BAB II MASYARAKAT , PENDIDIKAN MORAL KEAGAMAAN BAGI PERILAKU REMAJA
A. Masyarakat 1. Pengertian Masyarakat Dalam bahasa Inggris masyarakat disebut society, asal kata socius yang berarti kawan. Adapun kata “masyarakat” berasal dari bahasa arab, yaitu syirk, artinya bergaul. Adanya saling bergaul ini tentu ada bentukbentuk aturan hidup, yang bukan disebabkan oleh manusia sebagai perseorangan melainkan oleh unsur-unsur kekuatan lain dalam lingkungan sosial yang merupakan kesatuan. Para ahli sepakat, bahwa adanya saling bergaul dan interaksi karena mempunyai nilai-nilai, norma-norma, caracara, dan prosedur yang merupakan kebutuhan bersama sehingga masyarakat merupakan kesatuan hidup manusia yang berinteraksi menurut suatu sistem adat istiadat tertentu, yang bersifat kontinyu dan terikat oleh suatu rasa identitas bersama.1 Masyarakat berasal dari kata musyarakah (arab), artinya bersamasama kemudian berubah menjadi masyarakat yang artinya berkumpul bersama, hidup bersama dengan saling berhubungan dan saling mempengaruhi.2
1
M. Munandar Soelaeman, Ilmu Sosial Dasar Teori Dan Konsep Ilmu Sosial, Cet. 13 (Bandung : PT Refika Aditama, 2008), hal. 122 2 Abdul Syam, Sosiologi Skematik Teori Dan Terapan (Jakarta : Bumi Aksara, 2002), hal. 29
22
23
Masyarakat sebagai terjemahan dari istilah society yang berarti sekelompok orang yang membentuk sebuah sistem semi tertutup atau semi terbuka, dimana sebagian besar interaksi adalah antara individu-individu yang berada dalam kelompok tersebut. Kata masyarakat sendiri adalah suatu jaringan hubungan antara individu.3 Masyarakat adalah golongan orang besar atau kecil terdiri dari beberapa manusia yang tidak dengan paksaan atau dengan sendirinya ia lakukan dan pengaruh mempengaruhi satu sama lain. Masyarakat adalah setiap kelompok manusia yang telah cukup lama hidup dan bekerja sama sehingga mereka dapat mengorganisasikan dirinya dan berfikir tentangn dirinya sebagai satu kesatuan sosial dengan batas-batas tertentu. Selain itu, masyarakat juga merupakan sistem dari cara kerja dan prosedur dari otoritas dan saling membantu yang meliputi kelompok-kelompok dan pembagian sosial lain, sistem dari pengawasan tingkah laku manusia dan kebebasan.4 Masyarakat adalah pergaulan hidup manusia, sehimpunan orang yang hidup bersama dalam suatu tempat dengan ikatan-ikatan antara aturan yang tertentu. Dengan demikian pengertian masyarakat menurut arti kata. Definisi masyarakat yang lain dikemukakan oleh sarjana seperti : 1) Linton (seorang ahli antropologi) mengemukakan, bahwa masyarakat adalah setiap kelompok manusia, yang telah cukup lama hidup dan
3
Bimo Walgito, Pengantar Psikologi Umum (Yogyakarta : Andi Offset, 2004), hal. 91-
92 4
Heri Subando Dan Suhadi, Diktat Mata Kuliah Sosiologi Pedesaan (Semarang : FPIPS UNESS, 2000), hal. 13
24
bekerja sama, sehingga mereka itu dapat mengorganisasikan dirinya dan berfikir tentang dirinya sebagai satu kesatuan sosial dengan batasbatas tertentu. 2) M. J. Heskovits menulis, bahwa masyarakat adalah kelompok individu yang mengorganisasikan mengikuti satu cara hidup tertentu. 3) J. L. Gillin J. P. Gillin mengatakan, bahwa masyarakat itu adalah kelompok manusia yang terbesar mempunyai kebiasaan, tradisi, sikap dan perasaan persatuan
yang sama, masyarakat
itu meliputi
pengelompokan-pengelompokan yang kecil. 4) S. R. Steinmentz memberikan batasan tentang masyarakat sebagai kelompok manusia yang terbesar yang meliputi pengelompokanpengelompokan
manusia
yang
lebih
kecil
yang
mempunyai
perhubungan erat dan teratur. 5) Mac Iver agak lebih terperinci mendefinisikan masyarakat, yang berbunyi bahwa masyarakat adalah sistem dari pada cara kerja dan prosedur, dari pada otoritas dan saling bantu membantu yang meliputi kelompok-kelompok dan bagian-bagian sosial lain, sistem dari pengawasan tingkah laku manusia dan kebebasan. Sistem yang kompleks yang selalu berubah atau jaringan-jaringan dari relasi sosial itulah yang dinamakan masyarakat. Dalam arti luas yang dimaksud masyarakat ialah keseluruhan hubungan-hubungan dalam hidup bersama dengan tidak dibatasi oleh
25
lingkungan, bangsa dan lain-lain. Dalam arti sempit masyarakat di maksud sekelompok manusia yang dibatasi oleh aspek-aspek tertentu. Berdasarkan arti tersebut di atas, dapat kita tarik satu definisi sebagai berikut : “masyarakat adalah kelompok manusia yang telah lama bertempat tinggal di suatu daerah yang tertentu dan mempunyai aturan (undang-undang) yang mengatur tata hidup mereka untuk menuju kepada tujuan yang sama”.5 Dalam bahasa Inggris kata masyarakat diterjemahkan menjadi dua pengertian, yaitu society dan community. Maksudnya masyarakat sebagai community cukup memperhatikan dua variasi dari suatu yang berhubungan dengan kehidupan dengan kehidupan bersama (antar manusia) dan lingkungan alam. Jadi ciri community ditekankan pada kehidupan bersama dengan bersandar pada lokalitas dan derajat hubungan sosial.6 Aguste
