22
BAB II METODE KETELADANAN DAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
A. Metode Keteladanan 1. Pengertian Metode Keteladanan Pengertian metode secara etimologi, berasal dari 2 kata, yaitu meta dan hodos. Meta berarti “melalui” dan hodos berarti “jalan” atau “cara”. Menurut Ahmad Husain al-liqany sebagaimana dikutip oleh ramayulis, metode adalah “langkah-langkah yang diambil pendidik guna membantu para peserta didik merealisasikan tujuan tertentu”. Dalam bahasa arab dikenal dengan istilah thoriqah yang berarti langkah-langkah strategis yang harus dipersiapkan untuk melakukan suatu pekerjaan. Bila dihubungkan dengan pendidikan, maka langkah tersebut harus diwujudkan dalam proses pendidikan dalam rangka pembentukan kepribadian, dengan demikian dapat dipahami bahwa metode merupakan cara atau jalan yang harus dilakukan untuk mencapai suatu tujuan.1 Keteladanan dalam bahasa Arab di ungkapkan dengan kata “uswah” dan “qudwah”. Pengertian yang diberikan oleh Al-Ashfahany sebagaimana dikutip oleh Armai Arief, bahwa menurut beliau “al-uswah” dan “al-iswah” sebagaimana kata “al-qudwah” dan “al-qidwah” berarti suatu keadaan ketika seorang manusia mengikuti manusia lain. Apakah dalam kebaikan, kejelekan, kejahatan, atau kemurtadan. Senada dengan
1
Ramayulis, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Kalam Mulia, 2002), Cet. Ke-3, hlm.149.
22
23
Al-Ashfahany, Ibn Zakaria mendefinisikan, bahwa “uswah” berarti “qudwah” yang artinya ikutan, mengikuti, yang diikuti. Dengan demikian keteladanan adalah hal-hal yang dapat ditiru atau dicontoh oleh seseorang dari orang lain. Namun keteladanan yang dimaksud disini adalah keteladanan yang dapat dijadikan sebagai alat pendidik Islam, yaitu keteladanan yang baik.2 Dari pemaparan diatas dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud dengan metode keteladanan adalah suatu metode pendidikan dengan cara memberikan contoh yang baik kepada para peserta didik, baik dalam ucapan maupun perbuatan. Metode keteladanan ini digunakan untuk mewujudkan tujuan pengajaran dengan memberi keteladanan yang baik pada siswa agar dapat berkembang fisik, mental dan kepribadian secara benar.3
2. Landasan Teori Metode Keteladanan Sebagai pendidik yang bersumber pada Al-Qur’ an dan Sunnah Rasulullah, metode keteladanan tentunya didasarkan kepada kedua sumber tersebut. Dalam Al-Qur’ an “keteladanan” diistilahkan dengan kata Uswah, kata ini terulang sebanyak tiga kali dalam dua surat, yaitu:
.......ُﻟَﻘَ ْﺪ َﻛﺎنَ ﻟَ ُﻜ ْﻢ أُﺳ َْﻮةٌ َﺣ َﺴﻨَﺔٌ ﻓِﻲ إِﺑ َْﺮا ِھﯿ َﻢ َواﻟﱠ ِﺬﯾﻦَ َﻣ َﻌﮫ
2
Armai Arief, Pengantar Ilmu dan Metodelogi Pendidikan Islam, (Jakarta: Ciputar Pers, 2002), Cet. 1, hlm. 117. 3 Zaenal Mustakim, Strategi & Metode Pembelajaran, (Pekalongan: STAIN Pekalongan Press, 2009), Cet. I, hlm. 119.
