BAB II LANDASAN TEORITIS
2.1
Kajian Pustaka
2.1.1 Konsep Belajar Dalam kamus besar Bahasa Indonesia, secara etimologis belajar memiliki arti “berusaha memiliki kepandaian atau ilmu”. Definisi ini memiliki pengertian bahwa belajar adalah sebuah kegiatan untuk mencapai kepandaian atau ilmu merupakan usaha manusia untuk memenuhi kebutuhannya mendapatkan ilmu atau kepandaian yang belum dipunyai sebelumnya. Sehingga dengan belajar itu manusia menjadi tahu, memahami, mengerti, dapat melaksanakan dan memiliki tentang sesuatu (Risman, 2010:12). Menurut Sagala (Gage, 2011:13), belajar adalah : Suatu proses dimana suatu organisme berubah perilakunya sebagai akibat pengalaman yang merupakan interaksi antara individu dengan lingkungannya. Gagasan yang menyatakan bahwa belajar menyangkut perubahan dalam suatu organisme, berarti belajar juga membutuhkan waktu dan tempat. Selain itu Sagala (Gagne, 2011:17) belajar didefinisikan sebagai berikut: Suatu perubahan yang terjadi dalam kemampuan manusia yang terjadi setelah belajar secara terus menerus, bukan hanya disebabkan oleh proses pertumbuhan saja. Belajar terjadi apabila suatu situasi stimulus bersama dengan isi ingatan mempengaruhi siswa sedemikian rupa sehingga perbuatannya berubah dari waktu sebelum ia mengalami situasi itu ke waktu setelah ia mengalami situasi tadi.
11
12 Dari definisi tersebut, belajar merupakan proses aktif, proses mereaksi terhadap semua situasi yang ada disekitar individu. Belajar adalah suatu proses yang diarahkan kepada suatu tujuan, proses berbuat melalui berbagai pengalaman. Belajar adalah proses melihat, mengamati, memahami sesuatu yang dipelajari. Selain itu belajar merupakan suatu aktifitas mental dan psikis yang berlangsung dalam interaksi aktif dengan lingkungan yang menghasilkan sejumlah perubahan dalam pengetahuan, pemahaman, keterampilan dan nilai sikap (Winkel, 2005:59). Perubahan dalam berbagai bentuk tersebut dikenal dengan hasil belajar. Dari berbagai definisi diatas, kita dapat menemukan kesamaan-kesamaan pengertian yang dikemukakan oleh para ahli psikologi maupun ahli pendidikan. Bedanya, ahli psikologi memandang belajar sebagai perubahan yang dapat dilihat tidak peduli apakah pemahaman konsep perdagangan internasional tersebut menghambat atau tidak menghambat proses adaptasi seseorang terhadap kebutuhan-kebutuhan dengan masyarakat dan lingkungannya. Sedangkan para ahli pendidikan memandang bahwa belajar adalah proses perubahan manusia ke arah tujuan yang lebih baik dan bermanfaat bagi dirinya maupun orang lain.
2.1.2 Teori Belajar 1.
Teori Belajar Menurut J.Brunner Kata Brunner belajar tidak untuk mengubah tingkah laku tetapi untuk
mengubah kurikulum sekolah menjadi sedemikian rupa sehingga siswa dapat belajar lebih banyak dan mudah mempelajari sesuatu yang di pelajari menjadi sesuatu keterampilan dan pengetahuan baru.
13 Dalam proses belajar Brunner mementingkan partisipasi aktif dari tiap siswa dan mengenal dengan baik adanya perbedaan kemampuan. Untuk mementingkan proses belajar perlu lingkungan yang dinamakan “discover learning environment”, ialah lingkungan dimana siswa dapat melakukan eksplorasi, penemuan-penemuan baru yang belum dikenal atau pengertian yang mirip dengan sudah diketahui, hubungan-hubungan dan hambatan yang dihayati oleh siswa secara berbeda-beda pada usia yang berbeda pula. (Daryanto, 2010:10) 2. Teori Belajar dari Piaget Menurut Pendapat Piaget (Daryanto, 2010:11) mengenai perkembangan proses belajar pada anak-anak sebagai berikut : 1. Anak mempunyai struktur mental yang berbeda dengan orang dewasa. Mereka bukan merupakan orang dewasa dalam bentuk kecil, mereka mempunyai cara yang khas untuk menyatakan kenyataan dan untuk menghayati dunia sekitarnya. Maka memerlukan pelayanan tersendiri dalam belajar. 2. Perkembangan mental anak melalui tahap-tahap tertentu menurut suatu urutan yang sama bagi semua anak. 3. Walaupun berlangsungnya tahap-tahap perkembangan itu melalui suatu urutan tertentu, tetapi jangka waktu untuk berlatih dari tahap ke tahap yang lain tidaklah selalu sama pada setiap anak.
2.1.3 Ciri-Ciri Belajar Menurut Baharudin, (2008:15), terdapat beberapa ciri-ciri belajar yaitu sebagai beikut: 1. Belajar ditandai dengan adanya perubahan tingkah laku (change behavior). Ini berarti, bahwa hasil belajar hanya dapat diamati dari tingkah laku, yaitu adanya perubahan tingkah laku, dari tidak tahu menjadi tahu, dari tidak terampil menjadi terampil. Tanpa mengamati tingkah laku hasil belajar, kita tidak akan mengetahui ada tidaknya hasil dari belajar. 2. Perubahan perilaku relative permanent. Ini berarti, bahwa perubahan tingkah laku yang terjadi karena belajar untuk waktu tertentu akan tetap atau tidak berubah-ubah. Tetapi, perubahan tingkah laku tersebut tidak akan terpancang seumur hidup.
14 3. Perubahan tingkah laku tidak harus segera dapat diamati saat proses belajar sedang berlangsung, perubahan perilaku tersebut bersifat potensial. 4. Perubahan tingkah laku merupakan hasil latihan atau pengalaman. 5. Pengalaman atau latihan itu dapat memberi penguatan. Sesuatu yang memperkuat itu akan memberikan semangat atau dorongan untuk mengubah tingkah laku.
2.1.4 Prinsip – Prinsip Belajar Didalam tugas melaksanakan proses belajar mengajar, seorang guru perlu memperhatikan beberapa prinsip belajar Menurut Daryanto (2010:24), bahwa prinsip-prinsip belajar terdiri dari 6 bagian yaitu sebagai berikut: 1. Dalam belajar setiap siswa harus diusahakan partisipasi aktif, meningkatkan minat, dan membimbing untuk mencapai tujuan instruksional. 2. Belajar harus dapat menimbulkan motivasi yang kuat pada siswa untuk mencapai tujuan instruksional. 3. Belajar harus dapat mengembangkan kemampuan tertentu sesuai dengan tujuan instruksional yang harus dicapainya. 4. Belajar memerlukan sarana yang cukup sehingga siswa dapat belajar dengan tenang. 5. belajar perlu ada interaksi siswa dengan lingkungannya. 6. Dalam belajar setiap siswa harus diusahakan partisipasi aktif, meningkatkan minat dan membimbing untuk mencapai tujuan instruksional.
2.2 Konsep Pembelajaran 2.2.1 Pengertian Pembelajaran Perkembangan setiap individu melalui suatu tahapan yang disebut dengan belajar, karena belajar merupakan suatu proses usaha yang dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya. Sedangkan secara psikologis belajar merupakan suatu proses perubahan yaitu perubahan tingkah laku sebagai hasil dari interaksi dengan lingkunganya dalam memenuhi kebutuhan hidupnya.
15 Menurut Isjoni (2009:14) Pembelajaran adalah: Sesuatu yang dilakukan oleh siswa bukan dibuat untuk siswa. Pembelajaran pada dasarnya merupakan upaya pendidikan untuk membantu peserta didik melakukan kegiatan belajar. Tujuan pembelajaran adalah terwujudnya efisiensi dan efektivitas kegiatan belajar yang dilakukan peserta didik. Dalam pembelajaran guru harus memahami hakekat materi pelajaran yang diajarkannya sebagai suatu pelajaran yang dapat mengembangkan kemampuan berpikir siswa dan memahami berbagai metode pembelajaran yang dapat merangsang kemampuan siswa untuk belajar dengan perencanaan pengajaran yang matang oleh guru. Menurut Isjoni (Jerome Bruner, 2009:15) menyatakan pendapatnya bahwa perlu adanya teori pembelajaran yang akan menjelaskan asasasas untuk merancang pembelajaran yang efektif di kelas. Guru menempati posisi kunci dan strategis dalam menciptakan suasana belajar yang kondusif dan menyenangkan untuk mengarahkan agar siswa dapat mencapai tujuan secara optimal. Untuk itu guru harus mampu menempatkan dirinya secara dinamis dan fleksibel, seperti sebagai: disseminator, informator, transmitter, transformator, organizer, dan elevator bagi terciptanya kegiatan belajar siswa yang dinamis dan inovatif. Sumiati, (2010:16) menjelaskan pula pengertian belajar yaitu: Suatu proses yang merupakan sebab akibat. Maksudnya guru yang mengajar, merupakan penyebab bagi terjadinya proses belajar siswa, meskipun tidak setiap perbuatan belajar siswa merupakan akibat guru mengajar. Oleh karena itu, guru sebagai figur sentral, harus mampu menetapkan strategi pembelajaran yang tepat sehingga dapat mendorong terjadinya perbuatan belajar siswa yang aktif, produktif dan efisien. Berdasarkan beberapa paparan diatas mengenai pengertian pembelajaran penulis dapat menyimpulkan bahwa pembelajaran lebih banyak melibatkan siswa dalam mengikuti kegiatan belajar dibandingkan guru. Dimana guru memiliki
16 peranan sebagai pembimbing untuk mengarahkan proses kegiatan pembelajaran pada siswa agar tidak menyimpang dari tujuan pembelajaran yang diharapkan. Menurut Hamalik (2001:57) pembelajaran adalah : Suatu kombinasi yang tersusun meliputi unsur-unsur manusiawi, material, fasilitas, perlengkapan, dan prosedur yang saling mempengaruhi untuk mencapai tujuan pembelajaran. Rumusan ini berarti tidak terbatas dalam ruang saja. Sistem pembelajaran dapat dengan membaca buku, belajar di kelas atau di sekolah, karena diwarnai oleh organisasi dan interaksi antara berbagai komponen yang saling berkaitan, untuk pembelajaran peseta didik. Dalam keseluruhan proses pendidikian sekolah, kegiatan belajar mengajar merupakan kegiatan pokok, ini berarti bahwa berhasil atau tidaknya pencapaian tujuan pendidikan tergantung kepada kualitas proses belajar yang dialami oleh peserta didik. Belajar dan mengajar adalah dua buah yang terjadi dalam pembelajaran. Belajar atau disebut juga learning dalam bahasa asing yang dikemukakan Udin Winaputra (1995:2) dapat diartikan sebagai berikut : Proses perubahan yang relatif tetap dalam perilaku individu. Sebagai hasil dari pengalaman. Definisi tersebut memusatkan perhatian pada tiga hal yaitu : 1. Bahwa belajar harus memungkinkan terjadinya perubahan perilaku individu 2. Bahwa perilaku itu merupakan buak dari pengalaman, dan 3. Bahwa perilaku itu terjadi pada perilaku individu yang mungkin. Dengan demikian mengajar adalah proses yang dilakukan guru untuk membimbing proses belajar, pemimpin belajar, fasilitator belajar, dan motivator belajar. Dengan demikian guru tidak hanya berperan sebagai pengajar tetapi juga guru harus menciptakan sistem lingkungan yang memungkinkan siswa untuk memperoleh pengalaman belajarnya. Sehingga siswa tidak hanya menghafalkan apa yang dipelajarinya tetapi siswa juga dapat memahami apa yang dipelajarinya.
