BAB II PEMBAHASAN A. Dimensi Teoritik dan Normatif Fungsi DPRD Uraian pada bab ini berkenaan dengan dua hal pokok yaitu pertama, dimensi teoritik dan normatif tentang fungsi lembaga perwakilan rakyat daerah DPRD. Kedua, pelaksanaan fungsi DPRD Kabupaten Sumba Barat Periode 2009 – 2014 serta analisisnya. 1. Fungsi DPRD DPRD sebagai salah satu unsur penyelenggara pemerintahan daerah memiliki peranan yang penting. Menurut Budiarjo dan Ambong peranan DPR atau DPRD yang paling penting adalah: a. Menentukan policy (kebijaksanaan dan membuat undang – undang). Untuk itu DPR atau DPRD b. Diberi hak inisiatif, hak untuk mengadakan amandemen terhadap rancangan undang – undang atau rancangan peraturan daerah yang disusun oleh pemerintah serta hak budget. c. Mengontrol badan eksekutif dalam arti menjaga semua tindakan ekskutif sesuai dengan kebijaksanaan yang telah ditetapkan. Untuk menyelenggarakan tugas ini badan perwakilan rakyat diberi hak – hak kontrol khusus.1 Selanjutnya mengenai fungsi DPRD, Arbi Sanit mengatakan bahwa aktivitas DPRD bertujuan untuk menjalankan fungsi: a. Fungsi Perwakilan, melalui fungsi ini badan legislatif membuat kebijakan atas nama anggota masyarakat yang secara keseluruhan terwakili dalam lembaga tersebut. Dalam hal ini, DPRD bertindak sebagai pelindung kepentingan dan penyalur masyarakat yang diwakilinya.
1
Budiarjo dan Ambong, Fungsi Legislatif Dalam Sistem Politik Indonesia , Grafindo Persada , Jakarta 1995, hal.151
b. Fungsi Perundang – undangan, memungkinkan badan legislatif sebagai wakil rakyat menuangkan kepentingan dan aspirasi anggota masyarakat ke dalam kebijaksanaan formal dalam bentuk undang – undang. c. Fungsi pengawasan, dimana lembaga legislatif melindungi kepentingan rakyat, sebab penggunaan kekuasaan yang dilandasi fungsi DPRD dapat mengoreksi semua kegiatan lembaga kenegaraan lainnya melalui pelaksanaan berbagai hak. 2 Kemudian menurut Max Boboy lembaga perwakilan atau parlemen mempunyai fungsi yaitu: a. Fungsi perundang – undangan ialah fungsi membuat undang – undang b. Fungsi pengawasan ialah fungsi untuk melakukan pengawasan terhadap eksekutif. Aktualisasi fungsi ini, lembaga perwakilan diberi hak seperti hak meminta keterangan (interpelasi), hak mengadakan penyelidikan (angket), hak bertanya, hal mengadakan perubahan (amandemen), hak mengajukan rancangan undang – undang (inisiatif) dan sebagainya. c. Sarana pendidikan politik, melalui pembicaraan lembaga perwakilan, maka rakyat di didik untuk mengetahui berbagai persoalan yang menyangkut kepentingan umum dan sadar akan tanggung jawabnya sebagai warga negara.3 Sedangkan B.N Marbun membagi fungsi DPRD ke dalam 5 (lima) fungsi yaitu: a. Fungsi memilih dan menyeleksi Fungsi ini mempunyai peranan yang menentukan tentang masa depan suatu daerah. Apabila pelaksanaannya kurang tepat maka akan mendatangkan masalah bagi daerah yang bersangkutan.
2 9
29.
Sanit Perwakilan Politik di Indonesia CV. Rajawali Jakarta 1985, hal.252 Max Boboy, DPR RI Dalam Perspektif Sejarah dan Kata Negara. Jakarta: Sinar Harapan, 1994, hal. 28-
b. Fungsi pengendalian dan pengawasan Maksuddari
pengendaliandan
pengawasan
adalah
DPRD
bertanggung
jawab
melaksanakan salah satu fungsi manajemen pemerintahan daerah yaitu pengendalian dan pengawasan. c. Fungsi pembuatan undang – undang dan peraturan daerah Fungsi ini merupakan fungsi utama DPRD sebagai badan legislatif.Melalui fungsi ini, pembuat undang – undang dapat menunjukkan warna dan karakter serta kualitas baik secara materil maupun secara fungsional dari DPRD. d. Fungsi debat Melalui fungsi debat dan perdebatan yang jitu baik anggota DPRD maupun DPRD dengan pihak eksekutif direfleksikan secara nyata kemampuan, integritas, rasa tanggung jawab, kenasionalan dari setiap anggota DPRD dan DPRD tersebut sebagai suatu lembaga yang hidup dan dinamis. e. Fungsi representasi Maksud dari fungsi representasi adalah bahwa anggota DPRD harus bertindak dan berperilaku sebagai represantase(wakil) untuk setiap tindak tanduknya dan seluruh kegiatannya dalam menjalankan tugas sebagai anggota DPRD.4 Sedangkan J.R Kaho menyebutkan bahwa DPRD mempunyai dua fungsi, yakni: a. Sebagai partner Kepala Daerah dalam merumuskan kebijaksanaan daerah b. Sebagai pengawas atas pelaksanaan kebijaksanaan daerah yang dijalankan oleh Kepala Daerah. 5
4 5
B.N Marbun, DPRD Pertumbuhan, Masalah dan Masa Depannya. Erlangga, Jakarta, 1993,hal 86 J.R Kaho, Prospek Otonomi Daerah di Negara Republik Indonesia (Identifikasi Faktor-faktor yang
Mempengaruhi Penyelenggaraan Otonomi Daerah. PT RajaGrafindo Persada, Jakarta, 2005; hal 78
Dalam perkembangannya, fungsi – fungsi DPRD mengalami perubahan yang disesuaikan dengan keadaan dan peraturan yang berlaku.Berdasarkan Pasal 41 UU No. 32 Tahun 2004 disebutkan bahwa DPRD memiliki fungsi sebagai berikut: a. Fungsi legislasi Fungsi ini dapat diartikan bahwa antara pemerintah daerah dan DPRD bekerjasama dalam penyusunan Peraturan Daerah (Perda). Dalam Pasal 136 ayat (1) UU No.32 Tahun 2004 disebutkan bahwa”Perda ditetapkan oleh Kepala daerah setelah mendapatkan persetujuan bersama DPRD.” b. Fungsi anggaran (budgeting) Berdasarkan fungsi ini, penyusunan anggaran/APBD harus melibatkan pemerintah daerah dan DPRD. Dalam Pasal 25 huruf d UU No. 32 Tahun 2004 disebutkan bahwa ”kepala daerah mempunyai tugas dan wewenang menyusun dan mengajukan rancangan perda tentang APBD kepada DPRD untuk dibahas dan ditetapkan bersama”. Selain itu dalam Pasal 42 ayat (1) huruf b juga disebutkan bahwa ”DPRD mempunyai tugas dan wewenang membahas dan mengetahui rancangan Perda tentang APBD bersama Kepala Daerah.” c. Fungsi pengawasan Dalam fungsi pengawasan ini, DPRD bertugas mengawasi jalannya pemerintahan daerah, dalam hal ini berkaitan dengan pelaksanaan produk hukum daerah. Dalam Pasal 42 ayat (1) huruf c UU No. 32 Tahun 2004 disebutkan bahwa ”DPRD mempunyai tugas dan wewenang untuk melaksanakan pengawasan terhadap pelaksanaan Perda dan Peraturan Perundang – undangan lainnya, Peraturan Kepala Daerah, APBD, Kebijakan
Pemerintah Daerah dalam melaksanakan program pembangunan daerah dan kerjasama internasional di daerah.” Dari ketiga fungsi DPRD yakni fungsi legislasi, fungsi anggaran dan fungsi pengawasan, fungsi legislasi atau pembentukan perda merupakan fungsi yang utama karena kedua fungsi lainnya memiliki kaitan yang erat dengan fungsi legislasi.Pelaksanaan fungsi anggaran, pada dasarnya merupakan pelaksanaan fungsi legislasi, karena bentuk APBD disusun yang diawali dengan pengajuan RUU tentang APBD.Demikian pula pada fungsi pengawasan, pada dasarnya pengawasan yang dilakukan adalah pengawasan politis yang mengacu kepada perda.Pengawasan yang dilakukan adalah pengawasan terhadap pelaksanaan perda dan APBD. 2. Tugas dan Wewenang DPRD Untuk menjalankan peranan dan fungsinya agar berjalan dengan baik maka DPRD diberikan tugas dan wewenang dalam pelaksanaannya. Pada pasal 42 UU No. 32 Tahun 2004 disebutkan bahwa DPRD mempunyai tugas dan wewenang: a. Membentuk Perda yang dibahas dengan kepala daerah untuk mendapatkan persetujuan bersama; b. Membahas dan menyetujui rancangan Perda tentang APBD bersama dengan kepala daerah; c. Melaksanakan pengawasan terhadap pelaksanaan Perda dan peraturan perundang – undangan lainnya, peraturan kepala daerah, APBD, kebijakan pemerintah daerah dalam melaksanakan program pembangunan daerah dan kerja sama internasional di daerah; d. Mengusulkan pengangkatan dan pemberhentian kepala daerah/wakil kepala daerah kepada Presiden melalui Menteri Dalam Negeri bagi DPRD provinsi dan kepala Menteri Dalam Negeri melalui Gubernur bagi DPRD kabupaten/kota; e. Memilih wakil kepala daerah dalam hal terjadi kekosongan jabatan wakil kepala daerah;
f. Memberikan pendapat dan pertimbangan kepada pemerintah daerah terhadap rencana perjanjian internasional di daerah; g. Memberikan persetujuan terhadap rencana kerja sama internasional yang dilakukan oleh pemerintah daerah; h. Meminta laporan keterangan pertanggungjawaban kepala daerah dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah; i.
Membentuk panitia pengawasan pemilihan kepala daerah;
j.
Melakukan pengawasan dan meminta laporan KPUD dalam penyelenggaraan pemilihan kepala daerah;
k. Memberikan persetujuan terhadap rencana kerjasama antardaerah dan dengan pihak ketiga yang membebani masyarakat dan daerah. Selanjutnya dalam Pasal 344 ayat (1) UU No. 27 Tahun 2009 juga diatur tentang tugas dan wewenang DPRD, DPRD Kabupaten/Kota sebagai berikut : a. membentuk peraturan daerah kabupaten/kotabersama bupati/walikota; b. membahas dan memberikan persetujuan rancangan c. peraturan daerah mengenai anggaran pendapatan danbelanja daerah kabupaten/kota yang diajukan olehbupati/walikota; d. melaksanakan
pengawasan
terhadap
pelaksanaanperaturan
daerah
dan
anggaranpendapatan danbelanja daerah kabupaten/kota; e. mengusulkan pengangkatan dan/atau pemberhentianbupati/walikota dan/atau wakil bupati/wakil
walikotakepada
Menteri
Dalam
Negeri
melalui
gubernur
untukmendapatkan pengesahan pengangkatan dan/ataupemberhentian; f. memilih wakil bupati/wakil walikota dalam hal terjadikekosongan jabatan wakil bupati/wakil walikota; g. memberikan pendapat dan pertimbangan kepadapemerintah daerah kabupaten/kota terhadap rencanaperjanjian internasional di daerah; h. memberikan persetujuan terhadap rencana kerjasama internasional yang dilakukan oleh pemerintahdaerah kabupaten/kota; i.
meminta
laporan
keterangan
pertanggungjawabanbupati/walikota
penyelenggaraan pemerintahandaerah kabupaten/kota;
dalam
j.
memberikan persetujuan terhadap rencana kerjasama dengan daerah lain atau dengan pihak ketigayang membebani masyarakat dan daerah;
k. mengupayakan terlaksananya kewajiban daerahsesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan;dan l.
melaksanakan tugas dan wewenang lain yang diaturdalam ketentuan peraturan perundang-undangan.
3. Hak dan Kewajiban DPRD Selanjutnya untuk dapat merealisasikan fungsinya dengan baik dan untuk menentukan kebijakan yang sesuai dengan kehendak rakyat yang diwakilinya maka DPRD diberikan hak – hak yang diatur dalam Pasal 43 UU No. 32 Tahun 2004 yaitu DPRD mempunyai hak: a. Hak interpelasi yakni hak DPRD untuk meminta keterangan kepada kepala daerah mengenai kebijakan pemerintah daerah yang penting dan strategis yang berdampak luas pada kehidupan masyarakat, daerah dan negara. b. Hak angket yakni pelaksanaan fungsi pengawasan DPRD untuk melakukan penyelidikan terhadap suatu kebijakan tertentu kepala daerah yang penting dan strategis serta berdampak luas pada kehidupan masyarakat, daerah dan negara yang diduga bertentangan dengan peraturan perundang – undangan. c. Hak menyatakan pendapat yakni hak DPRD untuk menyatakan pendapat terhadap kebijakan kepala daerah atau mengenai kejadian luar biasa yang terjadi di daerah disertai dengan rekomendasi penyelesaiannya atau sebagai tindak lanjut pelaksanaan hak interpelasi dan hak angket. Selain itu setiap anggota DPRD juga mempunyai hak yang diatur dalam Pasal 44 UUNo. 32 Tahun 2004 yaitu:mengajukan rancangan Perda, mengajukan pertanyaan, menyampaikan usul dan pendapat, memilih dan dipilih, membela diri, imunitas, protokoler; dankeuangan dan administratif.