24
Artinya: “Sesungguhnya telah ada suri teladan yang baik bagimu pada ibrahim dan orang-orang yang baik bersama dia....” (QS. Al-Mumtahana {60}: 4)
ﻟَﻘَ ْﺪ َﻛﺎنَ ﻟَ ُﻜ ْﻢ ﻓِﯿ ِﮭ ْﻢ أُﺳ َْﻮةٌ َﺣ َﺴﻨَﺔٌ ﻟِ َﻤ ْﻦ َﻛﺎنَ ﯾَﺮْ ﺟُﻮ ﱠ اﻵﺧ َﺮ َو َﻣ ْﻦ ﯾَﺘ ََﻮ ﱠل ِ ﷲَ َو ْاﻟﯿَﻮْ َم ﻓَﺈ ِ ﱠن ﱠ (٦) ﷲَ ھُ َﻮ ْاﻟ َﻐﻨِ ﱡﻲ ْاﻟ َﺤ ِﻤﯿ ُﺪ Artinya: “Sesungguhnya pada mereka itu (Ibrahim dan Umatnya) ada teladan yang baik bagimu; (yaitu) bagi orang yang mengharap (pahala) allah dan (keselamatan pada) hari kemudian. Dan barang siapa berpaling, maka sesungguhnya Allah, dialah yang maha kaya lagi maha terpuji.” (QS. AlMumtahana {60}: 6)
ُﻮل ﷲِ أُﺳ َْﻮةٌ َﺣ َﺴﻨَﺔٌ ﻟِ َﻤ ْﻦ َﻛﺎنَ ﯾَﺮْ ﺟُﻮ ﱠ َﷲَ َو ْاﻟﯿَﻮْ َم ْاﻵ ِﺧ َﺮ َو َذ َﻛ َﺮا ﷲ ِ ﻟَﻘَ ْﺪ َﻛﺎنَ ﻟَ ُﻜ ْﻢ ﻓِﻲ َرﺳ َﻛﺜِﯿﺮًا Artinya : “Dan sesungguhnya pada diri Rasulullah itu adalah tauladan yang baik bagi orang yang mengharapkan (bertemu dengan) Allah dan hari kemudian dan yang mengingat Allah sebanyak-banyaknya”. (QS. Al-Ahzab {33}: 21).4
4
Armai Arief, Op, Cit,. hlm.119.
25
3. Bentuk-bentuk Keteladanan Contoh bentuk metode keteladanan yaitu: a. Keteladanan disengaja Peneladanan kadang kala diupayakan dengan cara disengaja, yaitu pendidikan sengaja dengan cara memberi contoh yang baik kepada para peserta didiknya supaya dapat menirunya. b. Keteladanan tidak disengaja Dalam hal ini, pendidik tampil sebagai figur yang dapat memberikan contoh-contoh yang baik dalam kehidupan sehari-hari. Bentuk pendidikan semacam ini keberhasilan banyak bergantung kepada kualitas kesungguhan realitas karakteristik pendidikan yang diteladani, seperti kualitas keilmuan, kepemimpinan, keikhlasannya, dan lain sebagainya.5
4. Faktor Pendukung dan Penghambat Metode Keteladanan Faktor pendukung dan penghambat metode keteladanan atau bisa disebut juga kelebihan dan kekurangan metode keteladanan. a. Kelebihan Diantara keuntungan metode keteladan adalah : a) Akan memudahkan anak didik dalam menerapkan ilmu yang dipelajarinya disekolah. b) Akan memudahkan guru dalam mengevaluasi hasil belajar.
5
Heri Jauhari, Fikih Pendidikan, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2005), hlm. 224.
26
c) Agar tujuan pendidikan lebih terarah dan tercapai dengan baik. d) Bila keteladanan dalam lingkungan sekolah, keluarga, dan masyarakat baik, maka akan tercipta situasi yang baik. e) Tercipta hubungan harmonis antara guru dan siswa. f) Secara tidak langsung guru dapat menerapkan ilmu yang diajarkannya g) Mendorong guru untuk selalu berbuat baik karena akan dicontoh oleh siswanya. b. Kekurangan Adapun kelemahan dari metode keteladanan adalah: a) Jika figur yang mereka contoh tidak baik, maka mereka cenderung untuk mengikuti tidak baik. b) Jika teori tanpa praktek akan menimbulkan verbalisme.6 c) Adanya guru yang tidak memenuhi kode etika keguruan. d) Guru tidak mencerminkan sikap metalitas dan moralitasnya dihadapan siswa, sehingga anak didik cenderung bersikap apatis, tidak menunjukkan motivasi belajar, dan cenderung berlawanan dengan tata tertib sekolah. 7
6 7
Armi Arief, Op, Cit,. hlm. 123. Zaenal Mustakim, Op, Cit., hlm. 119.