17 2.2.2. Tujuan Pembelajaran Unsur-unsur minimal yang harus ada dalam sistem pembelajaran adalah seorang siswa/peserta didik, suatu tujuan dan suatu prosedur kerja untuk mencapai tujuan pembelajaran. Oleh karena itu guru harus memiliki kemampuan dalam proses pembelajaran, disamping kemampuan kepribadian dan kemampuan kemasyarakatan (Hamalik, 2001:66). Menurut Ibrahim (2002:48) bahwa tujuan pembelajaran merupakan rumusan perilaku yang telah ditetapkan sebelumnya untuk menjadi milik dan harus nampak pada diri siswa sebagai akibat dari perbuatan belajar yang telah dilakukan baik kognitif, afektif dan psikomotor. Aspek kognitif erat kaitannya dengan pengetahuan dan pemahaman yang harus diperoleh siswa, aspek afektif erat kaitannya dengan nilai-nilai yang harus diterapkan dalam kehidupan sehari-hari. Selanjutnya aspek psikomotor berkaitan dengan perilaku yang harus ditampilkan para siswa setelah melaksanakan kegiatan pembelajaran. Sedangkan Menurut KTSP, tujuan pembelajaran adalah sebagai berikut : 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8.
Berpusat pada siswa. Belajar dengan melakukan. Mengembangkan kemampuan sosial. Mengembangkan keingintahuan, imajinasi, dan fitrah bertuhan. Mengembangkan keterampilan pemecahan masalah. Mengembangkan kreatifitas siswa. Menumbuhkan kesadaran sebagai warga negara yang baik. Perpaduan kompetensi, kerjasama, dan solidaritas. (KBK, 2002:15-16)
2.2.3 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Belajar Proses
belajar peserta didik dipengaruhi oleh berbagai faktor. Pangkal
utama dari cara belajar yang baik adalah keteraturan waktu dan disiplin dalam belajar secara teratur dan mengikuti pengaturan waktu yang sudah ditetapkan
18 secara disiplin akan bermanfaat dengan hasil yang memuaskan. Keberhasilan belajar tidak hanya ditentukan oleh kesiapan, minat, dan keteraturan waktu dan disiplin tetapi dipengaruhi juga oleh faktor lain yang berasal dari diri sendiri maupun dari luar misalnya orang terdekat atau lingkungannya. Pendapat tersebut sesuai dengan yang diungkapkan oleh Daryanto (2010: 36-50) yang penulis sarikan sebagai berikut: Belajar yang dicapai peserta didik dipengaruhi oleh dua faktor utama, yaitu: a. Faktor Internal Faktor internal individu merupakan faktor yang paling penting dalam pencapaian belajar yang optimal. Dalam melakukan proses belajar semua kemampuan yang dimiliki individu dicurahkan untuk memahami materi pelajaran yang akan dipelajari. Faktor internal ini meliputi dua aspek yaitu aspek fisiologis dan aspek psikologis. 1) Aspek Fisiologis (Faktor Jasmaniah) Secara umum kondisi fisiologis dapat mempengaruhi semangat intensitas peserta didik dalam mengikuti belajar. Proses belajar seseorang akan terganggu jika kesehatan seseorang terganggu, selain itu ia akan cepat lelah, kurang semangat, mudah pusing, ngantuk jika badannya lemah kurang darah ataupun ada gangguan-gangguan/kelainan-kelainan alat inderanya serta tubuhnya. Agar seseorang dapat belajar dengan baik haruslah mengusahakan kesehatan badannya tetap terjamin dan selalu istirahat dengan baik.
19 2) Aspek Psikologis Faktor yang mempengaruhi hasil belajar peserta didik ditinjau dari aspek psikologis terdiri dari tujuh faktor diantaranya: a) Faktor Intelegensi Peserta Didik Intelegensi adalah kecakapan yang terdiri dari tiga jenis yaitu kecakapan, untuk menghadapi dan menyesuaikan kedalam situasi yang baru dengan cepat dan efektif, menggunakan konsep-konsep perdagangan internasional yang abstrak dan mempelajarinya dengan cepat. Intelegensi pada umumnya diartikan sebagai kemampuan psikologis seseorang untuk mereaksikan rangsangan dengan cara yang tepat. Intelegensi besar pengaruhnya dalam menentukan tingkat kemajuan belajar peserta didik. b) Faktor Sikap Peserta Didik Sikap adalah gejala internal yang berdimensi afektif berupa kecenderungan untuk mereaksi atau merespon dengan cara yang relatif terhadap sesuatu, baik secara positif atau negatif. Untuk pencapaian hasil belajar yang baik diusahakan bahan
pelajaran
selalu
menarik
perhatian
peserta didik,
dengan
cara
mengusahakan bahan pelajaran dengan hobi atau bakat peserta didik. c) Faktor Minat peserta didik Minat adalah kecenderungan yang tetap untuk memperhatikan dan mengenang beberapa kegiatan. Kegiatan dalam hal ini adalah belajar. d) Faktor Bakat Peserta Didik Bakat adalah kemampuan untuk belajar. Bakat itu baru akan terealisasikan menjadi kecakapan yang nyata bila peserta didik sudah mengalami proses belajar atau berlatih.
20 e) Faktor Motif Peserta Didik Motif merupakan pendorong untuk melakukan suatu kegiatan. Motif dapat mendorong seseorang sehingga akhirnya orang tersebut menjadi ahli dalam bidang ilmu pengetahuan tertentu. f) Faktor Kematangan Peserta Didik Kematangan merupakan suatu tingkat atau fase dalam pertumbuhan seseorang untuk melaksanakan kecakapan baru. Proses belajar dan hasil belajar sangat dipengaruhi oleh tingkat kematangan peserta didik. g) Faktor Kesiapan Peserta Didik Kesiapan yaitu kesediaan untuk memberikan respon atau reaksi. Kesediaan timbul dalam diri seseorang dan juga berhubungan dengan kematangan. Kesiapan dalam proses belajar harus diperhatikan, karena bila peserta didik siap untuk belajar maka hasil belajarnya akan lebih baik. b. Faktor Eksternal Faktor eksternal adalah faktor yang berasal dari luar individu dapat dibagi menjadi dua faktor utama yaitu keluarga dan lingkungan sekolah. Keluarga mempengaruhi perkembangan individu, cara pandang keluarga terhadap belajar, kegiatan belajar dilingkungan rumah dan kepedulian orang tua mempengaruhi berhasil tidaknya belajar peserta didik. Lingkungan sekolah adalah iklim belajar yang tercipta antara peserta didik dengan guru atau pengajar. 1) Lingkungan Keluarga Lingkungan keluarga mempengaruhi perkembangan individu. Cara pandang keluarga terhadap belajar, kegiatan belajar yang berlangsung dilingkungan rumah
21 dan berkepedulian orang tua terhadap kegiatan belajar anaknya mempengaruhi berhasil tidaknya belajar yang dilakukan oleh anak. 2) Lingkungan Sekolah Kondisi eksternal kedua yang tidak kurang penting peranannya dalam pembentukan motivasi maupun cara belajar peserta didik adalah lingkungan sekolah, tempat mereka belajar, khususnya iklim yang tercipta antara peserta didik dan guru. Peranan guru sangat penting dalam kelangsungan kegiatan belajar para peserta didik. Komunikasi yang terjalin dengan baik antara peserta didik dan guru dipandang sebagai faktor yang mendorong peserta didik dalam belajar. 3) Faktor Masyarakat Masyarakat merupakan faktor eksternal yang berpengaruh terhadap belajar peserta didik. Faktor-faktor masyarakat yang dapat mempengaruhi adalah: kegiatan peserta didik dalam masyarakat, teman bergaul dan bentuk kehidupan masyarakat.
2.2.4 Tahapan Pembelajaran Kemudian hal lain yang terdapat dalam pembelajaran adalah mekanisme pembelajaran. Dimana mekanisme pembelajaran ini dibagi dalam beberapa pokok bahasan yaitu tahap persiapan, tahap pelaksanaan dan tahap evaluasi serta tahap tindak lanjut. Berikut akan dipaparkan mengenai keempat tahapan pembelajaran sebagai berikut: 1. Tahap persiapan Tahap persiapan ini diawali dengan kesiapan guru dalam penguasaan bidang keilmuan yang menjadi kewenangannya, merupakan modal bagi terlaksananya
22 proses pembelajaran yang baik. Guru yang profesional dituntut untuk memiliki persiapan dan penguasaan cukup memadai, baik dalam bidang keilmuan maupun dalam merancang program pembelajaran yang akan disajikan. Persiapan proses pembelajaran menyangkut pula penyusunan desain (rancangan) kegiatan belajar mengajar yang akan diselenggarakan. Adapun desain tersebut meliputi : tujuan, metode, sumber, evaluasi, dan kegiatan belajar siswa. 2. Tahap pelaksanaan 1. Kegiatan Awal a. Guru mengucapakan salam dan sapaan kepada siswa. b. Guru mengamati kondisi kelas dan kesiapan siswa. c. Melakukan pengecekan kehadiran siswa/presensi siswa. d. Apersepsi e. Motivasi 2. Kegiatan Inti Guru
memberikan
suatu
masalah
kepada
siswa
mengenai
materi
pembangunan dengan ekonomi menggunakan metode diskusi tipe Cups, adapun langkah-langkahnya adalah sebagai berikut : 1. Guru memberitahukan materi yang akan di evaluasikan
hari ini dalam
bentuk soal. 2. Siswa dihadapkan pada suatu masalah ekonomi untuk di pecahkan secara individu. 3. Siswa di bentuk ke dalam kelompok, tiap kelompok terdiri dari tiga orang siswa (triplet).
