BAB II MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE PAIR CHECK UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR SISWA PADA PEMBELAJARAN IPS A. Hakikat IPS 1.
Pengertian IPS Dalam dunia pengjaran, ilmu-ilmu sosial telah mengalami perkembangan
sehingga timbullah paham studi-sosial (social studies) dan di Indonesia biasa disebut Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS). Menurut Charles R. Keller (dalam Sapriya,dkk 2009 hlm.6), Suatu paduan daripada sejumlah ilmu-ilmu sosial dan ilmu lainnya yang tidak terikat oleh ketentuan disiplin/struktur ilmu tertentu melainkan baertautan dengan kegiatan-kegiatan pendidikan yang berencana dan sistematis untuk kepentingan program pengajaran sekolah dengan tujuan memperbaiki, mengembangkan, dan memajukan hubungan-hubungan kemanusiaan kemasyarakatan. Menurut kurikulum Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) 2006, IPS merupakan salah satu mata pelajaran yang diberikan mulai dari SD/MI/SLB sampai SMP/MTs/SMPLB.IPS mengkaji seperangkat isu sosial.Pada jenjang SD/MI mata pelajaran IPS memuat materi geografi, sejarah, sosiologi, dan ekonomi.Melalui mata pelajaran IPS, peserta didik diarahkan untuk dapat menjadi warga negara Indonesia yang demokrasi dan bertanggung jawab, serta warga negara yang cinta damai. Selanjutnya menurut Ahmadi (2009, hlm. 3) Ilmu Pengetahuan Sosial ilmuilmu sosial yang dipilih dan disesuaikan bagi penggunaan program pendidikan di sekolah atau bagi kelompok belajar lainnya yang sederajat.Materi dari berbagai disiplin ilmu sosial, seperti Geografi, Sejarah, Sosiologi, Ekonomi, Ilmu Politik dan Ilmu sosial lainnya, dijadikan sebagai bahan baku bagi pelaksanaan program pendidikan dan pengajaran di sekolah dasar dan menengah. Dari ketiga pendapat para ahli tersebut, dapat ditarik kesimpulan bahwa Ilmu Pengetahuan Sosial merupakan salah satu mata pelajaran yang dipelajari oleh siswa sekolah dasar dan menengah yang sederajat yang mengkaji
14
15
Seperangkatisu sosial yang memuat memuat materi geografi, sejarah, sosiologi, dan ekonomi. 2. Karakteristik Pembelajaran IPS Karakteristik merupakan suatu ciri dari sesuatu yang menjadikan sesuatu itu khas. Pembelajaran IPS pun tentunya memiliki ciri dan karakterisitik tertentu. Adapun ciri dan sifat utama dari pembelajaran IPS sebagaimana dikemukakan oleh Djahiri dalam (Sapriya,dkk 2009, hlm. 8): a. IPS berusaha mempertautkan teori ilmu dengan fakta atau sebaliknya b. Penelaahan dan pembahasan IPS tidak hanya dari satu bidang disiplin ilmu saja, melainkan berifat komperhensif (meluas/dari berbagai ilmu sosial lainnya,sehingga berbagai konsep ilmu secaraintegrasi terpadu) digunakan untuk menelaah satu masalah/tema/topik. Pendekatan seperti ini disebut juga sebagai pendekatan integrated, juga menggunakan pendekatan broadfield, multiple resources (banyak sumber). c. Mengutmakan peran aktif siswa melalui proses belajar inquiri agar siswa mampu mengmbangkan berpikir kritis, rasional, dan analitis d. Program pembelajaran disusun dengan meningkatkan dan menghubungkan bahan-bahan dari berbagai disiplin ilmu sosial dan lainnya dengan kehidupan nyata di masyarakat, pengalaman, permasalahan, kebutuhan dan memproyeksikannya kepada kehidupan di masa depan baik di lingkungan fisik/alam maupun budayanya e. IPS dihadapkan secara konsep dan kehidupan sosial yang sangat labil (mudah berubah), sehingga titik berat pembelajaran adalah terjadinya proses internalisasi secara mantap dan aktif pada diri siswa agar siswa memiliki kebiasaan dan kemahiran untuk menelaah permasalahan kehidupan nyata pada masyarakatnya f. IPS mengutamakan hal-hal, arti dan penghayatan hubungan antar manusia yang bersifat manusiawi g. Pembelajaran tidak hanya mengutamakan pengetahuan semata, juga nilai dan keterampilannya h. Berusaha untuk memuaskan setiap siswa yang berbeda-beda melalui program maupun pembelajarannya dalam arti memperhatikan minat siswa dan masalah-masalah kemasyarakatan yang dekat dengan kehidupannya i. Dalam pengembangan Program Pembelajaran senantiasa melaksanakan prinsip-prinsip, karakteristik (sifat dasar) dan pendekatan-pendekatan yang menjadi ciri IPS itu sendiri Sedangkan menurut Gunawan (2011, hlm. 35) karakteristik pembelajaran IPS berbeda dengan disiplin ilmu lain yang bersifat monolitik. Ilmu pengetahuan sosial (IPS) merupakan integrasi dari berbagai disiplin ilmu-ilmu sosial seperti sosiologi, geografi, ekonomi, politik, hukum, dan budaya. Rumusan Ilmu
