat didukung oleh pendapatan yang diperoleh, yaitu dari fee penjaminan dan dari hasil pengelolaan dana investasi yang idealnya adalah dukungan keuangan negara (pemerintah) atau pihak lain. 40
Krisna Wijaya, “Analisis Kebijakan Perbankan Nasional”, (Jakarta: PT Elex Media Komputindo, 2010), hlm 179 41 Nasroen Yasabari & Nina Kurnia Dewi edisi ketiga, Op. Cit., hlm 98 42 Ibid, hlm 99
24 Universitas Sumatera Utara
Fee penjaminan dibayarkan atas sejumlah presentase tertentu terhadap nilai kredit atau nilai kredit yang dijamin. Besaran fee ditetapkan, sehingga biaya operasionalisasi penjaminan dan risiko kredit dapat dipenuhi. Namun perlu dipahami, nilai fee yang tinggi menjadikan sistem penjaminan yang ditawarkan tidak lagi menarik bagi kreditur maupun calon terjamin. Fee penjaminan bagi sebuah LPK menjadi hal yang penting, meskipun sensitif. Penelitian dan pengkajian yang mendalam terhadap risiko serta biaya-biaya yang dibutuhkan untuk operasional penjaminan sangatlah penting untuk penentuan fee tersebut. Namun, yang lebih penting adalah mengkomunikasikan kebijakan fee ini kepada mitra kerja dan calon terjamin. 11) Kredit Macet, Klaim dan Subrogasi Kredit macet dan klaim tidak hanya mencerminkan kewajiban keuangan yang muncul pada sebuah skema penjaminan, tetapi juga mencerminkan bahwa kredit dan penjaminannya telah dijalankan secara professional. Bagi kemandirian sebuah LPK, skema penjaminan harus secara jelas menyebutkan bahwa penjaminan adalah kondisi terakhir yang berperan, setelah seluruh upaya untuk menghasilkan pembayaran kewajiban dari debitur dijalankan, bahkan setelah kegiatan penyelamatan kredit. Pembelajaran dari besarnya kredit macet dan klaim yang perlu dibayar senantiasa dikaji. Dalam hal ini bila angka atau persentase kredit macet dan klaim tinggi, maka terdapat beberapa kemungkinan seperti debitur terjamin tidak diseleksi dengan benar, coverage penjaminan yang diberikan terlalu tinggi atau fee penjaminan terlalu rendah, serta kemungkinan prosedur penjaminan yang tidak berjalan sempurna. Prosedur pengajuan dan keputusan klaim juga perlu menjadi perhatian sebuah LPK, karena disinilah poin penilaian baik tidaknya sebuah LPK melayani klaim. Berdasarkan etika bisnis, prosedur pelayanan klaim perlu diinformasikan kepada mitra kerja, termasuk hal-hal yang membatalkan atau menggugurkan klaim itu sendiri. Subrogasi juga merupakan hal yang perlu menjadi perhatian LPK untuk dapat beroperasi secara maksimal. pengumpulan kembali piutang subrogasi merupakan pendapatan yang mendukung operasionalisai kegiatan penjaminan selanjutnya. 25 Universitas Sumatera Utara
12) Hubungan Penjamin dan Penerima Jaminan Hubungan yang baik antara penjamin dan penerima jaminan atau antara LPK dengan perbankan mitra kerja sangat diperlukan untuk pelaksanaan sebuah skema
penjaminan.
Meskipun
demikian,
penciptaan
hubungan
baik
ini
membutuhkan waktu dan insentif lainnya. Hubungan baik antara penjamin dan penerima jaminan diawali dengan kepercayaan yang dalam praktik harus senantiasa diupayakan oleh masing-masing pihak. Penerima jaminan atau kreditur berhak untuk memutuskan apakah akan menggunakan jasa penjamin kredit dari sebuah LPK atau tidak. Sebaliknya, LPK pun memiliki hak penuh untuk memutuskan keterlibatannya dalam suatu skema kredit. Kedua pihak harus saling menghormati dan hubungan kerja sama senantiasa harus dilandasi kemitraan yang saling menguntungkan. 13) Leverage Leverage
adalah
istilah
yang
digunakan
untuk
membandingkan
outstanding kredit yang dijamin dengan dana penjaminan yang tersedia. Beberapa lembaga mengenalnya dengan istilah gearing ratio, dan hal ini sering dikaitkan dengan kemampuan LPK untuk melakukan kegiatan penjaminan. Karena tidak semua kredit yang dijamin berakhir dengan kemacetan dan pembayaran klaim, maka dana penjamin yang tersedia pada sebuah LPK dapat digunakan untuk menjamin kredit yang lebih besar sesuai dengan tingkat risiko yang ada. Kemandirian dan kelangsungan hidup sebuah LPK juga dipengaruhi oleh kondisi leverage atau gearing ratio, untuk senantiasa bekerja pada level yang aman, LPK perlu terus menerus melakukan pengkajian atas skema-skema penjaminan dengan risiko terkendali dan penambahan dana penjaminan43. 14) Counter Guarantee Dalam praktik penjaminan di beberapa negara, counter guarantee atau keterlibatan lembaga atau perusahaan penjamin lainnya sudah banyak dilakukan. Kondisi ini melibatkan LPK yang bersangkutan sebagai penjamin langsung atas suatu kredit dan perusahaan mitra sebagai penjamin lainnya. Lebih lanjut keterlibatan pihak lain juga dapat sebagai perusahaan penjamin lapis selanjutnya atau dikenal dengan perusahaan re-asuransi. 15) Faktor pendukung lainnya 43
Ibid, hlm 102
26 Universitas Sumatera Utara
Kemandirian dan suksesya sebuah LPK perlu pula didukung oleh faktorfaktor lain seperti: a. Keterlibatan pemerintah untuk kegiatan penjaminan kredit khususnya di sisi dukungan pendanaan terhadap LPK atau penyediaan fasilitas co-guarantee. b. Koordinasi dan kerjasama antar lembaga terkait lainnya misalanya departemen teknis Pembina (misalnya Pembina UKM, perdagangan, perindustrian, pertanian, dan lain-lain) c. Kejasama dengan LPK di Negara lain untuk berbai pengalaman perihal pelaksanaan kegiatan penjaminan, praktik terbaik terhadap aspek-aspek operasional penjaminan, bimbingan teknis melalui studi banding melalui studi banding, workshop, konferensi, seminar, pelatihan staf dan manajer LPK44.
