BAB II PENDIDIKAN KARAKTER DALAM KELUARGA A. Pendidikan Karakter 1. Pengertian Pendidikan Karakter Kata pendidikan menurut etimologi berasal dari kata dasar didik. Apabila diberi awalan menjadi mendidik maka akan membentuk kata kerja yang berarti memelihara dan memberi latihan (ajaran). Sedangkan bila berbentuk kata benda akan menjadi pendidikan yang memiliki arti proses perubahan sikap dan tingkah laku seseorang atau sekelompok orang dalam usaha mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan latihan. Istilah pendidikan dalam konteks Islam telah banyak dikenal dengan menggunakan terminologi yang beragam, seperti at-Tarbiyah, at-Ta’lim dan at-Ta’dib. Setiap terminologi tersebut mempunyai makna dan pemahaman yang berbeda, tetapi dalam hal-hal tertentu, kata-kata tersebut mempunyai kesamaan pengertian.
Pemakaian
ketiga istilah tersebut, apalagi pengkajiannya dirujuk berdasarkan sumber pokok ajaran Islam (al-Qur’an dan al-Sunnah). Selain akan memberikan pemahaman yang luas tentang pengertian pendidikan Islam secara substansial, pengkajian melalui al-Qur’an dan al-Sunnahpun akan memberi makna filosofis tentang bagaimana sebenarnya hakikat dari pendidikan Islam tersebut.1 Sementara Menurut Zakiah Daradjat yang dikutip oleh Zaim El Mubarok menyatakan bahwa pendidikan dalam bahasa Jawa adalah penggulawentah berarti mengolah, yakni mengolah kejiwaan ialah mematangkan perasaan, 1
Hasbullah, Dasar Ilmu Pendidikan, (Jakarta: PT. Raja Grasindo Persada, 2005), hlm. 8
20
21
pikiran, kemauan dan watak anak. Dalam bahasa Arab pendidikan pada umumnya menggunakan kata tarbiyah.2 Pilar utama pendidikan karakter pada prinsip dasarnya adalah bahwa setiap orang tak terkecuali anak didik memiliki aspek yang datang dari dirinya sendiri dan aspek yang datang dari luar dirinya. Kedua hal tersebut kadang ada kesesuaian, tetapi tidak tertutup kemungkinan terjadi pertentangan dengan apa yang ada dalam dirinya sendiri. Karakter adalah watak dasar setiap orang yang bisa diubah dan dibentuk. Pembentukan karakter anak didik melalui pendidikan dengan menggunakan berbagai cara atau metode. Cara atau metode ini diharapkan mampu meningkatkan mutu pendidikan anak didik.3 Sementara
menurut
Kementrian
Pendidikan
Nasional,
karakter
merupakan nilai-nilai perilaku manusia yang berhubungan dengan Tuhan Yang Maha Esa, diri sendiri, sesama manusia, lingkungan, dan kebangsaan yang terwujud dalam pikiran, sikap, perasaan, perkataan, dan perbuatan berdasarkan norma-norma agama, hukum, tata krama, budaya, dan adat istiadat. Pendidikan karakter adalah suatu sistem penanaman nilai-nilai karakter kepada warga sekolah yang meliputi komponen pengetahuan, kesadaran atau kemauan, dan tindakan untuk melaksanakan nilai-nilai
2
Zaim, El Mubarok, Membumikan pendidikan Nilai: Mengumpulkan yang Terserak, Menyambung yang Terputus dan Menyatukan yang Tercerai, (Bandung: Alfabeta, 2008) hlm. 2. 3 Abd. Majid, dkk, Character Building Through Education, (Pekalongan: STAIN Press, 2011), hlm. 4
22
tersebut, baik terhadap Tuhan Yang Maha Esa (YME), diri sendiri, sesama, lingkungan, maupun kebangsaan sehingga menjadi manusia insan kamil.4 Karakter adalah sesuatu yang melekat dalam jiwa seseorang. Secara etimologi, karakter berasal dari bahasa Yunani yang berarti “to mark” atau menandai dan memfokuskan
bagaimana mengaplikasikan nilai kebaikan
dalam bentuk tindakan atau tingkah laku. Karakter juga disebut
sebagai
watak, tabiat, dan perilaku seseorang. Secara istilah karakter adalah cara berfikir dan berperilaku yang menjadi ciri khas. Individu untuk hidup dan bekerjasama,
baik dalam lingkup keluarga, masyarakat,
bangsa dan
negara.5 Karakter merupakan mustika hidup yang membedakan manusia dengan binatang. Sedangkan berkarakter adalah berkepribadian, berwatak, berperilaku,
bersifat. Manusia yang berkarakter kuat dan baik secara
individual dan sosial adalah mereka yang memiliki karakter, moral dan budi pekerti yang baik. Manusia pada dasarnya memiliki potensi untuk berkarakter baik maupun buruk. Jika salah satu diantara keduanya lebih dominan maka karakter itulah yang melekat pada dirinya. Maka dari itu karakter dapat dibentuk dan diarahkan. Pembentukannya tentu saja dengan pengajaran dan pelatihan melalui proses pendidikan. Itulah yang bisa disebut sebagai pendidikan karakter, suatu usaha yang ditujukan untuk membentuk dan mengarahkan karakter serta kedewasaan seseorang. Pendidikan karakter adalah suatu sistem penanaman nilai-nilai karakter kepada warga sekolah yang 4
Kementerian Pendidikan Nasional. 2010. Pendidikan Karakter di Sekolah Menengah Pertama.Jakarta: Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Pertama, Direktorat Jenderal Manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah 5 Fihris, Pendidikan Karakter di Madrasah Salafiyah, (Semarang: IAIN Walisongo, 2010), hlm. 24.
23
meliputi komponen pengetahuan, kesadaran atau kemauan, dan tindakan untuk melaksanakan nilai-nilai tersebut, baik terhadap Tuhan Yang Maha Esa (YME), diri sendiri, sesama, lingkungan, maupun kebangsaan sehingga menjadi manusia insan kamil.6 Karakter adalah yang utama dari ma- nusia berkualitas. Jika kekayaan sirna, sesungguhnya tidak ada yang hilang karena karakter mengutamakan kekayaan budi pekerti. Jika kesehatan yang hilang, se- suatu telah hilang karena karakter memerlukan kesehatan jiwa dan raga. Jika karakter yang hilang, segalanya telah hilang karena karakter adalah roh kehidupan. Ma- nusia berkualitas baik adalah manusia berkarakter yang dalam filsafat pendidikan mencakup dimensi ideografis dan dimensi nomotetis. Secara individual (ideografis) memiliki kemampuan yang dimanfaatkan dengan rambu-rambu nomotetis, yakni nor- ma kebangsaan. Karakter merupakan pendukung uta- ma
dalam
pembangunan
bangsa,
kata Bung Karno. Beliau
mengatakan: “Bangsa ini harus dibangun dengan mendahulukan pembangunan karakter (character building). Karena character building inilah yang akan membuat Indonesia menjadi bangsa yang besar, maju dan jaya serta bermartabat. Kalau character building tidak dilakukan, maka bangsa In- donesia akan menjadi bangsa kuli”. Dalam perspektif filosofis dikatakan bahwa edu- cation without character, this is sins the basis for misery in the world, The essence of edu- cation is to recognize truth. Let your secular education go hand in hand with spiritual education.7
6
Kementerian Pendidikan Nasional. 2010. Pendidikan Karakter di Sekolah Menengah Pertama.Jakarta: Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Pertama, Direktorat Jenderal Manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah 7 Belferik Manullang, Grand Desain Pendidikan Karakter Generasi Emas 2045, (FIK Universitas Negeri Medan), Jurnal Pendidikan Karakter, Tahun III, Nomor 1 Februari 2013. hlm. 115116.
24
Dengan demikian pendidikan karakter adalah usaha sengaja (sadar) untuk membantu manusia memahami, peduli tentang nilai-nilai etika inti. Ketika kita berpikir tentang jenis karakter yang kita inginkan bagi anakanak, maka jelas bahwa kita mengharapkan mereka mampu menilai apakah kebenaran, peduli secara sungguh-sungguh terhadap kebenaran, dan kemudian mengerjakan
apa
yang
diyakini
sebagai
kebenaran,
bahkan
ketika
menghadapi tekanan dari luar dan upaya dari dalam. Jika demikian pendidikan karakter dapat dipandang sebagai usaha sadar terencana, bukan usaha yang sifatnya kebetulan. 2. Proses Pembentukan Karakter Amanah
UU
Sisdiknas
tidak hanya membentuk insan
tahun 2003 itu bermaksud agar pendidikan Indonesia yang cerdas, namun juga
berkepribadian atau berkarakter, sehingga akan lahir generasi bangsa yang tumbuh dan berkembang dengan karakter yang bernafas nilai-nilai luhur bangsa serta agama.8 Karakter merupakan dasar dari sikap atau perilaku yang ditunjukkan seseorang secara spontan. Orang yang memiliki karakter sebagai orang jujur, akan senantiasa berkata jujur bagaimanapun kedaannya. Akan ada kegelisahan seandainya suatu saat dia melakukan kebohongan.
