BAB II MENINGKATKAN KEMAMPUAN MOTORIK HALUS ANAK TUNAGRAHITA SEDANG DENGAN PENERAPAN MEDIA PEMBELAJARAN KETERAMPILAN PAPER CLAY
A. Konsep Dasar Tunagrahita I. Pengertian Tunagrahita Secara umum anak tunagrahita adalah anak yang secara nyata mengalami hambatan dan keterbelakangan pekembangan mental jauh dibawah rata-rata, sehingga anak tunagrahita mengalami kesulitan dalam tugas-tugas akademik, komunikasi maupun sosial, dan karenanya anak tersebut memerlukan pelayanan khusus. Istilah
tunagrahita
(intellectual
disability)
atau
dalam
perkembangan sekarang dikenal dengan istilah developmental disability secara historis terdapat lima basis yang dapat dijadikan pijakan konseptual dalam memahami tunagrahita ( Herbart J. Prehm dan Philip L Browning,1974) yaitu : a) tunagrahita merupakan kondisi,
b) kondisi tersebut ditandai
dengan adanya kemampuan jauh di bawah rat-rata, c) memiliki hambatan dalam penyesuaian diri sosial, d) berkaitan dengan adanya kerusakan organik pada saraf pusat, e) tunagrahita tidak dapat disembuhkan. Sedangkan definisi anak tunagrahita menurut Lucasson et al., 1992 : Smith et al., (Delphie, B. 2006 : 17) sebagai berikut : ”Mental retardation refers to subtansial limitations in present functioning. It is characterized by significantly subaverage intellectual functioning, existing concurrently with related limitations in two or more of the following applicabel adaptive skill areas : communication, selfcare, home living, social skill, community use, self-direction, helt and
9
10
safety, functional academics, leisure, and work, mental retardation manifest before age 18 ”. Keterbelakangan
mental
mengacu
pada
keterbatasan
yang
subtansial yakni ditandai dengan adanya fungsi intelktual di bawah ratarata bersamaan itu pula ada keterbatasan terkait dengan dua tau lebih area keterampilan adaptif yaitu : cara berkomunikasi, bina diri, melakukan kegiatan sehari- hari, keterampilan sosial, cara bermasyarakat, mengatur diri, menjaga kesehatan dan keselamatan, mengerjakan tugas akademik, memanfaatkan waktu luang dan bekerja yang terjadi pada masa perkembangan sampai anak usia 18 tahun. Berdasarkan definisi dapat disimpulkan bahwa ketunagrahitaan adalah suatu kondisi
dimana anak ditunjukan dengan terhambatnya
perkembangan secara optimal yang ditambah dengan hambatan dalam penyesuaian prilaku sehingga dapat mempengaruhi terhadap prestasi belajar dalam akademik dan membutuhkan layanan khusus. Mengenai masa terjadinya ketunagrahitaan, yaitu terjadi dalam periode perkembangan, Astati (2001 :6) menjelaskan bahwa : ” Ketunagrahitaan itu terjadi sejak konsepsi sampai usia 18 tahun. Apabila seseorang mengalami penurunan kemampuan fungsi intelektual umum setelah periode perkembangan tidak termasuk tunagrahita, karena seseorang itu pada umumnya tidak menunjukan kesulitan perilaku adaptif, mereka telah memiliki pengalaman sebelumnya dalam kemampuan perilaku adaptif. Dalam perkembangan mutakhir anak tunagrahita dikelompokan ke dalam istilah Developmental Disability (Marry Beimer/Smith, Richard F.
11
Ittenbar & James R.Patton ; 2002) dalam istilah Developmental Disability mengandung makna sebagai berikut : a. Ditandai dengan adanya gangguan mental (kognitif) atau fisik atau kombinasi dari mental dan fisik. b. Gangguan tersebut terjadi sebelum usia 22 tahun. c.
Memiliki keterbatasan dalam tiga atau lebih pada aspek berikut : 1) menolong diri, 2) bahasa reseptif dan ekspresif, 3) belajar, 4) mobilitas, 5) mengarahkan diri sendiri, 6) kapasitas untuk hidup sendiri, 7) secara ekonomi memiliki keterbatasan dalam memperoleh penghasilan.