27
B. Pendidikan Agama Islam 1. Pengertian Pendidikan Agama Islam Pendidikan Agama Islam merupakan salah satu subjek pelajaran yang diberikan kepada siswa dalam rangka untuk mengembangkan keberagaman Islam mereka. Ia merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari kurikulum suatu sekolah sehingga merupakan alat untuk mencapai salah satu aspek tujuan sekolah yang bersangkutan.8 Sedangkan menurut para ahli mendefinisikan Pendidikan Agama Islam adalah sebagai berikut: a. Muhaimin mendifinisikan bahwa Pendidikan Agama Islam adalah usaha sadar untuk menyiapkan siswa dalam meyakini, memahami, menghayati, dan mengamalkan Agama Islam melalui kegiatan bimbingan, pengajaran dan latihan dalam memperhatikan tuntutan untuk menghormati Agama lain dalam hubungan kerukunan antar umat beragama dalam masyarakat untuk mewujudkan persatuan nasional.9 Muhaimin juga mendefinisikan bahwa Pendidikan Agama Islam merupakan salah satu bagian dari Pendidikan Islam yang mengartikan bahwa Pendidikan Islam merupakan sistem pendidikan yang
8
Ibnu Hajar, Pendekatan Keberagaman dalam Pemilihan Metode Pengajar Agama Islam, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2002), hlm. 19. 9 Muhaimin Paradigma Pendidikan Islam Upaya Mengefektifkan Pendidikan Agama Islam di Sekolah, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2002), hlm. 75-76.
28
diselenggarakan atau didirikan dengan niat untuk mengejawantahkan ajaran-ajaran dan nilai Islam dalam kegiatan Pendidikannnya.10 b. Achmadi mendefinisikan bahwa Pendidikan Agama Islam adalah usaha yang lebih khusus ditekankan untuk mengembangkan fitrah keberagaman (relegiousistas) subyek didik agar lebih mampu memahami, menghayati dan mengamalkan ajaran-ajaran Islam.11 c. Zuhairini, dkk mendefinisikan Pendidikan Agama Islam adalah usaha secara sistematis dan berencana dalam membentuk anak didik supaya mereka sesuai dengan ajaran Islam.12 Berdasarkan definisi tersebut maka dapat disimpulkan bahwa Pendidikan Agama Islam adalah usaha sadar untuk menyiapkan siswa yang ditekankan untuk mengembangkan fitrah keberagaman agar siswa lebih mampu meyakini, memahami, menghayati dan mengamalkan Agama Islam melalui
kegiatan
bimbingan,
pengajaran,
dan
latihan
dalam
memperhatikan tuntutan untuk menghormati agama lain dalam hubungan kerukunan antar umat beragama dalam masyarakat untuk mewujudkan persatuan nasional.
10
Muhaimin, Pengembangan Kurikulum Pendidikan Agama Islam di Sekolah Madrasah dan Perguruan Tinggi, (Jakarta: PT Grafindo Persada, 2010), hlm. 8. 11 Ahmadi, Ideologi Pendidikan Islam Paradigma Huamnisme Teosentris, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2005), hlm. 29. 12 Zuhairini, dkk, Metodik Khusus Pendidikan Agama Islam, (Surabaya: Usaha Nasional, 1998), hlm. 27.
29
2. Dasar Pendidikan Agama Islam Sebagai aktivitas yang bergerak dalam proses pembinaan kepribadian muslim, maka Pendidikan Agama Islam memerlukan asas atau dasar yang dijadikan landasan kerja. Dengan dasar ini akan memberikan arah bagi pelaksanaan pendidikan yang telah diprogramkan.13 Dasar adalah
landasan
tempat
berpijak
atau
tempatnya
sesuatu
agar
sesuatutersebut tegak, kokoh berdiri.14 Jadi dasar Pendidikan Agama Islam adalah landasan yang dijadikan pedoman dalam Pendidikan Agama Islam. Dasar yang menjadi Pendidikan Agama Islam itu harus merupakan sumber dari kebenaran dan kekuatan yang dapat menghantarkan pada aktivitas yang dicita-citakan. Nilai
yang
terkandung
harus
mencerminkan
nilai
yang
dapat
dikonsumsikan untuk keseluruhan aspek kehidupan.15 Sedangkan menurut Hasan Langgulung, dasar Pendidikan Islam merupakan landasan operasional yang dijadikan untuk merealisasikan dasar ideal atau sumber Pendidikan Islam. Dasar operasional Pendidikan Islam terdapat enam macam, yaitu: 1. Dasar Historis Dasar historis adalah dasar yang berorientasi pada pengalaman pendidikan masa lalu, baik dalam bentuk undang-undang maupun peraturan-peraturan, agar kebijakan yang ditempuh masa kini akan 13
