BAB II IDENTIFIKASI MASYARAKAT BATAK TOBA
2.1 Asal Usul Masyarakat Batak Toba Suku Batak merupakan salah satu etnis terbesar yang ada di Indonesia. Suku ini tersebar keseluruh penjuru Indonesia, dan bahkan hampir mancakup seluruh dunia, itu sebabnya kata “Batak” tidak asing lagi bagi kebanyakan masyarakat Indonesia. Suku Batak sendiri terdiri dari enam sub-suku, antara lain : Toba, Simaunggun, Karo, Pak-pak, Angkola Sipirok dan Mandailing. Suku batak ini pun bermukim di daerah pegunungan, wilayah darat, dan pedalaman provinsi Sumatera Utara, dan sebahagian besar dari kenam sub-suku ini berdiam di sekeliling Danau Toba, kecuali Angkola dan Mandailing yang hidup di perbatasan Sumatera Barat. Dari keenam sub-suku ini, Batak Toba merupakan suku yang paling banyak jumlahnya. Dari berbagai studi kita dapat menemukan bahwa Suku Batak terdiri dari enam sub-etnis bahkan ada beberapa penulis yang menambahkan bahwa orang Alas, Gayo, orang Pardembang yang ada dipesisir Sungai Asahan, sebagian orang pesisir yang tinggal di pantai barat Pulau Sumatera juga merupakan keturunan orang Batak (lihat Pederson, Niessen, Tobing, Pasaribu dalam Mauly P.2004: 60) tetapi dalam kehidupan keseharian kata “batak” itu sendiri lebih diartikan kepada suku Batak Toba.
Universitas Sumatera Utara
Banyak peneliti ataupn penulis yang menggungkapkan asal-usul dari suku Batak. Parlidunga menggatakan bahwa orang Batak tergolong Proto Melayu. Hal tersebut dikatakan demikian disebabkan oleh karena karateristik yang dimilki oleh orang-orang Proto Melayu yang gemar untuk tinggal dan menetap di daerah-daerah pedalaman dan pegunungan serta menghindari daerah tepi pantai, sehingga saat mereka tiba di kepulaunan nusantara, nenek moyang bangsa Batak ini langsung masuk jauh ke pedalaaman hutan dan menjauhi pesisir pantai yang diperkirakan mendiami daerah sekitar Danau Toba. Lebih lanjut parlindungan mengatakan : “Cikal bakal suku bangsa Batak pertama sekali mendarat di Muara sungai Sorkam, kemudian masuk terus ke dalam hutan, melewati daerah dolok Sanggul dan terus sampai di kaki bukit pusuk buhit, Kemudian suku bangsa Batak pertama kali mendirikan kampung di kaki pusk buhit, yang dikenal dengan nama Sianjur Sagala Limbong mulana” (M.O Parlindungan, 1964 : 19-21)
Berdasarkan Teori migrasi mengatakan orang Batak berasal dari Cina Daratan yang berimigrasi dalam beberapa tahap beberapa ribu tahun yang lalu ( lihat : Heine-Geldem 1946; kennedy 1942; cole 1945;keesing 1950; Cunningham 1958; Ryan 1966 dan Parkin 1978). Sedangkan Dyan, seorang linguist mengatakan bahwa orang batak adalah keturunan Melanesia, suatu daerah yang dekat dengan Papua Nugini (Dyen 1975 : 92, 101). Bellword yang juga ahli linguist juga menggatakan bahwa orang Batak berasal dari Taiwan yang berimigrasi kira-kira tiga ribu tahun yang lalu dari Philipina melewati Kepulauan Talaud kemudian ke Ulu Leangdi Sulawesi, ke Uai bobo di Timor, ke Jawa dan kemudian ke Sumatera. Berdasarkan sejarah bahwa migrasi yang keluar dari Afrika menuju Eropa kemudian ke Asia tengak yang secara bertahap melintasi benuaAsia bagian tengah
Universitas Sumatera Utara
antara 2500- 1500 SM yang juga membawa peradapan kaukasusGermanan, Illirier, Tharanker dan kamarier dari kawasan Laut Hitam di Eropa
dan Mongolia .
Kemudian di zaman perunggu sekitar 4 abad SM, kelompok melanesoid melanjutkan perjalanan gelombang migrasi lagi dari wilayah Tonkim – Annam di bagian Selatan Tiongkok sekarang yang berkembang dengan kebudayaan dongson, yang menurut R.von Heine- Gelden, dari Yunani melintasi jalur yang sekarang dinamai Kampuchea, Laos, Thailand, Semanunjung Malaya, memisah ke Kalimantan teruske Filipina. Kemudian migrasi menempuh jalur dari Pulau Sumatera bagian Utara dan Tengah, sebahagian tinggal dan yang lain melintasi daraan yang sekarang Pulau Jawa menuju kea rah Timur (Pasaribu 2009: ii).
2.2 Sistem Kepercayaan Pada mulanya keagamaan orang Batak adalah konsep totalitas dimana , komunitas, pribadi dan sebagainya terjalin dalam satu pandangan. Konsep totalitas ini juga tercermin dalam pembagian alam menjadi tiga bahagian dan Mulajadi Na Bolon sebagai penguasa (Tobing 1956 : 58). Konsep Tuhan Yang Maha Tinggi disebut dengan Partaganing. “Tuhan” itu secara fungsional terbagi atas tiga unsur dalam prinsip yang tri tunggal yaitu : tuan bubi na bolon, ompu silaon na bolon dan tuan pane na bolon yang secara berturut-turut menguasai banua gijang (benua atas:langit), banua tonga (benua tengah : bumi), banua toru (benua bawah : laut dan cahaya). (Pasaibu 1986 : 50).
