26
BAB II PENDIDIKAN MADRASAH DINIYAH DAN MORALITAS A. Pendidikan Madrasah Diniyah. 1. Pengertian Madrasah Diniyah. Kata madrasah secara etimologi merupakan “isim makan” yang berarti tempat belajar, dari akar kata “darasa” yang berarti belajar. Diniyah berasal dari kata “din” yang berarti agama. Secara “terminologi” madrasah adalah nama atas sebutan bagi sekolahsekolah agama Islam, tempat proses belajar mengajar ajaran agama Islam secara formal yang mempunyai kelas dengan sarana antara lain meja, bangku, dan papan tulis dan memiliki kurikulum, dalam bentuk klasikal.1 Madrasah Diniyah adalah suatu lembaga pendidikan keagamaan yang
telah
diakui
keberadaannya
oleh
masyarakat
maupun
pemerintah. Didalam UU No.20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional ditetapkan bahwa Madrasah Diniyah merupakan salah satu dari sebuah lembaga pendidikan yang memberikan pendidikan kepada anak didik dalam bidang keagamaan.2 Madrasah yang ada saat ini merupakan perkembangan dari Madrasah Diniyah yang telah ada sejak zaman pra kemerdekaan. Pada pemerintahan Hindia Belanda di Indonesia, hampir pada setiap desa 1
Dewan Redaksi Ensiklopedi Islam. Ensiklopedi Islam 3, (Jakarta: Ikhtiar Baru Van Hoeve, 2002), hlm. 105. 2 Direktorat Pendidikan Keagamaan & Pondok Pesantren Dirjen Kelembagaan Agama, Pedoman Penyelenggaraan dan Pembinaan Madrasah Diniyah, (Jakarta: Departemen Agama RI, 2003), hlm. 2
27
terdapat Madrasah Diniyah. Akan tetapi belum ada keseragaman nama maupun bentuk dari masing-masing Madrasah Diniyah tersebut. Beberapa nama dan bentuk Madrasah Diniyah saat ini seperti pengajian anak – anak, pesantren, sekolah kitab dan lain- lain.3 Madrasah Diniyah adalah lembaga pendidikan agama yang memberikan pendidikan dan pengajaran secara klasikal dalam pengetahuan agama islam kepada pelajar secara bersama – sama, sedikitnya berjumlah sepuluh atau lebih diantara anak-anak usia 7 sampai 20 tahun.4 Madrasah Diniyah ialah lembaga pendidikan yang memberikan pendidikan dan pengajaran secara klasikal dalam pengetahuan agama islam kepada pelajar bersama-sama sedikitnya berjumlah 10 (sepuluh) orang atau lebih, diantara anak-anak yang berusia (tujuh) sampai dengan 18 (delapan belas) tahun. Pendidikan dan pengajaran pada madrasah diniyah bertujuan untuk memberi tambahan pengetahuan agama pelajar-pelajar yang merasa kurang menerima pelajaran di sekolah-sekolah umum.5
3
Abuddin Nata, Sejarah Pertumbuhan dan Perkembangan Lembaga Pendidikan Islam di Indonesia, (Jakarta: PT. Grafindo Persada, 2001), hlm. 209. 4 Direktorat Pendidikan Keagamaan & Pondok Pesantren Dirjen Kelembagaan Agama, Pedoman Penyelenggaraan dan Pembinaan Madrasah Diniyah, (Jakarta: Departemen Agama RI, 2003), hlm. 3. 5 Depag RI, Pondok Pesantren dan Madrasah Diniyah Pertumbuhan Dan Perkembangannya, (Jakarta: 2003), hlm. 23
28
2. Dasar Madrasah Diniyah. a. Dasar Religius. Islam memerintahkan belajar pada ayat yang diturunkan pada Rasulullah Saw. Oleh karena belajar itu utama dan sarana terbaik mencerdaskan umat. Pemerintah tersebut tidak terbatas pada jurusan duniawi saja, tapi dalam urusan ukhrawi.6 Artinya seorang muslim perlu memperdalam ilmu agama dan mengajarkan nya kepada orang lain berdasarkan kadar yang diperkirakan dapat memberikan kemaslahatan bagi mereka sehingga tidak memberikan mereka tidak mengetahui hukum-hukum agama yang ada pada umumnya harus diketahui oleh orang-orang yang beriman. b. Dasar Yuridis. Penyelenggaraan Madrasah Diniyah secara yuridis diatur dalam Tata Perundangan Republik Indonesia. Sila pertama yang menyebutkan Ketuhanan Yang Maha Esa memiliki makna bahwa agama dijadikan sebagai pembimbing sekaligus keseimbangan hidup bangsa Indonesia. Ini berarti bahwa lembaga keagamaan seperti Madrasah Diniyah diakui sebagai tempat pembinaan mental spiritual bangsa Indonesia. Secara konstitusional dalam Undang – Undang RI Tahun 1945 pasal 29 ayat 2 negara menjamin kebebasan rakyatnya dalam
6
hlm. 159.
