SUMBER BELAJAR PENUNJANG PLPG 2017
MATA PELAJARAN/PAKET KEAHLIAN
TEKNIK PENGOLAHAN HASIL PERTANIAN
BAB II MENGUJI PENYEBAB KERUSAKAN
KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN DIREKTORAT JENDERAL GURU DAN TENAGA KEPENDIDIKAN 2017
BAB 2. PENGUJIAN SIFAT BAHAN DAN PENYEBAB KERUSAKAN BAHAN
A.Kompetensi Inti Menguasai materi, Struktur, konsep dan pola pikir keilmuan yang mendukung mata pelajaran yang diampu. B. Kompetensi Dasar Mengelola pengujian sifat bahan (marfologi, sifat inderawi, sifat fisis, mekanis, fisiologis, komponen kimia) dan penyebab kerusakan bahan. C. Uraian Materi Pokok 1. Menguji sifat marfologis bahan hasil pertanian dan perikanan 2. Kerusakan komoditas hasil pertanian dan perikanan 2.1. TANDA-TANDA KERUSAKAN BAHAN PANGAN Suatu bahan pangan disebut rusak bila menunjukkan adanya penyimpangan yang melewati batas yang dapat diterima secara normal oleh panca indera atau parameter lain yang biasa digunakan. Proses pematangan buah merupakan suatu rangkaian reaksi kimia yang panjang, yang dapat berakhir dengan degradasi jaringan yang mengakibatkan kematian sel dan pembusukan, demikian pula halnya dengan sayuran. terjadinya atau mulai terjadinya kebusukan merupakan suatu tanda kerusakan. Beberapa bahan dianggap rusak bila menunjukkan penyimpangan konsistensi serta tekstur dari keadaan yang normal. Bahan yang secara normal berkonsistensi kental, tetapi bila keadaannya mempunyai konsistensi encer, maka hal ini merupakan suatu kerusakan. Demikian juga bahan hasil pertanian yang secara normal mempunyai tekstur yang keras seperti kentang, ubi jalar, wortel dan lain-lain bila menjadi lunak dalam keadaan segar, maka bahan tersebut berarti sudah mengalami kerusakan. Terjadinya memar yang lanjut dapat digunakan sebagai suatu tanda terjadinya kerusakan. Pada buah sawo, mangga, apel, jambu dan buah-buahan lain sering 1
terjadi memar yang mengalami kerusakan bagian dalam. Beberapa bahan jadi misalnya sayur asin yang mempunyai rasa dan bau asam bukanlah berarti rusak, karena sayur asin memang secara normal dikehendaki asam rasanya. Tetapi kalau sayur asin menjadi berlendir dan berbau busuk, maka hal ini merupakan suatu tanda kerusakan. Contoh lain yaitu pada makanan kaleng, tanda-tanda kerusakan yang terjadi dapat berupa pH yang menyimpang, terjadinya penggembungan kaleng, bau busuk, dan warna yang menyimpang. Beberapa bahan yang digoreng disebut rusak apabila terjadi kegosongan yang disebabkan oleh pemanasan terlalu lama atau penggunaan suhu yang terlalu tinggi. Demikian pula terjadinya reaksi browning yang tidak diinginkan merupakan salah satu tanda kerusakan. Tepung-tepung yang menggumpal dan mengeras menyebabkan tepung-tepung tersebut tidak dapat memenuhi fungsinya seperti yang diharapkan. Misalnya tepung telur albumin yang mengeras selama disimpan menyebabkan daya larut dan daya buih albumin menjadi rendah, atau kasein yang mengeras selama disimpan sehingga daya larutnya sangat menurun. Tanda-tanda tersebut merupakan tanda kerusakan. Minyak goreng mengalami kerusakan bila timbul bau yang menyimpang yaitu terjadinya ketengikan yang disebabkan oleh hasil oksidasi dan degradasi dari asam-asam lemak tidak jenuh yang terdapat dalam minyak tersebut. Banyak dari bahan-bahan yang dikeringkan menjadi berwarna hitam dan ditumbuhi kapang. Beberapa hasil pertanian yang ditumbuhi kapang dengan tanda-tanda adanya mycellium dan spora yang tumbuh pada permukaan bahan yang secara normal tidak ada, merupakan suatu tanda terjadinya kerusakan. Tanda-tanda kerusakan fisik dapat dijumpai pada bahan-bahan hasil pertaian yang mengalami serangan serangga atau tikus sehingga bentuk-bentuk fisiknya menjadi berlubang atau adanya bekas-bekas gigitan. Terdapatnya kepompong, ulat dan sebagainya sering digunakan sebagai tanda kerusakan. Telur yang rusak dapat ditandai dengan adanya keretakan, isi telur menjadi encer, atau secara candling terlihat tanda-tanda noda kerusakan. Daging segar