Berkaitan dengan pelaksanaan fungsi legislasi DPRD yaitu dalam membentuk peraturan daerah maka hak yang dapat digunakan untuk menunjang fungsi legislasinya yaitu: a. Hak Penyelidikan Hak penyelidikan dapat dipergunakan sebagai sarana melakukan evaluasi, menemukan gagasan untuk menciptakan atau mengubah perda yang ada.Hak penyelidikan bukan semata–mata menyelidiki kebijakan pemerintah daerah yang sedang berjalan, tetapi untuk berbagai kepentingan legislasi. b. Hak Inisiatif (hak mengajukan Raperda) DPRD atas inisiatif sendiri dapat menyusun dan mengajukan Raperda.Dalam praktik, hak inisiatif DPRD kurang produktif.Pada umumnya, inisiatif datang dari pemerintah daerah. c. Hak Amandemen (Mengadakan Perubahan atas Raperda) Hak perubahan ini pada dasarnya berlaku pada Raperda inisiatif pemerintah daerah, tetapi tidak menutup kemungkinan perubahan Raperda inisiatif DPRD sendiri.Secara teknis, Hak Amandemen tidak pernah dilaksanakan.Hal ini terjadi karena Raperda yang sedang dibahas DPRD selalu dilakukan bersama pemerintah daerah. Disamping hak–hak yang diberikan maka setiap anggota DPRD juga mempunyai kewajiban yang sama. Kewajiban anggota DPRD diatur dalam Pasal 45 UU No. 32 Tahun 2004, Yaitu: a. mengamalkan Pancasila, melaksanakan Undang – Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, dan menaati segala peraturan perundang – undangan; b. melaksanakan kehidupan demokrasi dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah;
c. mempertahankan dan memelihara kerukunan nasional serta keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia; d. memperjuangkan peningkatan kesejahteraan rakyat di daerah; e. menyerap, menampung, menghimpun dan menindaklanjuti aspirasi masyarakat; f. mendahulukan kepentingan negara diatas kepentingan pribadi, kelompok dan golongan; g. memberikan pertanggungjawaban atas tugas dan kinerjanya selaku anggota DPRD sebagai wujud tanggung jawab moral dan politis terhadap daerah pemilihannya; h. menaati Peraturan Tata Tertib, Kode Etik dan sumpah/janji anggota DPRD;menjaga norma dan etika dalam hubungan kerja dengan lembaga yang terkait. 4. Tahapan atau Proses Penyusunan Peraturan Daerah (Perda) Dalam penyusunan suatu peraturan daerah terdapat serangkaian langkah utama yang perlu dilalui agar perda dapat dirumuskan dengan baik dan pelaksanaannya dapat efektif.Proses pembentukanperaturan perundang-undangan daerah dapat
dibagi ke
dalam
beberapa
tahapansebagai berikut6: 1. Perencanaan Perencanaan penyusunan perda dilakukan dalam suatu prolegda. 2. Perancangan Raperda Raperda dapat dirancang oleh Pemerintahan Daerah atau DPRD. 3. Pengajuan Raperda
6
A, Djojosoekarto, dkk, Meningkatkan Kinerja Fungsi Legislasi DPRD. Saint Communication, Jakarta:
2004, hal.38-40
a) Raperda yang dirancang oleh Pemerintahan Daerah disampaikan oleh Kepala Daerah kepada pimpinan DPRD dengan surat pengantar. b) Raperda yang diajukan oleh anggota, komisi-komisi, atau alat kelengkapan khusus yang menangani bidang legislasi dibahas terlebih dahulu di DPRD untuk mendapatkan persetujuan DPRD. c) Raperda yang telah dipersiapkan oleh DPRD disampaikan oleh Pimpinan DPRD kepada Kepala Daerah. 4. PembahasanRaperda a) Pembahasan raperda di DPRD dilakukan oleh DPRD bersama Kepala Daerah. b)Pembahasan bersama dilakukan melalui tingkat pembicaraan dalam rapat komisi/ panitia/alat kelengkapan dewan yang khusus menangani bidang legislasi dan rapat paripurna; c) Raperda yang belum dibahas dapat ditarik kembali; d)Raperda yang sedang dibahas hanya dapat ditarik apabila berdasarkan persetujuan bersama DPRD dan Kepala Daerah. 1. Penetapan Raperda a) Raperda yang telah disetujui bersama disampaikan oleh Pimpinan DPRD kepada Kepala Daerah paling lambat tujuh hari sejak tanggal persetujuan untuk ditetapkan menjadi Perda; b)Raperda ditetapkan oleh Kepala Daerah dengan membubuhkan tanda tangan dalam jangka waktu 30 harisejak raperda disetujui bersama; c)Apabila tidak ditandatangani dalam jangka waktu yang ditentukan, maka Raperda sah menjadi perda dan wajib diundangkan dengan tambahan kalimat pengesahan “Perda ini dinyatakan sah”.
6. Pengundangan Raperda diundangkan didalam lembaran daerah yang pelaksanaannya dilakukan oleh Sekretariat Daerah. 7.
Penyebarluasan Perda Pemda wajib menyebarluaskan perda yang telah diundangkan. Proses pembentukanperaturan perundang-undangan daerah diatur juga dalam Undang-
Undang Nomor 12 Tahun 2011 Tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan (selanjutnya disebut UU No. 12 Tahun 2011) dan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 53 Tahun 2011 Tentang Pembentukan Produk Hukum Daerah (selanjutnya disebut Permendagri No. 53 Tahun 2011). Pasal 1 angka 1 UU No. 12 Tahun 2011 danPasal 1 angka 1 Permendagri No. 53 Tahun 2011 menentukan tahapan pembentukan Perda Provinsi sebagai berikut: 1.
Tahap Perencanaan a. Pasal 32 dan Pasal 39 UU No.12 Tahun 2011 danPasal 8 Permendagri No. 53 Tahun 2011menentukan bahwa setiap Perda yang dibentuk sebelumnya harus dimuat dalam Prolegda. b. Prolegda merupakan instrumen perencanaan program pembentukan Perda Provinsi dan Perda Kabupaten/Kota yang disusun secara terencana, terpadu, dan sistematis. c. Pasal 8 Permendagri No. 53 Tahun 2011 menentukan bahwa penyusunan Prolegda dilaksanakan oleh Pemerintah Daerah Provinsi dan DPRD Provinsi.
2. Tahap Penyusunan Pasal 15 Permendagri No. 53 Tahun 2011 menentukan bahwa penyusunan rancangan peraturan daerah (Raperda) dapat dilakukan berdasarkan Prolegda. 3. Tahap Pembahasan
a. Pasal 34 ayat (1)Permendagri No. 53 Tahun 2011 menentukan bahwa Rancangan Perda sebagaimanayang berasal dari DPRD atau kepala daerah dibahas oleh DPRD dan kepala daerah untuk mendapatkan persetujuan bersama. b. Pembahasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)Permendagri No. 53 Tahun 2011 , dilakukan melalui 2 (dua) tingkat pembicaraan, yaitu pembicaraan tingkat I dan pembicaraan tingkat II. 4. Tahap pengesahan/Penetapan a. Pasal 40 ayat (1)Permendagri No. 53 Tahun 2011 menentukan bahwa Rancangan Perda yang telah disetujui bersama oleh DPRD dan kepala daerah disampaikan oleh pimpinan DPRD kepada kepala daerah untuk ditetapkan menjadi Perda. b. Ayat (2)Permendagri No. 53Tahun 2011Penyampaian Rancangan Perda sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dalam jangka waktu paling lambat 7 (tujuh) hari terhitung sejak tanggal persetujuan bersama. 5.
Tahap Pengundangan a. Pasal 55 Permendagri No. 53 Tahun 2011 menentukan bahwa Perda yang telah disahkan/ditetapkan, diundangkan dalam lembaran daerah yang merupakan penerbitan resmi pemerintah daerah. b. Pengundangan dalam lembaran daerah merupakan pemberitahuan secara formal suatu Perda, sehingga mempunyai daya ikat kepada masyarakat. c. Sedangkan berdasarkan Pasal 56 Permendagri No. 53 Tahun 2011 menentukan bahwa penjelasan Perda dimuat dalam tambahan lembaran daerah.
B.
Hasil Penelitian dan Analisis Sebagaimana pengantar judul dalam Bab ini, bagian iniakan membahas hasil penelitian dan
analisa. Dalampoin pertama yaitu hasil penelitian terdiri dari dua bagian yaitu gambaran umum Kabupaten Sumba Barat dan DPRD Kabupaten Sumba Barat serta pelaksanaan dan kendala DPRD Kabupaten Sumba Barat dalam menjalankan fungsi legislasi. Selanjutnya pada poin kedua yaitu analisa kinerja DPRD Kabupaten Sumba Barat dalam melaksanakan fungsi legislasi serta faktor-faktor yang menghambat dan mendorong kinerja DPRD Kabupaten Sumba Barat.
1.
Gambaran Umum Kabupaten Sumba Barat Kabupaten Sumba Barat merupakan bagian dari Pulau Sumba dan salah satu dari empat
Kabupaten yang ada di Sumba. Wilayah Kabupaten Sumba Barat terbentang diantara 9º 22’ - 9º 47’ Lintang Selatan dan 119º 08’ - 119º 33’ Bujur Timur. Luas wilayah daratan adalah 732,42 kilometer persegi, yang sebagaian besar wilayahnya berbukit – bukit, dimana hampir 50 % luas wilayahnya memiliki kemiringan 14º - 40º. Topografi yang berbukit – bukit mengakibatkan tanah rentan terhadap erosi. Batas wilayah Kabupaten Sumba Barat yaitu : Sebelah Utara berbatasan dengan Selat Sumba, Sebelah Selatan berbatasan dengan Samudera Hindia, Sebelah Timur berbatasan dengan Kabupaten Sumba Tengah dan Sebelah Barat berbatasan dengan Kabupaten Sumba Barat Daya. Luas wilayah sebesar 737,42 Km², dengan rincian luas Kecamatan : Kecamatan Loli 132,36 Km² atau 17,95 %, Kecamatan Kota Waikabubak 44,71 Km² atau 6,06 %, Kecamatan Lamboya 125,65 Km² atau 17,04 %, Kecamatan Wanukaka 133,68 Km² atau 18,13 %, Kecamatan Tana Righu 139,79 Km² atau 18,96 %, dan Kecamatan Laboya Barat 161,23 Km² atau 21,86 %. Sampai akhir tahun 2012, Kabupaten Sumba Barat terdiri dari enam wilayah Kecamatan, yakni Kecamatan Kota Waikabubak, Kecamatan Loli, Kecamatan Tanarighu, Kecamatan Wanukaka, Kecamatan Lamboya dan Kecamatan Laboya Barat. Sementara jumlah desa sebanyak 49 Desa dan 11 Kelurahan.Pada tahun 2011 terjadi pemekaran (pembentukan) desa sebanyak 14 desa.Saat ini sedang muncul usulan pembentukan desa baru maupun kecamatan. Tabel berikut akan menggambarkan keadaan kecamatan, desa dan kelurahan pada tahun 2012.
Tabel 2.1 Keadaan Kecamatan, Desa dan Kelurahan No. 1. 2. 3. 4. 5. 6.
Kecamatan Lamboya Wanukaka Laboya Barat Loli Kota Waikabubak Tana Righu Sumba Barat
Ibukota Kabukarudi Lahi Huruk Gaura Dedekadu Waikabubak Malata Waikabubak
Jumlah Desa 13 12 4 9 7 18 63
Jumlah Kelurahan 5 6 11
Sumber: BPS Kab. Sumba Barat 2012
2.
Gambaran Umum Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Sumba Barat
a.
Kedudukan, Fungsi, Tugas dan Wewenang DPRD Kabupaten Sumba Barat. Kedudukan DPRDdiatur dalam Pasal 3 Peraturan Tata Tertib Dewan Perwakilan Rakyat
Daerah Kabupaten Sumba Barat, yaitu Dewan Perwakilan Rakyat Daerah merupakan lembaga perwakilan rakyat daerah yang berkedudukan sebagai lembaga pemerintahan daerah.DPRD sebagai lembaga pemerintahan daerah memiliki tanggung jawab yang sama dengan pemerintahan daerah dalam membentuk Peraturan Daerah untuk kesejahteraan rakyat. Selanjutnya dalam Pasal 4 No 1 Tahun 2009 Tentang Peraturan Tata Tertib Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Sumba Barat, DPRD mempunyai Fungsi yaitu: a. Fungsi legislasi, yang diwujudkan dalam membentuk perda bersama Kepala Daerah b. Fungsi anggaran, yang diwujudkan dalam menyusun dan menetapkan APBD bersama Pemerintah daerah. c. Fungsi pengawasan, yang diwujudkan dalam bentuk pengawasan terhadap pelaksanaan undang-undang, Peraturan Daerah, Keputusan Kepala Daerah dan kebijakan yang ditetapkan oleh Pemerintah Daerah.
Adapun tugas dan wewenang DPRD berdasarkan dalam Pasal 5 Peraturan Tata Tertib Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Sumba Barat adalah: a. Membentuk Peraturan Daerah yang dibahas dengan Kepala Daerah untuk mendapat persetujuan bersama; b. Menetapkan Anggaran pendapatan dan Belanja Daerah bersama dengan Kepala Daerah; c. Melaksanakan Pengawasan terhadap pelaksanaan Peraturan Daerah dan peraturan Perundang-undangan lainnya, Keputusan Kepala daerah, Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah, Kebijakan Pemerintah Daerah dalam melaksanakan program pembangunan daerah dan kerjasama dengan pihak swasta; d. Memberikan pendapat dan pertimbangan kepada Pemerintah Daerah terhadap rencana perjanjian internasional yang menyangkut kepentingan daaerah; e. Mengusulkan pengangkatan dan pemberhentian Kepala Daerah/ Wakil Kepala Daerah kepada Menteri Dalam Negeri melalui Gubernur; f. Meminta laporan keterangan pertanggungjawaban Kepala Daerah dalam pelaksanaan tugas-tugas desentralisasi; g. Tugas-tugas dan wewenang lain yang diberikan oleh undang-undang. b.
Susunan Keanggotaan DPRD Kabupaten Sumba Barat Pengorganisasian kegiatan dan keanggotaan DPRD Kabupaten Sumba Barat periode
2009 - 2014 yang merupakan hasil pemilihan umum tahun 2009 diatur dalam keputusan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Sumba Barat Nomor 1 Tahun 2009 Tentang Peraturan Tata Tertib Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Sumba Barat. Anggota DPRD Kabupaten Sumba Barat berjumlah 35 orang, terdiri dari anggota Partai politik peserta pemilihan umum yang dipilih berdasarkan hasil pemilihan umum tahun 2009. Adapun jumlah anggota DPRD Kabupaten Sumba Barat periode 2009-2014 berdasarkan asal partai politik dapat dilihat pada tabel berikut ini:
Tabel 2.2 Jumlah Anggota DPRD Kabupaten Sumba Barat Periode 2009-2014 Berdasarkan Asal Partai Politik No. 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14
Nama Partai Partai Golkar Partai PDI Perjuangan Partai Demokrat PDK PKPI PKB PPRN Gerindra Republikan Pelopor PPD PKPB PDS PDP Jumlah
Jumlah Anggota 6 Orang 5 Orang 4 Orang 4 Orang 4 Orang 2 Orang 2 Orang 1 Orang 2 Orang 1 Orang 1 Orang 1 Orang 1 Orang 1 Orang 35 Orang
Sumber: Data Dokumentasi Sekretariat DPRD Kabupaten Sumba Barat
Dari tabel di atas dapat diketahui anggota DPRD Kabupaten Sumba Barat berasal dari 14 partai politik peserta pemilu yaitu Partai Golongan Karya, Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP), Partai Demokrat, Partai Demokrasi Kebangsaan (PDK),Partai Keadilan dan Persatuan Indonesia(PKPI), Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), Partai Peduli Rakyat Nasional (PPRN), Partai Gerakan Indonesia Raya(Gerindra), Partai Republikan, Partai Pelopor, Partai Persatuan Daerah (PPD), Partai Karya Peduli Bangsa (PKPB), Partai Damai Sejahtera (PDS), Partai Demokrasi Pembaruan (PDP). Sedangkan Partai Golongan Karya (Golkar) tercatat sebagai partai politik yang menempatkan wakil terbanyak dalam DPRD Kabupaten Sumba Barat dengan 6 orang. Selain itu DPRD Kabupaten Sumba Barat juga membentuk fraksi-fraksi dimana setiap anggota DPRD Kabupaten Sumba Barat wajib menjadi anggota salah satu fraksi yang dibentuk tersebut.
