BAB II PENGANGKATAN ANAK MENURUT PP NOMOR 54 TAHUN 2007
A. Pengertian dan Dasar Hukum Pengangkatan anak. Pengangkatan anak disebut juga dengan adopsi, kata adopsi berasal dari bahasa latin “adoptio” yang berarti pengangkatan anak sebagai anak sendiri.9 Pengangkatan anak dalam bahasa Belanda dikenal dengan kata “adoptie” atau “adoption” dalam bahasa Inggris yang berarti menjadikan anak angkat. Sementara dalam kamus umum bahasa Indonesia dapat dilihat arti dari anak angkat yaitu anak orang lain yang diambil dan disamakan dengan anak sendiri. Menurut W.J.S Poerwadarminta,10 dalam kamus umum bahasa Indonesia menyebutkan bahwa pengangkatan anak angkat berasal dari kata dasar “angkat” artinya membawa ke atas, kemudian ditambahkan awalan “peng” dan akhiran “an” yang membentuk maksud kata kerja suatu proses. Jadi “pengangkatan berarti suatu proses untuk membawa ke atas. Sedangkan kata “anak” berarti keturunan yang kedua artinya anak itu diambil dari lingkungan asalnya (orang tua kandungnya), dan 9
Andi Hamzah, Kamus Hukum, PT.Ghalia Indah:Bandung, 1986, hlm.28 Poewardarminta W. J. S, Kamus Umum bahasa Indonesia, (1984 :309). hlm 10.
10
Universitas Sumatera Utara
kemudian dimasukkan dalam keluarga yang mengangkatnya (orang tua angkatnya) menjadi anak angkat. Adopsi merupakan salah satu perbuatan manusia termasuk perbuatan perdata yang merupakan bagian hukum kekeluargaan, dengan demikian ia melibatkan persoalan dari setiap yang berkaitan dengan hubungan antara manusia.11 Dalam perkembangan hukum nasional, pengertian pengangkatan anak berlaku bagi seluruh pengangkatan anak di Indonesia tanpa membedakan golongan penduduk, berlaku juga pada pengangkatan anak antar Warga Negara Indonesia (domestic adoption) maupun pengangkatan anak Warga Negara Asing oleh Warga Negara Indonesia (inter-country adoption) yang diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 54 Tahun 2007 tentang Pelaksanaan Pengangkatan Anak.12 Menurut Peraturan Pemerintah tersebut, pengangkatan anak adalah suatu perbuatan hukum yang mengalihkan seorang anak dari lingkungan kekuasaan orang tua, wali yang sah, atau orang lain yang bertanggung jawab atas perawatan, pendidikan dan membesarkan anak tersebut ke dalam lingkungan keluarga orang tua angkat.13 Pengangkatan anak adalah suatu perbuatan mengambil anak orang lain kedalam keluarganya sendiri, sehingga demikian antara orang yang mengambil anak dan yang diangkat timbul suatu hubungan hukum.14
11
Muderis Zaini, Op.cit., hlm.30 Rusli Pandika, Hukum Pengangkatan Anak, Jakarta: SinarGrafika, 2012, hlm.105 13 Peraturan Pemerintah No.54 Tahun 2007, Pasal 1 butir 2 14 Shoedharyo Soimin,Hukum Orang dan Keluarga, Jakarta: Pradnya Paramitha.1992 12
Universitas Sumatera Utara
Menurut Muderis Zaini,15 pengangkatan anak adalah suatu perbuatan pengambilan anak orang lain kedalam keluarganya sendiri sedemikian rupa, sehingga antara orang yang memungut anak dan anak yang dipungut itu timbul suatu hukum kekeluargaan yang sama, seperti yang ada antara orang tua dengan anak kandungnya sendiri. Dalam perkembangannya, anak dapat diklasifikasikan menjadi beberapa macam. Pertama, anak sah, yaitu anak yang dilahirkan dalam atau akibat perkawinan yang sah atau hasil perbuatan suami istri yang sah diluar rahim dan dilahirkan oleh istri tersebut.16 Kedua, anak terlantar, yaitu anak yang tidak terpenuhi kebutuhannya secara wajar, baik fisik, mental, spiritual, maupun