16
Pengetahuan Sosial berdasarkan realitas dan fenomena sosial melalui pendekatan interdisipliner. Dari paparan berikut dapat disimpulkan bahwa IPS mempelajari hubungan dan interaksi antar manusia, IPS mempelajari fakta dan berdasarkan realitas dan fenomena sosial yang ada di masyarakat. 3. Tujuan Pembelajaran IPS Selain memiliki karakteristik atau cirri-ciri tertentu, peumbelajaran IPS juga memiliki tujuan-tujuan tertentu untuk dicapai.Menurut Sapriya (2008, hlm.10) IPS di tingkat sekolah bertujuan untuk mempersiapkan para peserta didik sebagai warga negara yang menguasai pengetahuan, keterampilan, serta sikap dan nilai. Sedangkan dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) 2006mata pelajaran IPS bertujuan agar peserta didik: 1. Mengenal konsep-konsep yang berkaitan dengan kehidupan masyarakat dan lingkungannya. 2. Memiliki kemampuan dasar untuk berpikir logis dan kritis, rasa ingin tahu, inkuiri,memecahkan masalah dan keterampilan dalam kehidupan sosial. 3. Memiliki kemampuan berkomunikasi, 4. IPS yang mempelajari closed areas yaitu masalah-masalah sosial yang pantang untuk dibicarakan di muka umum,bahannya menyangkut masalah ekonomi, politik maupun budaya agar sisbekerja sama dan berkompetisi dalam masyarakat yang majemuk, di tingkat local, nasional dan global. Selanjutnya menurut Gunawan (2011, hlm. 37) mengemukakan bahwa pembelajaran IPS bertujuan membentuk warga negara yang berkemampuan sosial dan yakin akan kehidupannya di tengah-tengah kekuatan fisik dan sosial, yang pada gilirannya akan menjadi warga negara yang baik dan bertanggungjawab, sedangkan ilmu sosial bertujuan menciptakan tenaga ahli dalan bidang ilmu sosial. Jadi dapat disimpulkan bahwa tujuan pembelajaran IPS yaitu menjadikan warga negara yang menguasai pengetahuan, keterampilan, serta sikap dan nilai.IPS mempelajari masalah-masalah sosial sehingga IPS bertjuan agar para peserta didik dapat menyelesaikan masalah-masalah sosial.
17
B. Teori-teori Belajar 1.
Teori Belajar Behaviorisme Menurut teori belajar behaviorisme, belajar adalah perubahan yang dialami
siswa dalam kemampuan dan tingkah lakunya sebagai akibat dari adanya interaksi antara stimulus dan respon.Sehingga dalam teori belajar behaviorisme ini berpandangan bahwa seseorang dianggap belajar apabila seseorang itu menunjukkan perubahan tingkah lakunya. Jadi dalam teori ini yang terpenting adalah masukan (apa yang diberikan oleh guru) berupa stimulus dan keluaran yang berupa respon (apa yang dihasilkan oleh siswa) atau dapat dikatakan hasil adalah yang terpenting dalam teori ini. 2. Teori Belajar Kognitif Menurut
Budiningsih (2004, hlm. 34) Teori belajar kognitif berbeda
dengan teori belajar behavioristik. Teori belajar kognitif lebih mementingkan proses belajar dari pada hasil belajarnya. Jadi menurut teori ini tingkahlaku seseorang ditentukan oleh persepsi serta pemahamannya tentang situasi yang berhubungan dengan tujuan belajarnya. Teori ini menekankan bahwa belajar adalah aktivitas yang melibatkan proses berpikir yang sangat kompleks, yang mana bagian-bagian dari situasi saling berhubungan dengan seluruh konteks situasi tersebut. 3. Teori Belajar Kontruktivisme Menurut teori belajar kontruktivisme ini, pengetahuan merupakan konstruksi
kognitif
seseorang
terhadap
objek,
pengalaman,
maupun
lingkungannya. Proses mengkonstruksi pengetahuan yaitu melalui interaksinya dengan objek dan lingkungannya dengan menggunakan alat indranya. Menurut Budiningsih (2004, hlm. 64) pandangan konstruktivistik yang mengungkapkan bahwa belajar merupakan usaha pemberian makna oleh siswa kepada pengalamannya melalui asimilasi dan akomodasi yang menuju pada pembentukan struktur kognitifnya, memungkinkan mengarah kepada tujuan tersebut. Pada pembelajaran konstruktivisme, pembelajaran lebih menghargai pada pemunculan ide-ide siswa serta siswa banyak belajar dan bekerja di dalam kelompok.