Abuddin Nata, Tafsir Ayat-ayat Pendidikan, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2002),
29
melaksanakan ajaran agamanya, termasuk kebebasan belajar di Madrasah Diniyah. Pasal 31 ayat 3 menyebutkan bahwa pemerintah mengusahakan satu Sistem Pendidikan Nasional, yang meningkatkan keimanan dan ketaqwaan serta akhlak mulia dalam rangka mencerdaskan
kehidupan
bangsa.
Salah
satunya
adalah
penyelenggaraan Madrasah Diniyah.7 Secara operasional ketentuan Madrasah Diniyah diatur dalam Keputusan Menteri Agama No. 1 Tahun 2001 setelah lahirnya Direktorat Pendidikan Keagamaan dan Pondok Pesantren yang khusus melayani Pondok pesantren dan Madrasah Diniyah. Keberadaan Madrasah Diniyah sebagai bagian dari Sistem Pendidikan Nasional diperkuat Undang-undang No. 20 Tahun 2003 terutama pasal 30 ayat 1 hingga 4 yang menyatakan bahwa: 1. Pendidikan keagamaan diselenggarakan oleh Pemerintah dan / atau klompok masyarakat dan pemeluk agama, sesuai dengan Peraturan Perundang-undangan. 2. Pendidikan keagamaan berfungsi mempersiapkan peserta didik menjadi
anggota
masyarakat
yang
memahami
dan
mengamalkan nilai-nilai ajaran agamanya dan/atau menjadi ahli ilmu agama. 3. Pendidikan keagamaan dapat diselenggarakan pada jalur pendidikan formal, nonformal dan informal. 7
Depag RI, Pondok Pesantren dan Madrasah Diniyah Pertumbuhan Dan Perkembangannya, (Jakarta: 2003), hlm. 23
30
4. Pendidikan
keagamaan
berbentuk
pendidikan
diniyah,
pesantren, pasraman, pabhaja samanera, dan bentuk lain yang sejenis.8 Keberadaan Madrasah Diniyah dipertegas lagi dengan disahkannya Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 55 Tahun 2007 tentang pendidikan agama dan Pendidikan keagamaan terutama pasal 21 ayat (1) hingga (3 ) menyebutkan bahwa: 1. Pendidikan diniyah nonformal diselenggarakan dalam bentuk pengajian kitab, Majelis Taklim, Pendidikan al Qur‟an, Diniyah Taklimiyah atau bentuk yang sejenis. 2. Pendidikan diniyah nonformal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berbentuk satuan pendidikan. 3. Pendidikan diniyah nonformal yang berkembang menjadi satuan pendidikan wajib mendapatkan izin dari kantor Departemen
Agama
Kabupaten/Kota
setelah
memenuhi
ketentuan tentang persyaratan pendirian satuan pendidikan. Dan dijelaskan pula dalam pasal 25 ayat (1) hingga (5) bahwa: a. Diniyah Taklimiyah bertujuan untuk melengkapi pendidikan agama Islam yang diperoleh di SD/MI, SMP/MTs, SMA/MAN, SMK/MA atau di Perguruan
8
Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional,
(Bandung: Fokus Media, 2003), Cet. 2, hlm. 19.
31
Tinggi dalam rangka peningkatan keimanan dan ketakwaan peserta didik kepada Allah SWT. b. Penyelenggaraan
Diniyah
Taklimiyah
dapat
dilaksanakan secara berjenjang atau tidak berjenjang. c. Penyelenggaraan Diniyah Taklimiyah dilaksanakan di masjid, mushalla atau ditempat lain yang memenuhi syarat. d. Penamaan
atas
Diniyah
Taklimiyah
merupakan
kewenangan – penyelenggara. e. Penyelenggaraan
Diniyah
Taklimiyah
dapat
dilaksanakan secara terpadu dengan SD/MI, SMP/MTs, SMA/MAN, SMK/MAK atau di Perguruan Tinggi.9 3. Fungsi dan Tujuan Madrasah Diniyah a. Fungsi Madrasah Diniyah 1. Menyelenggarakan pengembangan kemampuan dasar pendidikan agama Islam yang meliputi : Al-Qur‟an Hadits, Ibadah Fiqh, Aqidah Akhlak, Sejarah Kebudayaan Islam dan Bahasa Arab. 2. Memenuhi kebutuhan masyarakat akan pendidikan agama Islam bagi yang memerlukan. 3. Membina hubungan kerja sama dengan orang tua dan masyarakat antara lain: 9
Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 55 Tahun 2007 Tentang Pendidikan Agama dan
Keagamaan.