sosial.17 Ketiga, anak yang menyandang cacat, adalah anak yang mengalami hambatan fisik atau mental sehingga mengganggu pertumbuhan dan perkembangannya secara wajar.18 Keempat, anak yang mengalami keunggulan, adalah anak yang mempunyai kecerdasan yang luar biasa atau memiliki potensi dan bakat istimewa.19 Kelima, anak asuh, adalah anak yang diasuh oleh seseorang atau lembaga, untuk diberikan bimbingan, pemeliharaan, perawatan, pendidikan, dan kesehatan, karena orang tuanya atau salah satu orang tuanya tidak mampu menjamin tumbuh kembang anak secara wajar.20
15
Zaini Muderis, Op.cit Kompilasi Hukum Islam, Pasal 99 17 Undang-undang No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, Pasal 1 butir 6 18 Ibid., Pasal 1 butir 7 19 Ibid., Pasal 1 butir 8 20 Ibid., Pasal 1 butir 10 16
Universitas Sumatera Utara
Dengan meningkatnya praktek pengangkatan anak yang terjadi dalam masyarakat, dan untuk menambah aturan yang mengatur tentang pengangkatan ini, maka Mahkamah Agung mengeluarkan aturan dalam bentuk Surat Edaran. Beberapa Surat Edaran Mahkamah Agung (SEMA) mengenai pengangkatan anak tersebut antara lain : a. Surat Edaran Nomor 2 Tahun 1979. b. Surat Edaran Mahkamah Agung (SEMA) RI Nomor 6 Tahun 1983. c. Surat Edaran Mahkamah Agung (SEMA) RI Nomor 4 Tahun 1989.21 B. Latar Belakang Pengangkatan Anak Pada mulanya pengangkatan anak (adopsi) dilakukan semata-mata untuk melanjutkan dan mempertahankan garis keturunan dalam suatu keluarga yang tidak dapat memiliki keturunan. Disamping itu juga untuk mempertahankan ikatan perkawinan sehingga tidak timbul perceraian, tetapi sejalan dengan perkembangan masyarakat, tujuan adopsi telah berubah menjadi untuk kesejahteraan anak. Hal ini tercantum dalam pasal 12 ayat (1) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 1979 tentang Kesejahteraan Anak yang berbunyi : “Pengangkatan anak menurut adat dan kebiasaan dilaksanakan dengan mengutamakan kepentingan kesejahteraan anak.”22 Dalam praktiknya, pengangkatan anak di kalangan masyarakat Indonesia mempunyai beberapa tujuan dan/atau motivasinya, tujuannya adalah untuk 21
Mahkamah Agung RI, Himpunan Surat Edaran Mahkamah Agung RI. Pasal 12 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 4 Tahun 1979 tentang Pelaksanaan Pengangkatan Anak. 22
Universitas Sumatera Utara
meneruskan keturunan apabila dalam suatu perkawinan tidak memperoleh keturunan.23 Motivasi ini sangat kuat terhadap pasangan suami istri yang telah divonis tidak mungkin melahirkan anak, padahal mereka sangat mendambakan kehadiran anak dalam pelukannya ditengah-tengah keluarga. Undang-undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, secara tegas menyatakan bahwa tujuan pengangkatan anak hanya dapat dilakukan untuk kepentingan yang terbaik bagi anak dan dilakukan berdasarkan adat kebiasaan setempat dan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.24 Ketentuan ini sangat memberikan jaminan perlindungan bagi anak yang sifatnya memang sangat tergantung dari orang tuanya. Gagasan bahwa dalam pengangkatan anak harus mempertimbangkan kepentingan anak yang diangkat, hal ini dapat ditemui dalam Penetapan Pengadilan Negeri Bandung No.30/1970 Comp. Tanggal 26 Februari 1970, tetapi sikap ini dengan tegas dinyatakan dalam Undang-undang No. 4 Tahun 1979 tentang Kesejahteraan Anak, ketentuan dalam pasal 12 ayat (1) dan ayat (3) UU Kesejahteraan Anak. Sikap ini kemudian diikuti oleh Mahkamah Agung RI dengan Surat Edaran Mahkamah Agung Nomor 6 Tahun 1983 tentang Penyempurnaan Surat Edaran Nomor 2 Tahun 1979. Kemudian Pasal 39 ayat (1) UU Perlindungan Anak serta pelaksanaannya, yaitu Peraturan Pemerintah No.54 Tahun 2007 tentang Pengangkatan Anak (Pasal 2). 23