comte
menegaskan
bahwa
masyarakat
merupakan
kelompok makhluk hidup yang realitas-realitas baru yang berkembang menurut hukum-hukumnya sendiri dan berkembang menurut pola perkembangan tersendiri. Masyarakat dapat membentuk kepribadian yang khas bagi manusia, sehingga tanpa adanya kelompok manusia tidak akan mampu untuk berbuat banyak dalam kehidupannya.7
5
Hartomo Dan Arnicun Aziz, Ilmu Sosial Dasar (Jakarta: Bumi Aksara, 2008), hal. 88-90 Lysen A, Individu Dan Masyarakat, (Bandung : Vorkind Van Hoeve, 1995), Cet. Ke-3,
6
hal. 15 7
Sidi Gazalba, Masyarakat Islam Pengantar Sosiologi Dan Sosiografi, (Jakarta : Bulan Bintang, 1976), Jilid I, hal. 16
26
Masyarakat adalah sekelompok yang berinteraksi antara sesama sehingga tergantung dan terikat oleh nilai dan norma yang dipatuhi bersama serta pada umumnya bertempat tinggal diwilayah tertentu dan adakalanya merupakan hubungan darah atau memiliki kepentingan bersama atau bisa diartikan sebagai kesatuan kelompok kekerabatan di suatu desa dalam suatu warga.8 Macam-macam tipe masyarakat: a. Masyarakat pedesaan Masyarakat yang msih sederhana, terlihat kecil, organisasinya sederhana, sedangpenduduknya tersebar. Perkembangan teknologinya lambat. Pengangkutan danhubungan yang terlambat, memperkecil ruang lingkup hubungan dengan masyarakat lain. Warga suatu masyarakat pedesaan mempunyai hubungan yang sangat erat dan lebih mendalam. System kehidupan biasanya berkelompok atas dasar sistem kekeluargaan. Rasa persatuan erat sekali, yang kemudian menimbulkan saling mengenal dan saling menolong yang akrab. b. Masyarakat perkotaan Masyarakat perkotaan atau urban community adalah masyarakat kota yang tidak tertentu jumlah penduduknya. Tekanan pengertian “kota”, terletak pada sifat dan cirri kehidupan yang berbeda dengan masyarakat pedesaan. Orang kota sudah memandang penggunaan 8
Umar Tirta Raharja Dan Lasula, Pengantar Pendidikan, (Jakarta : Rineka Cipta, 1998), Cet. Ke-8, Hal.16
27
kebutuhan hidup, sesuai dengan pandangan masyarakat sekitarnya. Masalah makanan, pakaian dan kebutuhan lainnya merupakan perwujudan darikedudukan social orang itu.9 B. Pendidikan Moral 1. Pengertian Pendidikan Moral a) Pengertian Pendidikan Sebelum mengartikan pendidikan moral, terlebih dahulu akan diartikan
tentang
pendidikan.
Menurut
Mahmud
Yunus,
kata
“pendidikan” dalam bahasa arab adalah “tarbiyah” dengan kata kerja “rabba”
yang artinya
adalah
mengasuh.
Secara
terminologis,
pendidikan mempunyai arti usaha yang ditujukan kepada perbaikan sikap mental yang akan terwujud dalam amal perbuatan yang tidak hanya bersifat teoritis saja, tetapi juga praktis.10 Dalam kajian dan pemikiran tentang pendidikan terlebih dahulu perlu diketahui dua istilah yang hampir sama bentuknya dan sering dipergunakan dalam
dunia pendidikan, yaitu : Pedagogi berarti
“pendidikan” sedangkan pedagoie artinya “ilmu pendidikan”.11 Pendidikan
dalam
arti
umum
dan
sederhana
menurut
Djumransjah adalah usaha manusia untuk menumbuhkan dan
9
Soerjono Soekamto, Sosiologi Suatu Pengantar, (Jakarta : Kenanga, 2003), Cet. Ke-1,
hal. 706 10
Mahmud Yunus, Kamus Arab Indonesia (Jakarta : Hida Karya Agung, 1989), hal. 136 Fuad Ikhsan, Dasar-Dasar Kependidikan (Jakarta : PT RINEKA CIPTA, 2003), hal. 1
11
28
mengembangkan potensi-potensi pembawaan, baik jasmani maupun rohani sesuai dengan nilai-nilai yang ada dalam masyarakat.12 Pendidikan berasal dari kata didik, lalu kata ini mendapat awalan me sehingga mendidik, artinya memelihara dan memberikan latihan dalam memelihara dan memberi latihan diperlukan adanya ajaran, tuntunan, dan pimpinan mengenai akhlak dan kecerdasan pikiran.13 Pendidikan sering disebut ilmu normatif. Ilmu normatif tidak ingin sekedar mendeskripsikan atau menjelaskan, melainkan ingin memberitahukan perlu dan harusnya mencapai sesuatu cita ideal atau mencapai sesuatu yang dilihat atau diuji dari nilai hidup memang baik. Sesuatu yang disebut normatif baik itu mempunyai tiga ragam, yaitu : berupa nilai hidup yang memang dapat diterima sebagai nilai hidup yang baik, berupa perkembangan atau pertumbuhan subyek yang bila diuji dengan hakikat perkembangan atau pertumbuhan memang baik, berupa suatu alat untuk mencapai tujuan. Alat itu disebut normatif baik bila penggunaan dan pemilihan alat itu cocok dengan nilai hidup dan tidak bertentangan dengan hakikat perkembangan subyek.14 Pendidikan sebagai usaha membina dan mengembangkan manusia dari aspek-aspek rohaniyah dan jasmaniyah juga harus berlangsung secara bertahap. Oleh karena itu, suatu kematangan bertitik 12 13
Djumransjah, Filsafat Pendidikan Islam,Cet. I (Malang : Bayumedia, 2004), hal. 1 W.J.S Purwadarminta, Kamus Umum Bahasa Indonesia (Jakarta : Balai Pustaka, 1966),
