BAB II PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH DAN HASIL BELAJAR PADA MATA PELAJARAN IPA
A. IPA untuk Sekolah Dasar
Secara umum Sekolah Dasar di selenggarakan dengan tujuan untuk mengembangkan sikap dan kemampuan serta memberikan pengetahuan dan keterampilan dasar yang diperlukan untuk hidup dalam masyarakat serta mempersiapkan peserta didik mengikuti pendidikan menengah. (UUSPN. 1989) Untuk mencapai tujuan dan fungsi IPA di SD tersebut diperlukan pendidikan dan pengajaran dari berbagai disiplin ilmu, agama, kesenian dan keterampilan. Salah satu disiplin ilmu itu adalah IPA. Ilmu Pengetahuan Alam diperlukan oleh siswa sekolah dasar karena IPA dapat memberikan iuran untuk tercapainya sebagian dari tujuan pendidikan di Sekolah dasar. Dengan pengajaran IPA diharapkan siswa dapat: (Pendidikan IPA II,1991:6).
a.
Memahami alam sekitarnya, meliputi benda-benda alam dan buatan manusia serta konsep-konsep IPA yang terkandung didalamnya.
b.
Memiliki keterampilan untuk mendapatkan ilmu, khususnya IPA. Berupa “keterampilan proses” atau metode ilmiah yang sederhana.
c.
Memiliki sikap ilmiah didalam mengenal alam sekitarnya dan memecahkan masalah yang dihadapinya. Serta menyadari kebesaran penciptanya.
8
9
d.
Memiliki bekal pengetahuan dasar yang diperlukan untuk melanjutkan pendidikannya ke jenjang yang lebih tinggi (Pendidikan IPA II, 1991:6).
B. Pembelajaran Berbasis Masalah Untuk meningkatkan kualitas proses dan hasil belajar, para ahli pembelajaran telah menyarankan penggunaan paradigma pembelajaran konstruktivistik untuk kegiatan belajar-mengajar di kelas. Dengan perubahan paradigma belajar tersebut terjadi perubahan pusat (fokus) pembelajaran dari belajar berpusat pada guru kepada belajar berpusat pada siswa. Dengan kata lain, ketika mengajar di kelas, guru harus berupaya menciptakan kondisi lingkungan belajar yang dapat membelajarkan siswa, dapat mendorong siswa belajar, atau memberi kesempatan kepada siswa untuk berperan aktif mengkonstruksi konsep-konsep yang dipelajarinya. Kondisi belajar dimana siswa/mahasiswa hanya menerima materi dari pengajar, mencatat, dan menghafalkannya harus diubah menjadi sharing pengetahuan, mencari (inkuiri), menemukan pengetahuan secara aktif sehingga terjadi peningkatan pemahaman (bukan ingatan). Untuk mencapai tujuan tersebut, pengajar dapat menggunakan pendekatan, strategi, model, atau metode pembelajaran inovatif. Pembelajaran berbasis masalah (Probelem-based learning), selanjutnya disingkat PBL, merupakan salah satu model pembelajaran inovatif yang dapat memberikan kondisi belajar aktif kepada siswa. PBL adalah suatu model pembelajaran yang melibatkan siswa untuk memecahkan suatu masalah melalui tahap-tahap metode ilmiah sehingga siswa dapat mempelajari
10
pengetahuan yang berhubungan dengan masalah tersebut dan sekaligus memiliki ketrampilan untuk memecahkan masalah (Ward, 2002; Stepien, dkk., 1993). Lebih lanjut Boud dan felleti, (1997),
Fogarty (1997)
menyatakan bahwa PBL adalah suatu pendekatan pembelajaran dengan membuat konfrontasi kepada pebelajar (siswa/mahasiswa) dengan masalahmasalah praktis, berbentuk ill-structured, atau open ended melalui stimulus dalam belajar. PBL memiliki karakteristik-karakteristik sebagai berikut: (1) belajar dimulai dengan suatu masalah, (2) memastikan bahwa masalah yang diberikan
berhubungan
dengan
dunia
nyata
siswa/mahasiswa,
(3)