2
yang rusak akan mengeluarkan bau busuk, sedangkan beberapa bagian kadangkadang berulat atau berwarna menyimpang. Daging-daging yang berlendir dianggap telah mulai atau sedang mengalami kerusakan. Ikan mengalami kerusakan bila terlihat tanda-tanda sebagai berikut: insang menjadi pucat, mata tenggelam dan teksturnya lunak sekali, serta mengeluarkan bau dan berlendir. Tetapi sebaliknya, tidak semua kerusakan memperlihatkan tanda-tanda yang jelas. Suatu contoh terdapatnya ulat A dalam biji petai kadang-kadang tidak pernah terlihat atau terduga sebelumnya, karena dari luar buah menunjukkan keadaan utuh tidak berbeda dengan yang belum mengalami kerusakan. 2.2
JENIS-JENIS KERUSAKAN BAHAN PANGAN
Bila ditinjau dari penyebabnya, maka kerusakan bahan pangan dapat dibagi menjadi beberapa jenis, yaitu kerusakan mikrobiologis, mekanis, fisik, bioogis, dan kimia. 2.2.1.Kerusakan Mikrobiologi Kerusakan mikrobiologis ini merupakan bentuk kerusakan yang banyak merugikan serta kadang-kadang berbahaya terhadap kesehatan manusia, karena racun yang diproduksi, penularan serta penjalaran kerusakan yang cepat. Pada umumnya kerusakan mikorbiologis tidak hanya terjadi pada bahan mentah, tetapi juga pada bahan setengah jadi maupun bahan hasil olahan. Makanan dalam kaleng atau dalam botol dapat rusak dan kadang-kadang berbahaya karena dapat memproduksi racun. Kerusakan susu pada umunya disebabkan oleh mikroba. Terdapatnya bakteri tuberkulose yang dapat membahayakan kesehatan konsumen. Bahan-bahan yang telah rusak oleh mikroba dapat menjadi sumber kontaminasi yang berbahaya bagi bahan-bahan lain yang masih sehat atau segar. Karena bahan yang sedang membusuk mengandung mikroba-mikroba yang masih muda dan dalam pertumbuhan ganas (log phase), sehingga dapat menular dengan cepat ke bahan-bahan lain yang ada didekatnya. 2.2.2 Kerusakan Mekanis
3
Kerusakan mekanis disebabkan karena benturan-benturan mekanis, misalnya benturan antara bahan itu sendiri atau karena benturan alat dengan bahan tersebut. Waktu pelemparan bahan ke dalam unggukan atau ke dalam wadah banyak menyebabkan terjadinya saling benturan satu sama lain atau dengan dinding wadah. Penanganan bahan pangan khususnya buah-buahan dan sayuran akan banyak menghasilkan kerusakan mekanis.
Kerusakan
mekanis tersebut dapat terjadi pada waktu buah dipanen dengan alat. Misalnya mangga, durian yang dipanen dengan galah bambu dapat rusak oleh galah tersebut atau memar karena jatuh terbentur batu atau tanah keras. 2.2.3 Kerusakan Fisik dan Kimia Keruskaan fisik ini disebabkan karena perlakuan-perlakuan fisik. Misalnya dalam pengeringan terjadi case hardening. Dalam pendinginan terjadi chilling injuries atau freezing injuries dan freezer burn pada bahan yang dibekukan. Pada penggorengan atau pembakaran yang terlalu lama sehingga kegosongan, juga merupakan keruskan fisik. Kerusakan dingin (chilling injuries) ini mungkin disebabkan oleh suatu toksin yang
terdapat dalam jaringan hidup. Dalam
keadaan netral, toksin ini dapat dinetralkan (detoksifikasi) oleh senyawa lain. Di dalam tanaman diduga toksin yang dikeluarkan adalah asam chlorogenat yang dapat dinetralkan oleh asam askorbat.
