BAB II PENDIDIKAN TAUHID DAN ISTIGHOTSAH A. Pendidikan Tauhid 1. Pengertian Pendidikan Tauhid Pendidikan merupakan hal yang penting bagi kehidupan manusia. Dengan pendidikan itulah manusia dapat maju dan berkembang secara baik, melahirkan kebudayaan dan peradaban positif yang membawa kebahagiaan dan kesejahteraan hidup mereka. Hal ini disebabkan semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang makin tinggi pula tingkat kebudayaan dan peradabannya. Kata pendidikan berasal dari kata dasar didik atau mendidik, yang secara harfiah berarti memlihara dan memberi latihan.1 pendidikan, menurut kamus besar bahasa indonesia, pendidikan dapat diartikan sebagai proses perubahan sikap dan tata laku seseorang atau kelompok orang dalam usaha mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan latihan, proses, perbuatan, cara mendidik.2 Pendidikan adalah proses untuk memberikan
manusia
berbagai
macam
situasi
yang
bertujuan
memperdayakan diri.3
1
Muhibin syah, psikologi pendidikan, editor: anang solihin wardan (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2000), hlm. 2. 2 Dinas P&K, Kamus Besar Bahasa Indonesia (Jakarta: Balai Pustaka, 2003), hlm. 959. 3 Nurani Soyomukti, Teori-Teori Pendidikan (Yogyakarta: Ar-Ruzz Media, 2013), hlm. 27.
17
18
Dalam bahasa arab, kata pendidikan juga berasal dari kata rabbayurabbi-tarbiyatan, berarti mendidik, mengasuh dan memlihara.4 Dalam kitab At Tarbiyah wa Thariq At Tadris dijelaskan bahwa Pendidikan adalah berbagai macam pengaruh guna menghadapi hidup seseorang. Jadi pendidikan berarti menyongsong kehidupan atau pembentukan pola hidup seseorang.5 Apabila pendidikan secara turun temurun sangat penting bagi manusia, pendidikan tauhid tidak kalah penting. Sebab, pendidikan tauhid tidak hanya untuk kepentingan di dunia, tapi juga untuk kehidupan akhirat.6 Dengan demikian dapat ditegaskan bahwa pada hakikatnya pendidikan adalah ikhtiar manusia untuk membantu dan mengarahkan pertumbuhan dan perkembangan fitrah (kemampuan dasar) atau potensi manusia agar berkembang sampai titik maksimal sesuai dengan tujuan yang dicita-citakan. Pendidikan Islam adalah penataan individual dan sosial yang dapat menyebabkan seseorang tunduk taat pada islam dan menerapkannya secara sempurna di dalam kehidupan individu dan masyarakat. Pendidikan islam merupakan
kebutuhan
mutlak
untuk
dapat
melaksanakan
islam
sebagaimana yang dikehendaki oleh Allah.7
4
Ahmad warson munawwir, Kamus al-Munawir (Yogyakarta: PP.al-Munawir, 1989), hlm.
504. 5
Shaleh Abdul Aziz, At Tarbiyyah wa Thariq At Tadris (Lebanon : Daarul Ma‟arif, 1979),hlm. 13. 6 Erwati Aziz, Prinsip-Prinsip Pendidikan Islam (Solo: Tiga Serangkai, 2003), hlm. 98. 7 Abdurrahman An-Nahlawi, Prinsip-Prinsip Dan Metode Pendidikan Islam (Bandung: Diponegoro, 1989), hlm. 41.
19
Tauhid dalam ajaran islam adalah sikap mengikhlaskan segenap jiwa untuk Allah SWT semata dan tiada keikhlasan yang hakiki tanpa disertai takwa, sedangkan manifest takwa adalah “La Ilaaha ila Allah” yang hanya dengannya seorang hamba mutlak menyembah kepada Allah. Kalimat tauhid merupakan mahkota bagi orang yang mentauhidkan Allah, cahaya hati orang yang bertaqwa.8 Masalah tauhid merupakan suatu aspek yang sangat esensial dalam agama islam, sehingga tauhid menjadi inti perjuangan para Rasul sebagaiamana dalam sejarah penegakan tauhid ini musa berhadapan dengan firaun, ibrahim bertolak melawan namrud dan Muhammad berhadapan
dengan
musyrikin
mekah.
Dengan
kata
lain,
sejak
diciptakannya manusia, tauhid selalu dicoba untuk diganggu gugat namun Allah selalu memelihara akidah ini agar tetap bersih. Sejarah membuktikan bahwa kemusyrikan akan selalu membawa bencana dan kesewenangwenangan. Tidak ada kebahagiaan sekalipun didalamnya. Dan sejarah membuktikan bahwa hanya dengan yang murni ini sebuah bangsa akan berjalan dengan baik.9 Tauhid atau pengesaan Allah memainkan peranan penting dalam berbagai aspek kehidupan manusia. Tauhid menjadi pemancar kebaikan di dunia dan keselamatan di akhirat. Kadar keselamatan manusia diakhirat berbanding lurus dengan kadar keyakinan dalam bertauhid. Begitu pula
8
Tarmizi taher, Menyegarkan Akidah Tauhid Islam: Mati Diera Klentik (Jakarta: Gema Insani Perss, 2002), hlm. 5. 9 Ibid, hlm. 6.
20
halnya dengan keridhaan Allah di dunia dan di Akhirat. Dunia adalah tempat pengujian dan akhirat adalah tempat pembalasan. Tauhid sebagai ilmu merupakan ajaran dasar yang paling pokok dalam ajaran islam.10 Tauhid merupakan salah satu jalan manusia untuk menyelamatkan diri dari ujian hidup didunia ini. Dalam akidah islam seorang muslim tidak akan menyembah kepada selain Allah dan tidak akan meminta pertolongan kecuali hanya kepada Allah. Implementasi ini termanifestasi dalam surah al-Fatihah yang selalu dibaca minimal 17 kali sehari.11 Aspek pokok dalam ilmu tauhid adalah keyakinan atas eksistensi Allah yang maha sempurna, maha kuasa, dan memiliki sifat-sifat kesempurnaan lainnya. Keyakinan tersebut membawa seseorang kepada kepercayaan akan adanya malaikat, kitab-kitab yang diturunkan Allah, nabi-nabi, para Rasul, takdir, kehidupan setelah mati, dan melahirkan kesadaran akan kewajiban yang ia lakukan kepada sang khalik (pencipta). Sebab dari semuanya itu, mempunyai kaitan yang sangat erat dan merupakan konsekuensi dari keyakinan akan eksistensi Allah SWT.12 Tauhid ditinjau dari sudut bahasa (etimologi) kata tauhid merupakan bentuk kata mashdar dari asal kata kerja lampau yaitu: Wahhada Yuwahhidu wahdah yang memiliki arti mengesakan atau menunggalkan. Sedangkan dari sudut istilah (terminologi), ilmu tauhid 10
Muhammad Imaduddin A, Kuliah Tauhid (Jakarta:Yayasan Pembina Sari,1993), hlm.
11
Ibid., hlm. 92. Yusron Asmuni, Ilmu Tauhid (Jakarta: Raja Grafindo, 1993), hlm.71.