mengorganisasikan pelajaran diseputar masalah, bukan diseputar disiplin ilmu, (4) memberikan tanggung jawab yang besar kepada pembelajar dalam membentuk dan menjalankan secara langsung proses belajar mereka sendiri, (5) menggunakan kelompok kecil, dan (6) menuntut pebelajar untuk mendemontrasikan apa yang telah mereka pelajari dalam bentuk suatu produk atau kinerja. Berdasarkan uraian tersebut tampak jelas bahwa pembelajaran dengan model PBL dimulai oleh adanya masalah (dapat dimunculkan oleh siswa atau guru), kemudian siswa memperdalam pengetahuannya tentang apa yang mereka telah ketahui dan apa yang mereka perlu ketahui untuk memecahkan masalah tersebut. Siswa dapat memilih masalah yang dianggap menarik untuk dipecahkan sehingga mereka terdorong berperan aktif dalam belajar. Masalah yang dijadikan sebagai fokus pembelajaran dapat diselesaikan siswa melalui kerja kelompok sehingga dapat memberi pengalaman-pengalaman belajar yang beragam pada siswa seperti kerjasama
11
dan interaksi dalam kelompok, disamping pengalaman belajar yang berhubungan dengan pemecahan masalah seperti membuat hipotesis, merancang percobaan, melakukan penyelidikan, mengumpulkan data, menginterpretasikan
data,
membuat
kesimpulan,
mempresentasikan,
berdiskusi, dan membuat laporan. Keadaan tersebut menunjukkan bahwa model PBL dapat memberikan pengalaman yang kaya kepada siswa. Dengan kata lain, penggunaan PBL dapat meningkatkan pemahaman siswa tentang apa yang mereka pelajari sehingga diharapkan mereka dapat menerapkannya dalam kondisi nyata pada kehidupan sehari-hari. Pembelajaran berbasis masalah merupakan terjemahan dari Problem Based Learning dan merupakan salah satu pendekatan yang dipilih oleh guru untuk menyampaikan materi pembelajaran pada siswa. Pembelajaran berbasis masalah adalah suatu pendekatan yang menggunakan masalah sebagai titik tolak pembelajaran. Masalah-masalah yang dapat dijadikan sebagai sarana pembelajaran adalah masalah yang memenuhi konteks dunia nyata artinya masalah-masalah tersebut merupakan masalah yang telah akrab dengan kehidupan sehari-hari pada siswa. Dalam belajar berbasis masalah terdapat tiga unsur pembentuk yang tidak dapat dipisahkan, dan masalah belajar dan mengajar merupakan dua peristiwa yang berbeda tetapi memiliki hubungan yang erat dan saling mempengaruhi. Menurut Witting (Sukmara, 2007:50) belajar adalah suatu perubahan yang relatif menetap yang terjadi dalam segala macam atau keseluruhan tingkah laku suatu organisme sebagai hasil pengalaman. Perubahan sebagai hasil dari
12
proses belajar dapat ditunjukan dalam berbagai bentuk, seperti perubahan pengetahuan, pemahaman, sikap, dan tingkah laku, ketrampilan, kecakapan, kebiasaan serta perubahan aspek-aspek yang ada pada individu yang belajar. Salah satu devinisi mengajar menurut Hamalik (2001:48) adalah “ Usaha mengorganisasikan lingkungan sehingga menciptakan kondisi belajar bagi siswa”. Sementara itu rumusan devinisi masalah disajikan oleh Posaminitier dan Stepelmen (Suhendar, 2005:24) yang berpendapat sama bahwa “ masalah adalah suatu situasi dimana ada sesuatu yang kita tuju dan diinginkan tetapi kita tidak tahu bagaimana mendapatkan atau mencapainya supaya samapai pada tujuan atau keinginan tersebut”. Beberapa pendapat yang berkenaan dengan pengertian pembelajaran berbasis masalah diantaranya diungkapkan oleh Polya (Darta, 2004:14) bahwa “pembelajaran berbasis masalah sebagai usaha unutk mencari jalan keluar dari kesulitan, mencapai sasaran yang tidak dengan serta merta dapat diperoleh” pengertian ini memberikan gambaran bahwa pembelajaran berbasis masalah dapat diperjuangkan untuk menemukan alternatif-alternatif strategi pemecahan dari suatu masalah yang solusi atau jawabannya sulit ditemukan. Strategi tersebut dapat berupa strategi menemukan pola, yaitu mencari pola dari sejumlah data yang diketahui untuk menentukan data-data selanjutnya yang belum diketahui. Strategi lainnya yang dapat dipergunakan dan merupakan strategi yang sering digunakan adalah strategi menentukan yang diketahui dan yang ditanyakan. Strategi ini dilakukan untuk menentukan