18
Dari ketiga teori belajar tersebut, teori yang paling mendukung pembelajaran menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe pair checkadalah teori kontruktivisme yang lebih menghargai pada pemunculan ide-ide siswa serta siswa lebih banyak belajar dalam kelompok. C. Model Pembelajaran Kooperatif Pembelajaran kooperatif dianggap sebagai suatu strategi alternatif yang mampu memberikan dampak positif bagi perkembangan siswa, baik dari aspek intelektual maupun emosionalPembelajaran kooperatif merupakan pembelajaran dimana para siswa belajar melalui kelompok-kelompok kecil untuk saling berinteraksi dan membantu satu sama lain serta dapat saling bekerja sama di dalam kelompoknya. Menurut Lie (2004, hlm. 29) mengungkapkan bahwa model pembelajaran cooperative learning tidak sama dengan sekedar belajar dalam kelompok, tetapi ada unsur dasar yang membedakannya dengan pembagian kelompok yang dilakukan dengan asal-asalan. Menurut Slavin (Asma, 2006 hlm. 11) bahwa dalam pembelajaran kooperatif siswa belajar bersama, saling menyumbang pemikiran dan bertanggung jawab terhadap pencapaian hasil belajar secara individu maupun kelompok. Menurut pendapat Lie Anita (dalamSuprijono, 2009 hlm. 56), Model pembelajaran kooperatif didasarkan pada falsafat homo homini socius yang menekankan bahwa manusia adalah makhluk sosial. Tanpa interaksi sosial, tidak akan mungkin ada kehidupan bersama. Dengan kata lain, kerjasama merupakan kebutuhan yang penting salah satunya dalam proses pembelajaran. Jadi bila dikaitkan dalam pembelajaran IPS, pembelajaran dengan menerapkan model pembelajaran kooperatif maka para siswa diharapkan dapat saling bekerja sama, saling mendiskusikan dan saling mengemukakan pendapat untuk menambah pengetahuan yang mereka kuasai saat itu. 1. Tujuan Pembelajaran Kooperatif Model pembelajaran kooperatif dikembangkan setidaknya untuk mencapai tujuan tertentu.Tujuan model pembelajaran kooperatif menurut Johnson & Johnson (dalam Trianto, 2010 hlm. 57) bahwa tujuan pokok belajar kooperatif
19
adalah memaksimalkan belajar siswa untuk peningkatan prestasi akademik dan pemahaman baik secara individu maupun secara kelompok. Selanjutnya Descamps (dalam Trianto, 2010 hlm. 57) menambahkan, karena siswa bekerja dalam suatu tim, maka dengan sendirinya dapat dapat memperbaiki hubungan diantara para siswa dari latar belakang etnis dan kemampuan, mengembangkan keterampilan-keterampilan proses dan pemecahan masalah. Sedangkan yang diungkapkan Asma (2006, hlm. 8-9) bahwa pembelajaran kooperatif bertujuan untuk pencapaian hasil belajar, penerimaan
terhadap
perbedaan individu, dan pengembangan keterampilan sosial. a.
Pencapaian Hasil Belajar Pembelajaran kooperatif dapat memberi keuntungan pada siswa yang
bekerja sama menyelesaikan tugas-tugas akademik, baik kelompok bawah maupun kelompok atas. Siswa kelompok atas akan menjadi tutor bagi siswa kelompok bawah. Dalam proses tutorial ini, siswa kelompok atas akan meningkat kemampuan akademiknya karena memberi pelayanan sebagai tutor kepada teman sebaya yang membutuhkan pemikiran lebih mendalam tentang materi pelajaran yang dianggap sulit oleh kelompok bawah b.
Penerimaan Terhadap Perbedaan Individu Pembelajaran kooperatif memberi peluang kepada siswa lain yang berbeda
latar belakang dan kondisi untuk bekerja sama saling bergantung satu sama lain dalam mengerjakan tugas bersama serta saling belajar untuk menghargai satu sama lain c. Pengembangan Keterampilan Sosial Tujuan penting ketiga dari pembelajaran kooperatif adalah untuk mengajarkan kepada siswa keterampilan kerja sama dan kolaborasi. Keterampilan ini akan sangat penting untuk dimiliki dalam kehidupan bermasyarakat. Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran kooperatif bertujuan untuk meningkatkan kinerja siswa bersama kelomponya untuk berdiskusi dalam kelompok. Memberikan peluang kepada siswa untuk bertukar pendapat satu sama lain sehingga meningkatkan interaksi antar siswa dan menumbuhkan rasa percaya diri untuk mengemukakan pendapat
20
2. Prinsip Pembelajaran Kooperatif Dalam pembelajaran kooperatif setidaknya terdapat lima prinsip yang dianut yaitu: a. Belajar siswa aktif. b. Belajar kerjasama. c. Pembelajaran partisipatorik. d. Reactive Teaching. e. Pembelajaran yang menyenangkan (Asma, 2006 hlm. 14). a.
Belajar Siswa Aktif Pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif akan
memberikan kesempatan pada siswa untuk lebih dominan melalukan aktifitas belajar. Dalam kegiatan kelompok, sangat jelas aktifitas siswa saat bekerja sama, melakukan
diskusi,
mengemukakan
ide
masing-masing
anggota
dalam
kelompoknya maupun dengan kelompok lain. b. Belajar Kerjasama Dalam kegiatan diskusi kelompok, siswa akan terlibat aktif dalam memecahkan masalah dan mengujinya bersama-sama dengan kelompoknya. Proses tersebut nantinya akan menghasilkan pengetahuan baru dan bersifat permanen dalam pemahaman masing-masing siswa. c. Pembelajaran Partisispatorik Pada saat kelompok memecahkan masalah dalam kelompok belajar, mereka melakukan pengujian-pengujian, mencobakan untuk pembuktian dari teori-teori yang sedang dibahas secara bersama-sama, kemudian mendiskusikan dengan kelompok belajar lainnya.pada saat diskusi, masing-masing kelompok mengemukakan hasil dari kerja kelompok. Dengan demikian, model pembelajaran kooperatif memberikan kesempatan siswa untuk belajar dengan melakukan sesuatu (learning by doing). d.