hal. 206 14
Noeng Muhadjir, Ilmu Pendidikan Dan Perubahan Sosial Teori Pendidikan Edisi IV (Yogyakarta : Rake Sarani, 1993), hal. 2
29
akhir pada optimilisasi perkembangan atau pertumbuhan, dapat dicapai bilamana berlangsung melalui proses demi proses ke arah tujuan akhir perkembangan atau pertumbuhannya.15 Di samping itu, istilah pendidikan dalam pendidikan Islam kadang-kadang disebut al-Ta’lim yang biasanya diterjemahkan dengan pengajaran. Ia kadang-kadang disebut dengan al-Ta’dib yang secara etimologi diterjemhkan dengan perjamuan makan atau pendidikan sopan santun.16 Pada masa sekarang,istilah yang populer dipakai orang adalah tarbiyah, karena al-tarbiyah adalah termasuk
yang mencakup
keseluruhan kegiatan pendidikan. Ia adalah upaya yang mempersiapkan individu untuk kehidupan yang lebih sempurna, beretika, sistematis dalam berfikir, memiliki ketajaman dalam mengungkap bahasa lisan dan tulis, serta memiliki beberapa ketrampilan.17 Kegiatan al-tarbiyah terbagi menjadi dua macam. Pertama tarbiyah kholqiyat, yaitu penciptaan, pembinaan dan pengembangan jasmani peserta didik agar dijadikan sebagai sarana bagi pengembangan jiwanya. Kedua, tarbiyah diniyat tahziyat, yaitu pembinaan jiwa manusia dan kesempurnaannya melalui petunjuk wahyu Ilahi.18 Menurut Ahmad Tafsir : “Pendidikan adalah pengembangan pribadi dalam semua aspeknya”, dengan penjelasan bahwa yang dimaksud 15
M. Arifin, Filsafat Pendidikan Islam (Jakarta : Bumi Aksara, 2000), hal. 11 Ahmad Yunus, Kamus Arab-Indonesia (Jakarta :Yp3a, 1973), hal.149 17 Ramayulis, Ilmu Pendidikan Islam (Jakarta : Kalam Mulia, 2002),Hal.4 18 Musthafa Al-Maraghi, Tafsir Al-Maraghi, Juz. I (Beirut : Dar Al-Fikr Al-Araul, Tth.), 16
hal.30
30
“pengembangan pribadi” ialah yang mencakup pendidikan oleh diri sendiri, pendidikan oleh lingkungan dan pendidikan oleh orang lain (guru), “seluruh aspek” mencaku jasmani, akal dan hati.19 Sebagaimana telah diuraikan diatas, bahwa pendidikan adalah suatu usaha untuk menumbuh kembangkan potensi-potensi pembawaan baik jasmani maupun rohani sesuai dengan nilai-nilai yang ada di dalam masyarakat dan kebudayaan. Sedangkan moral adalah sesuainya tindakan manusia dengan ide-ide umum yang diterima, baik yang datang dari Tuhan maupun manusia.20 Dengan
demikian
jelaslah
bahwa
proses
kependidikan
merupakan rangkaian usaha membibing, mengarahkan potensi hidup manusia yang berupa kemampuan-kemampuan belajar, sehingga terjadilah perubahan di dalam kehidupan pribadinya sebagai makhluk individual dan sosial serta dalam hubungannya dengan alam sekitar di mana ia hidup. Proses tersebut senantiasa berada di dalam nilai-nilai Islami yaitu nilai-nilai yang melahirkan norma-norma syariah dan akhlaqul karimah. b) Pengertian Moral Untuk lebih jelasnya mengenai definisi moral, berikut ini adalah pemaparan para ahli. Menurut Majid Fakhry, pengertian moral dijelaskan sebagai berikut: 19
Ahmad Tafsir, Ilmu Pendidikan Dalam Perspektif Islam, Cet. II (Bandung : Remaja Rosdakarya, 1994), hal. 26 20 H. Fuad Ihsan, Dasar-Dasar Kependidikan (Jakarta : PT. Rineka Cipta, 1996), hal. 1
31
“Moral berasal dari bahasa latin yakni mores kata jamak dari mos yang berarti adat kebiasaan. Sedangkan dalam bahasa Indonesia moral diartikan dengan susila. Moral adalah tindakan manusia, mana yang baik dan mana yang wajar”.21 Menurut M. Daud Ali dalam bukunya yang berjudul Pendidikan Agama Islam mengatakan bahwa moral berasal dari perkataan akhlak dalam bahasa Indonesia berasal dari bahasa Arab “Akhlaq” bentuk jamak dari mufrodnya khuluq yang berarti budi pekerti, perangai, tingkah laku, atau tabi’at. Moral juga disamakan dengan kesusilaan, sopan santun. Khuluq merupakan gambaran sifat batin manusia, gambaran bentuk lahiriah manusia, seperti raut wajah, gerak anggota badan dan seluruh tubuh. Dalam bahasa Yunani, pengertian Khuluq ini disamakan dengan kata ethicos atau ethos, artinya adab kebiasaan, perasaan batin, kecenderungan hati untuk melakukan perbuatan. Ethicos kemudian berubah menjadi Etika.22 Moral berasal dari kata mores (latin), yang berhubungan dengan kebiasaan (adat) suatu kelompok manusia. Mores mengandung kaiodah-kaidah yang sudah diterima oleh kelompok masyarakat sebagai pedoman tingkah laku anggotanya dan harus dipatuhi. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (1990), kata moral diartikan sebagai ajaran baik buruk yang diterima umum mengenai perbuatan, sikap, kewajiban dan sebagainnya. Akhlak, budi pekerti, susila, juga diartikan sebagai kondisi mental yang membuat orang tetap berani, bersemangat, 21 22
346
Majid Fakhry, Etika Dalam Islam (Yogyakarta : Pustidaka Pelajar, 1996), hal. 4 M. Daud Ali, Pendidikan Agama Islam (Jakarta : Raja Grafindo Persada, 1998), hal.