2. Peranan Perum Jamkrindo. Penjaminan kredit yang diberikan oleh Perum Jamkrindo kepada bank yang menyalurkan KUR kepada nasabah UMKMK adalah merupakan tujuan utama pendiriannya. Hal tersebut adalah merupakan salah satu maksud dan tujuan perusahaan untuk melaksanakan dan menunjang kebijakan program pemerintah di bidang ekonomi dan pembangunan nasional. Berdasarkan tujuan Perum Jamkrindo tersebut, Perum Jamkrindo sebagai lembaga penjaminan kredit mempunyai peran sebagai berikut: a.
Menggantikan fungsi agunan kredit
Dalam praktik perkreditan di bank atau lembaga penyediaan pembiayaan dan fasilitas kredit lainnya, pemberian kredit bagi debitur umumnya mensyaratkan jaminan sekitar 100% hingga 150%. Jaminan tersebut biasanya terdiri dari jaminan pokok berupa usaha atau proyek yang dibiayai itu sendiri senilai 100% (bila dalam hal ini kredit adalah investasi untuk peralatan usaha maka peralatan usaha tersebut yang merupakan jaminan pokok), serta jaminan tambahan yang biasanya berupa jaminan fisik dari calon debitur senilai sampai dengan 150%. Biasanya jaminan tambahan terhadap transaksi seperti ini berupa pengakuan hutang (Promissory Notes), atau Acknowledgment of Indebtedness, Kuasa Menjual Barang, dan Assignment of Proceed (Cessie) dari asuransi. Di samping itu, sering juga dimintakan “persetujuan istri/suami” untuk konsumen pribadi dan persetujuan 44
Nasroen Yasabari & Nina Kurnia Dewi edisi kedua, Op. Cit., hlm 94
27 Universitas Sumatera Utara
komisaris/RUPS untuk konsumen perusahaan, sesuai ketentuan Anggaran Dasarnya45. Dengan persyaratan ini, jelas pengusaha calon penerima kredit sulit memperoleh kredit dari perbankan, sehingga pengusaha kecil dianggap tidak layak diberikan kredit. Dengan adanya penjaminan kredit yang dilakukan oleh LPK, maka calon debitur yang sebelumnya tidak memilik akses pembiayaan dapat memperoleh kredit sebagai modal usaha, sehingga mereka dapat meningkatkan produktivitas usaha. Untuk peran utama LPK ini, prinsip utama penjaminan kredit adalah menggantikan agunan kredit yang pada umumnya tidak atau kurang dimiliki pelaku usaha mikro, kecil dan menengah termasuk koperasi. Pengganti agunan tidak berarti menggantikan semua kebutuhan agunan calon debitur atau calon debitur tidak memiliki kewajiban penyerahan tambahan agunan sama sekali. Pada prinsipnya, penjaminan kredit yang diberikan LPK berperan untuk melengkapi atau memenuhi kekurangan agunan tersebut. Hal ini dapat dijalankan karena penjaminan oleh LPK umumnya diberikan maksimal sampai dengan kisaran 70%-80% dari nilai kredit yang dikeluarkan, atau mengantisipasi 70%-80% dari risiko kredit. b.
Meningkatkan akses kepada pembiayaan
Sebagai pelaku dunia usaha yang kegiatannya berada di lapis terbawah dari kegiatan ekonomi suatu negara, UMKMK memiliki berbagai keterbatasan sehingga bagi lembaga keuangan sektor ini dianggap masih harus banyak dicermati sebelum diberikan fasilitas pembiayaan. Beberapa alasan mengapa hal tersebut terjadi adalah: 1. Umumnya UMKMK tidak memiliki catatan keuangan usaha. UMKMK secara umum dianggap “berisiko” karena biasanya terdiri dari dari pengusaha informal termasuk petani. 2. Biaya-biaya yang diperlukan untuk mengucurkan kredit kepada UMKMK terdiri dari biaya penilaian kredit, monitoring dan penagihan angsuran yang dikeluarkan oleh bank. 3. Informasi yang tidak sama antara pelaku UMKMK dan bank atau calon pemberi kredit terhadap kemampuan dan kemauan pengembalian kredit46.