Samsul Nizar, Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta: Ciputat Press, 2002), hlm. 34. Nur Uhbiyati, Ilmu Pendidikan Islam, (Bandung: CV Pustaka Setia, 1998), hlm. 19. 15 Muhaimin dan Abdul Mujid, Pemikiran Pendidikan Islam, (Bandung: Trigenda Karya, 1993), hlm. 144. 14
30
lebih baik. Dasar ini juga dapat dijadikan acuan untuk memprediksi masa depan, karena dasar ini memberi data input tentang kelebihan dan kekurangan kebijakan serta maju mundurnya prestasi pendidikan yang telah ditempuh. 2. Dasar Sosiologis Dasar sosiologis adalah dasar yang memberikan dasar kerangka sosiobudaya,
yang mana dengan sosiobudaya itu pendidikan
dilaksanakan. Dasar ini juga berfungsi sebagai tolak ukur dalam prestasi belajar artinya, tinggi rendahnya suatu pendidikan dapat diukur dari tingkat relevansi output pendidikan dengan kebutuhan dan keinginan masyarakat. Pendidikan yang baik adalah pendidikan yang tidak kehilangan konteks atau tercerabut dari akar masyarakatnya. Prestasi pendidikan hampir tidak berguna jika prestasi itu merusak tatanan masyarakat. Demikian juga, masyarakat yang baik akan menyelenggarakan pendidikan yang baik pula. 3. Dasar Ekonomi Dasar ekonomi adalah dasar yang memberikan perspektif tentang potensi-potensi finansial, menggali dan mengatur sumbersumber serta tanggung jawab terhadap rencana dan anggaran pembelanjaannya. Oleh karena itu pendidikan dianggap sebagai sesuatu
yang
luhur,
maka
sumber-sumber
finansial
dalam
menghidupkan pendidikan harus bersih, suci, dan tidak tercampur
31
dengan harta benda yang syubhat. Ekonomi yang kotor akan menjadikan ketidak berkahan pendidikan. 4. Dasar Psikologi Dasar psikologi adalah dasar yang memberikan informasi tentang bakat, minat, watak, karakter, motivasi dan inovasi peserta didik, pendidik, tenaga administrasi serta sumber daya manusia yang lain. Dasar ini berguna juga untuk mengetahui tingkat kepuasan dan kesejahteraan batiniah pelaku pendidikan, agar mereka mampu meningkatkan prestasi dan kompetisi dengan cara yang baik dan sehat. Dasar ini pula memberikan suasana batin yang damai, tenang dan indah di lingkungan pendidikan, meskipun dalam kedamaian dan ketenangan itu senantiasa terjadi dinamika dan gerak yang cepat untuk lebih maju bagi perkembangan lembaga pendidikan. 5. Dasar Politik dan Administrasi Dasar politik dan administrasi adalah dasar yang memberikan bingkai ideologis, yang digunakan sebagai tempat untuk bertolak untuk mencapai tujuan yang dicita-citakan dan direncanakan bersama. Dasar politik menjadi penting untuk pemerataan pendidikan, baik secara kuantitatif maupun kualitatif. Dasar ini juga berguna untuk menentukan kebijakan umum (ammah) dalam rangka mencapai kemaslahatan bersama, bukan kemaslahatan hanya untuk golongan atau kelompok tertentu, sementara dasar administrasi berguna untuk
32
memudahkan pelayanan pendidikan, agar pendidikan dapat berjalan dengan lancar tanpa ada gangguan teknis dalam pelaksanaannya. 6. Dasar Filosofis Dasar filosofis adalah dasar yang memberi kesempatan memilih yang terbaik, memberi arah semua dasar operasional lainnya. Bagi masyarakat sekuler dasar ini menjadi acuan terpenting dalam pendidikan, sebab filosofi bagi mereka merupakan induk dari segala dasar pendidikan. Sementara bagi masyarakat religius, seperti masyarakat muslim, dasar ini sekedar menjadi bagian dari cara pikir dibidang pendidikan secara sistematik, radikal dan universal yang asasasasnya diturunkan dari nilai Ilahiyah. 7. Dasar Religius Dasar religius adalah dasar yang diturunkan dari ajaran agama. Dasar ini menjadi penting dalam pendidikan Islam, sebab dengan dasar ini maka semua pendidikan Islam menjadi bermakna. Konstruksi agama membutuhkan aktualisasi dalam berbagai dasar pendidikan yang lain, seperti historis, sosiologis, politik dan administratif, ekonomi, psikologis dan filosofis. Agama menjadi frame bagi dasar pendidikan Islam, aplikasi dasar pendidikan Islam. Maka semua tindakan kependidikan dianggap sebagai suatu ibadah merupakan