23 4. Setelah siswa dikelompokkan, kemudian tiap kelompok mendiskusikan permasalahan yang sama dengan permasalahan yang harus dipecahkan secara individu. Dalam pelaksanaan diskusi kelompok (triplet), guru mengelilingi kelas, namun guru tidak terlibat lebih jauh dalam diskusi. 5. Diskusi kelas. Dalam tahapan ini hasil kerja triplet ditempel (dipajang) di depan kelas 6. Diskusi kelas dapat dimulai dengan memilih satu jawaban yang jawabannya dianggap mewakili seluruh jawaban yang ada. 7. Guru kemudian bertanya kepada anggota triplet yang jawabannya diambil guru untuk menjelaskan jawaban yang mereka buat. Jawaban kelompok triplet yang berbeda dengan jawaban triplet yang dipilih guru kemudian disuruh juga menjelaskan jawabannya. Berdasarkan kedua jawaban yang berbeda tersebut, siswa disuruh untuk menentukan argumentasi tersendiri sehingga dicapai kesepakatan yang dianggap sebagai jawaban akhir siswa. 8. Dalam hal ini guru tidak menjelaskan jawaban yang sebenarnya. Selain itu pada proses ini siswa benar-benar dituntut untuk berpikir sehingga guru harus memperhatikan waktu tunggu sebelum mengajukan pertanyaan lanjutan. 3. Kegiatan Penutup a. Guru melakukan evaluasi atau pokok
bahasan yang telah dipelajari
siswa/kelompok secara individual dan kelompok b. Guru menarik kesimpulan yang telah di bahas c. Refleksi d. Tindak lanjut
24 4. Tahap evaluasi Adapun yang dimaksud dengan evaluasi adalah alat yang digunakan untuk mengungkap taraf keberhasilan proses pembelajaran, khususnya untuk mengukur hasil belajar siswa. melalui evaluasi dapat diketahui efektifitas proses pembelajaran dan tingkat pencapaian tujuan yang telah ditetapkan. Evaluasi yang baik adalah alat ukur yang tepat (valid), dapat dipercaya (reliable) dan memadai (adequate). Pengukuran tingkat keberhasilan siswa dapat dilakukan dengan cara menggunakan tes tertulis (written test), tes lisan (oral test) ataupun tes praktek (performance test ). Evaluasi merupakan laporan (akhir) dari proses pembelajaran khususnya laporan tentang kemajuan prestasi belajar siswa. evaluasi secara otomatis merupakan pertanggungjawaban guru dalam pelaksanan proses pembelajaran. 5. Tahap tindak lanjut Tahap keempat yaitu tindak lanjut dari proses pembelajaran dapat dipilah menjadi yakni : promosi dan rehabilitasi. Dimana promosi adalah penetapan untuk melangkah dan peningkatan lebih lanjut akan keberhasilan belajar siswa. bentuk promosi bisa berupa melanjutkan bahasan atas materi pembelajaran atau keputusan tentang kenaikan kelas. Sedangkan rehabilitasi adalah perbaikan atas kekurangan yang telah terjadi dalam proses pembelajaran, khususnya apabila terjadi tingkat keberhasilan siswa yang kurang memadai. Adapun bentuk dari rehabilitasi dalam proses pembelajaran dikenal dengan istilah pengajaran remedial (remedial teaching). Kegiatan ini dilakukan untuk memperkuat penguasaan atau memperbaiki kekurangan yang telah dialami oleh siswa tertentu dalam kegiatan belajar sebelumnya. Bentuk pengajaran remedial berupa pelajaran tambahan,
25 penambahan tugas-tugas, memperpanjang waktu belajar terhadap siswa-siswa tertentu yang mengalaminya. Pengajaran remedial diakhiri dengan pelaksanaan ujian perbaikan atas kekurangan yang dialami siswa sebelumnya.
2.3 Metode Diskusi 2.3.1 Pengertian Metode Diskusi Dalam kamus besar Bahasa Indonesia, diskusi diartikan sebagai suatu pertemuan ilmiah untuk bertukar pikiran mengenai suatu masalah. Sebagai metode penyuluhan berkelompok, diskusi biasanya membahas satu topik yang menjadi perhatian umum di mana masing-masing anggota kelompok mempunyai kesempatan yang sama untuk bertanya atau memberikan pendapat. Berdasarkan hal tersebut diskusi dapat dikatakan sebagai metode partisipatif, maka metode pembelajaran menyangkut masalah kerja untuk dapat memahami objek yang menjadi sasaran ilmu yang bersangkutan. Metode diskusi adalah suatu cara mengajar yang dicirikan oleh suatu keterikatan pada suatu topik atau pokok pernyataan atau problem dimana para peserta diskusi dengan jujur berusaha untuk mencapai atau memperoleh suatu keputusan atau pendapat yang disepakati bersama. Jadi, metode pembelajaran dapat diartikan sebagai cara yang digunakan untuk mengimplementasikan rencana yang sudah disusun dalam bentuk kegiatan nyata dan praktis untuk mencapai tujuan pembelajaran. Terdapat beberapa metode pembelajaran yang dapat digunakan untuk mengimplementasikan strategi pembelajaran, diantaranya: (1) ceramah; (2) demonstrasi; (3) diskusi; (4) simulasi; (5) laboratorium; (6)
26 pengalaman lapangan; (7) brainstorming; (8) debat, (9) symposium. Adapun fungsi metode berarti sebagai alat untuk mencapai tujuan. Diskusi sebagai metode pembelajaran lebih cocok dan diperlukan apabila guru hendak: a. memanfaatkan berbagai kemampuan yang ada pada siswa b. memberi kesempatan pada siswa untuk mengeluarkan kemampuannya c. mendapatkan balikan dari siswa apakah tujuan telah tercapai d. membantu siswa belajar berpikir secara kritis e. membantu siswa belajar menilai kemampuan dan peranan diri sendiri maupun teman-teman f. membantu siswa menyadari dan mampu merumuskan berbagai masalah sendiri maupun dari pelajaran sekolah g. mengembangkan motivasi untuk belajar lebih lanjut. Pencapaian hasil belajar yang maksimal harus memperhatikan penggunaan strategi pembelajaran yang tepat. Sumiati dan Asra (2008:89) mengatakan bahwa strategi pembelajaran meliputi : a. Metode pembelajaran apa yang digunakan dan kegiatan yang akan dilakukan. b. Alat atau media pembelajaran apa yang akan digunakan c. Berapa lama proses pembelajaran berlangsung. Selaras dengan pendapat diatas, Sumiati dan Asra (2008:91) menjelaskan bahwa metode pembelajaran menuntut guru dalam merancang berbagai metode pembelajaran yang memungkinkan terjadinya proses pembelajaran pada diri siswa. Rancangan ini merupakan acuan dan panduan, baik bagi guru itu sendiri maupun bagi siswa. Metode pembelajaran pada dasarnya harus menekankan pada
27 proses belajar siswa secara aktif dalam upaya memperolah kemampuan hasil belajar, pemahaman konsep dan prestasi. Salah satu metode yang efektif adalah penggunaan metode diskusi. Diskusi adalah salah satu metode pembelajaran agar siswa dapat berbagi pengetahuan, pandangan dan keterampilan. Tujuan diskusi adalah mengeksplorasi pendapat atau pandangan yang berbeda dan untuk mengidentifikasi berbagai kemungkinan. Penggunaan metode diskusi dalam pembelajaran memungkinkan adanya keterlibatan siswa dalam proses interaksi yang lebih luas. Metode diskusi ini dapat digunakan untuk belajar konsep dan prinsip, melalui metode pembelajaran ini siswa lebih aktif terutama dalam proses bertukar fikiran melalui komunikasi verbal oleh karena itu metode pembelajaran ini dapat memberi dampak juga terhadap bentuk belajar verbal. Sumiati dan Asra (2008:141). Disamping pernyataan hal tersebut diatas, menjelaskan pula tentang pertanyaan yang layak didiskusikan mempunyai ciri sebagai berikut : a. Menarik minat siswa yang sesuai dengan tarafnya. b. Mempunyai
kemungkinan
jawaban
lebih
dari
sebuah
yang
dapat
dipertahankan kebenarannya. c. Pada umumnya menyatakan mana jawaban yang benar tetapi lebih banyak mengutamakan hal mempertimbangkan dan membandingkan.
28 2.3.2 Kelebihan dan Kelemahan Metode Diskusi Kelebihan-kelebihan yang terdapat dalam metode diskusi adalah sebagai berikut: a. Mendidik siswa untuk belajar mengemukakan pikiran atau pendapat. b. Memberi kesempatan kepada siswa untuk memperoleh penjelasan-penjelasan dari berbagai sumber data. c. Memberi kesempatan kepada siswa untuk menghayati pembaharuan suatu problem bersama-sama. d. Melatih siswa untuk berdiskusi di bawah asuhan guru. e. Merangsang siswa untuk ikut mengemukakan pendapat sendiri, menyetujui atau menentang pendapat teman-temannya. f. Membina suatu perasaan tanggung jawab mengenai suatu pendapat, kesimpulan, atau keputusan yang akan atau telah diambil. g. Mengembangkan rasa solidaritas/toleransi terhadap pendapat yang bervariasi atau mungkin bertentangan sama sekali. h. Membina siswa untuk berpikir matang-matang sebelum berbicara. i. Berdiskusi bukan hanya menuntut pengetahuan, siap dan kefasihan berbicara saja tetapi juga menuntut kemampuan berbicara secara sistematis dan logis. j. Dengan mendengarkan semua keterangan yang dikemukakan oleh pembicara, pengetahuan dan pandangan siswa mengenai suatu problem akan bertambah luas. Adapun kelemahan-kelemahan yang terdapat dalam metode diskusi adalah sebagai berikut:
29 a. Tidak semua topik dapat dijadikan metode diskusi hanya hal-hal yang bersifat problematis saja yang dapat didiskusikan. b. Diskusi yang mendalam memerlukan banyak waktu. c. Sulit untuk menentukan batas luas atau kedalaman suatu uraian diskusi. d. Biasanya tidak semua siswa berani menyatakan pendapat sehingga waktu akan terbuang karena menunggu siswa mengemukakan pendapat e. Pembicaraan dalam diskusi mungkin didominasi oleh siswa yang berani dan telah biasa berbicara. Siswa pemalu dan pendiam tidak akan menggunakan kesempatan untuk berbicara. f. Memungkinkan timbulnya rasa permusuhan antarkelompok atau menganggap kelompoknya sendiri lebih pandai dan serba tahu daripada kelompok lain atau menganggap kelompok lain sebagai saingan, lebih rendah, remeh atau lebih bodoh.
2.3.4 Kegiatan-Kegiatan Pelaksanaan Metode Diskusi Kegiatan-kegiatan guru dalam pelaksanaan metode diskusi adalah sebagai berikut: a. Guru menetapkan suatu pokok atau problem yang akan didiskusikan dapat mendengarkan apa yang sedang dikemukakan. b. Mengatur giliran berbicara agar jangan siswa yang berani dan berambisi menonjolkan diri saja yang menggunakan kesempatan untuk mengeluarkan pendapatnya. c. Mengatur agar sifat pokok/problem.
dan
isi
pembicaraan
tidak
menyimpang
dari
30 d. Mencatat hal-hal yang menurut pendapat guru harus segera dikoreksi yang memungkinkan siswa tidak menyadari pendapat yang salah. e. Selalu berusaha agar diskusi berlangsung antara siswa dengan siswa f. Bukan lagi menjadi pembicara utama melainkan menjadi pengatur pembicaraan. Adapun kegiatan siswa dalam pelaksanaan metode diskusi adalah sebagai berikut: a. Menelaah topik/pokok masalah yang diajukan oleh guru atau mengusahakan suatu problem dan topik kepada kelas. b. Ikut aktif memikirkan sendiri atau mencatat data dari buku-buku sumber atau sumber pengetahuan lainnya, agar dapat mengemukakan jawaban pemecahan problem yang diajukan. c. Mengemukakan pendapat baik pemikiran sendiri maupun yang diperoleh setelah membicarakan bersama-sama teman sebangku atau sekelompok. d. Mendengar tanggapan reaksi atau tanggapan kelompok lainnya terhadap pendapat yang baru dikemukakan. e. Mendengarkan dengan teliti dan mencoba memahami pendapat yang dikemukakan oleh siswa atau kelompok lain. f. Menghormati pendapat teman-teman atau kelompok lainnya walau berbeda pendapat. g. Mencatat sendiri pokok-pokok pendapat penting yang saling dikemukakan teman baik setuju maupun bertentangan. h. Menyusun kesimpulan-kesimpulan diskusi dalam bahasa yang baik dan tepat. i. Ikut menjaga dan memelihara ketertiban diskusi.