Andi Syamsu dan M.Fauzan, Op.Cit., hlm 216 Undang-undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, Pasal 39 ayat (2)
24
Universitas Sumatera Utara
Pengangkatan anak semakin kuat dipandang dari sisi kepentingan yang terbaik bagi si anak sebagai sarana untuk meningkatkan kesejahteraan anak, untuk memperbaiki kehidupan dan masa depan si anak yang akan diangkat.25 Hal ini tidak berarti melarang calon orang tua angkat mempunyai pertimbangan lain yang sah dalam mengangkat anak, seperti ingin mempunyai anak karena tidak mempunyai anak kandung, tetapi didalam pengangkatan anak, sisi kepentingan anak angkatlah yang harus menjadi pertimbangan utama. Mengenai adanya kepentingan terbaik bagi calon anak angkat dengan pengangkatan yang tercermin dalam permohonan untuk mendapatkan suatu penetapan atau putusan pengadilan. Pada masa lalu, berdasarkan Surat Edaran Mahkamah Agung Nomor 6 Tahun 1983, adanya kepentingan anak harus dinyatakan atau diindikasikan dalam surat permohonan untuk penetapan atau putusan yang ditujukan ke Pengadilan. Sekarang indikasi tersebut dimanifestasikan dalam bentuk surat pernyataan tertulis dari calon orang tua angkat yang dilampirkan dalam permohonan untuk penetapan atau putusan pengadilan. Walau demikian, tentu masih ada juga penyimpangan-penyimpangan, seperti, ingin menambah/mendapatkan tenaga kerja yang murah. Adakalanya keluarga yang telah mendapatkan anak kandung, merasa perlu untuk mengangkat anak, yang bertujuan menambah tenaga kerja dikalangan keluarga atau merasa kasihan terhadap anak terlantar itu. Beberapa alasan seseorang melakukan pengangkatan anak diantaranya : 25
Rusli Pandika, Hukum Pengangkatan anak, Jakarta : Sinar Grafika, 2012 hlm 106
Universitas Sumatera Utara
1. Rasa belas kasihan terhadap anak terlantar atau anak yang orangtuanya tidak mampu memeliharanya atau alas an kemanusiaan. 2. Tidak
mempunyai
anak
dan
keinginan
anak
untuk
menjaga
dan
memeliharanya kelak dikemudian hari tua. 3. Adanya kepercayaan bahwa dengan adanya anak angkat dirumah, maka akan mempunyai anak sendiri. 4. Untuk mendapat teman bagi anaknya yang sudah ada. 5. Untuk mendapat atau menambah tenaga kerja. 6. Untuk mempertahankan ikatan perkawinan atau kebahagiaan keluarga.26 Menurut Muderis Zaini, inti dari pengangkatan anak adalah : 1. Tidak mempunyai anak. 2. Rasa belas kasihan kepada anak tersebut disebabkan orang tua si anak tidak mampu memberi nafkah kepadanya. 3. Rasa belas kasihan, disebabkan anak tersebut tidak memiliki orang tua (yatim piatu). 4. Untuk mempererat hubungan kekeluargaan. 5. Pemancing bagi yang tidak mempunyai anak untuk dapat mempunyai anak kandung. 6. Untuk menambah tenaga dalam keluarga. 7. Untuk menyambung keturunan dan mendapat regenerasi bagi yang tidak mempunyai anak kandung.27 26
Meliala Djaja S., Pengangkatan Anak di Indonesia, Tarsito : Bandung.1982
Universitas Sumatera Utara