32
a. Membantu membangun dasar yang kuat bagi pembangunan kepribadian manusia Indonesia seutuhnya. b. Membantu mencetak warga Indonesia takwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa dan menghargai orang lain. 4. Memberikan bimbingan dalam pelaksanaan pengalaman agama Islam. 5. Melaksanakan
tata
usaha
dan
program
pendidikan
serta
perpustakaan.10 Dengan demikian, Madrasah Diniyah disamping berfungsi sebagai tempat mendidik dan memperdalam ilmu agama Islam juga berfungsi sebagai sarana untuk membina akhlak al karimah (akhlak mulia) bagi anak yang kurang akan pendidikan agama Islam di sekolah sekolah umum. 4. Tujuan Madrasah Diniyah Sebagaimana diuraikan di muka bahwa Madrasah Diniyah merupakan salah satu lembaga pendidikan Islam. Oleh karena itu, maksud dan tujuan Madrasah Diniyah tidak lepas dari tujuan pendidikan Islam. Begitu pula tujuan pendidikan Madrasah Diniyah tidak lepas dari tujuan Pendidikan Nasional mengingat pendidikan Islam merupakan sub Sistem Pendidikan Nasional.
10
Direktorat Pendidikan Keagamaan & Pondok Pesantren Dirjen Kelembagaan Agama
Islam, Pedoman Administrasi Madrasah Diniyah, (Jakarta: Departemen Agama RI, 2003), hlm. 42.
33
Tujuan pendidikan Madrasah Diniyah adalah sebagai berikut : 1. Tujuan Umum. a. Memiliki sikap sebagai muslim dan berakhlak mulia. b. Memiliki sikap sebagai warga negara Indonesia yang baik. c. Memiliki kepribadian, percaya pada diri sendiri, sehat jasmani dan rohani. d. Memiliki pengetahuan pengalaman, pengetahuan, ketrampilan beribadah dan sikap terpuji yang berguna bagi pengembangan kepribadiannya.11 2. Tujuan Khusus. a. Tujuan khusus Madrasah Diniyah dalam bidang pengetahuan antara lain: 1. Memiliki pengetahuan dasar tentang agama Islam. 2. Memiliki pengetahuan dasar tentang Bahasa Arab sebagai alat untuk memahami ajaran agama Islam. b. Tujuan khusus Madrasah Diniyah dalam bidang pengamalan, yaitu agar siswa: 1. Dapat mengamalkan ajaran agama Islam. 2. Dapat belajar dengan cara yang baik. 3. Dapat bekerjasama dengan orang lain dan dapat mengambil bagian secara aktif dalam kegiatan – kegiatan masyarakat.
11
Direktorat Pendidikan Keagamaan & Pondok Pesantren Dirjen Kelembagaan Agama Islam, (Jakarta: Depertemen Pendidikan Agama RI, 2003). hlm. 21
34
4. Dapat menggunakan bahasa Arab dengan baik serta dapat membaca kitab berbahasa Arab. 5. Dapat memecahkan masalah berdasarkan pengalaman dan prinsip-
prinsip
ilmu
pengetahuan
yang
dikuasai
berdasarkan ajaran agama Islam. c. Tujuan khusus Madrasah Diniyah dalam bidang nilai dan sikap yaitu agar siswa : 1. Berminat dan bersikap positif terhadap ilmu pengetahuan. 2. Disiplin dan mematuhi peraturan yang berlaku. 3. Menghargai kebudayaan nasional dan kebudayaan lainnya yang tidak bertentangan dengan agama Islam. 4. Memiliki sikap demokratis, tenggang rasa dan mencintai sesama manusia dan lingkungan hidup. 5. Cinta terhadap agama Islam dan keinginan untuk melakukan ibadah sholat dan ibadah lainnya, serta berkeinginan untuk menyebarluaskan.12 5
Jenjang Madrasah Diniyah Jenjang pendidikan Madrasah Diniyah dapat dibagi menjadi 3 tingkatan, yaitu: a. Madrasah Diniyah Awaliyah.
12
Direktorat Pendidikan Keagamaan & Pondok Pesantren Dirjen Kelembagaan Agama
Islam, op.cit., hlm. 22-24.