Sedangkan detoksifikasi menurun,
sehingga sel-sel akan keracunan, mati, dan kemudian membusuk. 2.2.4 Kerusakan Biologis Kerusakan biologis yaitu kerusakan yang disebabkan karena kerusakan fisiologis, serangga, dan binatang pengerat (rodentia). Kerusakan fisiologis meliputi kerusakan yang disebabkan oleh reaksi-reaksi metabolisme dalam bahan baku atau oleh enzim-enzim yang terdapat didalamnya secara alami sehingga terjadi proses autolisis yang terakhir dengan kerusakan dan pembusukan. Contohnya daging akan membusuk oleh proses autolisis, karena itu daging mudah rusak atau membusuk bila disimpan pada suhu kamar. Keadaan yang serupa juga dialami oleh beberapa buah-buahan. Bila hewan ternak dipotong, maka akan terjadi penghentian sirkulasi darah yang membawa oksigen ke jaringan
4
metabolisme aerobik. Karena keadaan tersebut, maka sistem metabolisme akan berubah menjadi anaerobik yang dapat menghasilkan asam laktat. Hal ini akan menyebabkan pH turun sehingga menjadi 5,6-5,8. Dengan turunnya pH, metabolisme anaerob menjadi lambat dan jumlah ATP menipis sehingga daging mengeras (rigor mortis) kemudian kembali melunak dan proses autolisis akan berlangsung sehingga daging menjadi rusak. 2.3. FAKTOR UTAMA PENYEBAB KERUSAKAN PANGAN Kerusakan bahan pangan dapat disebabkan oleh faktor-faktor sebagai berikut: pertumbuhan dan aktifitas mikroba terutama bakteri, kapang dan khamir; aktifitas enzim-enzim didalam bahan pangan; serangga, parasit dan tikus; suhu termasuk pemanasan dan pendinginan; kadar air; adanya udara termasuk oksigen; sinar dan waktu. 2.3.1 Bakteri, Kapang, dan Khamir Mikroba penyebab kebusukan pangan dapat ditemukan di mana saja baik di tanah, air, udara, di atas kulit atau bulu ternak, dan di dalam usus. Beberapa mikroba juga ditemukan di atas kulit buah-buahan, sayuran, biji-bijian dan kacang-kacangan.
Mikroba secara normal tidak ditemukan di dalam jaringan
hidup misalnya daging hewan, daging buah atau air buah. Susu sapi yang sehat mula-mula steril ketika di dalam kelenjar susu, kemudian setelah diperah akan mengalami kontaminasi dari udara, wadahnya atau dari si pemerah sendiri. Daging sapi dari sapi sehat juga akan mengalami kontaminasi segera setelah pemotongan. Buah-buahan, sayuran, biji-bijian, dan kacang-kacangan akan mengalami kontaminasi setelah dikupas kulitnya. Demikian juga pada telur, bagian dalam dari telur sehat mula-mula adalah steril tetapi kulitnya banyak mengandung bakteri yang berasal dari kotoran ayam. Bakteri mempunyai beberapa bentuk misalnya bentuk cocci pada Streptococcus sp., Micrococcus sp., dan Sarcina sp., bentuk cambuk pada bacilla, dan bentuk spiral pada spirilla dan vibrios.
5
Tumbuhnya bakteri, kapang atau khamir di dalam bahan pangan dapat mengubah komposisi bahan pangan. Beberapa diantaranya dapat menghidrolisa pati dan selulosa atau menyebabkan fermentasi gula, sedangkan lainnya dapat menghidrolisa lemak dan menyebabkan ketengikan, atau dapat mencerna protein dan menghasilkan bau busuk dan amoniak. Beberapa mikroba tersebut dapat membentuk lendir, gas, busa, warna, asam, toksin dan lain-lainnya. Jika makanan mengalami kontaminasi secara spontan dari udara, maka akan terdapat pertumbuhan campuran beberapa tipe mikroba. Bakteri, khamir dan kapang senang akan keadaan yang hangat dan lembap. Sebagian besar bakteri mempunyai suhu pertumbuhan antara 45 0–550C dan disebut golongan bakteri thermofilik. Beberapa bakteri mempunyai suhu pertumbuhan antara 200-450C yang disebut bakteri mesofilik, dan yang lainnya mempunyai suhu pertumbuhan di bawah 200 C disebut bakteri psikrofilik. Spora dari kebanyakan bakteri dapat mempertahankan diri pada suhu air mendidih, dan kemudian bila suhu turun akan bergerminasi dan bertambah. Beberapa bakteri dan semua kapang membutuhkan oksigen untuk tumbuh, disebut mikroba aerobik. Bakteri yang lain bahkan tidak dapat tumbuh bila ada oksigen, bakteri demikian disebut bakteri anaerobik. 2.2.3. Air Pertumbuhan mikroba tidak pernah terjadi tanpa adanya air. Air dalam substrat yang dapat digunakan untuk pertumbuhan mikroba biasanya dinyatakan dengan istilah water activity (aw), yaitu perbandingan antara tekanan uap air dari larutan (P) dengan tekanan uap air murnia pada suhu yang sama (P o). a w = P / Po X Istilah aw dibedakan dengan RH sebagai berikut, yaitu aw digunakan untuk larutan atau bahan makanan, sedangkan RH untuk udara dan ruangan. 2.2.4 Suhu Setiap mikroba, baik bakteri, kapang dan khamir mempunyai suhu optimum,