M. Budiarto,28 menyebutkan bahwa latar belakang dilakukan pengangkatan anak yaitu : 1. Keinginan untuk mempunyai anak, bagi pasangan yang tidak mempunyai anak. 2. Adanya harapan dan kepercayaan akan mendapatkan anak setelah mengangkat anak atau sebagai “pancingan”. 3. Masih ingin menambah anak yang lain jenis dari anak yang telah dimiliki. 4. Rasa belas kasihan terhadap anak terlantar, miskin, yatim piatu dan sebagainya. Dari pendapat-pendapat yang diuraikan para sarjana diatas terlihat bahwa pada dasarnya latar belakang seseorang melakukan pengangkatan anak adalah karena tidak memiliki keturunan, untuk mempertahankan sebuah ikatan perkawinan atau kebahagiaan, adanya harapan atau kepercayaan akan mendapatkan anak atau pancingan. Apapun alasan-alasan yang melatarbelakangi seseorang untuk melakukan pengangkatan anak, orang tua angkat harus dapat memperhatikan kesejahteraan anak yang diangkatnya. Harus disadari bahwa pengangkatan anak yang sesuai dengan budaya dan akidah masyarakat Indonesia tidak memutuskan hubungan darah antara anak yang diangkat dengan orang tua kandungnya. Hal ini disebutkan dalam pasal 4 Peraturan Pemerintah Nomor 54 tahun 2007, bahwa pengangkatan anak tidak memutuskan 27 28
Zaini Muderis, Adopsi,Bina Aksara : Jakarta.1995 Budiarto M., Pengangkatan Anak ditinjau Dari Segi Hukum, Jakarta: Akademika Pressindo,
1991
Universitas Sumatera Utara
hubungan darah antara anak yang diangkat dengan orang tua kandungnya.29 Hal sensitif yang juga harus disadari oleh calon orang tua angkat dan orang tua kandung adalah bahwa calon orang tua angkat harus seagama dengan agama yang dianut oleh calon anak angkat, hal ini penting diperhatikan oleh karena pengaruh agama orang tua angkat terhadap anak angkat hanya memiliki satu arus arah dari orang tua angkat terhadap anak angkatnya, jika hal ini terjadi maka akan sangat melukai hati dan nurani serta akidah orang tua kandung anak angkat tersebut. Hubungan nasab anak angkat dengan orang tua kandungnya tidak terputus oleh lembaga pengangkatan anak, dan orang tua kandung tetap memiliki hak untuk menjalankan hak dan kewajibannya sebagai orang tua kandung, oleh karena itu orang tua angkat wajib memberitahukan kepada anak angkatnya mengenai asal usul dan orang tua kandungnya. Pemberitahuan asal usul dan orang tua kandungnya dengan memperhatikan kesiapan anak yang bersangkutan.30 C. Syarat-syarat Pengangkatan Anak Mengenai syarat pengangkatan anak hendaknya dibedakan antara sifat yang bersifat formal yaitu mengenai acara pengangkatan anak dan syarat yang bersifat materiil yaitu syarat calon orang tua angkat dan calon anak angkat.31 Tentang syarat materiil dapat dikemukakan bahwa calon orang tua angkat pada umumnya adalah pasangan suami istri, kadang kala mereka yang pernah kawin. 29
Peraturan Pemerintah tentang Pelaksanaan Pengangkatan Anak Nomor 54 Tahun 2007 Pasal
4
30
Undang-undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Pengangkatan Anak, Pasal 40 Ahmad Kamil dan M.Fauzan, Op.Cit.,hlm 58
31
Universitas Sumatera Utara
Mengenai jumlah anak yang dapat diangkat pada umumnya tidak ada pembatasan dan pada umumnya mengangkat lebih dari satu orang anak dimungkinkan. Calon orang tua angkat dapat mengangkat anak paling banyak 2 (dua) kali dengan jarak waktu paling sedikit 2 (dua) tahun. Dalam hal anak yang diangkat adalah anak kembar, maka pengangkatan anak dapat dilakukan sekaligus dengan saudara kembarnya.32 Jarak waktu pengangkatan anak pertama dan kedua itu dapat dikecualikan bagi anak penyandang cacat. Ketentuan ini secara eksplisit mengatur berapa kali dan dalam jarak berapa lama orang boleh melakukan pengangkatan anak. Ketentuan tidak