32
bergairah, berdisiplin dari isi hati, atau keadaan sebagaimana terungkap dalam perbuatan dan ajaran yang dapat diukur dari suatu cerita.23 Peranan agama dalam hidup dan kehidupan manusia amat penting karena pada dasarnya manusia memiliki keinginan yang sangat esensial dalam jiwa, berupa keinginan selalu mencari sesuatu yang berbeda diluar dirinya, yang ideal, yang dapat memahami hatinya. Pencarian makna agama bukanlah suatu persoalan yang mudah apalagi membuat definisi yang dapat menampung semua persoalan esensial yang terkandung dalam agama. Dan mendifinisikan agama sebagai suatu sistem nilai yang diakui dan diyakini kebenarannya,dan merupakan jalan ke arah keselamatan hidup, sebagai suatu sistem nilai, agama mengandung persoalan-persoalan pokok, yaitu tata keyakinan, tata peribadatan, dan tata aturan.24 Moral dalam ajaran Islam merupakan terjemahan dari kata akhlak yang berarti sifat terpuji yang merupakan pantulan berupa perilaku, ucapan dan sikap yang ditimbulkan oleh seseorang, namun demikian terdapat perbedaan diantara keduanya, yaitu moral dapat diartikan sebagai suatu kebiasaan/kelakuan yang bersumber dari nilainilai masyarakat, sedangkan akhlak merupakan suatu sikap yang dimiliki oleh seseorang yang bersumber dari Al-Qur’an dan hadits. Ada beberapa perkara yang menguatkan pendidikan akhlak dan meninggikannya, kami tuturkan yang terpenting, ialah: 23
Mawardi lubis, Evaluasi Pendidikan Nilai, Cet. III (Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 2011), hal. 10 24 Ibid, Evaluasi Pendidikan Nilai hal.28-29
33
a. Meluaskan lingkungan fikiran. b. Berkawan dengan orang yang terpilih. c. Membaca dan menyelidiki perjalanan para pahlawan dan yang berfikiran luar biasa. d. Mewajibkan dirinya melakukan perbuatan-perbuatan baik bagi umum. e. Menekan jiwa melakukan perbuatan yang ada maksud kecuali menundukkan jiwa. Perbuatan moral/akhlak harus memiliki ciri sebagai berikut: a. Perbuatan tersebut telah mendarah daging atau mempribadi sehingga menjadi identitas orang melakukannya. b. Perbuatan tersebut dilakukan dengan mudah, gampang serta tanpa
memerlukan
pikiran
sebagai
akibat
dari
telah
mempribadinya perbuatan tersebut. c. Perbuatan tersebut dilakukan atas kemauan dan pilihan sendiri bukan karena paksaan dari luar.25 Beberapa firman Allah SWT dan hadits Nabi Muhammad saw tersebut menjelaskan tentang sifat-sifat yang terpuji dari hamba Allah yang beriman, yang mencakup sikap hidup seseorang sebagai yang memiliki moral yang tinggi, baik terhadap tuhan maupun terhadap sesama manusia.
25
Abdullah Nashih Ulwan, Pendidikan Anak Dalam Islam (Jakarta : Purtaka Amani, 2002), hal. 193
34
a. Moral terhadap Allah SWT, yaitu: 1. Mendirikan sholat yang wajib. 2. Mengerjakan puasa. 3. Mengerjakan haji ke Baitullah (bagi yang mampu). 4. Menghidupkan malam dengan shalat (qiyamul lail). 5. Selalu berdo’a agar terhindar dari azab neraka jahanam. 6. Tidak musyrik dalam beribadah. 7. Memerhatikan ayat-ayat Allah. 8. Selalu berdo’a agar diberikan keluarga dan keturunan yang qurrata a’yun. b. Moral terhadap sesama manusia, yaitu: 1. Tidak berlaku sombong. 2. Pemaaf. 3. Berkata baik. 4. Jujur. 5. Membelanjakan harta secara adil. 6. Tidak membunuh tanpa hak. 7. Tidak berzina. 8. Tidak memberikan kesaksian palsu. 9. Tidak melakukan perbuatan yang tidak bermanfaat. 10. Memelihara amanat dan janji.26
26
Mawardi lubis, Op. Cit., hal. 36-37
35
c) Pendidikan Moral Akhir-akhir ini banyak masyarakat yang memandang bahwa proses pendidikan kita kita telah gagal menanamkan nilai-nilai moral pada setiap siswa. Asumsi ini muncul setelah kita menyaksikan begitu banyaknya siswa yang kurang memiliki moral yang sesuai dengan pandangan hidup masyarakat kita. Pendidikan moral merupakan bagian yang tidak terpisahkan dalam proses pendidikan. Pendidikan moral sangat erat kaitannya dengan pembangunan bangsa. Pendidikan bertujuan membentuk karakter yang terwujud dalam kesatuan esensial si subjek dengan dengan perilaku dan sikap hidup yang dimilikinya. Moral merupakan sesuatu yang mengualifikasi seseorang supaya tumbuh menjadi manusia yang bermartabat, mampu membedakan salah dan benar.27 Pendidikan moral ialah satu program yang mendidik peserta didik supaya menjadi insan yanng bermoral atau berakhlak mulia dengan menekankan aspek perkembangan pemikiran moral, perasaan moral dan tingkah laku moral.28 Menurut Ahmad Ta’rifin dan Yasin Abidin dalam bukunya yang berjudul “Demokratisasi dan Paradigma Baru Pendidikan”, menyatakan bahwa pendidikan moral adalah bimbingan lahir batin secara bulat dan utuh untuk mencapai kesempurnaan kepribadian manusia, yang dapat 27
Sulaeman Salam, Artikel : “Moral” dalam http://blog.tp.ac.id./strategi_pendidikan_agama_dan_moral_pada_era_global., dikutip pada hari senin, 7 april 2014, pukul 11.14 WIB. 28 Kementerian Pendidikan, Pendidikan Moral (Malaysia : Pusat Perkembangan Kurikulum, 2000) hal. 1
36
dimanifestasikan dalam wujud, perangai, kata-kata dan perbuatan untuk dirinya dan untuk orang lain atas dasar suara hati yang jujur dan benar.29