35
Madrasah
Diniyah
Awaliyah
adalah
satuan
pendidikan
keagamaan jalur luar sekolah yang menyelenggarakan pendidikan agama Islam tingkat dasar dengan masa belajar 3 (tiga) tahun dan jumlah jam belajar 18 jam pelajaran seminggu. Materi yang diajarkan meliputi : Fiqih, Tauhid, Hadits, Tarikh, Nahwu, Sharaf, Bahasa Arab, Al-Qur‟an, Tajwid dan Akhlak. b. Madrasah Diniyah Wustha. Madrasah Diniyah Wustha adalah satuan pendidikan keagamaan jalur, luar sekolah yang menyelenggarakan pendidikan agama Islam
tingkat
menengah
pertama
sebagai
pengembang
pengetahuan yang diperoleh pada Madrasah Diniyah Awaliyah, masa belajar 2 tahun dengan jumlah jam belajar 18 jam pelajaran seminggu. Materi yang diajarkan meliputi : Fiqih, Tauhid, Hadits, Tarikh, Nahwu, Sharaf, Bahasa Arab, Al-Qur‟an, Tajwid dan Akhlak.13 c. Madrasah Diniyah „Ulya Madrasah Diniyah „Ulya adalah salah satuan
pendidikan
keagamaan
jalur
luar
sekolah
yang
menyelenggarakan Pendidikan Agama Islam tingkat menengah atas dengan melanjutkan dan mengembangkan pendidikan agama Islam yang diperoleh pada jenjang Madrasah Diniyah Wustha, masa belajar 2 tahun dengan jumlah jam belajar 18 jam pelajaran seminggu. Materi yang diajarkan meliputi: Fiqih, Tauhid, Hadits,
13
Ibid, hlm 14
36
Tarikh, Nahwu, Sharaf, Bahasa Arab, Al-Qur‟an, Tajwid dan Akhlak. B. PENDIDIKAN MORAL A. Pendidikan Moral 1. Pengertian Pendidikan Moral Sebelum mengartikan pendidikan moral, terlebih dahulu akan diartikan tentang pendidikan. Menurut Mahmud Yunus, kata “pendidikan” dalam bahasa Arab adalah “tarbiyah” dengan kata kerja “rabba” yang artinya adalah mengasuh. Secara terminologis, pendidikan mempunyai arti: usaha yang ditujukan kepada perbaikan sikap mental yang kan terwujud dalam amal perbuatan yang tidak hanya bersifat teoritis saja, tetapi juga praktis.14 Menurut Oemar Hamalik: “pendidikan adalah Pendidikan adalah Pendidikan adalah suatu proses dalam rangka mempengaruhi peserta didik supaya mampu menyesuaikan diri sebaik mungkin dengan lingkungannya, dan dengan demikian akan menimbulkan perubahan dalam dirinya yang memungkinkan untuk berfungsi dalam kehidupan masyarakat.15
14 15
3
Mahmud Yunus, Kamus Arab Indonesia, (Jakarta: Hida Karya Agung, 2001), hlm. 136 Oemar Hamalik, Kurikulum dan Pembelajaran, ( Jakarta : Bumi Aksara, 2005 ), hlm.
37
Ki Hajar Dewantara Menurut Ki Hajar Dewantara, pendidikan yaitu menuntun segala kekuatan kodrat yang ada pada anak-anak, agar mereka sebagai manusia dan sebagai anggota masyarakat dapatlah mencapai keselamatan dan kebahagiaan yang setinggi-tingginya.16 Selain itu, terdapat definisi Pendidikan menurut undang-undang RI. No. 20 Tahun 2003 pasal 5 di sebutkan ayat 1. Setiap warga negara mempunyai hak yang sama untuk memperoleh pendidikan yang bermutu, dan ayat 5 setiap warga negara berhak mendapatkan kesempatan meningkatkan pendidikan sepanjang hayat.17 Ahmad Ta‟rifin dan Yasin Abidin, mendefinisikan pendidikan moral sebagai berikut: “pendidikan moral adalah bimbingan lahir batin secara bulat dan utuh utnuk mencapai kesempurnaan kepribadian manusia, yang dapat dimanifestasikan dalam wujud, perangai, kata-kata dan perbuatan untuk dirinya dan untuk orang lain atas dasar suara hati yang jujur dan benar”.18 Dari pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa pendidikan moral adalah suatu usaha untuk menumbuh kembangkan potensi-potensi pembawaan baik jasmani maupun rohani yang sesuai dengan ide-ide umum yang diterima, baik yang darang dari Tuhan maupun manusia. 16
Hasbullah, Dasar-Dasar Ilmu Pendidikan (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2008), hlm. 2-4. 17 Ibid, hlm. 125. 18 Ahmad Ta‟rifin dan Yasin Abidin, Demokrasi dan Paradigma Baru Pendidikan, (Pekalongan: STAIN Press, 2007), hlm. 5.
38
2. Tujuan Pendidikan Moral Pendidikan moral bertujuan membina terbentuknya perilaku moral yang baik bagi setiap orang, artinya pendidikan moral bukan sekedar memahami tentang benar dan salah atau mengetahui tentang ketentuan baik dan buruk tetapi harus benar-benar meningkatkan perilaku moral seseorang.19 Frankema Mengemukakan bahwa tujuan pendidikan moral sebagai berikut: a. Mengusahakan suatu pemahaman pandangan moral ataupun cara-cara moral dalam mempertimbangkan tindakan-tindakan dan penetapan keputusan apa yang harus dikerjakan. b. Membantu mengembangkan kepercayaan beberapa prinsip ilmu yang fundamental. c. Membantu mengembangkan kepercayaan pada norma-norma konkrit, nilai-nilai, kebaikan-kebaikan. d. Mengembangkan suatu kecenderungan untuk melakukan sesuatu yang secara moral baik dan benar. e. Meningkatkan pencapaian refleksi otonom, pengendalian diri atau kebebasan mental spiritual.