Seseorang
yang
berkarakter sabar secara spontan dan tanpa rekayasa akan menunjukkan sikap sabar dalam kondisi apapun. Sebaliknya orang dengan karakter tidak sabar dan pemarah, akan cepat tersinggung jika ada hal yang tidak sesuai 8
Suyanto, “Urgensi Pendidikan Karakter”, dalam http://waskitamandiribk.wordpress.com/2010/06/02/urgensi-pendidikan-karakter/ diakses 29 April 2014
25
dengan
kehendaknya. Karakter pada diri seseorang memang bebeda satu
sama lain, hal ini dikarenakan faktor-faktor tertentu yang mempengaruhi terbentuknya karakter seseorang. Karakter dalam diri seseorang dapat terbentuk melalui interaksi dengan lingkungan. Sikap seseorang dalam menanggapi setiap keadaan biasanya dipengaruhi oleh kebiasaan yang ada dalam masyarakat. Karakter juga dapat dibentuk melalui pendidikan, karena pendidikan merupakan alat yang paling efektif untuk menyadarkan individu dalam jati diri kemanusiaannya. Karakter menjadi sesuatu yang abstrak tetapi begitu nyata dalam tingkah laku sehingga bisa dibentuk dan diarahkan. Proses pembentukan dalam hal apapun, tentu memiliki unsur-unsur tertentu agar sesuatu itu dapat terbentuk dengan semestinya. Demikian pula
dengan
proses pembentukan karakter dalam diri seseorang, terdapat unsur-unsur yang membentuknya. Lalu apa saja unsur-unsur tersebut? Unsur terpenting dalam pembentukanb karakter adalah pikiran, karena pikiran yang di dalamnya terdapat seluruh program yang terbentuk
dari
pengalaman hidupnya,
merupakan pelopor segalanya.9 Program ini kemudian membentuk sistem kepercayaan yang akhirnya dapat
membentukpola pikirnya yang dapat mempengaruhi perilakunya. Jika
program yang tertanam tersebut sesuai dengan prinsip-prinsip kebenaran universal, maka perilakunya berjalan selaras dengan hukum alam. Hasilnya, perilaku tersebut membawa ketenangan dan kebahagiaan. Sebaliknya, jika program tersebut tidak sesuai dengan prinsip-prinsip hukum universal, maka 9
Abdul Majid, Dian Andayani, Pendidikan Karakter Perspektif Islam, (Bandung: PT. Rosda Karya, 2011), hlm.17.
26
perilakunya membawa kerusakan dan menghasilkan penderitaan. Selain itu gen juga sebagai salah satu faktor pembentuk karakter seseorang. Tentang pikiran, sebagaimana Abdul Majid mengutip dari Joseph Murphy mengatakan bahwa di dalam diri manusia terdapat satu pikiran yang memiliki ciri yang berbeda. Untuk membedakan
ciri tersebut, maka istilahnya dinamakan
dengan pikiran sadar (consciousmind) atau pikiran objektif bawah
dan pikiran
sadar (subconsciousmind) atau pikiran subjektif. Menurut Adi W
Gunawan sebagaimana dikutip oleh Abdul Majid mengatakan bahwa: Pikiran sadar yang secara fisik terletak di bagian korteks otak bersifat logis dan analisis dengan memiliki pengaruh sebesar 12% dari kemampuan otak. Sedangkan pikiran bawah sadar secara fisik terletak di medullaoblongata yang sudah terbentuk ketika masih di dalam kandungan. Karena itu, ketika bayi yang dilahirkan menangis, bayi tersebut akan tenang di dekapan ibunya karena dia sudah merasa tidak asing lagi dengan detak jantung ibunya. Pikiran bawah sadar bersifat netral dan sugestif.10 Untuk memahami cara kerja pikiran, kita perlu tahu bahwa pikiran sadar (conscious) adalah pikiran objektif yang berhubungan dengan objek luar dengan menggunakan panca indra sebagai media dan sifat pikiran sadar ini adalah menalar. Sedangkan pikiran bawah sadar (subsconscious) adalah pikiran
subjektif
yang berisi
emosi
serta memori, bersifat irasional,
tidak menalar, dan tidak dapat membantah. Kerja pikiran bawah sadar menjadi sangat optimal ketika kerja pikiran sadar
semakin
minimal.11 Dengan
memahami cara kerja pikiran tersebut, kita memahami bahwa pengendalian
10
Abdul Majid, Dian Andayani, Pendidikan Karakter Perspektif Islam, hlm. 17 Alicia, Komputer, “Teori Pembentukan Karakter” dalam http://koleksiskripsi.blogspot.com/2008/07/teori-pembentukan-karakter.html diakses Rabu 27 Mei 2014 11
27
pikiran menjadi sangat penting. Berdasarkan kemampuan kita dalam mengendalikan pikiran ke arah kebaikan, kita akan mudah mendapatkan apa
yang
kita inginkan, yaitu kebahagiaan. Sebaliknya, jika pikiran kita
lepas kendali, sehingga terfokus kepada keburukan dan kejahatan, maka kita akan terus mendapatkan penderitaan-penderitaan. Berdasarkan penjelasan di atas maka dapat dikatakan bahwa pikiran alam bawah sadar sangat berpengaruh dalam pola berpikir dan berlanjut ke dalam perilaku seseorang. Sejak
lahir
hingga
berusia
enam
tahun
kemampuan
menalar
seorang anak belum tumbuh, sehingga pikiran bawah sadar masih terbuka dan menerima semua informasi serta stimulus tanpa adanya penyeleksian. Melalui tahap inilah pondasi awal terbentuknya karakter terbangun. Pondasi tersebut
adalah kepercayaan
tertentu
dan konsep diri bagi seseorang.
Sebagaimana pendapat di atas mengatakan bahwa pikiran kita terutama alam pikiran bawah sadar kita sangat berpengaruh dalam pembentukan karakter seseorang. Ketika seseorang masih berusia dini yakni berumur 0-6 tahun dimana pada usia ini masa pertumbuhan serta perkembangan
anak
berkembang sangat cepat, yang dikenal dengan istilah periode keemasan (the golden ages).12 Pada saat inilah penanaman karakter mulai diterapkan. Pada masa ini sangat bagus untuk pembentukan kepercayaan dan konsep diri bagi seseorang. Jika sejak kecil kedua orang tua selalu bertengkar lalu bercerai, maka seorang anak bisa mengambil kesimpulan sendiri bahwa perkawinan itu penderitaan. Tetapi, jika kedua orang tua selalu menunjukkan 12
Mursid, Manajemen Lembaga Pendidikan Anak Usia Dini : Teori dan Praktek, (Semarang: AKFI Media, 2010), hlm. 2.
28
rasa saling menghormati dengan bentuk komunikasi yang akrab maka anak akan menyimpulkan ternyata pernikahan itu indah. Semua ini akan berdampak ketika sudah tumbuh dewasa. Pengalaman hidup yang berasal dari keluarga, lingkungan, sekolah, televisi, internet, buku, majalah,
dan
berbagai sumber lainnya menambah pengetahuan yang akan mengantarkan seseorang
memiliki kemampuan
yang
semakin besar
untuk
dapat
menganalisis dan menalar objek luar, dan peran pikiran sadar (conscious) disini mulai menjadi dominan. Semakin usia manusia penyaringan
informasi
bertambah,
yang masuk melalui pikiran sadar menjadi lebih
ketat sehingga tidak sembarang informasi dapat mudah dan langsung diterima oleh pikiran bawah sadar.13 Anak-anak dengan karakter positif tidak akan tumbuh dengan sendirinya. Mereka memerlukan lingkungan subur yang sengaja diciptakan, sehingga memungkinkan potensi anak-anak dapat tumbuh optimal menjadi berkarakter. Aneka pengalaman yang dilalui anak dari semenjak perkembangan awal memiliki pengaruh yang besar dalam kehidupan mereka di kemudian hari. Berbagai pengalaman ini berperan penting dalam mewujudkan apa yang dinamakan dengan pembentukan kepribadian utuh, yang tidak akan dapat tercapai kecuali dengan mengembangkan potensi-potensi anak sejak dini dengan benar. Lingkungan keluarga yang penuh dengan ikatan cinta kasih, saling menolong, dan hubungan kehangatan satu sama lain mempunyai andil besar dalam membentuk kepribadian anak dengan karakter positif.