45
Munir Fuady, “Hukum tentang Pembiayaan”, (Bandung: PT Citra Aditya Bakti, 2014),
hlm: 168
46
Nasroen Yasabari & Nina Kurnia Dewi, Penjaminan Kredit, Mengantar UKMK Mengakses Pembiayaan, edisi kedua Op. Cit., hlm 88
28 Universitas Sumatera Utara
Kehadiran LPK pada prinsipnya dapat memperkecil kekhawatiran perbankan atas beberapa kekurangan UMKMK sebagai target pembiayaan kredit untuk mendukung bergairahnya kegiatan ekonomi. c.
Meningkatkan fungsi intermediasi lembaga keuangan.
Fungsi perbankan adalah sebagai penghimpun dan penyalur dana. Bank dalam fungsinya sebagai intermediator, berarti bahwa di satu sisi sebagai penghimpun dana dari masyarakat dan menyalurkannya dalam bentuk kredit kepada pihak-pihak
yang
membutuhkan,
merupakan
motor
penggerak
roda
47
perekonomian . Pada beberapa bank, kredit masih merupakan primadona dalam memperoleh penghasilan, yaitu sebagai kontributor terbesar pendapatan bank dibandingkan dengan pendapatan dari fee dan jasa-jasa keuangan. Di lain pihak, kredit merupakan sumber permasalahan bank, bila kualitas kesehatan kredit tersebut tidak baik. d.
Menurunkan risiko kredit
Usaha yang tidak dapat memenuhi persyaratan teknis perbankan umumnya dipandang oleh bank mendukung unsur kemungkinan kredit macet. Dalam praktiknya, untuk menekan risiko tersebut, bank akan mewajibkan adanya jaminan tambahan untuk kredit yang akan dikucurkan, mengasuransikan baik kredit yang diberikan maupun jaminan kredit yang dimiliki oleh pengusaha calon penerima kredit atau bahkan menolak pemberian kredit tersebut, walaupun pengusaha memiliki prospek usaha yang sangat baik. Risiko kredit macet yang mengkhawatirkan hampir semua bank dan lembaga keuangan, berakibat pada rendahnya pemberian kredit kepada pelaku usaha yang masih dianggap rawan yaitu kalangan UMKMK48. Secara teknis dapat disampaikan bahwa jika bobot risiko kredit yang dijamin oleh LPK yang dimiliki pemerintah dikenakan bobot risiko yang lebih rendah dari 100% (misalnya 50%), maka bank dapat meningkatkan kapasitas pemberian kredit sekaligus mendapat keuntungan yang diperoleh tanpa harus menambah modal. Dalam hal ini penjaminan kredit merupakan satu cara untuk
47 48
Ibid, hlm 89 Ibid, hlm. 92
29 Universitas Sumatera Utara
mentransfer risiko bank. Penjaminan kredit selanjutnya, dapat digunakan sebagai faktor pengurang risiko dalam perhitungan kewajiban penyediaan modal minimum. e.
Menjadi pendukung pelaksanaan kebijakan pemerintah.
Secara umum dari sudut pandang ekonomi, penjaminan kredit melalui LPK merupakan bentuk subsidi yang diberikan pemerintah . Dengan adanya penjaminan kredit maka persyaratan jaminan yang diminta oleh bank atau lembaga keuangan dapat terpenuhi terkait dengan peran penjaminan kredit sebagai pengganti agunan. Setiap kebijakan pemerintah yang dimaksudkan untuk mendukung kepentingan pembangunan ekonomi, pasti melibatkan perbankan dan lembaga keuangan untuk mendukung pendanaan kebijakan tersebut49. Kebijakan pemerintah tersebut tentu saja akan membutuhkan kucuran kredit. Dalam hal ini keberadaan LPK dapat digunakan untuk mewujudkan pelaksanaan kebijakan ekonomi untuk kesejahteraan rakyat.
C. Peran Lembaga Penjaminan Di Indonesia Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 2 Tahun 2008 1.
Pengertian Lembaga Penjaminan Sesuai Peraturan Presiden Nomor 2 Tahun 2008 tentang Lembaga
Penjaminan dalam ketentuan umum, disebutkan bahwa lembaga penjaminan adalah perusahaan
penjaminan
dan
perusahaan
penjaminan
ulang50.