13
informasi-informasi awal dari suatu maslah sehingga dapat dipergunakan untuk menentukan solusi yang diharapkan. Pendapat lain tentang pembelajaran berbasis masalah disampaikan oleh Duch (Agustiani, 2005:19) yang mengartikan pmbelajaran berbasis masalah sebagai metode pengajaran yang mempunyai ciri menggunakan masalah nyata (Real World) sebagai konteks bagi siswa untuk belajar krisis keterampilan pemecahan masalah, dan memperoleh pengetahuan melalui esensi konsep. Agar siswa dapat tertarik dan lebih mudah memahami masalah maka permasalahan yang diberikan harus masalah yang dekat dengan dunia siswa dan merupakan permasalahan yang nyata dalam kehidupan sehari-hari. Permasalahan nyata yang sudah akrab dengan siswa akan membuat siswa merasa lebih tertantang untuk menyelesaikannya. Selanjutnya Hayes, Smith, dan Gogne (Marzuki, 2006:30) yang berpendapat sama menyatakan bahwa” pemebelajaran berbasis masalah adalah suatu proses dimana siswa menemukan kombinasi dan aturan-aturan yang telah dipelajari sebelumnya yang dapat dipakai untuk memecahkan masalah yang dihadapi”. Pernyataan ini mengisyaratkan bahwa penyelesaina masalah dalam pembelajaran berbasis masalah dapat dipergunakan secara bertahap dan terstruktur. Akan tetapi, pembelajaran berbasis masalah bukan hanya merupakan sekedar cara agar siswa menemukan jawaban yang benar, namun lebih menekankan pada proses ynag dilakukan siswa dalam usaha untuk menemukan solusi yang tepat untuk menyelesaikan masalah yang sedang dihadapi. Proses pemecahan masalah yang dimaksud antara lain dalam mengumpulkan informasi
14
tambahan,
menciptkan
beragam
kemungkinan
alternatif
jawaban,
mengevaluasi alternatif-alternatif solusi untuk mendapatkan solusi yang terbaik, dan membuat kesimpulan sendiri. Hal ini sejalan dengan pendapat yang disampaikan oleh Sumarmo (Darta, 2004:14) bahwa pandangan pemecahan masalah sebagai proses merupakan suatu kegiatan yang lebih mengutamakan
kepada pentingnya proses, langkah-langkah, strategi dan
heuristik yang di tempuh siswa dalam menyelesaikan masalah, sebagai dapat menemukan soal dan bukan hanyah pada jawaban itu sendiri. Dari uraian diatas mengidentifikasikan bahwa pembelajaran berbasis masalah merupakan salah satu pembelajaran yang didasarkan pada pendekatan berbasis masalah, yaitu pembelajaran yang dimulai dengan mengambil kejadian yang sering dialami oleh siswa dalam kehidupan seharihari kemudian dimasukkan kedalam konsep yang dibahas. Memasukkan kejadian tersebut kedalam konsep yang dibahas dapat melalui simulasi, dialog, cerita, atau tanya jawab. Pembelajaran berbasis masalah mencoba untuk menanamkan rasa tanggung jawab kepada siswa dalam pembelajaran IPA. Siswa dididik untuk bisa menemukan sendiri informasi yang relevan dan merancang solusi-solusi untuk memecahkan masalah yang diberikan dengan baik. Hal ini diharapkan bisa membuat siswa tetap aktif dalam pembelajaran dan tidak hanya sekedar menjadi penerima informasi yang pasif. Dengan demikian, kualitas pembelajaran bisa menjadi lebih baik sehingga siswa akanlebih berhaisl dalam pembelajaran yang diikutinya.