Fraksi adalah pengelompokan anggota DPRD berdasarkan partai politik yang memperoleh kursi sesuai dengan jumlah yang ditetapkan dalam keputusan DPRD.Setiap anggota DPRD wajib berhimpun dalam fraksi. Jumlah anggota setiap fraksi sekurang-kurangnya sama dengan jumlah komisi di DPRD. Anggota DPRD dari partai politik yang tidak memenuhi syarat untuk membentuk 1 (satu) fraksi wajib bergabung dengan fraksi yang ada atau membentuk fraksi gabungan.Pimpinan fraksi terdiri dari ketua, wakil ketua dan sekretaris yang dipilih dari dan oleh anggota fraksi. Adapun susunan keanggotaan fraksi di DPRD Kabupaten Sumba Barat dapat dilihat pada tabel berikut ini: Table 2.3 Susunan Kenggotaan Fraksi-fraksi DPRD Kabupaten Sumba Barat Periode 2009-2014 No 1.
2.
3.
4.
Nama Fraksi Partai Golongan Karya 1. Marten Ng. Toni, SP 2. Lazarus J. L. Wula 3. Riswan Ishak 4. Agustinus Bulu Kii 5. Daniel Bili, SH 6. Jefri Tarawatu Ora, SH Fraksi PDI Perjuangan 1. Samuel K. Heo 2. Cornelis Witu Ngara 3. Agustinus D. Poety, S.TP 4. Alexcander R. Dapawole 5. Bayu Dwi Kurniawan, SH Fraksi PDK 1. Jantje K. Tenabolo, BA 2. Drs. David Ng. Kabata Poro 3. Marthen Dedi Muda, SH 4. Agustinus Kaka, SH 5. Dubu Baiya, SP Fraksi Partai Demokrat 1. Raingu Toka, B.Sc.Ak 2. Seingu Bani 3. Drs. Lele Leba Ari
Jabatan Ketua Fraksi Wakil Ketua Sekretaris Anggota Anggota Anggota Ketua Fraksi Wakil Ketua Sekretaris Anggota Anggota Ketua Fraksi Wakil Ketua Sekretaris Anggota Anggota Ketua Fraksi Wakil Ketua Sekretaris
5.
6.
7.
4. Dominggus Dinga Leba 5. Eduard Pangga Leghu Fraksi PKP Indonesia 1. Stepanus Romi U. Warata 2. Kedu Wawo 3. Saingo Delo, SE 4. Yusak Putaratho, SE 5. Siprianus Dapa Loka Fraksi Pada Eweta 1. Agustinus D. Keiku 2. Kanisius Nisa Pewali 3. Gregorius H.B.L. Panddango, SE 4. Stepanus Japalata 5. Agustinus Molu Malana Fraksi Manda Elu 1. Gerson Umbu Awang, S.Sos 2. S. B. Ragawino, BA 3. Timotius Raga 4. Drs. Tarawatu Ora
Anggota Anggota Ketua Fraksi Wakil Ketua Sekretaris Anggota Anggota Ketua Fraksi Wakil Ketua Sekretaris Anggota Anggota Ketua Fraksi Wakil Ketua Sekretaris Anggota
Sumber: Data Dokumentasi Sekretariat DPRD Kabupaten Sumba Barat
Dari tabel di atas dapat diketahui bahwa DPRD Kabupaten Sumba Barat terdiri atas 7 Fraksi yaitu Fraksi Partai Golkar, Fraksi PDI Perjuangan, Fraksi PDK, Fraksi Partai Demokrat, Fraksi PKP Indonesia, Fraksi Pada Eweta, Fraksi Manda Elu. Partai politik yang tidak memenuhi syarat untuk membentuk fraksi, bergabung dengan fraksi dari partai lain. Di DPRD Kabupaten Sumba Barat, Partai Damai Sejahtera, Partai Pelopor, Partai Peduli Rakyat Nasional, Partai Republikan, Partai Kebangkitan Bangsa, Partai Persatuan Daerah, PKPB dan Partai Demokrasi Pembaharuan bergabung membentuk 2 Fraksi tambahan yaitu Fraksi Pada Eweta dan Fraksi Manda Elu. DPRD Kabupaten Sumba Barat juga membentuk alat kelengkapan DPRD. Alat kelengkapan DPRD tersebut terdiri dari Pimpinan DPRD, Panitia Musyawarah, Komisi, BadanKehormatan, Panitia anggaran dan alat kelengkapan lain yang diperlukan. 1. Pimpinan DPRD Kabupaten Sumba Barat.
Pimpinan DPRD sebagai alat kelengkapan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah merupakan kesatuan pimpinan yang bersifat kolektif yang mencerminkan fraksi–fraksi berdasarkan urutan besarnya jumlah anggota fraksi.Adapun pimpinan DPRD Kabupaten Sumba Barat terdiri dari 1 (satu) orang ketua dan 2(dua) orang wakil ketua. Masa jabatan pimpinan DPRD sama dengan masa keanggotaan DPRD. Pimpinan DPRD mempunyai tugas sebagaimana diatur dalam pasal 41 ayat (1) Peraturan Tata Tertib Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Sumba Barat, yaitu:
1. Memimpin rapat – rapat dan menyimpulkan hasil rapat untuk mengambil keputusan; 2. Menyusun rencana kerja dan mengadakan pembagian kerja antara Ketua dan Wakil Ketua; 3. Menjadi juru bicara DPRD; 4. Melaksanakan dan memasyarakatkan Keputusan DPRD; 5. Mengadakan konsultasi dengan Kepala Daerah dan Instansi Pemerintah lainnya sesuai dengan Keputusan DPRD; 6. Mewakili DPRD dan atau alat kelengkapan DPRD di pengadilan; 7. Melaksanakan keputusan DPRD berkenaan dengan penetapan sanksi atau rehabilitasi anggota DPRD sesuai dengan ketentuan Peraturan Perundang-undangan; 8. Mempertanggungjawabkan pelaksanaan tugasnya dalam rapat Paripurna DPRD.
Selanjutnya mengenai susunan Pimpinan DPRD Kabupaten Sumba Barat Periode 2009-2014 dapat dilihat dalam table berikut ini:
Tabel 2.4 Susunan Pimpinan DPRD Kabupaten Sumba Barat Periode 2009-2014 No
Nama
Jabatan
Asal Partai
Ketua DPRD
Partai Golongan Karya
1
Daniel Bili, SH
2
Alexcander R. Dapawole
Wakil Ketua DPRD
Partai PDI Perjuangan
3
Dominggus Dinga Leba
Wakil Ketua DPRD
Partai Demokrat
Sumber: Data Dokumentasi Sekretariat DPRD Kabupaten Sumba Barat
2. Badan Musyawarah Badan Musyawarah merupakan alat kelengkapan DPRD bersifat tetap yang dibentuk DPRD pada permulaan masa keanggotaan DPRD.Pemilihan anggota Badan Musyawarah ditetapkan setelah terbentuknya Pimpinan DPRD, komisi - komisi dan badan anggaran dan fraksi.Badan musyawarah terdiri dari unsur - unsur fraksi berdasarkan perimbangan jumlah anggota dan sebanyak-banyaknya tidak lebih dari setengah jumlah anggota DPRD.Ketua dan wakil ketua DPRD karena jabatannya adalah Pimpinan Badan Musyawarah merangkap anggota. Susunan keanggotaan Badan Musyawarah ditetapkan dalam rapat Paripurna, Sekretaris DPRD karena jabatannya adalah sekretaris Badan Musyawarah bukan anggota. Tugas Badan musyawarah DPRD Kabupaten Sumba Barat sebagaimana disebut dalam Pasal 48 Keputusan DPRD Kabupaten Sumba Barat Nomor 1 Tahun 2009 Tentang Peraturan Tata Tertib DPRD Kabupaten Sumba Barat adalah sebagai berikut: 1. Memberikan pertimbangan tentang penetapan program kerja DPRD baik diminta atau tidak diminta; 2. Menetapkan kegiatan dan jadwal acara rapat DPRD 3. Memutuskan pilihan mengenai isi risalah rapat apabila timbul perbedaan pendapat; 4. Memberikan saran pendapat untuk memperlancar kegiatan; 5. Merekomendasikan pembentukan Panitia Khusus.
3. Komisi Komisi-komisi merupakan alat kelengkapan DPRD yang bersifat tetap dan dibentuk oleh DPRD pada awal masa jabatan keanggotaan DPRD yang terdiri dari setiap anggota DPRD kecuali pimpinan DPRD.Penempatan anggota DPRD dalam komisi-komisi didasarkan atas tercapainya efisiensi tugas DPRD.Jumlah anggota setiap komisi diupayakan berimbang dan setiap anggota DPRD wajib masukdalam satu komisi dengan penugasan dari fraksi masingmasing.Pembagian anggota DPRD menurut komisi – komisi adalahuntuk memudahkan pelaksanaan tugas DPRD. Masa penempatan anggota dalam komisi dan perpindahan ke komisi laindiputuskan dalam rapat Paripurna DPRD atas usul fraksi pada awal tahun anggaran. Adapun komisi-komisi di atas mempunyai tugas sebagaimana diatur dalam Pasal 50 Peraturan Tata Tertib DPRD Kabupaten Sumba Barat adalah sebagai berikut: 1. Mempertahankan dan memelihara kerukunan nasional serta keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesi dan daerah; 2. Melakukan pembahasan tentang Rancangan Peraturan Daerah dan rancangan Keputusan DPRD; 3. Melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan pembangunan, pemerintahan dan kemasyarakatan sesuai dengan bidang komisi masing – masing; 4. Membantu Pimpinan DPRD untuk mengupayakan penyelesaian masalah yang disampaikan oleh Kepala Daerah dan masyarakat kepada DPRD; 5. Menerima, menampung dan membahas serta menindaklanjuti aspirasi masyarakat; 6. Memperhatikan upaya peningkatan kesejahteraan rakyat di daerah; 7. Melakukan kunjungan kerja komisi yang bersangkutan atas persetujuan Pimpinan DPRD; 8. Mengadakan rapat kerja dan dengar pendapat; 9. Mengajukan usul kepada pimpinan DPRD yang termasuk dalam ruang lingkup bidang tugas masing-masing komisi;
10. Memberikan laporan tertulis kepada Pimpinan DPRD tentang hasil pelaksanaan tugas dan kegiatan komisi. Untuk pencapaian tujuan tersebut diatas, maka dalam Peraturan Tata Tertib DPRD Kabupaten Sumba Barat Pasal 50 diatur pembagian masing-masing komisi yang didasarkan pada bidang tugasnya sebagai berikut: 3.1 Komisi A Komisi A menangani bidang Pemerintahan yang meliputi: Pemerintahan, Ketertiban dan Keamanan, Kependudukan, Kehumasan / Pers, Hukum dan Perundang-undangan, Kepegawaian/Aparatur, Sosial Politik, Organisasi Masyarakat, Perijinan dan Pertanahan, Pengelohan data elektronik dan arsip daerah. Adapun susunan keanggotaan Komisi A DPRD Kabupaten Sumba Barat Periode 20092014 sebagai berikut:
No
Tabel 2.5 Susunan Keanggotaan Komisi A DPRD Kabupaten Sumba Barat Periode 2009 – 2014 Nama Jabatan Fraksi
1
Yusak Putaratho, SE
Ketua
PKP Indonesia
2
Bayu Dwi Kurniawan, SH
Wakil Ketua
PDI Perjuangan
3
Saingo Delo, SE
Sekretaris
PKP Indonesia
4
Sogara Bani Ragawino, BA
Anggota
Manda Elu
5
Drs. Tarawatu Ora
Anggota
Manda Elu
6
Drs. Lele Leba Ari
Anggota
Demokrat
7
Agustinus Dedi Keiku
Anggota
Pada Eweta
8
Drs. David Ng. Kabata Poro
Anggota
PDK
9
Marthen Dedi Muda, SH
Anggota
PDK
10
Lazarus J. L. Wula
Anggota
Golkar
Sumber: Data Dokumentasi Sekretariat DPRD Kabupaten Sumba Barat
3.2
Komisi B Komisi B menangani bidang Perekonomian dan Keuangan yang meliputi: Perdagangan, Perindustrian, Pertanian, Perikanan, Peternakan, Perkebunan, Kehutanan, Pengadaan Pangan, Logistik, Koperasi, Pariwisata, Keuangan Daerah, Perpajakan, Retribusi, Perbankan, Pegadaian, Perusahaan Daerah, Perusahaan Patungan, Dunia Usaha dan Penanaman Modal Daerah. Adapun susunan keanggotaan Komisi B DPRD Kabupaten Sumba Barat Periode 20092014 sebagai berikut: Tabel 2.6 Susunan Keanggotaan Komisi B DPRD Kabupaten Sumba Barat Periode 2009-2014
No
Nama
Jabatan
Fraksi
Ketua
PDK
Wakil Ketua
PDI Perjuangan
1
Jantje K. Tenabolo, BA
2
Agustinus D. Poety, S.TP
3
Riswan Ishak
Sekretaris
Golkar
4
Agustinus Bulu Kii
Anggota
Golkar
5
Timotius Ragga
Anggota
Manda Elu
6
Seingu Bani
Anggota
Demokrat
7
Stepanus Romi U. Warata
Anggota
PKP Indonesia
8
Seprianus Dapa Loka
Anggota
PKP Indonesia
9
Gregorius H. B. L. Pandango, SE
Anggota
Pada Eweta
10
Eduard Pangga Leghu
Anggota
Demokrat
11
Agustinus M. Malana
Anggota
Pada Eweta
Sumber: Data Dokumentasi Sekretariat DPRD Kabupaten Sumba Barat
3.3
Komisi C Komisi C menangani bidang Pembangunan dan Kesejahteraan rakyat yang meliputi: Pemukiman, Prasarana Wilayah, Tata Kota, Pertanaman, Kebersihan, Perhubungan, Pertambangan dan Energi, Perumahan Rakyat dan Lingkungan Hidup. Adapun susunan keanggotaan Komisi C DPRD Kabupaten Sumba Barat Periode 20092014 sebagai berikut: Tabel 2.7 Susunan Keanggotaan Komisi C DPRD Kabupaten Sumba Barat Periode 2009-2014
No
Nama
Jabatan
Fraksi
Ketua
Golkar
Wakil Ketua
Demokrat
1
Marthen Ngailu Toni, SP
2
Raingu Toka, B.Sc.Ak
3
Kedu Wawo
Sekretaris
PKP Indonesia
4
Jefry Tarawatu Ora, SH
Anggota
Golkar
5
Dubu Baiya, SP
Anggota
PDK
6
Gerson Umbu Awang, S.Sos
Anggota
Manda Elu
7
Samuel Kaha Heo
Anggota
PDI Perjuangan
8
Agustinus Kaka, SH
Anggota
PDK
9
Stepanus Djapalata
Anggota
Pada Eweta
10
Kanisius Nisa Pewali
Anggota
Pada Eweta
11
Cornelis Witu Ngara
Anggota
PDI Perjuangan
Sumber: Data Dokumentasi Sekretariat DPRD Kabupaten Sumba Barat
4
Badan Kehormatan Badan kehormatan merupakan alat kelengkapan DPRD yang bersifat tetap yang dibentuk
dan ditetapkan dengan keputusan DPRD.Calon anggota badan kehormatan ditetapkan dalam rapat Paripurna DPRD berdasarkan usul dari masing-masing fraksi.Anggota Badan kehormatan dipilih dari dan oleh anggota DPRD.Anggota badan kehormatan berjumlah 5 orang.Pimpinan
Badan kehormatan terdiri atas seorang ketua dan seorang wakil ketua yang dipilih dari dan oleh anggota badan kehormatan.Badam kehormatan dibantu oleh sekretariat yang secara fungsional dilaksanakan oleh Sekretariat DPRD. Tugas Badan Kehormatan sebagaimana diatur dalam Pasal 51 Keputusan DPRD Kabupaten Sumba Barat Nomor 1 Tahun 2009 Tentang Peraturan Tata Tertib DPRD Kabupaten Sumba Barat adalah sebagai berikut : 1. Mengamati, mengevaluasi disiplin, etika dan moral para anggota DPRD dalam rangka menjaga martabat dan kehormatan sesuai dengan kode etik DPRD; 2. Meneliti dugaan pelanggaran yang dilakukan anggota DPRD terhadap Peraturan Tata Tertib dan Kode Etik DPRD serta sumpah / janji; 3. Melakukan penyelidikan, verifikasi dan klasifikasi atas pengaduan Pimpinan DPRD, masyarakat dan/atau pelilih; 4. Menyampaikan kesimpulan atas
hasil penyelidikan,
verifikasi dan klasifikasi
sebagaimana dimaksud pada huruf c sebagai rekomendasi untuk ditindaklanjuti oleh DPRD; dan 5. Menyampaikan rekomendasi kepada Pimpinan DPRD berupa rehabilitasi nama baik apabila tidak terbukti adanya pelanggaran yang dilakukan anggota DPRD atas pengaduan Pimpinan DPRD, masyarakat dan atau pemilih. 5. Badan Anggaran Badan anggaran merupakan alat kelengkapan DPRD yang bersifat tetap dan dibentuk oleh DPRD pada awal masa jabatan keanggotaan DPRD.Badan anggaran terdiri dari pimpinan DPRD, 1 (satu) wakil dari setiap komisi dan utusan fraksi berdasarkan perimbangan jumlah anggota.Ketua dan wakil ketua DPRD karena jabatannya adalah Ketua dan wakil ketua Badan anggaran merangkap anggota.Susunan keanggotaan, ketua dan wakil ketua Badan anggaran ditetapkan dalam rapat Paripurna.Sekretaris DPRD karena jabatannya adalah Sekretaris Badan anggaran bukan anggota.