Universitas Sumatera Utara
Konsgi Tuhan yang sedemikian itu menurut para ahli antropologi religi adalah akibat dari pengaruh hinddu yang menyusup ke dalam kepercayaan asli orang Batak. (Parkin 1956 : 28). Sejak masa sebelum ada hindu, orang Batak yakin akan adanya roh nenek moyang, penguasa tanah dan roh lain-lain yang bermukim di tempat suci (Parkin 1978 :13), tetapi kemudian dalam abad ke –IX terjadi perang padre di wiayah Batak dalam dua gelombang, yakni dari tahun 1825-1829 dan dari tahun 1830-1833. Sebagai akibat dari perang tersebut pengaruh agama Islam masuk ke dalam batak khususnya daerah Madailing dan Angkola; dan datangnya Rheimische Mission Gesselchaft, agama Kristen-pun masuk mendesak agama orang Batak(Sihombing 1961 : 15 -19). Masyarakat Batak juga percaya bahwa Roh dan jiwa juga mempunyai kekuata. Roh dan jiwa dalam masyarakat Batak Toba dibagi menjadi tiga, yaitu : tondi, sahala,dan begu. Sesuatu yang sentral dalam hasipelebeguan 4adalah yang dikenal dengan tondi (roh atau jiwa) yang dimilki manusia hidup, manusia yang sudah meninggal, tumbuhan dan hewan (vergouven 1986 : 82). Tondi merupakan kan ekuatan dari penggerak tubuh. Tondi ini diperoleh dari Mulajadi na bolon baik yang hidup maupun yang sudah meninggal (tobing 1956 : 97- 98). Sahala adalah kekuatan tondi , yakmi kekuatan yang mempunyai banyak keturunan, kepintaran, pengetahuan dan talenta (Lumbantobing 1992 : 21). Dan dipercaya juga bahwa sahala dari satu orang dapat berpindah ketubuh orang lain (Pederson 1970 : 29 :30). 4
Kepercayaankepada dewa-dewa yang ada dalam mitologi Batak Toba, seperti : batara guru, Ompu Tuan Soripada, Ompu Tuan Mangalabulan, roh nenek moyang dan kekuatan supranatural yang mendiami tempat-tempat sacral (Vergouven 1986 : 79).
Universitas Sumatera Utara
Begu adalah arwah ataurohorang meninggal yang mendiami suatu tempat, begu dibagi menjadi dua, yaitu begu yang jahat dan begu yang baik. Sistem kepercayaan masyarakat Batak Toba(dalam hal ini hasipelebeguan) inipun erat kaitannya dengan bentuk kesenian yang ada. Hal ini dapat kita temukan saat adanya upacara-upacara yang
mereka
lakukan,
baik
upacara
menolak
bala,
acara
memohon
berkat,mamele(member korba persembahan), mangolopi jabu (memasuki rumah baru), upacara pembukaan lahan baru/kampung, dll, biasanya disajikan beserta gondang sabaguan maupun tor-tor 5. Dalam pertunjukkannya gomdang sabangunan bukan hanya sebagai pengiring dari tor-tor saja, melainkan sebagai suatu bentuk rangkaian media komunikasi untuk menyampaika permohonan kepada mulajadi nabolon. Bahkan dalam teknik penyajiannya tahap pertama yang dilakukan adalah manjujur gondang 6 dengan memainkan serangkaian tujuh repertoar yang ditujukan kepada Mulajadi Nabolon dan dewa-dewa yang tanpa tor-tor. Gondang Begitu juga dengan judul komposisi gondang seperti gondang mulajadi, Gondang Batara Guru, Gondang Habonaran. Dalam perkembanggannnya tahun 1880-an banyak raja-raja Batak Toba yang membetuk aliran kepercayaan yang merupakan perwujudan dari aliran kepercaaan Purba, yaitu : Si Raja Batak 7, Parmalin8 dan parbaringin 9 5
Tor-tor adalah tarian seremonial yang disajikan dengan musik gondang. Walaupun secara fisik tortro merupakan tarian, namun makna yang lebih dari gerakan-gerakannya menunjukkan tor-tor adalah sebuah media komunikasi, dimana melalui gerakan yang disajikan terjadi interaksi antara partisipan upacara. Tor-tor dan musik gondang ibarat koin yang tidak bisa dipisahkan. ( Purba 2004 : 64)
6
Manjujur Gondang adalah memohon kepada mulajo Nabolon dan dewa-dewa supaya melindungi acara dan menjauhka dar maksud jahat.
7
Aliran yang meyakini leluhur nenek moyang orang batak bertempat di daerah samosir.
Universitas Sumatera Utara
Pada prinsipnya sistem kepercayaan yang di bentuk ini adalah suatu upaya untuk menyatukan orang-orang Batak untuk mencegah masuknya aliran kepercayaan yang baru pada saat itu, yaitu Kristen. Disamping itu aliran kepercayaan ini terbentuk untuk menjaga kelestarian kepercayaan dan warisan yang diberikan Mulajadi Nabolon kepada leluhur orang Batak.
2.3 Sistem Kekerabatan System kekerabatan masyarakat Batak Toba secara tradsional diatur dalam sistem sosial kemasyarakatan yang sering disebut sebagai dalihan na tolu. Secara harafiah, dalihan na tolu mengandung arti “ tungku yang tiga”. Dalihan na tolu merupakan sebuah sistem social yang berlandaskan pada tiga pilar dasar, yaitu hulahula (pihak keluarga pemberi istri), anak boru (pihak keluarga penerima istri) dan dongan tubu ( sesama saudara lelaki kandung). Hula-hula dianggap memiliki status yang paling tinggi dalam kehidupan masyarakat Batak Toba. hal ini dapat dilihat dari kehidupan keseharian dan penghomatan yang diberikan dongan tubu dan anak boru. Dalam pepatah Batak Toba juga dapat ditemukan suatu perumpamaan yang menempatkan hula-hula sebagai bagian yang disanjung yang menggatakan ”somba hula-hula, manat mardonggan tubu, elek marboru”. Artinya secara harafiah adalah
“ berikanlah
8
Aliran yang dikembangkan oleh sisingamangaraja XIIyang tujuannya meneruskan sikap hamalimon(Kesucian)
9
Organisasi bius (merupakan suatu kesatuan territorial yang memiliki suatu identitas social tertentu, meliputi suatu marga. Tetapikadang-kadang meliputi beberapa marga yang masih berada dalam satu ikatan genealogis/asal-usul) yang mengatur tata kehidupan mayarakat Batak Toba dalam asen taon(acara sacral tahunan yang bertujuan memohon kepada Mulajadi Nabolon untuk mendatangkan hujan agar segala jenis tanaman subur dan memberikan hasil panen yang baik).