Selanjutnya
perusahaan penjaminan disebutkan adalah badan hukum yang bergerak di bidang keuangan dengan kegiatan usaha pokok melakukan penjaminan. Perusahaan penjaminan ulang adalah badan hukum yang bergerak di bidang keuangan dengan kegiatan usaha melakukan penjaminan ulang. Perusahaan penjaminan dan perusahaan penjaminan ulang dapat melakukan usaha lain yang mendukung kegiatan usaha penjaminan ulang. Bentuk badan hukum lembaga penjaminan dapat berupa Perusahaan Umum, Perusahaan Perseroan (Persero), Perusahaan Daerah, Perseroan Terbatas atau Koperasi. Selanjutnya, perusahaan penjaminan berbadan hukum perseroan terbatas sahamnya hanya dapat dimiliki oleh Warga Negara Indonesia, Badan Hukum Indonesia, Pemerintah Pusat atau Pemerintah Daerah. Selanjutnya, perusahaan penjaminan ulang berbentuk badan hukum 49 50
perseroan
Ibid, hlm. 93 Peraturan Presiden Nomor 2 tahun 2008 tentang Lembaga Penjaminan, Pasal 1 ayat (5)
30 Universitas Sumatera Utara
terbatas sahamnya hanya dapat dimiliki oleh sekurang-kurangnya oleh dua perusahaan penjaminan, pemerintah pusat dan/atau pemerintah daerah. Perusahaan penjaminan ulang berbadan hukum koperasi hanya dapat dimiliki oleh gabungan perusahaan penjaminan berbadan hukum koperasi. Berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 486/KMK.017/1996 tentang Perusahaan Penjaminan di dalam ketentuan umum disebutkan bahwa perusahaan penjaminan adalah badan usaha yang bergerak di bidang keuangan yang kegiatan usaha pokoknya melakukan usaha penjaminan. Bidang usaha perusahaan penjaminan adalah melakukan kegiatan dalam bentuk pemberian jasa penjaminan untuk menanggung pembayaran kewajiban keuangan terjamin, apabila terjamin tidak dapat memenuhi kewajiban perikatannya kepada penerima jaminan yang timbul dari transaksi51. Berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 2 Tahun 2008 tentang Lembaga Penjaminan disebutkan bahwa bentuk perusahaan penjaminan berbadan hukum perseroan terbatas sahamnya dapat dimiliki oleh pemerintah daerah. Atas dasar tersebut, saat ini telah terdapat perusahaan penjaminan kredit daerah (Jamkrida) yang dimaksudkan untuk pengembangan sektor usaha UMKMK. Kehadiran Jamkrida ini diharapkan dapat memperluas akses kredit bagi UMKMK yang sulit mendapatkan pendanaan dari perbankan. Hingga saat ini telah terdapat 10 (sepuluh) Jamkrida pada 34 provinsi di Indonesia. Hal ini diketahui berdasarkan penetapan izin Jamkrida yang dikeluarkan oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Sejak Tahun 2013, OJK telah menetapkan izin pembentukan Jamkrida sebanyak 10 Perseroan, yaitu: a. PT Jamkrida Jatim, b. PT Jamkrida Bali Mandara, c. PT Jamkrida Riau, d. PT Jamkrida NTB Bersaing e. PT Jamkrida Jabar, f. PT Jamkrida Sumbar, g. PT Jamkrida Kalsel, h. PT Jamkrida Sumsel, i. PT Jamkrida Kalteng, j. PT Jamkrida Babel52.
51
Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 486/KMK.017/1996 tentang Perusahaan Penjaminan, Pasal 2 52 https://translate.google.co.id/translate?hl=en&sl=id&u=http://www.republika.co.id/berita/ ekonomi/keuangan/14/08/21/nanpnc-baru-10-provinsi-yang-punya-jamkrida&prev=search, diakses pada 20 Oktober 2015
31 Universitas Sumatera Utara
Sejarah Penjaminan Kredit
2.
Sistem Penjaminan Kredit pertama kali diperkenalkan di Swiss dengan didirikannya koperasi penjamin regional (Gewerbeliche Burgschafts-genossenschaft disingkat GB) yaitu pada Tahun 1923. Koperasi tersebut didirikan di Kota Basel dan menjadi pondasi awal sistem penjaminan kredit di dunia. Fungsi koperasi penjamin regional pada masa itu adalah untuk menjamin kredit bagi usaha kecil yang bergerak di bidang pertukangan dan konstruksi53. Melihat fungsi dan sukses GB di Basel pada waktu itu dan dilandasi pemikiran pentingnya pengamanan kredit bagi usaha kecil, selanjutnya didirikan di beberapa kota lainnya. Pada tahun 1936 di Kota Bern didirikan Shcweizerischer Verband der Gewerblichen (SVBG) yang merupakan gabungan dari beberapa GB. Selanjutnya, di tahun 1949 pemerintah federal memperkenalkan lembaga reasuransi penjaminan bernama Bundessant fur Industri ewerbeund Arbeit (BIGA) yang berada dibawah pengawasan kementrian urusan ekonomi. Keberhasilan Swiss dengan sistem penjaminan kredit tersebut mendorong negara-negara lain untuk mendirikan sistem serupa. Beberapa negara maju yang tercatat juga menjalankan sistem sejenis adalah Jerman, Amerika Serikat, Austria, Perancis, Italia, Belanda, Inggris, Belgia, Spanyol dan Kanada. Dengan kesuksesan sisem tersebut di Eropa dan Amerika Serikat, maka sistem penjaminan kredit di kawasan Asia juga berkembang pesat 54. Ditemukan pada beberapa negara Asia yang menerapkan sistem penjaminan kredit bagi usaha kecil adalah Jepang, Taiwan, Korea, Malaysia, Korea Selatan, dan Indonesia.
3.
Peran Lembaga Penjaminan Kedit di Indonesia Peran Lembaga Penjaminan Kredit dapat dijelaskan sebagai berikut:
a.