2. Tujuan Pendidikan Moral Tujuan utama pendidikan moral adalah menghasilkan individu yang otonom, memahami nilai-nilai moral, dan memiliki komitmen untuk bertindak konsisten dengan nilai-nilai tersebut. Pendidikan moral ini mengandung beberapa komponen yaitu pengetahuan moralitas, penalaran moral,perasaan kasih sayang dan mementingkan kepentingan orang lain.30 Pendidikan moral bertujuan membina terbentuknya perilaku moral yang baik bagi setiap orang, artinya pendidikan moral bukan sekedar memahami tentang aturan benar dan salah atau mengetahui tentang ketentuan baik dan buruk tetapi harus benar-benar meningkatkan perilaku moral seseorang.31 Menurut para ahli pendidikan moral, jika tujuan pendidikan moral akan mengarahkan seseorang menjadi bermoral, yang penting adalah bagaimana agar seseorang dapat menyesuaikan diri dengan tujuan hidup bermasyarakat. Oleh karena itu, dalam tahap awal perlu dilakukan
29
Ahmad Ta’rifin Dan Yasin Abidin, Demokratisasi Dan Paradigma Baru Pendidikan (Pekalongan : Stain Press, 2007), hal. 6 30 Triyo Supriyatno, Pendidikan Moral Dalam Pembentukan Individu Baru (Yogyakarta : Apolo, 2011), hal.70 31 Sjarkawi, Pembentukan Kepribadian Anak (Jakarta : Bumi Aksara, 2008), hal. 38
37
pengondisian moral (moral conditioning) dan latihan moral (moral training) untuk pembiasaan.32 Tujuan pendidikan moral sebagai berikut : a. Mengusahakan suatu pemahaman pendangan moral ataupun caracara
moral
dalam
mempertibangkan
tindakan-tindakan
dan
penetapan keputusan apa yang harus dikerjakan. b. Membantu mengembangkan kepercayaan beberapa prinsip ilmu yang fundamental. c. Membantu
mengembangkan
kepercayaan
pada
norma-norma
konkrit, nilai-nilai, kebaikan-kebaikan. d. Mengembangkan suatu kecenderungan untuk melakukan sesuatu yang secara moral baik dan benar. e. Meningkatkan pencapaian refleksi otonom, pengendalian diri atau kebebasan mental spiritual.33 Menurut Khorlberg, pada tingkat berurutan dalam perkembangan moral sebagaimana dikutip Singgih D. Gunarso dalam bukunya yang berjudul Dasar Teori Perkembangan Anak, yakni: a. Pra Konvensional Tahap pertama
: Orientasi terhadap kepatuhan dan hukuman
Tahap kedua
: Relativistik hedonism
b. Konvensional Tahap pertama 32
: Orientasi mengenai anak yang baik
Nurul Zuriah, Pendidikan Moral & Budi Pekerti Dalam Perspektif Perubahan, Cet. II (Jakarta : PT Bumi Aksara, 2008), hal. 22 33 Istighfarotur Rahmaniyah, Pendidikan Etika (Malang : UIN-Maliki Press, 2010), hal. 49
38
Tahap kedua
: Mempertahankan norma-norma sosial dan otoritas.
c. Anu konvensional Tahap pertama
: Orientasi terhadap perjanjian antara dirinya dan
lingkungan sosial. Tahap kedua
: Prinsip universal34
Tujuan dari pendidikan moral dan akhlak dalam islam adalah untuk membentuk orang-orang yang bermoral baik, keras kemauan, sopan dalam bicara dan perbuatan, mulia dalam tingkah laku dan perangai, bersifat bijaksana, sempurna, sopan dan beradab, ikhlas, jujur dan suci. Jiwa dari pendidikan Islam ialah pendidikan moral dan akhlak.35
3. Dasar-Dasar Pendidikan Moral Dasar pendidikan moral dapat ditinjau dari berbagai segi, yaitu: a. Dasar Yuridis/ Hukum Dasar yuridis formal tersebut terdiri dari tiga macam, yaitu: 1) Dasar ideal yaitu dasar falsafah negara pancasila, sila pertama: Ketuhanan Yang Maha Esa.36 2) Dasar struktural/konstitusional yaitu UUD 1945 dalan Bab XI pasal 29 ayat 1 dan 2:
34
Singgih D. Gunarso, Dasar Teori Perkembangan Anak (Jakarta: Gunung Muria, 1990),
hal. 199 35
Mohd. Athiyah, Dasar-Dasar Pokok Pendidikan Islam, Cet. VII (Jakarta : Bulan Bintang, 1993), hal.104 36 UUD Negara RI (Solo: Sarana Ilmu, 1999), hal. 48
39
Ayat 1 berbunyi : “Negara berdasarkan atas Ketuhanan Yang Maha Esa. Ayat 2 berbunyi : “Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing dan beribadah menurut agamanya dan kepercayaannya itu”. 3) Dalam UUD RI no. 20 tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional pasal 1 dan 3: Pasal 1 : pendidikan keagamaan diselenggarakan oleh pemerintah atau kelompok masyarakat dari pemeluk agama sesuai dengan perpu. Pasal 3 : pendidikan keagamaan dapat diselenggarakan pada jalur pendidikan formal, non formal atau in formal.37 b. Dasar religius Yang dimaksud dasar moral adalah yang menjadi ukuran baik dan buruk atau mulia dan tercela, sehingga mampu menjadi dan mendapati kebenaran yang hakiki yaitu kepribadian islami. Sumber atau dasar moral adalah Al-Qur’an dan sunnah karena dalam konsep kepribadian islam, segala sesuatu itu dinilai baik atau buruk, terpuji atau tercela, konsep karena syara’(Al-qur’an dan sunnah) yang, menjadi demikian.38
37 38
hal.4
UU RI no. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Yuhanar Ilyas, Kuliah Akhlak, cet. VII (Yogyakarta: Pustaka Pelajar Offset, 2004),
40
C. Remaja 1. Pengertian Remaja Masa remaja, menurut Mappiare (1982), berlangsung antara umur 12 tahun sampai dengan 21 tahun bagi wanita dan 13 tahun sampai dengan 22 tahun bagi pria. Rentang usia remaja ini dapat dibagi menjadi dua bagian, yaitu usia 12/13 tahun sampai dengan 17/18 tahun adalah remaja awal, dan usia 17/18 tahun sampai dengan 21/22 tahun adalah remaja akhir.39 Istilah remaja dikenal juga dengan nama pubertas atau adolesensia. Bila ditinjau secara teoritis, masa remaja terdiri dari remaja pubertas dan remaja adolesensia. Mayoritas orang barat biasanya menyebutnya dengan istilah “Puber”, sedangkan orang Amerika biasa menyebutnya dengan istilah “Adolesensia”. Dan di Indonesia sendiri ada yang menggunakan istilah “Akhil Balig”, “Pubertas” dan yang paling banyak menyebutnya “remaja”. Semua istilah tersebut memiliki makna transisi dari masa kanak-kanak menjadi dewasa.40 Untuk menghindari kesimpang siuran dan kesalah pahaman dalam penggunanaan istilah, sebaiknya istilah remaja dijelaskan terlebih dahulu. Istilah asing yang sering dipakai untuk menunjukkan makna remaja, antara lain: Puberteit, Adolescentia dan Youth. Dalam bahasa indonesia sering pula dikatakan pubertas atau remaja. Istilah puberty