Universitas Sumatera Utara
sembah kepada hula-hula, rukunlah diantara sesama dongan tubu berikanlah kasih sayang kepada anak boru”. Selain itu dalam kehidupan masyarakat Batak Toba hulahula juga dikenal dengan sebutan debata na tarida yang artinya “ Tuhan yang tampak” Hubungan hula-ula, dongan tubu dan anak boru sebagai cermin dari dalihan na tolu
dapat dilihat dari ungkapan-ungkapan perumpamaan-perumpamaan
tradisional (umpasa) Batak Toba sebagai Berikut :
obak na jambulan na didandanbaen samara pasa-pasli na hula-hula pitu sundut soada mara
Terjemahan Rambut jadi Gombak Dijalin jadi cemara Restu dari hula-hula Tujuh keturunan tanpa bahaya
hula-hula mata ni ari binsar sipanumpak do tondina sipanui do sihulana di nasa pomparanna
Hula-hula matahati terbit Rohnya pemberi berkat Jiwanya pemberi nasihat baik Kepada seluruh keturunan
nidurung situma tarihut pora-pora pasu-pasu ni hula-hula mamora gabe mambahen na pogos
Ditangguk ulat rama-rama Terikut ikan pora-pora Restu hula-hula Menjadikan yang miskin jadi kaya
2.3 Kesenian Masyarakat Batak Toba 2.3.1 Vokal Musik pada masyarakat Batak Toba tercakup dalam dua bahagian besar, yaitu musk vocal dan musik instrumental. Musik vocal pada masyarakat Batak Toba disebut dengan ende. Dalam musik vocal tradisional pembahagiannya ditentukan oleh kegunaan dan tujuan lagu tersebut yang dapat dillihat dari liriknya. Pasaribu
Universitas Sumatera Utara
(1986 : 27-28) membuat pembagian terhadap musik vocal tradisional Batak Toba dalam delapan bagian, yaitu : 1.
Ende mandideng, adalah musik vocal yang berfungsi untuk menidurkan anak (lullaby).
2.
Ende sipaingot, adalah musik vocal yamg berisi pesan kepada putrinya yang akan melangsungkan pernikahan. Dinyanyikan pada saat senggang pada hari menjelang pernikahan tersebut.
3.
Ende pargaulan, adalah musik vocal yang secara umum merupakan “ solo-chorus” dan dinyanyikan oleh kaum muda-mudi dalam waktu senggang, biasanya malam hari.
4.
Ende tumba, adalah musik vocal yang khususnya dinyayikan sebagai pengiring tarian hiburan (tumba). Penyayinya sekaligus menari dengan melompat-lompat dan berpengangan tangan sambil bergerak melingkar. Biasanya ende tumba ini dilakukan oleh remaja di alaman (halaman kampung) pada malam terang bulan.
5.
Ende sibaran, adalah musik vocal sebagai cetusan penderitaa yang berkepanjaggan. Penyanyinya adalah orang yang menderita tersebut, yang menyanyi di tempat yang sepi.
6.
Ende pasu-pasu, adalah musik vokal yang berkenaan dengan pembekatan. Berisi lirik-lirik tentang kekuasaan yang abadi dari Yang Maha Kuasa. Biasaya dinyanyikan oleh orang tua kepada keturunannya.
7.
Ende hata, adalah musik vokal yang diimbuhi ritem yang disajikan secara monoton, seperti metric speech. Liriknya berupa deretan pantun
Universitas Sumatera Utara
dengan bentuk aabb yang memiliki jumlah suku kata yang sama. Biasanya dimainkan oleh kumpulan kanak-kanak yang dipimpin oelh seorang yang lebih dewasa atau orang tua. 8.
Ende andung, adalah musik vokal yang bercerita tentang riwayat hidup seseorang yang telah meninggal, yang disajikan setelah atau pada saat disemayamkan.
Dalam
Ende
andung
melodinya
dating
secara
spontansehingga penyanyinya adalah peyanyi yang cepat tanggap dan terampil dalam sastr serta menguasai beberapa motif-motif lagu yang penting untuk jenis lagunya ini. Demikian juga hutasoit dalam Ritaony membagi kategori musik vokal menjadi tiga jeniz, yaitu : 1. Ende namarhadohoan, yaitu musik vokal yang dinyanyikan pada saat acara-acara namarhadohoan (resmi) 2. Ende siriakon, adalah musik vokal yang diyanyikan oleh msyarakat Batak Toba dalam kegiatan sehari-hari. 3. Ende sibarean, adalah musik vokal yang dinyanyikan dalam kaitannya dengan berbagai peristiwa kesedihan/ dukacita. Tetapi apabila dikaji lebih rinci dari banyaknya jenis musik vokal pada masyarakat Batak Toba, maka dapat dikatakan pembagiande yang lebih mendetail terhadap nyanyian –nyanyian tersebut sesuai dengan sudut pandang masing-masing. Berikut ini adalah pembagian musik vokal oelh Jan Harold Brunvand dalam Ritaony (1988 : 13). Jenis musik vokal tersebut adalah :
Universitas Sumatera Utara
1. Nyanyian kelonan (lulaby), yakni musik vokal yang mempunyai irama halus, tenang, berulang-ulang, ditambah dengan kata-kata kasih saying sehingga dapat membangkitkan rasa kantuk bagi anak-anak yang mendengggarnya, contoh : mandideng. 2. Nyanyian kerja (working song), yakni musik vokal yang mempunyai irama
dan kata-kata yang menggugah semangat, sehingga dapat
menimbulkan rasa gairah unutk bekerja. Contoh : luga-luga solu. 3. Nyanyian permainan (play song), yakni musik vokal yang mempunyai irama gembira serta kata-kata yang lucu dan selalu dikaitkan dengan permainan. Contoh : sampele-sampele. 4. Nyanyian yang bersifat kerahanian dan keagamaan, yaitu musik vokal yang teksnya
berhubungan dengan kitab injil, legenda-legenda
keagamaan, atau pelajaran-pelajaran keagamaan. Contoh : melmet ahu hon. 5. Nyanyian nasehat, yaitu musik vokal yang liriknya berisi nasehat tentang bagaimana bertingkah laku. Contoh : siboruadi. 6. Nyayian mengenai pacaran dan pernikahan, yaitu musik vokkal yang liriknya biasanya menggungkapkan kebiasaan muda-mudi yang sedang bercinta dan akan melanjutkan pernikahan. Contoh : mandekdek ma gambiri.