Menggantikan fungsi Jaminan Kredit (collateral substitution). Untuk peran utama ini, prinsip utama penjaminan kredit adalah menggantikan agunan kredit yang pada umumnya tidak atau kurang dimiliki pelaku Usaha Mikro, Kecil dan Menengah termasuk Koperasi. Dalam hal ini pengganti agunan tidak berarti menggantikan semua kebutuhan agunan calon
53
Nasroen Yasabari & Nina Kurnia Dewi, “Penjaminan Kredit, Mengantar UKMK Mengakses Pembiayaan, edisi ketiga” (Bandung: PT. Alumni,2007), hlm 77 54 Ibid, hlm. 78
32 Universitas Sumatera Utara
debitur atau calon debitur tidak memiliki kewajiban penyerahan tambahan agunan sama sekali55. b.
Meningkatkan Akses Kepada Pembiayaan. Sebagai pelaku dunia usaha yang kegiatannya berada dilapis terbawah dari kegiatan ekonomi suatu
negara, UMKMK memiliki berbagai
keterbatasan sehingga bagi lembaga keuangan sektor ini dianggap masih harus banyak dicermati sebelum diberikan fasilitas pembiayaan. Kehadiran lembaga penjaminan kredit pada prinsipnya dapat memperkecil kekhawatiran perbankan atas beberapa kekurangan UMKMK sebagai target pembiayaan kredit untuk mendukung bergairahnya kegiatan ekonomi. Dalam hal ini pelaku Usaha UMKMK diuntungkan karena lembaga penjaminan kredit memberikan kemudahan dan solusi untuk mendapatkan fasilitas pembiayaan secara komersil. c.
Meningkatkan Fungsi Intermediasi Lembaga Keuangan. Fungsi perbankan adalah sebagai penghimpun dan penyalur dana. Bank dalam fungsinya sebagai intermediator yang berarti bahwa di suatu sisi sebagai penghimpun dana dari masyarakat dan menyalurkannya dalam bentuk kredit kepada pihak-pihak yang membutuhkan, merupakan motor penggerak roda perekonomian.
d.
Menurunkan Risiko Kredit Lembaga penjaminan kredit dalam hal ini memberikan manfaat bagi bank atau lembaga pembiayan lain karena terdapat peluang untuk menurunkan risiko kredit. Hal ini mengingat jika paparan risiko kredit dijamin oleh lembaga penjaminan kredit maka bank akan dapat meningkatkan kapasitas kredit dan secara tidak langsung dapat meningkatkan keuntungan bank. Kemudian apabila terjadi kredit macet, maka penggunaan skim penjaminan kredit akan menjamin bank untuk mendapatkan pelunasan lebih cepat jika dibandingkan dengan melikuidasi agunan kredit yang diserahkan pengusaha penerima kredit.
e.
Menjadi Pendukung Pelaksanaan Kebijakan Pemerintah
55
Ibid, hlm. 87
33 Universitas Sumatera Utara
Penjaminan kredit yang dilakukan oleh LPK dibanyak negara pada awalnya tidak terlepas dari dukungan pemerintah terhadap pengembangan perekonoian yang dimotori oleh pelaku ekonomi skala kecil. Secara umum, penjaminan kredit melalui LPK merupakan bentuk subsidi yang diberikan pemerintah kepada UMKMK. Hal ini mengingat dengan adanya penjaminan kredit, maka persyaratan jaminan yang diminta oleh bank atau lembaga keuangan dapat terpenuhi terkait dengan peran penjaminan kredit sebagai pengganti agunan56.
4.
Sejarah Penjaminan Kredit Pada Beberapa Negara Sistem penjaminan kredit adalah merupakan
bukti dukungan terhadap
perkembangan perekonomian suatu negara melalui pemberdayaan usaha kecil menengah dan kerja sama dengan perbankan serta lembaga keuangan lain. Hal seperti ini telah banyak di berbagai negara. Sistem yang dijalankan oleh banyak negara adalah sistem penjaminan kredit yang telah menjadi percontohan bagi penyelenggaraan penjaminan kredit di berbagai negara lainnya, yaitu : a.
Jepang Sistem penjaminan kredit di Jepang adalah salah satu sistem yang menjadi percontohan bagi negara lain. Sistem tersebut dibangun berdasarkan komitmen yang tinggi dari pemerintah Jepang, dan terus diperbarui berdasarkan pengalaman praktek mereka sendiri. Sistem penjaminan kredit di Jepang dikenal dengan sebutan sistem suplementasi kredit. Sistem suplementasi kredit ini pada dasarnya dibentuk dari dua sub sistem yang saling berintegrasi dan diperankan oleh lembaga penjamin kredit (Credit Guarantee Corporation _CGC) dan lembaga reasuransi penjaminan kredit (Japan Finance Corporation for Small and Medium Enterprise – JASME). Tugas utama CGC adalah menjamin kredit usaha kecil dan menengah, sementara tugas utama dari JASME adalah menjamin ulang atas penjaminan kredit yang diberikan oleh CGC57.