90. 12
21
adalah salah satu cabang ilmu studi keislaman yang lebih memfokuskan pada pembahasan wujud Allah dengan segala sifatnya serta tentang para Rasul-Nya,
sifat-sifat
dan
segala
perbuatannya
dengan
berbagai
pendekatan.13 Tauhid adalah kata yang mengandung pemahaman atau ajaran bahwa Tuhan itu Esa dan tidak dapat dibagi-bagi. Ajaran Islam menyerukan agar manusia mentauhidkan Allah, tidak menyekutukan Allah dengan suatu apapun.14Tauhid merupakan intisari kitab suci, dari semua ajaran nabi dan Rasul Allah yang diutus bagi manusia dibumi sampai lahirnya nabi terakhir yaitu Muhammad SAW.15 Secara sederhana pendidikan tauhid mempunyai arti suatu proses bimbingan untuk mengembangkan dan memantapkan kemampuan manusia dalam mengenal keesaan allah menurut hamdani pendidikan tauhid yang dimaksud disini ialah Suatu upaya yang keras dan bersungguh-sungguh dalam mengembangkan, mengarahkan, membimbing akal pikiran, jiwa, albu, dan ruh kepada pengenalan (ma‟rifat) dan cinta (mahabbah) kepada Allah SWT. Dan melenyapkan segala sifat, af‟al, asma dan
dzat
yang
negatif
dengan
yang
positif
(fana‟fillah)
serta
mengekalkannya dalam suatu kondisi dan ruang(baqa‟billah).16
13
Mulyono, Studi Ilmu Tauhid / Kalam (Malang: UIN Maliki Press, 2010), hlm. 13-15. AW munawir, Kamus Al-Munawir Arab-Indonesia Lengkap (Yogyakarta: Pustaka Progresif, 1997), hlm.153. 15 Nur Cholis Majid, Islam Dan Doktrin Peradaban (Jakarta: Yayasan Wakaf Paramadina), hlm. 72. 16 M. Hamdani B. DZ, Pendidikan Ketuhanan dalam Islam, (Surakarta: Muhammadiyah University Press, 2001), hlm. 10. 14
22
Pendidikan
yang
dimaksud
ialah
agar
manusia
dapat
memfungsikan instrumen-instrumen yang dipinjamkan Allah kepadanya, akal pikiran menjadi brilian di dalam memecahkan rahasia ciptaan-Nya, hati mampu menampilkan hakikat dari rahasia itu dan fisik pun menjadi indah penampilannya dengan menampakkan hak-hak-Nya.17 Adapun Asmuni mengungkapkan pengertian pendidikan ialah pemberian bimbingan kepada seseorang agar memiliki jiwa tauhid yang kuat dan mantap, serta memiliki tauhid yang kuat dan benar. Bimbingan tersebut tidak hanya diberikan secara lisan atau tulisan namun yang paling penting adalah dengan sikap, tingkah laku dan perbuatan.18 Dengan pendidikan tauhid ini manusia akan menjadi
manusia
hamba bukan manusia yang dehumanis kemudian timbul rasa saling mengasihi, tolong menolong, memberikan hartanya yang lebih kepada mereka yang membutuhkan selalu waspada terhadap tipu daya dunia dan manusia zalim, dapat belaku sederhana (zuhud) dan hati yang wara serta sebagainya. Dengan demikian pendidikan tauhid mempunyai makna yang dapat kita pahami sebagai upaya untuk menampakkan atau mengaktualisasikan potensi laten yang dimiliki oleh setiap manusia,
yang dalam bahasa
Islamnya potensi laten ini disebut dengan fitrah. Salah satu fitrah manusia adalah fitrah beragama maka dari itu pendidikan tauhid lebih diarahkan
17 18
Ibid., hlm.10. Yusron asmuni, op.cit., hlm. 41.
23
pada pengembangan fitrah keberagamaan seseorang sebagai manusia tauhid. Dengan kata lain pendidikan tauhid adalah usaha mengubah tingkah laku manusia berdasarkan ajaran tauhid dalam kehidupan melalui bimbingan, pengajaran dan pelatihan dengan dilandasi oleh keyakinan kepada Allah semata. Hal ini sesuai dengan karakteristik ajaran Islam sendiri yaitu, mengesakan Allah dan menyerahkan diri kepada-Nya. Allahlah yang mengatur hidup dan kehidupan umat manusia dan seluruh alam. Dialah yang berhak ditaati dan dimintai pertolongan-Nya. Beberapa tokoh telah mengemukakan definisi dari tauhid diantaranya adalah: a. Menurut Syaikh Muhammad abduh, Tauhid ialah ilmu yang membahas tentang wujud Allah tentang sifat-sifat yang wajib tetap bagi-Nya, sifatsifat yang jaiz disifatkan kepada-Nya dan tentang sifat-sifat yang sama sekali yang wajib ditiadakan (mustahil) dari pada-Nya. Juga membahas tentang Rasul-rasul Allah untuk menetapkan kebenaran risalahnya, apa yang wajib pada dirinya, hal-hal yang jaiz dihubungkan (dinisbatkan) pada
diri
mereka
dan
hal-hal
yang
terlarang
(mustahil)
menghubungkannya kepada diri mereka. b. Sedangkan menurut ibnu khaldun, ilmu tauhid ialah ilmu yang berisi alasan-alasan mempertahankan kepercayaan-kepercayaan iman, dengan mempergunakan dalil-dalil pikiran dan berisi bantahan-bantahan
24
terhadap orang-orang yang menyeleweng dari kepercayaan salaf dan ahli sunnah. c. Sementara itu menurut Al-Farabi ilmu tauhid ialah disiplin ilmu yang membahas tentang dzat dan sifat-sifat Allah serta eksistensi semua yang mukmin, mulai yang berkenaan dengan masalah dunia sampai masalah sesudah mati yang berlandaskan doktrin islam, stressing akhirnya memproduksi ilmu ketuhanan secara filosofis.19 d. Abdul munir menambahkan bahwa tauhid adalah satu ilmu yang memiliki dan membahas soal-soal yang wajib, mustahil, dan jaiz bagi sekalian utusannya. Juga mengupas dalil-dalil yang sesuai akal pikiran sebagai media pembuktian adanya dzat yang mewujudkan.20 Tauhid dalam istilah lain disebut iman atau aqidah, merupakan inti dari ajaran islam. Iman adalah kepercayaan dalam hati meyakini dan membenarkan adanya Tuhan dan membenarkan apa yang dibawa oleh muhammad SAW. Di dalam islam terdapat kepercayaan-kepercayaan yang harus diamalkan oleh pemeluknya dengan keyakinan dan kesadaran yang mendorong dirinya sendiri untuk berbuat baik dan menjauhi larangan Tuhan. Iman kepada Allah adalah ajaran islam paling asasi yang mendasari seluruh ajaran islam dan menjadi sumber formalitas perilaku manusia. Meyakini dan iman kepada Allah menjadi inti dan akhir dari seluruh ajaran islam.21
19
Abdul Rojak Dan Rosihon A, Ilmu Kalam (Bandung: Pustaka Setia, 2012), hlm. 21. Thohir Abdul M, Ikhtisar Ilmu Tauhid (Jakarta: Dana, 1995), hlm. 9. 21 Ibid., hlm. 28. 20
25
Dengan demikian, tauhid adalah suatu bentuk pengakuan dan penegasan bahwa Allah adalah Tuhan Yang Maha Esa, Zat Yang Maha Suci yang meliputi sifat, asma dan af‟al-Nya. 2. Dasar Pendidikan Tauhid Dasar merupakan fundamental dari suatu bangunan atau bagian yang menjadi sumber kekuatan. Ibarat pohon, dasarnya adalah akar. Maksud dari dasar pendidikan di sini ialah pandangan yang mendasari seluruh aspek aktivitas pendidikan, karena pendidikan merupakan bagian yang sangat penting dalam kehidupan. Dasar pendidikan yang dimaksud di sini adalah nilai-nilai tertinggi yang dijadikan pandangan oleh suatu masyarakat itu berlaku sehingga dapat diketahui betapa penting keberadaan dasar pendidikan sebagai tempat pijakan. Dengan demikian setiap usaha, kegiatan dan tindakan yang disengaja untuk mencapai suatu tujuan harus mempunyai landasan tempat berpijak yang baik dan mapan. Pendidikan tauhid sebagai suatu usaha membentuk insan kamil harus mempunyai landasan ke mana semua kegiatan pendidikan dikaitkan dan diorientasikan. Dasar pendidikan tauhid adalah sama dengan pendidikan Islam, karena pendidikan tauhid merupakan salah satu aspek dari pendidikan Islam, sehingga dasar dari pendidikan ini tidak lain adalah pandangan hidup yang Islami, yang pada hakikatnya merupakan nilai-nilai luhur yang bersifat transendental dan universal yaitu Al Qur‟an dan Hadis. Adapun uraian dasar pendidikan tauhid adalah sebagai berikut .