15
Syah (Carjani, 2006:3) menjelaskan bahwa cara penyajian materi merupakan salah satu upaya untuk meningkatkan kualitas pembelajaran sekaligus menjadi penentu keberhasilan siswa. Materi yang disajikan harus mampu membuat siswa tertarik, termotivasi, kemudian timbul perasaan pada diri siswa untuk menyenangi IPA dan adanya kebutuhan terhadap IPA tersebut. Jika siswa sudah memiliki perasaan senang belajar IPA maka materi-materi akan lebih mudah diserap sehingga hasil belajar siswa dapat meningkat. Cara penyajian materi yang baik tentu harus melalui tahapan yang berurutan dan memiliki keterkaitan antara satu dengan ynag lain. Pada pembelajaran berbasis masalah ada lima tahapan yang harus dilakukan oleh guru. Kelima tahapan tersebut secara rinci dipaparkan pada tabel 1.1. Tabel 1.1 Tahapan-tahapan pengembangan pembelajaran berbasis masalah Taha pan 1
2
3
4
5
Indikator Orientasi siswa pada masalah
Mengorganisasikan untuk belajar
Tindakan guru Guru menjelaskan tujuan pembelajaran,menjelaskan logistik dibutuhkan, memotivasi siswa untuk terlihat pada aktivitas penyelesaian masalah
siswa Guru membantu siswa mendefinisikan dan mengorganisasi tugas belajar yang berhubungan dengan masalah Membimbing Guru mendorong siswa untuk mengumpulkan investigasi individu informasi yang sesuai, melaksanakan observasi atau kelompok untuk menyelesaikan masalah Mengembangkan dan Guru membantu siswa dalam merencanakan dan menyajikan hasil menyiapkan karya yang sesuai seperti laporan karya dalam membantu mereka untuk berbagai tugas dengan temannya Menganalisis dan Guru membantu siswa untuk melakukan refleksi mengevaluasi proses atau evaluasi terhadap investigasi dan proses penyelesaian masalah yang mereka lakukan
16
Model-model pembelajaran berbasis masalah meliputi (Dr. Kokom Komalasari, 2010: 58) : 1. Problem-Based Introduction (PBI) Problem
Based
Introduction
kehidupannya yang
(PBI)
memusatkan
pada
masalah
bermakna bagi siswa, peran guru menyajikan
masalah, mengajukan pertanyaan dan memfasilitasi penyelidikan dan dialog. Langkah-langkah: a. Guru menjelaskan kompetensi yang ingin dicapai dan menyebutkan sarana atau alat pendukung yang dibutuhkan. Memotivasi siswa untuk terlibat dalam aktivitas pemecahan masalah yang dipilih. b. Guru membantu siswa mendefinisikan dan mengorganisasikan tugas belajar yang berhubungan dengan masalah tersebut (menetapkan topik, tugas, jadwal, dll). c. Guru mendorong siswa untuk mengumpulkan informasi yang sesuai, eksperimen untuk mendapatkan penjelasan dan pemecahan masalah, pengumpulan data, hipotesis, pemecahan masalah. d. Guru membantu siswa dalam merencanakan menyiapkan karya yang sesuai seperti laporan dan membantu mereka berbagi tugas dengan temannya. e. Guru membantu siswa untuk melakukan refleksi atau evaluasi terhadap eksperimen mereka dan proses-proses yang mereka gunakan. 2. Debate
17
Debate merupakan salah satu model pembelajaran yang sangat penting untuk meningkatkan kemampuan akademik siswa. Materi ajar dipilih dan disusun menjadi paket pro dan kontra. Siswa dibagi ke dalam beberapa kelompok dan setiap kelompok terdiri dari empat orang. Di dalam kelompoknya siswa (dua orang mengambil posisi pro dan dua orang lainnya dalam posisi kontra) melakukan perdebatan tentang topik yang ditugaskan. Laporan masing-masing kelompok yang menyangkut kedua posisi pro dan kontra diberikan kepada guru. Selanjutnya guru dapat mengevaluasi setiap siswa tentang penguasaan materi yang meliputi kedua posisi tersebut dan mengevaluasi seberapa efektif siswa terlibat dalam prosedur debat. Langkah-langkah: a. Guru membagi kedua kelompok peserta debat yang satu pro dan yang lainnya kontra. b. Guru memberikan tugas untuk membaca materi yang akan didebatkan oleh kedua kelompok diatas. c. Setelah selesai membaca materi, guru menunjuk salah satu anggota kelompok pro untuk berbicara saat itu, kemudian ditanggapi oleh kelompok kontra. Demikian seterusnya sampai sebagian siswa bisa mengemukakan pendapatnya. d. Sementara siswa menyampaikan gagasannya, guru menulis inti atau ide-ide dari setiap pembicaraan sampai mendapatkan sejumlah ide yang diharapkan. e. Guru menambahkan konsep atau ide yang belum terungkap.