31 j. Tidak bertujuan untuk mencari kemenangan dalam diskusi melainkan berusaha mencari pendapat yang benar yang telah dianalisa dari segala sudut pandang. 2.4 Metode Pembelajaran Conceptual Understanding Prosedures (CUPs) 2.4.1 Pengertian Metode Pembelajaran CUPs Perkembangan metode pembelajaran di dunia pendidikan ditemukan suatu bentuk diskusi kelompok baru sebagai salah satu pengembangan dari pembelajaran kooperatif (cooperative learning) yang disebut deangan Cups (Conceptual Understanding Procedures). Widiastiningsih (2005:28) menjelaskan pengertian CUPs (Conceptual Understanding Procedures) yaitu: Suatu metode strategi diskusi yang di dasari oleh pengelompokkan secara heterogen dengan mempertimbangkan gender, latar belakang etnik, dan tingkat kemampuan. Prosedur yang berlandaskan pada pendekatan konstruktivisme yang didasari pada kepercayaan bahwa siswa mengkonstruksi pemahaman konsep perdagangan internasional dengan memperluas atau memodifikasi pengetahuan yang sudah ada. CUPs (Conceptual Understanding Procedures) juga diperkuat oleh nilai-nilai cooperative learning dan peran aktif siswa dalam belajar. CUPs (Conceptual Understanding Procedures) merupakan suatu model pembelajaran yang bertujuan untuk membantu meningkatkan pemahaman konsep perdagangan internasional yang dianggap sulit oleh siswa.
32 2.4.2
Langkah-langkah
Penerapan
CUPs
(Conceptual
Understanding
Procedures) Proses pembelajaran diperlukan suatu model pelaksanaan diskusi yang kreatif dan inovatif yang dapat menciptakan iklim diskusi yang kondusif. Pada model ini, kelas dibagi kedalam beberapa kelompok yang terdiri dari beberapa kelompok, kelas ditata sehingga setiap kelompok dapat melihat kelompok lainnya dikiri dan di kanannya, berikan pada setiap triplet atau trio beberapa wacana atau permasalahan untuk mencari jawabannya. Model ini memberikan pengalamanpengalaman belajar yang bersifat kontekstual dimana saat ini kehidupan sosial yang semakin lama semakin kompleks serta penuh tantangan,
manusia
dihadapkan pada masalah dan atau pilihan untuk diputuskan. Widiastiningsih (2005:30) Selain itu bahwa pemecahan masalah adalah proses memikirkan dan mencari jalan keluar bagi masalah tersebut. Adapun Menurut Widiastiningsih (2005:31) menjelaskan pula bahwa terdapat 3 langkah penting dalam pelaksanaan CUPs (Conceptual Understanding Procedures) diantaranya yaitu: 1. Persiapan Langkah awal dari pelaksanaan CUPs (Conceptual Understanding Procedures) adalah perencanaan yang terdiri atas beberapa hal, yaitu: a. Sangat penting untuk memikirkan mengenai kemungkinan respons awal siswa terhadap sesi-sesi dari CUP (Conceptual Understanding Procedures) situ sendiri. b. Mempersiapkan bahan-bahan yang diperlukan yang termasuk dalam perangkat keras. c. Merencanakan pengorganisasian siswa ke dalam kelompok-kelompok kecil (triplet). d. Masing-masing latihan/ soal/ kasus yang diberikan memerlukan waktu sekitar satu jam (tetapi bisa juga dibagi dalam beberapa bagian). 2. Perangkat keras Perangkat keras yang dimaksud adalah kebutuhan-kebutuhan material yang akan digunakan selama diskusi, yaitu: a. Kertas berisi soal/kasus untuk masing-masing siswa.
33 b. Kertas berukuran besar (karton) masing-masing satu untuk tiap triplet. c. Spidol berwarna (misalnya 3 warna) untuk masing-masing triplet. d. Double tape untuk memasang karton ke dinding/ papan tulis. e. Papan tulis. 3. Organisasi Kelompok Kecil (triplet) Pembagian kelompok dan anggota kelompok di dalamnya harus mengikuti aturan sebagai berikut: a. Siswa harus dikelompokkan dalam kelompok dengan kemampuan (akademis) berbeda dan terdiri atas tiga orang siswa (triplet). Yang dimaksud dengan kemampuan berbeda adalah tiap kelompok terdiri atas satu orang berkemampuan tinggi, satu orang berkemampuan sedang dan satu orang lagi berkemampuan rendah. Kemampuan akademis yang dimaksud biar ditentukan sesuai dengan pertimbangan guru. b. Jika kelas tidak bisa dibagi dengan tepat menjadi masing-masing tiga orang perkelompok, akan lebih baik bila siswa membentuk kelompok yang terdiri dari empat orang dari pada dua orang. c. Paling tidak terdapat satu siswa perempuan dalam kelompok triplet atau sebaliknya (laki-laki satu orang). Idealnya siswa berada dalam kelompok yang sama untuk latihan CUPs (Conceptual Understanding Procedures). Adapun Prosedur yang diketengahkan meliputi kegiatan pembelajaran individu, diskusi kelompok dan diskusi kelas. Tahapan CUPs (Conseptual Understanding Procedures) adalah sebagai berikut:
1) Siswa dihadapkan pada suatu masalah ekonomi untuk dipecahkan secara individu 2) Siswa dikelompokkan, tiap kelompok tiga orang siswa (triplet) dengan beragam kemampuan (tinggi-menengah-rendah) berdasarkan kategori yang dibuat guru. Dalam pembagian kelompok, seorang siswa laki-laki harus selalu ada dalam tiap kelompok. Jika kelas tidak dapat dikelompokkan per tiga siswa (triplet), maka disusun keseluruhan kelas menjadi triplet dan sisanya digabungkan ke triplet yang telah ada. Model kelompok triplet digambarkan sebagai berikut Gambar 2.1 dibawah ini:
34
Gambar 2.1 Cara pembagian kelompok (triplet) Keterangan:
Siswa
Guru
Setelah siswa dikelompokkan, kemudian tiap kelompok mendiskusikan permasalahan yang sama dengan permasalahan yang harus dipecahkan secara individu. Dalam pelaksanaan diskusi kelompok (triplet), guru mengelilingi kelas untuk mengklarifikasi hal-hal yang berkenaan dengan masalah bila diperlukan, namun guru tidak terlibat lebih jauh dalam diskusi. 3).Diskusi kelas. Dalam tahapan ini hasil kerja triplet ditempel (dipajang) di depan kelas, kemudian seluruh siswa disuruh duduk di dekat pajangan jawaban membentuk lingkaran U sehingga semua siswa dapat melihat seluruh jawaban secara jelas dapat dilihat pada (Gambar 2.2) dibawah ini:
Gambar 2.2.Pelaksanaan diskusi kelompok Keterangan: Siswa
Guru
35 Kemudian guru melihat persamaan dan perbedaan jawaban siswa-mungkin terdapat sejumlah jawaban yang sama. Diskusi kelas dapat dimulai dengan memilih satu jawaban yang jawabannya dianggap mewakili seluruh jawaban yang ada. Guru kemudian bertanya kepada anggota triplet yang jawabannya diambil guru untuk menjelaskan jawaban yang mereka buat. Jawaban kelompok triplet yang berbeda dengan jawaban triplet yang dipilih guru kemudian disuruh juga menjelaskan jawabannya. Berdasarkan kedua jawaban yang berbeda tersebut, siswa disuruh untuk menentukan argumentasi tersendiri sehingga dicapai kesepakatan yang dianggap sebagai jawaban akhir siswa. Dalam hal ini guru tidak menjelaskan jawaban yang sebenarnya. Selain itu pada proses ini siswa benarbenar dituntut untuk berpikir sehingga guru harus memperhatikan waktu tunggu sebelum mengajukan pertanyaan lanjutan. Diakhir diskusi guru harus dapat melihat bahwa tiap siswa benar-benar menyadari (memegang) jawaban yang telah disetujui. Dan bisa jadi siswa menuliskannya dalam kertas yang mereka pajang (tapi tanpa komentar lebih lanjut). Bila siswa tidak dapat mencapai kesepakatan maka guru bisa saja menyimpulkan hasil diskusi, serta meyakinkan siswa bahwa kesimpulan ini dapat diterima dan kelak akan dipecahkan pada pertemuan selanjutnya. Pembelajaran CUPs (Conceptual Understanding Procedures) juga diperkuat oleh nilai-nilai cooperative learning dan peran aktif siswa dalam belajar yang bertujuan untuk membantu meningkatkan pemahaman konsep perdagangan internasional yang dianggap sulit oleh siswa dengan melakukan diskusi kelompok diharapkan siswa dapat lebih efektivitas yang tinggi untuk memperoleh hasil belajar dan juga siswa dituntut untuk lebih berpikir kreatif dalam memecahkan
36 suatu masalah secara kelompok atau bersama-sama, baik pengaruhnya terhadap penguasaan materi pelajaran maupun dari pengetahuan atau pengembangannya dalam berfikir yang sangat bermanfaat bagi siswa dalam kehidupan disekolah maupun di lingkungan masyarakat. 2.4.3 Teori Konstruktivisme dalam Metode Diskusi Pembelajaran Metode diskusi tipe CUPs (Conceptual Understanding Procedures) merupakan salah satu metode pembelajaran yang berdasarkan pada teori belajar konstruktivisme. Pertanyaan yang sering muncul dalam dunia pendidikan adalah bagaimana siswa memperoleh pendidikan. Menurut pandangan konstruktivisme, otak siswa pada dasarnya tidak seperti gelas kosong yang siap di isi dengan air, atau siap di isi dengan semua informasi yang berasal dari pikiran guru. Otak anak tidak kosong tetapi telah berisi pengetahuan-pengetahuan yang dikonstruksi anak sendiri
sewaktu anak berinteraksi dengan lingkungan.
Implikasi dari pandangan ini adalah bahwa pengetahuan tidak dapat utuh di transfer dari pikiran guru kepikiran siswa, tetapi siswalah yang harus aktif secara mental membangun pengetahuan dan pemahaman dalam proses pembelajaran. Konstruktivisme adalah satu pandangan bahwa siswa membina sendiri pengetahuan atau konsep secara aktif berdasarkan pengetahuan dan pengalaman yang ada. Proses ini siswa akan menyesuaikan pengetahuan yang di terima dengan pengetahuan yang ada untuk membina pengetahuan baru. Adapun teori konstuktivisme yang merupakan salah satu filsafat pengetahuan yang menekankan bahwa pengetahuan kita adalah konstruksi (bentuk) kita sendiri. Pengetahuan bukanlah gambaran dari dunia kenyataan yang ada. Pengetahuan selalu merupakan akibat dari suatu konstruksi kognitif
37 kenyataan melalui kegiatan seseorang. Seseorang membentuk skema, kategori, konsep
dan
struktur
pengetahuan
yang
diperlukan
untuk
pengetahuan
(Suparno,1997:18). Teori konsruktivisme, penekanan diberikan kepada siswa lebih dari pada guru. Ini disebabkan siswalah yang berinteraksi dengan bahan dan peristiwa dan memperoleh kepahaman tentang bahan dan peristiwa tersebut. Justru itu siswa membina sendiri konsep dan membuat penyelesaian kepada masalah Isjoni (Sushkin, 2009:48). Guru berperan sebagai pereka membentuk bahan pengajaran yang menyediakan peluang kepada murid untuk membina pengetahuan baru. Guru akan mengenal pasti pengetahuan murid dan merancang kaedah pengajarannya dengan sifat
asas
pengetahuan
tersebut.
