BAB II LATAR BELAKANG SOSIAL BUDAYA MASYARAKAT BATAK TOBA
2.1 Letak Geografis Wilayah Sumatera Utara terdiri dari daerah pantai, dataran rendah dan dataran tinggi serta pegunungan Bukit Barisan yang membujur ditengah-tengah dari Utara ke Selatan. Suku bangsa Batak dari Pulau Sumatra Utara. Daerah asal kediaman orang Batak dikenal dengan Daratan Tinggi Karo, Langkat Hulu, Deli Hulu, Serdang Hulu, Simalungun, Toba, Mandailing dan Tapanuli Tengah. Daerah ini dilalui oleh rangkaian Bukit Barisan di daerah Sumatra Utara dan terdapat sebuah danau besar dengan nama Danau Toba yang menjadi orang Batak. Dilihat dari wilayah administrative, mereka mendiami wilayah beberapa Kabupaten atau bagaian dari wilayah Sumatra Utara. Yaitu Kabupaten Karo, Simalungun, Dairi, Tapanuli Utara, dan Asahan. Suku bangsa Batak dari pulau Sumatera Utara. Daerah asal kediaman orang batak dikenal dengan daratan tinggi Karo, Langkat Hulu, Deli Hulu, Serdang Hulu, Simalungun, toba, Mandailing dan tapanuli tengah. Daerah ini dilalui oleh rangkaian Bukit Barisan di daerah sumatera utara dan terdapat sebuah danau besar dengan nama Danau Toba yang sangat terpenting untuk sumber mata pencaharian buat masyarakat
Universitas Sumatera Utara
sekitarnya. Dilihat dari wilayah administrative, mereka mendiami wilayah beberapa kabupaten atau bagian dari sumatera utara. Yaitu Kabupaten Karo, simalungun, dairi, tapanuli utara dan dairi. Danau Toba dianggap sebagai simpul pemersatu areal tanah yang didiami individu-individu maupun kelompok etnis Batak Toba ini, yang keadaannya berada pada ketinggian 900 m di atas permukaan air laut. Danau ini terbentuk dari vulkanik gunung merapi yang hasil letusannya membentuk
sebuah
bentuk
danau,
yang
letusannya
berdampak
menyemburkan kawah yang kemudian dipenuhi oleh debit air yang sangat besar. Danau Toba ini adalah salah satu kebanggaan masyarakat Batak Toba sebagai danau yang sangat bermanfaat untuk sumber kehidupan dari hasil yang ada di dalam danau ini, seperti suber air bersih, ikan-ikan dan sebagai aset pariwisata karena pemandangannya yang menawan di sekitar danau ini. Di tengah-tengah danau tuba ini terdapat sebuah pulau yang dinamakan Pulau Samosir (menurut sejarah sesungguhnya dahulu tidak benar-benar terpisah dengan dataran disekeliling Danau Toba artinya tidak benar-benar sebagai sebagai sebuah pulau). Masyarakat Batak merupakan masyarakat perantau yang diwarisi dengan sifat pekerja keras, berani, jujur dan pantang menyerah. Keinginan untuk memperoleh kehidupan yang lebih baik selalu ditanamkan kepada generasi muda sehingga demi mencapai impian, seorang pemuda atau pemudi batak harus bersedia meninggalkan kampung halaman tercinta
Universitas Sumatera Utara
untuk merantau ke negeri/daerah orang yang jauh. Akan tetapi kerinduan akan kampung halaman masih akan selalu melekat di hati. Tak heran saat ini banyak orang Batak yang berhasil dan sukses tersebar di seluruh penjuru dunia.