18
f. Dari data-data yang diungkapkan tersebut, guru mengajak siswa membuat kesimpulan atau rangkuman yang mangacu pada topik yang ingin dicapai. 3. Controversial Issues Isu kontroversial adalah sesuatu yang mudah diterima oleh seseorang atau kelompok tetapi juga mudah ditolak oleh orang atau kelompok lain (Muessig, 1975:4). Kecenderungan seseorang atau kelompok untuk memihak didasari oleh pertimbangan-pertimbangan pemikiran tertentu. Langkah-langkah pembelajaran dengan menggunakan isu kontoversial seperti dikemukakan oleh Hasan (1996:203-204) adalah sebagai berikut: langkah pertama guru menyajikan materi yang mengandung isu kontroversial. Penyajian ini dapat dilakukan memlalui penjelasan guru, atau siswa membaca dan mendengar isu kontroversial yang telah disiapkan guru. Langkah kedua, guru mengundang berbagai pendapat disertai argumentasi dari siswa mengenai isu tersebut. Pendapat-pendapat yang berbeda diidentifikasi sebagai isu kontroversial. Langkah ketiga, isu kontroversial yang sudah dapat diidentifikasi dijadikan bahan diskusi. Setiap orang dapat menjadi pembela atau penyerang suatu pendapat. Diskusi yang dilakukan ini untuk melhat kekuatan dan kelemahan pendapat masing-masing. Kegiatan kelas tidak perlu diarahkan untuk mendapatkan kesepakatan-kesepakatan. Dalam menarik kesimpulan guru dan siswa melihat kelemahan dan keunggulan masing-masing pendapat. Ketika kita pertama kali menggunakan pembelajaran isu kontroversial,
19
sebaiknya guru tidak terlalu banyak mengungkapkan banyak isu yang berbeda. Dua atau tiga isu yang berbeda sudah dianggap cukup. Semakin lama semakin mampu siswa berbeda pendapat dengan baik, maka jumlah isu kontroversial pun dapat ditingkatkan. Wiriaatmadja (2001:2) mengemukakan langkah-langkah pembelajaran dengan menggunakan isu kontroversial sebagai barikut: a. Guru
dan
siswa
melakukan
brainstorming
mengenai
isu-isu
kontroversial yang akan dibahas. b. Siswa berkelompok memilih salah satu kasus untuk dikaji. c. Siswa melakukan inkuiri, mengundang narasumber, membaca buku, mengumplkan informasi lain. d. Siswa
menyajikan/mendiskusikan
hasil
inkuiri,
mengajukan
argumentasi, mendengarkan counter-argument atau opini lain. e. Siswa menerapkan konsep, generalisasi, teori ilmu sosial untuk secara akademis menganalisis permasalahan. 4. Example Non-Examples Membelajarkan kepekaan siswa terhadap permasalahan yang ada di sekitarnya
melalui
analisis
contoh-contoh
berupa
gambar-
gambar/foto/kasus yang bermuatan masalah. Siswa diarahkan untuk mengidentifikasi masalah, mencari alternatif pemecahan masalah dan menentukan cara pemecahan masalah yang paling efektif, serta melakukan tindak lanjut. Langkah-langkah:
20