33
aktualisasi diri (self actualization) yang paling ideal dalam pendidikan Islam.16
3. Tujuan Pembelajaran Pendidikan Agama Islam Persoalan pendidikan adalah persoalan yang menyangkut hidup dan kehidupan manusia yang senantiasa terus berproses dalam perkembangannya. Tujuan pendidikan termasuk permasalahan yang sentral sebab tanpa perumusan yang baik maka perbuatan mendidik bisa menjadi jelas, tanpa arah dan bahkan bisa tersesat dan salah langkah. Oleh karena itu, masalah tujuan pendidikan menjadi inti dan sangat penting dalam menantikan isi dan arah pendidikan yang diberikan.17 Tujuan menurut Zakiyah Darajat adalah sesuatu yang diharapkan tercapai setelah suatu usaha atau kegiatan selesai. Sedangkan menurut H.M Arifin, tujuan itu bisa jadi menunjukan kepada futuritas (masa depan) yang terletak pada suatu jarak tertentu yang tidak dapat dicapai kecuali dengan usaha melalui proses tertentu.18 Dalam sistem pengajaran tujuan adalah arah dan sarana yang akan dituju. Suatu sasaran harus jelas menggambarkan sesuatu keadaan.19
16
Abdul Mujib dan Jusuf Mudzakir , Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Kencana Prenada Media, 2006), hlm 44-47. 17 Ahnmad D. Marimba, Pengantar Filsafat Pendidikan Islam, (Bandung: Al Ma’ arif, 1974), hlm. 45-46. 18 Ramayulis, Metodelogi Pendidikan Agama Islam, (Jakarta: Kalam Mulia, 2005), hlm. 29. 19 Muhammad Ali, Guru dalam Proses Belajar Mengajar, (Bandung: Sinar Baru Algesindo Offest, 2004), hlm. 32.
34
Rumusan tujuan yang jelas dapat digunakan untuk mengevaluasi efektifitas keberhasilan proses pembelajaran. Suatu proses pembelajaran dikatakan berhasil manakala siswa dapat mencapai tujuan secara optimal. Keberhasilan itu merupakan indikator keberhasilan guru merancang dan melaksanakan proses pembelajaran.20 Tujuan pendidikan itu menjadi tema pokok atau sentral dari seluruh renungan pedagogis dan renungan filosofi serta merupakan tema sentral dalam pendidikan. Sebabnya ialah: a. Tujuan pendidikan menentukan segala daya upaya yang diperlukan dalam kegiatan mendidik. b. Tanpa perumusan yang jelas mengenal tujuan pendidikan, perbuatan mendidik bisa sesat dan ti dak terarah.21 Secara
umum
Pendidikan
Agama
Islam
bertujuan
untuk
meningkatkan keimanan, pemahaman penghayatan dan pengalaman peserta didik tentang agama Islam, sehingga menjadi manusia muslim yang beriman dan bertakwa kepada Allah Swt serta berakhlak mulia dalam kehidupan pribadi, bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.22 Menurut Ramayulis Pendidikan Agama Islam di sekolah bertujuan untuk
meningkatkan
keyakinan,
pemahaman,
penghayatan
dan
pengalaman siswa tentang agama Islam sehingga menjadi manusia muslim yang beriman dan bertakwa kepada Allah Swt serta berakhlak mulia dalam 20
Wina Sanjaya, Strategi Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan, (Jakarta: Kencana, 2007), hlm.64. 21 Kartini Kartono, Tinjauan Holoistik Mengenai Tujuan Pendidikan Nasional, (Jakarta: PT Pradnya Paramita 1997), hlm. 134. 22 Muhaimin, Op. Cit., hlm. 78.
35
kehidupan pribadi, bermasyarakat berbangsa dan bernegara serta untuk melanjutkan pendidikan pada jenjang yang lebih tinggi.23 Untuk itu tujuan pengajaran agama Islam harus mengandung bahan pelajaran yang bersifat: -
Menumbuhkan dan perkuat iman.
-
Membekali dan memperkaya ilmu agama.
-
Menuntun dan mengembangkan potensi yang dibawa sejak lahir sebagai manusia secara utuh (individual).
-
Menimbulkan dan memupuk rasa sosial dan sifat-sifat terpuji.