d. Membutuhkan treatmen atau layanan pendidikan pendidikan yang sistematis dan layanan multi disiplin, sepanjang hidupnya atau sekurang-kurangnya memerlukan waktu yang panjang. Layanan pendidikan anak yang developmental disability (tunagrahita) harus dirancang secara individual. Menurut PP No. 72 tahun 1991 tentang pendidikan luar biasa : ” Mereka yang termasuk kelompok tunagrahita sedang adalah yang memiliki kemampuan intelektual umum dan adaptasi prilaku di bawah tunagrahita ringan. Mereka dapat belajar keterampilan sekolah untuk tujuan-tujuan fungsional mencapai suatu tingkat tanggung jawab sosial, dan mencapai penyesuaian sebagai pekerja dengan bantuan. IQ anak tunagrahita sedang berkisar 30-50 sehingga tingkat kemajuan dan perkembangan yang dapat dicapai bervariasi”. Patokan dasar standar deviasi di atas selanjutnya digunakan oleh AAMD dalam mengembangkan sistem pengelompokan anak tunagrahita berdasarkan tingkat perkembangan fungsi intelektual, yang selanjutnya
12
disebut intelligence Quotient (IQ). Individu yang memiliki IQ antara 2-3 ( 68-52 Skala Binet) standar deviasi dibawah rata-rata, dikategorikan sebagai anak tunagrahita ringan. Individu yang memiliki IQ antara 3-4 (51-36 Skala Binet) standar deviasi dibawah rata-rata, dikategorikan sebagai anak tunagrahita sedang. Individu yang memiliki IQ antara 4-6 ( 35-20 Skla Binet) standar deviasi dibawah rata-rata, dikategorikan sebagai anak tunagrahita berat. 1. Klasifikasi Anak Tunagrahita Pengelompokan anak tunagrahita pada umumnya didasarkan pada taraf intelegensinya, yang terdiri dari anak tunagrahita ringan, tunagrahita sedang dan berat. Ketunagrahitaan juga dikelompokan sesuai dengan tingkat ketunagrahitaanya. Stantora Binet dan David Wechster (Rochyadi, E dan Alimin, Z., 2003:9) mengklasifikasikan anak tungarhita sebagai berikut : Tabel 2.1 Klasifikasi Tunagrahita Klasifikasi
IQ Skala Binet (SD =15)
IQ Skala Wechster (SD 16)
Ringan (Mild)
68-52
69-55
Sedang (Moderete)
51-36
54-40
Berat (Severe)
35-20
39-25
Sangat Berat (Profound)
<19
<24
3. Pengertian Anak Tunagrahita Sedang
13
Anak tunagrhita sedang merupakan salah satu kelompok dalam tunagrahita. Amin (1995:22) menjelaskan bahwa : ”Anak tunagrahita sedang yaitu anak yang kemampuan intelektualnya dan adaptasi perilaku d ibawah tunagrahita ringan. Sedangkan IQ-nya berkisar antara 30-50. Mereka dapat belajar keterampilan sekolah untuk tujuan-tujuan fungsional mencapai suatu tingkat tanggung jawab sosial dan mencapai penyesuaian sebagai pekerja dengan bantuan”. Anak tunagrahita sedang disebut juga imbesil. Kelompok ini memiliki IQ 51-36 pada skala binnet dan 54-40 menurut skala wescler (WISC). Anak terbelakang mental sedang bisa mencapai perkembangan MA sampai kurang lebih 7 tahun. Mereka dapat mendidik mengurus dirinya sendiri, melindungi dirinya sendiri dari bahaya seperti kebakaran, berjalan di jalan raya, berlindung dari hujan dan sebagainya. Mereka mampu memperoleh keterampilan mengurus diri (Selfhelp) seperti berpakaian, berganti pakaian, mandi, menggunakan wc, makan. Selain itu juga anak tunagrahita sedang dapat belajar keterampilan akademik (membaca tanda-tanda sampai dua angka atau lebih): dan bekerja dalam tempat bekerja terlindung (Sheltered workshop) atau pekerjaan rutin di bawah pengawasan. Bagi masyarakat awam, menganggap anak tunagrahita sedang tidak mampu berbuat apa-apa. Padahal berdasarkan pengertian di atas anak tunagrahita sedang masih memiliki potensi yang dapat dikembangkan melalui proses pendidikan. Oleh karena itu diperlukan sosialisasi kepada masyarakat agar anak tunagrahita mendapatkan penaganan dan pendidikan yang sesuai dengan kempuan dan kebutuhanya.
14
4. Karakteristik Tunagrahita Sedang Karakteristik anak tunagrahita sedang menurut Amin (1995:39) adalah sebagai berikut : ”Anak tunagrahita sedang hampir tidak bisa mempelajari pelajaran akademik. Mereka pada umumnya belajar secara membeo. Perkembangan bahasanya lebih terbatas dari pada anak tunagrahita ringan. Mereka hampir selalu tergantung pada perlindungan orang lain, tetapi dapat membedakan bahaya. Mereka masih mempunyai potensi untuk belajar memelihara diri dan menyesuaikan diri terhadap lingkunganya dan dapat mempelajari beberapa pekerjaan yang mempunyai arti ekonomi”. Pada umur dewasa mereka baru mencapai kecerdasan yang sama dengan umur 7 atau 9 tahun. Menurut Harlock (1978) menyatakan bahwa ”Aspek-aspek perkembangan itu sendiri terdiri dari perkemabangan fisik, kognitif, bicara (bahasa) emosi, dan sosial”. Di bawah ini akan dijelaskan aspek- aspek perkembangan anak tunagrahita sedang yaitu : a. Aspek Fisik Keadaan fisik anak tunagrahita sedang mengalami kurang keseimbangan, kurang koordinasi gerak sehingga ada diantara mereka yang mengalami keterbatasan dalam bergerak, sehingga mereka memerlukan aktifitas atau kegiatan seperti bermain, berolahraga untuk dapat mengembangkan keterampilan motoriknya. b. Aspek Kognitif ”Kemampuan kognitif mereka mencapai kecerdasan yang sama dengan anak normal yang berusia 7 atau delapan tahun” (Mandey and Wils, 1959 : 43 dalam Astati, 2001 : 8). Mereka hampir tidak dapat mempelajari pelajaran yang sifatnya akademik. Diantara mereka ada yang dapat menulis, berhitung dan membaca sosial. c. Aspek Bahasa
15
Anak tunagrahita sedang mengalami kesulitan dalam bicara dimana anak sulit untuk mengartikulasikan bunyi bahasa dengan benar. Dengan contoh subtitusi bunyi dan menghilangkan bunyi dan gagap. Mengucapkan kata-kata tidak jelas, menghilangkan salah satu fonem dalam satu kata, menambah fonem dalam satu kata dan mengucapkan kata tanpa mengerti artinya.
d. Aspek Emosi ”Perkembangan aspek emosi anak tunagrahita sedang lebih baik dibandingkan dengan anak tunagrahita berat ” (Sunardi dan Sunaryo, 2006 : 255 ). Meskipun demikian emosinya terbatas pada emosi-emosi yang sederhana. e. Aspek Sosial Anak tunagrahita mengalami kesulitan dalam memahami dan mengartikan norma lingkungan. Mereka tidak dapat berpergian jauh, tetapi mereka masih bisa menyebutkan nama sendiri walaupun tidak sempurna seperti anak normal. ” Oleh karena itu penciptaan lingkungan yang sesuai dengan kondisi penyandang tunagrahita sedang sangatlah dibutuhkan ” (Astati, 2001 : 8).