Reactive Teaching Motivasi siswa dapat dibangkitkan jika guru mampu menciptakan suasana
belajar yang menyenangkan dan menarik serta dapat meyakinkan siswanya akanmanfaat pelajaran tersebut untuk masa depan mereka. Apabila guru mengetahui bahwa siswanya merasa bosan, maka guru harus segera mencari cara untuk mengantisipasinya. Cara yang dapat ditempuh guru adalah a) menjadikan
21
siswa sebagai pusat kegiatan belajar, b) pembelajaran dari guru dimulai dari halhal yang diketahui siswa, c) selalu menciptakan suasana belajar yang menarik, d) mengetahui
hal-hal
yang
membuat
siswa
menjadi
bosan
dan
segera
menanggulanginya. e. Pembelajaran Yang Menyenangkan Suasana yang menyenangkan harus dimulai dari sikap dan perilaku guru di luar maupun di dalam kelas. Guru harus memiliki sikap yang ramah dengan tutur bahasa yang menyayangi siswanya. Model pembelajaran kooperatif tidak akan berjalan efektif apabila susasana belajar tidak menyenangkan. 3. Unsur-unsur Pembelajaran Kooperatif Roger dan David Johnson (dalam Lie, 2002 hlm. 31) mengatakan bahwa tidak semua kerja kelompok bisa dianggap cooperative learning. Untuk mencapai hasil yang maksimal, lima unsur model pembelajaran kooperatif harus diterapkan yaitu. a. b. c. d. e.
Saling ketergantungan positif. Tanggung jawab perseorangan. Tatap muka. Komunikasi antar anggota. Evaluasi proses kelompok.
a. Saling Ketergantungan Positif Keberhasilan dan kegagalan kelompok merupakan tanggung jawab setiap anggota kelompok, oleh karena itu sesama anggota kelompok harus merasa terikat dan saling tergantung positif.Untuk menciptakan kelompok kerja yang efektif, guru perlu menyusun tugas sedemikian rupa sehingga setiap anggota kelompok harus menyelesaikan tugasnya sendiri. b. Tanggung Jawab Perseorangan Setiap anggota kelompok bertanggung jawab untuk menguasai materi pelajaran karena keberhasilan belajar kelompok ditentukan dari seberapa besar sumbangan hasil belajar secara perorangan. Dengan demikian, siswa yang tidak melaksanakan tugasnya akan dituntut rekan sekelompoknya untuk melaksanakan tugas agar tidak menghambat yang lainnya.
22
c. Tatap Muka Setiap kelompok harus diberikan kesempatan untuk bertatap muka dan berdiskusi. Interaksi yang terjadi melalui didskusi akan memberikan keuntungan bagi semua anggota kelompok karena memanfaatkan kelebihan dan mengisi kekurangan masing-masing anggota kelompok. d.
Komunikasi Antar Anggota Keterampilan berkomunikasi antar anggota kelompok sangatlah penting
dalam setiap kegiatan diskusi berlangsung. Proses ini merupakan proses yang sangat bermanfaat dan perlu ditempuh untuk memperkaya pengalaman belajar dan pembinaan perkembangan mental dan emosional para siswa. e. Evaluasi Proses Kelompok Guru perlu menyediakan waktu khusus bagi kelompok untuk mengevaluasi proses kerja kelompok dan hasil kerja sama mereka agar selnjutnya bisa bekerja sama dengan lebih efektif. 4. Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Pair Check Salah satu tipe pembelajaran kooperatif yang dapat diterapkan dalam pembelajaran keberagaman suku bangsa dn budaya di Indonesia adalah model pembelajaran kooperatif pair check. Model ini dikembangkan oleh Spencer Kagan 1990. Tipe pair check merupakan metode pembelajaran berkelompok antara dua orang atau berpasangan yang menuntut kemandirian dan kemampuan siswa dalam menyelesaikan persoalan serta melatih tanggung jawab sosial siswa, kerja sama, dan
kemampuan
memberikan
penilaian.
Langkah-Langkah
pembelajaran
kooperatif tipepair check menurut Huda (2013, hlm. 211-212) yaitu: a. Guru menjelaskan konsep b. Siswa dibagi ke dalam beberapa tim. Setiap tim terdiri dari 4 orang. Dalam satu tim ada 2 pasangan. Setiap pasangan dalam satu tim dibebani masing-masing satu peran yang berbeda : pelatih dan partner. c. Guru memberikan soal kepada partner d. Partner menjawab soal, dan pelatih mengecek jawabannya. Partner yang menjawab satu soal dengan benar berhak mendapat kupon dari pelatih. e. Partner dan Pelatih saling bertukar peran. Pelatih menjadi Partner, dan Partner menjadi Pelatih. f. Setiap pasangan kembali ke tim awal dan mencocokkan jawaban satu sama lain.