2.3.2 Musik Instrumental
Universitas Sumatera Utara
Dalam musik instrumental ada instrument yang lazim digunakan dalam bentuk esambel dan adat yang disajikan dalam permainan tunggal, baik dala kaitannya dengan upacara adat, religi maupun sebagai hiburan. Pada masyarakat Batak Toba terdapat dua ensambel musik tradisional, yaitu : ensambel gondang hasapi dan ensambel gondang sabagunan. Selain itu ada juga instrument musik tradisional yang digunakan secara tunggal.
2.3.3 Ensambel Gondang Hasapi Ensambel gondang hasapi memiliki beberapa instrument yang dapat diklasifikasikan menurut instrumentasinya.Hasapi ende (pluked lute dua senar) adalah instrument pembawa melodi dan merupakan instrument yang dianggap paling utama dalam ensambel gondang hasapi. Klasifikasi instrument ini termasuk kedalam kelompok chordophone. Tune atau stem dari kedua senarnya adalah dengan interval mayor yang dimainkan denagn cara mamiltik (memetik). 1. Hasapi doal (pluked flude dua senar), insrumen ini sama dengan hasapi ende namun dalam permainannya hasapi doal berperan sebagai pembawa ritem konstan. Ukuran instrument hasapi doal lebih besar sedikit dari hasapi ende. 2. Sarune etek (shawn), adalah instrument pembawa melodi yang memiliki reed tunggal (single reed). Klasifikasi ini termsuk dalam kelompok aerophone yang memiliki lima lobang nada (empat dibagian atas, satu di bagian bawah) dimainkan dengan cara mangombus marsiulak hosa 10. 10
Menghembus dengan terus menerus. Instilah musinnya disebut dengan circula breathing.
Universitas Sumatera Utara
3. Garantung, adalah instrument pembawa melodi yang terbuat dari kayu dan memiliki lima bilah nada. Klasifikasi instrument ini termasuk ke dalam kelompok xylophone. Selain berperan sebagai pembawa melodi, juga berperan sebagai pembawa ritem variable pada lagu-lagu tertentu. Dimainkan dengan cara mamalu 11. 4. Mengmung (bamboo idiochordo) adala instrument pembawa melodi konstan yang memiliki tiga senar. Senarnya terbuat dari kulit bamboo tersebut. Klasifikasi instrument ini bisa dimasukkan kedalam kelompok idiochordophone. 5. Hesek, adalah instrument pembawa tempo (ketukan dasar) yang terbuat dari pecahan logam atau besi dan kadang kala dipukul dengan botol kosong. Instrumen ini dimainkan dengan cara mengadu pecahan logam tersebut sesuai dengan irama dari suatu lagu. Klasifikasi ini termasuk kedalam kelompok idiophone.
2.3.3.1 Bentuk Penyajian Gondang Hasapi sampai sejauh ini, mengenai konsep yang berhubungan dengan aturan dn bentuk penyajian gondang hasapi belum dapat dijelaskan secra pasti. Hal ini sejalan dengan yang dikemukakan Purba (1991) dalam tulisnnya pad harian SIB yang mengatakan ;
11
Mamalu dapat diartikan dengan memukul atau membunyikan. Contoh : mamalu hasapi (membunyikan hasapi), mamalu gaantung (membunyikan garantung), dll. Alat yang digunakan untuk memukul disebut sebagai palu-palu atau stik.
Universitas Sumatera Utara
“Bukanlah suatu yang baru jika seseorang melihat variasi bentuk susunan instrument di dalam ensambel gondang hasapi. Adakalanya susunan (komposisi) instrument Gondang Hasapi tergantung pada konteks penggunaan, jumlah musisi serta instrument yang tersedia “(Purba 1991 :VII) dalam harian Sinar Indonesia Baru. Dari uraina diatas dapat diketahui bahwa untuk melihat dan mengetahui secara umum suatu bentuk penyajian dan komposisi insrumen yang dipergunakan pada Gondang Hasapi, dapat ditinjau berdasarkan tiga konteks penyajian, yaitu religi, adt dan hiburan. Dalam konteks religi, menurut Osner Gultom (salah seorang musisi tradisi dari penganut Parmalim), gondang Hasapi yang digunakan pada upacara UGAMO (agama) Pamalim, hal-hal yang berkaitan dengan komposisi instrument, merupaka salah satu yang sangat diperhatikan, baik yang berhubungan dengan penambahan dan pengurangan dari jumlah instrument yang digunakan, serta hal lain yang sangat diperhatikan adalah aspek-aspek-aspek yang berhubungan dengan komposisi lagu (Gondang) yang akan disajikan (dimainkan). Kedua hal tersebut adalah kondisi yang sangat diperhatikan oleh masyarakat ajaran Parmalim. Dalam konteks adat, menurut beberapa musisi Batak Toba hal seperti diatas tidak terlalu dipermasahkan, aka nada beberapa hal yangmendapat perhatian seperti hal-hal yang berhubungan dengan konsep Sipitu Gondang, yaitu urutan suatu komposisi musik yang terdiri dari tujuh buah Gondang yang dimainkan secra berturut-turut pada awal upacara. Walaupun ada kalanya didalam pelaksanaan sejanjutnya aturan-aturan mengenai jenis Gondang yg dimainkan tida terlalu ketat, (tergantung dari seseoarang yang meminta Gondang dari Pargonsi) yang disebut
Universitas Sumatera Utara
“Raja Parmalim”, namun demikian biasnya jenis Gondang yang an dimainkan pada upacara adat, jeni Gondang yang akan pad upacara adat, jenis dan sifatnya sudah tertentu (lihat Purba 1989:2-5). Sedangkan dalam konteks yang bersifat hiburan, hal-hal yang berhubungan dnegan kompossi instrumentasi dan jenis lagu yang dimainkan, dapat dikataan tidak memiliki atran yang khusus. Juga hal-hal yang berkaitan dengan penambahan jenis instrumenya, menurut informan biasanya tidak tertutup kemungkinan untuk ditambah, prinsipnya asalkan instrument yag ditambah karakter suaranya dapat disesuaikan dengan kondisi instrument yang telah ada. Dari ketiga penyajian bentuk Gondg Hasapi, terdapat suatu hal yang spesifik sifatnya, hal ini akan terlihat pada saat penyajian Gondang Tersebut, dimana Gondang tersebut akan dimainkan secara Heterofonis. Sedangkan hal-hal yang berhubungan denga tempat pertunjukkan Gondang Hasapi yaitu : dimana unsure-unsur yang bersifat spontanits dari para pemusik, yaitu pada saat pertunjukkan Gondang, dimana salah satu pemusik (tanpa terkecuali) memberikan suatu teriakan, yag bertujuan agat pemain dan orang-orang yang sedang menortor agar lebig semangat. Sedagkan hal-hal pendekatan yang bersifat instrumentalia (tanpa vokal) Namun gondang hasapi yang disajikan dalam konteks hiburan seperti tradisi opera batak, unsure-unsur vocal sering dipakai, sehingga bisa dikatakan Gondang Hasapi dalam konteks “opera batak” sebagai pengiring vocal ataupun penggiring tarian, seperti Tumba dan tor-tor.