13
Abdul Majid, Dian Andayani, Pendidikan Karakter Perspektif Islam, hlm. 18
29
Karenanya, peran komunikasi informasi orang tua dan masyarakat terhadap anak dengan segenap kompleksitas isi dan strategi yang melekat dengaannya menjadi sangat penting.14 3. Tujuan Pendidikan Karakter Pendidikan
karakter
dilakukan
dalam
rangka
mencapai
tujuan
pendidikan nasional yaitu untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berkarakter mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.15 Menurut Jamal Asmani tujuan pendidikan karakter adalah sebagai berikut. Penanaman nilai dalam diri siswa dan pembaruan tata kehidupan bersama yang lebih menghargai kebebasan individu. Tujuan jangka panjangnya adalah mendasarkan diri pada tanggapan aktif kontekstual atas implus natural sosial yang diterimanya yang pada gilirannya semakin mempertajam visi hidup yang akan diraih lewat proses pembentukan diri secara terus menerus.16 Sedangkan menurut Masnur Muslich tujuan pendidikan karakter adalah untuk meningkatkan mutu
penyelenggaraan dan hasil pendidikan yang
mengarah pada pencapaian pembentukan karakter dan akhlak mulia peserta didik secara utuh, terpadu dan seimbang.17
14
Farida Hanum, Arif Rohman, dan Sisca Rahmadonna, Artikel Penelitian Stranas Anggaran 2012, hlm. 2 15 Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2011),hlm. 8 16 Jamal Asmani Ma’mur, Buku Panduan Internalisasi Pendidikan Karakter di Sekolah, (Jogjakarta: Divapress, 2012), hlm. 42 17 Masnur Muslich, Pendidikan Karakter: Menjawab Tantangan Krisis Multidimensional, (Jakarta: Bumi Aksara, 2011), hlm. 81
30
Berdasarkan
pembahasan
diatas maka dapat
dikatakan bahwa
pendidikan karakter pada intinya bertujuan membentuk manusia yang tangguh, kompetitif, berakhlak mulia, bermoral, bertoleran, bergotong royong, berjiwa patriotik, berkembang dinamis, berorientasi ilmu pengetahuan dan teknologi yang semuanya dijiwai oleh iman dan takwa kepada Tuhan yang Maha Esa berdasarkan Pancasila. Melalui pendidikan karakter diharapkan peserta didik
mampu
secara
mandiri
meningkatkan
pengetahuannya, mengkaji dan menginternalisasi nilai-nilai
karakter
serta
dan
menggunakan
mempersonalisasi
dan akhlak mulia sehingga terwujud dalam perilaku
sehari-hari. 4. Materi Pendidikan Karakter a. Pendidikan Moral atau Karakter Moral mempunyai kedudukan yang sangat penting dalam kehidupan manusia, sebab baik buruknya manusia sangat ditentukan oleh karakter.18 Karakter menurut pengertian Islam adalah salah satu hasil dari iman dan ibadah, karena iman dan ibadah manusia tidak sempurna kecuali kalau dari situ muncul karakter yang mulia. Maka karakter dalam Islam bersumber pada iman dan taqwa dan mempunyai tujuan langsung yang dekat yaitu harga diri dan tujuan jauh, yaitu ridha Allah SWT.19 Materi pendidikan karakter yang diberikan pada masa awal kanakkanak adalah hal-hal yang bersifat praktis yang dapat digunakan sebagai 18
Imam Suraji, Etika dalam Perspektif Al-Qur’an dan Al-Hadits, (Jakarta: PT. Al Husna Baru, 2006), hlm. 38 19 Muhaimin, Paradigma Pendidikan Islam, (Bandung: PT Remaja Rosda Karya, 2004), hlm. 114.
31
tuntunan tingkah laku dalam kehidupan sehari-hari.20 Tujuan pendidikan karakter adalah untuk membentuk manusia yang memiliki fadhilah (keutaman). Dengan pendidikan karakter ini anak diharapkan mempunyai sifat bijaksana, sopan dalam ucapan dan perbuatan, jujur, ikhlas. Dalam hal ini orang tua dapat memberikan ketauladanan, karakter yang mulia, dan membiasakan anak hidup sesuai dengan tuntunan agama. Diantara kewajiban orang tua dalam pendidikan karakter adalah: 1) Memberikan contoh yang baik kepada anak-anaknya dalam berpegang teguh kepada karakter yang mulia. 2) Menyediakan bagi anak-anaknya peluang-peluang dan suasana praktis dimana mereka dapat mempraktekkan karakter yang diterima dari orang tuanya. 3) Memberi tanggung jawab yang sesuai kepada anak-anaknya supaya mereka bebas memilih dalam tindak-tanduknya. 4) Menunjukkan bahwa keluarga selalu mengawasi mereka dengan sadar dan bijaksana 5) Menjaga mereka dari teman-teman yang menyelewengkan ke dalam tempat-tempat kerusakan.21 b. Pendidikan Sosial Orang tua atau keluarga merupakan lingkungan sosial yang pertama dikenalkan kepada anak atau dapat dikatakan bahwa seorang anak mengenal 20
Imam Suraji, Etika dalam Perspektif Al-Qur’an dan Al-Hadits, (Jakarta: PT. Al Husna Baru, 2006), hlm. 43. 21 Hasan Langgulung, Manusia dan Pendidikan; Suatu Analisa Psikolog, Filsafat dan Pendidikan. Jakarta: Pustaka Al-Husna Baru, 2004), hlm. 312-313.
32
sosial pertama-tama dilingkungan keluarga.22 Adanya interaksi anatara keluarga yang satu dengan yang lain itu menyebabkan seorang anak menyadari bahwa dirinya berfungsi sebagai individu dan juga makhluk sosial, sebagai individu dia harus memenuhi segala kebutuhan hidupnya demi untuk kelangsungan hidupnya di dunia ini. Dari lahir sampai mati menusia hidup sebagai anggota masyarakat. Hidup dalam masyarakat berarti adanya interaksi sosial dengan orang-orang di sekitar dan demikian mengalami pengaruh dan mempengaruhi orang lain. Interaksi sosial sangat utama dalam tiap masyarakat. Manusia adalah makhluk sosial. Ia hidup dalam hubungannya dengan orang lain dan hidupnya bergantung pada orang lain.23 Pendidikan sosial pada anak adalah mendidik anak sejak kecil agar terbiasa menjalankan perilaku sosial yang utama, dasar-dasar kejiwaan yang mulia yang bersumber pada aqidah Islamiyah yang kekal dan kesadaran iman yang mendalam, agar ditengah-tengah masyarakat anak dapat bergaul dan berperilaku sosial yang baik, memiliki keseimbangan akal yang matang dan tindakan yang bijaksana.24 Pendidikan sosial kemasyarakatan ini anak dikenalkan mengenai hal-hal yang terdapat atau terjadi di masyarakat serta bagaimana caranya hidup dalam masyarakat tentu dengan cara-cara yang
22
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, edisi ke-3, (Jakarta: Balai Pustaka, 2001) 23 S. Nasution, Sosiologi Pendidikan (Jakarta: Bumi Aksara, 2009), hlm. 60. 24 Hannan Athiyah Ath-Thuri, Mendidik Anak Perempuan di Masa Kanak-kanak, Alih Bahasa: Aan Wahyudin, Ad-Daur At-Tarbawi li Al-Walidain fi Tansyi’ Al-Fatah Al-Muslimah fi Marhalah Ath-Thufulah, (Jakarta: Amzah, 2007), hlm.435.
33
Islami. Diharapkan dari materi ini anak memiliki wawasan kemasyarakatan dan anak dapat hidup serta berperan aktif dalam masyarakat secara benar.25 5. Metode Pembentukan Karakter Sebelum menetapkan metode pembelajaran, terlebih dahulu perlu dipilih model pendekatan pembelajaran yang akan ditempuh. Ada dua model pendekatan sebagaimana yang dikutip oleh Richard Anderson yang dikutip oleh Muchson dan Samsuri yaitu model yang berorientasi pada guru (teacher centered) dan model yang berorientasi murid (student centered). Model pertama bersifat otokratis, dengan peranan guruyang lebih dominan dalam pembelajaran. Model yang kedua bersifat demokratis atau partisipatif, dengan peranan siswa – siswa yang lebih dominan dalam pembelajaran.26 Menurut Muchlas Samaani dan Hariyanto dalam bukunya yang berjudul Pendidikan Karakter menjelaskan bahwa ada beberapa metode dalam pembentukan karakter sebagai berikut: a. Metode bercerita, mendongeng (telling story) Metode ini pada hakikatnya sama dengan metode ceramah, tetapi guru lebih leluasa berimprovisasi. Misalnya melalui perubahan mimik, gerak tubuh, mengubah intonasi suara seperti keadaan yang hendak dilukiskan dan sebagainya. Jika perlu menggunakan alat bantu sederhana seperti bel kelinting, beberpa macam boneka (manusia atau binatang), perangkat simulasi tempat duduk kecil – kecil dan sebagainya. 25
hlm. 142. 26
hlm. 95.