Tugas Badan anggaran DPRD Kabupaten Sumba Barat sebagaimana dalam Pasal 56 Peraturan Tata tertib DPRD Kabupaten Sumba Barat adalah sebagai berikut: 1. Memberikan saran dan pendapat kepada Kepala Daerah dalam mempersiapkan rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah selambat-lambatnya lima bulan sebelum ditetapkannya Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah; 2. Memberikan saran dan pendapat kepada Kepala Daerah dalam mempersiapkan penetapan, perubahan dan perhitungan APBD sebelum ditetapkannya dalam Rapat Paripurna DPRD; 3. Memberikan saran dan pendapat kepada DPRD mengenai pra rancangan APBD, Rancangan APBD, perubahan dan perhitungan APBD yang telah disampaikan oleh Kepala Daerah; 4. Memberikan saran dan pendapat terhadap Rancangan Perhitungan anggaran yang disampaikan olah Kepala Daerah kepada DPRD; 5. Menyusun anggaran belanja DPRD dan memberikan saran terhadap penyusunan anggaran belanja Sekretariat DPRD. Adapun susunan keanggotaan Badan anggaran DPRD Kabupaten Sumba Barat periode 2009-2014 dapat dilihat pada table berikut:
Tabel2.8 Susunan Keanggotaan Badan Anggaran DPRD Kabupaten Sumba Barat Periode 2009-2014 No
Nama
Jabatan
1
Daniel Bili, SH
Ketua
2
Alexcander R. Dapawole
Wakil Ketua
3
Dominggus Dinga Leba
Wakil Ketua
4
Sairo Umbu Awang, SE
Sekretaris Bukan Anggota
5
Marthen Ng. Toni, SP
Anggota
6
Lazarus J. L. Wula
Anggota
7
Riswan Ishak
Anggota
8
Gerson Umbu Awang, S.Sos
Anggota
9
Raingu Toka, B.Sc.Ak
Anggota
10
Eduard Pangga Leghu
Anggota
11
Stepanus Romi Umbu Warata
Anggota
12
Yusak Putaratho, SE
Anggota
13
Jantje K. Tenabolo, BA
Anggota
14
Agustinus Kaka, SH
Anggota
15
Agustinus Dedi Keiku
Anggota
16
Samuel Kaha Heo
Anggota
17
Agustinus D. Poety, S.TP
Anggota
18
Cornelis Witu Ngara
Anggota
Sumber: Data Dokumentasi Sekretariat DPRD Kabupaten Sumba Barat
6. Badan Legislasi Daerah Badan Legislasi daerah merupakan alat kelengkapan DPRD yang bersifat tetap yangdibentuk pada awal masa keanggotaan DPRD dan ditetapkan dengan keputusan DPRD. Badan Legislasi dipilih sebanyak 15 (lima belas) orang dari dan oleh anggota DPRD. Pimpinan Badan Legislasi Daerah terdiri dari Ketua, Wakil Ketua dan Sekretaris yang dipilih dalam rapat Badan Legislasi Daerah yang dipimpin oleh Pimpinan DPRD setelah penetapan susunan dan keanggotaan Badan Legislasi Daerah. Masa tugas Badan Legislasi Daerah paling lama 2,5 (dua setengah ) tahun. Adapun Tugas Badan Legislasi Daerah yaitu: 1. Menyusun Program Legislasi Daerah yang memuat daftar urutan rancangan Peraturan Daerah untuk satu masa keanggotaan dan prioritas setiap tahun anggaran, yang selanjutnya dilaporkan dalam rapat Paripurna untuk ditetapkan dengan Keputusan DPRD. 2. Menyiapkan rancangan Peraturan Daerah usul inisiatif DPRD berdasarkan program prioritas tang telah ditetapkan sebelumnya. 3. Melakukan pengharmonisan, pembulatan dan pemantapan konsepsi rancangan peraturan daerah yang diajukan anggota, komisi, atau gabungan komisi, atau
pimpinan panitia khusus sebelum rancangan peraturan daerah tersebut disampaikan kepada Pimpinan DPRD. 4. Memberikan pertimbangan terhadap pengajuan rancangan peraturan daerah yang diajukan anggota, komisi atau gabungan komisi, pimpinan panitia khusus diluar rancangan peraturan daerah yang terdaftar dalam Program Legislasi Daerah atau program prioritas rancangan peraturan daerah tahun berjalan. 5. Melakukan penyebarluasan dan mencari masukan untuk rancangan Perda yang sedang dan akan dibahas dan sosialisasi perda yang telah ditetapkan. 6. Mengikuti perkembangan dan melakukan evaluasi terhadap materi peraturan daerah melalui koordinasi dengan komisi dan/atau panitia khusus. 7. Memberikan pertimbangan terhadap rancangan peraturan daerah yang sedang dibahas oleh Pemerintah Daerah. 8. Membuat inventarisasi masalah hokum pada akhir masa keanggotan DPRD untuk dapat dipergunakan sebagai bahan oleh Badan Legislasi Daerah pada masa keanggotaan berikutnya. Badan Legislasi Daerah dalam melaksanakantugasnya, dapat: 1. Mengadakan rapat kerja dan rapat dengar pendapat dengan masyarakat 2. Mengadakan koordinasi dan konsultasi dengan pihak Pemerintah Daerah atau dengan pihak lain yang dianggap perlu mengenai hal yang menyangkut ruang lingkup tugasnya melalui Pimpinan DPRD. 3. Memberikan rekomendasi kepada badan Musyawarah dan atau Komisi yang terkait berdasarkan hasil pemantauan terhadap materi undang – undang. 4. Mengusulkan kepada Badan Musyawarah hal yang dipandang perlu untuk dimasukan dalam acara rapat DPRD. 5. Mengadakan kunjungan kerja dalam rangka menyerap aspirasi masyarakat dam studi banding untuk penyiapan rancangan Perda dengan persetujuan Pimpinan DPRD yang hasilnya dilaporkan dalam rapat Paripurna untuk ditentukan tindak lanjutnya.
6. Mengusulkan pembentukan team kerja/team perumus kepada Pimpinan DPRD. Adapun susunan keanggotaan Badan Legislasi DPRD Kabupaten Sumba Barat periode 2009-2014 dapat dilihat pada tabel berikut: Tabel2.9 Susunan Keanggotaan Badan Legislasi DPRD Kabupaten Sumba Barat Periode 2009-2014 No
Nama
Jabatan
Asal Partai
Ketua
PDK
Wakil Ketua
Partai Golkar
Sekretaris Bkn Anggota
Sekwan DPRD
1
Agustinus Kaka, SH
2
Lazarus J.L Wula
3
Sairo Umbu Awang, SE
4
Stepanus Djapalata
Anggota
PPRN
5
Agustinus Molu Malana
Anggota
Gerindra
6
Agustinus D. Poety, S.TP
Anggota
PDI Perjuangan
7
Seprianus Dapa Loka
Anggota
PDK
8
Dubu Baiya, SP
Anggota
PDK
9
Stepanus Romi U. Warata
Anggota
PKP Indonesia
10
Saingo Delo, SE
Anggota
PKP Indonesia
11
Seingu Bani
Anggota
Demokrat
12
Drs. Lele Leba Ari
Anggota
PKPB
13
Drs. Tarawatu Ora
Anggota
PPD
14
Agustinus Bulu Kii
Anggota
Partai Golkar
15
Jefry Tarawatu Ora, SH
Anggota
Partai Golkar
16
Bayu Kurniawan, SH
Anggota
PDI Perjuangan
Sumber: Data Dokumentasi Sekretariat DPRD Kabupaten Sumba Barat
7. Panitia Khusus Pimpinan DPRD dapat membentuk alat kelengkapan lain yang diperlukan berupa Panitia Khusus dengan Keputusan DPRDatas usul dan pendapat anggota DPRD setelah mendengar pertimbangan Panitia Musyawarah dengan persetujuan Rapat Paripurna.PanitiaKhusus merupakan alat kelengkapan DPRD yang bersifat tidak tetap.Jumlah anggota panitia khusus
mempertimbangkan jumlah anggota komisi yang terkait disesuaikan dengan program / kegiatan serta kemampuan anggaran.Anggota panitia khusus terdiri dari anggota komisi terkait yang mewakili semua unsur fraksi, ketua, wakil ketua dan sekretaris panitia khusus dipilih dari dan oleh anggota panitia khusus.Susunan keanggotaan, ketua dan wakil ketua panitia khusus ditetapkan dalam Rapat Paripurna. Panitia Khusus melaksanakan tugas tertentu yang penting dan mendesak, meliputi bidang tugas beberapa komisi yang memerlukan penelitian dan penyelesaian secara khusus dalam jangka waktu tertentu yang ditetapkan oleh Pimpinan DPRD.Masa kerja Panitia Khusus ditentukan olah Pimpinan DPRD dan dapat diperpanjang apabila diperlukan setelah mendapat pertimbangan dari panitia Musyawarah.Panitia Khusus bertanggung jawab kepada Pimpinan DPRD.Hasil kerja Panitia Khusus disampaikan dalam Rapat Paripurna DPRD. c.