23
g. Guru membimbing dan memberikan arahan atas jawaban dari berbagai soal. h. Setiap tim mengecek jawabannya. i. Tim yang paling banyak mendapat kupon diberi hadiah atau reward oleh guru. Adapun langkah-langkah pembelajaran kooperatif tipe pair check dalam pembelajaran keberagaman suku bangsa dan budaya di Indonesia : a. Guru menjelaskanmateri tentang keberagaman suku bangsa dan budaya di Indonesia b. Guru membagi siswa ke dalam 5 kelompok setiap anggota kelompok c. Guru memberi tugas kepada semua kelompok untuk berdikusi tentang keberagaman suku bangsa dan budaya di Indonesia dan mengidentifikasi keberagaman suku bangsa dan budaya yang ada di Indonesia melalui media lingkaran budaya b. Setelah semua kelompok selesai mempresentasikan hasil diskusi tentang identifikasi keberagaman suku bangsa dan budaya melalui lingkaran budaya yang didapat, siswa kembali duduk bersama kelompoknya dan diberi tugas oleh guru untung membentuk dua pasangan dalam satu kelompok c. Setelah terbentuk dua pasangan dalam satu kelompok, siswa yang mendapat tugas sebagai pelatih harus memberikan soal kepada partner nya untuk dijawab, setelah partner menjawab, pelatih mengecek jawaban dari partner apakah salah atau benar. Apabila benar, partner diberikan kupon oleh pelatih.Karena ada 5 soal, maka apabila partner menjawab semua soal yang diberikan oleh pelatih dengan benar, maka partnerakan mendapat 5 kupon. d. Setelah pelatih telah selesai memberikan 5 soal kepada partner, yang tadinya bertugas sebagai pelatih bergantian menjadi partner begitupun sebaliknya dengan peraturan yang sama seperti sebelumnya dan tentu nya dengan soal yang berbeda. e. Setelah selesai, kedua pasangan bertemu kembali dalam satu kelompok dan mencocokan jawaban dari pertanyaan-pertanyaan yang telah di jawab. f. Kelompok yang mendapat kupon paling banyak diberikan penghargaan oleh guru.
24
g. Guru menceritakan kasus tentang batik yang diakui oleh Malaysia. Kemudian menanyakan tanggapan siswa terhadap kasus tersebut h. Siswa menjawab beragam, kemudian guru menjelakan tentang bagaimana cara menghargai keberagaman suku bangsa dan budaya yang dimiliki Indonesia.
D. Media Pembelajaran 1. Pengertian Media Pembelajaran Media merupakan pengantar, atau bisa disebut juga perantara. Dalam bahasa Arab, media berarti pengantar.Media diistilahkan sebagai mediator yang menunjukkan fungsi dan peanannya, yaitu mengatur hubungan yang efektif antara dua pihak utama dalam proses belajar. Menurut Heinich, dkk (dalam Arsyad hlm. 3) Medium diartikan sebagai perantara yang mengantarkan informasi antara sumber dan penerima. Menurut Briggs (dalam Susilana, 2008 hlm. 6) menyatakan menyatakan bahwa, media adalah sarana fisik untuk menyampaikan isi/materi pembelajaran seperti buku, film, video, slide, dan sebagainya. Selanjutnya Miarso (dalam Susilana, 2008 hlm. 6) menyatakan bahwa media adalah segala sesuatu yang dapat digunakan untuk menyalurkan pesan yang dapat cerangsang pikiran, perasaan, perhatian, dan kemauan siswa untuk belajar.Media pembelajaran yang dimaksud Miarso adalah penyalur pesan yaitu guru kepada siswa sehingga dapat merangsang kemauan siswa untuk belajar. Berdasarkan pengertian-pengertian di atas dapat di tarik kesimpulan media pembelajaran merupakan sarana fisik yang digunakan untuk menyalurkan pesan/materi pembelajaran yang dapat merangsang kemauan siswa untuk belajar.Media tersebut dapat berupa buku, film, video, slide, dsb. 2. Klasifikasi Media Pembelajaran Media pembelajaran yang digunakan dalam pembelajaran dapat berupa gambar, video, slide, audio,dll. Menurut Wibawa dan Mukti (1991, hlm. 25-54) mengklasifikasikan media pembelajaran ke dalam lima jenis media diantaranya: a. media audio b. media grafis c. media visual
25
d. media audio visual e. media serbaneka a. Media audio Media audio berfungsi memberi pesan audio dari sumber ke penerima pesan. Pesan yang disampaikan dituangkan dalam lambing-lambang auditif, non verbal maupun kombinasinya. Media audio berkaitan erat dengan indera pendengal nyaaran. Ada beberapa jenis media yang dapat kita kelompokkan dalam media audio antara lain radio, piringan audio, pita audio, tape recorder, phonograph,telepon, laboratorium bahasa, public address system, dan rekaman tulisan jauh. b. Media grafis Grafis merupakan media pengajaran yang paling mudah ditemui dan banyak digunakan. Sebagian hal nya media lain, media grafis berfungsi untuk menyalurkan pesan dari sumber ke penerima pesan. Media grafis banyak jenisnya beberapa diantaranya yang dimanfaatkan dalam proses belajar mengajar adalah grafik, bagan, diagram, sketsa, poster, gambar kartun, peta, dan globe. c. Media visual Media visual dibagi me.njadi dua yaitu (1) media visual diam dan (2) media
visual
gerak.