Hery Jauhari Muchtar, Fikih Pendidikan, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya Offset, 2005), Muchson AR dan Samsuri, Dasar – dasar Pendidikan Moral, (Yogyakarta: Ombak, 2013),
34
b. Metode diskusi Dalam pembelajaran umumnya diskusi terdiri dari dua macam, diskusi kelas (whole group) dan diskusi kelompok. Diskusi kelas umumnya dipimpin oleh guru. Sementara diskusi kelompok dapat berupa kelompok kecil atau kelompok besar. c. Metode simulasi (bermain peran/ role playing dan sosiodrama) Simulasi artinya peniruan terhadap sesuatu, jadi bukan sesuatu yang terjadi sesungguhnya. Dengan demikian, orang yang bermain drama atau memerankan sesuatu adalah orang yang sedang menirukan atau membuat simulasi tentang sesuatu. Dalam pembelajaran suatu simulasi dilakukan denan tujuan agar peserta didik memperoleh ketrampilan tertent, baik yang bersifat profesional maupun yang berguna bagi kehidupan sehari – hari. Dapat pula simulasi ditujukan untuk memperoleh pemahaman tentang suatu konsep atau prinsip, serta bertujuan untuk memecahkan suatu masalah yang relevan dengan pendidikan karakter.27 Sedangkan menurut Syaful Bahri Djamarah tujuan yang diharapkan dengan penggunaan metode sosiodrama antara lain: 1) Agar peserta didik dapat menghayati dan menghargai perasaan orang lain. 2) Agar peserta didik dapat belajar bagaimana bertanggung jawab. 3) Agar peserta didik dapat belajar bagaimana mengambil keputusan dalam situasi kelompok secara spontan. 27
Muchlas Samaani dan Hariyanto, Konsep dan Model Pendidikan Karakter, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2013), hlm. 148- 162
35
4) Merangsang kelas untuk berpikir dan memecahkan masalah.28 d. Metode atau model pembelajaran kooperatif (cooperative learning) Cooperative learning adalah model pembelajaran yang menekankan kepada proses kerja sama dalam suatu kelompok yang bisa terdiri 3 sampai 5 orang siswa untuk mempelajari suatu materi akademik yang spesifik sampai tuntas. Melalui cooperative learning siswa didorong untuk bekerja sama secara maksimal sesuai dengan keadaan kelompoknya. Kerja sama di sini dimaksudkan setiap anggota kelompok harus saling bantu, yang cepat membantu yang lemah, karena penilaian akhir ditentukan oleh keberhasilan kelompok. Kegagalan individu adalah kegagalan kelompok; dan sebaliknya keberhasilan individu adalah keberhasilan kelompok. Oleh karena itu, setiap anggota kelompok harus memiliki tanggung jawab penuh terhadap kelompoknya.29 Pembelajaran kooperatif adalah upaya yang dilakukan oleh seorang pendidik untuk membelajarkan peserta didik melalui jalinan kerjasama/ gotong royong antar berbagai komponen, baik kerjasama antar peserta
didik (belajar secara berkelompok di kelas),
kerjasama dengan pihak sekolah (tenaga kependidikan yang ada di sekolah/ madrsah), kerjasama dengan anggota keluarga, dan masyarakat.30 Jadi pembelajaran kooperatif merupakan model pembelajaran dengan menggunakan sistem pengelompokkan/ tim kecil, yaitu antara 3 sampai 5
28
Syaiful Bahri Djamarah dan Aswan Zain, Strategi Belajar Mengajar, (Jakarta: PT. Rineka Cipta, 2006), hlm. 87-88 29 Wina Sanjaya, Pembelajaran dalam Implementasi Kurikulum Berbasis Kompetensif, (Jakarta: Kencana, 2006), hlm. 106-107 30 A. Fatah Yasin, Dimensi-Dimensi Pendidikan Islam, (Malang: UIN Malang Press, 2008), hlm. 176-177
36
orang yang mempunyai latar belakang kemampuan akademik, jenis kelamin, ras, atau suku yang berbeda (heterogen). Sistem penilaian dilakukan terhadap kelompok. Setiap kelompok akan memperoleh penghargaan (reward), jika kelompok mampu menunjukkan prestasi yang dipersyaratkan. Dengan demikian, setiap anggota kelompok akan mempunyai ketergantungan positif. Ketergantungan semacam itulah yang selanjutnya akan memunculkan tanggung jawab individu terhadap kelompok dan keterampilan interpersonal dari setiap anggota kelompok. Setiap individu akan saling membantu, mereka akan mempunyai motivasi untuk keberhasilan kelompok, sehingga setiap individu akan memiliki kesempatan yang sama untuk memberikan kontribusi demi keberhasilan kelompok.31 Sementara menurut Muhammad Fadlillah dan Lilif Mualifatu Khorida dalam bukuny yang berjudul Pendidikan Karakter Anak Usia Dini menjelaskan bahwa ada empat metode pembelajaran yang dapat diterapkan oleh pendidik di sekolah, yang disesuaikan dengan perkembangan anak serta memperkenalkan pendidikan karakter sejak dini pada anak. Metode tersebut antara lain: a. Metode keteladanan Metode keteladanan adalah metode influitif yng paling meyakinkan keberhasilannya alam mempersiapkan dan membentuk moral spiritual dan sosial anak. Sebab pendidikan adalah contoh terbaik dalam pandangan anak yang akan ditiru dalam tindak tanduk dan sopan santunnya terpatri dalam jiwa. 31
Wina Sanjaya, Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan, (Jakarta: Kencana, 2007), hlm. 242-243
37
b. Metode pembiasaan Hakikat pembiasaan sebenarnya berintikan pengalaman. Pembiasaan adalah sesuatu yang diamalkan. Oleh karena itu, uraian tentang pembiasaan selalu menjadi satu rangkaian tentang perlunya melakukan pembiasaan – pembiasaan yang dilakukan di setiap harinya. c. Metode bercerita Cerita adalah salah satu untuk menarik perhatian anak. Biasanya cerita yang disukai anak, yaitu cerita yang berkaitan dengan dunia binatang, seperti cerita si kancil maupun yang sejenisnya. Metode bercerita adalah suatu cara menyampaikan materi pembelajaran melalui kisah – kisah atau cerita yang dapat menarik perhatian peserta didik. d. Metode karyawisata Karyawisata sebagai metode pengajaran memberikan kesempatan kepada anak untuk mengamati. Dengan cara tersebut anak akan mendengar, merasakan, melihat, dan melakukan. Anak dapat mendengar suara burung, air, tumbuhan, dan yang lainnya. Anak dapat merasakan dinginnya air, panasnya matahari, tiupan angindan lain – lain. Anak dapat melihat berbagai macam tanaman, bentuk benda – benda ang dilihatnya. Anak dapat menyentuh permukaan kulit pohon, daun, batu, dan benda lainnya.32 6. Faktor – faktor yang mempengaruhi karakter Proses pembentukan karakter pada seseorang dipengaruhi oleh faktor – faktor khas yang ada dalam diri orang yang bersangkutan yang sering disebut 32
Muhammad Fadlillah dan Lilif Mualifatu Khorida, Pendidikan Karakter Anak Usia Dini: Konsep dan Aplikasinya dalam PAUD, (Jogjakarta: Ar Ruzz Media, 2013), hlm. 166-184
38
faktor endogen dan eksogen (lingkungan). Secara normatif, pembentukan atau pengembangan karakter yang baik memerlukan kualitas lingkungan yang baik pula. Dari sekian banyak faktor lingkungan yang berperan dalam pembentuka karakter, berikut peran empat faktor yang mempunyai pengaruh besar, yaitu keluarga, media masa, lingkungan sosial dan sekolah: a. Keluarga Keluarga adalah komunitas pertama yang menjadi tempat bagi seseorang, sejak dini, belajar konsep baik dan buruk pantas dan tidak pantas, benar dan salah. Dengan kata lain, di keluargalah seseorang, sejak dia sadar lingkungan, belajar tata nilai atau moral. Karena tata nilai yang diyakini seseorang akan tercermin dalam karakternya, di keluargalah proses pendidikan karakter seharusnya berawal. Pertama dan utama, pendidikan di keluarga ini menentukan seberapa jauh seorang anak dalam prosesnya menjadi orang yang lebih dewasa memiliki komitmen terhadap nilai moral tertentu dan menentukan bagaimana dia melihat dunia sekitarnya, seperti memandang orang lain yang tidak sama dengan dia. b. Media massa Dalam era kemajuan teknologi informasi dan telekomunikasi saat ini, salah satu faktor yang berpengaruh sangat besar dalam pembangunan atau sebaliknya, perusakan karakter masyarakat atau bangsa adalah media massa, khususnya media elektronik dengan pelaku utama televisi (TV). Sebenarnya besarnya peran media, khususnya media cetak dan radio, dalam
39
pembangunan karakter bangsa telah dibuktikan secara nyata oleh para pejuang kemerdekaan. c. Lingkungan sosial (teman sepergaulan) Teman sepergaulan adalah salah satu faktor lingkungan yang memengaruhi pembentukan karakter seseorang. Adakalanya pengaruh teman sepergaulan tidak sejalan dengan pengaruh keluarga, bahkan bertentangan.
d. Sekolah Bagi orangtua, sekolah diharapkan menjadi salah satu tempat atau lingkungan yang dapat membantu anak mengembangkan karakter yang baik.33 Unsur-unsur lain yang mempengaruhi karakter seseorang menurut Fatchul Mu’in antara lain adalah sikap, emosi, kepercayaan, kebiasaan dan kemauan, serta konsepsi diri.34 Adapun penjabaran dari masing- masing hal tersebut adalah sebagai berikut: a. Sikap Cerminan karakter seseorang salah satunya dapat dilihat dari sikapnya. Sikap merupakan variabel laten yang mendasari, mengarahkan, 33
Tim Pakar Yayasan Jati Diri Bangsa, Pendidikan Karakter di Sekolah: dari Gagasan ke Tindakan, (Jakarta: PT. Elex Komputindo, 2011), hlm. 45-47 34 Fatchul Mu’in, Pendidikan Karakter; Kontruksi Teori dan Praktek, (Jogjakarta: Aruzz Media, 2011), hlm. 168-179
40
dan
perilaku.35 Sikap
mempengaruhi
tidak identik dengan respons
dalam bentuk perilaku, tidak dapat diamati secara langsung tapi dapat disimpulkan dari konsistensi perilaku yang diamati. Sikap juga dapat menjadi
alat ampuh untuk tindakan
penghalang
untuk
mencapai
positif,
keutuhan
atau dapat
potensi
menjadi
seseorang.