Dalam
membentuk
kefahaman
siswa,
pembelajaran secara pembelajaran koperatif juga dapat digunakan untuk pengajar faham tentang sesuatu konsep dan ide yang lebih jelas apabila mereka terlibat secara langsung dalam pembinaan pengetahuan baru. Proses mengingat akan lebih bermakna setelah memahami sesuatu konsep Tujuan pembelajaran yang dilaksanakan didalam kelas Menurut Marger (Yamin, 2003:1) Tujuan pembelajaran yang dilaksanakan di dalam kelas adalah menitik beratkan pada perilaku siswa atau perbuat (perfomence) sebagai suatu jenis out comes yang terdapat pada siswa dan teramati dan menunjukan bahwa siswa tersebut telah melaksanakan kegiatan belajar. Proses belajar yang dialami oleh siswa dalam kegiatannya tidak hanya bersifat pengetahuan saja tetapi berkaitan dengan aspek intelektual, emosional, sosial, moral dan berkaitan juga dengan upaya pengembangan kemampuan potensialnya.
38 Menurut Supriadi (1994:4) yang termasuk ke dalam potensi manusia adalah intelegensi, bakat-bakat khusus, kreativitas dan kecenderungan-kecenderungan alamiah untuk mengembangkan diri sebagai mahluk sosial. Untuk pengembangan kemampuan demikian guru perlu menciptakan situasi belajar-mengajar yang banyak memberikan kesempatan kepada siswa untuk memecahkan masalah, melakukan beberapa percobaan, mengembangkan gagasan atau konsep-konsep perdagangan internasional. Karena dalam proses belajar mengajar guru harus mampu memahami sekaligus menerapkan metode dan model pembelajaran. Metode pembelajaran merupakan suatu rencana atau pola yang digunakan untuk merancang pembelajaran tatap muka didalam ruang kelas dan untuk menyusun materi pengajaran (Wiranata, 1992:34). Setiap metode pembelajaran akan membantu didalam merancang program pembelajaran sehingga setiap siswa akan tertolong dalam upaya mencapai tujuan pembelajaran. Adapun teori-teori yang termasuk ke dalam teori kontruktivisme, yaitu sebagai berikut : A. Konstruktivisme Piaget Jean Piaget adalah psikolog pertama yang menggunakan filsafat konstruktivisme, sedangkan teori pengetahuannya dikenal dengan teori adaptasi kognitif. Sama halnya dengan setiap organisme harus beradaptasi secara fisik dengan lingkungan untuk dapat bertahan hidup, demikian juga struktur pemikiran manusia. Manusia berhadapan dengan tantangan, pengalaman, gejala baru, dan persoalan yang harus ditanggapinya secaca kognitif (mental). Untuk itu, manusia harus mengembangkan skema pikiran lebih umum atau rinci, atau perlu
39 perubahan, menjawab dan menginterpretasikan pengalaman-pengalaman tersebut. Dengan cara itu, pengetahuan seseorang terbentuk dan selalu berkembang. Bagi Piaget, mengerti adalah proses adaptasi intelektual. Dengan adanya pengalaman dan ide baru diinteraksikan dengan apa yang sudah diketahui oleh seseorang yang sedang belajar untuk membentuk struktur pengertian baru. Menurut Piaget dalam pikiran seseorang ada struktur pengetahuan awal (skemata). Setiap skema berperan sebagai filter dan fasilitator bagi ide dan pengalaman baru. Skemata mengatur, mengkoordinasikan dan mengintensifkan prinsip- prinsip dasar. Melalui kontak dengan pengalaman baru, skema dapat dikembangkan dan diubah, yaitu dengan proses asimilasi dan akomodasi. Bila pengalaman baru masih bersesuaian dengan skema yang dipunyai seseorang maka skema hanya dikembangkan melalui proses asimilasi. Bila pengalaman baru sangat berbeda dengan skema yang ada, sehingga skema lama tidak cocok lagi untuk menghadapi pengalaman baru, maka skema lama diubah sampai ada keseimbangan lagi. Proses ini disebut sebagai proses akomodasi. Dengan cara seperti ini, pengetahuan seseorang selalu berkembang. Pembelajaran konstruktivisme berdasarkan pemahaman Piaget, beranggapan bahwa: 1) gambaran mental seseorang dihasilkan pada saat berinteraksi dengan lingkungannya, 2) pengetahuan yang diterima oleh seseorang merupakan proses pembinaan diri dan pemaknaan, bukan internalisasi makna dari luar. Pembentukan pengetahuan, Piaget membedakan tiga macam pengetahuan, yaitu : fisis, matematis logis dan sosial.
40 1. Pengetahuan fisis, didapat dari abstraksi seseorang terhadap obyek secara langsung. 2. Pengetahuan matematis logis, didapat dari abstraksi seseorang terhadap relasi dan fungsi obyek secara tidak langsung. 3. Pengetahuan sosial didapat dari interaksi seseorang dengan masyarakat, lingkungan dan budaya yang ada. Bagi Piaget, pengetahuan selalu memerlukan pengalaman, baik pengalaman fisis maupun pengalaman mental. B. Konstruktivisme Vygotsky Suparno (Matthew 1997:47) membedakan konstruktivisme,
yaitu
konstruktivisme
dua tradisi besar dari
psikologis
dan
sosiologis.
Konstruktivisme psikologis bertitik tolak pada perkembangan psikologis anak dalam membangun pengetahuannya, sedangkan konstruktivisme sosial lebih mendasarkan pada masyarakat yang membangun pengetahuan. dengan demikian maka konstruktivisme psikologis terdiri atas : konstruktivisme personal (Piaget) dan konstruktivisme sosial (Vigotsky) serta konstruktivisme sosiologis berdiri sendiri. 1.
Konstruktivisme Psikologis Personal Konstruktivisme psikologis dimulai dari karya Piaget mengenai bagaimana
seorang anak membangun pengetahuan kognitifnya. Piaget menekankan aktivitas individual dalam pembentukan pengetahuan. Piaget menyebut dirinya sendiri epistemolog genetik. Epistemologi genetik menjelaskan pengetahuan dengan melihat sejarah pembentukannya dan khususnya dasar psikologis dari pengertian
41 dan operasi yang digunakan dalam mendapatkan pengetahuannya (Suparno, 1997:48).
Pembelajaran menurut konstruktivisme personal, memiliki beberapa anggapan (postulat), yaitu: a) Set mental (idea) yang dimiliki peserta didik mempengaruhi panca indera dan pada akhirnya akan berpengaruh terhadap proses pembentukan pengetahuan, b) Input yang diterima peserta didik tidak memiliki makna yang tetap, c) peserta didik menyimpan input yang diterima tersebut ke dalam memorinya, d) input yang tersimpan dalam memori tersebut dapat digunakan lagi untuk menguji input lain yang baru diterima, e) peserta didik memiliki tanggung jawab terhadap apa yang menjadi keputusannya.
2. Konstruktivisme sosiokulturalisme Vygotsky meneliti pembentukan dan perkembangan pengetahuan anak secara psikologis. Vygotsky lebih memfokuskan pada hubungan dialektik antara individu dan masyarakat dalam pembentukan pengetahuan. Pengertian ilmiah tidak datang dalam bentuk jadi pada seorang anak, akan tetapi bergantung pada tingkat kemampuan anak untuk menangkap suatu model pengertian. Dan Vigotsky membedakan adanya dua pengertian, yaitu pengertian spontan dan pengertian ilmiah. Pengertian spontan adalah pengertian yang didapat dari pengalaman sehari- hari, sedang pengertian ilmiah (Formal) adalah pengertian yang didapat dari kelas (Suparno, 1997:48). Vygotsky menggunakan istilah ”zo-ped” atau ZPD (zona of Proximal development), yaitu suatu wilayah tempat bertemu antara pengertian spontan anak dengan pengertian sistematis logis orang dewasa. Wilayah ini berbeda dari setiap
42 anak dan ini menunjukkan kemampuan anak untuk menangkap logika dari pengertian ilmiah.
dalam meneliti bahasa anak, Piaget menyipulkan bahwa
bahasa anak adalah egosenris sifatnya. mereka berbicara keras kepada diri sendiri daripada kepada orang lain. Menurut Vygotsky bahasa merupakan aspek sosial sejak awal, pembicaraan egosentrik adalah permulaan dari pembentukan inner speech (kemampuan bicara pokok) yang akan digunakan sebagai alat dalam berpikir. Menurut Vigotsky inner speech berperan dalam pembentukan pengertian spontan, pengertian sontan ada dua yaitu pengertian dalam dirinya sendiri dan pengertian untuk yang lain, yang dapat digunakan untuk komunikasi dengan orang lain (Suparno, 1997:49). Dalam konstruktivisme sosiokulturalisme perlunya memperhatikan bahwa : a. pentingnya berinteraksi sosial dengan orang- orang yang mempunyai pengetahuan yang lebih baik. b. aktivitas mengerti selalu dipengaruhi oleh partisipasi seseorang dalam praktek-praktek sosial dan kultural dalam lingkungan belajar. c. perlu diperhatikan pembentukan pengetahuan dipengaruhi oleh sosiokultural, karena tidak mungkin memisahkan unsur- unsur sosiokultural dalam pembentukan pengetahuan. 3. Konstruktivisme sosiologis. Konstruktivisme sosiologis berpandangan bahwa pengetahuan merupakan hasil penemuan sosial dan sekaligus merupakan faktor dalam perubahan sosial. Berger mendasarkan pengetahuannya pada kenyatan sehari- hari. Konstruktivisme
sosiologis
menekankan
pada
pengetahuan
ilmiah
merupakan konstruksi sosial, bukan konstruksi individual. Suasana lingkungan,
43 masyarakat dan dinamika pembentukan ilmu pengetahuan sangat penting. Mereka cenderung mengambil fungsi dan peran masyarakat dalam pembentukan pengetahuan manusia. Ini bertentangan dengan konstruktivisne radikal, yang beranggapan bahwa pengetahuan seseotang merupakan konstruksi dari orang itu sendiri, masyarakat tidak memberi andil dalam pembentukan pengetahuan. Konstruktivisme sosial beranggapan bahwa pengetahuan yang dibentuk oleh peserta
didik,
merupakan
hasil
interaksinya
dengan
lingkungan
sosial
disekitarnya. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa: (1). pengetahuan dibina oleh manusia, (2). pembinaan pengetahuan bersifat sosial dan personal, (3). pembina pengetahuan personal adalah perantara soial dan pembina pengetahuan sosial adalah perantara personal, (4). pembinaan pengetahuan sosial merupakan hasil interaksi sosial, dan (5). interaksi sosial dengan yang lain adalah sebagian dari personal, pembinaan sosial, dan pembinaan pengetahuan bawaan. Menurut Resnick (1989:49) ada tiga aspek yang berkaitan yang membentuk rasional dalam teori pembelajaran yang dikenal sebagai konstuktivisme yaitu : 1. Pembelajaran adalah satu proses membentuk ilmu dan bukan penyerapan ilmu. 2. Individu menggunakan pengetahuan yang ada untuk membentuk pengetahuan baru. 3. Pembelajaran bergantung kepada situasi tempat. Pandangan konsruktivisme tentang pembelajaran siswa diberi kesempatan dan menggunakan metode pembelajaran sendiri dalam pembelajaran dan guru membimbing pelajar ke tingkat pengetahuan yang lebih tinggi. Siswa harus mengkonsruksi pengetahuan dalam pikirannya sendiri.