Jenis-jenis
media
yang
dapat
digolongkan
atau
diklasifikasikan ke dalam media visual diam antara lain foto, ilustrasi, flash card, gambar pilihan dan potongan gambar, film bingkai, film rangkai, tranasparansi, proyektor tak tembus pandang, mikrofis, overhead proyektor, stereo proyektor, mikro proyektor, dan tachitoscopesserta grafik, bagan, gambar kartun, peta, globe. Sedang media visual gerak meliputi gambar-gambar proyeksi bergerak seperti film bisu dan sebagainya. d. Media proyeksi diam Dalam media proyeksi diam gambar yang mengandung pesan yang akan disampaikan ke penerima harus diproyeksikan terlebih dahulu dengan proyektor agar dapat dilihat oleh penerima pesan. Adakalanya media ini hanya visual sifatnya, tapi ada pula yang disertai rekaman audio.
26
e. Media audio visual Media audio visual memiliki kemampuan untuk dapat mengatasi kekurangan dari media audio atau media visual semata. Misalnya film bingkai dan film rangkai yang dilengkapi dengan suara. Media visual dapat digunakan untuk menyampaikan pesan yang rumit. f. Media serbaneka Realita atau benda sebenarnya misalnya, mempunyai karakteristik yang sangat berbeda dengan ketiga media sebelumnya (audio, visual, dan audio visual). Media serbaneka dibagi menjadi dua jenis yaitu papan tulis dan media tiga dimensi. 3. Kriteria Pemilihan Media Pembelajaran Menurut Ely (dalam Sudin dan Saptani 2011, hlm. 42) menyatakan bahwa pemilihan media pembelajaran seyogyanya tidak terlepas dari konteksnya bahwa media merupakan komponen sistem pembelajaran secara keseluruhan. Sedangkan menurut Dick dan Carey (dalam Sudin hlm. 23) ada empat factor lagi yang perlu dipertimbangkan dalam pemilihan media. Pertama adalah ketersediaan sumber setempat, kedua adalah apakah yang membeli atau memproduksi sendiri tersebut ada dana, tenaga dan fasilitasnya, ketiga adalah factor yan menyangkut keluesan, kepraktisan, dan ketahanan media yang bersangkutan untuk waktu yang lama. Faktor yang terakhir adalah efektifitas biayanya, dalam jangka waktu yang panjang. Berdasarkan kriteria pemilihan media diatas jelas menyatakan bahwa dalam pemilihan media pembelajaran harus memperhatikan hal-hal sebagai berikut: pertama, dalam pemilihan media hendaknya sesuai dengan tujuan. Misalnya dalam pembelajaran IPS tujuannya mengenal keberagaman suku bangsa dan budaya di Indonesia, maka media pembelajaran yang digunakan bisa membantu siswa dalam mengenal keberagaman suku bangsa dan budaya di Indonesia. Kedua, pemilihan media sesuai dengan materi pembelajaran.Media yang digunakan hendaknya sesuai dengan materi. Ketiga, pemilihan media harus sesuai dengan teori yaitu guru dalam memilih media bukan berdasarkan kesukaan guru tersebut tetapi media harus sebagai bagian integral dari keseluruhan proses pembelajaran. Keempat, dalam kriteria ini media yang digunakan hendaknya
27
harus lebih menyesuaikan dengan keadaan siswa yang ada. Kelima, media yang tidak sesuai dengan kondisi lingkungan, fasilitas pendukung, dan waktu yang tersedia tidak akan berjalan dengan efektif, harus lebih menyesuaikan dengan keadaan sekolah tersebut. 4. Media Lingkaran Budaya Media ”lingkaran budaya” merupakan media pembelajaran yang dapat digunakan guru untuk menyampaikan materi keberagaman suku bangsa dan budaya di Indonesia. Media ini terbuat dari kertas karton berwarna hijau. Dalam lingkaran hijau yang terbuat dari kertas karton tadi, di tengah lingkaran dituliskan nama provinsi dan suku bangsanya, kemudian di peinggir-pinggir lingkaran ditempelkan gambar-gambar rumah adat, pakaian adat dan tarian sesuai dengan provinsi yang dituliskan di tengah lingkaran tadi. Ada 5 lingkaran budaya yang dibuat oleh peneliti, yaitu lingkaran budaya provinsi Jawa Barat, Sumatera Barat, Kalimantan Tengah, Sulawesi Utara, Irian Jaya. Media lingkaran budaya ini dapat digunakan oleh guru agar mengurangi verbalisme dalam pembelajaran serta lebih menarik minat siswa mempelajari materi keberagaman suku bangsa dan budaya di Indonesia. E. Materi Keberagaman Suku Bangsa dan Budaya di Indonesia Keberagaman adalah suatu kondisi dalam masyarakat dimana terdapat perbedaan-perbedaan dalam berbagai bidang terutama suku bangsan ras, agama, ideology, budaya (masyarakat yang majemuk). Indonesia merupakan negara yang berbentuk kepulauan.Terdapat sekitar 13.000 pulau yang tersebar di seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia.Hal ini mendasari terbentuknya beragam budaya yang berkembang di negara kita.Adanya keberagaman budaya ini disebabkan karena beberapa faktor, seperti suku bangsa beserta adat istiadat yang menjadi identitasnya, agama, bahasa, dan adanya si kaya dan si miskin.Oleh karena itu Negara Indonesia memiliki keragaman suku bangsa dan budaya. Suku Bangsa merupakan suatu golongan manusia yang anggotaanggotanya mengidentifikasikan dirinya dengan sesamanya, biasanya berdasarkan garis keturunan yang dianggap sama. Identitas suku ditandai oleh pengakuan dari orang lain akan ciri khas kelompok tersebut seperti kesamaan budaya, bahasa