Sikap
merupakan konsep yang cukup penting, dengan memepelajari
sikap
akan membantu kita dalam memahami proses
yang
kesadaran
menentukan tindakan nyata dan tindakan yang mungkin dilakukan individu dalam kehidupannya.36 b. Emosi Kata emosi diadopsi dari bahasa Latin yaitu emovere (e berarti luar dan movere berarti bergerak). Sedangkan dalam bahasa Prancis adalah emouvoir yang artinya kegembiraan.37 Emosi adalah suatu pengalaman sadar yang mempengaruhi kegiatan jasmani dan afektif (meliputi unsur perasaan) yang mengikuti keadaan-keadaan fisiologis dan mental yang muncul terwujud dalam
tingkah
laku individu.38 Emosi
merupakan
ungkapan jiwa, segala sesuatu yang sedang manusia rasakan akan tercurahkan
dalam luapan emosi, baik itu bahagia, sedih, marah,
takut, maupun cinta. Semua hal tersebut merupakan gejala emosi manusia.
35
Emosi
tidak
selamanya
negatif,
kita harus senantiasa
Mohamad Ali, M. Asrori, Psikologi Remaja; Perkembangan Peserta Didik (Jakarta: PT. Bumi Aksara, 2011), hlm. 141 36 Fatchul Mu’in, Pendidikan Karakter; Kontruksi Teori dan Praktek, hlm. 169 37 Fatchul Mu’in, Pendidikan Karakter; Kontruksi Teori dan Praktek, hlm. 171 38 Baharuddin, Pendidikan Psikologi Perkembangan, (Jogjakarta: Aruzz Media, 2010), hlm. 55
41
memelihara dan merawat emosi karena emosi memang harus didorong. Sehingga emosi akan keluar dengan bijaksana. Pada zaman modern ini dimana teknologi dan informasi bebas keluar masuk ke bangsa kita menjadikan manusia terbudak oleh arus tersebut, yang pada hakekatnya mereka
ingin
mempengaruhi
pembentukan
memori
manusia yang
mengakibatkan emosi tidak terlalu berperan dalam bagaimana menggunakan
pengetahuan
tersebut
kita
untuk berpikir dan memecahkan
masalah.39 c. Kepercayaan “Kepercayaan merupakan komponen kognitif manusia. Kepercayaan bahwa sesuatu itu “benar” atau “salah” atas dasar bukti, sugesti otoritas, pengalaman, dan intuisi sangatlah penting untuk membangun watak dan karakter manusia”.40 Kepercayaan memberikan perspektif bagi manusia dalam memandang kenyataan dan ia memberikan dasar bagi manusia untuk mengambil pilihan serta menentukan keputusan. Kepercayaan dibentuk oleh pengetahuan, karena apa yang kita ketahui membuat kita menentukan pilihan, hal ini karena kita percaya dengan apa yang telah kita ketahui.41 d. Kebiasaan dan kemauan Kebiasaan adalah aspek perilaku manusia yang menetap, berlangsung secara otomatis, serta tidak direncanakan. Kebiasaan merupakan hasil dari perbuatan yang terus menerus dilakukan oleh manusia. Kebiasaan juga memberikan pola perilaku yang dapat diramalkan. Misalnya kita sering 39
Fatchul Mu’in, Pendidikan Karakter; Kontruksi Teori dan Praktek,....hlm. 175 Fatchul Mu’in, Pendidikan Karakter; Kontruksi Teori dan Praktek.... hlm. 176 41 Fatchul Mu’in, Pendidikan Karakter; Kontruksi Teori dan Praktek,...hlm. 176 40
42
melihat si A memberikan bantuan kepada siapa saja yang meminta tolong padanya, maka dapat dikatakan bahwa si A orangnya suka menolong.42 Sedangkan kemauan merupakan kondisi yang mencerminkan karakter seseorang.
Ada orang yang kemauannya
keras yang kadang ingin
mengalahkan kebiasaan, tetapi ada pula orang yang kemauannya lemah. Orang yang memiliki kemauan keras dan kuat akan mencapai hasil yang
besar,
namun
kadang kemauan yang keras membuat orang
melanggar nilai-nilai yang ada.43 e. Konsepsi diri Konsepsi diri penting karena biasanya orang sukses adalah orang yang sadar bagaimana ia membentuk wataknya. Proses konsepsi diri merupakan proses totalitas, baik sadar maupun tidak sadar tentang bagaimana karakter diri kita dibentuk. Konsepsi diri adalah bagaimana kita
harus
membangun
diri, tahu apa yang diinginkan
dan tahu
bagaimana menempatkan diri dalam kehidupan.44 Berdasarkan
penjelasan
di atas maka dapat dikatakan
bahwa
karakter seseorang tidak terjadi secara instan akan tetapi melalui proses yang begitu panjang, berawal dari gen kemudian lingkungan keluarga, pergaulan, masyarakat serta pengalaman hidup individu. 7. Nilai-nilai Karakter
42
Fatchul Mu’in, Pendidikan Karakter; Kontruksi Teori dan Praktek,... hlm. 178 Fatchul Mu’in, Pendidikan Karakter; Kontruksi Teori dan Praktek,... hlm. 178. 44 Fatchul Mu’in, Pendidikan Karakter; Kontruksi Teori dan Praktek,... hlm. 179 43
43
Secara ringkas butir – butir nilai budi pekerti (karakter) pada masa orde baru, dalam hal ini dikelola oleh Departemen Pendidikan dan Kebudayaan di bawah otoritas Direktorat jenderal Kebudayaan diambarkan dalam tabel sebagai berikut:
Tabel 1. Jangkauan Sikap dan perilaku dan Butir-butir Nilai Budi Pekerti45 Jangkauan sikap dan
Butir – butir nilai budi pekerti
perilaku
Sikap dan perilaku dalam Berdisiplin, hubungannya Tuhan
beriman,
bertakwa,
berpikir
jauh
dengan kedepan, bersyukur, jujur, mawas diri, pemaaf, pemurah, pengabdian.
Sikap dan perilaku dalam Bekerja keras, berani memikul resiko, berdisiplin, hubungannya dengan diri berhati lembut (empati), berpikir matang, berpikir sendiri
jauh ke depan, bersahaja, bersemangat, bersifat konstruktif, bertanggung jawab, bijaksana, cerdik, cermat,
dinamis,
efisien,
gigih,
hemat,
jujur,
berkemauan keras, kreatif, kukuh hati, lugas, mandiri, mawas diri, menghargai karya orang lain, menghargai kesehatan, menghargai waktu, pemaaf, pemurah, pengabdian, pengendalian diri, produktif, rajin, ramah tamah, rasa kasih sayang, rasa percaya diri, rela berkorban, sabar, setia, adil, hormat, tertib, sportif, susila, tangguh, tegas, tekun, tepat janji, terbuka, ulet. Sikap dan perilaku dalam Bekerja keras, berpikir jauh ke depan, bijaksana,
45
Muchlas Samaani dan Hariyanto, Konsep dan Model Pendidikan Karakter, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2013), hlm. 47
44
hubungannya
dengan cerdik, cermat, jujur, berkemauan keras, lugas,
keluarga
menghargai kesehatan, menghargai waktu, tertib, pemaaf, pemurah, pengabdian, ramah tamah, rasa kasih sayang, rela berkorban, sabar, setia, adil, hormat, sportif, susila, tegas, tepat janji, terbuka.
Sikap dan perilaku dalam Bekerja keras, berpikir jauh ke depan, toleran, hubungannya
dengan bijaksana, cerdik, cermat, jujur, berkemauan keras,
masyarakat dan bangsa
lugas, setia, menghargai kesehatan dan waktu, pemurah, pengabdian, ramah tamah, rasa kasih sayang, rela berkorban, adil, hormat, tertib, sportif, susila, tegas, amanah, terbuka.