26
a. Al Qur‟an Di dalam Al Qur‟an terdapat banyak ajaran yang berkenaan dengan kegiatan atau usaha pendidikan tauhid. Misalnya dalam surat Luqman ayat 13, menerangkan kisah Luqman yang mengajari anaknya tentang tauhid, yang artinya:”22 Hai anakku, janganlah kamu menyekutukan Allah. Sesungguhnya mempersekutukan Allah itu adalah aniaya yang besar.” (QS. Luqman: 13). Pengajaran yang disampaikan Luqman kepada anaknya, merupakan dasar pendidikan tauhid yang melarang berbuat syirik, karena pada hakikatnya pendidikan tauhid adalah pendidikan yang berhubungan dengan kepercayaan akan adanya Allah dengan keesaanNya, sehingga timbul dalam ketetapan dalam hati untuk tidak mempercayai selain Allah. Kepercayaan itu dianut karena kebutuhan (fitrah) dan harus merupakan kebenaran yang ditetapkan dalam hati sanubarinya. Dengan demikian, memberikan pendidikan tauhid kepada anak didik (orang yang belum tahu) sebagai dasar hidupnya dan dasar pendidikan sebelum memberikan pengetahuan lain agar terhindar dari azab Allah. Pada dasarnya semua rasul yang diutus oleh Allah adalah untuk menegakkan kalimat tauhid. Sebagaimana Firman Allah Dan kami tidak mengutus seorang rasul pun sebelum kamu, melainkan Kami
22
Mahmud Junus, op. cit., hlm. 371
27
wahyukan kepadanya “Bahwasanya tidak ada Tuhan melainkan Aku maka sembahlah olehmu sekalian akan Aku.(QS.An Biya‟: 25).23 Ayat ini menjelaskan bahwa semua rasul itu diutus oleh Allah untuk menegakkan kalimat tauhid. Tugas mereka yang paling pokok dan utama adalah menyeru manusia untuk bertauhid kepada Allah, dengan menyatakan bahwa tidak ada Tuhan yang berhak disembah selain Allah. Seruan para rasul itu tentu dengan melalui proses pendidikan, yaitu dengan memberikan pengajaran tentang ketauhidan. Pemberian pengajaran tauhid pada diri manusia, pada hakikatnya adalah menumbuhkan dan mengembangkan pengetahuan manusia dalam memahami tauhid tersebut sebab setiap manusia sudah dibekali fitrah tauhid oleh Allah. Sebagaimana Firman Allah, yang artinya: “Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama (Allah), (tetaplah atas) fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu. Tidak ada perubahan pada fitrah Allah. Itulah agama yang lurus, tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui. (QS.Ar-Ruum: 30).24 Ayat di atas menegaskan bahwa manusia diciptakan oleh Allah dengan dibekali fitrah tauhid, yaitu fitrah untuk selalu mengakui dan meyakini bahwa Allah itu Maha Esa, yang menciptakan alam semesta beserta pengaturannya dan wajib untuk disembah. Oleh karena itu, untuk mejadikan fitrah ini tetap eksis dan kuat, maka diperlukan suatu upaya 23 24
untuk
Ibid., hlm. 292. Ibid., hlm. 325.
diperlukan
suatu
upaya
untuk
selalu
28
menumbuhkembangkan dalam kehidupan pemiliknya dengan melaui pendidikan tauhid, agar manusia selalu ingat dan dekat kepada Tuhannya. b. Hadis Hadis merupakan dasar kedua setelah Al Qur‟an. Hadis berisi petunjuk untuk kemaslahatan hidup manusia dan untuk membina umat menjadi manusia seutuhnya atau muslim yang bertaqwa. Inilah tujuan pendidikan yang dicanangkan dalam Islam. Dalam sejarah pendidikan Islam, Nabi Muhammad telah memberikan pendidikan secara menyeluruh di rumah-rumah dan dimasjid-masjid. Salah satu rumah sahabat yang dijadikan tempat berlangsungnya pendidikan yang pertama adalah rumahnya Arkam di Mekkah, sedang masjid yang digunakan untuk kegiatan pembelajaran adalah masjid Nabawi di Madinah. Adanya kegiatan belajar mengajar yang dilakukan oleh Nabi Muhammad dan dilanjutkan oleh pengikutnya, merupakan realisasi sunnah Nabi Muhammad sendiri. Adapun hadis yang berkaitan dengan pendidikan tauhid ialah “Dari Abu Huraira, ia berkata: Rasulullah saw. bersabda tidak ada seorang anak pun kecuali dilahirkan dalam keadaan fitrah (suci), maka orang tuanyalah yang menjadikannya Yahudi, Nasrani, dan Majusi.(HR. Muslim).25
25
Muslim. Shahih Muslim, juz II, (Bairut:Darul Kutub, Al Alamiah,1986),hlm.458.