28
agama, perilaku, dan ciri-ciri biologis.Negara Indonesia memiliki beragam Suku Bangsa dari sabang sampai merauke diantaranya yaitu Beberapa suku bangsa di Indoensia berdasarkan asal daerah tempat tinggal antara lain di Pulau Sumatera terdapat suku Aceh, Gayo Alas, Batak, Minangkabau, Melayu. Di Pulau Jawa terdapat suku Jawa, Sunda, Baduy, Samin, sedangkan di Kalimantan terdapat suku Dayak.Sulawesi
merupakan
asal
suku
Bugis,
Manado,
Gorontalo,
Makasar.Kawasan Maluku terdapat suku Ambon, Sangir Talaud, Ternate. Kawasan Bali dan Nusa Tenggara antara lain suku Bali, Lombok, Bima, dan Timor. Sedangkan di Papua terdapat suku Asmat, Dani. Keberagaman suku bangsa inilah yang menjadikan banyak pula budaya yang dimiliki Negara Indonesia. Kebudayaan berasal dari bahasa latin “Colore” yang artinya mengolah, mengerjakan, mengembangkan, terutama mengolah tanah dan bertani. Ditinjau dari sudut Bahasa Indonesia, kebudayaan berasal dari bahasa Sansekerta “Budhayah” yang artimya bentuk jamak hasil dari budhi yang berarti budi atau akal. MenurutAhmadi (2003, hlm. 50)kebudayaan adalah hasil budi atau akal manusia untuk mencapai kesempurnaan hidup.Indonesia memiliki kebudayaan yang berbeda di setiap daerah seperti rumah adat, tarian adat, pakaian adat, nyanyian adat, senjata tradisional dan makanan khas. Adapun kebudayaan-kebudayaan dari berbagai provinsi yang ada di Indonesia adalah sebagai berikut: 1. Jawa Barat : a. Rumah adat : kaspuhan b. Tarian tradisional : tari merak c. Makanan khas : dodol d. Pakaian adat : pakaian adat tradisional kebaya e. Senjata tradisional : kujang f. Lagu daerah : bubuy bulan 2. Sulawesi Utara : a. Rumah adat : rumah pewaris b. Tarian tradisional : tari mahambak c. Makanan khas : tinutuan d. Pakaian adat : pakaian adat tradisional sulwesi utara e. Senjata tradisional : Keris f. Lagu daerah : O’Inani Keke 3. Sumatera barat : a. Rumah adat : rumah gadang b. Tarian tradisional : tari piring c. Makanan khas : rendang
29
d. Pakaian adat e. Senjata rradsional f. Lagu daerah 4. Kalimantan tengah : a. Rumah adat b. Tarian tradisional c. Makanan khas d. Pakaian adat e. Senjata rradsional f. Lagu daerah 5. Papua : a. Rumah adat b. Tarian tradisional c. Makanan khas d. Pakaian adat e. Senjata rradsional f. Lagu daerah
: pakaian ulos : karih : anak daro : rumah bentang : tari tambun : sambal goring hati : pakaian adat kalteng : mandau : kalayar : rumah honai : tari selamat datang : pepeda : pakaian adat ewer : panah : Yamke Rambe Yamko
Cara menjaga dan melestarikan kebudayaan : -
Mencitai produk dalam negeri Mengikuti karnaval budaya Mengikuti ekstrakulikuler seni yang ada di sekolah
F. Hasil Penelitian yang Relevan Yantiani, (2013) melakukan penelitian yang berjudul “Pembelajaran Kooperatif Pair Check Berpengaruh Terhadap Hasil Belajar Materi Bangun Ruang Dan Bangun Datar Siswa Kelas Iv Gugus Iv Semarapura”. Penelitian ini bertujuan mendapatkan gambaran yang objektif tentang perbedaan hasil belajar bangun ruang dan bangun datar antara siswa yang mengikuti model pembelajaran kooperatif tipe
pair
checkdengan siswa
yang mengikuti
pembelajaran
konvensional siswa kelas IV Sekolah Dasar Gugus IV Semarapura. Penelitian inidilaksanakan dengan menggunakan desain penelitian Perbandingan Grup Statis. Subjek penelitian ini adalah siswa kelas IV SD Negeri 1 Semarapura Tengah sebanyak 52 orang dan SD Negeri 1 Semarapura Klod sebanyak 50 orang. Pengumpulan data dilakukan dengan metode tes dan wawancara. Data yang dikumpulkan adalah data hasil belajar yang dianalisis dengan menggunakan tehnik analisis deksriptif kuantitatif uji-t. Hasil penelitian menunjukkan terdapat perbedaan yang signifikan hasil belajar siswa yang mengikuti model pembelajaran kooperatif tipe pair check dengan siswa yang mengikuti pembelajaran
30
konvensional. Hal tersebut dibuktikan dengan hasil uji-t yakni diperoleh \nilai thitung sebesar 9,11 dan ttabel sebesar 2,021 sehingga thitung ≥ ttabel. Pada tes hasil belajar materi bangun ruang dan bangun datar juga terdapat perbedaan perolehan rerata yaitu 85,43 untuk kelompok eksperimen dan 58,40 untuk kelompok kontrol.Relevansi dengan penelitian yang akan peneliti lakukan adalah penggunaan model pembelajaran kooperatif tipe pair check. Selanjutnya Linuwih, S. (2012) melakukan penelitian dengan judul “Penerapan
Model
Pembelajaran
Kooperatif
Tipe
Pair
CheckPemecahan Masalah Untuk Meningkatkan Social Skill Siswa. Penelitian ini bertujuan penelitian tindakan kelas ini untuk mengetahui pengaruh proses pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe pair checks pemecahan masalah terhadap peningkatan social skill siswa.