Sikap dan perilaku dalam Bekerja keras, berpikir jauh ke depan, mengahrgai hubungannya
dengan kesehatan, pengabdian.
alam sekitar
Selanjutnya
menurut
Kemendibud,
ada
18
nilai-nilai
dalam
pengembangan pendidikan budaya dan karakter bangsa yang dibuat oleh Kemdikbud. Mulai tahun ajaran 2011, seluruh tingkat pendidikan di Indonesia harus
menyisipkan
pendidikan
berkarakter
tersebut
dalam
proses
pendidikannya. Adapun 18 nilai dalam pendidikan karakter bangsa tersebut adalah: a. Religius Sikap dan perilaku yang patuh dalam melaksanakan ajaran agama yang dianutnya, toleran terhadap pelaksanaan ibadah agama lain, dan hidup rukun dengan pemeluk agama lain. b. Jujur
45
Perilaku yang didasarkan pada upaya menjadikan dirinya sebagai orang yang selalu dapat dipercaya dalam perkataan, tindakan, dan pekerjaan. c. Toleransi Sikap dan tindakan yang menghargai perbedaan agama, suku, etnis, pendapat, sikap, dan tindakan orang lain yang berbeda dari dirinya.
d. Disiplin Tindakan yang menunjukkan perilaku tertib dan patuh pada berbagai ketentuan dan peraturan. e. Kerja Keras Tindakan yang menunjukkan perilaku tertib dan patuh pada berbagai ketentuan dan peraturan. f. Kreatif Berpikir dan melakukan sesuatu untuk menghasilkan cara atau hasil baru dari sesuatu yang telah dimiliki. g. Mandiri Sikap dan perilaku yang tidak mudah tergantung pada orang lain dalam menyelesaikan tugas-tugas. h. Demokratis Cara berfikir, bersikap, dan bertindak yang menilai sama hak dan kewajiban dirinya dan orang lain. i. Rasa Ingin Tahu
46
Sikap dan tindakan yang selalu berupaya untuk mengetahui lebih mendalam dan meluas dari sesuatu yang dipelajarinya, dilihat, dan didengar. j. Semangat Kebangsaan Cara berpikir, bertindak, dan berwawasan yang menempatkan kepentingan bangsa dan negara di atas kepentingan diri dan kelompoknya.
k. Cinta Tanah Air Cara berpikir, bertindak, dan berwawasan yang menempatkan kepentingan bangsa dan negara di atas kepentingan diri dan kelompoknya. l. Menghargai Prestasi Sikap dan tindakan yang mendorong dirinya untuk menghasilkan sesuatu yang berguna bagi masyarakat, dan mengakui, serta menghormati keberhasilan orang lain. m. Bersahabat/ Komunikatif Sikap dan tindakan yang mendorong dirinya untuk menghasilkan sesuatu yang berguna bagi masyarakat, dan mengakui, serta menghormati keberhasilan orang lain. n. Cinta Damai Sikap dan tindakan yang mendorong dirinya untuk menghasilkan sesuatu yang berguna bagi masyarakat, dan mengakui, serta menghormati keberhasilan orang lain. o. Gemar Membaca
47
Kebiasaan menyediakan waktu untuk membaca berbagai bacaan yang memberikan kebajikan bagi dirinya. p. Peduli Lingkungan Sikap dan tindakan yang selalu berupaya mencegah kerusakan pada lingkungan alam di sekitarnya, dan mengembangkan upaya-upaya untuk memperbaiki kerusakan alam yang sudah terjadi.
q. Peduli Sosial Sikap dan tindakan yang selalu ingin memberi bantuan pada orang lain dan masyarakat yang membutuhkan. r. Tanggung Jawab Sikap dan perilaku seseorang untuk melaksanakan tugas dan kewajibannya, yang seharusnya dia lakukan, terhadap diri sendiri, masyarakat, lingkungan (alam, sosial dan budaya), negara dan Tuhan Yang Maha Esa.46
B. Orang tua dan Keluarga 1. Pengertian Orang tua Orang tua adalah orang dewasa pertama yang memikul tanggung jawab pendidikan, karena secara alami anak pada masa-masa awal kehidupannya berada ditengah-tengah ibu dan ayahnya. Dari merekalah anak mulai mengenal pendidikannya. Dasar-dasar pandangan hidup, sikap hidup, 46
http://www.menkokesra.go.id/content/18-nilai-pendidikan-karakter-bangsa-sebagai-salahsatu-antisipasi-tawuran-pelajar/ dikutip pada tanggal 24 Februari 2014
48
dan ketrampilan hidup banyak tertanam sejak anak berada ditengah-tengah orang tuanya. Pengaruh keluarga dalam perannya sebagai pendidik mempunyai arti bahwa keluarga memegang peranan yang cukup penting dalam mengembangkan kecerdasan anak. Karena seorang anak akan berada di dalam lingkunag keluarga selama beberapa tahun, untuk menghabiskan masa kanakkanaknya yang pertama, sehingga perasaan-perasaannya akan semakin terbuka dan berbagai kemampuannya tumbuh dengan baik di tengah-tengah keluarga. Selain itu peran keluarga ini berlanjut dalam pembinaan kepribadian anak dan pembekalannya dengan ketrampilan dan pengalaman-pengalaman yang akan dimanfaatkannya dalam berbagai aspek kehidupan.47 Ditinjau dari aspek kebahasaan, di dalam bahasa Inggris menurut HW Fowler yang dikutip Mahmud dkk, menjelaskan bahwa kata keluarga adalah family yang berasal dari kata familier yang berarti dikenal dengan baik atau terkenal. Selanjutnya kata family tidak terbatas pada keluarga manusia saja, tetapi juga membentang dan meluas sehingga meliputi setiap anggotanya untuk saling mengenal. Terkadang pula keluarga meluas sehingga ia benar – benar keluarga dalam arti luas, yaitu sekumpulan umat dan negara yang berdekatan.48 Sementara itu, kata keluarga dalam Bahasa Arab adalah al usroh yang merupakan kata jadian dari al asru. Secara etimologi berarti ikatan (al qoid). Sebagaimana Ar Rozi yang dikutip Mahmud dkk, menyatakan al asru maknanya mengikat dengan tali, kemudian meluas menjadi segala sesuatu yang 47
hlm. 44
48
Fuaduddin TM, Pengasuhan Anak dalam Keluarga Islam (Jakarta: Asia Foundation, 1999),.,
Mahmud, dkk. Pendidikan Agama Islam dalam Keluarga: Sebuah Panduan Lengkap bagi para Orangtua, Guru, dan Calon, (Jakarta: Akademia Permata, 2013), hlm. 127.
49
diikat, baik dengan tali atau yang lain. Lebih lanjut Mahyuddin yang dikutip mahmud dkk juga menyatakan bahwa keluarga dalam arti sempit, pure family system (sistem keluarga yang asli) ialah unit (kelompok) yang kecil di dalam masyarakat yang terdiri dari ayah, ibu, dan anak. Keluarga dalam arti luas (extended family system) ialah ayah, ibu, dan anak – anak dan sebagainya yang kebutuhan hidupnya, semuanya tergantung kepada keluarga.49 Keluaga adalah suatu iktan laki – laki dengan perempuan berdasarkan hukum dan undang – undang perkawinan yang sah. Dalam keluarga inilah akan terjadi interaksi pendidikan pertama dan utama bagi anak yang akan menjadi pondasi dalam pendidikan selanjutnya. Dengan demikian berarti dalam masalah pendidikan yang pertama dan utama, keluargalah memegang peranana utama dan memegang tanggungjawab terhadap pendidikan anak – anaknya. Maka dalam keluargalah pemeliharaan dan pembiasaan sikap hormat sangat penting untuk ditumbuhkan dalam semua anggota keluarga tersebut. Kasih sayang semua anggota keluarga yang tumbuh akibat dari hubungan darah dan akan diberikan kepada anak dengan wajar atau sesuai dengan kebutuhan, mempunyai arti pentingbagi anak, karena anak akan merasa diperhatikan oleh semua angota keluarga. Apabila keluarga itu tidak memberikan kasih sayang terhadap anak, maka anak merasakan bahwa kehadiran dirinya tidak ada artinya bagi kedua orangtuanya, sehingga anak akan sulit diatur, mudah memberontak dan sikap negatif lainnya.50
49 50
318-319
Ibid., hlm.128 Mansur, Pendidikan Anak Usia Dini dalam Islam, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2009), hlm.
