BAB II PEMBAHASAN 1.Pemikiran Islam Ahmad Syai’i Ma’arif Fachry Ali dan Bachiar Efendy bahwa Ahmad Syai’i memusatkan perhaiannya pada rentang pelembagaan Islam dari sudut sejarah dan peikiran dalam kaitannya dengan modernisme dan perubahan-perubahan sosial ekonomi dan poliik. Jadi di sini apa yang ingin di tekankan oleh Ahmad Syai’i Ma’arif adalah parisipasi akif Islam untuk memecahkan persoalan-persoalan umat manusia modern serta persoalan hubungan antar Islam dan bangsa Indonesi. Dasar pemikirannya ialah bahwa umat manusia di manapun pada dasarnya sama dan merupakan kewajiban umat manusia pula untuk menyelamatkannya dari krisis. Oleh karena itu pemikiran Islam Ahmad Syai’i Ma’arif telah mencapai tahap kesadaran untuk memahami keprihainan universal umat manusia perspekif Islam. Di katakan bahwa misi terpening dari pemikiran Islam Ahmad Syai’i Ma’arif ialah Islam harus berparisipasi secara akif dalam kemelut kemanusiaan. Akan tetapi parisipasi akif ini mempunyai konsekoensi-konsekoensi tertentu di dalam tubuh Islam sendiri. Maka dinamika pemikirannya terletak pada ketegangan antara misi kemanusiaan Islam yang universal dengan kondisi obyekif dalam tubuh umat Islam sendiri yang idak mendukung ke arah itu. Dalam konteks itulah Ahmad Syai’i Ma’arif mengajukan dua ipologi Islam. Pertama Islam sejarah dan kedua, Islam cita-cita. Yang dimaksudkan dengan Islam sejarah adalah Islam sebagaimana yang dii pahami dan di terjemahkan dalam konteks sejarah oleh umat Islam dalam menjawab tantangan sejarah yang serba kompleks dalam bidang sosial poliik dan kultural. Sedangkan yang di maksudkan dengan Islam cita-cita adalah Islam sebagaimana yang tersurat dan tersirat dalam Al-Quran dan Sunnah yang otenik, tetapi yang belum tentu tercermin dalam ingkah laku poliik umat Islam dalam realitas sejarah mereka.
Melalui kedua ipologi yang di ajukan Ahmad Syai’i Ma’arif di atas kita bisa lebih Berdasarkan kenyataan krisis kemanusiaan inilah dia bertanya, yang lantas melahirkan ketegangan pemikirannya antara idealisasi Islam dan kenyataan umat Islam. Di sini tampak bahwa umat Islam dan Islam seperi yang terlihat dewasa ini belum mampu di dorong ke depan untuk berparisipasi memecahkan masalah dan krisis kemanusiaan padahal jika ia mengikui pandangan Islam ideal, dia melihat peran yang seharusnya di mainkan oleh umat Islam sangatlah strategis yaitu ‘’saksi atas gerak sejarah umat manusia’’. Dasar pemikirannya tentang Islam ideal adalah Al-Quran dengan sendirinya sebagai sentral perhaian Al-Quran, manusia memiliki posisi isimewa dalam sistem kosmologi alam semesta. Posisinya yang isimewa serta tanggung jawab yang di berikan inilah yang harus mendorong manusia muslim menjadi saksi atas perjalanan sejarah dunia. Dalam konteks bertanggung jawab inilah Ahmad Syai’i Ma’arif berbicara tentang konsep ulil albab pusat dari manusia muslim yang menjadi saksi sejarah. Mereka ini di sebut oleh Ahmad Syai’i Ma’arif sebagai kelompok yang berpengetahuan, punya kebijakan dan kearifan untuk membaca fenomena alam dan masyarakat. Mereka ingin membawa masyarakat secara bijak dan arif menuju suatu cita-cita yang sepenuhnya manusiawi, tetapi dengan landasan eik transendental yang kokoh dan universal.