-
Pemberian pengetahuan dan ketrampilan yang dapat diamalkan dan dikembangkan dalam berbagai lapangan pekerjaan untuk mencari nafkah (tenaga profesional).24 Menurut Mahmud Yunus tujuan Pendidikan Agama Islam adalah
mendidik anak-anak, pemuda-pemudi dan orang dewasa supaya menjadi muslim sejati beriman, teguh, beramal sholeh, berakhlak mulia, sehingga ia menjadi salah seorang anggota masyarakat yang hidup di atas kaki sendiri, mengabdi kepada Allah dan berbakti kepada bangsa dan dirinya bahkan semua umat.25 Melihat tujuan pendidikan di atas, maka tujuan Pendidikan Agama Islam adalah sangat penting peranannya dalam memimpin peserta didik untuk mengarahkan kepada perkembangannya jasmani dan rohani,
23
Ramayulis, Op. Cit., hlm. 22 Zakiyah Darajat, dkk, Metodelogi Pengajaran Agama Islam, (Jakarta: Bumi Askara, 1996), hlm.79. 25 Mahmud Yunus, Metodik Khusus Pendidikan Agama, (Jakarta: Hidakarya Agung, 1983), hlm.13. 24
36
sehingga membentuk kepribadian yang utama yang sesuai dengan ajaran Islam. Berbicara tentang Pendidikan Agama Islam, baik makna atau tujuannya, maka tidak terlepas dari penanaman nilai-nilai dan tidak dibenarkan melupakan etika sosial. Penanaman nilai-nilai ini juga dalam rangka menuai keberhasilan hidup di dunia bagi anak didik yang kemudian akan mampu membuahkan di akhirat kelak. Dalam konteks Pendidikan Nasional (Indonesia), maka tujuan pembelajaran Pendidikan Agama Islam harus berorientasi standar kompetensi atau dalam istilah lebih berbasis pada kompetensi dasar (basic competency), oleh karena itu menurut E. Mulyasa bahwa dalam pengembangan silabus berbasis kompetensi ini harus memenuhi empat langkah utama, a). perumusan standar kompetensi, b). penentuan kompetensi dasar, c). materi pokok dan uraian dan d). indikator. Format ini sebagaimana dikembangkan Pusat Kurikulum Depertemen Pendidikan Nasional, maka pengembangan silabus ini dapat dikembangkan sendiri oleh pihak sekolah yang disesuaikan dengan kebutuhan dan kondisi masing-masing sekolah.26 Melihat hal ini maka Pendidikan Agama Islam harus didasarkan pada kompetensi yang dirumuskan oleh Dediknas di atas, baik berupa pengetahuan, keterampilan dan nilai-nilai Islam yang direfleksikan dalam kegiatan berfikir dan bertindak secara konsisten dan secara terus menerus 26
E. Mulyasa Kurikulum Berbasis Kompetensi: Panduan Pembelajaran KBK, (Bandung: Rosda Karya, 2004), hlm.45.
37
dalam kehidupan, sehingga memungkinkan seseorang menjadi kompeten atau
dalam
pengertian
lain,
siswa
dapat
mengamalkan
dan
mengaplikasikan ajaran Islam secara baik dan benar. 27
4. Ruang Lingkup Metode Pembelajaran Pendidikan Agama Islam Untuk mencapai tujuan pendidikan maka ruang lingkup materi Pendidikan Agama Islam (Kurikulum 1994) pada dasarnya mencakup tujuh unsur pokok yaitu: Al Qur’ an Hadits, Keimanan, Syari’ ah, Ibadah, Muamalah, Akhlak, Tarikh (sejarah Islam yang menekankan pada perkembangan politik) pada kurikulum tahun 1999 dipadatkan menjadi lima unsur pokok, yaitu: Al qur’ an, keimanan, akhlak, fikih, bimbingan ibadah serta tarikh atau sejarah.28 Sedangkan menurut Ramayulis ruang lingkup Pendidikan Agama Islam meliputi keserasian, keselarasan dan keseimbangan antara29: 1. Hubungan manusia dengan Allah Swt. Hubungan manusia dengan Allah adalah hubungan vertikal antara makhluk dan sang khaliq yang merupakan prioritas pertama dalam pendidikan Islam. Inti dari hubungan antara manusia dengan Allah yaitu seorang hamba harus bertakwa kepada Nya dengan sebenar-benar takwa dengan cara melaksanakan perintah Nya dan menjauhi larangan Nya. Segala perintah dan semua larangan Allah 27
Abdul Majid dan Dian Andayani, Pendidikan Agama Islam Berbasis Kompetensi, (Bandung: Rosda Karya, 2005), hlm.85. 28 Muhaimin, Op. Cit., hlm. 79. 29 Ramayulis, Op. Cit., hlm. 22.