B. Kemampuan Motorik Halus Anak Tunagrahita Sedang 1. Pengertian Motorik Halus Sebelum membahas tentang
kemampuan motorik halus anak
tunagrahita sedang akan dijelaskan terlebih dahulu mengenai motorik halus. Motorik halus adalah gerakan-gerakan tubuh atau bagian- bagian tubuh yang di sengaja, otomatis, cepat dan akurat. Gerakan ini merupakan rankaian koordinasi dari beratus-ratus otot yang rumit. Secara garis besar urutan perkembangan keterampilan motorik ini mengikuti dua perinsip. Pertama, prinsip cephalocausadal ( kepala dan ekor), menunjukan perkembangan dimana bagian atas badan lebih dahulu berfungsi dan terampil digunakan sebelum bagian yang lebih rendah. Kedua yaitu,
16
prinsip proximodistal (dekat dan jauh) menunjukan perkembangan keterampilan motorik dimana bagian tengah badan lebih dahulu terampil sebelum bagian-bagian di sekelilingnya atau bagian yang lebih jauh.
2. Kemampuan Motorik Halus Anak Tunagrahita Sedang Beberapa anak termasuk anak tunagrahita sedang kesulitan dalam mengguasai keterampilan motorik halus. Menurut Fallen dan Umansky (Sunardi dan Sunaryo, 2006:118) menyatakan bahwa untuk mengguasai kemampuan motorik halus tersebut ada tiga tahapan yaitu : 1) Tahap kerja sama bahu dan tangan, 2) Bergeraknya tangan bawah dan perkembangan tangan serta telapak tangan, 3) menggenggam dengan tiga jari tulang hasta kemudian menggerakanya kearah telapak tangan. Selanjutnya anak dapat menggenggam dengan kelima jari tanpa bantuan telapak tangan, dan akhirnya hanya dengan dua jari. “ Penguasaan tahapan keterampilan motorik halus anak tunagrahita sedang terlambat hingga 2 sampai 4 tahun dibandingkan dengan anak normal pada umunya” ( Delphie, 1996:3). Akibat dari keterlambatan itu anak
tunagrahita
sedang
sulit
untuk
melakukan
aktifitas
yang
membutuhkan kemampuan motorik halus dimana anak akan mengalami kesulitan pada saat belajar menulis, menagkap bola, atau aktifitas lain yang membutuhkan keterlibatan otot-otot kecil pada jari tanganya. Kadang jari-jari anak tunagrahita sedang ada yang sulit untuk di fungsikan, padahal jari-jari ini sangat penting berperan dalam penguasaan keterampilan motorik halus. Kondisi ini dapat kita lihat pada saat anak hendak menagkap bola, menggunting, menempel melipat dan menulis.
17
Anak tunagrahita sedang tidak dapat menempatkan tanganya sedemikian rupa agar ia dapat melakukan aktifitas tersebut dengan benar. Keterampilan menulis termasuk kedalam keterampilan motorik halus (fine motor skill) yang dapat diperoleh ketika anak sudah cukup mampu melakukan kegiatan motorik kasar (gross motor skill) seperti melompat, berjalan cepat, melempar dan sebagainya. Sebagian besar keterampilan motorik kasar biasanya telah dicapai saat anak berusia 3 tahun, sedangkan keterampilan motorik halus dicapai lebih lama (sesudahnya).
Hal
ini
disebabkan
keterampilan
motorik
halus
membutuhkan kemampuan yang terkait dengan kematangan emosi anak, rentang konsentrasi, dan koordinasi otot tubuh yang satu dengan yang lainya. (Menurut Leman ; 1992) merinci 6 wilayah keterampilan yang merupakan prasyarat untuk keterampilan menulis anak yaitu : 1. Perkembangan otot kecil 2. Koordinasi tangan dan mata diperlukan keterampilan anak agar terjadi organisasi yang baik antara tangan dan mata. 3. Kemampuan memegang alat tulis : anak dapat menggunakakn teknik yang tepat saat memegang alat tulisnya sehingga hasil tulisanya jelas dan terbaca. 4. Kemampuan membuat coretan dasar , anak dapat membuat coretancoretan saat ingin menggambarkan sesuatu.
18
5. Kemampuan memersepsi huruf, bagaimana anak melihat berbagai bentuk huruf dan mencoba untuk menulisnya. Menurut Piaget, perkembangan kognitif anak usia prasekolah berada pada tahap praoperasional, dimana dalam tahap ini kemampuan berfikir anak masih berada dalam tahap konkrit. Jadi, dalam mengajari anak orang tua atau guru harus memberikan banyak contoh yang konkrit, bermakna dan familiar. Dengan memberikan stimulasi yang bermakna dan sesuai konteks, maka ini bisa menjadi daya tarik bagi anak untuk menuliskan nama benda atau nama orang yang dikenalnya. Keterampilan motorik halus meliputi otot-otot kecil yang ada di seluruh tubuh, seperti menyentuh dan memegang. Perkembangan motorik halus pada masa awal anak-anak ditandai dengan anak usia 3 tahun sudah dapat meniru sebuah lingkaran, tulisan cakar ayam, dapat menggunakan sendok, menyusun beberapa kotak. Perkembangan motorik halus anak ditekankan pada koordinasi gerakan motorik halus,dalam menyusun balokbalok menjadi sebuah dalam hal ini berkaitan dengan kegiatan meletakan atau memegang suatu objek dengan menggunakan jari tangan. Pada usia 4 tahun koordinasi gerakan motorik halus anak sangat berkembang bahkan hampir sempurna. Walaupun demikian anak usia ini masih mengalami kesulitan dalam menyusun balok-balok menjadi suatu bangunan. Sebagaimana
dikemukakan
(Santrock,1995)
“Mereka
mulai
memperlihatkan gerakan-gerakan yang kompleks, rumit, dan cepat, yang diperlukan untuk menghasilkan karya kerajinan yang bermutu bagus atau
19
memainkan instrument musik tertentu ”.