44 Isjoni
(Driver
dan
Bell,
2009:50)
mengemukakan
prinsip-prinsip
konstruktivisme dalam pembelajaran yaitu : a. Hasil pembelajaran tidak hanya tergantung dari pengalaman pembelajaran di ruangan kelas, tetapi tergantung pula pada pengetahuan pelajar sebelumnya. b. Pembelajaran adalah mengkonsruksi konsep-konsep. c. Mengkonsruksi konsep adalah proses aktif dalam diri pelajar. d. Konsep-konsep yang telah dikonsruksi akan dievaluasi yang selanjutnya konsep tersebut diterima atau ditolak. e. Siswalah yang sesungguhnya paling bertanggung jawab terhadap cara dan hasil pembelajaran mereka. f. Adanya semacam pola terhadap konsep-konsep yang dikonstruksipelajar dalam sruktur kognitifnya. 2.5
Pemahaman Konsep
2.5.1 Pengertian Pemahaman Konsep Pemahaman konsep berasal dari kata “paham” dalam kamus Bahasa Indonesia diartikan menjadi benar. Seseorang dikatakan paham terhadap suatu hal, apabila orang tersebut mengerti benar dan mampu menjelaskannya. Selain itu pemahaman dapat diartikan sebagai kemampuan menerangkan sesuatu dengan kata-kata sendiri, pengertian yang mendalam tentang suatu masalah, mampu menafsirkan arti tersirat dari apa yang dipahami tersebut dan menarik kesimpulan dari informasi yang didapatkan oleh individu. Dapat juga diartikan pemahaman itu sebagai tingkat (kemampuan) siswa dalam memahami sesuatu baik secara teori maupun penerapannya dalam kehidupan sehari-hari. Pemahaman dalam penelitian ini adalah pemahaman yang berkaitan dengan berbagai komunikasi yang dikemukakan oleh Bloom. Benyamin S. Bloom (1978:89) menyatakan bahwa “pemahaman adalah ketika siswa dihadapkan pada suatu
komunikasi,
mereka
diharapkan
mengetahui
apa
yang
sedang
dikomunikasikan dan dapat menggunakan ide yang terkandung didalamnya”.
45 Komunikasi yang dimaksud bisa dalam bentuk lisan atau tulisan dan dalam bentuk verbal atau simbolik. Kemampuan ini umumnya mendapat penekanan dalam proses belajar mengajar. Siswa dituntut memahami atau mengerti apa yang diajarkan, mengetahui apa yang dikomunikasikan dan dapat memanfaatkan isinya tanpa keharusan menghubungkannya dengan hal-hak lain. Menurut Bloom (Ariantini, 2010:143) pemahaman dapat digolongkan dalam tiga segi yang berbeda yaitu pemahaman translasi, pemahaman interpretasi dan pemahaman ekstrapolasi. Pemahaman translasi adalah kemampuan untuk memahami suatu ide yang dinyatakan dengan cara lain daripada pernyataan asli yang dikenal sebelumnya. Pemahaman interpretasi adalah kemampuan untuk memahami bahan atau ide yang direkam, diubah atau disusun dalam bentuk lain seperti grafik, tabel, diagram dan sebagainya. Pemahaman ekstrapolasi adalah keterampilan untuk meramalkan kelanjutan kecenderungan yang ada menurut data tertentu, dengan mengemukakan akibat, konsekuensi, implikasi sejalan dengan kondisi yang digambarkan dalam komunikasi yang asli. Menurut Sudjana, Bloom membagi masing-masing ranah ke dalam tingkatantingkatan kategori yang dikenal dengan istilah Bloom’s Taksonomy (Taksonomi Bloom),
kategori, yaitu ranah kognitif, ranah afektif dan ranah psikomotor. a. Ranah Kognitif Ranah kognitif meliputi kemampuan pengembangan keterampilan intelektual (knowledge). Menurut Bloom dan kawan-kawan (Sagala, S., 2003: 33) ranah kognitif terdiri atas enam macam kemampuan yang disusun dari mulai yang paling sederhana sampai kepada yang paling kompleks yaitu:
46 (a) Pengetahuan (C1) : kemampuan mengingat kembali hal-hal yang telah dipelajari. (b) Pemahaman (C2) : kemampuan menangkap makna atau arti suatu hal. (c) Penerapan (C3) : kemampuan mempergunakan hal-hal yang telah dipelajari untuk menghadapi situasi-situasi baru yang nyata. (d) Analisis (C4) : kemampuan menjabarkan sesuatu menjadi bagian-bagian sehingga struktur organisasinya dapat di pahami. (e) Sintesis (C5) : kemampuan memadukan bagian-bagian menjadi satu keseluruhan yang berarti. (f) Kreatif berpikir (C6): menciptakan, menyusun (dalam bentuk yang berbeda dengan yang lain), merancang/mendesain, dan memamfaatkan.
b. Ranah Afektif Ranah afektif berkenaan dengan sikap dan nilai. Ranah afektif berkaitan dengan perkembangan emosional individu misalnya sikap (attitude), apresiasi (appreciation), dan motivasi (motivation). Sekalipun bahan pelajaran berisi ranah kognitif, ranah afektif harus menjadi bagian dari bahan tersebut dan harus tampak dalam proses belajar dan hasil belajar yang dicapai oleh siswa. Kratwohl, Bloom dan kawan-kawan (Sudjana, N., 2010:30) membagi ranah afektif dalam lima kategori: (a) Reciving/attending, yakni semacam kepekaan dalam menerima rangsangan (stimulasi) dari luar yang datang kepada siswa dalam bentuk masalah, situasi, gejala, dll. Dalam tipe ini termasuk kesadaran, keinginan untuk menerima stimulus, kontrol, dan seleksi gejala atau rangsangan dari luar. (b) Responding atau jawaban, yakni reaksi yang diberikan oleh seseorang terhadap stimulasi yang datang dari luar. Hal ini mencakup ketepatan reaksi, perasaan, kepuasan dalam menjawab stimulus dari luar yang datang kepada dirinya. (c) Valuing (penilaian) berkenaan dengan nilai dan kepercayaan terhadap gejala atau stimulus tadi. Dalam evaluasi ini termasuk di dalamnya kesediaan menerima nilai, latar belakang, atau pengalaman untuk menerima nilai dan kesepakatan terhadap nilai tsb. (d) Organisasi, yakni pengembangan dari nilai ke dalam suatu system organisasi, termasuk hubungan satu nilai dengan nilai lain, pemantapan, dan prioritas nilai yang telah dimilikinya. Yang temasuk ke dalam organisasi ialah konsep tentang nilai, organisasi system nilai, dll.
47 (e) Karakteristik nilai atau internalisasi nilai, yakni keterpaduan semua system nilai yang telah dimiliki seseorang, yang mempengaruhi pola kepribadian dan tingkah lakunya.
c. Ranah Psikomotorik Winkel, W.S. (1991:77) menyatakan bahwa ”orang yang memiliki suatu keterampilan motorik mampu melakukan suatu rangkaian gerak jasmani dalam urutan tertentu, dengan mengadakan koordinasi antara gerak-gerik berbagai anggota badan secara terpadu”. Sejalan dengan itu, Sudjana, N. (2010: 30) mengatakan bahwa ”hasil belajar psikomotor tampak dalam bentuk keterampilan (skill) dan kemampuan bertindak individu”. Setiap peserta didik tentu memiliki kemampuan psikomotor yang berbeda karena sangat dipengaruhi oleh kemampuan kognitif yang dimilikinya, banyaknya latihan dan praktek yang melibatkan ranah kognitif tersebut, Syah, M. (2010: 85) mengungkapkan, bahwa : Kecakapan psikomotor ialah segala amal jasmaniah yang kongkret dan mudah diamati, baik kuantitasnya maupun kualitasnya, karena sifatnya yang terbuka. Namun, kecakapan psikomotor tidak terlepas dari kecakapan afektif. Jadi, kecakapan psikomotor siswa merupakan manifestasi wawasan pengetahuan dan kesadaran serta sikap mentalnya. Hasil belajar ranah psikomotor tampak dalam bentuk keterampilan, kemampuan bertindak peserta didik. Simpson (Winkel, W.S., 2004:274) membagi aspek psikomotor dalam tujuh tingkatan keterampilan yang diutarakan dalam pokok-pokok pikiran sebagai berikut: (1) Persepsi (perception): mencakup kemampuan untuk mengadakan diskriminasi yang tepat antara dua perangsang atau lebih, berdasarkan pembedaan antara
48 cirri-ciri fisik yang khas pada masing-masing rangsangan. Adanya kemampuan ini dinyatakan dalam suatu reaksi yang menunjukkan kesadaran akan hadirnya rangsangan (stimulasi) dan perbedaan antara seluruh rangsangan yang ada. (2) Kesiapan (set): mencakup kemampuan untuk menempatkan dirinya dalam keadaan akan memulai suatu gerakan atau rangkaian gerakan. Kemampuan ini dinyatakan dalam bentuk kesiapan jasmani dan mental. (3) Gerakan terbimbing (guided response): mencakup kemampuan untuk melakukan suatu rangkaian gerak-gerik, sesuai dengan contoh yang diberikan (imitasi). Kemampuan ini dinyatakan dalam menggerakkan anggota tubuh, menurut contoh yang diperlihatkan atau diperdengarkan. (4) Gerakan yang terbiasa (mechanical response): mencakup kemampuan untuk melakukan suatu rangkaian gerak-gerik dengan lancer, karena sudah dilatih secukupnya, tanpa memperhatikan lagi contoh yang diberikan. Kemampuan ini dinyatakan dalam menggerakkan anggota/bagian tubuh, sesuai dengan prosedur yang tepat. (5) Gerakan kompleks (complex response): mencakup kemampuan untuk melaksanakan suatu keterampilan, yang terdiri atas beberapa komponen, dengan lancer, tepat dan efisien. Adanya kemampuan ini dinyatakan dalam suatu rangkaian perbuatan yang berurutan dan menggabungkan beberapa subketerampilan menjadi suatu keseluruhan gerak-gerik yang teratur. (6) Penyesuaian pola gerakan (adjustment): mencakup kemampuan untuk mengadakan perubahan dan menyesuaikan pola gerak-gerik dengan kondisi
49 setempat atau dengan menunjukkan suatu taraf keterampilan yang telah mencapai kemahiran. (7) Kreativitas (creativity): mencakup kemampuan untuk melahirkan aneka pola gerak-gerik yang baru, seluruhnya atas dasar prakarsa dan inisiatif sendiri. Ketiga ranah (kognitif, afektif dan psikomotorik) saling berkaitan satu sama lain dalam mengukur pemahaman konsep belajar. Level atau tingkatan dari setiap ranah tersebut di atas bersifat kulminatif. Artinya untuk mencapai suatu level maka harus melalui level sebelumnya. Dengan demikian, seseorang yang telah menguasai/mencapai suatu level, merupakan gambaran kulminasi penguasaan materi atau keterampilan yang ditempuh secara berurutan. Hasil belajar siswa berupa ranah kognitif dapat dilihat dari hasil tes prestasi belajar dalam bentuk tes tertulis. Tes diberikan sebelum dan sesudah mendapatkan materi pelajaran. Untuk ranah afektif dan psikomotorik dilakukan selama proses pembelajaran berlangsung melalui format penilaian. Indikator afektif dan psikomotorik disesuaikan dengan indikator kerja ilmiah yang terdapat dalam kurikulum tingkat satuan pendidikan (KTSP). Utari, (1987:24) membedakan dua jenis pemahaman konsep yaitu pemahaman instrumental dan pemahaman relasional. Pemahaman instrumental diartikan sebagai pemahaman atas konsep yang saling terpisah dan hanya hafal rumus dalam perhitungan sederhana. Pada pemahaman relasional termuat suatu skema atau struktur yang dapat digunakan pada penyelesaian masalah yang lebih luas. Penelitian ini, istilah pemahaman diterapkan pada pemahaman konsep ekonomi yaitu perdagangan internasional. Dengan demikian pemahaman dalam
50 hal ini diartikan kemampuan translasi, interpretasi dan ekstrapolasi siswa dalam konsep perdagangan internasional.