a. Guru mempersiapkan gambar-gambar tentang permasalahan yang sesuai dengan tujuan pembelajaran. b. Guru menempelkan gambar di papan atau ditayangkan melalui OHP. c. Guru memberi petunjuk dan memberi kesempatan pada siswa untuk memperhatikan/menganalisis permasalahan yang ada dalam gambar. d. Melalui diskusi kelompok 2-3 orang siswa hasil diskusi dari analisis masalah dalam gambar tersebut dicatat pada kertas. e. Tiap kelompok diberi kesempatan membacakan diskusinya. f. Mulai dari komentar/hasil diskusi siswa, guru mulai menjelaskan materi sesuai tujuan yang ingin dicapai. g. Kesimpulan. C. Hasil belajar Proses adalah kegiatan yang dilakukan oleh siswadalam mencapai tujuan pengajaran, sedangkan hasil belajar adalah kemampuan-kemampuan yang dimiliki siswasetelahia menerimapengalaman belajarnya. Horward Kingsley membagi tiga macam hasil belajar yakni: a. Keterampilan dan kebiasaan b. Pengetahuan dan pengertian c. Sikap dan cita-cita Masing-masing jenis hasil belajar dapat diisi dengan bahan yang telah di tetapkan dalam kurikulum (Dr.Nana Sudjana, 2010: 22). Disamping itu hasil belajar merupakan indikator yang paling mudah untuk menentukan dan mengetahui serta menilai tingkat prestasi atau keberhasilan belajar siswa
21
dalam setiap pelajaran termasuk mata pelajaran IPA khususnya pada materi pesawat sederhana (Heri Sulistyanto, 2008). Sedangkan Gagne membagi lima kaegori hasil belajar, yakni informasi verbal, keterampilan verbal, keterampilan intelektual, strategi kognitif, sikap, dann keterampilan mitosis. Dalam sistem pendidikan nasional rumusan tujuan pendidikan, baik tujuan kurikuler maupun tujuan intruksional, menggunakan klasifikasi hasil belajar dari Benyamin Bloom yang secara garis besar membaginya menjadi tiiga ranah, yakni sebagai berikut: 1.
Ranah kognitif Beerkenaan dengan hasil belajar intelektual yang terdiri dari enam aspek, yakni pengetahuan atauingatan, pemahaman, aplikasi, aanalisis,sintesis dan evaluasi. Kedua aspek pertama disebut kognitif tingkat rendah dan keempat aspek berikutnya termasuk kognitif tingkat tinggi.
2. Ranah afektif Ranah afektif berkenaan dengan sikap yang terdiri dari lima aspek, yakni penerimaan, jawaban atau reaksi, penilaian, organisasi, dan internalisasi. 3. Ranah Psikomotoris Ranah Psikomotoris berkenaan dengan hasil belajar keterampilan dan kemampuan bertindak. Ada enam aspek ranah psikomotoris, yakni gerakan refleks, keterampilan gerakan dasar, kemampuan perseptual, keharmonisan atau ketepatan, gerakan keterampilan kompleks, dan gerakan ekspresif dan interpretatif.
22
Ketiga ramah tersebut menjadi objek penilaian hasil belajar. Diantara ketiga ranah itu, ranah kognitif lah ynag paling banyak dinilai oleh para guru disekolah karena berkiatan dengan kemampuan para siswa dalam menguasai isi bahan pengajaran. D. Pesawat sederhana Semua jenis alat yang digunakan untuk memudahkan pekerjaan manusia disebut pesawat. Kesederhanaan dalam penggunaannya menyebabkan alatalat tersebut dikenal dengan sebutan pesawat sederhana (Hery Sulistyanto, 2008). Gabungan beberapa pesawat sederhana dapat membentuk pesawat rumit, contohnya mesin cuci, sepeda, mesin mobil, dan lain-lain (Hery Sulistyanto, 2008) Jenis-Jenis Pesawat Sederhana Pesawat sederhana dikelompokkan menjadi empat jenis, yaitu tuas, bidang miring, katrol, dan roda berporos. Agar kamu lebih memahami keempat jenis pesawat sederhana tersebut, berikut akan dijelaskan satu persatu. 1.