20
Muzayyin Arifin mengemukakan tujuan pendidikan moral sebagai berikut:
19 20
Sjarkawi, Pembentukan Kepribadian Anak, (Jakarta: Bumi Aksara, 2008), hlm. 38 Ibid, hlm. 49
39
„Tujuan pendidikan moral adalah suatu keseluruhan tatanan yang terdiri dari dua atau lebih komponen yang satu sama lain saling mempengaruhi atau bekerja dalam satu kesatuan atau keterpaduan yang bulat yang berorientasi kepada nilai dan moralitas islami.21 Sedangkan menurut Athiyah Al-Abrasy sebagaimana dikutip oleh Abdurahman Abdullah mengatakan bahwa tujuan dari pendidikan moral ialah: “Tujuan pendidikan moral ialah untuk menjadikan orang-orang yang baik akhlaknya, keras kemauannya, sopan dalam bicara, perbuatan muliua dalam tingkah laku dan perangai bersikap bijaksana, sempurna, sopan dan beradab, ikhlas dan suci”.22 Disamping hal diatas, pendidikan moral juga mempunyai tujuan-tujuan lain, diantaranya: a. Mempersiapkan manusia yang beriman yang selalu beramal shaleh. b. Mempersiapkan manusia beriman dan shaleh yang menjalani kehidupannya sesuai ajaran Islam. c. Mempersiapkan manusia beriman dan shaleh yang bisa berinteraksi secara baik dengan sesamanya, baik dengan orang muslim maupun non muslim. d. Mempersiapkan manusia beriman dan shaleh yang mampu dan mau mengajak orang lain ke jalan Allah, melaksanakan amar 21
Arifin, Muzayyin, Filsafat Pendidikan Islam. (Jakarta : PT Bumi aksara 2009), hal 125. Abdurahman Abdullah, Aktualisasi Konsep Dasar Pendidikan Islam, (Yogyakarta: UII Press, 2002), hlm. 43 22
40
ma‟ruf nahi mungkar dan berjuang fi sabilillah demi tegaknya agama Islam. e. Mempersiapkan manusia beriman dan shaleh yang merasa bangga dengan loyalitas kepada agama islam dan berusaha sekuat tenaga demi tegaknya panji-panji Islam di muka bumi. Atau manusia yang rela mengorbankan harta, kedudukan, waktu, dan jiwanya demi tegaknya syariat Islam.23 Berdasarkan paparan-paparan di atas jelaslah bahwa pokok dari tujuan pendidikan moral adalah untuk menciptakan manusia sebagai makhluk yang tertinggi dan sempurna, memiliki amal dan tingkah laku yang baik terhadap manusia, dan makhluk ciptaan Tuhan, serta terhadap Tuhan, guna mencari kebahagiaan dunia dan akhirat. 3. Dasar-dasar Pendidikan Moral Dasar pendidikan moral dapat ditinjau dari berbagai segi, yaitu: a. Dasar Yuridis / Hukum. Dasar yuridis formal tersebut terdiri dari tiga macam, yaitu: 1) Dasar ideal yaitu dasar falsafah Negara pancasila, sila pertama: Ketuhanan Yang Maha Esa.24
23
Ali Abdul Halim Mahmud, Akhlak Mulia,Terj. At-Tarbiyah Al-khuluqiyah, (Jakarta: Gema Insani, 2004), hlm. 160 24 UUD Negara RI, (Solo: Sarana Ilmu 2000), hlm. 48
41
2) Dasar struktural / konstitusional yaitu UUD 1945 dalam Bab XI pasal 29 ayat 1 dan 2 Ayat 1 berbunyi: “ Negara berdasarkan atas Ketuhanan Yang Maha Esa”. Ayat 2 berbunyi: “ Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing dan beribadah menurut agamanya dan kepercayaannya itu.25 3) Dalam UU RI No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Pasal 1 dan 3: Pasal 1
: Pendidikan keagamaan diselenggarakan oleh
pemerintah atau kelompok masyarakat dari pemeluk agama sesuai dengan perpu. Pasal 3
: Pendidikan keagamaan
dapat diselenggarakan
pada jalur pendidikan formal, non formal atau informal.26 b. Dasar Religius Yang dimaksud dasar moral adalah yang menjadi ukuran baik dan buruk atau mulia dan tercela, sehingga mampu menjadi dan mendapati kebenaran hakiki yaitu kepribadian Islami. Sumber atau dasar moral adalah Al-Qur‟an dan sunnah karena dalam konsep kepribadian Islam, segala sesuatu itu dinilai baik atau buruk, terpuji atau tercela, konsep karena syara‟ (al-Qur‟an dan sunnah) yang menilai demikian.27 Penanaman pendidikan moral kepada anaknya
25
Ibid., hlm 22 UU RI No. 20 tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional 27 Yuhanar Ilyas, Kuliah Akhlaq, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar Offset, 2004), cet. VII, 26
hlm. 4
42