2.Pemikiran Islam Djohan Efendi Pergulatan pemikiran Islam Ahmad Syai’i Ma’arif idak begitu tampak pada Djohan Efendi. Kecenderungan pemikiran Islam Djohan Efendi agak terkonsentrasi pada aspek ‘’dalam’’. Dari kelembagaan Islam. Apa yang di maksudkan dengan aspek ‘’dalam’’ itu adalah aspek pemikiran teologi dan suisik Islam. Besar kemungkinan terkonsentrasikannya pemikiran Djohan Efendi pada aspek ‘’dalam’’ dari kelembagaan Islam terjadi karena adanya transformasi spiritual dalam diri Djohan Efendi. Gejala ini dapat di dekai dari pilihan-pilihan ke cenderungan Djohan Efendi terhadap ide-ide dan gagasan Iqbal dalam tulisannya tentang konsepsi manusia menurut Iqbal, Djohan Efendi memilih tema-tema yang menguak mitos tentang manusia dari gagasan Iqbal. Misalnya Djohan Efendi menguraikan intepretasi Iqbal tentang Adam yang menyataka bahwa Adam adalah mitos, bahkan Legenda. Dengan demikian Adam hanya merupakan simbol dari lahirnya era baru kemanusiaan. Obsesi pemikiran Djohan Efendi tergambar pada usahanya memperteguh posisi manusia dalam pergulatannya dengan Tuhan dan alam. Dan melalui obsesi ini pula yang mendorong Djohan Efendi untuk lebih cenderung untuk mengarikulasika pemikiran-pemikiran Islam dalam bentuk diskusi teologis ataupun suisme Islam. usahanya mendiskusikan gagasan bahwa manusia lebih menjadi partner Allah, di bandingkan dengan hanya sebagai hamba yang menyembah kepadanya. Dan untuk itulah Djohan Efendi terpanggil untuk menulis sekitar gagasan takdir, yang merupakan problema fundamental manusia dalam konsepsi agama maupun ilsafat. Lewat pembicaraannya tentang takdir ini, Djohan Efendi membuka peluang untuk membebaskan manusia dari belenggu konsepsi tentang dirinya, yang selama ini di anggap menekan. Dari segi inilah id-ide bersesuaikan dengan tradisi pemikiran tasawuf. Djohan Efendi tampak akrab dengan tasawuf,Di samping karena transformasi spiritual yang di alaminya, juga lebih karena di dorong oleh obsesinya untuk membebaskan manusia. Lewat tasawuf yang menekankan dimensi kedalaman keberagamaan, manusia di bebaskan dari belenggu abdi. Hubungan cinta antara Asyik dan sang ma’syuk melambangkan trasformasi posisi manusia dari seorang hamba yang menyembah, menjadi partner yang saling membutuhkan. Posisi manusia berhadapan dengan Tuhan menjadi relaif sejajar : antara kekasih dengan kekasih. Dalam perspekif ini pula Djohan Efendi berbicara tentang takdir . Konsep takdir yang sebelumnya menggambarkan kepasrahan manusia atas kehendak Tuhan, Justru di jadikan ajang eksperimen pemikirannya utuk menyatakan posisi manusia sebagai partner Tuhan.
Menurut Djohan Efendi manusia menjadi partner Tuhan karena di dorong oleh rasa tanggug jawab sebagai khalifah Allah. Lewat konsep faqaddaruhu, konsep tanggung jawab manusia di arahkan pada pengerian bahwa Tuhan menganugrahi daerah tertentu dalam mana dia mampu membuat kemajuan. Faqaddaruhu, di arikan oleh Djohan Efendi sebagai adanya kemampuan dan kemungkinan kreaif bagi manusia. Dari sinilah takdir bagi manusia menjadi bersifat khusus. Kekhususannya ialah bahwa hubungan manusia dengan takdir mengandung nsur ikhiari.
Please download full document at www.DOCFOC.com Thanks