29
3. Materi Pendidikan Tauhid Islam adalah agama wahdaniyah yang meliputi beberapa agama samawi. Islam mendokumentasikan ajarannya dalam Al Qur‟an, dan tauhid merupakan dasar dari beberapa agama samawi, seperti agama yang dibawa Nabi Ibrahim dan Nabi lainnya yang menegakkan ajaran tauhid.26 Ajaran tauhid bukanlah monopoli ajaran Nabi Muhammad akan tetapi ajaran tauhid ini merupakan prinsip dasar dari semua ajaran agama samawi. Para nabi dan rasul diutus oleh Allah untuk menyeru kepada pengesaan Allah dan meninggalkan dalam penyembahan selain Allah. Walaupun semua nabi dan rasul membawa ajaran tauhid, namun ada perbedaan dalam hal pemaparan tentang prinsip-prinsip tauhid. Hal ini dikarenakan tingkat kedewasaan berfikir masing-masing umat berbeda sehingga Allah menyesuaikan tuntunan yang dianugrahkan kepada para nabi-Nya sesuai dengan tingkat kedewasaan berfikir umat tersebut.27 Pemaparan
tauhid
mencapai
puncaknya
ketika
Nabi
Muhammad. Diutus untuk melanjutkan perjuangan nabi sebelumnya. Pada masa itu uraian tentang Tuhan dimulai dengan pengenalan perbuatan dan sifat Tuhan yang terlihat dari wahyu pertama turun,28 yaitu yang diawali dengan kata iqra‟(bacalah). Hal ini menunjukkan bahwa nilai-nilai tauhid dalam pendidikan model Islam merupakan masalah pertama dan utama yang dikedepankan sehingga semua orientasi proses pendidikan akhirnya akan bermuara pada 26
Syekh Muhammad Abu Zahra, op.cit., hlm. 18. M. Quraish Shihab, Wawasan Al Qur’an (Bandung : Mizan, 1996), hlm. 19 28 Ibid., hlm 23 27
30
pengakuan akan kebesaran Allah SWT. Adapun Materi pendidikan tauhid yaitu: a. Adanya wujud Allah Untuk membuktikan mengenai wujud Allah, yaitu dengan upaya mengingatkan akal pikiran manusia, mengarahkan pandangannya kepada fenomena alam semesta, melakukan perbandingan dengan dimensi yang hak, memperhatikan tatanan dan peraturan alam serta berlangsungnya hukum sebab akibat sehingga manusia dapat sampai kepada suatu konklusi yang meyakinkan bahwa alam semesta ini mempunyi pencipta dan pencipta ini pasti wajibul wujud lagi Maha mengetahui, Maha Bijaksana dan Maha Kuasa.29 Bila kita perhatikan alam ini maka timbul kesan adanya persesuaian dengan kehidupan manusia dan makhluk lain. Persesuaian ini bukanlah suatu yang kebetulan melainkan menunjukkan adanya penciptaan yang rapi dan teratur yang berdasarkan ilmu dan kebijaksanaan; sebagaimana siang dan malam, matahari dan bulan, empat musim, hewan dan tumbuhan serta hujan. Semua ini sesuai dengan kehidupan manusia. Hal ini menampakkan kebijaksanaan Tuhan. Dengan memperhatikan penciptaan manusia, hewan dan lainnya, menunjukkan bahwa makhluk-makhluk tersebut tidak mungkin lahir dalam wujud dengan sendirinya. Gejala hidup pada beberapa
29
M. Hamdani B. Dz., op. cit., hlm 15
31
makhluk juga berbeda-beda. Misalnya tumbuh-tumbuhan hidup, berkembang dan berubah. Hewan juga hidup dengan mempunyai insting, dapat bergerak, bekembang, makan dan mengeluarkan keturunan. Manusia pun demikian, akan tetapi manusia mempunyai kelebihan yaitu dapat befikir. Hal ini menunjukkan adanya penciptaan yang mengehendaki supaya sebagian makhluk-Nya lebih tinggi daripada sebagian yang lain. Selain itu, seseorang bisa mengetahui keberadaan sesuatu tanpa harus melihatnya secara materi. Dalam kehidupan sehari-hari ini seseorang bias mengakui bahwa untuk mengetahui adanya angin dapat dengan cara merasakannya dan melihat bekas- bekasnya. Seseorang mengakui adanya nyawa tanpa melihatnya sehingga hal ini cukup menguatkan asumsi bahwa untuk membuktikan adanya Tuhan tidak harus dengan pembuktian material. Dalam jiwa manusia sebenarnya telah tertanam suatu perasaan adanya Allah, suatu perasaan naluriah (fitrah) yang diciptakan oleh Allah pada diri manusia sendiri; sebagaimana Firman Allah dalam Surat Ar Ruum ayat 30, yang artinya “Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama (Allah), (tetaplah atas) fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu. Tidak ada perubahan pada
32
fitrah Allah. (Itulah) Agama yang lurus, tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui.” (QS. Ar Ruum : 30)”.30 Dari beberapa uraian di atas dapat dipahami, bahwa untuk meyakinkan adanya Tuhan (wujud Allah.), akal pikiran hendaknya diarahkan pada fenomena alam, namun mata hati manusia jauh lebih tajam dan dapat lebih meyakinkan daripada pandangan kasat mata, karena dalam jiwa manusia sudah tertanam fitrah untuk mengakui adanya Tuhan. Dengan demikian segala sesuatu itu ada pasti ada yang menciptakan, yaitu Allah Zat Yang Maha Pencipta. b. Keesaan Allah Pendidikan tauhid berikutnya yaitu tentang keesaan Allah. Ajaran mengenai keesaan Allah ini, sudah diterangkan oleh para rasul Allah sebelum Nabi Muhammad. Hal ini telihat dari beberapa keterangan yang terdapat dalam Al Qur‟an, misalnya seruan Nabi Shaleh, (QS.11 :61), ajaran Nabi Syu‟aib (QS.11 :84), ajaran Nabi Musa (QS.20 : 13-14), ajaran Nabi Isa (QS.5 : 72) dan Nabi lainnya semua mengajak kepada keesan Allah. Keesaan Allah menurut R. Ng. Ranggawarsita adalah Allah itu Zat yang pertama kali ada, Maha Awal, Maha Esa dan Maha Suci yang meliputi sifat, asma dan af‟al-Nya.31 Sementara menurut Quraish Shihab yang menganalisa kata ahad (Esa), ia menggolongkan keesaan
30
Mahmud Junus, Tarjamah Al Qur’an Al Karim, (Bandung : Al Ma‟arif, 1990), hlm.
31
R. Ng.Ranggawarsita, Wirid Hidayat Jati (Semarang : Dahara Prize, 1997), hlm.17.
371.
33
Allah menjadi empat yaitu: keesaan Zat, keesan sifat, keesaan perbuatan dan keesaan dalam beribadah kepada-Nya.32 Yang dimaksud dengan esa pada Zat ialah Zat Allah itu tidak tersusun dari beberapa bagian dan tidak ada sekutu bagi-Nya. Esa pada sifat berarti sifat Allah tidak sama dengan sifat-sifat yang dimiliki oleh makhlukNya. Esa pada af‟al berarti tidak seorang pun yang memiliki perbuatan sebagaimana pebuatan Allah. Ia Maha Esa dan tidak ada sesembahan yang patut disembah kecuali Allah.33 Dengan demikian dapat dipahami bahwa mulai rasul pertama sampai generasi terakhir Nabi Muhammad hingga pewaris nabi (ulama), telah mengajarkan tauhid yang seragam. Yang dinamakan Esa dalam ajaran Islam adalah tidak atau bukan terdiri dari oknum ganda baik pada nama, sifat maupun zat-Nya. Allah adalah Maha Esa, Zat Yang Maha Suci yang meliputi nama, sifat dan af‟al-Nya, tidak ada Tuhan selain Allah. c. Hikmah Mengenal Allah Seseorang yang mengenal sesuatu yang telah memberikan manfaat pada dirinya maka akan mempunyai kesan atau hikmah terhadap sesuatu itu. demikian juga apabila seseorang mengenal Tuhan melalui akal dan hatinya maka ia akan merasakan buah kenikmatan dan keindahan yang tercermin dalam dirinya.
32 33
M Quraish Shihab, Op cit.,hlm 33. M. Yusran Asmuni, op.cit., hlm. 17.