Universitas Sumatera Utara
2.3.3.2 Fungsi Instrumen hasapi didalam Gondang Hasapi Hasapi adalah salah satu insturmen pokok didalam Gondang Hasapi, oleh karena disamping sebagai pembawa melodi, juga nama dri instrument hasapi dapat dipaka untuk mewakili instrument lain yang ada dalam Gondang Hasapi. Disampin iu merupakan hasil pengamatan dilapangan bahwa instrument hasapi adakalanya dipakai untuk memulai dan mengakhiri gondang, hal ini dilakukan oleh pemain hasapi. Melihat eksistensi instrument hasapi, baik fungsi, nama maupun karakter suaranya, juga seni perghargaan dari masyarakta pendukungnya, dapat dikatakan bahwa instrument hasapi merupaakn instrument yang memimpin (leader) didalam gondang hasapi.
2.3.4 Ensambel Gondang Sabangunan Ensambel gondang sabagunan mempunyai beberapa istilah yang sering digunakan oleh masyarakat Batak Toba, yakni ogung sabagunan
dan gondang
bolon. Instrument yag termasukdalam kelompok gonadang sabaguna antara lain : 1. Taganing, yaitu lima buah gendang yang berfungsi sebagai pembawa melodi dan juga sebagai ritem variable dalam beberapa lagu. Klasifikasi instrumen ini termasuk kedalam kelompok membranophone. Dimainkan dengan cara dipukul membrannya dengan menggunakan palu-palu (stik). 2. Gordang (single headed drum), yaitu satu buah gendang yang lebih besar dari taganing yang berperan sebagai pembawa ritem konstan maupun
Universitas Sumatera Utara
ritem variable. Instrument ni serng disebut sebagai bass dari ensambel gordang sabagunan. 3. Sarune bolon (shawm), yaitu termasuk pembawa melodi yang memiliki reed ganda (double reed). Dimaikan dengan cara mangombus marsiulakhosa (circular breathing). Klasifikasi instrument ini termasuk kedalam kelompok aerophone. 4. Ogung (gong), yaitu emapt buah gong yang diberi naam oloan, ihutan, doal dan panggora. Setiap ogung mempunyai ritem yang sudah konstan. Instrument ini berperan sebagai pembawa riten konstan atau pembawa irama dalam gondang sabagunan. Klasifikasi ini termasuk kedalam kelompok idiochorphone. 5. Odap (double headed drum), yaitu gendang dua sisi yang berperan sebagai pembawa ritem variable. Instrument ini dimainkan untuk lagulagu tertentu dalam gondang sabagunan dan sering digunakan ketika pawai.
Klasifikasi
instrument
ini
termasuk
kedalam
kelompok
membranophone. 6. Hesek, adalah instrument pembawa tempo (ketukan dasar) yang terbuat dari pecahan logam atau besi dan kadang kala dipukul dengan botol kosong. Instrumen ini dimainkan dengan cara mengadu pecahan logam tersebut sesuai dengan irama dari suatu lagu. Klasifikasi ini termasuk kedalam kelompok idiophone Gordang sabagunan pada zaman dahulu digunakan untuk setiap upacara yang berhubungan dengan upacara adat maupun upacara religious. Gondang
Universitas Sumatera Utara
berperan sebagai media yang meghubungkan manusian dengan penciptanya atau disembahnya dalam hubungan vertikal juga sebagai media yang menghubungkan manusia dengan sesamanya dalam hubungan horizontal. Dalam permainan gondang sabagunan
instrumne odap sudah jarang
digunakan karena permainan dari odap tersebut digantikan dengan meggunakan taganing
yang mempunyai suara yang sama. Tangga nada yang ada dalam
instrument pembawa melodi yakni taganing dan sarune bolon mempunyai tangga nada yang pentatonis. Namun dalam hal ini istilah pentatonic yang terdapat dalam gondang sabagunan bukan seperti konsep pentatonic yang ada dalam musik barat melainkan hanya suatu sebutan terhadap tangga nada yang mempunyai lima nada dalam konsep gendang sabagunan. Pada dasarnya permainan instrument taganing atau sarune terjalin dalam hubungan melodi yang heteroponis dimana kedua instrumentersebut menbawakan melodi yang sma dalam beberapa repertoar, namun tangga nada ataupun tonalitasnya berbeda. Oleh karena itu istilah heteroponis untuk sarune heteroponis untuk sarune dan taganing ini terjalin dalam heteroponis polytonal.