dan hendaknya pendidikan moral ditanamkan sejak dini kepada anak-anak agar mereka tidak menjadi generasi yang tidak bermoral atau amoral.28 C. Peran Madrasah Diniyah dalam Moralitas Remaja Pendidikan Madrasah Diniyah merupakan sistem pendidikan untuk melatih anak didiknya dengan sedemikian rupa sehingga dalam sikap hidup, tindakan, dan pendekatannya terhadap segala jenis pengetahuan banyak dipengaruhi oleh nilai – nilai spiritual dan sangat sadar akan nilai etik Islam. Mentalnya di latih sehingga keinginan mendapatkan pengetahuan bukan semata-mata untuk memuaskan rasa ingin tahu intelektualnya saja atau hanya untuk memperoleh keuntungan material semata. Melainkan untuk mengembangkan dirinya menjadi makhluk nasional yang berbudi luhur serta melahirkan kesejahteraan spiritual, mental, fisik bagi keluarga, bangsa dan seluruh umat manusia.29 Pada awal permulaan, pendidikan dan pengajaran Madrasah Diniyah dilakukan secara informal dan membawa hasil yang sangat baik. Sistem pendidikan informal ini, terutama yang berjalan dalam lingkungan
keluarga
sudah
diakui
kemampuannya
dalam
menanamkan sendi-sendi agama dalam jiwa anak-anak. Anak-anak di didik dengan ajaran-ajaran agama sejak kecil dalam keluarga dan mereka dilatih membaca al-Qur‟an., melakukan sholat dengan 28
Iman Abdul Mukmin Sa‟aduddin, Meneladani Akhlaq Nabi; Membangun Kepribadian Muslim, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2006), hlm. 61 29 Muhaimin, Paradigma Pendidikan Islam, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2004), hlm. 27.
43
berjama‟ah, berpuasa di bulan ramadhan dan lain – lain.30 Usahausaha pendidikan Islam dimasyarakat ini yang kemudian dikenal dengan pendidikan nonformal, dan hal ini muncul Madrasah Diniyah yang ternyata mampu menyediakan kondisi sangat baik dalam menunjang keberhasilan pendidikan Islam dan memberi motivasi yang kuat bari umat. Islam untuk menyelenggarakan pendidikan agama yang lebih baik dan lebih sempurna.31 Disamping itu, dengan tumbuhnya lembaga pendidikan Islam seperti Madrasah Diniyah menjadikan pilihan alternatif bagi orang tua yang tidak memiliki ilmu agama islam yang cukup untuk mendidik anak – anak mereka. Sehingga, anak – anak yang sudah berumur 7 tahun mengikuti pendidikan Islam di Madrasah Diniyah.32 Kependidikan
Islam
di
Indonesia
pada
dasarnya
sudah
berlangsung sejak sebelum Indonesia merdeka hingga sekarang dan hingga yang akan datang. Hal ini dapat dilihat dari fenomena tumbuh kembangnya
program
dan
praktek
pendidikan
Islam
yang
dilaksanakan di nusantara. Dalam hal ini, praktek pendidikan Islam yang dilakukan di madrasah juga memiliki peranan yang penting dalam mengembangkan pendidikan Islam. Dalam perkembangannya sistem madrasah ini dibedakan menjadi dua macam yaitu Madrasah Diniyah dan madrasah yang memberikan
30
Zuhairini, dkk., Sejarah Pendidikan Islam, (Jakarta: Bumi Aksara, 2006), Cet. 8,
hlm. 209. 31 32
Ibid., hlm. 211. Ibid., hlm. 217.
44
pendidikan agama umum. Pendidikan Islam bagi bangsa Indonesia merupakan modal dasar yang menjadi tenaga penggerak yang tak ternilai harganya bagi pengisian aspirasi bangsa. Pendidikan Islam memberi motivasi hidup dan kehidupan serta merupakan alat pengembangan dan pengendalian diri yang amat penting. Pendidikan Islam merupakan sesuatu yang sangat penting dalam pembentukan moral dan pembangunan generasi muda, oleh karena itu pendidikan Islam harus dilaksanakan secara intensif terprogram, untuk memperoleh hasil yang sempurna. Pada dasarnya inti dari materi – materi pendidikan Islam mencakup 3 aspek yaitu : 1. Pendidikan moral, akhlak, yaitu sebagai usaha menanamkan karakter manusia yang baik berdasarkan al-Qur‟an dan asSunnah. 2. Pendidikan individu, yaitu sebagai usaha untuk menumbuhkan kesadaran individu yang utuh dan berkesinambungan antara perasaan dan akal pikiran serta antara keyakinan dan intelek, antara perasaan dan akalan pikiran serta antara dunia dengan akhirat. 3.