34
Mengenal (ma’rifat) kepada Allah adalah ma‟rifat yang paling agung. Ma‟rifat ini menurut Sayid Sabiq adalah asas yang dijadikan standar dalam kehidupan rohani dan untuk mengenal Allah dengan melalui cara: berfikir dan menganalisis makhluk Allah, dan mengenal terhadap nama-nama dan sifat-sifat Allah.34 Sifat berkenalan dengan Tuhan menurut penjelasan Sutan Mansur yaitu seseorang merasa berhadapan dengan Tuhan. Keadaan itu terasa benar-benar dalam diri bukan lagi berupa kira-kira atau merabaraba. Seseorang merasakan dalam dirinya dan alam semesta dibawah pengawasan Tuhan dan Tuhan itu memanggilnya supaya berdoa, mengabdikan diri serta mendekatkan diri kepada-Nya. Seseorang datang kepada-Nya dengan mengenal siapa Dia, Zat Yang Maha Kuasa.35 Pengalaman ketauhidan yang tercermin pada diri manusia disebabkan seseorang telah mengetahui dan menginsafi kebenaran kedudukan Allah, ia menyadari akan keagungan dan kebesaran-Nya sehingga dari sini segala apa yang dilkukan akan mengarahkan tujuan pandangannya ke arah yang baik dan benar. Buah mengenal (ma’rifat) akan adanya Allah ini, di antaranya akan tersimpul dalam bentuk sikap sebagai berikut :
34
Sayid Sabiq, Aqidah Islam : Suatu Kajian yang Memposisikan Akal sebagai Mitra Wahyu (Surabaya : Al Ikhlas, 1996), hlm. 41. 35 A.R. Sutan Mansur, Tauhid Membentuk Pribadi Muslim (Jakarta : Yayasan Nurul Islam,1981), hlm 14.
35
a. Adanya perasaan merdeka dalam jiwa dari kekuasaan orang lain. b. Adanya jiwa yang berani dan ingin terus maju membela kebenaran. c. Adanya sikap yakin, bahwa hanya Allahlah yang Maha Kuasa memberi rizki. d. Dapat menimbulkan kekuatan moral pada manusia (kekuatan Maknawiah) yang dapat menghubungkan manusia dengan sumber kebaikan dan kesempurnaan (Allah). e. Adanya ketetapan hati dan ketenangan jiwa. f. Allah memberikan kehidupan sejahtera kepada orang mukmin di dunia.36 Dengan demikian seorang yang yakin akan keesaan Allah, mempunyai sikap hidup optimis yang jauh lebih kuat dibandingkan dengan orang kafir yang menyekutukan Allah, sebagai satu-satunya Rabb, pencipta alam semesta beserta isinya ini. Keimanan akan hal ini apabila sudah menjadi kenyatan yang hebat maka akan dapat merubah dan beralih, yang merupakan suatu tenaga dan kekuatan tanpa dicari akan datang dengan sendirinya dalam kehidupan sehigga keimanan dapat mengubah manusia yang asalnya lemah menjadi kuat, baik dalam sikap, kemauan, maupun keputusan menjadai penuh harap dan harapan ini akan dibuktikan dengan perbuatan nyata. 4. Tujuan Pendidikan Tauhid Selanjutnya
ialah
tentang
tujuan
pendidikan
tauhid.
Membicarakan tujuan pendidikan tauhid tidak terlepas dari tujuan pendidikan islam karena pendidikan tauhid bagian dari pendidikan islam itu sendiri. Oleh sebab itu sebelum kita membicarakan tujuan
36
Sayyid Sabiq, Aqidah Islam, terj. Moh. Abdul Rahtomy (Bandung: Diponegoro, 1996),hlm.133-139.
36
pendidikan tauhid kita perlu mengetahui tujuan pendidikan islam terlebih dahulu. Suatu usaha atau kegiatan dapat terarah dan mencapai sasaran sesuai dengan yang diharapakan maka harus ada tujuannya, demikian juga dengan pendidikan. Suatu usaha apabila tidak mempunyai tujuan tentu usaha tersebut dapat dikatakan sia-sia belaka. Tujuan, menurut zakiah derajat yaitu suatu usaha yang diharapkan tercapai setelah usaha atau kegiatan itu selesai.37Sedangkan menurut djamaludin dan Abdullah aly bahwa Tujuan adalah sasaran yang akan dicapai oleh seseorang atau kelompok orang yang melakukan suatu kegiatan.38 Apabila pendidikan dipandang sebagai suatu usaha melalui proses yang bertahap dan bertingkat maka usaha atau proses itu akan berakhir manakala tujuan akhir pendidikan sudah tercapai. Namun demikian tujuan pendidikan bukanlah suatu benda yang berbentuk tetapi ia merupakan suatu keseluruhan dari kepribadian seseorang, berkenaan dengan seluruh aspek kehidupannya. Sedang menurut Abdul Fattah Jalal, tujuan pendidikan ialah terwujudnya manusia sebagai hamba Allah. Oleh Karena itu pendidikan haruslah meliputi seluruha spek manusia, untuk menjadi manusia yang
37
Zakiah derajat, dkk., Ilmu Pendidikan Islam (Jakarta:Bumi Aksara,1996), hlm. 29. Djamaludin dan Abdullah Aly, Kapita Selekta Pendidikan Islam (Bandung: Pustaka Setia,1999), hlm.14. 38
37
menghambakan
diri
kepada
Allah,
yang
dimaksudkan
dengan
menghambakan diri ialah beribadah kepada Allah.39 Secara khusus tujuan pendidikan tauhid menurut Chabib Thoha adalah untuk meningkatkan ketaqwaan kepada Allah Yang Maha Esa dan untuk menginternalisasikan nilai ketuhanan sehingga dapat menjiwai lahirnya nilai etika insani.40 Tujuan pendidikan menurut kedua pendapat di atas, pada dasarnya adalah tujuan yang berkaitan dengan pendidikan yang bercorak Islam. Dalam hal ini Islam menghendaki agar manusia didik supaya ia mampu merealisasikan tujuan hidupnya sebagaimana yang digariskan oleh Allah. Tujuan hidup manusia dalam Islam ialah beribadah. Pendidikan tauhid sebagai salah satu aspek pendidikan Islam mempunyai andil yang sangat penting dalam mencapai tujuan pendidikan Islam. Menurut Zainuddin, tujuan dari hasil pendidikan tauhid dapat dirumuskan sebagai berikut: a. Agar
manusia
memperoleh
kepuasan
batin,
keselamatan
dan
kebahagiaan hidup di dunia dan akhirat, sebagaimana yang dicitacitakan. Dengan tertanamnya tauhid dalam jiwa manusia maka manusia akan mampu mengikuti petunjuk Allah yang tidak mungkin salah sehingga tujuan mencari kebahagiaan bisa tercapai.
39
Ahmad Tafsir, Ilmu pendidikan dalam Perspektif Islam, (Bandung : Rosda Karya, 2000),hlm. 46. 40 M. Chabib Thoha, Kapita Selekta Pendidikan Islam, (Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 1996),hlm. 72.