38
ditetapkan Nya bukan untuk kepentingan Allah sendiri, tetapi untuk keselamatan manusia. Manusialah yang akan mendapatkan manfaat pelaksanaan semua perintah Allah dan penjauhan diri dari segala larangan Nya. Perintah Allah itu bermula dari pelaksanaan tugas manusia untuk mengabdi hanya kepada Allah semata-mata dengan selalu melakukan ibadah murni yang disebut juga ibadah khusus seperti mendirikan shalat, menunaikan zakat, berpuasa selama bulan ramadhan, menunaikan ibadah haji dan melakukan amalan-amalan lain yang bertalian erat dengan ibadah khusus tersebut. 30 Ketakwaan atau pemeliharaan hubungan dengan Allah, Tuhan Yang Maha Esa itu, dapat dilakukan antara lain: -
Beriman kepada Allah, Tuhan Yang Maha Esa menurut cara-cara yang diajarkan Nya melalui wahyu yang sengaja diturunkan Nya untuk menjadi petunjuk dan pedoman hidup manusia.
-
Beribadah kepada Nya dengan jalan melaksanakan shalat lima kali sehari semalam, menunaikan zakat apabila telah sampai nisab dan haulnya, berpuasa selama sebulan dan setahun, melakukan ibadah haji sekali seumur hidup, menurut cara-cara yang ditetapkan Nya.31
-
Mensyukuri nikmat Nya dengan jalan menerima, mengurus, memanfaatkan semua pemberian Allah kepada manusia.
-
Bersabar menerima cobaan Allah dalam makna tabah, tidak putus asa ketika mendapat musibah atau menerima bencana.
30
Ali, Muhammad Daud, Sistem Ekonomi Islam Zakat dan Wakaf, (Jakarta: UI Press, 2008), hlm. 63. 31 Wijayakusuma, M. Hembing, Hikmah Shalat, (Jakarta: Pustaka Kartini), hlm. 114.
39
-
Memohon ampun atas segala dosa dan taubat dalam makna sadar untuk tidak lagi melakukan segala perbuatan jahat atau tercela. Selain lima contoh tersebut diatas yang ditarik dari wahyu yang
diturunkan Allah untuk menjadi pedoman hidup dan kehidupan manusia, masih banyak lagi ayat-ayat takwa di dalam Al-Qur’ an yang menyebutkan tata cara pemeliharaan hubungan manusia dengan Allah. 2. Hubungan manusia dengan sesama manusia. Hubungan sesama manusia dengan sesama manusia adalah hubungan horizontal dalam kehidupan bermasyarakat. Hal ini didasari karena pada hakikatnya manusia itu saling membutuhkan antara yang satu dengan yang lainnya. Hubungan antar manusia ini dapat dibina dan dipelihara antara lain dengan mengembangkan cara dan gaya hidup yang selaras dengan nilai dan norma yang disepakati bersama dalam masyarakat dan negara yang sesuai dengan nilai dan norma agama. Hubungan antara manusia dengan manusia lain dalam masyarakat dapat dipelihara antara lain dengan32:
32
-
Tolong menolong dan membantu orang lain.
-
Suka memaafkan kesalahan orang lain.
-
Menepati janji.
-
Lapang dada.
Rasyid N.A, Manusia dalam Konsepsi Islam, (Jakarta: Karya Indah, 2008), hlm. 26.
40
-
Menegakkan keadilan dan berlaku adil terhadap diri sendiri dan orang lain.
3. Hubungan manusia dengan dirinya sendiri. Hubungan manusia dengan dirinya sendiri adalah hubungan manusia sebagai makhluk individual yang membutuhkan perhatian bagi dirinya sendiri. Dengan melakukan hubungan ini manusia sebagai makhluk individual harus benar-benar memperhatikan akan kebutuhan dirinya sendiri. Hubungan manusia dengan dirinya sendiri sebagai dimensi takwa yang kedua dapat dipelihara dengan jalan menghayati benar patokan-patokan akhlak, yang disebutkan Allah dalam berbagai ayat Al-Qur’ an.33 Hubungan manusia dengan dirinya sendiri disebutkan caracaranya di dalam ayat-ayat takwa dan dicontohkan dengan keteladanan Nabi Muhammad Saw. Diantaranya dengan senantiasa berlaku:
33
-
Sabar
-
Pemaaf
-
Adil
-
Ikhlas
-
Berani
-
Memegang amanah
-
Mawas diri
Ali, Mohammad Daud, Taqwa dan Kewajiban, (Jakarta: Arief Rahman, 2001), hlm. 64.