Pendidikan
kemasyarakatan,
yaitu
sebagai
usaha
untuk
menumbuhkan kesediaan dan keinginan hidup bermasyarakat.33 Pendidikan Islam merupakan sesuatu yang sangat penting dalam pembentukan moral dan pembangunan generasi muda oleh karena itu 33
hlm. 22.
Muhaimin, Arah Baru Pengembangan Pendidikan Islam, (Bandung: Nuansa, 2003),
45
pendidikan yang harus dilaksanakan secara intensif dan terprogram, untuk memperoleh hasil yang sempurna. Pendidikan Islam juga bisa dilaksanakan di Madrasah Diniyah, dimana dalam Madrasah Diniyah ini santri dididik sesuai dengan ajaran Islam agar menjadi generasi Islam yang berkualitas dan berakhlak baik. Peranan Madrasah Diniyah dalam pengembangan pendidikan islam sangatlah diperlukan. Pendidikan Madrasah Diniyah merupakan bagian dari sistem pendidikan pesantren yang wajib di pelihara dan dipertahankan karena lembaga ini telah terbukti mampu mencetak para kyai/ ulama, ustadz, dan sejenisnya.34 Berbagai model dan pola pengembangan pendidikan Madrasah Diniyah tersebut pada dasarnya bermaksud untuk mengembangkan ajaran- ajaran dan nilai-nilai mendasar yang terkandung dalam alQur‟an dan as-Sunnah. Secara historis, madrasah diniyah sebagai institusi pendidikan Islam merupakan perpanjangan tangan dari pondok
pesantren (Islamic Boarding School) dengan
model
kelembagaan dan kurikulum yang sedikit berbeda, akan tetapi secara umum sama-sama mempunyai peran untuk menyelenggarakan pendidikan Islam bagi masyarakat sekitarnya. Secara sosiologis, madrasah diniyah didirikan untuk memfasilitasi masyarakat yang hendak menyekolahkan anaknya agar mau mempelajari ilmu-ilmu
34
http://pendis.depag.go id/madrasah/ Insidex, di akses pada tanggal 11 Agustus 2013.
46
keislaman dan berharap agar anaknya berperilaku dengan akhlak alkarimah (akhlak mulia). Madrasah Diniyah memiliki signifikansi dalam melestarikan kontinuitas pendidikan Islam dan nilai-nilai moral etis keislaman bagi masyarakat. Peran ini semakin tidak layak diabaikan ketika memperhatikan kuantitas Madrasah Diniyah yang sangat tidak sedikit.35 Pendidikan madrasah diniyah memiliki peran dalam penanaman nilai-nilai Islam lebih dini pada peserta didik. Sehingga anak didik mampu membedakan perilaku baik dan buruk yang berkembang di masyarakat. Membentuk kepribadian Islami dengan pondasi yang kuat melalui penanaman nilai-nilai keimanan dan memberikan Tsaqafah Islamiyah (Wawasan Islami). Sehingga mereka mampu mengaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari melalui ibadah mahdhah maupun ghairu mahdhah, materi lainnya juga akan diberikan adalah dasar-dasar ilmu bahasa Arab. Disamping itu, dengan adanya jenjang pendidikan ini diharapkan
pendidikan
Islam
akan
kembali
solid
dalam
memberdayakan umat Islam di Indonesia yang sedang menuju pada masyarakat industrial dengan berbagai
tantangan etos kerja,
profesionalisme dan moralitas. Karena pendidikan Islam merupakan
35
Tri,RepublikaNewsroom,http://www.republika.co.id/berita/15096/madrasah_diniyah_JI
C, diakses tanggal 1 Agustus 2013.
47
satu-satunya
lembaga
pendidikan
yang
dapat
menghidupkan
keseimbangan perkembangan dalam setiap diri manusia.36 Peran Pendidikan Madrasah Diniyah dalam pendidikan agama Islam dapat diklasifikasikan sebagai berikut : 1. Sebagai wahana penggalian, kajian, penguasaan ilmu-ilmu keagamaan dan pengenalan ajaran islam (akidah, syari‟ah, dan akhlak). 2. Sebagai media sosialisasi nilai-nilai ajaran agama Islam. 3. Sebagai pemelihara tradisi keagamaan. 4. Usaha membentuk akhlak dan kepribadian. 5. Sebagai pendidikan alternatif (khusus agama).37 Madrasah
dalam
konteks
mempersiapkan
peserta
didik
menghadapi perubahan jaman akibat globalisasi memiliki peran yang amat penting. Keberhasilan madrasah dalam menyiapkan peserta didik dalam menghadapi tantangan masa depan yang lebih kompleks akan menghasilkan lulusan yang memiliki keunggulan kompetitif dan menjadi pemimpin umat, pemimpin bangsa yang ikut menentukan arah perkembangan bangsa ini.38 Dengan demikian, pendidikan Madrasah
Diniyah
sangatlah
dibutuhkan
masyarakat
sebagai
36
Hayat Rukyat, “Revitalisasi Peran Madrasah Diniyah”, http://www.madin.co.id, diakses tanggal 1 Agustus 2013. 37 http://www.library.walisongo.ac.id/digilib/gdl.s.i.2005.umarohaini.359,diakses tanggal 1 Agustus 2013. 38 Musthofa Imam Machali, Pedidikan Islam dan Tantangan Globalisasi: Buah Pikir Seputar; Filsafat, Politik, Ekonomi, Sosial dan Budaya, (Yogyakarta: Presma dan Ar-Ruzz Media, 2004), Cet. 1, hlm. 84.