39
Mohammad Ali Dan Mohammad Asrori, Psikologi Remaja : Perkembangan Peserta Didik, Cet. II (Jakarta : PT Bumi Aksara, 2005), hal. 9 40 Zulkifli L, Psikologi Perkembangan (Bandung : PT Remaja Rosdakarya, 2002), hal. 63-64
41
(inggris) atau puberteit (belanda) berasal dari bahasa latin: pubertas yang berarti usia kedewasaan (the age og manhood). Istilah ini berkaitan dengan kata latin lainnya puberscere yang berarti masa pertumbuhan rambut didaerah tulang “pusic” (di wilayah kemaluan). Pengguna istilah ini lebih terbatas dan menunjukkan mulai berkembang dan tercapainya kematangan seksual. Puberscere dan puberty sering diartikan sebagai masa tercapainya kematangan seksual ditinjau dari aspek biologisnya.41 Istilah adolescentia berasal dari kata latin: Adulescentis. Dengan adulescentia dimaksudkan masa muda. Adulescentia menunjukkan masa yang tercepat antara usia 12-22 dan mencakup seluruh perkembangan psikis yang terjadi pada masa tersebut. Untuk menghindari kesalah pahaman dalam pemakaian istilah pubertas dan adolescencia, akhir-akhir ini terlihat adanya kecenderungan untuk memberikan arti yang sama pada keduanya. Hal ini disebabkan sulitnya membedakan proses psikis pada masa pubertas dan mulainya proses psikis pada adolescencia. Di Indonesia baik istilah pubertas maupun adolescencia dipakai dalamarti umum dengan istilah yang sama yaitu remaja.42 Kata pubertas berasal dari kata latin yang berarti “usia kedewasaan”. Kata kata ini lebih menuju pada perubahan fisik daripada perilaku yang terjadi pada saat individu secara seksual menjadi matang dan mampu memberikan keturunan.
41
Sunarto dan Agung Hartono, Perkembangan Peserta Didik (Jakarta : Pt. Rineka Cipta, 2002), hal. 51 42 EK.Imam Munawir, Asas-Asas Kepemimpinan Dalam Islam (Surabaya : Usaha Nasional, 2003), hal. 96
42
Hal ini sesuai dengan pendapat dari Root dalam buku Elizabeth B. Harlock, “masa puber adalah suatu tahap dalam perkembangan dimana terjadi
kematangan
alat-alat
seksual
dan
tercapai
kemampuan
reproduksi”.43 Kematangan alat-alat seksual ini yang menunjukkan pada perubahan-perubahan secara fisik. Masa puber merupakan periode yang unik dan khusus yang ditandai dengan ciri-ciri perubahan perkembangan tertentu (fisik) yang tidak terjadi dalam tahap atau masa dalam rentang kehidupan seseorang. Misal terjadi menstruasi pada wanita, mulai tumbuhnya bulu kemaluan, membesarnya payudara pada wanita, mimpi basah pertama kali pada lakilaki, perubahan suara pada laki-laki dan lain sebagainya.44 Menurut E. H Erikson dalam buku Elfi Yuliani Rochmah menyatakan bahwa adolesensia merupakan masa remaja diaman terbentuk suatu pearasaan baru mengenai identitas, mencakup cara hidup pribadi yang dialami sendiri dan sulit dikenal oleh orang lain.45 Akhmad Azhar Abu Miqdad menguraikan pendapat Anna Freud tentang remaja yaitu:46 “Adolesensia merupaka suatu masa yang meliputi proses perkembangan dimana terjadi perubahan dalam hal motivasi seksual, organisasi daripada ego, dalam hubungan dengan orang tua, orang lain dan cita-cita yang dikejarnya”.
43
Elizabeth B. Harlock, Psikologi Perkembangan Terjemahan Isti Widayanti (Jakarta : Erlangga, 1980),hal. 184 44 Ibid., hal. 206 45 Elfi Yuliani Rochmah, Psikologi Perkembangan (Yogyakarta : Teras, 2005), hal. 177 46 Akhmad Azhar Abu Miqdad, Pendidikan Seks Bagi Remaja (Yogyakarta : Mitra Pustaka, 2001), hal. 33
43
Dari pengertian diatas, jelas bahwa adolesesia memiliki ciri dari beberapa bentuk kematangan seseorang. Karena dalam hal ini bukan hanya kematangan pada fisiknya saja, melainkan sudah meliputi kematangan mental, emosional, sosial yang akan membentuk juga perubahan sikap dan perilaku seseorang. Dapat dikatakan bahwa antara istilah pubertas dan adolesensia tidak memiliki perbedaan dalam pemaknaannya. Tetapi lebih tepatnya adalah tahapan pada masa remaja. Pubertas merupakan awal dari perubahan menuju keremaja, sedangkan adolesensia merupaka tahap kelanjutan dari pubertas atau dengan istilah lainnya pubertas adalah remaja awal, dan adolesensia adalah remaja akhir. Menurut Singgih D. Gunarsa, masa remaja merupakan masa peralihan dari anak-anak ke masa dewasa, meliputi semua perkembangan yang dialami sebagai persiapan memasuki masa dewasa.47 Menurut Salman dalam bukun Syamsu Yusuf mengemukakan bahwa remaja merupakan masa perkembangan sikap tergantung (dependence) terhadap orang tua kearah kemandirian (independence), minat-minat seksual, perenungan diri, perhatian terhadap nilai-nilai estetika dan isu-isu moral.48 Dari beberapa pengertian masa remaja adalah masa periode yang unik dan khusus mengenai perubahan-perubahan dan kematangan
47
Singgih D. Gunarsa, Psikologi Perkembangan Anak Dan Remaja (Jakarta : Gunung Mulia, 2008), hal.6 48 Syamsu Yusuf L. N, Psikologi Perkembangan Anak Dan Remaja (Bandung : Rosda, 2001), hal. 184
44
baik secara fisik, psikis, emosional, sosial, seksual dan intelektual. Sebagai masa peralihan dari anak-anak menuju kedewasaan yang terjadi pada rentang kehidupan manusia.