Dengan terus bertambahnya
berat dan kekuatan badan, maka selama masa pertengahan dan akhir anakanak ini perkembangan motorik menjadi lebih halus dan lebih terkoordinasi di bandingkan dengan awal masa anak-anak. Sejak usia 6 tahun koordinasi antara mata dan tangan (visio motorik) yang dibutuhkan untuk membidik, menyepak, melempar dan menangkap juga berkembang. Anak tunagrahita sedang mengalami hambatan dalam kemampuan motorik halusnya sebagaimana disebutkan oleh N Kepart (dalam Lerner 1988: 276), kesulitan belajar anak tunagrahita sedang terjadi karena respon motorik anak tidak berkembang kedalam pola-pola motorik, akibatnya keterampilan motorik anak tunagrahita sedang rendah dan kurang bervariasi. Anak tunagrahita terutama anak tunagrahita sedang memiliki keterbatasan dalam kemampuan motorik halus, oleh karena itu untuk mengatasi keterbatasan motorik halus yang dimiliki anak tunagarahita sedang harus diberikan pembelajaran keterampilan motorik yang dapat meningkatkan kemampuan motorik halusnya dengan baik. Keterampilan motorik adalah kegiatan motorik yang mungkin memeiliki derajat ketelitian yang tinggi, yang bertujuan untuk menampilkan suatu perbuatan khas Atau menyelesaikan suatu tujuan tertentu. Sedangkan pola motorik mungkin memiliki derajat ketelitian yang lebih rendah tetapi memiliki variabilitas yang tinggi. Larnet mengemukakan bahwa kurang koordinasi dalam aktivitas motorik, hambatan dalam koordinasi motorik halus ( Y,
20
Suherman, 2005: 47) merupakan gejala yang ditunjukan oleh anak tunagrahita sedang. Berbagai gejala gangguan motorik halus yang ada pada anak tunagrahita sedang sering dengan mudah dikenali pada saat anak berolahraga, menari dan menulis. Seseorang yang mengalami hambatan dalam motorik halus, sering kali menghadapi masalah ketika mereka menulis atau menggambar dan ketika melakukan pekerjaan seperti, mengkancing baju, menalikan tali sepatu, menarik sleting, memegang sendok dan garpu. Kesulitan ini akan lebih nampak terutama pada mereka yang derajat ketunagrahitaanya tergolong sedang dan berat. Perkembangan motorik halus merupakan kemampuan anak dalam melakukan gerakan yaang melibatkan bagianbagian tubuh tertentu dilakukan oleh otot-otot kecil, tetapi memerlukan koordinasi yang cermat seperti mengamati sesuatu, menjimpit, menulis, dan sebagainya. 3. Perkembangan Kemampuan Motorik Halus Kemampuan motorik halus yang terkait langsung dengan keterampilan menulis adalah kemampuan memegang alat tulis dengan menggunakan ibu jari dan jari lainya, yang dapat terlihat diantaranya, mewarnai gambar, menebalkan garis putus-putus, mencontoh bentuk geometris, dan lain-lain. Kegiatan tersebut berhubungan langsung dengan koordinasi jarijemari, sehingga jika anak distimulasi dan dilatih menulis dalam suasana
21
yang nyaman , kemungkinan besar anak dapat menghasilkan kualitas tulisan yang jelas dibaca dan relatif rapih dan tebal. Faktor yang mempengaruhi perkembangan motorik halus ada 3 yaitu : 1. Minat Anak Anak yang memiliki minat yang tinggi untuk bereksplorasi akan mempunyai
kesempatan
lebih
banyak
untuk
mengembangkan
kemampuan motorik halusnya. 2. Stimulasi Belajar Anak yang mendapatkan stimulasi atau rangsangan belajar secara proporsional
dari
lingkungan
yang
kondusif,
akan
memiliki
kesempatan lebih luas untuk mengembangkan kemampuanya. 3. Gangguan Perkembangan Adanya gangguan perkembangan dapat mempengaruhi perkembangan motorik halusnya, semisal anak-anak mengalami Cerebral Palsy , Kelemahan tangan sehingga sulit untuk mengoordinasikan gerakan tanganya dan jari-jemarinya untuk menulis sehingga perlu penaganan yang lebih serius dari para ahli dan profesional. 4. Tahapan Perkembangan Kemampuan Motorik Halus Kemampuan motorik halus yang diharapkan anak pada usia 3-4 tahun yaitu : 1. Menarik garis vertikal, meniru dan menebalkan garis dan meniru bentuk lingkaran.
22
2. Memegang alat tulis dengan menggunakan ibu jari dan jari lainya (tidak menggenggam) 3. Membuka halaman atau lembaran buku 4. Menggunakan satu tangan di hampir setiap aktifitas. 5. Meronce manik-manik 6. Menggunting kertas mengikuti pola lurus.