41
-
Mengembangkan semua sikap yang terkandung dalam akhlak atau budi pekerti yang baik
4. Hubungan manusia dengan makhluk lain dan lingkungannya. Sekitar menunjuk pada manusia sebagai khalifah Allah dimuka bumi yang tugasnya mengatur, memanfaatkan, mengolah, atau mengelola alam dan lingkungan secara optimal.34 Hubungan Manusia dengan lingkungan hidupnya dapat dikembangkan antara lain dengan memelihara dan menyayangi binatang dan tumbuh-tumbuhan, tanah, air dan udara serta semua alam semesta yang sengaja diciptakan Allah untuk kepentingan manusia dan makhluk lainnya. Banyak sekali ayatayat takwa yang berkenaan dengan tata hubungan manusia dengan lingkungan hidupnya untuk memelihara alam, mencegah perusakan, memelihara keseimbangan dan pelestariannya. Melihat pola takwa yang dilukiskan dengan mengikuti empat jalur komunikasi manusia tersebut diatas, jelas kiranya bahwa ruang lingkup takwa kepada Allah Swt, menyangkut seluruh jalur dan aspek kehidupan manusia, baik yang berhubungan dengan Alah dengan diri sendiri, dengan manusia lain maupun dengan alam dan lingkungan hidup. Konsekuensi dari empat pemeliharaan hubungan dalam rangka ketakwaan tersebut adalah bahwa manusia harus selalu menumbuhkan
34
Imron Masyhadi, Pendidikan Agama Islam dalam Perspektif Multikulturalisme, (Jakarta: Balai Penelitian dan Pengembangan Agama, 2009), hlm. 40-41.
42
dan mengembangkan dalam dirinya empat T yakni empat (kesadaran) tanggungjawab yaitu: -
Tanggungjawab kepada Allah
-
Tanggung jawab kepada hati nurani sendiri
-
Tanggungjawab kepada manusia lain
-
Tanggungjawab untuk memelihara flora dan fauna, udara, air dan tanah serta kekayaan alam ciptaan Allah serta yang terkandung di dalamnya. Keempat-empat tanggungjawab itu harus dikembangkan sebaik-baiknya. Demikianlah gambaran orang yang bertakwa menurut agama
Islam. Dari kerangka itu dapat ditarik kesimpulan bahwa orang yang bertakwa adalah orang yang selalu memelihara keempat-empat jalur hubungan
itu
secara
baik
dan
seimbang
dan
mampu
mempertanggungjawabkan perbuatannya. Orang yang bertakwa adalah juga orang yang senantiasa memenuhi kewajiban dalam rangka melaksanakan perintah Allah. Berangkat dari asumsi bahwa manusia adalah hewan yang bermasyarakat (sosial animal) dan ilmu pengetahuan pada dasarnya dibina diatas dasar-dasar kehidupan bermasyarakat, mereka yang berpendapat tentang kemasyarakatan berpendapat bahwa pendidikan bertujuan mempersiapkan manusia yang bisa berperan dan bisa menyesuaikan diri dalam masyarakatnya masing-masing. Berdasarkan hal ini, tujuan dan target pendidikan dengan sendirinya diambil dari
43
dan diupayakan untuk memperkuat kepercayaan, sikap, ilmu pengetahuan dan sejumlah keahlian yang sudah diterima dan sangat berguna bagi masyarakat. Sementara itu, pandangan teoritis pendidikan yang berorientasi individual terdiri dari dua aliran. Aliran pertama berpendapat bahwa tujuan utama pendidikan adalah mempersiapkan peserta didik agar bisa meraih kebahagiaan yang optimal melalui pencapaian kesuksesan kehidupan bermasyarakat dan berekonomi. Aliran kedua lebih menekankan peningkatan intelektual, kekayaan dan keseimbangan jiwa peserta didik. Menurut mereka, meskipun memiliki persamaan dengan peserta didik yang lain, seorang peserta didik masih tetap memiliki keunikan dalam berbagai segi.35
35
Ibid, hlm. 165.