2. Perkembangan remaja Pertumbuhan dan perkembangan bekerja dalam suatu proses pertumbuhan yang berkaitan dengan aspek-aspek fisik dan psikis individu. Hal ini berarti berkaitannya antara satu fase pertumbuhan dan perkembangan dengan fase berikutnya, yaitu fase sebelumnya menjadi dasar fase selanjutnya. Berikut ini pertumbuhan dan perkembangan remaja, antara lain: a. Perkembangan Fisik. Masa remaja merupakan salah satu diantara dua masa rentangan kehidupan individu, dimana terjadi pertumbuhan fisik yang sangat pesat. Masa yang pertama terjadi pada fase pranatal dan bayi. Bagian-bagian tubuh tertentu pada tahun-tahun permulaan kehidupan secara proporsional terlalu besar, karena lebih dulu mencapai kematangan dari pada bagian-bagian yang lain. Hal ini tampak jelas pada hidung, kaki dan tangan. Pada masa remaja akhir, proporsional tubuh individu mencapai proporsi tubuh orang dewasa dalam semua bagiannya.49
49
Ibid., Psikologi Perkembangan Anak Dan Remaja, hal. 193
45
b. Perkembangan Kognitif. Pada masa remaja mulai memiliki kemampuan memahami pikirannya sendiri dan pemikiran orang lain, membayangkan apa yang dipikirkan oleh orang tentang dirinya. Ketika kemampuan kognitif mereka mencapai kematangan, kebanyakan anak remaja mulai memikirkan tentang apa yang diharapkan dan melakukan kritik terhadap masyarakat, orang tua, bahkan terhadap kekurangan diri mereka sendiri. Dengan penalaran yang dimilikinya, menjadikan remaja mampu membuat pertimbangan dan melakukan perdebatan sekitar topik-topik abstrak.50 c. Perkembangan Emosi. Masa remaja merupakan puncak emosionalitas yaitu perkembangan emosi yang tinggi. Walau pun emosi remaja seiring menguat, tidak terkendali dan tampak irasional, umumnya dari tahun demi tahun mengalami perbaikan perilaku emosional. Remaja 14 tahun sering meledak-ledak, tidak bisa mengendalikan perasaannya. Sebaliknya remaja 16 tahun tidak khawatir sedikit pun. Dengan demikian, menjelang berakhirnya awal remaja badai dan tekanan pada periode ini mulai berkurang.51 d. Perkembangan Sosial. Remaja sebagai bunga dan harapan bangsa serta pemimpin dimasa depan sangat diharapkan dapat mencapai perkembangan sosial 50 51
100
Desmita, Psikologi Perkembangan, Cet. I (Bandung : Rosda Karya, 2005), hal. 194 Muhammad Al-Mighwar, Psikologi Remaja (Bandung : Pustaka Setia, 2006), Hal. 99-
46
secara matang, dalam artidia memiliki penyesuaian sosial (Social Adjustment) yang tepat. Penyesuaian sosial ini dapat diartikan sebagai “kemampuan untuk mereaksi secara tepat terhadap realitas sosial, situasi dan relasi”. Remaja dituntut untuk memiliki kemampuan penyesuaian sosial ini baik dalam lingkungan keluar, sekolah, maupun masyarakat.52 e. Perkembangan Moral. Melaui pengalaman atau berinteraksi sosial dengan orang tua, guru, teman sebaya, atau orang dewasa lainnya. Tingkat moralitas remaja lebih matang dibandingkan dengan usia anak. Mereka sudah lebih mengenal tentang nilai-nilai moral atau konsep-konsep moralitas, seperti kejujuran, keadilan, kesopanan, dan kedisiplinan. Pada masa ini muncul dorongan untuk melakukan perbuatan yang dapat dinilai baik oleh orang lain. Remaja berperilaku bukan hanya untuk memenuhi kepuasan fisiknya tetapi psikologis.53 f. Perkembangan Kepribadian. Masa remaja merupakan berkembangnya identity (jati diri). Perkembangan identity merupakan isu sentral pada masa remaja yang memberikan dasar bagi masa dewasa. Dapat juga dikatakan sebagai aspek sentral bagi kehidupan yang sehat yang merefleksikan kesadaran diri, kemampuan mengidentifikasi orang lain dan mempelajari 52
tujuan-tujuan
agar
dapat
Syamsu Yusuf L. N, Op. Cit., hal. 198-199 Ibid., Psikologi Perkembangan Anak Dan Remaja, hal.199
53
berpartisipasi
dalam
47
kebudayaannya. Erikson meyakini bahwa perkembangan identity pada masa remaja berkaitan erat dengan komitmennya terhadap okupasi masa depan, peran-peran masa dewasa dan sistem keyakinan pribadi. Sejak masa anak sudah berkembang kesadaran akan diri dan masa remaja merupakan saat pertama berkembang usahanya yang sadar untuk menjawab pertanyaan “who am i?”(siapa saya?).54 g. Perkembangan Kesadaran Beragama. Sejalan dengan perkembangan jasmani dan rohaninya, maka agama pada para remaja turut dipengaruhi perkembangan itu. Perkembangan agama pada para remaja ditandai oleh beberapa faktor perkembangan rohani dan jasmaninya. Menurut W. Starbuck perkembangannya antara lain : a. Pertumbuhan Pikiran Dan Mental. Agama yang ajarannya bersifat lebih konservatif lebih banyak berpengaruh bagi para remaja untuk tetap taat pada ajaran agamanya. Sebaliknya agama yang ajarannya kurang konservatifdogmatif dan agak liberal akan mudah merangsang perkembangan pikiran dan mental para remaja sehingga mereka banyak meninggalkan ajaran agamanya. b. Perkembangan Perasaan. Kehidupan religius akan cenderung mendorong dirinya lebih dekat kearah hidup yang religius pula. Sebaliknya bagi