Peraturan Daerah Kabupaten Sumba Barat Periode 2009 – 2014 Adapun Peraturan Daerah Kabupaten Sumba Barat yang telah disetujui DPRD Kabupaten
Sumba Baratdari Tahun 2009 sampai dengan 2013 adalah sebagai berikut: Tabel 2.10 Peraturan Daerah Kabupaten Sumba Barat Tahun 2009 No 1 2
3
No/Tgl/Thn Perda 1 Tahun 2009 13 Maret 2009 2 Tahun 2009 13 Maret 2009 3 Tahun 2009 13 Maret 2009 6 Tahun 2009 31 Agustus 2009
4
7 Tahun 2009
Tentang
Pengusul
Pokok – Pokok Pengelolaan Keuangan Pemda Sumba Barat Daerah Organisasi dan Tata Kerja Sekretariat Dewan Pemda Sumba Barat Pengurus Korps Pegawai Republik Indonesia Kabupaten Sumba Barat. Rencana Pembangunan Jangka Panjang Pemda Sumba Barat Daerah Kabupaten Sumba Barat Tahun 2005-2025. Perubahan Anggaran Pendapatan dan Pemda Sumba Barat Belanja Daerah Tahun 2009 Organisasi dan Tata Kerja Badan Pemda Sumba Barat
31 Agustus 2009 5
8 Tahun 2009 31 Agustus 2009
6
9 Tahun 2009 17 Des 2009 16 Tahun 2009 17 Des 2009 17 Tahun 2009 17 Des 2009 18 Tahun 2009 17 Des 2009
7 8 9
Penanggulangan Bencana Daerah Kabupaten Sumba Barat. Izin Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu dan Hasil Hutan Bukan Kayu pada Hutan Hak dan Lahan Masyarakat. Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Tahun Anggaran 2010 Pembentukan Kelurahan Dira Tana di Kecamatan Loli Kabupaten Sumba Barat Pelayanan Publik di Kabupaten Sumba Barat
Pemda Sumba Barat
Pemda Sumba Barat Pemda Sumba Barat Pemda Sumba Barat
Perubahan Atas Peraturan Daerah Kabupaten Pemda Sumba Barat Sumba BaratNomor 11 Tahun 2007 tentang Pembentukan Organisasi dan Tata Kerja Lembaga Teknis Daerah
Sumber: Data Dokumentasi Sekretariat DPRD Kabupaten Sumba Barat
Pada tahun 2009 Peraturan Daerah berjumlah 9 (Sembilan) yang telah ditetapkan oleh DPRD Kabupaten Sumba Barat bersama Pemerintah Daerah Kabupaten Sumba Barat.Dari Sembilan Perda yang ditetapkan terdapat beberapa Perda yang menyangkut tata kelola pemerintahan dan tata kelola keuangan daerah. Kemudian pada Tahun 2010, produktifitas penyusunan Perda masih kurang.Hal ini dapat dilihat dari hasil Perda yang ditetapkan DPRD Kabupaten Sumba Barat bersama Pemerintah Daerah Kabupaten Sumba Barat berjumlah 5 (lima) Perda dengan rincian sebagai berikut: Tabel 2.11 Peraturan Daerah Kabupaten Sumba Barat Tahun 2010 No No/Tgl/Thn Perda 1 1 Tahun 2010 26 Juli 2010 2 3 4 5
1 Tahun 2010 4 Oktober 2010 2 Tahun 2010 15 Desember 2010 3 Tahun 2010 15 Desember 2010 4 Tahun 2010 30 Desember 2010
Tentang Pertanggungjawaban Pelaksanaan Anggaran Pendapaatan dan Belanja Daerah Tahun Anggaran 2010 Perubahan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Tahun Angaran 2010 Penyertaan Modal Daerah Pada Badan Usaha Milik Daerah Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Tahun Anggaran 2010 Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan
Pengusul Pemda Sumba Barat
Pemda Sumba Barat Pemda Sumba Barat Pemda Sumba Barat Pemda Sumba Barat
Sumber: Data Dokumentasi Sekretariat DPRD Kabupaten Sumba Barat
Pada Tahun 2011 Peraturan Daerah yang disusun dan disetujui terdapat 19 Perda yang kebanyakan berisi Pembentukan Desa baru di 3 (tiga) Kecamatan berbeda.Sedangkan Perda lainnya berisi tentang regulasi perizinan dan retribusi. Hal ini dapat dilihat dari rincian Perda berikut ini: Tabel 2.12 Peraturan Daerah Kabupaten Sumba Barat Tahun 2011 No 1
2 3 4 5 6
No/Tgl/Thn Perda 1 Tahun 2011 22 Pebruari 2011 2 Tahun 2011 22 Pebruari 2011 3 Tahun 2011 22 Pebruari 2011 4 Tahun 2011 22 Pebruari 2011 5 Tahun 2011 22 Pebruari 2011 5 Tahun 2011 22 Pebruari 2011
7
6 Tahun 2011 22 Pebruari 2011
8
8 Tahun 2011 22 Pebruari 2011 9 Tahun 2011 22 Pebruari 2011 10 Tahun 2011 22 Pebruari 2011
9 10
11 12 13
14
11Tahun 2011 22 Pebruari 2011 12 Tahun 2011 22 Pebruari 2011 13 Tahun 2011 22 Pebruari 2011 14 Tahun 2011
Tentang Pembentukan Organisasi dan Tata Kerja Kantor Pelayanan Perijinan Terpadu Satu Pintu Kabupaten Sumba Barat Pembentukan Desa Manola Kecamatan Loli Kabupaten Sumba Barat Pembentukan Desa Puu Mawo Kecamatan Kota Waikabubak Kabupaten Sumba Barat Pembentukan Desa Pala Moko Kecamatan Lamboya Kabupaten Sumba Barat Pembentukan Desa Lolo Tana Kecamatan Tana Righu Kabupaten Sumba Barat Pembentukan Desa Kareka Nduku Utara Kecamatan Tana Righu Kabupaten Sumba Barat Pembentukan Desa Kareka Nduku Selatan Kecamatan Tana Righu Kabupaten Sumba Barat Pembentukan Desa Manu Mada Kecamatan Tana Righu Kabupaten Sumba Barat Pembentukan Desa Elu Loda Kecamatan Tana Righu Kabupaten Sumba Barat Pembentukan Desa Kalebu Ana Kaka Kecamatan Tana Righu Kabupaten Sumba Barat Pembentukan Desa Tarona Kecamatan Tana Righu Kabupaten Sumba Barat Pembentukan Desa Rewa Rara Kecamatan Wanokaka Kabupaten Sumba Barat Pembentukan Desa Weimangoma Kecamatan Wanokaka Kabupaten Sumba Barat Pembentukan Desa Ana Wolu Kecamatan
Pengusul Pemda Sumba Barat
Pemda Sumba Barat Pemda Sumba Barat Pemda Sumba Barat Pemda Sumba Barat Pemda Sumba Barat
Pemda Sumba Barat
Pemda Sumba Barat Pemda Sumba Barat Pemda Sumba Barat
Pemda Sumba Barat Pemda Sumba Barat Pemda Sumba Barat
Pemda Sumba Barat
15 16 17 18 19
22 Pebruari 2011 15 Tahun 2011 22 Pebruari 2011 19 Tahun 2011 29 Desember 2011 20 Tahun 2011 28 Desember 2011 21 Tahun 2011 28 Desember 2011 19 Tahun 2011 28 Desember 2011
Wanokaka Kabupaten Sumba Barat Pembentukan Pari Rara Wolu Kecamatan Wanokaka Kabupaten Sumba Barat Pajak Daerah
Pemda Sumba Barat Pemda Sumba Barat
Retribusi Jasa Umum
Pemda Sumba Barat
Retribusi Jasa Usaha
Pemda Sumba Barat
Retribusi Perizinan Tertentu
Pemda Sumba Barat
Sumber: Data Dokumentasi Sekretariat DPRD Kabupaten Sumba Barat
Pada tahun 2012 Peraturan Daerah yang disetujui bersama DPRD Kabupaten Sumba Barat dengan Pemerintah Daerah Kabupaten Sumba Barat adalah sebanyak 4 (empat) Perda.Terdapat 1 (satu) Perda inisiatif DPRD Kabupaten Sumba Barat yaitu Perda tentang Kesehatan Ibu, Bayi dan Anak. Adapun Perda pada tahun 2012 dengan rincian sebagai berikut: Tabel 2.13 Peraturan Daerah Kabupaten Sumba Barat Tahun 2012 No 1 2 3 4
No/Tgl/Thn Perda 1 Tahun 2012 24 Pebruari 2012 2 Tahun 2012 21 Pebruari 2012 3 Tahun 2012 21 Pebruari 2012 4 Tahun 2013 21 Pebruari 2012
Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Sumba Barat Tahun 2012 - 2032 Penyelenggaraan Administrasi Kependudukan Pembentukan Organisasi dan Tata Kerja Badan Penanggulangan Bencana Daerah Kesehatan Ibu, Bayi dan Anak
Pengusul Pemda Sumba Barat Pemda Sumba Barat Pemda Sumba Barat DPRD Kabupaten Sumba Barat
Sumber: Data Dokumentasi Sekretariat DPRD Kabupaten Sumba Barat
Sedangkan pada tahun 2013 terdapat 3 (tiga) Peraturan Daerah yang telah disetujui oleh DPRD Kabupaten Sumba Barat dengan Pemerintah Daerah Kabupaten Sumba Barat. Adapun Perda – Perda dengan rincian sebagai berikut:
Tabel 2.14 Peraturan Daerah Kabupaten Sumba Barat Tahun 2013 No
No/Tgl/Thn Perda
1
1 Tahun 2013 26 Pebruari 2013
2
2 Tahun 2013 5 Juli 2013 3 Tahun 2013 3 Juli 2013
3
Tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Daerah Kabupaten Sumba Barat No. 11 Tahun 2007 Tentang Pembentukan Organisasi dan Tata Kerja Lembaga Teknis Daerah Tugas Belajar, Izin Belajar dan Ikatan Dinas Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan
Pengusul Pemda Sumba Barat
Pemda Sumba Barat Pemda Sumba Barat
Sumber: Data Dokumentasi Sekretariat DPRD Kabupaten Sumba Barat
Dari tahun 2009 – 2013 Peraturan Daerah yang disetujui dan telah diperdakan oleh DPRD Kabupaten Sumba Barat dengan Pemerintah Daerah Kabupaten Sumba Barat sebanyak 40 (empat puluh) Perda.Selama tahun 2009 – 2013 baru terdapat 1 (satu) Perda inisiatif DPRD Kabupaten Sumba Barat yaitu Peraturan Daerah No 4 Tahun 2012 Tentang Kesehatan Ibu, Bayi dan Anak.Terdapat 39 (tiga puluh Sembilan) Perda yang merupakan inisiatif Pemerintah Kabupaten Sumba Barat. Adapun Peraturan Daerah Kabupaten Sumba Barat yang telah disetujui DPRD Kabupaten Sumba Barat Tahun 2012 adalah sebagai berikut 7: 1. Rencana Tata Ruang Wilayah 2. Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah 3. Pajak – pajak Daerah 4. Retribusi Perijinan tertentu 5. Retribusi jasa umum 6. Pembentukan Desa – Desa dan Kecamatan 7. Struktur Organisasi dan Tata Kerja Lembaga Teknis Daerah 8. Kesehatan Ibu dan Anak 7
Sumber: Data Dokumentasi Sekretariat DPRD Kabupaten Sumba Barat
9. Penyelenggaraan administrasi kependudukan 10. Pembentukan lembaga kemasyarakatan Desa dan Kelurahan 11. Penyerahan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan desa 12. Penyelenggaraan Upacara/ritual adat 13. Pengelolaan persampahan 14. Perlindungan dan pegelolaan lingkungan hidup 15. Surat ijin usaha perdagangan (SIUP) 16. Perencanaan dan penganggaran partisipasif 17. Penyelenggaraan pariwisata
3. Analisis a.
Pelaksanaan Fungsi Legislasi DPRD Salah satu fungsi DPRDadalah menentukan kebijakan dan membuat peraturan undang-
undang(peraturan daerah). Pelaksanaan fungsi legislasi DPRD tersebut melalui beberapa proses mulai dari penyusunan rancangan peraturan daerah, pembahasan rancangan peraturan daerah sampai ditetapkan menjadi Peraturan Daerah. 1.
Tahap Perencanaan Pembentukan Peraturan Daerah Tahap pertama pembentukan Peraturan Daerah baik Provinsi maupun Kabupaten/Kota,
(termasuk pembentukan undang-undang) pada dasarnya adalah sama, yakni diawali dengan tahap perencanaan yang dituangkan dalam bentuk Program Legislasi Daerah (Proglegda) sebagai instrumen perencanaan pembentukan Peraturan Daerah yang disusun secara berencana, terpadu dan sistematis8. Program legislasi merupakan pedoman dan pengendali penyusunan peraturan perundangundangan yang mengikat lembaga yang berwenang membentuk peraturan daerah. Pembentukan perundang-undangan yang disusun sesuai dengan program legislasi tidak saja akan menghasilkan 8
Undangan
Pasal 1 angka 10 Undang-Udang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-
peraturan perundang-undangan yang diperlukan untuk mendukung tugas umum pemerintahan dan pembangunan sesuai dengan amanat Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945, tetapi juga akan memenuhi kebutuhan hukum masyarakat sesuai dengan tuntutan reformasi dan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi dewasa ini maupun dimasa yang akan datang. Program Legislasi Daerah, dalam UU Nomor 12 Tahun 2011
juga memuat mengenai
penyebarluasan program legislasi daerah. Pemerintah daerah dan DPRD dapat menyusun Prolegda yang memuat rencana dan prioritas pembentukan Perda untuk kurun waktu lima tahunan dan satu tahunan. Prioritasditentukan berdasarkan pengkajian atau inspirasi dan kebutuhan daerah masing-masing serta memperlihatkan perubahan kenegaraan dan kemasyarakatan relatif cepat. Pada tahap perencanaan, elite daerah harus menyusun naskah akademik terlebih dahulu sebagai naskah awal yang memuat gagasan – gagasan pengaturan dan pokok – pokok materi muatan bidang tertentu sebagai bahan pertimbangan yang paling objektif dan rasional dalam penyusunan Raperda yang ditinjau dari sisi kelayakan filosofisnya, sosiologisnya, politisnya, maupun yuridisnya. Penyusunaan naskah akademik ini tentunya didahului dengan serangkaian pengkajian dan penelitian terhadap keempat aspek tersebut. Penyusunan program legislasi daerah dapat dilakukan melalui dua tahap yaitu tahap pertama pada Pemerintah daerah dengan meminta masukan dari dinas-dinas daerah atau perangkat daerah lainnya mengenai raperda yang diperlukan untuk memperlancar kerja masingmasing dinas yang bersangkutan dan tahap kedua di DPRD, masukan dapat diperoleh dari komisi-komisi, fraksi, maupun aspirasi masyarakat yang disampaikan kepada DPRD.Yang melakukan penyusunan naskah akademik tersebut tentu bukan elite daerah sendiri. Agar relatif objektif, maka penyusunan naskah akademik dilakukan oleh tenaga/staf ahli yang dimiliki elite
daerah jika memang memiliki, atau jika tidak memiliki tenaga/staf ahli maka dapat bekerja sama dengan perguruan tinggi atau lembaga lainnya yang memiliki pengalaman melakukan membuat naskah akademik untuk menjadi dasar dalam penyusunan Raperda. Dengan adanya naskah akademik tersebut maka dapat dijamin kerangka objektifitas tentang perlunya sebuah Perda diterbitkan. Pada tahun 2011, Pemerintah Kabupaten Sumba Barat dan Fakultas Hukum Universitas KristenSatya Wacana bekerja sama dalam melakukan penelitian terhadap seluruh produk hukum daerah baik berupa perda maupun peraturan bupati. Dalam kerja sama itu pun dibuat sebuah dukumen perencanaan produk hukum daerah dalam bentuk rekomendasi untuk penyusunan prolegda Kabupaten Sumba Barat tahun 2011- 2015. Keadaan yang terjadi di Kabupaten Sumba Barat, tahap perencanaan dalam penyusunan peraturan di Kabupaten Sumba Barat belum berdasarkan pada prioritas pembentukan peraturan daerah untuk lima tahunan dan satu tahunan. Tahap perencanaan tersebut lebih mengarah pada kebutuhan Pemerintah Kabupaten Sumba Barat untuk memperlancar tugasnya dan agar memiliki landasan operasional. Penyusunan program legislasi di Kabupaten Sumba Barat tidak menggunakan skala prioritas lima tahunan atau satu tahunan. Penyusunan program legislasi disesuaikan dengan kebutuhan daerah.Di Kabupaten Sumba Barat tidak terdapat Badan khusus yang menangani program legislasi atau biasanya disebut Panitia Legislasi (Panleg).Dalam tahap perencanaan ini, penyusunan program legislasi sebagian besar berasal dari pemerintah Kabupaten Sumba Barat. Hal senada juga diungkapkan oleh Bapak Drs. Lele Leba Ari selaku Sekretaris Pansus II DPRD Kabupaten Sumba Barat bahwa:
“Di DPRD Kabupaten Sumba Barat ini tidak memiliki Panleg sehingga tahap perencanaan atau penyusunan program legislasi daerah sebagian besar berasal dari Pemda” 9 Walaupun tidak memiliki Panitia Legislasi, dalam prakteknya penyusunan program legislasi tetap berjalan. Seperti yang diungkap oleh Bapak Stepanis Romi U. Warata selaku Wakil Ketua Pansus II DPRD Kabupaten Sumba Barat yakni: “Program legislasi daerah tersebut tetap digunakan walaupun tidak terdapat Badan Khusus yang menangani program legislasi sehingga DPRD Kabupaten Sumba Barat mendelegasikan anggotanya untuk menanyakan pada Bagian Hukum Pemda Sumba Barat mengenai program legislasi daerah yang dibuat misalnya seperti perda-perda apa saja yang tidak sesuai lagi dengan era sekarang sehingga perlu direvisi dan dibuat yang baru atau perlu diadakan hearing tentang hal-hal yang muncul atau hal-hal yang diperlukan oleh Kabupaten Sumba Barat”. 10 Program legislasi daerah sangatlah penting karena program legislasi daerah (Prolegda) dapat menjadi acuan bagi perangkat daerah atau DPRD dalam menyiapkan draft raperda yang menjadi kebutuhan Kabupaten Sumba Barat dan sesuai dengan kebutuhan masyarakat Kabupaten Sumba Barat. Seperti yang diungkapkan Bapak Drs. Lele Leba Ari selaku Sekretaris Pansus II DPRD Kabupaten Sumba Barat bahwa: “Prolegda tersebut sangatlah penting karena dapat dijadikan pedoman bagi Pemda dan DPRD Kabupaten Sumba Barat untuk menyiapkan raperda yang sesuai dengan kepentingan masyarakat Sumba Barat”.