50
Orang tua adalah dua orang (manusia) yang mempunyai tanggung jawab sebagai pengurus rumah tangga dan pendidik bagi anak – anaknya sebagai generasi masa depan dalam susunan masyarakat terkecil yaitu rumah tangga atau keluarga. 2. Peran dan Fungsi Orang tua dalam Keluarga Dalam sebuah rumah tangga, biasanya ada peran – peran yang dilekatkan pada para anggotanya. Seperti seorang suami berperan sebagai kepala rumah tangga, sedangkan seorang istri berperan sebagai ibu rumah tangga.51 Peran – peran tersebut muncul biasanya karena ada pembagian tugas di antara meraka di dalam rumah tangga. Seorang suami berperan sebagai kepala rumah tangga oleh karena ia mendapat bagian tugas yang lebih berat, yakni mencari nafkah untuk seluruh anggota rumah tangga. Selain itu, ia sebagai kepala rumah tangga juga diberi tanggung jawab untuk melindungi dan mengayomi rumh tangganya, sehingga rumah tangga tersebut dapat berjalan sesuai dengan nilai – nilai Islam. Karena dua hal tersebut, yakni sebagai suami dan sebagai kepala rumah tangga, maka ia memiliki kekuasaan lebih dibandingkan anggota lainnya, terutama dalam pengambilan keputusan untuk urusan keluarganya.52 Sementara pada sisi lain, istri biasanya bertanggung jawab untuk mengurus rumah tangga sehari – hari. Dalam menjalankan peran dan fungsinya masing – masing tersebut, suami harus melindungi istrinya, sementara istri harus patuh kepada suaminya sebagai akibat adanya posisi suami yang 51
Ratna Batara Munti, Perempuan sebagai Kepala Rumah Tangga, (Jakarta: Lembaga Kajian Islam dan Jender, 1999), hlm. 2 52 Ibid., hlm. 2
51
dilebihkan karena perannya sebagai kepala rumah tangga.53 Demikian pula tidak baik seorang ibu berlebih-lebihan mencurahkan perhatian kepada anaknya. Asalkan segala pernyataan disertai rasa kasih sayang yang terkandung dalam hati ibunya, anak itu dengan mudah akan tunduk kepada pimpinannya. Sesuai dengan fungsi serta tanggung jawabnya sebagai anggota keluarga, peranan ibu dalam rumah tangga dan pendidikan anak-anaknya adalah sebagai berikut: a. Sumber dan pemberi rasa kasih sayang, b. Pengasuh dan pemelihara, c. Tempat mencurahkan isi hati, d. Pengatur kehidupan dalam rumah tangga, e. Pembimbing hubungan pribadi, f. Pendidik dalam segi-segi emosional.54 Sosok seoran ibu adalah sarana pendidikan yang meluluskan anak – anaknya. Kepandaian memilih calon ibu akanmembuahkan anak – anak yang mulia, istiqomah, dan saleh. Karena seorang bapak tentunya harus mencurahkan segala kemampuannya dengan lebih dalam memilih sosok seoran ibu karena ia memiliki pengaruh yang dalam dan peran yang besar dalam kehidupan dan kekokohan bangunan keluarga.55
53
Ibid., hlm. 3 Aris Novianto, Pengertian tentang Keluarga, http://www.aryesnovianto.com/ 2005/07/ sedikit-pengertian - tentang keluarga. html/ diakses pada tanggal 20 April 2014 55 Hannan Athiyah Ath Thuri, Mendidika Anak Perempuan di masa Remaja, (Jakarta: Amzah, 2007), hlm. 331 54
52
Secara kodrati suasana dan struktur dalam keluarga dapat memberi kemungkinan alami membangun situasi pendidikan.56 Situasi pendidikan dapat terwujud berkat adanya pergaulan dan hubungan pengaruh mempengaruhi secara timbal balik antara orang tua dan anak. Pengaruh pertama yang diterima oleh seorang anak dalam hidupnya adalah pengaruh sosok-sosok yang berada disekelilingnya di lingkungan rumah mereka yaitu ayah, ibu, dan keluarganya.57 Keluarga adalah ladang terbaik dalam menyampaikan pendidikan dan nilai-nilai agama. Oleh karena itu fungsi orang tua dalam keluarga ada dua macam yaitu: a. Orang tua sebagai pendidik keluarga Orang tua adalah pendidik anak-anaknya, orang tua merupakan pendidik sejati, mereka bertanggung jawabatas pendidikan, keselamatan dan kebahagian anak-anaknya sendiri.58 Anak adalah anugerah Tuhan, generasi penerus bangsa yang harus memperoleh perhatian khusus dari orang tuanya. Sebab anak merupakan sosok manusia yang tunbuh dan berkembang baik fisik maupun psikisnya, karena perlu bimbingan dan diarahkan guna mempersiapkan anak ke arah kedewasaan. Sudah sewajarnya bahwa ibu memelihara dan mendidik anak-anaknya dengan rasa kasih sayang. Tanggung jawab yang ada pada orang tua untuk mendidik anak-anaknya timbul dengan sendirinya secara alami tanpa paksaan. 56
Ngalim Purwanto, Ilmu Pendidikan Teoritis dan Praktis, (Bandung: Remaja Rosda Karya, 1995), hlm. 80 57 M.Jamaluddin Mahfuzh, Psikologi Anak dan Remaja Muslim, (Jakarta: Pustaka al Kausar, 2001), hlm. 6. 58 Abu Ahmadi dan Nur Uhbiyati, Ilmu Pendidikan, (Jakarta: Rineka Cipta, 1991), hlm. 21.
53
b. Orang tua sebagai pemelihara dan pelindung keluarga Keluarga merupakan lingkungan alami yang memberi perlindungan dan keamanan serta memenuhi kebutuhan-kebutuhan pokok anak, karena seorang anak lahir dalam keadaan lemah belum bisa memenuhi kebutuhan pokoknya dan memberi keamanan dan perlindungan bagi dirinya sendiri. Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan oleh ibu dalam mengasuh anak antara lain sebagai berikut. a. Mencitai dan dicintai Ibu harus terbuka kepada anaknya guna mengenalinya, berikan perhatian dan kasih sayang agar anak merasa dekat dengan kita. b. Perlindungan hingga merasa aman dan kekerasan Suasana keterbukaan yang memberikan kesempatan kepada anak ikut berbagi kebahagian, keberhasilan, kegagalan dan keprihatinan darikeluarga. c. Kebutuhan akan bimbingan Ibu harus menerima bakat dan kemampuan yang ada pada anak. Kemampuan anak harus dikembangkan, bukan cita-cita orang tua atau ibu yang dipaksakan kepada anak. Anak tetap anak, dan anak harus dibiarkan tetap anak, jadi orang tualah yang membimbing dan harus menyesuaikan diri dengan keadaan si anak. d. Kebutuhan untuk diakui Ibu harus menghargai pribadi seorang anak. Anak berhak dan memohon didekati penuh respek. Jelaslah bahwa anakpun mempunyai hak-hak asasi di
54
rumah, di keluarga, dan di sekolah. Walaupun masih amat tergantung kepada orang lain tetap harus diperlakukan sebagai pribadi. e. Kebutuhan akan disiplin Anak adalah manusia yang harus didewasaka, jadi sedikit demi sedikit harus diajari dan dibiasakan belajar bergaul dengan orang lain, dengan sesama orang tua sebagai teladan anak harus memberi contoh yang baik dan menerapkan disiplin pada anak sejak kecil.59 Tanggung jawab orang tua baik ayah maupun ibu adalah membina anak-anaknya, membina keluarga sehingga anak-anak akan dapat mengambil suri tauladan dalam pergaulan antar anggota keluarga secara langsung. Tanggung jawab pendidikan yang perlu disandarkan dan dibina oleh kedua orang tua tentang anaknya antara lain sebagai berikut. a. Memelihara dan membesarkannya, tanggung jawab ini merupakan doronganalami untuk dilaksanakan, karena anak memerlukan makan, minum dan perawatan agar ia hidup secara berkelanjutan b. Melindungi dan menjamin kesehatannya, baik jasmaniah maupun rohaniah dari berbagai gangguan penyakit atau bahaya lingkungan yang dapat membahayakan dirinya c. Mendidiknya dengan berbagai ilmu pengetahuan dan keterampilan yang berguna bagi hidupnya, sehingga apabila ia telah dewasa ia mampu serta melaksanakan kekhalifahannya
59
J.J.G.M.Prost, Sekolah Mendidik atau Mengajar?, (Yogyakarta: Kanisius, 1998), hlm. 69-70.