38
b. Agar manusia terhindar dari pengaruh akidah-akidah yang menyesatkan (musyrik), yang sebenarnya hanya hasil pikiran atau kebudayaan semata. c. Agar terhindar dari pengaruh faham yang dasarnya hanya teori kebendaan (materi) semata. Misalnya kapitalisme, komunisme, materialisme, kolonialisme dan lain sebagainya.41 Dengan
demikian,
tujuan
dari
pendidikan
tauhid
adalah
tertanamnya akidah tauhid dalam jiwa manusia secara kuat, sehingga nantinya dapat diaktualisasikan dalam kehidupan sehari-hari sesuai dengan ajaran Islam. Dengan kata lain, tujuan dari pendidikan tauhid pada hakikatnya adalah untuk membentuk manusia tauhid. Manusia tauhid diartikan sebagai manusia yang memiliki jiwa tauhid yang dapat diimplementasikan dalam kehidupan sehari-hari melalui perilaku yang sesuai dengan realitas kemanusianya dan realitas alam semesta atau manusia yang dapat mengaktualisasikan nilai-nilai Ilahiah. 5. Nilai – Nilai Pendidikan Tauhid Nilai adalah suatu penetapan atau suatu kualitas objek yang menyangkut suatu jenis apresiasi atau minat. Nilai itu praktis dan efektif dalam jiwa dan tindakan manusia dan melembaga secara objektif didalam masyarakat. Nilai ini merupakan suatu realita yang sah sebagai suatu citacita yang benar dan berlawanan dengan cita-cita palsu atau khayali. Dalam arti lain nilai adalah konsepsi-konsepsi abstrak di dalam diri manusia atau
41
Zainuddin, ilmu tauhid lengkap(Jakarta:Rineka Cipta,1992hlm. 8-9
39
masyarakat, mengenai hal-hal yang dianggap baik, benar dan hal-hal yang buruk dan salah.42 Nilai bukan semata-mata untuk memenuhi dorongan intelek dan keinginan manusia. Nilai justru berfungsi untuk membimbing dan membina manusia supaya menjadi manusia yang lebih luhur, lebih matang, sesuai dengan martabat human-dignity, yang merupakan tujuan dan cita manusia.43 Nilai-nilai Pendidikan Tauhid terbagi menjadi tiga macam, yaitu: 1. Pendidikan Tauhid Rububiyah Tauhid Rububiyah diakui oleh orang-orang kafir pada zaman Rasulullah SAW, akan tetapi (pengakuan tersebut) tidak memasukan mereka ke dalam agama islam. Rosulullah SAW tetap saja memerangi mereka. Nabi SAW menghalalkan darah dan harta mereka. Tauhid Rububiyah adalah mengesakan Allah Ta‟ala dalam perbuatan-Nya. Dalilnya adalah firman Allah Ta‟ala. “katakanlah:”siapakah yang memberi rezaki kepadamu dari langit dan bumi, atau siapakah yang kuasa (menciptakan) pendengaran dan penglihatan, dan siapakah yang mengeluarkan yang hidup dari yang mati dan mengeluarkan yang mati dari yang hidup dan siapakah yang mengatur segela urusan?”Maka mereka akan menjawab:”Allah”. Maka katakanlah:”Mengapa kamu tidak bertakwa (kepada-Nya)?”. (QS. Yunus: 31).
42
Abdul mujib Muhaimin, Pemikiran Pendidikan Islam (Bandung: Trigenda karya,1993), hlm.109-110. 43 Abdul Khobir, Filsafat pendidikan islam (Yogyakarta: STAIN Pekalongan,2011), hlm.37.
40
2. Pendidikan Tauhid Uluhiyah Tauhid inilah yang menyebabkan terjadinya pertentangan baik pada zaman dahulu maupun zaman sekarang. Tauhid uluhiyah adalah mengesakan Allah dalam perbuatan-perbuatan hamba, seperti berdo‟a, nadzar, menyembelih kurban, raja‟ (rasa harap), takut, tawakal, raghbah (senang), rahbah (takut), dan innabah (kembali kepada Allah). Seluruh macam ibadah tersebut memiliki dalil dalam Al-Qur‟an. 3. Pendidikan Tauhid Dzat wa Asma‟wa Shifat Allah Ta‟ala berfirman, “katakanlah:”Dia-lah Allah, yang maha Esa, Allah adalah Tuhan yang bergantung kepada-Nya segela sesuatu. Dia tiada beranak dan tiada pula diperanakan, dan tidak ada seorang pun yang setara dengan dia”. ( QS.Al-ikhlas:1-4). Allah berfirman, “Hanya milik Allah asmaulhusna, maka bermohonlah kepada-Nya dengan menyebut asmaulhusna itu dan tinggalkanlah orang-orang yang menyimpang dari kebenaran dalam(menyebut) nama-nama-Nya. Nanti mereka akan mendapat balasan terhadap apa yang telah mereka kerjakan.”( QS.AlA‟raf:180). Allah berfirman, “…tidak ada sesuatu pun yang serupa dengan Dia, dan Dia-lah yang maha mendengar lagi maha melihat.” (QS. Asysyura: 11).44
B. Istighotsah 1. Pengertian Istighotsah Kata “istighotsah” استغاحتberasal dari “al-ghouts” الغُثyang berarti pertolongan. Dalam tata bahasa Arab kalimat yang mengikuti pola (wazan) “istaf’ala” استفعلatau “istif’al” menunjukkan arti pemintaan atau
44
Muhammad Mu‟iz Raharjo, Manajemen Sumber Daya Manusia yang Unggul, Cerdas dan Berkarakter Islami, (Yogyakarta:Gava Media, 2011), hlm. 96-97.
41
pemohonan. Maka istighotsah berarti meminta pertolongan. Seperti kata ghufron غفزانyang berarti ampunan ketika diikutkan pola istif’al menjadi istighfar استغفارyang berarti memohon ampunan.45 Jadi istighotsah berarti “thalabul ghouts” طلب الغُثatau meminta pertolongan. Istighotsah berarti meminta tolong kepada orang yang dijadikan sarana istighotsah (mustaghats bih), baik seorang Nabi atau Wali, agar didoakan
kepada
Allah
dalam
mengabulkan
hajat
orang
yang
beristighotsah. Jadi dalam istighotsah, posisi Nabi atau Wali sebagai mustaghatsbih, tidak lebih dari sekedar perantara dan penolong agar hajat kita dikabulkan oleh Allah. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa orang yang beristighotsah bukan berarti beribadah kepada Nabi atau Wali tersebut, akan tetapi hanya meminta tolong agar didoakan kepada Allah dalam terkabulnya hajat.46 Istighotsah adalah mashdar ( pokok kata ) dari kata kerja – استغاث يستغيج
yang artinya adalah : طلب الغيج
yaitu meminta pertolongan.
Adapun istighotsah menurut ahli nahwu adalah " وذاء يخلص مه شذة أ َ يعيه " على دفع بليتyaitu : menyeru orang yang dapat melenyapkan kesulitan dan menolong oarang untuk menghilangkan mara bahaya. Syeihkul Islam Ibnu Taimiah Berkata: " Istigshostah
adalah
meminta pertolongan, dalam rangka untuk menghilangkan musibah atau bencana." Seperti istinshor {meminta pertolongan} untuk dimenangkan,
45
https://www.google.com/webhp?sourceid=chrome-instant&ion=1&espv=2&ie=UTF8#q=istighosah.Diakses, 11juli 2015. 46 M. Idrus Romli, “ Istighosah dengan Nabi atau Wali” (Surabaya: Majalah Nahdlatul Ulama, Januari 2014), hlm. 30.