C. Penerapan Media Pembelajaran Keterampilan Permasalahan – permasalahan yang dialami oleh anak tunagrahita yang khususnya menggalami keterbatasan dalam motorik halus ini tentunya harus ditangani agar mereka dapat belajar dengan optimal sesuai dengan kemampuan dan kebutuhan. Dimana guru banyak berperan dalam memberikan penerapan pembelajaran keterampilan dengan memberikan media pembelajaran yang dapat di ikuti oleh anak yang mengalami kebutuhan khusus seperti anak tunagrahita sedang. Diantaranya dengan melakukan berbagai aktifitas pembelajaran yang dapat mengembangakan keterampilan atau kemampuan motorik halus dengan memberikan aktifitas kemampuan motorik halus seperti, meronce, bermain plastisin, membuat barang dari paper clay atau bubur kertas, menempel, menggunting dan mewarnai. Dalam kurikulum sekolah telah tercantun bahwa anak tunagrahita sedang dapat mengembangkan keahlianya dengan diberikan pendidikan pembelajaran keterampilan untuk mempersiapkan mendapatkan pekerjaan.
individu
23
Sekolah secara langsung dan tidak langsung mempengaruhi kehidupan banyak melalui berbagai program dan layanan. Dalam hal persiapan keahlian, usaha-usaha sekolah untuk mencapai beberapa tujuan yaitu : (1) untuk membantu individu mengembangkan kepribadian kerja yang memadai. (2) untuk memberikan konseling keahlian awal bagi siswa dan (3) untuk menyediakan personil yang mendukung untuk membantu murid mendapatkan pengalaman kerja yang positif selama dan sesudah pengalaman sekolah formal. 1. Pengertian Media Pembelajaran Kata media berasal dari bahasa latin medius yang secara harifah berarti ‘Tengah’, ‘perantara’ atau’pengantar’. Gerlach & Ely (1971) mengatakan bahwa ”media apabila dipahami secara garis besar adalah manusia, materi atau kejadian yang membangun kondisi yang membuat siswa mampu memperoleh pengetahuan keterampilan dan sikap”. Menurut Sadiman A, (1990) mengemukakan bahwa : “ media adalah perantara atau pengantar pesan dari pengirim ke penerima pesan”. Banyak ahli yang memberikan batasan tentang media, Soeharto K (1995 ; 98) mengutip tentang media berikut : a. Sesuatu yang dapat menyampaikan informasi. b. Segala bentuk dan saluran yang dipergunakan untuk proses penyaluran informasi.
24
c. Segala benda yang dapat dimanipulasikan, dilihat, didengar, dibaca, atau dibicarakan beserta instrument yang dipergunakan untuk suatu kegiatan. d. Berbagai jenis komponen dalam lingkungan siswa yang dapat merangsang siswa untuk belajar. e. Alat untuk memberikan perangsang bagi siswa supaya proses belajar terjadi. Dari kutipan di atas dapat disimpulkan bahwa media adalah segala sesuatu yang dapat digunakan untuk menyalurkan pesan dari pengirim (guru) ke penerima pesan (siswa) yang dapat merangsang pikiran, perasaan dan perhatian dan kemauan serta dapat mendorong terjadinya proses belajar pada diri siswa. Di samping sistem penyampai atau pengantar, media yang sering diganti dengan kata mediator yaitu mengatur hubungan yang efektif antara dua pihak utama dalam proses belajar siswa dan isi pembelajaran. Menurut Gagne’ dan Briggs (1975) secara implisit mengatakan bahwa ”media pembelajaran
meliputi
alat
yang
secara
fisik
digunakan
untuk
menyampaikan isi materi pengajaran yang terdiri dar, buku, kaset, video dan lain-lain”. Dengan kata lain media adalah komponen sumber belajar atau wahana fisik yang mengandung materi instruksional di lingkungan siswa yang dapat merangsang siswa untuk belajar. Media yang baik sebetulnya media yang dikembangkan oleh guru biasanya akan disesuaikan dengan kondisi dan kebutuhan siswanya. Satu
25
hal yang harus diperhatikan guru ketika merancang media yaitu bersifat multifungsi, artinya media yang dirancang tidak hanya berfungsi sebagai alat bantu tetapi juga harus berfungsi sebagai alat untuk mengembangkan aspek-aspek psikologis dasar seperti untuk mengembangkan kognitif (persepsi, visual, adaptif, maupun kinestetik, memori, daya ingat dan konsentrasi dll) mengembangkan motorik dan lain sebagainya. Perkembangan
ilmu
pengetahuan
dan
teknologi
semakin
mendorong upaya-upaya dan pemanfaatan hasil teknologi dalam proses belajar. Para guru dituntut agar mampu menggunakan alat-alat tersebut sesuai dengan perkembangan dan tuntutan zaman. Di samping itu guru mampu menggunakan alat-alat yang tersedia, guru juga dituntut untuk mngembangkan keterampilan membuat media pembelajaran yang akan digunakan apabila media tersebut belum tersedia. Untuk itu guru harus memiliki penetahuan dan pemahaman yang cukup tentang media pembelajaran. Hal yang penting di dalam pemilihan media pembelajaran yang akan digunakan hendaknya relevan dengan tujuan yang ditetapkan. Ada dua fungsi utama dari media, Pertama, media benar-benar memberi kemudahan kepada siswa dalam memahami sesuatu yang diajarkan. Dengan bantuan media gambaran itu harus segera terbentuk pada anak. Jadi bukan untuk memudahkan guru dalam menyampaikan bahan pelajaran.
Kedua,
Media
yang
digunakan
hendaknya
dapat
membangkitkan minat atau motivasi belajar siswa. Oleh karena itu media
26
yang digunakan hendaknya sepadan dengan perkemabangan usia dan cocok dengan kemampuan anak. Menurut (Hamalik, 1994 : 6) bahwa : “Media sebagai alat komunikasi guna lebih mengefektifkan proses belajar mengajar. b) Fungsi media dalam rangka mencapai tujuan pendidikan, c) Seluk-beluk proses belajar, d) hubungan antara metode belajar dan media pendidikan, e) nilai atau manfaat media pendidikan dalam pengajaran, f) pemilihan dan penggunaan media pembelajaran, g) berbagai jenis alat dan teknik media pendidikan, h) media pendidikan dalam setiap mata pelajaran, i) usaha inovasi dalam media pendidikan”. Hamalik (1986) mengemukakan bahwa “Pemakaian media pembelajaran dalam proses belajar mengajar dapat membangkitkan keinginan dan minat yang baru, membangkitkan motivasi dan rangsangan kegiatan belajar, dan bahkan membawa pengaruh-pengaruh psikologis terhadap siswa”. Selain membangkitkan motivasi dan minat siswa, media pembelajaran juga dapat membantu siswa menigkatkan pemahaman, menyajikan, data dengan menarik dan terpercaya.