2.3.5 Instrument tunggal Instrument tunggal adalah alat musik yang dimainkan secara tunggal yang terlepas dari ensambel gondang hasapi maupun gondang sabagunan. Instrument ini biasanya digunakan untuk mengisi waktu luang, menghibur diri. Instrument ini juga tidak pernah dimainkan dalam upacara yang bersifat ritual. Instrument yang termasuk dalam kelompok instrument tunggal, antara lain :
Universitas Sumatera Utara
1. Sulim (transverse flute), yaitu alat musik yang terbuat dari bamboo, memiliki enam lobang nada dan satu lubang tiupan. Dimainkan dengan cara meniup dari samping (slide blow flute) yang dilakukan dengan meletakkan bibir secara horizontal pada pinggir lobang tiup. Instrument ini biasanya memainkan lagu-lagu yang bersifat melaonkolis ataupun lagu-lagu sedih. Klasifikasi instrument ini termasuk dalam kelompok aerophone. 2. Saga-saga (jew’s harp) yang terbuat dari bamboo yang dimainkan dengan cara menggetarkn lidah dari instrument tersebut dan rongga mulut yang berperan sebagai resonator. Klasifikasi instrument ini termasuk dalam kelompok idiophone. 3. Jenggong
(jew’s
harp),
yaitu
alat
musik
yang
terbuat
dari
logam,mempunyai konsep yang sama dengan saga-saga. 4. Talatoit (transverse flute), yaitu alat musik yang terbuat dari bamboo, sering disebut juga dengan salohat atau tulila, dimainkan dengan cara meniup dari sampng. Mempunyai lubang penjarian yakni dua disisi kiri dan dua disisi kanan, sedangkan lubang tiup berada ditengah. Instrument ini biasanya memainkan lagu-lagu yang bersifat melodis dan juga bersifat ritmik. Klasifikasi instrument ini termasuk dalam kelompok aerophone. 5. Sordam (long flute), yakni alat musik yang terbuat dari bamboo. Dimainkan dengan cara meniup dari ujungnya (up blown flute) dengan meletakkan bibir pada ujung bamboo secara diagonal. Memiliki enam
Universitas Sumatera Utara
lubang nada, yakni dibagian atas dan satu dibagian bawah, sedagkan lubang tiupnya merupakan ujung dari bamboo tersebut. 6. Tanggetang, yakni alat musik yang senarnya terbuat dari rotan dan peti kayu sebagai resonator. Permainan instrument ini bersifat ritmik atau mirip dengan gaya permainan gong maupun gaya permainan mengmung. Klasifikasi instrument ini termasuk kedalam kelompok chordophone. Dari keseluruhan instrument tunggal yang ada pada masyarakat Batak Toba, instrument sulim merupakan instrument yang paling sering digunakan dan dimainkan dalam kehidupan sehari-hari, karena mempunyai frekuensi nada yang lebih kuat dan lebih lembut, mudah dibawa kemana saja serta sangat mendukung dimainkan untuk menggungkapkan emosional seseorang.
2.3.6 Klasifikasi Margondang Secara umum dikalangan masyaraka Batak Toba, ensambel gondang hasapi dan gondang sabaguan selalu disertakan dalam setiap upacara, bak upacara adat maupn upacara religi. Upacara yang menyertakan gondang dalam pelaksanaanya disebut dengan margondang (memainkan gondang). Sedangkan nama dari upacara dimana gondang tersebut dimainkan identik dengan nama margondang tersebut, misalnya magondang adat, margondang saur matua dan sebagainya. Hal tersebut diatas merupakan suatu persepsi yang utuh tentang peranaa gondang yang sangat esensial dalam upacara adat maupun religi.
Universitas Sumatera Utara
Pada
dasar
kegiatan margondang
pada
masyarakat
batak
dapat
diklasifikasikan menurut zamannya menurut zamannya, yaitu margondang pada masa puba dan margondang pada masa sekarang.
2.3.6.1 Margondang Pada Masa Purba Yang dimaksud dengan masa purba adalah masa dimana sebelum masuknya pegaruh agama Kristen ke tnah batak, dimana pada saat itu masih menganut aliran kepercayaan yang bersifat polytheisme 12. Pada masa purba penggunaan gondang dalam konteks hiburan maupun pertunjukkan belum didapati masyarakat. Keseluruhan kegiatan ditujukan untuk upacara adat maupun upacara religi yang bersifat sacral. Oleh karena itu upacara margondang pada masa purba dapat dibagi dalam dua bagian, yaitu : 1. Margondang adat, yaitu suatu upacara yang menyertakan gondang, merupakan akualisasi dai aturan-aturan yang dibiasakan dalam hubungan manusia dan manusia (hubungan horizontal), misalnya : gondang anak tubu (upacara anak yangbaru lahir), gondang manape goar (upacara pemberian nama/ gelar boru kepada seseorang), gondang pagolihan anak (mengawinkan anak), gondang mangompoi huta (peresmian perkampungan baru), gondang saur matua (upacara kematian orang yang sudah beranak cucu) dan sebagainya.
1212
Selain menyembah Mulajadi Na Bolon sabagai pencipta, masyarakat batak juga menyembah berhala dan juga roh nenek moyang yang sudahmeninggal yang dianggap masih berkuasa atas kehidupan manusia.
Universitas Sumatera Utara
2. Margondang religi, yaitu upacara yang menyertakan gondang, merupakan akualisasi dari suatu kepercayaan tau keyakinan yang dianut dalam hubungan manusia dengan tuhan-nya atau yang disembahnya (hubungan vertikal), misalnya : gondang saem (upacara untuk meminta rejeki), gondang mamele, (upacara pemberian sesajen kepada roh), gordang papurpur sapata (upacara pembersihan tubuh/ buang sial) dan sebagainya. Walaupun upacara margondang masa purba dibagi ke dalam dua bagian, namun hubungan dengan adat dam religi dalam suatu upacara selalu kelihatan dengan jelas. Hal tersebut dapat dilihat dari tata cara yang dilakukan pada setiap upacara adat yang selalu menyertakan unsure religi dan juga sebaiknya pada setiap upacara religi yang selalu menyertakan unsure adat. Unsur religi yang terdapat dalam upacara adat dpat dilihat dari beberapa aspek yangmendukung upacara tersebut, misalnya : penyertaa gondang, dimana dalam setiap pelaksanaan gondang selalu diawali dengan membuat tua ni gondang ( memainkan inti dari gondang), yaitu semacam uapcara semacam meminta ijin kepada mulajadi nabolon dan juga kepada dewa-dewa yang dianggap sebagai pemilik gondang tersebut. Sedangkan unsur adat yang terdapat dalam upacara religi dapat dilihat dari unsure dalihan na tolu yang selalu disertakan dalam pada setiap upacara. Menurut Manik, bahwa pada mulanya agama dan adat etnik Batak Toba mempunyai hubungan yang erat, sehingga tiap upacara adat sedikit banyaknya bersifat keagamaan dan tiap upacara agama sedikit banyaknya diatur oleh adat (1977: 69).