56 57
Ibid, hlm. 93 http://www.zenshinhoren.or.jp/english/index.html, diakses pada 20 november 2015
34 Universitas Sumatera Utara
Saat ini di Jepang terdapat 52 CGC di 47 ibukota kabupaten dari 5 di kota besar. Seluruh CGC tergabung dalam NFCGC (National Federation of Credit Guarantee Corporation) yang pada awalnya adalah CGC Tokyo yang terbentuk pada pada tahun 1937. Berdirinya CGC di Jepang dipicu oleh depresi ekonomi besar yang terjadi pada tahun 1930-an, usaha kecil dan menengah di Jepang sangat menderita karena adanya guncangan ekonomi pada masa itu. Sebagai bentuk kepedulian pemerintah Jepang pada waktu itu tebentuk CGC Tokyo yang berfungsi menjembatani UKM Jepang melalui penyediaan jaminan kredit untuk dapat mengakses kredit dari lembaga keuangan. Adanya CGC Tokyo tersebut selanjutnya diikuti berdirinya CGC di Kyoto pada tahun 1930 dan di Osaka pada 1942. Lembaga penjaminan kredit atau CGC di Jepang menjalankan fungsinya sebagai penjamin kredit yang disalurkan lembaga keuangan (perbankan) kepada usaha kecil dan menengah di wilayah kerja masing-masing, sementara itu fungsi utama dari NFCGC adalah mendukung pengembangan masingmasing CGC. Di sisi asset, permodalan CGC terdiri dari kontribusi dana dan cadangan. Kontribusi dana diperoleh dari pemerintah daerah, lembagalembaga keuangan dan organisasi-organisasi perdagangan setiap tahun, serta dana cadangan yang berasal dari akumulasi laba tahunan masing-masing CGC. Pada akhir tahun fiskal 2005 (tahun fiskal di Jepang adalah MaretApril), total kontribusi dana yang terhimpun pada 52 CGC tersebut bernilai 1.364 miliar yen (Rp 109,12 triliun dengan kurs 1 yen = Rp 80), dan dana cadangan sebesar 876 miliar yen (Rp 70,08 triliun). Pada waktu itu pula (per 31 Maret 2006) total asset NFCGC adalah 1.641 miliar yen atau sekitar Rp 131,28 triliun. Melalui dukungan regulasi yang kuat dalam sistem suplementasi kredit, di Jepang juga terdapat lembaga yang bertugas menjamin ulang atas penjaminan kredit yang diberikan oleh CGC. Lembaga tersebut adalah JASME yang didirikan pada tahun 1999. Pada dasarnya kehadiran JASME merupakan kondisi akhir dari serangkaian uji coba yang dilakukan pemerintah Jepang. Mengingat sejak bertumbuhnya CGC pada periode 1930-1950, seluruh kredit diasuransikan pada organisasi bentukan pemerintah pusat, maka 35 Universitas Sumatera Utara
kondisi kegagalan pasar akibat banyaknya kredit “buruk” yang dijamin, tidak dapat dihindari maka didirikanlah Small Business Credit Insurance Corporation (Japan CIC) yang berdiri pada 1950. Organisasi ini, yang selanjutnya berganti nama menjadi JASMEC dan terakhir bernama JASME. Selain bertugas untuk menjamin ulang penjaminan kredit seluruh CGC juga memberikan pinjaman berbungan murah pada CGC. Sistem reasuransi yang dilakukan oleh JASME saat ini antara lain adalah: 1) Menjamin ulang secara otomatis penjaminan yang diberikan oleh CGC dengan persyaratan tertentu, 2) Menjamin sebagian atau 70%-80% dari penjaminan yang diberikan oleh CGC, dan 3) Mengganti sementara kerugian yang diderita oleh CGC atas pembayaran klaim, sehingga apabila CGC menerima pembayaran subrogasi, maka CGC berhak membayarnya kembali kepada JASME58. Seluruh permodalan pada JASME adalah dari pemerintah pusat, pada tahun 2005 atau tepatnya posisi per 31 Maret 2006 terdapat dana sekitar 1.479 miliar yen (Rp. 118,32 triliun), yang terdiri antara lain dana untuk pinjaman kepada CGC, dana asuransi kredit serta dana cadangan. b.
Korea Selatan Penjaminan kredit di Korea Selatan dilakukan oleh tiga lembaga yaitu Korea Credit Guarantee Fund (KODIT)59, Kibo Technology Fund (KOTEC)60 dan Korea Federation of Credit Guarantee Foundation (KFCGF)61. Ketiga lembaga tersebut merupakan institusi non profit yang bebas dari unsur politis. Secara umum sistem di Korea Selatan mirip dengan di Jepang. Dalam praktek dapat dikatakan penerapan sistem penjaminan di Korea Selatan mampu mendorong perkembangan teknologi dan usaha kecil. Hal ini mendorong Korea Selatan sebagai salah satu negara terkemuka dalam bidang teknologi dan merupakan pesaing potensial bagi Jepang.