2.2 Asal Usul Masyarakat Batak Toba Menurut zaman prasejarah sikap pandangan etnis Batak Toba lebih bertitik tolak pada situasi alam dan lingkungannya dan pola berpikir mereka yang masih mempercayai mythos, legenda-legenda, dan pewarisan sejarah kehidupan mereka umumnya dituturkan dalam dongeng yang dituangkan secara lisan. Untuk mengetahui sejak kapan manusia pertama sekali mendiami areal tanah dalam kehidupan masyarakat Batak Toba, memang belum dapat ditentukan secara pasti, akan tetapi berdasarkan penelitian para ahli, dapat diketahui bahwa di kawasan tanah yang merupakan tempat asal usul manusia Batak Toba secara mythos manusia itu sudah ada sejak zaman prasejarah. Mythos yang merupakan pernyataan asal usul manusia Batak Toba ini di dalam masyarakatnya adalah mythos yang dipercaya. Adapun tonggak sejarahnya mythos asal usul manusia etnis Batak Toba adalah dimulai dari mythos kehidupan di Pusuk Buhit, dan manusia yang pertama berasal dari Pusuk Buhit tersebut dianggap sebagai nenek moyang bagi etnis ini. Dan juga versi lain, sejarah berkesimpulan adanya
Universitas Sumatera Utara
migrasi nenek moyang yang berasal dari pegunungan Burma keberadaannya tinggal dan
yang
menetap sebagai pribumi di areal budaya
Batak Toba ini juga dianggap sebagai asal-usul etnis ini. Kemudian dilanjutkan lagi dengan zaman penyebaran etnis Batak Toba, dari Pusuk Buhit ini manusianya menyebar keseluruh areal yang menjadi kawasan kehidupan pertumbuhan individu-individu masyarakat Batak Toba. Fakta sejarah menyebutkan, bahwa kedatangan orang-orang Eropa maupun Asia dan Timur Tengah juga secara khusus
mempengaruhi pola-pola
kehidupan di dalam masyarakat, dekade ini disebutkan sebagai’zaman penjajahan
Eropa
maupun
Asia
yang
mempengaruhi
kultur
masyarakatnya. Dimasa zaman kemerdekaan Republik Indonesia hingga sekarang ini setiap periode pembabakan sejarah etnis Batak Toba ini tentunya
mempunyai
pengaruh
tersendiri
dalam
sisi
kehidupan
masyarakatnya yang dampak pengaruhnya langsung berpengaruh ke dalam sistem sosial, agama, ekonomi, budaya, politik dan teknologi modern.
2.3 Sistem Kekerabatan Sistem kekerabatan memegang peranan penting dalam jalinan hubungan baik antara individu dengan individu ataupun individu dengan masyarakat lingkungannya. Dari sistem ini biasanya bersumber masalah
Universitas Sumatera Utara
lain dalam sistem kemasyarakatan, seperti sistem daur hidup, kesatuan hidup setempat dan stratifikasi sosial. Kelompok kekerabatan suku bangsa Batak Toba berdiam di daerah pedesaan yang disebut huta (kampung). Biasanya satu Huta didiami oleh keluarga dari satu marga. Marga (klan) tersebut terikat oleh simbol-simbol tertentu misalnya nama marga yang membentuk sebuah klan kecil. Klan kecil tadi merupakan kerabat patrilineal (garis keturunan ayah) yang masih berdiam dalam satu kawasan areal yang menciptakan sosial budaya. Sebaliknya klen besar yang anggotanya sudah banyak hidup tersebar sehingga tidak saling kenal tetapi mereka dapat mengenali anggotanya melalui nama marga yang selalu disertakan dibelakang nama kecilnya, Stratifikasi sosial orang Batak didasarkan pada empat prinsip yaitu : (a) perbedaan tigkat umur, (b) perbedaan pangkat dan jabatan, (c) perbedaan sifat keaslian dan (d) status kawin. Pada umumnya perkawinan Batak Toba adalah monogami. Tetapi karena faktor keturunan laki-laki dianggap penting membawa garis keturunan, maka apabila sebuah keluarga di dalam perkawinan belum mempunyai anak laki-laki sering sekali terjadi poligami yang tujiuannya agar garis keturunan yetap berlanjut. Perkawinan sangat erat kaitannya dengan keluarga, sedang perceraian sangat jarang terjadi dan sejauh mungkin diusahakan jangan sampai terjadi. Hal ini terjadi karena adat. Bila seorang istri yang diceraikan suaminya cenderung tidak akan
Universitas Sumatera Utara
mempunyai hubungan lagi dengan keluarga laki-laki baik anak sendiri, maupun keluarga lain. Berpoligami sebenarnya sangat tidak diinginkan di dalam status sosial pada masyarakat Batak Toba. Dalam kehidupan seharihari orang yang berpoligami itu selalu kurang mendapat penghargaan dari masyarakat sekitar dan juga status sosialnya dianggap kurang baik. Pandangan masyarakat Batak Toba bahwa anak (laki-laki dan perempuan) merupakan harta yang paling berharga baginya di dalam keluarga. Hal ini dapat di lihat dari semboyan di masyarakatnya yaitu anakhonki do hamoraon di au (anak adalah kekayaan yang dimiliki). Keturunan-keturunan dari orang yang berpoligami dalam kenyataannya lebih banyak menderita karena percekcokan antara anak pihak istri yang pertama dengan pihak istri kedua.