2.5.2 Pemahaman Konsep Ekonomi Istilah pemahaman diterapkan pada pemahaman konsep ekonomi yaitu pada konsep perdagangan internasional. Sebagaimana dikemukakan di atas bahwa pemahaman
dibagi
menjadi
tiga
aspek,
yaitu
translasi
(kemampuan
menterjemahkan), interpretasi (kemampuan menafsirkan), dan ekstrapolasi (kemampuan meramalkan), maka pemahaman konsep perdagangan internasional. Dalam hal ini diartikan kemampuan translasi, interpretasi, dan ekstrapolasi siswa dalam konsep perdagangan internasional. a. Translasi (kemampuan menterjemahkan) Subiyanto (Zulfikar 2010:49) mengemukakan bahwa “Pemahaman translasi (kemampuan menterjemahkan) adalah kemampuan dalam memahami suatu gagasan yang dinyatakan dengan cara lain dari pernyataan asal yang dikenakan sebelumnya”. Translasi (kemampuan menterjemahkan) merupakan pengalihan dari bahasa konsep ke dalam bahasa sendiri. Dalam Bloom (1979:92) dijelaskan bahwa indikator pencapaian kemampuan translasi sebagai berikut : • Kemampuan menterjemahkan suatu masalah yang diberikan dengan kata-kata abstrak menjadi kata-kata konkret. Kemampuan ini meliputi : Kemampuan menterjemahkan suatu masalah menggunakan bahasa sendiri Kemampuan menterjemahkan suatu uraian panjang menjadi suatu laporan singkat
51 Kemampuan menterjemahkan suatu prinsip umum dengan memberikan ilustrasi atau contoh • Kemampuan menterjemahkan hubungan yang terkandung dalam bentuk simbolik, meliputi peta, tabel, grafik,diagram, persamaan matematis dan rumus-rumus lain ke dalam bentuk verbal dan sebaliknya. Kemampuan ini meliputi : Kemampuan menterjemahkan hubungan yang digambarkan dalam bentuk peta, tabel, grafik,diagram,
formula, persamaan matematis dan rumus-
rumus lain ke dalam bentuk verbal dan sebaliknya. Kemampuan menterjemahkan konsep kedalam suatu tampilan visual. Kemampuan untuk menyiapkan tampilan grafik dari fenomena yang ada atau data hasil observasi. b. Interpretasi ( kemampuan menafsirkan) Dalam hubungannya dengan pemahaman konsep perdagangan internasional, pemahaman interpretasi berkaitan dengan kemampuan siswa dalam menafsirkan berbagai data dan menentukan konsep-konsep perdagangan internasional yang tepat dalam memecahkan suatu permasalahan. Terdapat beberapa kemampuan menafsirkan (interpretation) diantaranya adalah (Bloom, 1979:94) Kemampuan memahami dan menginterpretasikan berbagai bacaan secara dalam dan jelas Kemampuan untuk membedakan pembenaran atau penyangkalan suatu kesimpulan yang digambarkan oleh suatu data Kemampuan untuk menafsirkan berbagai data sosial
52 Kemampuan untuk membuat batasan (qualification) yang tepat ketika menafsirkan suatu data.
c.
Ekstrapolasi (kemampuan meramalkan) Dalam kaitannya dengan pemahaman konsep perdagangan internasional,
pemahaman ekstrapolasi merupakan kemampuan siswa dalam mengambil kesimpulan sehingga dapat menyertakan secara efektif dan menerapkan konsep ke dalam bentuk perhitungan matematis untuk menyelesaikan soal. Zulfikar (2010:51) menjelaskan pulat terdapat beberapa kemampuan dalam proses mengekstrapolasi (ekstrapolation) diantaranya adalah (Bloom, 1979:96) : Kemampuan menarik kesimpulan dari suatu pernyatan yang eksplisit. Kemampuan menggambarkan kesimpulan dan menyatakannya secara efektif (mengenali batas data tersebut, memformulasikan kesimpulan yang akurat dan mempertahankan hipotesis). Kemampuan menyisipkan suatu data dalam sekumpulan data dilihat dari kecenderungannya. Kemampuan untuk memperkirakan konsekuensi dari suatu bentuk komunikasi yang digamnbarkan. Kemampuan menjadi peka terhadap faktor-faktor yang dapat membuat prediksi tidak akurat.
53 2.6. Penelitian Terdahulu Tabel 2.1 Hasil Penelitian Terdahulu No 1
Nama/Tahun Wandi praginda Skripsi, 2000
2
Rudi Susanto Skripsi, 2007
3
Wida Widiastiningsih Skripsi, 2005
Judul Penerapan model belajar Cups (Conceptual Understanding Procedures) pada pembelajaran konsep hukum newton
Hasil Penelitian Penerapan model CUPs pada setiap tindakan pembelajaran tidak mempunyai kelebihan yang begitu signifikan, namun yang terpenting model belajar ini dapat memperbaiki proses belajar mengajar, dimana siswa menjadi lebih aktif dan termotivasi belajarnya serta dapat menangani kesulitan pembelajaran untuk konsep fisika yang abstrak. Penerapan model Pemahaman konsep pembelajaran siklus kelompok siswa yang belajar empiris, induktif menggunakan model dalam meningkatkan pembelajaran siklus pemahaman konsep belajar empiris induktif fisika SMP lebih tinggi dibandingkan dengan kelompok siswa yang menggunakan model pembelajaran interaktif, pada taraf signifikansi 0,05. Perbandingan pola pikir Terdapat perbandingan siswa dalam yang signifikan pada memecahkan masalah pembelajaran modivikasi lingkungan melalui Cups dalam perubahan pembelajaran pola pikir siswa dari modivikasi Cups deduktif menjadi induktif, (Conceptual dan yang menggunakan Understanding model konvensional tidak Procedures)dan terjadi perubahan pola pembelajaran pikir siswa. konvensional (kajian pelaksanaan pratikum di SMPN 12 Bandung)
54 2.7
Kerangka Pemikiran Dalam perkembangan setiap individu melalui suatu tahapan yang disebut
dengan belajar yang merupakan suatu proses usaha yang dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya. Sedangkan secara psikologis belajar merupakan suatu proses perubahan yaitu perubahan tingkah laku sebagai hasil dari interaksi dengan lingkungan dalam memenuhi kebutuhan hidupnya. Menurut Dimyati dan Mudjiono, (2006:62) Pembelajaran yaitu: Kegiatan guru secara terprogram dalam desain instruksional, untuk membuat siswa belajar secara aktif, yang menekankan pada penyedian sumber belajar. Pembelajaran ekonomi dipandang sebagai proses belajar yang dibangun oleh guru untuk mengembangkan kreativitas berpikir dalam pemahan konsep siswa terhadap pelajaran ekonomi, serta dapat meningkatkan kemampuan berpikir siswa dalam memecahkan sebuah masalah, dan dapat meningkatkan kemampuan mengkonstruksi pengetahuan baru sebagai upaya meningkatkan penguasaan yang baik terhadap materi pelajaran ekonomi. Metode diskusi tipe CUPs (Conceptual Understanding
Procedures)
merupakan salah satu metode pembelajaran yang berdasarkan pada teori belajar konstruktivisme. Pertanyaan yang sering muncul dalam dunia pendidikan adalah bagaimana siswa memperoleh pendidikan. Menurut pandangan konstruktivisme, otak siswa pada dasarnya tidak seperti gelas kosong yang siap di isi dengan air, atau siap di isi dengan semua informasi yang berasal dari pikiran guru. Otak anak tidak kosong tetapi telah berisi pengetahuan-pengetahuan yang dikonstruksi anak sendiri sewaktu anak berinteraksi dengan lingkungan. Implikasi dari pandangan ini adalah bahwa pengetahuan tidak dapat utuh di transfer dari pikiran guru
55 kepikiran siswa, tetapi siswalah yang harus aktif secara mental membangun pengetahuan dan pemahaman dalam proses pembelajaran. Konstruktivisme adalah satu pandangan bahwa siswa membina sendiri pengetahuan atau konsep secara aktif berdasarkan pengetahuan dan pengalaman yang ada. Dalam proses ini siswa akan menyesuaikan pengetahuan yang di terima dengan pengetahuan yang ada untuk membina pengetahuan baru. Pembelajaran secara konstruktivisme berlaku dimana siswa membina pengetahuan dengan menguji ide dan pendekatan berdasarkan pengetahuan dan pengalaman yang ada, kemudian mengimplikasikannya pada satu situasi baru dan mengintegrasikan pengetahuan baru yang diperoleh dengan binaan inteletual yang akan diwujudkan (Isjoni 1999:47). Menurut Isjoni (McBrien&Brandt 2009:47) menjelaskan konstruktivisme adalah satu pendekatan pengajaran berdasarkan pada penyelidikan tentang bagaimana manusia belajar. Kebanyakan penyelidik berpendapat setiap individu membina pengetahuan dan bukannya hanya menerima pengetahuan dari orang lain. Ide teori ini, siswa lebih aktif membangun pengetahuannya sendiri. Otak pelajar dianggap sebagai mediator yang menerima masukan dari dunia luar dan menentukan apa akan dipelajari. Menurut Isjoni (Soedjadi, 2009:47) pendekatan konstruktivisme dalam pembelajaran adalah pendekatan dimana siswa secara individual menemukan dan mentransformsikan informasi yang kompleks, memeriksa dengan aturan yang ada dan merevisinya jika perlu.