54
Ibid., Psikologi Perkembangan Anak Dan Remaja, hal. 201
48
remaja yang kurang mendapat pendidikan dan siraman ajaran agama akan lebih mudah didominasi dorongan seksual. c. Pertimbangan Sosial. Dalam kehidupan keagamanaan mereka timbul konflik antara pertimbangan moral dan material, remaja bingung menentukan pilihan itu. Karena kehidupan duniawi lebih dipengaruhi kepentingan materi, maka para remaja lebih cenderung jiwanya untuk bersifat materialistis. d. Perkembangan Moral. Perkembangan moral para remajabertitik tolak dari rasa berdosa dan usaha untuk mencari proteksi, tipe moral yang juga terlihat pada para remaja yang mencakup : self-directive, adaptive, submissive, unadjusted, dan deviant. e. Sikap Dan Minat. Sikap dan minat remaja terhadap masalah keagamaan boleh dikatakan sangat kecil dan hal ini tergantung dari kebiasaan masa kecil serta lingkungan agama yang mempengaruhi mereka (besar kecil minatnya). f. Ibadah. Sedikit dari remaja yang mengatakan bahwa ibadah bermanfaat untuk berkomunikasi dengan Tuhan, sebaliknya
49
kebanyakan
remaja
menganggap
bahwa
ibadah
hanyalah
merupakan media untuk bermeditasi.55
3. Problematika Remaja Remaja sebagai individu sedang berada dalam proses berkembang atau menjadi (becoming), yaitu berkembang ke arah kematangan atau kemandirian. Untuk mencapai kematangan tersebut, remaja memerlukan bimbingan karena mereka masih kurang memiliki pemahaman atau wawasan tentang dirinya dan lingkungannya, juga pengalaman dalam menentukan arah kehidupannya. Di samping terdapat suatu keniscayaan bahwa proses perkembangan individu tidak selalu berlangsung secara mulus atau steril dari masalah. Dengan kata lain, proses perkembangan itu tidak selalu berjalan dalam alur yang linier, lurus atau searah dengan potensi, harapan atau nilai-nilai yang dianut, karena remaja banyak sekali menghadapi berbagai masalah mulai dari masalah yang ringan sampai dengan masalah yang sangat berat yang sangat memeras pikiran dan tenaga, masalah-masalah tersebut diantaranya: a. Aspek Sosial Dalam aspek sosial, masalah yang muncul dikarenakan adanya kesulitan dalam menempatkan dari secara sosial. Masalah-masalah dalam kategori ini dapat muncul akibat ketidak mampuan pribadi remaja dalam bersosialisasi, namun lebih banyak terjadi akibat
55
Jalaluddin, Psikologi Agama, Cet. 13 (Jakarta : Rajawali Pers, 2010), hal. 72-74
50
lingkungan sosial dalam konteks ini adalah keluarga dan lingkungan masyarakat, dan khusus bagi remaja yaitu lingkungan sekolah. Berbagai hal yang dapat menjadi suatu masalah dalam lingkungan sosial ini antara lain: 1) Dalam lingkungan keluarga Adanya kemiskinan yang diderita oleh keluarga, rendahnya pendidikan, rendahnya interaksi antara anggota keluarga. 2) Dalam lingkungan masyarakat Adanya kemiskinan masyarakat, rendahnya pendidikan masyarakat, kurangnya fasilitas pendukung yang tersedia di masyarakat, rendahnya penerimaan masyarakat terhadap para anggotanya, budaya dan tradisi masyarakat yang kurang sesuai dengan norma yag berlaku dan lemahnya kontrol sosial terhadap perilaku menyimpang. 3) Dalam lingkungan sekolah Adanya peraturan yang terlalu membebaskan para siswanya untuk bersikap dan bertindak, kurangnya perhatian dari para guru terhadap sikap dan perilaku siswa, dan lain sebagainya.56
56
Satoto Dan Ismed Yusuf, Masalah Remaja (Semarang : Kanqil Departemen Pendidikan Dan Kebudayaan, 1993), hal. 5
51
b. Aspek Ekonomi Aspek ekonomi merupakan aspek yang sangat penting, karena ekonomi yang lemah biasanya akan berpengaruh terhadap tumbuhnya berbagai masalah kenakalan yang dilakukan remaja.57 Iklim lingkungan yang tidak kondusif, seperti ketidak stabilan dalam kehidupan sosial politik, krisis ekonomi, perceraian orang tua, sikap dan perlakuan orang tua yang otoriter atau kurang memberikan kasih sayang dan pelecehan nilai-nilai moral atau agama dalam kehidupan keluarga atau masyarakat. Iklim lingkungan yang tidak sehat tersebut, cenderung memberikan dampak yang kurang baik bagi perkembangan remaja dan sangat mungkin mereka akan mengalami kehidupan yang tidak nyaman sters atau depresi. Dalam kondisi seperti inilah, banyak remaja yang meresponnya dengan sikap dan perilaku yang kurang wajar dan bahkan amoral, seperti kriminalitas, meminum minuman keras, penyalahgunaan obat terlarang, tawuran dan pergaulan bebas.58 Oleh karena itu, segala persoalan yang terjadi pada remaja itu sebenarnya bersangkut paut dengan usia yang mereka lalui dan tidak dapat dilepaskan dari pengaruh lingkungan dimana mereka hidup, karena remaja adalah masa peralihan yang ditempuh oleh seorang dari
57
Ibid., Masalah Remaja, hal. 5-6 Syamsu Yusuf L. N, Psikologi Perkembangan Anak Dan Remaja (Bandung : Rosda, 2001), hal. 209-210 58
52
kanak-kanak menuju dewasa atau bisa disebut sebagai masa kegoncangan jiwa.59
59
Zakiah Darajat, Ilmu Jiwa Agama (Jakarta: Bulan Bintang, 1970), hal. 90