2. Fungsi dan Manfaat Media Pembelajaran Keterampilan Menurut Levie & Lentz (1982) mengemukakan empat fungsi media pembelajaran khususnya media visual, yaitu a) fungsi atensi, b) fungsi afektif, c) fungsi kognitif, d) fungsi kompensatoris. Fungsi atensi yaitu menarik dan mengarahkan perhatian siswa untuk berkonsentrasi kepada isi pelajaran yang berkaitan dengan makna visual yang ditampilkan atau menyertai teks materi pelajaran khususnya media gambar atau membuat keterampilan.
27
Fungsi afektif yaitu dapat dilihat dari kenikmatan siswa ketika belajar (atau membaca) teks yang bergambar. Gambar yang berlambang visual dapat menggugah emosi dan sikap siswa, misalnya informasi yang menyangkut masalah social atau ras. Funsi kognitif yaitu terlihat dari temuan-temuan penelitian yang menggungkapkan bahwa lambing visual atau gambar memperlancar pencapaian tujuan untuk memahami dan menginggat informasi atau pesan yang terkandung dalam gambar. Fungsi kompensatoris yaitu media visual yang memberikan konteks untuk memahami teks membantu siswa yang lemah dalam membaca
untuk
mengorganisasikan
informasi
dalam
teks
dan
menginggatnya kembali. Dengan kata lain media pembelajaran berfungsi mengkondisikan siswa yang lemah dan lambat menerima dan memahami isi pelajaran yang disajikan dengan teks atau disajikan secara verbal.
Peranan media dalam proses pembelajaran tidak hanya sebagai penunjang saja melainkan sebagai bagian secara system yang sangat berpengaruh kepada tujuan pembelajaran yang diinginkan dalam proses tersebut. Fungsi utama media pembelajaran adalah Menurut Arsyad (2004 : 15) :
“Sebagai alat bantu mengajar yang turut mempengaruhi
iklim,kondisi, dan lingkungan belajar yang ditata dan di ciptakan oleh guru”.
28
Dibawah ini terdapat beberapa manfaat dari media pengajaran yang dikemukakan oleh Sudjana dan Rivai (1997 : 2) : a. Pengajaran akan lebih menarik perhatian siswa sehingga dapat menumbuhkan motivasi belajar. b. Bahan pengajaran akan lebih jelas maknanya sehingga dapat lebih dipahami oleh para siswa dan memungkinkan siswa menguasai tujuan pengajaran lebih baik. c. Metode mengajar akan lebih bervariasi, tidak semata-mata komunikasi verbal melalui penuturan kata-kata oleh guru sehingga siswa tidak bosan dan guru tidak kehabisan tenaga, apalagi bila guru mengajar untuk setiap jam pelajaran. d. Siswa lebih banyak melakukan kegiatan belajar sebab tidak hanya mendengarkan uraian guru, tetapi juga aktivitas lain seperti mengamati, melakukan percobaan, mendemonstrasikan dan lain-lain. Tujuan diberikanya pembelajaran keterampilan yaitu dimana anak yang mengalami kebutuhan khusus dapat mengembangkan kemampuan yang dimilikinya untuk mempersiapkan memasuki lapangan pekerjaan. Menurut Smith dan Payne (1980) salah satu langkah pertama yang perlu diambil dalam mempersiapkan program pengembangan karir adalah membangun serangkaian sasaran dan tujuan program. Kedua penulis telah mengusulkan tujuan program karir yang luas untuk semua anak tunagrahita yaitu : 1. Untuk meningkatkan kesadaran dan aspirasi pekerjaan masing-masing siswa melalui konseling karier. 2. Untuk mengembangkan penilaian pendahuluan masing-masing skill keahlian dan minat siswa. 3. Untuk memberikan setiap siswa secara langsung pekerjaan “langsung” yang berkaitan dengan pengalaman dan kegiatan.
29
4. Membantu setiap siswa dalam pengembangan keterampilan kerja tingkat pertama. 5. Untuk memberikan layanan penempatan pekerjaan bagi siswa yang menyelesaikan program kesiapan karier. Menurut Brolin (1976) ada empat tahap yang melewati seorang individu dalam pengembangan
kepribadian yang berorientasi kerja.
Tahap-tahap ini yaitu : tahap pra sekolah (kelahiran sampai lima tahun), tahap sekolah dasar (enam hingga dua belas tahun), tahap sekolah menengah (tiga belas hingga enam puluh lima). Dalam hal ini anak tunagrahita tingkat SD hingga tingkat sekolah menengah, sekolah cenderung lebih berfokus pada aspek- aspek pendidikan keahlian dibandingkan dengan bidang-bidang akademis yang lebih tradisional seperti membaca atau matematika. Pada focus ini dapat dilihat dengan baik bahwa siswa akan bergerak kearah dunia kerja dalam waktu dekat karena banyak sekolah yang siswanya jarang dihadapkan pada situasi kehidupan untuk bekerja menjelang akhir sekolah formal. Dengan
demikian
sekolah
harus
sedini
mungkin
memberikan
pembelajaran keterampilan untuk meningkatkan kemampuan anak tungarhita sedang dalam menghadapi kehidupan masa depan. C. Keterampilan Paper Clay Istilah clay yang sebenarnya berarti tanah liat. Namun dalam perkembanganya istilah clay digunakan untuk menyebut adonan yang menyerupai tanah liat atau clay buatan. Namun tidak mudah untuk
30
membuat produk kerajinan tersebut karena tanah liat belum tentu mudah diperoleh. Selain itu tanah liat sering dianggap kotor dan proses pengeringan memerlukan pembakaran dengan suhu yang sangat tinggi. Karena berbagai alasan tersebut, maka dibuatlah adonan menyerupai tanah liat atau clay buatan yang cukup mudah pengerjaanya, yang proses pengeringan nya hanya diangin-anginkan saja. Menurut David Bainbridge (1996) ” Seni kerajinan clay ini selain untuk mengasah kemampuan otak kanan dan meningkatkan kreativitas daya imajenasi anak juga untuk melatih kerja syaraf motorik anak sehingga banyak yang menggunakan kerajinan clay ini sebagai alternatif untuk membantu anak yang mengalami hambatan tangan khususnya dalam mengerakan jari-jemarinya dan mengasah konsentarrasi anak dalam membentuk bubur kertas” Clay buatan ada beberapa macam yaitu : 1. Paper Clay Clay ini dibuat dari bubur kertas, dan pengeringanya cukup dengan cara diangin-anginkan.