42
dan kata isti'anah (yang berma'na tholubul 'Auni (meminta pertolongan ).47 2. Dalil-Dalil Istighotsah Kebolehan beristighotsah dan bertawasul dengan nabi dan wali yang sudah wafat memiliki sekian banyak dalil, antara lain adalah: a. Dalam al-qur‟an surat al-anfal ayat 9 “(ingatlah), ketika kamu memohon pertolongan kepada Tuhanmu, lalu diperkenankan-Nya bagimu: “Sesungguhnya Aku akan mendatangkan bala bantuan kepada kamu dengan seribu malaikat yang dating berturutturut”(Q.S.al-anfal:9).48 b. Hadits tentang orang buta yang datang kepada Rosulullah SAW. Dalam hadits shahih, Rosulullah SAW mengajarkan kepada orang buta untuk berdoa dengan mengucapkan: ُ ٍك ُم َح َّم ٍذ وَبِ ِّي الزَّحْ َم ِت يَا ُم َح َّم ُذ إِوِّي تَ َُ َّج ك إِلَى َربِّي فِي َ ِْت ب َ ِّك بِىَبِي َ ك ََأَتَ َُ َّجًُ إِلَ ْي َ ُاللٍَُّ َّم إِوِّي أَسْأَل ضي لِي َ َح ِ اجتِي ٌَ ِذ ِي فَتَ ْق Dalam hadits shahih, Rosulullah SAW mengajarkan kepada orang buta untuk berdo’a dengan mengucpkan:“Ya Allah aku memohon dan memanjatkan doa kepada-Mu dengan Nabi kami Muhammad, Nabi pembawa rahmat. Wahai Muhammad, sesungguhnya aku memohon kepada Tuhanku dengan engkau berkait dengan hajatku agar dikabulkan”.49 Hadits ini adalah dalil dibolehkannya bertawasul dengan Nabi SAW pada saat Nabi SAW masih hidup, dibelakangnya (tidak di hadapannya). Hadits ini juga menunjukan bolehnya bertawasul dengan Nabi SAW setelah beliau wafat seperti diajarkan oleh perawi hadits
47
http://islamind.blogspot.com/2011/12/apa-sh-istighosah-itu.html, (Desember 2011) Diakses, 11 juli 2015. 48 Mahmud Junus, Tarjamah Al Qur’an Al Karim, (Bandung : Al Ma‟arif, 1990), hlm. 49 Ahmad, Musnad penduduk Syam” Hadits Utsman bin Hunaif Radliyallahu ta'ala 'anhu” No. Hadist : 16604
43
tersebut, yaitu sahabat Utsman, karena hadits ini tidak hanya berlaku pada masa Nabi SAW hidup, tetapi berlaku selamanya dan tidak ada yang menasakhnya yang telah disebutkan. c. Hadits Ibn Abbas RA “Sesungguhnya Allah memiliki para malaikat di bumi selain malaikat ha-fazhah yang menulis daun-daun yang berguguran, maka jika kalian ditimpa kesulitan disuatu padang maka hendaklah mengatakan: “Tolonglah aku wahai para hamba Allah”. Hadits ini diriwayatkan oleh al-Baz-zar (kasyfal-Astar, 4/33-34). Al-Hafizh al-Haitsami dalam majma‟ az-Zawaid (10/132) berkata: para perawi
hadits
ini
dapat
dipercaya.
Hadits
ini
menunjukkan
dibolehkannya meminta tolong dan beristighotsah dengan selain Allah, yaitu orang-orang shaleh meskipun tidak di hadapan mereka dengan redaksi nida‟ (memanggil). Kedua kisah di atas menunjukan bahwa mengucapkan tawwasul dan istighotsah tersebut adalah amalan para ulama ahli hadits dan yang lainnya. d. Hadits Abdullah RA “Hidupku adalah kebaikan bagi kalian dan matiku adalah kebaikan bagi kalian. Ketika aku hidup kalian melakukan banyak hal lalu dijelaskan hukumnya melalui aku. Matiku juga kebaikan bagi kalian, diberitahukan amal perbuatan kalian. Jika aku melihat amal kalian baik maka aku memuji Allah karenanya. Dan jika aku melihat amal kalian yang buruk, maka aku memohonkan ampun untuk kalian kepada Allah”. Hadits ini diriwayatkan oleh al-Bazzar dalam musnad-nya (kasyf al-Astar,[1/397]). Al-„iraqi mengatakan dalam Tharh atTatsrib(3/297), sanad Hadits ini jayyid. Al-Haitsami mengatakan dalam
44
Majma‟ az-zawaid (9/24), para parawinya adalah para perawi hadits shahih. As-Suyuthi menilai Hadits ini shahih dalam al-Khashaish alKubra(2/281). Bahkan al-Hafizh al-Ghummari menulis Risalah khusus mengenai hadits ini berjudul “Nihayat al-amal fi syarh wa tashhih hadits „Ardh al-a‟mal”.50 Hadits diatas menunjukan bahwa meskipun Rasulullah SAW sudah meninggal, beliau tetap bermanfaat bagi umatnya seperti bisa mendoakan dan memohonkan ampun kepada Allah untuk umatnya. Oleh karena itu, dibolehkan bertawasul dan beristighotsah dengannya, memohon didoakan oleh beliau meskipun beliau sudah meninggal. e. Hadits Bilal bin al-Harits al-Muzani RA “Diriwayatkan dari malik ad-dar,bendahara pangan khalifah umar bin al-khatab, bahwa musim paceklik melanda kaum Muslimin pada masa khalifah Umar. Maka seorang sahabat (yaitu bilal bin alHarits al-Muzani) mendatangi makam Rasulullah SAW dan mengatakan:”Hai Rasulullah, mohonkanlah hujan kepada Allah untuk umatmu karena sungguh mereka benar-benar telah binasa”. Kemudian orang ini bermimpi bertemu dengan rosulullah SAW dan beliau berkata kepadanya:”Sampaikanlah salamku kepada Umar dan beritahukan bahwa hujan akan turun untuk mereka, dan katakan kepadanya”Bersungguh-sungguhlah melayani umat”. Kemudian sahabat tersebut datang kepada umar dan memberitahukan apa yang dilkukannya dan mimpi yang dialaminya. “Ya Allah, saya akan kerahkan semua upayaku kecuali yang aku tidak mampu”. Hadits ini diriwayatkan oleh ibnu Abi Syaibah dalam alMushannaf (12/31-32), al-Baihaqi dalam Dalail an-Nubuwwah (7/47), al-khalili dalam al-Bidayah wa an-Nihayah(7/101) dan Ibn Hajar dalam Fath al-Bari (2/495). Ibn katsir juga mengatakan dalam Fath al-
50
op. cit., hlm. 30-31.
45
Bari(2/495). Ibn Katsir juga mengatakan dalam kitabnya yang lain, jami‟ al-masanid di bagian musnad Umar bin al-khattab (1/223) bahwa sanad hadits ini jayyid dan kuat. Menurut al-hafizh ibn hajar, yang dimaksud laki-laki yang mendatangi makam Nabi SAW dan melakukan tawasul dalam hadits ini adalah sahabat Bilal bin al-Harits al-Muzani RA. 51 Model do‟a atau permohonan yang sejenis istighotsah sebagaimana disebutkan dalam hadis riwayat al-Bukhori tersebut, dalam diskursus kajian Islam ilmu bahasa atau Balaghoh disebut majaz isti’aroh menggunakan „alaqoh musyabahah (keserupaan), dengan pemahaman yaitu menyebutkan musyabbah yang dikehendaki adalah musyabbah bih-nya atau menyabutkan orang yang diberi kelebihan, padahal
yng
dimaksud
adalah
Allah,
dapat
juga
dipahami
menyerupakan orang yang diberi wewenang dengan atau kepada orang yang memberi wewenang. Dengan demikian, beristighotsah dan bertawasul dengan Nabi atau Wali yang sudah wafat bukan termasuk syirik, bahkan termasuk anjuran agama, dan berlangsung sejak masa para sahabat Nabi SAW. Dalil-dalil tentang kebolehannya juga cukup banyak. 3. Bacaan-Bacaan Istighotsah Istighatsah kini menjadi istilah umum untuk dzikir yang dihadiri oleh banyak orang dan dilakukan di tempat-tempat umum. Istighotsah juga