Universitas Sumatera Utara
Walaupun hubungan dari kedua adat dan religi selalu kelihatan jelas dalam pelaksanaan suat upacara, perbedaan dari kedua upacara tersebut dapat dilihat dari tujuan utama suatu upacara dilaksanakan. Apabila suatu upacara dilakukan untuk hubungan manusia dengan yang disembahnya, maka upacara tersebut dapat diklasifikasikan kedalam upacara religi. Apabila suatu upacara dilakukan untuk hubungan manusia degan manusia, maka upacara tersebut dapat diklasifikasikan ke dalam upacara adat.
2.3.6.2 Margondang Pada Masa Sekarang Margondang pada masa sekarang merupakan perkembanggan dari car berpikir masyarakat setelah pengaruh gereja sudah sanggat kuat pasa masyarakat Batak Toba. dalam ajaran Kristiani, gereja hanya mengakui satu Tuhan yang harus disembah yaituTuhan Yesus Kristus, apabila ada anggota gereja masih melakukan penyembahan terhadap roh-roh nenek moyang dan kepercayaan mereka yang lama, maka orang tersebut akan dikeluarkan dari anggota gereja tersebut. Oleh Karen itu, muncul beberapa masalah yang bersifat problematic tentang penggunaan gondg batak dala kegiatan adat maupn keagamaan. Di satu pihak orang Batak ingin mempraktikkan dan menghayati gondang itu menurut visi dan tradisi yang sudah sangat mendarah daging, dilain sisi ada kelompok yang yang menolak gondang untuk dipergunakan dalam upacara adat maupun keagamaan, karena mereka melihat unsure-unsur animism pada gondang tersebut, ada ketakutan mereka mempelajari sejarah batak dan menghidupi unsure-unsur kebudayaanya. Ketakutan ini timbul
Universitas Sumatera Utara
karena adanya predikat yang kurang baik sepeti kafir, kolot da tuduhan lain yang diberikan penganut kebudayaan tersebut. (Sangti 1977 : 17) Pada bagian yang lain ada juga kelompok agama tradisional pada masyarakat Batak Toba yang menentang ajaraj Kristen. Kelompok ini masih mempertahankan nilai-nilai kebudayaan tradisionla dalam kehidupan sehari-hari. Olehkarena itu, terdapat banyak variasi-variasi pemikiran tentang hubungan antara kebudayaan tradisional dengan agama Kristen yang datang dari pihak gereja seperti tertulis oleh Verkuyl (1960 : 36), antara lain : 1. Sikap antagonis (sikap menetang atau sikap negatif) terhadap kebudayaan yang ada. 2. Sikap akomodatif
dan kapitulatif (skap menyesuaikan diri ) terhadap
kebudayaan yang ada. 3. Sikap dominasi (sikap menguasai) dari pihak gereja terhadap kebudayaan. 4. Sikap dualistic (sikap serba dua) atau sikap memisahkan iman dengan kebudayaan dan 5. Gagasan tetang pengudusan kebudayaan atau motif pertobatan kebudayaan. Hingga saat ini keseluruhan sikap diatas masih sering terjadi dalam kegiatankegiatan tradisional. Dengan demikian banyak variasi-variasi tersebut adalah berdasarkan konsep pemikiran oelh yangmelakukan kegiatan. Dalam hal ini, konsep margondang pada masa sekarang dapat dibagi dalam tiga bagian besar, yaitu : 1. Margondang pesta, suatu kegiatan yang menyertkana gondang dan merupakan suatu ungkapan kegembiraan dalam konteks hibuan atau seni
Universitas Sumatera Utara
pertunjukkan, misalnya :gondang pembangunan gereja, gondang naposo, gondang mangompoi jabu (memasuki rumah) dsb. 2. Margandang adat, suatu kegiatan yang menyertakan gondang, merupakan aktualisasi dari system kekerabatan dalihan na tolu, misalnya : gondang mamampe marga (pemberian marga), gondang pangolin anak (perkawinan), gondang saur matua (kematian), kepada orang diluar suku Batak Toba, dsb. 3. Margondang Religi, upacara ini pada saat sekarang hanya dilakukan oleh organisasi agamaniah yang masih berdasar kepada kepercayaan batak purba. Misalnya parmalim, parbaringin, parhudamdam Siraja Batak. Konsep adat dan religi pada setiap pelaksanaan upacara oleh kelompok ini masih mempunyai hubungan yang sangat erat karna titik tolak kepercayaan mereka adalah mulajadi na bolon dan segala kegiatan yang berhubungan dengan adat serta hukuman dalam kehidupan sehari-hari adalah berdasarkan tata aturan yang dititahkan oleh Raja Sisingamangaraja XII yang dinaggap sebagai wakil mulajadi na bolon.
2.3.7 Seni Rupa Untuk jenis seni rupa tradisional, kerajian patung merupakan hal yang umum dan dapat ditemukan dimasyarakat ini. Bahan dasar patung umumnya terbuat dari batu dan kayu. Jenis patung batu yang relative besar dan tua dapat ditemukan didaerah Tomok, Pulau Samosir. Patung- patung batu misalnya altar persembahan, merupakan situs peniggalan dari raja-raja Batak di Samosir terdahulu. Ha yang sama dapat ditemukan di Desa Si Gaol Porsea dan tempat-tampat lainnya. Pembuatan
Universitas Sumatera Utara
patung-patung Batu masih sering dilakukan saat ini. Patung-patung tersebut umumnya ditempatkan pada sebagian makam dari orang yang telah meninggal dunia. Umumnya kuburan yang memiliki patung diatasnya menandakan bahwa orang tersebut telah mencapai usia tua dan pada masa hidupnya memiliki pengaruh masyarakat. Jenis Patung yang terbuat dari kayu contohnya adalah patung manuk-manuk (ayam jantan). Jenis patung semacam ini dahulunya dianggap sebagai benda magis. Patung manuk-manuk dipancangkan diruna terbuka ditengah kampong. Tujuannya aalah untuk menjaga agar kampong selslu senantiasa dalam keadaan damai dan jauh dari marabahaya. Jenis patung lain yang sangat popular di masyarakat Batak Toba adalah sigale-gale. Patung ini ini digunakan sebagai pertunjukkan hiburan. Sigalegale dikendalikan oleh seseorang dengan menggunakan tali-tali yang dipasangkan pada bagian-bagian patung tersebut. Patung sigale-gale dapat berupa seorang anak kecil atau orang tua (suami-istri). Tarian sigale-gale, diiringi dengan musik. Disamping patung, jenis Seni Rupa yang lainya adalah seni ukir Ornamental yang disebut Gorga. Jenis Seni ukir ini umumnya dapat ditemukan pada hiasanhiasan atap atupun dinding rumah Tradisional Batak Toba. bentuk ukirang Gorga kadang-kadang dipakai pada alat musik sebagai hiasan. Adapun motif dari ukirang dapat berupa ukiran gambar manusia, binatang, tumbuh-tumbuhan, atupun simbolsimbol dari kehidupan metafisik, misalnya lambang dari delapan penjuru angin/ desa na ualu.