58
Nasroen Yasabari & Nina Kurnia Dewi, edisi ketiga, op.cit., Hlm 180 http://www.kodit.co.kr/html/english/about_kodit/intro/cap_fund.jsp, diakses pada 20 november 2015 60 http://www.kibo.or.kr/go_page.asp, diakses pada 20 november 2015 61 http://www.icredit.or.kr/english/about/history.jsp, diakses pada 20 november 2015 59
36 Universitas Sumatera Utara
Kegiatan yang dilaksanakan oleh KODIT meliputi penjaminan kredit, informasi kredit dan kegiatan reguarantee. Sedangkan KIBO (dahulu KOTEC) merupakan organisasi yang khusus didirikan untuk menjamin kredit bagi penemuan teknologi-teknologi baru. Mirip dengan sistem yang dilakukan di Jepang, KODIT (dahulu KCGF) berperan sebagai penjamin ulang atas penjaminan yang diberikan oleh perusahaan penjamin regional di 1 wilayah propinsi, selain juga kegiatan penjaminan langsung yang diberikan KODIT kepada debitur. Yang menarik dengan KODIT adalah penjaminan ini tidak hanya ditujukan oleh UKM, tetapi ditujukan bagi seluruh jenis usaha dengan tidak mempedulikan
besaran
asset,
jumlah
karyawan
maupun
omset
penjualan/usaha. Hal ini karena adanya kontribusi dari perbankan terhadap permodalan KODIT, bahwa perbankan sangat membutuhkan keberadaan lembaga penjaminan kredit seperti KODIT untuk meminimalisasi risiko. Untuk memperoleh penjaminan kredit, perusahaan mengajukan permohonan baik kepada KODIT maupun kepada bank penyalur kredit. Kemudian KODIT meneliti kelayakan pemberian penjaminan kredit. Bila perusahaan dapat memenuhi seluruh kriteria yang ditetapkan, KODIT memutuskan besaran penjaminan kredit kepada perusahaan tersebut. Selanjutnya perusahaan menunjukkan persetujuan KODIT kepada bank penyalur kredit dan kredit dapat diberikan. Penjaminan
KODIT
akan
berakhir
bila
perusahaan
tersebut
menyelesaikan seluruh kewajiban kredit kepada bank penyalur pembiayaan. Jika terjadi kemacetan kredit, bank mengajukan klaim kepada KODIT, dan selanjutnya KODIT membayar kewajiban perusahaaan yang tertunggak tersebut62. c.
Malaysia Penjaminan kredit di Malaysia dilakukan oleh Credit Guarantee Corporation Malaysia Berhard (CGCMB), dengan tujuan utama untuk mendukung pemberian kredit kepada industri kecil dan menengah yang tidak memiliki kemampuan penyediaan agunan yang memadai63. Lembaga tersebut
62 63
Nasroen Yasabari & Nina Kurnia Dewi, edisi ketiga, op.cit., Hlm 188 https://www.cgc.com.my/overview/?lang=my, diakses pada 20 november 2015
37 Universitas Sumatera Utara
didirikan pada 5 Juli 172 dengan kepemilikan saham 80% oleh Bank Negara Malaysia (Bank Sentral) dan 20% lembaga keuangan. Saat ini lembaga tersebut memiliki 16 cabang yang juga merupakan cabang Bank. Sedangkan dari sisi modal, asset CGCMB pada akhir tahun 2005 adalah sebesar RM 3 Miliar. Dalam praktik, untuk kredit yang dijamin oleh CGCMB, maka otoritas perbankan Malaysia menetapkan bobot risiko sebesar 20% dengan alasan hampir 80% saham CGCMB dimiliki oleh Bank Negara Malaysia64. Penjaminan Kredit tersebut berlaku untuk usaha baru, usaha yang didirikan oleh pengusaha muda, usaha waralaba (franchising), kegiatan promosi ekspor serta memperbarui mesin dan peralatan industri. Penjaminan kredit pada CGCMB dilakukan oleh bank setelah bank tersebut menerima aplikasi dari calon terjamin. Peserta program penjaminan di Malaysia adalah 23 bank komersial dan 10 lembaga keuangan. Nilai kredit yang dapat dijamin adalah hingga RM 10 juta, dengan fee penjaminan 0,5%2% per tahun. Coverage penjaminan yang dapat diberikan adalah 30% hingga 100% atau senilai hingga 100% atau senilai hingga RM 2,5 juta. Kredit yang dapat diajukan klaim penjaminannya adalah kredit kredit yang telah macet, sementara itu hak klaim muncul 9 bulan setelah kredit macet, bank pelaksana memiliki kewajiban melakukan upaya penyelamatan kredit. Jika klaim kredit dibayar, bank memiliki kewajiban menagih piutang subrogasi (untuk penjaminan tidak langsung) dan untuk upaya ini diberikan insentif kepada bank pelaksana. d.
India Penjaminan kredit di India dilakukan oleh Credit Guarantee Fund Trust for Small Industries (CGTSI) yang didirikan oleh pemerintah India dan SIDBI (Small Industries Development Bank of India) pada Agustus 200065. CGTSI membantu tersedianya kredit yang bebas dari persyaratan kolatoral (agunan) yang diberikan oleh lembaga keuangan (Member Lending Institution/MLI) dan menaggung 75% risiko kredit. Dalam praktiknya Reserve Bank of India (RBI) mengeluarkan edaran kepada lembaga keuangan yang terdaftar di
64 65
Nasroen Yasabari & Nina Kurnia Dewi, edisi ketiga, op.cit., hlm 195 https://www.cgtmse.in/Eligibility_criteria.aspx, diakses pada 20 november 2015
38 Universitas Sumatera Utara
perusahaan penjaminan CGTSI bahwa kredit yang dijamin oleh CGTSI dapat diperhitungkan sebagai penyisihan penghapusan aktiva produktif perbankan (PPAP). Bisnis utama CGTSI adalah penjaminan kredit senilai 75% dari nilai kredit dengan maksimal nilai adalah INR 2,5 juta sekitar Rp 546 juta. CGTSI juga menyediakan pelatihan untuk kalangan UKM dan menyusun konsep penjaminan bersama antara asosiasi industri perbankan di India dan CGTSI. e.