Penelitian ini menggunakan metode Penelitian
Tindakan Kelas (PTK).Sumber data dalam penelitian ini siswa siswi kelas VIII SMP Negeri 2 Wangon Banyumas. Dari hasil analisis yang diperoleh pada Siklus I 42,42% siswa memilikisocial skillyangmasih kurang dan 57,5% siswa sudah memiliki social skill yang baik. Pada Siklus II 36,36% siswa social skilnya masih kurang dan 63,64% siswa sudah memiliki social skill yang baik. Hasil yang diperoleh belum memenuhi kriteria ketuntasan yaitu 75%.Relevansi dengan penelitian yang akan peneliti lakukan adalah penggunaan model pembelajaran kooperatif tipe pair check. Utami,
S. melakukan penelitian dengan judul Meningkatkan Hasil Belajar
Bahasa Indonesia menggunakan Model Kooperatif Pair Check Siswa Kelas V SDN Ngawen II, Kecamatan Margorejo, Kabupaten Pati Semester I Tahun 2013 / 2014.
Tujuan penelitianini
adalah untuk mengetahui pengaruh penggunaan model
Kooperatif Pair Check pada mata pelajaran Bahasa Indonesia pokok bahasan memahami penjelasan nara sumber dan cerita rakyat secara lisan kelas V SDN Ngawen 02 Kecamatan Margorejo Kabupaten Pati tahun 2013/2014.Penelitian
ini
merupakan penelitian tindakan kelas (PTK).Model PTK yang digunakan adalah model spiral dari Kemmis, S. dan Mc Taggart, R yang dilaksanakan melalui 2 siklus, yang masing-masing siklus terdiri dari perencanaan tindakan, pelaksanaan tindakan dan pengamatan, serta refleksi. Setiap siklus dilaksanakan 2 kali pertemuan 2 jam pelajaran. siswa kelas 5 SDN Ngawen 02 Pati yang berjumlah 21
31
siswa. Variabel penelitian ini menggunakan dua variabel yaitu model pembelajaran kooperatif pair check dan hasil belajar Bahasa Indonesia. Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah tes dan non tes.Adapun instrumen penelitian menggunakan lembar pengamatan unjuk kerja, LKS dan butir soal tes. Teknik analisis data yang digunakan adalah teknik analisis deskriptif komparatif yaitu perbandingan antar siklus dengan menggunakan tabel distribusi frekuensi, diagram lingkaran dan perhitungan persentase Dari hasil penelitian ini menunjukkan adanya peningkatan hasil belajar dapat dilihat adanya peningkatan jumlah siswa yang tuntas dari jumlah siswa 21 dalam mata pelajaran Bahasa Indonesia, terbukti untuk klasifikasi tuntas, sebelum diadakan tindakan yang tuntas hanya 4 siswa dan 16 siswa belum tuntas. Setelah dilaksanakan siklus I dan siklus II, jumlah siswa yang tuntas sebanyak 18 siswa atau 85%.Hal ini membuktikan bahwa pembelajaran menggunakan Model pembelajaran Kooperatif Pair Check pada pelajaran Bahasa Indonesia dapat meningkatkan hasil belajar siswa. Pada tahap klasifikasi siswa yang tidak tuntas, sebelum diadakan tindakan terdapat 15 siswa yang belum dan jumlah siswa Kelas 5 sebanyak 21 siswa , dan pada siklus I dan siklus II keseluruhan siswa mengalami ketuntasan belajar 85%, hal ini dipengaruhi adanya pembelajaran dengan Model pembelajaran Kooperatif Pair Check siswa lebih tertarik, tidak membosankan karena terjadi komunikasi dan interaksi yang baik sehingga siswa akan selalu memperhatikan apa yang diajarkan guru. Relevansi dengan penelitian yang akan peneliti lakukan adalah penggunaan model pembelajaran kooperatif tipe pair check. G. Hipotesis Tindakan Jika model pembelajaran kooperatif tipe pair check digunakan pada materi keberagaman suku bangsa dan budaya di Indonesia maka hasil belajar siswa kelas V SDN Malahayu III Kecamatan Banjarharjo akan meningkat.
32