Dengan demikian pada prinsipnya
masyarakat Batak Toba tidak menginginkan adanya poligami dari pihak suami , kecuali jika tidak ada keturunan,
apalagi tidak mempunyai
keturunan laki-laki yang dianggap anak laki-laki merupakan penerus kesinambungan secara genetika.
2.4 Sistem Mata Pencaharian Ada dua jenis rumah adat yang ada didalam huta Batak, yaitu ruma dan sopo yang saling berhadapan. Diantara kedua deretan bangunan tersebut terdapat alaman \(halaman) yang luas
yang menjadi tempat
kegiatan orangtua maupun anak-anak dalam kehidupan sehari-hari,
Universitas Sumatera Utara
seperti: tempat menjemur hasil panen padi, sebagai halaman tempat berpesta dan upacara ritual, tempat muda-mudi bila mengadakan hiburan martumba (tarian khas masyarakatnya yang diiringi dengan nyanyian), Kedua bangunan ini, meskipun secara sekilas kelihatan sama, sebenarnya berbeda dari sisi konstruksi dan fungsi di dalam melaksanakan kehidupan sehari-hari di dalam tradisinya. Pada umumnya pekerjaan masyarakat adalah bercocok tanam padi di sawah dan lading, selain itu sebagai nelayan di danau toba. Orang Batak memiliki pemukiman yang khas berupa desa-desa yang tertutup yang membentuk kelompok kecil masyarakatnya. Biasanya kelompok ini adalah kumpulan marga/klan atau masih memiliki hubungan kekerabatan dalam dalihan na tolu.
Desa-desa tertutup ini disebut huta. Disekitar huta
tersebut biasanya dekat dengan bahal biasanya terdapat pohon baringin, biasanya disebut juga dengan hariara (pohon beringin). Ada dua jenis rumah adat yang ada didalam huta Batak, yaitu ruma dan sopo yang saling berhadapan. Diantara kedua deretan bangunan tersebut terdapat halaman yang luas (alaman) yang menjadi tempat kegiatan orangtua maupun anakanak. Kedua bangunan ini, meskipun secara sekilas kelihatan sama, sebenarnya berbeda dari sisi konstruksi dan fungsi. Pada umumnya masyarakat batak bercocok tanam padi di sawah dan ladang. Lahan didapat dari pembagian yang didasarkan marga. Setiap kelurga mandapat tanah tadi tetapi tidak boleh menjualnya. Selain tanah
Universitas Sumatera Utara
ulayat adapun tanah yang dimiliki perseorangan. Perternakan juga salah satu mata pencaharian suku batak antara lain perternakan kerbau, sapi, babi, kambing, ayam, dan bebek. Penangkapan ikan dilakukan sebagian penduduk disekitar danau Toba. Sektor kerajinan juga berkembang. Misalnya tenun, anyaman rotan, ukiran kayu, tembikar, yang ada kaitanya dengan pariwisata. Sebagian besar masyarakat Batak Toba saat ini bermata pencaharian sebagai petani, peladang, nelayan, pegawai, wiraswasta dan pejabat pemerintahan. Dalam berwiraswasta bidang usaha yang banyak dikelola oleh masyarakat adalah usaha kerajinan tangan seperti usaha penenunan ulos, ukiran kayu, dan ukiran logam. Saat ini sudah cukup banyak juga yang memulai merambah ke bidang usaha jasa. Masyarakat tradisional Batak Toba bercocok tanam padi di sawah dan juga mengolah ladang secara berpindah-pindah. Pengelolaan tanaman padi di sawah banyak terdapat di daerah selatan Danau Toba. Hal ini disebabkan oleh daerah tersebut adalah dataran yang landai dan terbuka sehingga memungkinkan untuk bercocok tanam padi di sawah. Sedangkan ladang banyak terdapat di daerah utara (Karo, Simalungun, Pakpak, dan Dairi). Kawasan ini berhutan lebat dan tertutup serta berupa dataran tinggi yang sejik sehingga mengakibatkan lahan ini lebih memungkinkan untuk pengolahan ladang. Jika anda mendengar daerah Karo sebagai peghasil
Universitas Sumatera Utara