Universitas Sumatera Utara
:-
Foto No.1 Patung Sigale-Gale Sumber : Dokumentasi Penulis
Foto No.2 Seni Ukir Kayu Pada losung (tempat menumbuk padi) Sumber : dokumentasi penulis
Universitas Sumatera Utara
Foto No.3 Ukiran Patung Kayu Sumber : dokumentasi penulis
Foto No.4 Gorga di Solu (perahu) Sumber : dokumentasi penulis
Universitas Sumatera Utara
Foto No.5 Ukiran Patung Kayu Sumber : dokumentasi penulis
Foto No.6 Seni Rupa/Ukir Gorga di rumah Batak Toba Sumber : dokumentasi penulis
Universitas Sumatera Utara
Foto No.7 Seni Ukir berbentuk kepala manusia yang dihiasin gorga Sumber : dokumentasi penulis
Foto No.8 Rumah Adat Batak Toba Sumber : Dokumentasi Penulis
Universitas Sumatera Utara
Foto No.9 Ukiran Batu berbentuk kepala manusia dan binatang Sumber : dokumentasi penulis
Foto No.10 Ukiran gorga di makam Sumber : dokumentasi penulis
Universitas Sumatera Utara
2.3.8 Seni Sastra Pada masyarakat Batak Toba dapat ditemukan seni Sastra, diantaranya : umpasa, tonggo-tonggo, turi-turian dan hulin-huling angsa. Umpasa merupakan kata kiasan yang berisi ajaran tentang keteladanan, kebijaksanaan, aturan adat-istiadat, serta pesan-pesan religious. Umumnya umpasa disampaikan di dalam berbagai kegiatan upacara adat yang ada dimasyaraka t Batak Toba. salah satu umpasa batak toba dapat dilihat dibawah ini : Terjemahan sahat-sahat ni solu
sampainya sampan
sahat ma tu bontean
sampai lah ketepian
sahat hita mangolu
samapai hidup kita
sai sahat ma tu panggabean
sampailah kepada kesempurnaan (panggabean)
Tonggo- tonggo adalah jenis Sastra yang terkait dengan rangkaian teks-teks naratif keagamaan. Tonggo- tonggo dapat berupa doa-doa pujian kepada sang pencipta atau juga bentuk doa-doa lainnya dalam bentuk permohonan atau harapan. Turi-Turian merupakan salah satu seni bercerita yang umumn ya bersumber dari mitos dan legenda. Contoh dari cerita turi-turian merupaka suatu bentuk seni bercerita yang umumnya bersumber dari berbagai mitos dan legenda. Contoh dari turi-turian yang popular adalah Siboru Deak parujar atau Si Lian Nagarusta Huling- hulingansa adalah sejenis sastra berbentuk teka-teki yang umumnya dilakukan oleh para pemuda dan pengemudi di waktu senggang. Bentuk penyajian teka-teki ini terdiri dari dua bagian, yakhi bagian yang bertanya dan
Universitas Sumatera Utara
bagian yang ,menjawab. Teka-teki ini dilakukan secara bergantian. Contoh dari huling-huling ansa dapat dilihat berikut ini :
Terjemahan sungkun-sungkun siputara-siputiri
Pertanyaan : siputara-siputiri (teks tanpa makna)
solot I dangka-dangka
terjepit dibatagnya
bajunya baju bontar
bajunya baju putih
halakna halak rara
orangnya berkulit merah
alusna : jaung
jawabnya : buah jagung!
2.3.9 Seni Tekstil Seni tekstil yang dikenal pada masyarakat Batak Toba disebut ulos. Ulos merupakan jenis kain tenunan yang terbuat dari bahan benang yang berwarna-warni. Kain ulos ini dapat dibedakan dari warna, pola rajutan, bahan, dan ukurannya.
Foto No. 11 Ragi Hotang Sumber :Dokumentasi Penulis
Foto No.12 Ulos Ragi Hidup Sumber : Dokumentasi Penulis
Universitas Sumatera Utara
Foto No.13 Ulos Sadum Sumber : -
Foto No.14 Ulos Suri-suri Sumber : -
Universitas Sumatera Utara
Foto No.15 Berbagai motif Ulos Sumber : -
2.3.10 Seni Tari Pada kegiatan seni tari di Masyarakat Batak Toba ditemukan dua gendre tarian yang berbeda, yaitu tor-tor dan tumba. Tor-tor merupakan tarian yang dilakukan dalam konteks kegiatan adat atau ritual keagamaan trdisional. Dalam berbagai bentuk upacara adat, seperti pada upacara perkawinan atau kematian, tarian tor-tor selalu diiringgi ensambel musik. Adapun Tumba merupakan bentuk tarian yang dilakukan dalam konteks kegiatan hiburan. Tarian tumba biasanya ditampilkan oleh anak-anak dan juga oleh para pemuda-pemudi pada waktu terang bulan dimalam hari.
Universitas Sumatera Utara
Foto No. 16 Tari tor-tor di tempat terbuka Sumber : dokumentas penulis
Foto No.17 Tor-tor di dalam ruangan (gereja) Sumber : http ://simanjuntakn
Universitas Sumatera Utara