51
M. Idrus Romli, ibid.,hlm. 31.
46
diisi dengan ceramah agama (mau'idzatul hasanah) kemudian ditutup dengan pembacaan doa pamungkas yang dipimpin oleh para ulama secara bergantian. Di Indonesia istighotsah diartikan sebagai dzikir atau wiridan yang dilakukan secara bersama-sama dan biasanya di tempat-tempat terbuka untuk mendapatkan petunjuk dan pertolongan dari Allah SWT. Sementara doa-doa yang diucapkan pada saat istighotsah adalah doa-doa atau bacaan yang khas diamalkan dalam jama‟ah thoriqoh, meski kadang ada beberapa penambahan doa. Adapun bacaan istighotsah sebagai berikut:
بسم اهلل الرمحن الرحيم )×۳(الفاحتة ِ أ ×011 الع ِظْي َم ْ َ ََستَ ْغفُر اهلل ِ ِالَحو َل والَقُ َّوَة اِالَّ بِاهلل ×011 الع ِظْي ِم َ العل ِّي َ َ َْ ×011 ص ِّل َو َسلِّ ْم َعلَى َسيِّ ِدنَا ُُمَ َّم ٍد َو َعلَى أ َِل َسيِّ ِدنَا ُُمَ َّم ٍد َ اللَّ ُه َّم ×011 ُيَا اهللُ يَاقَ ِد ْْي ِ يا ََِسيع يا ب ×011 صْي ُر َ َ ُْ َ ×011 اخالِ ُق ُ يَ ُامْب ِد َ َئ ي ِ ي ِ َظ يان ×011 ُصْي ُر يَ َاوكِْي ُل يَا أَهلل َ ُ احفْي ََ
47
ث ×011 َستَغِْي ُ اح ُّي يَاقَيُّ ْوُم بَِر ْمحَتِ َ كأْ يَ َ ِ ف ×092 يَالَطْي ُ َستَ ْغ ِفر اهلل َ ِ ِ َّارا ×011 أْ ُ َ العظْي َم إنَّهُ َكا َن َغف ً ٍ ِ ت ِحْي لَِ ِْت أ َْد ِرْك ِ ِْن يَ َار ُس ْو َل اهللِ ×011 ص ِّل َعلَى َسيِّدنَا ُُمَ َّمد قَ ْد َ ضاقَ ْ اللَّ ُه َّم َ اللَّه َّم ص ِّل صالًَة َك ِاملَةً وسلِّم سالَما تَ ِّاما علَى سيِّ ِدنَا ُُم َّم ِد ِنالَّ ِذي تَْنح ُّل بِِه الع َق ُد وتَْن َفر ِِ ضى ب َوتُ ْق َ َ ُ َ َ ِج به الْ ُكَر ُ ْ َ َ َ ََ ْ َ ً ُ َ ُ ال بِِه َّ ِ ب َو ُح ْس ُن اْخلََو ِِاِت بِِه ْ اْلََوائِ ُج َوتُنَ ُ الر َغائ ُ
ِِ ِ ِ ص ْحبِ ِه ِ ِْف ُك ِّل لَ ْم َح ٍة َويُ ْستَ ْس َقى الغَ َم ُام ب َو ْج ِهه الْ َك ِرِْْي َو َعلَى أَله َو َ
ٍ ونَ َف ٍ ِ ك ×3 س بِ َع َدد ُك ِّل َم ْعلُ ْوم لَ َ َ ٍ ِ َجيع اْلاج ِ ِ ِ ِ ِ ِ ِ ِ ِ ِ ات َوتُطَ ِّهُرنَا ص ِّل َعلَى َسيِّدنَا ُُمَ َّمد َ اللَّ ُه َّم َ صالَةً تُنْجْي نَا ِبَا م ْن ََجْي ِع اْأل َْه َوال َواْألَفَات َوتَ ْقضى لَناَ ِبَا َ ْ َ َ َ ات ِِف اْلياةِ َجي ِع اخلي ر ِ ِ ات وتَرفَعنَا ِِبا ِعْن َد َك اَعلَى الد ِ َجي ِع َّ ِ ِ ِ ِ ِ ِ ِ ْ ِبَا م ْن َ ْ َّر َجات َوتُبَ لِّغُنَا ِبَا اَقْ َ السيِّئَ َ ْ ُ َ ََ َ صى اْلغَايَات م ْن َ ْ َْ َ وب ع َد الْمم ِ ات ×011 ََْ َ َ يَابَ ِديْ ُع ×011 اهللُ أَ ْكبَ ُر ()×۳ ص ْرنَا َعلَى ال َق ْوِم ال َكافِ ِريْ َن ×۳ يَ َاربَّنَا َوإِلَ َهنَا َو َسيِّ َدنَا أَنْ َ ت َم ْوالَنَا فَانْ ُ ِ ِ ِ ِ ت َعْن ُكم ُّ ِ ِ ِ العلِ ِّي اْ َلع ِظْي ِم صْنتُ ُك ْم بِ ْ َح َّ اْلَ ِّي ال َقيُّ ْوم الَّذى الََيَُْو ُ ت أَبَ ًدا َوَدفَ ْع ُ السوءَ بأَلْف أَلْف الَ َح ْو َل َوالَقُ َّوةَ إِالَّ باهلل َ ُ ×۳
48
اْلَ ْم ُدِ هللِ الَّ ِذى أَنْ َع َم َعلَْي نَا َوَه َدانَا َعلَى ِديْ ِن ا ِإل ْسالَِم ×0 ْ اخلَْي َر اِالَّ اهللُ ×0 بِ ْس ِم اهللِ َما َشآءَ اهللُ الَيَ ُس ْو ُق ْ ِ ِ السوءَ اِالَّ اهللُ ×0 ف ُّ ص ِر ُ بس ِم اهلل َما َشآءَ اهللُ الَيَ ْ ِ ْ بِ ْس ِم اهللِ َما َشآءَ اهللُ َما َكا َن ِم ْن نِ ْع َم ٍة فَ ِم َن اهللِ ×0 ِ ِ ِ ِ ِ الع ِظْي ِم ×0 ب ْس ِم اهلل َما َشآءَ اهللُ الَ َح ْو َل َوالَقُ َّوةَ إِالَّ باهلل اْ َلعل ِّي َ ك يَا َغ َّف ُار َع ْف ًوا َوتَ ْوبَةً َ وبِال َق ْه ِر يَاقَ َّه ُار ُخ ْذ َم ْن َحتَيَّالً ×۳ َسأَلْتُ َ َّدي ِد ،خ ْذ حقَّنا وح َّق املسلِ ِم ِ ياجبَّار ياقَ َّهار يا َذا البطْ ِ ِ ِِ ِِ ي ي َوتَ َعدَّى َعلَْي نَا َو َعلَى اْملُ ْسلم ْ َ ي ِم َّْن ظَلَ َمنَا َواْملُ ْسلم ْ َ ش الش ْ ُ َ َ َ َ ُ ْ ْ َ ََ َُ َُ َ ×۳ الفاحتة التهليل×0
52
52
Tim Redaksi, Yasin Tahlil dan Istighatsah (Semarang: Karya Toha Putra, 4002).hlm.190-405.