2. Polymer Clay Pengeringan clay ini dilakukan dengan cara dipanggang dalam oven. Hasilnya ada yang menyerupai batu alam, plastic, atau metal. 3. Air Dry Clay Clay ini sering disebut clay jepang atau clay korea karena umunya clay ini didatangkan dari kedua Negara tersebut. Clay ini dijual dengan
31
berbagai macam warna dan pengeringannya cukupdengan cara diangin-anginkan. 4. Jumping Clay Clay ini menyerupai air dry clay, tetapi hasil akhirnya lebih ringan dan pengeringanya cukup dengan cara diangin-anginkan. Dari berbagai macam clay buatan yang sudah dipaparkan di atas, clay yang digunakan yaitu Paper clay atau bubur kertas. Karena proses pembuatan bubur kertas menggunakan bahan kertas bekas dan proses pembuatannya banyak menggunakan tangan dari mulai menyobek kertas sampai membentuk kertas menjadi suatu barang yang inginkan. Istilah papier mache berasal dari bahasa Perancis yang berarti “bubur kertas” (paper clay). Media ini popular digunakan di Perancis selama abad ke 17. Papier mache merupakan metode seni untuk membuat suatu bentuk 3 dimensi atau bentuk relief datar. Selain, Perancis, masyarakat Jepang, China dan Mexico seringkali memanfaatkan papier mache untuk kebutuhan festival topeng, membuat patung-patung binatang untuk festival atau ritual, dan berbagai aktivitas yang berkaitan dengan tema-tema hari libur. Beragam produk komersial dari negara-negara ini memanfaatkan medium ini sebagai bentuk ekspresi atau ungkapan seni. Paper Clay adalah sejenis kertas seni, yang lebih spesifiknya yaitu bubur kertas. Paper Clay atau bubur kertas yaitu kertas yang memiliki karakter cukup unik, terdiri dari bahan tipis dan rata yang dihasilkan dari kompresi serat. serat yang digunakan biasanya adalah serat yang memiliki
32
selulosa. Kertas juga merupakan bahan yang ringan dan juga mudah digunakan. Umumnya kertas juga digunakan orang sebagai media menulis, menggambar, mencetak, membungkus serta banyak kegunaan-kegunaan lain yang dapat digunakan. Kini perjalanan kertas akan berumur lebih panjang karena tak hanya terhenti sampai dikeranjang sampah hancur siasia. Kertas bekas atau limbah kertas umumnya di olah kembali menjadi kertas buram, kertas HVS ataupun tisu. Dengan menggunakan kertas limbah maka akan menghasilakan nilai seni yang terkandung di dalam kertas yang telah berubah menjadi Paper Clay atau bubur kertas. Dan juga akan menghasilkan karya seni yang bisa di jual dan harganya pun relative murah. Menurut kamus besar bahasa indonesia kertas merupakan barang lembaran dibuat dari bubur jerami, kayu, yang biasa ditulisi atau untuk kertas pembungkus dsb. Sedang daur ulang merupakan peredaran ulang suatu masa. Menurut David Bainbridge (1996) mengemukakan juga bahwa : istilah daur ulang seringkali digunakan untuk menggambarkan pemakaian ulang serat kertas yang sudah digunakan sebelumnya. Sampah dan sisa yang digunakan dalam proses produksi kertas di daur ulang. Jadi kertas daur ulang buatan tangan merupakan kertas yang dihasilkan dari pengolahan limbah kertas, yang diolah menggunakan tenaga manual, tidak menggunakan mesin-mesin berkapasitas besar.
33
Istilah kertas daur ulang buatan tangan yang beredar dipasaran dewasa ini, di kenal juga dengan sebutan ”natural paper” dan ”kertas seni”. Karena selain berbahan limbah kertas juga sering ditambahkan serat tanaman dan daun-daunan dan bahan-bahan alami yang di dapat dari alam. Inilah yang menjadi salah satu ciri khusus kertas daur ulang buatan tangan sehingga sering kali disebut ”kertas seni” yang merupakan hasil dari limbah kertas melainkan dapat juga nerupakan kertas yang dibuat dari tanamantanaman selain kayu, jerami dsb. Dengan demikian paper clay disini bisa dibuat dari bahan dasar kertas daur ulang seperti koran ataupun kertas yang sudah tidak terpakai, menjadi suatu barang yang dapat dijual dan dibudidayakan. I. Proses Pembuatan Paper Clay (Bubur Kertas) ALAT DAN BAHAN 1. Alat
Baskom, digunakan sebagai tempat adonan kertas yang sudah jadi.
Ember, digunakan sebagai tempat merendam kertas sebelum di hancurkan.