menyatakan dengan tegas tentang berapa anak yang boleh diangkat, tetapi jika ketentuan dalam Pasal 21 ayat (1) dihubungkan dengan ketentuan Pasal 21 ayat (2) dan Pasal 13 butir (g) PP No.54 Tahun 2007 tentang Pelaksanaan Pengangkatan Anak, secara implisit terkandung maksud dari pembentuk PP Pengangkatan Anak bahwa sekali pengangkatan anak hanya untuk satu anak (angkat) saja, sehingga dengan dua kali pengangkatan anak maka jumlah anak yang diangkat adalah hanya 2 (dua) orang anak. Tetapi dalam hal calon anak angkat adalah kembar maka pengangkatan anak dapat dilakukan sekaligus dengan saudara kembarnya oleh calon orang tua angkat. Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 54 Tahun 2007 pasal 12 ayat (1) syarat anak yang hendak diangkat adalah : 1. Belum berusia 18 (delapan belas) tahun. 32
Pasal 21 ayat (1) dan (2) Peraturan Pemerintah Nomor 54 Tahun 2007 tentang Pelaksanaan Pengangkatan Anak
Universitas Sumatera Utara
2. Merupakan anak terlantar atau ditelantarkan.33 3. Berada dalam asuhan keluarga atau Lembaga Pengasuhan Anak.34 4. Memerlukan perlindungan khusus.35 Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 54 Tahun 2007 pasal 12 ayat (2), mengenai usia anak yang hendak diangkat adalah : 1. Anak berusia 6 (enam) tahun merupakan prioritas utama. 2. Anak berusia 6 (enam) tahun sampai dengan berusia 12 (dua belas) tahun, sepanjang ada alasan mendesak. 3. Anak berusia 12 (dua belas) tahun sampai dengan berusia 18 (delapan belas) tahun, sepanjang anak memerlukan perlindungan khusus.36 Pada penjelasan Peraturan Pemerintah Nomor 54 Tahun 2007 dijelaskan pengertian sepanjang ada alasan mendesak dan sepanjang anak memerlukan perlindungan khusus. Yang dimaksud dengan “ada alasan mendesak” seperti anak korban bencana, anak pengungsian dan sebagainya. Yang dimaksud dengan “anak memerlukan perlindungan khusus” adalah anak dalam situasi darurat, anak yang berhadapan dengan hukum, anak dari kelompok minoritas dan terisolasi, anak tereksploitasi secara ekonomi dan/atau narkotika, alkohol, psikotropika, dan zat adiktif lainnya (napza), anak korban 33
Anak terlantar atau ditelantarkan adalah anak yang tidak terpenuhi kebutuhannya secara wajar, baik fisik, mental, spiritual maupun sosial (Pasal (1) butir 6 UU Perlindungan Anak) 34 Lembaga Pengasuhan Anak adalah lembaga atau organisasi sosial atau yayasan yang berbadan hukum yang menyelenggarakan pengasuhan anak terlantar dan telah mendapat izin dari Menteri untuk melaksanakan proses pengangkatan anak (Pasal (1) butir 5 PP Pengangkatan Anak) 35 Pasal 12 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 54 Tahun 2007 tentang Pelaksanaan Pengangkatan Anak 36 Peraturan Pemerintah Nomor 54 Tahun 2007, Pasal 12 ayat (2)
Universitas Sumatera Utara
penculikan, penjualan dan perdagangan, anak korban kekerasan baik fisik dan/atau mental, anak yang menyandang cacat, dan anak korban perlakuan salah dan penelantaran.37 Mengenai syarat-syarat bagi calon orang tua angkat diatur dalam pasal 13 Peraturan Pemerintah Nomor 54 Tahun 2007, sebagai berikut : 1. Sehat jasmani dan rohani; 2. Berumur paling rendah 30 (tiga puluh) tahun dan paling tinggi 50 (lima puluh) tahun; 3. Beragama sama dengan calon anak angkat; 4. Berkelakuan baik dan tidak pernah dihukum karena melakukan kejahatan; 5. Berstatus menikah paling singkat 5 (lima) tahun; 6. Tidak merupakan pasangan sejenis; 7. Tidak atau belum mempunyai anak