sayuran dan buah yang potensial, ini adalah salah satu dampak positif yang dihasilkan oleh keberadaan bentuk lahan tersebut. Sistem teknologi yang muncul pada masyarakat Batak Toba cukup unik dengan adanya ruma batak yang menjadi arsitektur kebanggaan mereka. Ruma Batak ini dibangun dari bahan-bahan alami seperti ijuk, kayu, dan batu. Terdapat pengaturan hierarki ruang dalam ruma batak ini menurut kepentingan ruang dan penamaannya berdasarkan jenis ruangan tersebut. Selain itu juga terdapat hirarki pembentukan sebuah kampung atau huta yang dimulai dari kelompok terkecil yaitu klan keluarga, huta, kemudian bius sebagai kelompok yang terbesar.
2.5 Agama Dan Kepercayaan Menurut sumber-sumber yang diperoleh, sebelum masuknya agama Kristen ke Tanah Batak, pengaruh agama Islam sudah terlebih dahalu masuk, terutama di daerah- daerah pesisir. Oleh sebab itulah penginjil-penginjil mengambil lokasi penginjilannya pada daerah yang belum dimasuki oleh agama Islam. Daerah Batak merupakan daerah pertama yang dikunjungi oleh penginjil-penginjil Eropa maupun dari Amerika. Sebelum kehadiran kedua agama tersebut, masyarakat Batak dulunya adalah memeluk kepercayaan animisme dan dynamisme. Kepercayaan ini menganggap bahwa benda-benda tertentu mempunyai daya kekuatan, oleh karena itu harus ditutupi dengan rasa takut, khidmat
Universitas Sumatera Utara
dan rasa terima kasih. Saat ini aliran kepercayaan seperti ini sudah mulai menghilang dari tengah-tengah masyarakat. Berbeda dengan masyarakat Batak Toba yang berdomisili di kota Medan. Sesuai dengan data-data yang diperoleh, penyebaran agama yang terjadi di kota Medan terlihat secara merata. Kepercayaan yang dianut oleh masyarakat tradisional Batak Toba adalah kepercayaan terhadap Mulajadi Na Bolon yang dipercayai oleh orang Batak sebagai dewa tertinggi mereka: pencipta 3(tiga) dunia: dunia atas (banua ginjang), dunia tengah (banua tonga) dan dunia bawah (banua toru). Manusia dipercaya hidup di tengah, tidak terpisah dari alam, manusia satu
dengan kosmos.
Adat
memimpin
hidup
manusia
perseorangan, sedangkan masyarakat adalah simbol ketertiban kosmos. Tiga golongan fungsional dalam masyarakat adat Batak yang disebut Dalihan Na Tolu dipercaya sebagai refleksi kerjasama ketiga dunia itu. Dalam sistem adat istiadat orang Batak dikenal adanya Dalihan na Tolu yang berarti Tiga nan Satu. Tiga unsur penting dalam sistem kekerabatan masyarakat berdasarkan asas Dalihan Na Tolu berlaku secara umum
dalam
semua
sub
suku
walaupun
berbeda-beda
dalam
penamaannya, saling mendukung satu dengan yang lainnya. Dalihan Na Tolu berasal dari kata ”dalihan” yang berarti tungku dan ”na tolu” artinya nan tiga. Tungku nan tiga melambangkan terdapat tiga buah batu sebagai tungku yang menopang kuali (lambang kehidupan sehari-hari). Hal ini
Universitas Sumatera Utara
mencerminkan kehidupan sehari-hari orang Batak Toba yang ditopang oleh prinsip Dalihan Na Tolu. Sistem Dalihan Na Tolu menentukan kedudukan, hak dan kewajiban orang Batak dalam lingkungannya. Dalam sistem masyarakat orang Batak Toba ketiga unsur ini digambarkan sebagai Hula-hula, Dongan Sabutuha dan Boru. Prinsip Dalihan Na Tolu memiliki kaitan erat dengan sistem marga dan silsilah. Seorang anak harus mengetahui asal-usul klan marga keluarganya dan juga urutan silsilahnya sehingga setiap orang dapat menempatkan diri dengan baik dalam tatanan pergaulan di masyarakat. Salah satu contoh penerapan prinsip Dalihan Na Tolu ini dapat dilihat dalam penggunaan ulos yang erat kaitannya dengan kehidupan adat orang Batak Toba maupun sub suku Batak Toba dan juga lainnya. Dalam masyarakat Batak Toba pemberian ulos ditujukan sebagai perlambang yang akan mendatangkan kesejahteraan jasmani dan rohani dan hanya digunakan pada upacara khusus.