9
Wawancara dengan Drs. Lele Leba Ari selaku Sekretaris Pansus II DPRD Kabupaten Sumba Barat, tanggal 5 Agustus 2013 diruang Fraksi DPRD 10 Wawancara dengan Stepanis Romi U. Warata selaku Wakil Ketua Pansus II DPRD Kabupaten Sumba Barat, tanggal 25 Agustus 2013 di ruang Komisi A DPRD Kabupaten Sumba Barat
2. Tahap Pembahasan Rancangan Peraturan daerah Pada tahap pembahasan, rancangan peraturan daerah Kabupaten Sumba Barat dibahas oleh DPRD Kabupaten Sumba Barat dengan Bupati untuk mendapatkan persetujuan bersama.Sebagaimana diketahui rancangan peraturan daerah dapat berasal dari DPRD dan dapat pula berasal dari inisiatif Kepala Daerah. Pembahasan sebuah rancangan peraturan daerah di DPRD dilakukan dalam Rapat Paripurna I, II, III dan IV, masing-masing dengan agenda tersendiri, sebagai berikut: 1.
Pembicaraan Tahap Pertama (sidang paripurna) Bagi rancangan peraturan daerah yang berasal dari Kepala Daerah, maka Kepala Daerah memberikan penjelasan mengenai rancangan peraturan daerah.Di dalam hal rancangan peraturan daerah berasal dari DPRD, maka penjelasan disampaikan oleh pimpinan komisi atau pimpinan rapat gabungan komisi atau pimpinan panitia khusus.
2.
Pembicaraan Tahap Kedua (sidang paripurna) Pembicaraan tahap kedua meliputi pemandangan umum anggota (fraksi) dan jawaban Kepala Daerah atas pemandangan umum anggota (fraksi). Didalam hal rancangan peraturan daerah berasal dari prakarsa DPRD, maka pembicaraan tahap kedua akan mendengarkan pendapat kepala daerah dan jawaban pimpinan komisi atau pimpinan rapat gabungan komisi atau pimpinan panitia khusus atas pendapat Kepala Daerah.
3.
Pembicaraan Tahap Ketiga Pembicaraan tahap ketiga merupakan rapat-rapat komisi atau gabungan komisi atau panitia khusus Dewan Perwakilan Rakyat Daerah yang disertai pejabat (eksekutif) yang ditunjuk oleh kepala daerah serta stakeholder ataupun para pihak pemangku
kepentingan.Pembicaraan tahap ketiga ini untuk menemukan kesepakatan baik mengenai materi muatan maupun rumusan-rumusannya. Di dalam praktik perbicaraan tahap ketiga inilah secara rill membuat Peraturan daerah. Pada pembicaraan tahap ketiga wakil-wakil fraksi dan pemerintah merumuskan kembali semua kesepakatan yang akan disetujui DPRD dan pada pembicaraan tahap ketiga peranan individual anggota DPRD menonjol. Diskusi, perdebatan, dan permusyawaratan sangat intensif dan mendalam. 4.
Pembicaraan Tahap Keempat (sidang paripurna) Pembicaraan tahap keempat merupakan terakhir yang diadakan dalam rangka pengambilan keputusan persetujuan DPRD atas rancangan peraturan daerah, dalam sidang ini akan didengar: a.
Laporan hasil kerja komisi, atau gabungan komisi atau panitia khusus;
b.
Pendapat akhir fraksi sebagai pengantar persetujuan dewan; dan
c.
Sambutan kepala daerah.
Prinsip utama yang dianut oleh semua sistem hukum adalah hukum itu dapat dikomunikasikan terhadap masyarakat.Apabila suatu aturan hukum dalam bentuk peraturan daerah tersebut tidak dapat dikomunikasikan dengan baik kepada masyarakat, berarti peraturan daerah tersebut tidak dapat memengaruhi tingkah laku masyarakat. 3.
Tahap Pengundangan Peraturan Daearah Perda yang telah ditetapkan, selanjutnya diundangkan dengan menempatkan dalam
Lembaran Daerah oleh Sekretaris Daerah, sedangkan Penjelasan Peraturan daerah dicatat dalam Tambahan Lembaran Daerah oleh Sekretaris Daerah atau oleh Kepala Bagian hukum. Pengundangan Peraturan daerah dalam Lembaran Daerah dimaksudkan sebagai syarat hukum
agar setiap orang mengetahuinya. Lembaran daerah adalah penerbitan resmi yang digunakan untuk mengundangkan peraturan daerah dan Keputusan Kepala Daerah, sedangkan Berita Daerah adalah penerbitan resmi pemerintah daerah yang digunakan untuk mengumumkan peraturan daerah, keputusan kepala daerah dan keputusan kepala daerah tertentu. Pengundangan Peraturan Daerah dilakukan dalam Lembaran Daerah.Sekretaris Daerah menandatangani pengundangan Perda dengan membubuhkan tanda tangan pada naskah Peraturan Daerah tersebut. Pengundangan ini penting karena Peraturan Perundang-undangan mulai berlaku dan mempunyai kekuatan mengikat pada tanggal diundangkan, kecuali ditentukan lain dalam peraturan perundang-undangan yang bersangkutan. Pengundangan Peraturan Daerah Kabupaten Sumba Barat dilakukan Sekretaris Daerah dan DPRD tidak ikut serta melakukan pengundangan Peraturan Daerah tersebut. Serupa yang diungkapkan oleh Bapak Drs. Lele L. Ari selaku Wakil Ketua Pansus DPRD Kabupaten Sumba Barat menyatakan: “Dalam hal pengundangan suatu Peraturan Daerah, DPRD tidak ikut serta karena pengundangan tersebut merupakan tugas dari Sekretaris Daerah”. 4.
Tahap Sosialisasi Peraturan Daerah Meskipun Peraturan daerah telah diundangkan dalam Lembaran Daerah, namun belum
cukup menjadi alasan untuk menganggap bahwa masyarakat telah mengetahui eksistensi Peraturan daerah tersebut.Oleh karena itu peraturan daerah yang telah disahkan dan diundangkan tersebut harus pula disosialisasikan.Penyebarluasan Peraturan Daerah Provinsi atau Peraturan Daerah Kabupaten/Kota yang telah diundangkan dalam Lembaran Negara dilakukan bersama oleh DPRD dan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota. Metode Sosialisasi dapat dilakukan dengan cara:
1. Pengumuman melalui berita daerah (RRI, TV daerah) oleh oleh Kepala Bagian HukumKabupaten/Kota. 2. Sosialisasi secara langsung oleh Kepala Biro Hukum/Kepala Bagian Hukum atau dapat puladilakukan oleh unit kerja pemrakarsa, Perguruan Tinggi, Lembaga Swadaya Masyarakat yang berkompeten. 3. Sosialisasi melalui seminar dan lokakarya (Seminola). 4. Sosialisasi melalui sarana internet.Untuk ini Pemerintah Daerah dan DPRD hendaknya memiliki fasilitas web site agar masyarakat mudah mengakses segala perkembangan kegiatan kedua lembaga. Dalam prakteknya sosialisasi peraturan daerah yang telah diundangkan dilakukan oleh DPRD Kabupaten Sumba Barat dengan bantuan sekretariat DPRD Kabupaten Sumba Barat bersama-sama Kepala Bagian Hukum pada Sekretariat Daerah Kabupaten Sumba Barat atau perwakilannya. Sosialisasi dilakukan di setiap Kantor Kecamatan Kabupaten Sumba Barat dengan mengundang Ketua RT, Ketua RW, Kepala Desa/Lurah, dan tokoh-tokoh masyarakat.Sosialisasi yang demikian ternyata belum efektif untuk menjamin agar masyarakat mengetahui peraturan daerah yang baru. Kenyataan saat ini banyak masyarakat Kabupaten Sumba Barat yang tidak mengetahui peraturan daerah apa saja yang telah dihasilkan oleh DPRD Kabupaten
Sumba
Barat
meskipun
masyarakat
tersebut
juga
sebagai
pemangku
kepentingan.Namun hal ini berdasarkan pengamatan dan wawancara bersama Agustinus Kaka, SH, Anggota DPRD Komisi C sebagai Ketua Badan Legislasi DPRD Kabupaten Sumba Barat, di Kantor DPRD Kabupaten Sumba Barat, 23 Agustus 2013 mengakui ketentuan itu dijalankan secara tidak maksimal11. 11
Wawancara dengan Agustinus Kaka, SH, Anggota DPRD Komisi C sebagai Ketua Badan Legislasi DPRD Kabupaten Sumba Barat, 23 Agutus 2013
Ini menandakan tidak efektifnya sosialisasi peraturan daerah yang dilakukan pemerintah daerah dan DPRD Kabupaten Sumba Barat. Salah satu penyebab lain adalah kurangnya kesadaran politik masyarakat yang rendah karena tingkat pendidikan atau karena prioritas hidup sebagian besar masyarakat yang lebih tersita untuk memenuhi kebutuhan pokok sehari-hari, sehingga kepekaan masyarakat terhadap proses pembentukan suatu peraturan daerah sangat rendah (Sifat Aphatis Masyarakat). 5.
Tahap Evaluasi Peraturan Daerah Untuk dapat mengetahui sejauh mana pengaruh sebuah Peraturan daerah setelah
diberlakukan maka perlu dilakukan evaluasi. Melalui evaluasi akan dapat diketahui kelemahan dan kelebihan peraturan daerah yang sedang diberlakukan, yang selanjutnya guna menentukan kebijakan-kebijakan, misalnya apakah peraturan daerah tetap dipertahankan atau perlu direvisi. Tahapan pembentukan Peraturan Daerah tersebut idealnya diberlakukan baik dalam pembentukan
Peraturan
Daerah
Provinsi
maupun
pembentukan
Peraturan
Daerah
Kabupaten/Kota.Hal ini hanya dapat dilakukan apabila ada keinginan kuat (good will) baik dari lembaga legislatif maupun eksekutif di Daerah. Jika hanya satu pihak saja tentu akan menemui kendala dalam pelaksanaannya. Dalam Tahap evaluasi seringkali hanya dilakukan oleh DPRD dikarenakan setiap Komplain masyarakat terhadap sebuah Peraturan Daerah, masyarakat selalu mengugat kepada DPRD Kabupaten Sumba Barat hal ini yang mengakibatkan banyak kritik dan saran yang masuk di DPRD terhadap satu Peraturan Daerah padahal seperti diketahui bahwa dalam Pembantukan Peraturan Daerah itu bukan hanya Pihak DPRD tetapi juga pihak Pemerintah Daerah dalam hal ini Bagian Hukum Pemerintah Kabupaten Sumba Barat, seperti Pengamatan lapangan yang ditemukan olah penulis sejumlah Pegawai Negeri Sipil di lingkungan Setda mendatangi Kepala Bagian Hukum DPRD Kabupaten Sumba Barat ingin meminta draf
copy dari Peraturan Daerah alasannya mereka tidak pernah mengetahui seperti apa bentuknya serta untuk menganalisa namun tidak diberikan oleh pihak Bagian Hukum DPRD dengan alasan Copy fisiknya habis. 6.