atau hanya memiliki satu orang anak; 8. Dalam keadaan mampu ekonomi dan sosial; 9. Memperoleh persetujuan anak dan izin tertulis orang tua wali anak; 10. Membuat pernyataan tertulis bahwa pengangkatan anak adalah demi kepentingan terbaik anak, kesejahteraan dan perlindungan anak; 11. Adanya laporan sosial dari pekerja sosial Instansi Sosial Provinsi setempat; 12. Telah mengasuh calon anak angkat paling singkat 6 (enam) bulan sejak izin pengasuhan diberikan; 13. Memperoleh izin Menteri dan/atau kepala Instansi Sosial Provinsi.38 37
Penjelasan Peraturan Pemerintah Nomor 54 Tahun 2007, pasal 12 huruf (c)
Universitas Sumatera Utara
Menyimpang dari syarat bahwa calon orang tua angkat harus berstatus menikah seperti syarat yang disebutkan diatas, bagi pengangkatan anak antar WNI masih terbuka kemungkinan calon orang tua angkat tunggal (tidak dalam status perkawinan) baik karena tidak menikah atau seorang duda/janda, dengan syarat tambahan sebagai berikut: a. Mendapat izin pengangkatan dari Menteri Sosial, dapat juga izin dari Instansi Sosial Provinsi yang didelegasikan kewenangan oleh Menteri untuk menerbitkan izin pengangkatan anak oleh orang tua tunggal;39 b. Pengangkatan dilakukan melalui Lembaga Pengasuhan Anak. Yang dimaksud dengan Lembaga Pengasuh Anak adalah lembaga atau organisasi sosial atau yayasan yang berbadan hukum yang menyelenggarakan pengasuhan anak terlantar dan telah mendapat izin dari menteri untuk melaksanakan proses pengangkatan anak. Pengangkatan anak oleh orang tua tunggal tidak dapat dilakukan terhadap anak yang langsung dibawah pengasuhan orang tuanya (Pengangkatan Anak Secara Langsung). Pada pengangkatan anak Warga Negara Indonesia oleh Warga Negara Asing sebagaimana dimaksud dalam pasal 11 harus memenuhi syarat yang terdapat pada pasal 14 Peraturan Pemerintah Nomor 54 Tahun 2007 yaitu : 1. Memperoleh izin tertulis dari pemerintah negara asal pemohon melalui kedutaan atau perwakilan Negara pemohon yang ada di Indonesia. 38
Peraturan Pemerintah Nomor 54 Tahun 2007, Pasal 13 Permensos RI No. 110/HUK/2009 tentang Persyaratan Pengangkatan Anak, Pasal 12
39
Universitas Sumatera Utara
2. Memperoleh izin tertulis dari pemerintah. 3. Melalui lembaga pengasuhan anak.40 Pada pengangkatan anak Warga Negara Asing oleh Warga Negara Indonesia harus memenuhi persyaratan yang terdapat pada pasal 15 Peraturan Pemerintah Nomor 54 Tahun 2007 yaitu : 1. Memperoleh persetujuan tertulis dari Pemerintah Republik Indonesia; 2. Memperoleh persetujuan tertulis dari Pemerintah Negara asal anak.41 Selain syarat-syarat yang disebutkan diatas, pengangkatan anak Warga Negara Asing oleh Warga Negara Indonesia juga harus memenuhi syarat: 1. Calon anak angkat dan calon orang tua angkat harus berada di wilayah Negara Republik Indonesia; 2. Pelaksanaannya harus memenuhi persyaratan dan prosedur yang berlaku di Negara anak itu berasal.42 Pada pasal 17 Peraturan Pemerintah Nomor 54 Tahun 2007 mengenai syarat calon orang tua angkat untuk Warga Negara Asing, selain harus memenuhi syarat yang disebutkan dalam pasal 13, juga harus memenuhi syarat sebagai berikut : 1. Telah bertempat tinggal di Indonesia secara sah selama 2 (dua) tahun; 2. Mendapat persetujuan tertulis dari pemerintah Negara pemohon;
40
Peraturan Pemerintah Nomor 54 Tahun 2007, Pasal 14 Peraturan Pemerintah Nomor 54 Tahun 2007, Pasal 15 42 Rusli Pandika, Op.Cit., hlm 151 41
Universitas Sumatera Utara