2.6 Bahasa Sistem tradisi penulisan didalam bahasa Batak Toba diduga telah ada sejak abad ke-13, dengan aksara yang mungkin berasal dari aksara Jawa Kuna, melalui aksara Sumatera Kuna. Aksara ini bersifat silabis artinya tanda untuk menggambarkan satu suku kata/silaba atau silabis.
Universitas Sumatera Utara
Jumlah lambang /tanda itu sebanyak 19 buah huruf yang disebut juga induk huruf dan ditambah 7 jenis anak huruf. Pada dasarnya huruf /ka/ tidak pernah ditemukan dalam bahasa Batak Toba, misalnya orang Batak Toba pada mulanya bila menyebutkan kopi adalah hopi, dan hoda [bukan kuda]. Tetapi sekarang ini orang Batak tidak lagi menyebutnya hopi melainkan kopi, itulah perubahan pelafalan dalam bahasa Batak Toba.
2.7 Kesenian Seni pada masyarakat Batak umumnya meliputi seni musik, seni sastra, seni tari, seni bangunan dan seni kerajinan tangan. Walaupun bagaimana sederhananya sesuatu suku bangsa di dunia ini, mereka pasti terlibat dengan jenis-jenis seni tersebut. Seni-seni ini pun merupakan seni yang dimiliki desa Lumban Gaol.
2.7.1 Seni Sastra Pada masyarakat Batak Toba terkenal ceritera Si Boru Tumbaga dan terjadinya Danau Toba. Bahwa ceritra Si Boru Tumbaga ini menggambarkan perbedaan antara anak laki-laki dan wanita yang masih tumpang, terutama dalam hal hak waris. Ceritra terjadinya Danau Toba menggambarkan bahwa seseorang yang melanggar janji akan dikutuk. Kutukan itu datangnya dari Tuhan berupa keajaiban atau dalam bentuk
Universitas Sumatera Utara
yang lain.Sastra Batak, khususnya cerita rakyat dalam bahasa Toba disebut turi-turi. Masyarakat Batak dikatakan kaya raya akan dongeng-dongeng. Cerita seperti ini masih populer, khususnya oleh para nenek-nenek terhadap cucu-cucunya ataupun orang tua terhadap anak-anaknya pada waktu senggang. Seni sastra ini dapat diungkapkan berupa umpama (pantun). Bentuknya sama dengan pantun Melayu, berbaris empat, mengandung sampiran dan sajaknya adalah ab-ab. Pantun Batak bermacam-macam jenisnya menurut isinya. Ada pantun yang biasa dipergunakan pada pidato-pidato, dalam upacara-upacara hukum adat dan ada pula yang mengenai percintaan antara muda-mudi. Tonggo-tonggo adalah ucapan yang disusun secara puitis dan biasanya diungkapkan pada waktu mengadakan upacara-upacara rituil. Adakalanya kalimatnya panjang-panjang, isinya penuh mengandung gaya bahasa yang indah dengan aliterasi dan praktisme. Pada umumnya jarang orang yang bisa mengucapkan hal tersebutdan hanya orang-orang tertentulah yang mengetahuinya. Teka-teki yang singkat disebut dalam bahasa bahasa Batak Toba disebut huling- hulingan. Kalau teka-teki itu memerlukan jawaban, berupa ceritra dinamakan torkan- torkan. Hal ini umpama oleh para orang tua terhadap anak-anak.