Tuas Tuas lebih dikenal dengan nama pengungkit. Pada umumnya, tuas atau pengungkit menggunakan batang besi atau kayu yang digunakan untuk mengungkit suatu benda. Terdapat tiga titik yang menggunakan gaya ketika kita mengungkit suatu benda, yaitu beban (B), titik tumpu (TT), dan kuasa (K). Beban merupakan berat benda, sedangkan titik tumpu merupakan tempat bertumpunya suatu gaya. Gaya yang bekerja pada tuas disebut kuasa. Berdasarkan posisi atau kedudukan beban, titik
23
tumpu, dan kuasa, tuas digolongkan menjadi tiga, yaitu tuas golongan pertama, tuas golongan kedua, dan tuas golongan ketiga. a.
Tuas golongan pertama Pada tuas golongan pertama, kedudukan titik tumpu terletak di antara beban dan kuasa. Contoh tuas golongan pertama ini di antaranya adalah gunting, linggis, jungkat-jungkit, dan alat pencabut paku.
b.
Tuas golongan kedua Pada tuas golongan kedua, kedudukan beban terletak di antara titik tumpu dan kuasa. Contoh tuas golongan kedua ini di antaranya adalah gerobak beroda satu, alat pemotong kertas, dan alat pemecah kemiri, pembuka tutup botol.
c.
Tuas golongan ketiga Pada tuas golongan ketiga, kedudukan kuasa terletak di antara titik tumpu dan beban. Contoh tuas golongan ketiga ini adalah sekop yang biasa digunakan untuk memindahkan pasir.
2.
Bidang Miring Bidang miring adalah permukaan rata yang menghubungkan dua tempat yang berbeda ketinggiannya. Dengan dibuat berkelok-kelok pengendara kendaraan bermotor lebih mudah melewati jalan yang menanjak. Orang yang memindahkan drum ke dalam bak truk dengan menggunakan papan sebagai bidang miringnya. Dengan demikian, drum berat yang besar ukurannya lebih mudah dipindahkan ke atas truk.
24
Bidang
miring
memiliki
keuntungan,
yaitu
kita
dapat
memindahkan benda ke tempat yang lebih tinggi dengan gaya yang lebih kecil. Namun demikian, bidang miring juga memiliki kelemahan, yaitu jarak yang di tempuh untuk memindah-kan benda menjadi lebih jauh. Prinsip kerja bidang miring juga dapat kamu temukan pada beberapa perkakas, contohnya kampak, pisau, pahat, obeng, dan sekrup. Berbeda dengan bidang miring lainnya, pada perkakas yang bergerak adalah alatnya. 3. Katrol Berdasarkan cara kerjanya, katrol merupakan jenis pengungkit karena memiliki titik tumpu, kuasa, dan beban. Katrol digolongkan menjadi tiga, yaitu katrol tetap, katrol bebas, dan katrol majemuk. a.
Katrol tetap Katrol tetap merupakan katrol yang posisinya tidak berpindah pada saat digunakan. Katrol jenis ini biasanya dipasang pada tempat tertentu. Yang digunakan pada tiang bendera dan sumur timba adalah contoh katrol tetap.
b. Katrol bebas Berbeda dengan katrol tetap, pada katrol bebas kedudukan atau posisi katrol berubah dan tidak dipasang pada tempat tertentu. Katrol jenis ini biasanya ditempatkan di atas tali yang kedudukannya dapat berubah. beserta bergeraknya katrol bebas ke atas. c. Katrol majemuk
25
Katrol majemuk merupakan perpaduan dari katrol tetap dan katrol bebas. Kedua katrol ini dihubungkan dengan tali.
Pada katrol
majemuk, beban dikaitkan pada katrol bebas. Salah satu ujung tali dikaitkan pada penampang katrol tetap. Jika ujung tali yang lainnya ditarik maka beban akan terangkat beserta bergeraknya katrol bebas ke atas. 4. Roda Berporos Roda berporos merupakan roda yang dihubungkan dengan sebuah poros yang dapat berputar bersama-sama. Roda berporos merupakan salah satu jenis pesawat sederhana yang banyak ditemukan pada alat-alat seperti setir mobil, setir kapal, roda sepeda, roda kendaraan bermotor, dan gerinda.