55
d. Membahagiakan anak untuk dunia dan akhirat dengan memberinya pendidikan agama sesuai dengan ketentuan Allah sebagai tujuan akhir hidup muslim. Tanggung jawab ini dikategorikan juga sebagai tanggung jawab kepada Allah.60 Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa fungsi dan tanggung jawab ibu terhadap anaknya adalah sebai berikut: a. Memelihara dan membesarkan anak dengan penuh kasih sayang dilandasi rasa tanggung jawab b. Memberikan perlindungan terhadap kesejahteraan jasmani maupun rohani anak c. Menstabilkan iklim dalam keluarga yang kondusif, harmonis, interaktif dalam suasana keluarga yang religius d. Mendidik dan mengajar yang seluas-luasnya dengan kasih sayang dan kesabaran e. Membahagiakan anak dunia akhirat, dibekali dengan iman dan takwa Dalam keluarga hendaknya dapat direalisasikan tujuan pendidikan agama Islam. Yang mempunyai tugas untuk merealisasikan itu adalah orangtua. Oleh karena itu, ada beberapa aspek pendidikanyang sangat penting untuk diberikan dan diperhatikan orang tua, antara lain:61 a. Pendidikan ibadah, aspek pendidikan ibadah ini khususnya pendidikan sholat. 60
Fuad Hasan, Dasar-dasar Kependidikan Komponen MK-DK, (Jakarta: PT. Rineka Cipta,1997), hlm. 64. 61 Mansur, Pendidikan Anak Usia Dini dalam Islam, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2009), hlm. 321-326
56
b. Pendidikan pokok – pokok ajaran Islam dan membaca Al qur’an, sebagai orangtua dalam membimbing dan mengasuh anaknya harus berdasarkan nilai – nilai ketauhidan yang diperintahkan oleh Allah dan anak harus sedini mungkindiajarkan mengenai baca dan tulis Al qur’an. c. Pendidikan karakterul karimah, orangtua mempunyai kewajiban untuk menanamkan karakterul karimah pada anak – anaknya yang dapat membahagiakan di alam kehidupan dunia dan akhirat. d. Pendidikan aqidah, pendidikan slam dalam keluarga harus memperhatikan pendidikan aqidah islamiyah, di mana aqidah itu merupakan inti dan dasar keimanan seseorang yang harus ditanamkan kepada anak sejak dini. 3. Kewajiban Orangtua Setiap orang tua dalam menjalani kehidupan berumah tangga tentunya memiliki tugas dan peran yang sangat penting, adapun tugas dan peran orangtua terhadap anaknya dapat dikemukakan sebagai berikut: a. Melahirkan, b. Mengasuh, c. Membesarkan, d. Mengarahkan menuju kepada kedewasaan serta menanamkan norma-norma dan nilai-nilai yang berlaku. Menurut Abdullah Nashih Ulwan menjelaskan bahwa di dalam hati kedua orang tua secara fitrah akan tumbuh perasaan cinta terhadap anak dan akan tumbuh pula perasaan psikologis lainnya, berupa perasaan kebapakan dan keibuan untuk memlihara, mengasihi, menyayangi dan memperhatikan anak.
57
Andaikan perasaan – perasaan psikologis semacam itu tidak ada, niscaya species manusia ini akan lenyap dari permukaan bumi, dan kedua orang tuatidak akan sabar memelihara anak – anak mereka, tidak akan mau mengasuh dan mendidik, tidak akan mau memperhatikan persoalan dan kepentingan – kepentingan anaknya. Karenanya tidak aneh jika Al qur’an menggambarkan perasaan – perasaan yang benar ini dengan gambaran yang sebaik – baiknya. Sehingga sesekali Al qur’an menggambarkan anak – anak sebagai perhiasan hidup.62 Sebagaimana Firman Allah Swt dalam Alquran surat Al-Kahfi ayat 46.
Artinya: Harta dan anak - anak adalah perhiasan kehidupan dunia, tetapi amanah - amanah yang kekal lagi soleh adalah lebih baik pahalanya di sisi Tuhanmu serta lebih baik untuk menjadi harapan. (QS. Al-Kahfi ayat 46).63
Ayat di atas paling tidak mengandung dua pengertian. Pertama, mencintai harta dan anak merupakan fitrah manusia, karena keduanya adalah perhiasan dunia yang dianugerahkan Sang Pencipta. Kedua, hanya harta dan anak yang shaleh yang dapat dipetik manfaatnya. Anak harus dididik menjadi 62
Abdullah Nashih Ulwan, Pendidikan Anak Usia dalam Islam (terj. Tabiyatul Aulad), (Jakarta: Pustaka Amani, 1994), hlm. 27-28 63 Yayasan Penyelenggara Penterjemah/ Pentafsir Al Qur’an, Al Qu’an dan Terjemahannya, (Jakarta: Depatemen Agama, 1971), hlm. 450
58
anak yang shaleh (dalam pengertian anfa’uhum linnas) yang bermanfaat bagi sesamanya.64 Dalam
upaya
melindungi
keselamatan
anak,
orangtua
perlu
melakukan pembinaan-pembinaan agar dapat mencapai kehidupan yang lebih sempurna, pembinaan tersebut antara lain:65 a. Membina Pribadi Anak Setiap orang tua dan semua guru ingin membina agar anak menjadi orang yang baik, mempunyai kepribadian yang kuat dan sikap mental yang sehat dan karakter yang terpuji. Semua itu dapat diusahakan melalui pendidikan, baik yang formal (di sekolah) maupun non formal (di rumah oleh orang tua). Setiap pengalaman yang dilakui anak, baik melalui penglihatan, pendengaran, maupun perlakuan yang diterimanya akan ikut menentukan pembinaan pribadinya. b. Membentuk kebiasaan Dari sini peranan pembisaan, pengajaran dan pendidikan dalam pertumbuhan dan perkembangan anak akan menemukan tauhid yang murni, keutamaan-keutamaan budi pekerti, spiritual dan etika agama yang lurus. Zakiyah Daradjat berpendapat, “Tidak dapat dipungkiri betapa pentingnya pendekatan agama Islam dalam rangka membangun manusia seutuhnya. Tidak dapat dibayangkan membangun manusia tanpa agama. Kenyataan membuktikan bahwa dalam masyarakat yang kurang mengindahkan agama 64
Zaldy Munir, Peran dan Fungsi Orang Tua dalam Mengembangkan Kecerdasan Emosional Anak, http://zaldym.wordpress.com/2010/07/17/peran-dan-fungsi-orang-tua-dalam-mengembangkankecerdasan-emosional-anak/ dikutip pada hari rabu 11 April 2012 65 Ibid., dikutip pada hari rabu 11 April 2014
59
(atau bahkan anti agama), perkembangan manusianya pincang. Hal ini berlaku di negara-negara berkembang maupun di negara maju. Ilmu pengetahuan tinggi, tapi karakternya rendahlm. Kebahagiaan hidup tidaklah mudah dicapainya. Agama menjadi penyeimbang, penyelaras dalam diri manusia sehingga dapat mencapai kemajuan lahiriyah dan kebahagiaa rohaniyahlm.” c. Membentuk Kerohanian Menjadi Pribadi Muslim Dalam pembentukkan rohani tersebut, pendidikan agama memerlukan usaha dari guru (pengajar) untuk memudahkan dalam pelaksanaannya, dan usaha itu sendiri dilakukan dengan penuh kesabaran, ketekunan, dan keikhlasan. Dalam pembinaan itu dilaksanakan secara terus menerus tidak langsung sekaligus melainkan melalui proses. Maka, dengan adanya ketekunan, keikhlasan, benar-benar penuh perhatian dengan penuh tanggung jawab maka Insya Allah kesempurnaan rohani tersebut akan tercapai sesuai dengan yang diharapkan. Adapun usaha-usaha yang dilakukan untuk mencapai tujuan yang di harapkan adalah sebagai berikut:66 1) Menanamkan Kepercayaan Diri, meliputi: a) Menanamkan kepercayaan kepada Allah SWT agar merasakan bahwa Allah SWT selalu dekat dan selanjutnya takut untuk melaksanakan hal-hal yang buruk.
66
Ibid., dikutip pada hari rabu 11 April 2014
60
b) Menanamkan
kepercayaan
tentang
adanya
malaikat,
dengan
menanamkan kepercayaan tersebut, dapat merasakan bahwa setiap gerak-gerik selalu diawasi oleh malaikat. c) Menanamkan kepercayaan akan kitab Allah SWT. d) Menanamkan kepercayaan akan rasul-rasul-Nya, untuk mengambil contoh tauladan mereka. e) Menanamkan kepercayaan kepada Qodho dan Qodhar. f) Menanamkan kepercayaan akan adanya hari kiamat, dengan menanamkan rasa ini akan merasa takut melakukan perbuatan tercela, karena saat di akhirat nanti ada balasannya. 2) Mengadakan bimbingan agama dengan cara mengikat terus menerus antara manusia dengan Allah SWT, dengan cara: a) Menciptakan suasana pada hati mereka untuk merasakan adanya Allah SWT dengan melihat segala keagungan yang telah di ciptakan-Nya, sehingga akan membuat mereka terpana dan terkesan ke dalam hati mereka. b) Menanamkan pada hati mereka bahwa Allah SWT akan selalu hadir dalam sanubari mereka di mana pun mereka berada. c) Menanamkan pada hati mereka perasaan cinta kepada Allah SWT, secara terus menerus mencari keridhaan-Nya. d) Menanamkan perasaan takwa dan tunduk kepada Allah SWT, dan mengorbankan perasaan damai bersama Allah SWT dalam keadaan apapun.
61
3) Membimbing mereka dengan cara memberikan dorongan kepada hal-hal yang mengarah ketaatan kepada Allah SWT dan mendidik mereka dengan berbagai macam ibadah agar dengan hal itu akan terbukalah hatinya. Dari uraian-uraian yang telah dijelaskan di atas mengenai orangtua, dapat diambil kesimpulan bahwa betapa pentingnya peran orang tua dalam membentuk kepribadian seorang anak, tanpa bimbingan dan arahan orang tua tidak mungkin kepribadian anak dapat terbentuk dengan baik. Sehingga Islam sangat menekankan kepada umat manusia untuk membina anakanaknya kea rah yang baik sesuai denngan ajaran-ajarannya.