48
pengontrol dan penguasaan dalam mengarungi arus globalisasi. Dan diharapkan akan menjadi bahan informasi dan masukan bagi semua pihak dalam lingkungan dunia pendidikan, terutama lingkungan dunia pendidikan Islam khususnya dan masyarakat luas pada umumnya. D. Pendidikan Moral Bagi Remaja Fungsi pendidikan moral adalah menyediakan segala fasilitas yang dapat memungkinkan segala tugas-tugas pendidikan moral tersebut tercapai dan berjalan dengan lancar. Penyediaan fasilitas ini mengandung
arti
dan
tujuan
yang
bersifat
struktural
dan
institusional.39 Pendidikan moral merupakan pendidikan yang didasarkan kepada ajaran-ajaran agama yang senantiasa terus tumbuh dan berkembang di tengah-tengah masyarakat. Adapun fungsi pendidikan moral adalah untuk menciptakan manusia beriman yang menyakini suatu kebenaran dan berusaha membuktikan kebenaran tersebut melalui akal, rasa, feeling dan kemampuan untuk melaksanakan melalui amal perbuatan yang tepat dan benar.40 Fungsi pendidikan moral tidak saja dalam rangka membinia manusia beriman dan bertakwa, berketerampil, berkepribadian dan budaya, tetapi manusia yang mampu menhadapi dan mengatasi berbagai
masalah
dalam
kehidupam,
kemasyarakatan,
dan
kemanusiaan. Sehingga ia mampu memposisikan dirinya menjadi 39 40
Ibid., hlm. 68 Rahman Abdullah, Abdul, Op. Cit., hlm. 53
49
manusia yang berkualitas bagi agama, masyarakat dan bangsanya.41 Menurut Muhammad Fadhil Al-Djamali yang dikutip M. Arifin yang menyatakan bahwa fungsi pendidikan moral adalah sebagai berikut: a.
Menyadarkan manusia secara individual pada posisi dan fungsinya di tengah-tengah makhluk lain, serta bertanggung jawab dalam kehidupannya. Dengan kesadaran ini, manusia akan mampu berperan sebagai khalifah Allah yang paling utama dipermukaan bumi ini yang menjadikannya lebih mulia dalam kejadiaanya karena terdiri atas perpaduan unsure rohani dan jasmani.
b.
Menyadarkan fungsi manusia dalam hubungannya dengan masyarakat
serta
tanggung
jawabnya
terhadap
ketertiban
masyarakat oleh karena itu manusia harus mengadakan interelasi dan interaksi dengan sesamanya dalam kehidupan bermasyarakat. c.
Menyadarkan manusia terhdap pencipta alam dan mendorongnya untuk beribadah kepada-Nya. Oleh karena itu manusia sebagai makhluk berketuhanan (homo divinarus) yakni sikap dan watak relijiusitasnya perlu dikembangkan sehingga mampu menjiwai dan mewarnai seluruh kehidupannya. Disini pada hakikatnya setiap diri manusia telah diberi kemampuan untuk beragama dan kemampuan fitrahnya secara alami.
41
Ibid., hlm. 54
50
d.
Menyadarkan manusia tentang kedudukannya terhadap makhluk lain dan membawanya agar memahami hikmah Tuhan dalam menciptakan
makhluk lain, serta memberikan kemungkinan
kepada manusia untuk mengambil manfaatnta. Kesemuanya ini dalam rangka mencapai kesejahteraan hidup di dunia sebagai sarana untuk mencapai kebahagiaan hidup diakhirat. Krisis mentalis, moral dan karakter seorang anak berkaitan dengan krisis multidimensional yang dihadapi bangsa ini pada umumnya dan pendidikan nasional pada khususnya. Jika dicermati dan dinilai lebih adil dan obyektif. Krisis mentalis dan moralitas anak pada usia remaja terutama untuk anak perempuan pada khususnya, merupakan cermin moralitas yang lebih luas. Oleh karena itu, pendidikan moral tidak hanya dilakukan secara parsial di lingkungan keluarga saja, harus ada kesatupaduan untuk mengatasi krisis mentalis dan moralitas dalam masyarakat luas, dan lingkungan lainnya.