Tahap Penetapan Raperda
Setelah dilakukan pembahasan sampai pada Tahap IV, tahap selanjutnya adalah tahap penetapan Raperda menjadi Perda.Rancangan Peraturan daerah yang telah disetujui bersama oleh DPRD dan walikota disampaikan oleh Pimpinan Dewan kepada Kepala Daerah untuk ditetapkan menjadi Perda.Penyampaian raperda kepada Kepala Daerah dilakukan dalam waktu paling lambat 7 (tujuh) hari sejak tanggal persetujuan bersama. Penandatangan oleh Kepala Daerah paling lambat 30 (tiga puluh) dari sejak raperda tersebut disetujui bersama oleh DPRD dan Kepala Daerah. Apabila raperda yang telah disetujui bersama tidak ditandatangani oleh Kepala Daerah dalam waktu paling lambat 30 (tiga puluh) hari sejak raperda tersebut disetujui bersama, maka raperda tersebut sah manjadi Perda dan wajib diundangkan. Kenyataan dilapangan menunjukkan bahwa sering penetapan Raperda telah dilakukan sesuai dengan aturan yang ada.Sebelum jangka waktu yang ditetapkan habis, Kepala Daerah sudah menandatangani Raperda yang telah disetujui bersama antara DPRD dan Kepala Daerah. Hal tersebut senada dengan yang diungkapkan Bapak Drs. Lele L. Ari selaku Wakil Ketua Pansus DPRD Kabupaten Sumba Barat bahwa: “Dalam hal penetapan Raperda menjadi Peraturan daerah Kabupaten Sumba Barat telah dilakukan sesuai dengan aturan yang ada.Dimana Kepala Daerah selalu menandatangani raperdaraperda yang sudah disetujui bersama baik oleh DPRD dan Kepala Daerah dalam jangka waktu kurang dari 30 hari”.
b. Pemahaman DPRD Kabupaten Sumba Barat Tentang Fungsi Legislasi
Tugas dan Wewenang DPRDdiatur dalam UUNo 27 Tahun 2009, UU No 32 Tahun2004, Peraturan Pemerintah No16Tahun 2010 dan Peraturan DPRD Kabupaten Sumba Barat No 1 Tahun 2009. Berdasarkan ketentuan diatas DPRD mempunyai tugas dan wewenang (fungsi DPRD ada 3: Fungsi Legislasi, Fungsi Budgeting, dan Fungsi Pengawasan).
Tahapan, proses dan materi dari Peraturan DPRD Kabupaten Sumba Barat Nomor 1 Tahun 2009 membawa kepada pemahaman pada prosedur yang harus dilalui dalam membuat dan mengusulkan peraturan daerah. Dengan proses tersebut, tentunya DPRD akan bekerja dan memproduksi peraturan perundang – undangan dalam bentuk PERDA sebagai implementasi tugas DPRD.
Meski demikian, apakah proses dan prosedur yang dilalui DPRD hanya berpatok pada prosedur formal tersebut, ketua fraksi partai PDI Perjuangan, Samuel K. Heo menjelaskan bahwa: “proses formal pembuatan peraturan perundang – undangan yang menjadi kewenangan DPRD memang sudah tergambarkan sebagaimana tercantum dalam Peraturan DPRD Kabupaten Sumba Barat Nomor 1 tahun 2009, namun DPRD juga menyadari bahwa karena materi perda itu menyangkut pengaturan permasalahan masyarakat Kabupaten Sumba Barat, maka semangat yang harus dirumuskan dalam pembuatannya juga harus selaras dengan kepentingan masyarakat Kabupaten Sumba Barat.”12
12
Wawancara dengan ketua Fraksi Partai PDI Perjuangan, Samuel K. Heo, DPRD Kab. Sumba Barat.
Tidak tergambar dengan jelas atas uraian yang dimaksud apakah PERDA itu harus sesuai dengan kehendak masyarakat Kabupaten Sumba Barat, karena untuk mengetahui kehendak masyarakat diperlukan seperangkat proses yang harus dilalui, apakah melalui hearing, dialog, penggalian informasi, termasuk penelitian, atau hanya cukup membayangkan tentang kebutuhan masyarakat akan substansi yang harus diatur dalam PERDA. Kalau yang dimaksud proses memahami semangat masyarakat itu diwujudkan dalam bentuk hearing, dialog, penggalian informasi, termasuk penelitian, makaakan ada seperangkat proses yang akan dilakukan DPRD dalam pembuatan peraturan perundang – undangan. Dan hal ini akan ada proses pertanggung jawaban akademik dari yang telah dilakukannya itu.
Menurut pengamatan penulis, Peraturan DPRD Kabupaten Sumba Barat No. 1 Tahun 2009 Tentang Tata Tertib DPRD hanya mentransfer ketentuan yang terdapat dalam Peraturan Pemerintah Nomor 16Tahun 2010Tentang Pedoman Penyusunan Tata Tertib DPRD tanpa mampu merumuskan aturan pelaksana yang berbasis pada prinsip – prinsip keterbukaan dan pelibatan masyarakat. Perumusan Tata Tertib DPRD Kabupaten Sumba Barat dalam prosesnya mengundang elemen masyarakat untuk diminta masukan, namun dari sekian usulan yang diajukan oleh elemen masyarakat tidak ada yang diakomodir dalam tata tertib DPRD Kabupaten Sumba Barat.
Menurut pengamatan penulis sifat monopoli kekuasaan dalam tata tertib DPRD sangat dominan, tata tertib DPRD Kabupaten Sumba Barat tidak memberikan ruang bagi pelibatan publik dalam penyusunan dan pengesahan rancangan Peraturan Daerah hal itu bisa dilihat dari tidak adanya satu kalimat pun yang menjamin keterlibatan publik dalam setiap tahapan proses pengesahan peraturan daerah, sehingga kalau mekanisme formal sebagaimana yang diatur dalam
tatib ini dijadikan pedoman secara tekstual maka justru pelibatan publik akan menjadi tertutup. Sehingga penting untuk mengetahui pemahaman anggota DPRD Kabupaten Sumba Barat tentang fungsi legislasi apakah hanya sebatas formal – tekstual atau ada pemahaman yang lebih subtansial.
Dari uraian responden tentang hasil penelitian penulis sebagian besar anggota DPRD Kabupaten Sumba Barat memahami dengan baik Legal Drafting melalui pelatihan – pelatihan Legal Drafting baik yang dilakukan di tingkat Pusat, Propinsi maupun Daerah, namun pemahaman tersebut belum pernah teraplikasikan dalam pembuatan suatu draft Rancangan Peraturan Daerah inisiatif DPRD Kabupaten Sumba Barat. Menurut Ketua Komisi A DPRD Kabupaten Sumba Barat bahwa” pemahaman anggota DPRD terhadap Legal Drafting didapatkan dari pelatihan – pelatihan legal drafting yang diadakan di tingkat daerah, propinsi maupun pusat namun belum sampai pada taraf kemampuan teknis pembuatan draf rancangan Peraturan Daerah namun hanya sebatas pada pemahaman akan tahapan proses pembuatan Peraturan Daerah”. 13
Selain pemahaman anggota DPRD Kabupaten Sumba Barat tentang Legal Drafting sebatas demikian, pada umumnya anggota DPRD Kabupaten Sumba Barat belum memahami semangat perubahan konstitusi yang telah menggeser kekuasaan legislasi kepada lembaga Legislatif, bahkan terhadap perubahan konstitusi tersebut anggota DPRD Kabupaten Sumba Barat belum dapat memaknainya. Sehingga perubahan konstitusi yang kemudian diikuti dengan perubahan beberapa peraturan perundang – undangan tersebut tidak berdampak pada peningkatan produktivitas DPRD dalam memproduk Rancangan Peraturan Daerah.
13
Wawancara dengan Y usak Putaratho, SE Ketua Komisi A DPRD Kabupaten Sumba Barat
Pemahaman anggota DPRD Kabupaten Sumba Barat tentang fungsi Peraturan Daerah juga beragam, namun mayoritas berpendapat bahwa Peraturan Daerah berfungsi untuk mengatur masyarakat.Selain pendapat mayoritas demikian sebagian anggota DPRD Kabupaten Sumba Barat juga memahami fungsi Peraturan Daerah sebagai bentuk perlindungan hukum terhadap hak-hak masyarakat. Dari Perda – Perda yang ditetapkan dalam pandangan Ketua Fraksi PDI Perjuangan belum seluruhnya mempedomani Proses Legislasi Kabupaten Sumba Barat lebih lanjut mengatakan: “Pertama yaitu DPRD dan Pemerintah masih konsentrasi pada rutinitas pembahasan Perda (non Prolegda) yaitu Perda APBD dan Perubahan APBD setiap tahun. Sebagian besar waktu tersita untuk membahas Perda ini, mulai dari Pembahasan KU (Kebijakan Umum) – APBD
dan
PPAS
(Plafon
Prioritas
Anggaran
Sementara),
perhitungan
dan
Pertanggungjawaban APBD dan LKPJ (Laporan Keterangan Pertangngung Jawaban) Bupati tahun sebelumnya. Belum lagi ada Perda – Perda (non Prolegda) yang dibahas dan ditetapkan atas perintah peraturan yang lebih tinggi (UU).Kedua, SDM Pemerintah dan DPRD terbatas.Contohnya rekruitmen Anggota DPRD melalui pemilu yang tidak mensyaratkan secara tegas bahwa Caleg harus punya kemampuan legal drafting. Disitu cukup lulus SMA, sehat jasmani dan rohani dan lain – lain. Dalam perbedaan pemahaman dan kapasitas Anggota DPRD turut mempengaruhi dalam penyelesaian Perda. Ketiga, Pemerintah dan DPRD belum mengalokasikan khusus dana untuk penyusunan Perda. Dalam hal ini kita butuh dana untuk bekerjasama dengan Perguruan Tinggi (PT) dalam penyusunan naskah akademik”.
“Rancangan Peraturan Daerah seharusnya memberikan perlindungan hukum terhadap hak – hak rakyat dan meningkatkan pelayanan kepada masyarakat bukan hanya untuk meningkatkan Pendapatan Asli Daerah”
Terhadap isi yang seharusnya ada dalam Peraturan Daerah mayoritas anggota DPRD Kabupaten Sumba Barat mengatakan seharusnya muatan yang terkandung didalam Peraturan Daerah adalah tentang Kepentingan Rakyat. Sedangkan pemahaman tentang prinsip – prinsip penyusunan Peraturan Daerah para anggota DPRD Kabupaten Sumba Barat pada umumya memahami penyusunan Peraturan Daerah cukup dilakukan oleh para anggota DPRD Kabupaten Sumba Barat karena mereka telah mewakili rakyat. Hanya sebagian kecil saja yang memahami bahwa Penyusunan Peraturan Daerah harus melibatkan partisipasi masyarakat.
Dari hasil Penelitian penulis dapat diketahui bahwa tingkat pemahaman para anggota DPRD Kabupaten Sumba Barat terhadap fungsi Legislasi berpengaruh terhadap produktivitas DPRD Kabupaten Sumba Barat dalam melahirkan Rancangan Peraturan Daerah yang berasal dari inisiatif DPRD Kabupaten Sumba Barat. Sejak DPRD Kabupaten Sumba Barat periode 2009-2014 dilantik pada pertengahan bulan Agustus sampai hari ini belum pernah mengajukan Rancangan Peraturan Daerah inisiatif dari DPRD Kabupaten Sumba Barat. Demikian juga pemahaman para anggota DPRD Kabupaten Sumba Barat terhadap perubahan konstitusi yang telah menggeser kekuasaan Legislasi kepada Lembaga Legislatif sangat mempengaruhi inisiatif perubahan yang dimiliki oleh para anggota DPRD Kabupaten Sumba Barat.Sampai hari ini peran anggota DPRD Kabupaten Sumba Barat dalam pelaksanaan fungsi Legislasi tidak ubahnya seperti yang pernah terjadi di zaman orde baru ketika belum ada perubahan konstitusi hanya sebatas membahas dan mengesahkan Rancangan Peraturan Daerah.
Para anggota DPRD Kabupaten Sumba Barat pada umumnya memahami fungsi Peraturan Daerah hanya sebatas untuk mengatur masyarakat.Sedangkan fungsi strategis lainnya misalnya fungsi perlindungan terhadap hak - hak rakyat, fungsi perubahan sosial dan fungsi pemberdayaan masyarakat hanya dipahami oleh minoritas anggota DPRD Kabupaten Sumba Barat. Pemahaman demikian menjadikan mayoritas Peraturan Daerah Kabupaten Sumba Barat hanya dijadikan sebagai legitimasi yuridis untuk melakukan “Pungutan” kepada masyarakat atas nama pajak dan retribusi. Sedangkan Peraturan Daerah yang mempunyai orientasi memberikan perlindungan terhadap hak – hak rakyat, memberdayakan masyarakat dan melakukan perubahan terhadap sistem pemerintahan ke arah yang pemerintahan yang baik(good governance)belum direspon secara positif baik oleh DPRD Kabupaten Sumba Barat atau Pemerintah Kabupaten Sumba Barat. Bahkan usulan draft Peraturan Daerah dari kelompok – kelompok masyarakat tidak mendapat respon secara positif oleh para anggota DPRD dan Pemda Sumba Barat.
Pada umumnya mayoritas anggota DPRD Kabupaten Sumba Barat menjawab bahwa seharusnya isi dari suatu rancangan Peraturan Daerah adalah menyangkut Kepentingan Rakyat namun ketika memahami prinsip penyusunan Peraturan Daerah mayoritas anggota DPRD menjawab cukup disusun oleh anggota DPRD, dengan beragam alasan sebagian mengemukakan bahwa Penyusunan Peraturan Daerah oleh DPRD lebih efektif dan efisien, sebagian lagi menjawab bahwa DPRD sudah dipilih oleh rakyat untuk mewakili sehingga sudah sah apabila DPRD yang menyusun Peraturan Daerah tanpa keterlibatan rakyat. Pemahaman tentang prinsip penyusunan Peraturan Daerah sangat mempengaruhi isi dari suatu Peraturan Daerah. MahfudMD dalam tesisnyamengemukakan “Politik Hukum Indonesia” bahwa proses penyusunan Peraturan Perundang – Undangan yang tertutup akan melahirkan produk hukum yang “Represif”, sedangkan Proses Penyusunan Peraturan Perundang – Undangan yang terbuka dan partisipatif
akan melahirkan produk hukum yang “Responsif” terhadap kepentingan Publik.14Akibat pemahaman para anggota DPRD seperti paparan diatas menyebabkan produk hukum berupa Peraturan Daerah di Kabupaten Sumba Barat lebih banyak yang berkarakter “Represif” hanya sebagai alat pemaksa kepatuhan publik dalam hal melaksanakan kewajiban kepada negara bukan dalam rangka melindungan kepentingan publik. Proses penyusunan Peraturan Daerah yang tertutup dari keterlibatan publik selalu menghasilkan produk hukum yang merugikan masyarakat.
c. Kinerja DPRD Kabupaten Sumba Barat Dalam Melaksanakan Fungsi Legislasi
Belum ada standar baku mengenai ukuran kinerja DPRD dalam melaksanakan salah satu tugas dan fungsinya, yaitu fungsi legislasi,dimana legislasi itu sendiri adalah produk politik yang menjadi pilihan kebijakan dalam menentukan arah permasalahan kalau itu sudah dalam bentuk PERDA.
Menurut hasil penelitian Penulis, sejak dilantik pada bulan Agustus 2009, DPRD Kabupaten Sumba Barat periode 2009 – 2012 telah mengesahkan 40 Peraturan Daerah.Dan sejaktahun 2013 sampai saat ini DPRD Kabupaten Sumba Barat masih sedang membahas 4 (empat) Rancangan Peraturan Daerah, diantaranya:
Tabel 2.15 Nama Raperda Tahun 2013-2014 No.