6
minimum dan maksimum untuk tumbuh. Suhu minimum terendah dimana mikroba masih dapat tumbuh dan suhu maksimum yaitu suhu tertinggi untuk pertumbuhan miroba. Bakteri psikofilik (cryophilic) dapat tumbuh dengan kecepatan yang relatif tinggi pada suhu 00C. Bakteri psikotropik dapat tumbuh pada suhu lemari es dibawah 100C. Berdasarkan suhu optimumnya yaitu antara 200C dan 450C kebanyakan bakteri tersebut digolongkan dalam bakteri mesofilik. Bakteri-bakteri yang mempunyai suhu optimum diatas 450C termasuk golongan termofilik dan bakteri ini ada yang obligat atau fakultatif termofilik. Perubahan suhu yang sedikit saja, akan menghasilkan pertumbuhan bakteri yang berbeda. Kebanyakan kapang adalah mesofilik dan mempunyai suhu optimum sekitar 25-300C atau suhu kamar, tetapi beberapa kapang dapat tumbuh baik pada suhu 35- 370C, contohnya Aspergillus sp., dan beberapa pada suhu yang lebih tinggi. Sejumlah kapang ada yang bersifat psikofilik, yaitu dapat tumbuh baik pada suhu pembekuan atau sedikit di atasnya, dan beberapa malahan tumbuh secara perlahan-lahan di bawah suhu pembekuan yaitu antara -5 hingga -100C. Ada pula beberapa kapang yang termofilik yaitu mempunyai suhu optimum yang tinggi. Umumnya kisaran suhu pertumbuhan untuk khamir (sebagian besar) adalah serupa dengan kapang, dengan suhu optimum sekitar 25-300C dan suhu maksimum kira-kira 35-470C. Beberapa macam khamir dapat tubuh pada suhu 00C atau kurang dari 00C. 2.2.5. Oksigen Berdasarkan proses respirasinya, mikroba dibagi menjadi 4 golongan aerobik, anaerobik, fakultatif dan miroaerofilik.
Mikroba termasuk golongan
aerobik, bila untuk tumbuhnya memerlukan molekul oksigen bebas, dan golongan anaerobik tidak memerlukan oksigen dan tumbuh dengan baik tanpa adanya oksigen bebas, sedangkan golongan fakultatif bila dapat tumbuh dengan atau tanpa oksigen bebas. Mikroba mikroaerofilik membutuhkan hanya sejumlah
7
kecil oksigen bebas. Beberapa bakteri tergolong bakteri aerob dapat menggunakan oksigen yang berasal dari hasil reduksi nitrat menjadi nitrit. 2.3.5. Enzim Enzim yang ada pada bahan pangan dapat berasal dari mikroba atau memang ada pada bahan pangan tersebut secara normal. Enzim ini memungkinkan terjadinya reaksi kimia dengan lebih cepat tergantung dari enzim yang ada, dan dapat mengakibatkan bermacam-macam perubahan pada komposisi bahan pangan. Jika enzim telah diinaktifkan bail oleh panas, bahan kimia, radiasi atau perlakuan lainnya, maka tentu saja reaksi tersebut berjalan sangat lambat atau berhenti sama sekali. Beberapa reaksi kimia yang tidak berlebihan bahkan dapat menguntungkan,
misalnya pada pematangan tomat
setelah dipetik, atau pada pengempukan daging selama aging dengan enzim pepsin (proteinase). Tetapi pengempukan dan pematangan yang berlebihan dapat menyebabkan kebusukan. Keaktifan maksimum dari enzim pada umumnya pada pH 4-8, atau sekitar pH 6. Tetapi pepsin masih aktif sampai pH 2, dan enzim phophatase di dalam darah aktif sampai pH 9. Jika makanan disterilisasi atau dipasteurisasi untuk menginaktifkan mikroba, maka enzim akan sebagian atau seluruhnya rusak dan inaktif. Juga jika makanan didinginkan dengan tujuan untuk mengurangi aktifitas mikroba, maka keaktifan enzim-enzim didalamnya juga akan terhambat. Beberapa enzim mungkin lebih tahan terhadap pemanasan, pendinginan, pengeringan, radiasi atau cara-cara pengawetan lainnya daripada mikroba. Misalnya pemanasan atau radiasi mungkin efektif untuk membunuh mikroba, tetapi enzim-enzim tertentu mungkin masih dapat aktif.
E. Referensi Tien R Muchtadi, Fitriyono. 2010. Teknologi Proses Pengolahan Pangan. Alfabeta Bandung. Dahrul Syah. 2012. Teknologi Pangan. IPB Press. Bogor
8