Saringan/ kain katun, digunakan untuk menyaring kertas yang sudah di hancurkan oleh tangan. Hal ini di lakukan untuk memisahkan airnya sekaligus agar mengetahui berat kertas sebenarnya.
Timbangan digunakan untuk menakar berat adonan bubur setelah diperas.
34
Mangkuk kecil, digunakan sebagai wadah saat membersihkan kuas pada saat mengecat.
Pisau palet, digunakan untuk menghaluskan adonan yang sudah dibentuk.
2. BAHAN
Kertas-kertas yang sudah tidak terpakai, selain digunakan sebagai bahan utama yang akan di rendam, di butuhkan juga untuk membuat kerangka.
Karton duplek, digunakan sebagai alat Bantu mencetak yaitu untuk membuat pola.
Lem PVC 600 gr, digunakan sebagai bahan campuran pada kertas.
Air, saat diperlukan pada saat menghaluskan kertas, mencampur adonan, membasahi pisau palet, maupun sebagai campuran cat acrylick.
Cat acrylick digunakan untuk memberi warna warna agar hasil kreasi sangat menarik.
Vernis, digunakan pada proses finishing agar hasilnya tampak lebih cerah, bersih, dan mengkilap.
3. Tahap Persiapan Pembuatan Adonan Paper Clay (Bubur Kertas)
Rendam kertas yang sudah di robek-robek dalam ember yang sudah di isi air selama sehari semalam, namun akan lebih baik lagi apabila di rendam selama 2 hari 3 malam.
Hancurkan kertas dengan menyobek-nyobek kertas di dalam ember yang berisi air.
35
Pisahkan ampas kertas dengan menggunakan saringan atau dengan cara diperas dengan kain katun.
Timbang hingga beratnya sampai 1,5 kg.
Letakan adonan kedalam baskom.
Bentuklah gambar 2 dimensi seperti gambar binatang, bunga dll Adapun jenis kertas yang tersedia dipasaran dapat dibedakan menurut fungsi, tekstur, ukuran, ketebalan, dan warnanya. Berdasarkan fungsinya kertas dapat digunakan untuk fungsi yang sangat beragam, baik sebagai bahan dasar pembuatan produk fungsional, seperti : kertas kado, buku tulis, tas kertas, pembungkus, majalah, poster, brosur dan sebagainya atau sebagai bahan dasar pembuatan produk kriya, seperti kotak kado, bingkai foto, kertas daur ulang, kartu ucapan, topeng kertas dan lain-lain. Kertas juga dimanfaatkan sebagai medium artistik untuk membuat patung dan karya seni lainnya. D. Penerapan Media Pembelajaran Keterampilan Paper Clay dalam Meningkatkan Kemampuan Motorik Halus Anak Tunagrahita Sedang. Anak tunagrahita sedang mengalami hambatan dalam kemampuan motorik halusnya sebagaimana disebutkan oleh N Kepart (dalam Lerner 1988: 276), kesulitan belajar anak tunagrahita sedang terjadi karena respon motorik anak tidak berkembang kedalam pola-pola motorik, akibatnya keterampilan motorik anak tunagrahita sedang rendah dan kurang bervariasi. Dengan demikian perlunya media pembelajaran yang dapat meningkatkan kemampuan motorik halus, diantaranya dengan melakukan berbagai aktifitas
36
kemampuan motorik halus seperti, meronce, bermain plastisin, membuat barang dari paper clay atau bubur kertas, menempel, menggunting dan mewarnai. Hamalik
(1986)
mengemukakan
bahwa
pemakaian
media
pembelajaran dalam proses belajar mengajar dapat membangkitkan keinginan dan minat yang baru, membangkitkan motivasi dan rangsangan kegiatan belajar, dan bahkan membawa pengaruh-pengaruh psikologis terhadap siswa. Media keterampilan paper clay merupakan media yang sangat unik dan menarik dimana anak dapat menggunakan tangan dan jari-jemari dalam membuat adonan, membentuk serta mewarnai agar hasilnya lebih menarik dan anak lebih merasa senang dalam membuatnya. Paper clay ini adalah seni keterampilan atau kerajinan yang dibuat dari kertas daur ulang dan dikembangkan dari seni kerajinan clay buatan. Media keterampilan paper clay ini memiliki kelebihan yang mendukung untuk proses pembelajran dalam meningkatkan kemampuan motorik halus anak tunagrahita sedang, yaitu mendorong minat dan motivasi anak dalam pembelajaran dikelas supaya anak dapat berkonsentrasi dan menggunakan tangan nya dalam menulis tanpa bantuan guru, selain itu juga dapat mengembangkan imajenasi dan kreativitas anak yang dimiliki. Ada beberapa hal yang menarik dalam pembuatan paper clay ini yaitu dalam proses pembentukan dan proses pewarnaan pada adonan dengan pemilihan warna yang sesuai dengan keinginan sendiri.
37
Kurangnya
kemampuan
motorik
halus
yang
dimiliki
anak
tunagrahita sedang salah satunya yaitu kerena mereka kurang mengerakan otot dan jari-jemarinya dalam proses pembelajaran. Larnet mengemukakan bahwa kurang koordinasi dalam aktivitas motorik, hambatan dalam koordinasi motorik halus (Y, Suherman, 2005: 47) merupakan gejala yang ditunjukan oleh anak tunagrahita sedang. Berbagai gejala gangguan motorik halus yang ada pada anak tunagrahita sedang sering dengan mudah dikenali pada saat anak berolahraga, menari dan menulis. Apabila kondisi kemampuan motorik halus tungarhita sedang dikaitkan dengan media pembelajaran keterampilan maka jelas keberadaan media pembelajaran keterampilan paper clay akan dapat membantu dalam meningkatkan kemampuan motorik halus anak tungarhita sedang khusunya dalam kemampuan menulis.