NAMA RANPERDA
YANG MEMBAHAS
1.
Ranperda tentang Pemekaran Desa
PANSUS
2.
Ranperda tentang Pajak Daerah BPHTB (Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan)
PANSUS
14
Mahfud, MD, Politik Hukum Indonesia, Rajawali Pers, Jakarta 2010, hal 368
3.
Ranperda tentang RTRW
PANSUS
4.
Ranperda tentang RPJMD (Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah)
PANSUS
Sumber: Data Dokumentasi Sekretariat DPRD Kabupaten Sumba Barat
Menurut pengamatan penulis dan hasil wawancara dengan beberapa Anggota DPRD Kabupaten Sumba Barat,untuk semua Rancangan Peraturan Daerah Kabupaten Sumba Barat baik yang telah disahkan maupun yang sedang dalam proses pembahasan di DPRD Kabupaten Sumba Barat berasal dari inisiatif Pemerintah Kabupaten Sumba Barat, baru 1 (satu) yang berasal dari inisiatif DPRD Kabupaten Sumba Barat yaitu Peraturan Daerah Kabupaten Sumba Barat No. 4 Tahun 2013 Tentang Kesehatan Ibu, Bayi dan Anak (KIBA). Selain Rancangan Peraturan Daerah berasal dari inisiatif Pemerintah Kabupaten Sumba Barat. Berkaitan dengan keterlibatan masyarakat dalam pembahasan Rancangan Peraturan Daerah, menurut hasil penelitian penulis ada beberapa Rancangan Peraturan Daerah yang dalam pembahasannnya melibatkan masyarakat antara lain Peraturan Daerah No. 1 Tahun 2012 Tentang Tata Ruang Wilayah Kabupaten Sumba Barat Tahun 2012 – 2032 yang melibatkan para Tokoh Masyarakat.
Hal ini menunjukkan bahwa DPRD belum memahami dan memaknai semangat dari perubahan konstitusional yang terjadi pasca reformasi melalui amandemen UUD 1945 yang memberikan kekuasaan legislasi kepada Legislatif.Perubahan konstitusional tersebut belum mampu mendorong produktivitas DPRD Kabupaten Sumba Barat dalam menggunakan hak inisiatifnya dalam pembuatan Rancangan Peraturan Daerah.
Selain anggota DPRD Kabupaten Sumba Barat tidak mempunyai inisiatif dalam mengusulkan Rancangan Peraturan Daerah, inisiatif DPRD untuk mensosialisasikan dan melibatkan partisipasi rakyat dalam pembahasan Rancangan Peraturan Daerah juga sangat
minim, pembahasan Rancangan Peraturan Daerah mayoritas tanpa proses sosialisasi dan keterlibatan masyarakat yang kemudian berdampak pada proses pembahasan Rancangan Peraturan Daerah tanpa keterlibatan masyarakat. Proses pembahasan Rancangan Peraturan Daerah tanpa keterlibatan masyarakat menyebabkan produk Peraturan Daerah yang dihasilkan justru menimbulkan penolakan di masyarakat. Peraturan daerah yang disusun tanpa melibatkan masyarakat juga berdampak pada “ketidaksukarelaan” masyarakat dalam melaksanakan kewajibannya.Akhirnya, masyarakat melaksanakan kewajibannya hanya karena ancaman sanksi bukan karena kesadaran hukum masyarakat dan hal ini terjadi karena masyarakat tidak merasa memiliki Peraturan Daerah yang telah dibuat. Akhirnya dalam kondisi demikian antara Rakyat dan Negara tertanam benih – benih ketidakpuasan dan ketidakpercayaan (krisis kepercayaan) yang suatu saat apabila terakumulasi secara luas akan meledak dan mengahancurkan sendi – sendi kehidupan bernegara. Hal itu terjadi karena Pemerintah Kabupaten Sumba Barat lebih banyak hanya menggunakan pendekatan tirani kekuasaan dalam pembahasan Rancangan Peraturan Daerah tidak memposisikan Peraturan Daerah sebagai wujud dari “Kontrak Politik” antara rakyat dengan negara yang harus saling seimbang (Cheks and Balance).
Selain inisiatif membuat Rancangan Peraturan Daerah serta inisiatif mensosialisasikan dan melibatkan rakyat dalam pembahasan Rancangan Peraturan Daerah yang tidak dimiliki oleh DPRD Kabupaten Sumba Barat, inisiatif untuk memasukkan ide – ide pembaharuan sistem penyelenggaraan pemerintahan daerah ke dalam Rancangan Peraturan Daerah juga hampir – hampir tidak dapat kita temukan, DPRD Kabupaten Sumba Barat hanya “mengamini” saja alur kepentingan yang dimasukkan oleh Pemerintah Kabupaten Sumba Barat dalam Rancangan Peraturan Daerah yang diajukan oleh Pemerintah Kabupaten Sumba Barat tanpa ada inisiatif untuk mengisi ide – ide pembaharuan dalam Rancangan Peraturan Daerah tersebut. Sehingga
tidak mengherankan bila yang kita lihat bukan perkembangan yang mengarah pada peningkatan kualitas pelayanan publik namun jutru kemerosotan di bidang itu. Potensi – Potensi Korupsi semakin meluas dan kasus – kasus penyelewengan kekuasaan semakin bermunculan. d. Kendala – kendala Yang Mempengaruhi Produktivitas DPRD Kabupaten Sumba Barat dalam Memproduk Peraturan Daerah (Perda).
Beberapa kendala yang mempengaruhi produktivitas DPRD dalam pembuatan Rancangan Peraturan Daerah, yaitu : a. Faktor individual. 1. Kapasitas. Hal ini terkait dengan kapasitas anggota dewan yang dimaksud. Dimana dari ke 35 anggota dewan yang ada mayoritas adalah punya pemahaman dengan berlatar pendidikan hukum yang sangat minim, terlebih pembuatan produk hukum sangat membutuhkan kecermatan dan kepiawaian seseorang dalam membuat aturan yang akan diterapkan pada skala pemerintahan daerah tersebut. Dengan kemampuan yang minim tersebut dapat dilihat pada produk yang diciptakannya.Bagaimana memproduk aturan yang efektif dan mempunyaidaya efektifitas yang dapat memjawab kebutuhan masyarakat daerah menjadi hal yang sulit ditemui.
Terungkap berkaitan dengan kapasitas anggota dewan ini dalam membuat produk hukum sebagaimana disampaikan Anggota Badan Legislasi dengan mengatakan: “bahwa apa bisa mereka membuat aturan hukum, kalau sebelumnya pun ia hanya berprofesi jadi Ibu rumah tangga atau ada juga pengangguran. Bagaimana mungkin
anggota DPRD tersebut dapat menghasilkan, apalagi mempunyai inisiatif untuk membuat aturan yang betul-betul diharapkan oleh masyarakat.”15
2. Latar belakang Selain pada kapasitas, faktor latar belakang keilmuan dan latar belakang pekerjaan menjadi catatan tersendiri dalam melihat kendala DPRD Kabupaten Sumba Barat dalam melaksanakan fungsi legislasinya. Dari 35 anggota DPRD Kabupaten Sumba Barat periode 2009 – 2014 yang berlatar belakang pendidikan hukum hanya 5 orang. Tabel 2.16 Latar Pendidikan Anggota DPRD Kabupaten Sumba Barat Periode 2009-2014 No. 1. 2. 3.
Anggota DPRD berdasar latar belakang pendidikan Pendidikan setara sarjana dengan latar belakang bidang Hukum Pendidikan setara sarjana dengan latar belakang non Hukum Pendidikan dibawah sarjana
Jumlah
Prosentase
5
14 %
8
22 %
22
62 %
Sumber: Data Dokumentasi Sekretariat DPRD Kabupaten Sumba Barat
Menjadi ironi manakala lembaga yang bertugas memproduk aturan namun diisi oleh orang – orang dengan pengalaman minim dibidangnya.Tidak heran ketika aturan yang dihasilkannya banyak yang berorientasi pada pemenuhan solusi pemerintahan yang tidak sistematis.Apalagi dari ke 35 anggota DPRD tersebut ada yang belum pernah mengenyam pendidikan di perguruan tinggi.Akan terjadi pemaksaan ide ketika kekuasaan legislasi dipegangnya.
15
Anggota Badan Legislasi
3. Kemauan Kapasitas yang kurang dan latar belakang yang rendah sebetulnya bukan faktor utama kendala DPRD Kabupaten Sumba Barat dalam menjalankan kekuasaan legislasinya selama punya kemauan yang tinggi untuk belajar dan terus meng up grade diri dengan informasi yang selalu terbaru.Namun demikian harapan ini hanya tinggal harapan mana kala dengan kemampuan yang minim tersebut tidak diimbangi dengan kemauan belajar yang tinggi demi pelaksanaan tugas dan fungsinya. Dalam forum – forum penggalian aspirasi dimasyarakatpun, tidak jarang proses yang dilakukannya cenderung sangat tertutup. Dengan indikasi selalu yang dilibatkan adalah konstituen masing – masing partai. Hal ini dapat dilihat dari daftar hadir dan undangan yang dibuat serta pengakuan orang – orang yang dianggap mampu, tetapi tidak pernah dilibatkan dalam proses pengambilan keputusan.
b. Faktor Institusional. Selain faktor invidual, yang menjadi kendala bagi DPRD dalam memproduk Rancangan Peraturan Daerah adalah faktor institusional. Faktor ini meliputi,
1. Tidak adanya inisiatif membentuk Badan Legislasi Daerah (BALEGDA) Badan Legislasi Daerah yang sebenarnya telah diamanatkan oleh Undang – Undang Nomor 27 tahun 2009 tentang Susunan dan Kedudukan MPR, DPD, DPR, DPRD Propinsi dan DPRD Kabuapaten/Kota, namun hal ini belum menjadi faktor penggerak bagi munculnya produk hukum buatan DPRD yang berkualitas. BALEGDA dimaksudkan untuk melaksanakan proyeksi dalam bidang perundang – undangan yang dibuat oleh DPRD.Dengan tidak ada BALEGDA ini dipastikan pembuatan legislasi
didaerah tidak terencana, lebih berproyeksi pada hal – hal yang sifatnya jangka pendek. Perda yang dihasilkannya pun tidak cukup mampu menjangkau kejadian – kejadian yang akan datang yang akan menjadi perhatian publik luas.
Pembagian kerja yang dilakukan oleh Badan Legislasi terhadap setiap anggotanya dalam melaksanakan tugas sudah cukup baik sebenarnya.Artinya setiap anggota sudah dibebankan pekerjaan yang disesuaikan dengan kebutuhan dan usulan kebijakan daerah yang telah dimasukkan pada Badan Legislasi.Namun realita di lapangan beban pekerjaan yang diberikan kepada masing-masing anggota Badan Legislasi belum dapat dijalan dengan sempurna.Dimana masih ada anggota Badan Legislasi yang melimpahkan tugas dan beban kerja kepada anggota Badan Legislasi lainnya, disebabkan oleh alasan pribadi anggota tersebut. Fakta ini membuat ada beberapa anggota Badan Legislasi yang harus mengemban tugas yang telah diberikan kepada rekannya untuk diselesaikan. Dampaknya proses penyelesaian perumusan dan penyusunan kebijakan daerah yang akan dibahas oleh masing-masing fraksi sering terlambat. Kemudian dalam pelaksanaan tugasnya anggota Badan Legislasi sudah cukup mampu untuk saling bekerjasama dalam menyelesaikan beban tugasnya. Dimana dari setiap data dan informasi yang telah dikumpulkan akan dijadikan bahan kajian dan analisis oleh anggota Badan Legislasi dalam merumuskan kebijakan daerah. Proses perumusan kebijakan daerah yang dilakukan tentunya melalui kerjasama yang dikembangkan oleh internal Badan Legislasi. Musyarawah dalam merumuskan kebijakan daerah menjadi bentuk kerjasama yang dilakukan oleh anggota Badan Legislasi dalam merumuskan kebijakan. Selanjutnya komitmen kerja yang dimiliki anggota Badan Legislasi
sebenarnya sudah cukup baik, karena setiap anggota telah berusaha untuk dapat memiliki visi dan misi yang sama dalam mewujudkan perumusan kebijakan daerah.
2. Tidak punya data base permasalahan pemerintahan DPRD Kabupaten Sumba Barat tidak dilengkapi dengan seperangkat data base pemerintahan. Hal ini diakui sendiri oleh Ketua Fraksi PDI Perjuangan Kabupaten Sumba Barat, “jadi tidak semua data yang kami butuhkan diberikannya serta merta pada saat itu, sehingga kami harus bekerja dengan data yang minim, apalagi kalau menyangkut permasalahan yang akan dapat menurunkan reputasi dinas tersebut. Tidakjarang data tersebut dikeluarkan setelah terungkap dimedia massa”. 16
Bagaimana bisa membuat produk hukum yang berkualitas bila prasyarat untuk itu tidak terpenuhi. Produk hukum akan dihasilkan dari proses yang maksimal kalau data– data pendukungnya juga cukup untuk melaksanakan proses pembuatannya. Untuk menguji hasil tersebut cukup dengan melihat tahapan dan data pendukung yang diperlukan.
3. Budaya politik Perilaku politik DPRD yang merupakan kendala eksternal karena hal tersebut merupakan perilaku yang sudah menginstitusional di DPRD. Dengan kondisi budaya politik demikian sulit apabila ada anggota DPRD yang kemudian punya inisiasi untuk melakukan upaya – upaya politik yang terhormat menjadi tidak berdaya apa – apa.
16
ibid
Keluhan tentang budaya politik demikian banyak diungkap oleh anggota dewan yang masih punya semangat tinggi untuk terus melakukan upaya perubahan – perubahan bagi lingkungan DPRD.
Tidak jarang mereka yang punya semangat idealisme yang tinggi, kemudian harus kandas lantaran proses politik menghendaki voting untuk memutus sebuah permasalahan yang berkembang. Dancelakanya, mayoritas yang hadir dan ikut menentukan arah solusi permasalahan menjadi demikian tidak simpatik dengan pilihan – pilihan politik yang dibuatnya.
4. Pengaruh kekuatan politik (eksternal) Kekuatan politik eksternal yang paling berpengaruh atas kualitas produk legislasi DPRD adalah pasar/pemodal. Dimana peranan pasar ini dalam mengintervensi proses pembuatan hukumnya terletak pada korelasi produk hukum yang dibuat dengan warna produk hukum tersebut. Kekuatan pasar akan selalu mendorong upaya pembuatan hukum yang berpihak padanya. Pada saat – saat tertentu, pasar akan memaksakan keinginannya untuk tujuan investasi yang dijalankannya.