Universitas Sumatera Utara
2.7.2 Seni Musik Musik adalah suara yang dapat memuaskan perasaan dan menggembiakan isi jiwa (ekspresi). Kesenian khususnya dalam bidang seni musik telah mengalami perkembangan yang pesat di dalam masyarakat Batak. Biasanya pada waktu habis panen berbagai desa di daerah Batak selalu dikunjungi oleh opera-opera Batak. Juga dalam upacara-upacara adat yang besar selalu dibunyikan gondang sebangunan yaitu seperangkat musik tradisional Batak. Musik tradisional Batak boleh dikatakan kaya dalam bunyi-bunyian, di samping gong (ogung) trum (taganing dan gordang) dan klarinet (serunai), juga dikenal garantung (sejenis taganing dari kayu), hasapi (kecapi), sordam (sejenis seruling tapi diembus dari ujung), sulim (seruling), tuila (dari bambu kecil pendek dan diembus pada bagian tengah), dll.
2.7.3 Seni Tari Seni tari (tor-tor) adalah ekspresi gerakan yang estetis dan artistik akan menjelma dalam yang teratur, sesuai dengan isi irama yang menggerakan. Gerakan teratur ini dapat dilakukan oleh perorangan, berpasangan ataupun berkelompok. Tarian perorangan misalnya yang berhubungan dengan ritus. Tarian seperti ini antara lain : tarian tunggal panaluan, dimana sang dukun menari, berdoa dan sambil memegang tongkat sihir tersebut. Tarian bersama dalam upacara-upacara adat
Universitas Sumatera Utara
menurut tradisinya merupakan tarian dari masing-masing unsur Dalihan Natolu pelaku gerakan tortor ini. Karena ketiga unsur ini secara fungsional dalam masyarakat bersama-sama mendukung upacaranya. Biasaya bentuk tarian ketiga unsur Dalihan Na Tolu ini, adanya pemimpin tortor yang mengatur gerakan yang sesuai dan selaras dengan pola gerakan etika di dalam tortor..Di dalam pola gerakan tortor Batak Toba ada sebuah gerakan berputar yang berlawanan dengan jarum jam, hal ini dilakukan apabila orang-orang manortor (menari) menarikan tortor Gondang Mangaliat di dalam upacara adat.
2.7.4 Seni Bangunan dan Ukir-ukiran Rumah adat tradisional Batak terbuat dari kayu dengan tiang-tiang yang besardan kokoh. Atapnya terbuat dari bahan ijuk dan bentuk atapnya adalah melengkung. Di ujung atap bagian depan terdapat tanduk kerbau. Pada umumnya rumah-rumah adat Batak selalu dihiasi dinding depan dan samping. Dengan berbagai macam atau ornamen, yang terdiri dari warna merah, hitam dan putih. Merah melambangkan benua tengah, hitam melambangkan benua atas dan putih melambangkan benua bawah. Sekarang ini, rumah adat tradisional sudah mulai menuju kepunahan dari daerah Batak.
Universitas Sumatera Utara
2.7.5 Seni Kerajinan Tangan (Ulos) Seni kerajinan tangan khususnya ulos selalu dikaitkan dengan angka, warna, struktur sosial, religius yakni tiga, lima, hitam dan putih, atas tengah dan bawah dan segi tiga, garis tiga, manunggal dan lain sebagainya. Setiap ulos mempunyai pola dasar tertentu dan berdasarkan itulah namanya disebutkan, sesuai rencana pemula dari yang mengerjakan. Ulos dipergunakan pada waktu upacara, kepercayaan dan adat istiadat serta belakangan ini bernilai ekonomis (sebagai mata pencaharian). Pada setiap ujung pangkal ulos terdapat rambu, yakni benang yang dipintal (dipulos) berjumlah sepuluh atau lima tergantung besar benangnya. Antara badan ulos dan rambu selalu dibuat sirat (corak) sebagai hiasan untuk memperindah, juga berfungsi untuk menyatukan ulos itu sendiri agar benang-benangnya jangan lepas. Pada bagian tengah ada juga hiasan lukisan yang bertempel yang disebut dengan jungkit.
Universitas Sumatera Utara