Eropa Di wilayah Uni Eropa (UE), pelaku UKM mendominasi jumlah pelaku usaha atau sekitar 99% dari jumlah unit usaha yang sebanyak 23 juta. Kegiatan penjaminan kredit di Eropa dilakukan oleh lembaga penjaminan kredit yang merupakan bagian dari industri keuangan dan merupakan kerja sama dengan lembaga keuangan penyalur kredit (lending partners). Di Uni Eropa lembaga penjaminan kredit dikenal dengan asosiasi penjaminan kredit dikenal dengan asosiasi penjaminan bersama (Mutual Guarantee Societies) yang dibentuk oleh para pengusaha calon terjamin yang menjamin para anggotanya untuk mendapatkan kredit dari perbankan66. Coverage penjaminan
kredit di Negara-negara Eropa besarnya
bervariasi antara 50% - 80% dari nilai kredit. Sedangkan fee penjaminan berkisar 1%-1,5% per tahun dari outstanding penjaminan. Fee penjaminan juga dapat ditetapkan berdasarkan risiko seperti di Finlandia dimana fee ditetapkan hingga 2,5% per tahun. Sementara itu kemitraan penjaminaan yang paling kooperatif dilakukan dengan bank daerah dan bank koperasi. Beberapa kecenderungan baru dalam bidang penjaminan kredit di Eropa antara lain dengan adanya penganekaragaman produk (product differsification) seperti microguarantee, kegiatan pemasaran (kampanye pemasaran jasa penjaminan di Estonia dan Portugal), pengembangan proses pemeringkatan atau rating sistem (Jerman dan Finlandia), restrukturisasi penjaminan dan penelitian terhadap sistem terbaik untuk kerja sama dengan bank penyedia kredit/pembiayaan. f.
USAID
66
Nasroen Yasabari & Nina Kurnia Dewi, edisi ketiga, op.cit., Hlm 204
39 Universitas Sumatera Utara
USAID (US Agency for International Development) sebagai sebuah lembaga yang mempromosikan bantuan untuk negara-negara berkembang juga menjalankan kegiatan penjaminan kredit melalui Development Credit Authority (DCA)67. Penjaminan kredit oleh DCA diberikan berupa partial credit guarantee yang bertujuan untuk mendorong penyaluran kredit bagi lembaga keuangan (bank) swasta di banyak negara. Kegiatan penjaminan kredit USAID ini telah dilakukan sejak tahun 1999, dan hingga akhir tahun 2014 telah terdapat perjanjian kerja sama penjaminan dengan 114 lembaga keuangan swasta di 36 negara68. Penjaminan kredit dengan dukungan DCA ini diperuntukkan tidak hanya untuk pengusaha kecil dan menengah untuk pengembangan bisnis termasuk para petani dengan bisnis pertaniannya, tetapi juga untuk proyek yang dinilai penting hingga pemerintah daerah yang ingin lebih melayani para warganya. Penjaminan USAID tersebut dalam praktik diberikan untuk kredit leasing, bonds, letter of credit dan jenis utang lainnya yang disalurkan lembaga keuangan swasta kepada debitur yang memenuhi persyaratan. Penjaminan tersebut utamanya diberikan untuk mendukung pembiayaan komersial bagi bisnis atau kegiatan yang dilakukan oleh penyedia pembiayaan dengan tingkat kehati-hatian tinggi dan hambatan kekurangan agunan. Dalam memberikan pinjaman, USAID juga melakukan bimbingan pelatihan. Maksimal penjaminan kredit oleh USAID adalah 50% dari nilai kredit. Empat tipe penjaminan kredit yang dilakukan USAID/DCA adalah penjaminan kredit (Loan Guarantee), Penjaminan Portofolio (Loan Portofolio Guarantee), Penjaminan Portabel (Portabel Guarantee) dan Penjaminan Bond (Bond Guarantee). Namun, terkait dengan keberadaan usaha kecil dan menengah, maka USAID melalui DCA menggunakan skim partial loan guarantee. Penjaminan ini didefenisikan sebagai suatu penjaminan yang diberikan bagi sebuah kredit dari lembaga keuangan kepada peminjam untuk
67
https://www.usaid.gov/results-and-data/progress-data/data/dca, diakses pada 20 november 2015 68 Nasroen Yasabari & Nina Kurnia Dewi, edisi ketiga, op.cit., Hlm 213
40 Universitas Sumatera Utara
suatu aktivitas tertentu. Aktivitas inilah yang sering dimanfaatkan oleh kalangan UKM, termasuk lembaga keuangan mikro69 (microfinance).
69
Lembaga Keuangan Mikro adalah Badan Usaha Keuangan yang menyediaka layanan jasa keuangan mikro, seperti Badan Kredit Desa (BKD), Badan Usaha Milik Desa (BUMDES) dan Lembaga Dana Kredit Pedesaan (LDKP) yang bukan bank dan bukan Koperasi.
41 Universitas Sumatera Utara