56 Adapun teori konstuktivisme yang merupakan salah satu filsafat pengetahuan yang menekankan bahwa pengetahuan kita adalah konstruksi (bentuk) kita sendiri. Pengetahuan bukanlah gambaran dari dunia kenyataan yang ada. Pengetahuan merupakan akibat dari suatu konstruksi kognitif kenyataan melalui kegiatan seseorang. Seseorang membentuk skema, kategori, konsep dan struktur pengetahuan yang diperlukan untuk pengetahuan (Suparno,1997:18). Teori konsruktivisme, penekanan diberikan kepada siswa lebih dari pada guru. Ini disebabkan siswalah yang berinteraksi dengan bahan dan peristiwa dan memperoleh kepahaman tentang bahan dan peristiwa tersebut. Justru itu siswa membina sendiri konsep dan membuat penyelesaian kepada masalah. Isjoni (Sushkin, 2009:48). Oleh karena itu, dapat dirumuskan secara keseluruhannya pengertian atau maksud pembelajaran secara konstruktivisme adalah pengajaran dan pembelajaran yang berpusatkan pada siswa. Guru berperan sabagai fasilitator yang membantu pelajar membina pengetahuan sebagai pereka bentuk bahan pengajaran yang menyediakan peluang kepada murid untuk membina pengetahuan baru. Guru akan mengenal pasti pengetahuan murid dan merancang kaedah pengajarannya dengan sifat asas pengetahuan tersebut. Membentuk
kepahaman
siswa,
pembelajaran
secara
pembelajaran
kooperatif juga dapat digunakan untuk pelajaran pemahamaan tentang sesuatu konsep perdagangan internasional dan ide yang lebih jelas apabila mereka terlibat secara langsung dalam membina pengetahuan baru. Proses mengingat akan lebih bermakna setelah memahami sesuatu konsep perdagangan internasional, siswa akan dapat mengingat lebih lama konsep perdagangan internasional, karena
57 mereka terlibat secara aktif dalam mengaitkan pengetahuan yang diterima dengan pengetahuan yang ada untuk membina pengetahuan baru. Pembelajaran secara konstruktivisme merupakan pembelajaran kooperatif juga boleh menimbulkan keyakinan kepada diri sendiri dan berani menghadapi dan menyelesaikan masalah dalam situasi pembelajaran yang baru, karena seseorang yang belajar secara konsturktivisme diberi peluang untuk membina sendiri kefahaman mereka. Selain itu pembelajaran secara konstruktivisme menerusi pembelajaran koperatif yang membina sendiri pengetahuan, konsep, dan ide secara aktif akan menjadikan siswa lebih faham, lebih yakin dan lebih bersemangat untuk terus belajar sepajang hayat walaupun menghadapi berbagai kemungkinan dan tantangan. Maka dari itu perlu adanya metode pembelajaran yang mampu membangkitkan motif, minat atau gairah belajar murid dan menjamin perkembangan kegiatan kepribadian siswa yaitu metode diskusi. Metode diskusi merupakan suatu cara mengajar yang bercirikan oleh suatu keterikatan pada suatu topik atau pokok pertanyaan atau problem. Dimana para anggota diskusi dengan jujur berusaha mencapai atau memperoleh suatu keputusan atau pendapat yang disepakati bersama. Dalam metode diskusi guru dapat membimbing dan mendidik siswa untuk hidup dalam suasana yang penuh tanggung jawab, setiap orang yang berbicara atau mengemukakan pendapat harus berdasarkan prinsip-prinsip tertentu yang dapat dipertanggung jawabkan. Jadi bukan omong kosong, juga bukan untuk mengasut atau mengacaukan suasana. Menghormati pendapat orang lain, menerima pendapat yang benar dan menolak pendapat yang salah adalah ciri
58 metode yang digunakan untuk mendidik siswa berjiwa demokrasi dan melatih kemampuan berbicara siswa. Agar suasana belajar siswa aktif dapat tercapai, maka diskusi dapat menggunakan variasi metode-metode pembelajaran yang menarik dan memotivasi siswa. Dari sekian banyak metode pembelajaran yang ada, maka metode tipe CUPs (Conceptual Understanding Procedures) cocok untuk digunakan dalam metode diskusi. Perkembangan metode pembelajaran di dunia pendidikan ditemukan suatu bentuk diskusi kelompok baru sebagai salah satu pengembangan dari pembelajaran kooperatif (cooperative learning) yang disebut dengan CUPs (Conceptual Understanding Procedures). Praginda (2002:19) menjelaskan pula pengertian CUPs (Conceptual Understanding Procedures) yaitu: Suatu metode strategi diskusi yang di dasari oleh pengelompokan secara heterogen dengan mempertimbangkan gender, latar belakang etnik, dan tingkat kemampuan. Prosedur yang berlandaskan pada pendekatan konstruktivisme yang didasari pada kepercayaan bahwa siswa mengkonstruksi pemahaman konsep dengan memperluas atau memodifikasi pengetahuan yang sudah ada. CUPs (Conceptual Understanding
Procedures) juga diperkuat oleh nilai-nilai
cooperative learning dan peran aktif siswa dalam belajar. CUPs (Conceptual Understanding
Procedures)
merupakan suatu metode pembelajaran yang
bertujuan untuk membantu meningkatkan pemahaman konsep yang dianggap sulit oleh siswa. Banyak metode pembelajaran yang dapat meningkatkan hasil belajar dan mendorong siswa untuk belajar aktif khususnya dalam pemahaman konsep
59 perdagangn internasional terhadap mata pelajaran ekonomi, salah satunya adalah metode diskusi. Diskusi kelompok merupakan salah satu metode dalam pembelajaran kooperatif. Salah satu
alternatif pembelajaran diskusi adalah
dengan menggunakan metode diskusi Tipe CUPs (Conceptual Understanding Procedures). Metode diskusi CUPs (Conceptual Understanding Procedures) adalah salah satu metode pembelajaran yang merujuk pandangan konstruktivisme karena CUPs merupakan suatu bentuk dari pembelajaran cooperative tipe STAD (Student Teams Achievement Division). Dalam pembelajaran CUPs (Conceptual Understanding Procedures) ini kelompok siswa dibentuk dalam suatu “triplet” (terdiri dari tiga siswa dengan pertimbangan seperti pada STAD (Student Teams Achievement Division). Pengertian dari metode diskusi CUPs (Conceptual Understanding Procedures) adalah suatu metode pembelajaran di mana pada siswa ditanamkan bagaimana membuat kesimpulan atas materi yang dipelajari. Melalui metode ini siswa mampu mendefinisikan konsep perdagangan internasional, mengidentifikasi dan memberi contoh atau bukan contoh dari konsep perdagangan internasional. Oleh karena itu, siswa lebih mudah saat menyelesaikan soal ekonomi. Konsep CUPs (Conceptual Understanding Procedures) dapat dikatakan sebagai sesuatu yang baru dalam pembelajaran, sehingga penelitian yang berkaitan dengan CUPs (Conceptual Understanding Procedures) masih sedikit atas dasar hal tersebut penelitian ini akan dilakukan pada mata pelajaran ekonomi dengan menggunakan strategi pembelajaran CUPs (Conceptual Understanding Procedures) diharapkan bahwa siswa tidak hanya melakukan diskusi, tetapi juga memahami konsep tentang materi perdagangan internaisonal yang diajarkan pada
60 pelajaran ekonomi tersebut dengan baik. Melalui strategi ini diharapkan pula dapat menguatkan peran aktif siswa dalam pembelajaran. Pada dasarnya belajar ekonomi merupakan belajar tentang konsep dan konsep-konsep
pada
ekonomi
menjadi
kesatuan
yang
bulat
dan
berkesinambungan. Untuk itu dalam proses pembelajaran guru harus dapat menyampaikan konsep-konsep perdagangan internasional kepada siswa dan bagaimana siswa dapat memahaminya. Pembelajaran pada ekonomi dilakukan dengan memperhatikan urutan konsep perdagangan internasional dimulai dari yang paling sederhana. Salah satu faktor yang memepengaruhi kemampuan siswa dalam pemahaman konsep perdagangan internasional adalah metode mengajar. Metode mengajar adalah cara bagaimana guru mengembangkan kegiatan belajar siswa dengan bahan yang harus mereka pelajari. Tujuan agar pengetahuan yang disampaikan guru dipahami oleh siswa. Apabila mampu memberikan fasilitas yang lebih baik, maka akan terjadi proses belajar yang lebih baik pula. Metode mengajar juga dapat mendorong agar siswa tertarik untuk memahami sesuatu. Selanjutnya untuk menyelesaikan soal-soal pemecahan masalah dalam ekonomi,
kemampuan
berpikir
sangat
diperlukan,
khususnya
dalam
mengidentifikasi masalah, yaitu untuk mengetahui konsep apa yang diketahui, konsep apa yang ditanya, konsep apa yang perlu dicari dahulu, dan rumus apa yang digunakan. Dengan bekal kemampuan menalar yang cukup, siswa dimungkinkan untuk dapat menyusun kerangka pemikiran yang logis, yaitu kerangka berpikir analitik (Suriasumantri, 1990:43). Berarti sangat membantu
61 siswa dalam memahami masalah, khususnya dalam mengidentifikasi dan menganalisis masalah. Pemahaman konsep dalam memecahkan masalah Menurut Djajadisastra (Zulfikar, 2010:24) adalah mengembangkan kemampuan berpikir terutama dalam mencari sebab dan akibat dan tujuan suatu masalah memberi pengetahuan dan kecakapan praktis yang bermanfaat bagi kehidupan sehari-hari, mengembangkan kemampuan berpikiir kritis, logis dan analisis serta mengembangkan kemampuan siswa dalam memecahkan masalah serta mengambil keputusan secara objektif dan rasional maka dari itu perlu adanya penerapan metode yang sesuai. Keberhasilan proses kegiatan belajar mengajar pada pembelajaran ekonomi dapat diukur dari keberhasilan siswa yang mengikuti kegiatan tersebut. Keberhasilan itu dapat dilihat dari tingkat pemahaman, penguasaan materi serta prestasi belajar siswa. Semakin tinggi pemahaman dan penguasaan materi maka semakin tinggi pula prestasi belajar siswa. Namun dalam kenyataannya dapat dilihat bahwa sampai saat ini prestasi belajar ekonomi yang dicapai siswa masih rendah. Diharapkan setelah guru menggunakan metode diskusi tipe CUPs (Conceptual Understanding Procedures) terhadap pelajaran ekonomi yang menyangkut meningkatkan
pada
pemahaman
konsep
perdagangan
internasional
dapat
minat, motivasi dan prestasi belajar yang lebih baik dari
sebelumnya sehingga adanya perubahan yang positif terhadap pelajaran ekonomi. Dari uraian di atas, maka permasalahan tersebut dapat ditarik kerangka pemikiranya dapat dilihat pada gambar 2.3 sebagai berikut:
62 Gambar 2.3 Kerangka Pemikiran
Metode diskusi Tipe CUPs
Pemahaman konsep
(Conceptual Understanding
perdagangan internasional
Procedures).
(Y)
(X)
Keterangan : X = Metode diskusi Tipe CUPs (Conceptual Understanding Procedures). Y = Pemahaman konsep perdagangan internasional.
2.7 Hipotesis Berdasarkan paparan konsep yang terdapat pada kerangka pemikiran dan latar belakang masalah, maka penulis meyimpulkan bahwa hipotesisnya adalah sebagai berikut: 1. Terdapat perbedaan pemahaman konsep perdagangan internasional pada mata pelajaran ekonomi antara kelas eksperimen dan kelas kontrol sebelum pengukuran awal (pre test). 2. Terdapat perbedaan pemahaman konsep perdagangan internasional pada mata pelajaran ekonomi pada kelas eksperimen sebelum dan sesudah menggunakan metode diskusi tipe CUPs (Conceptual Understanding Procedures).
63 3. Terdapat perbedaan pemahaman konsep perdagangan internasional pada mata pelajaran ekonomi pada kelas eksperimen sebelum dan sesudah menggunakan metode ceramah. 4. Terdapat perbedaan pemahaman konsep perdagangan internasional pada mata pelajaran ekonomi antara kelas eksperimen dan kelas kontrol sesudah dilakukan pengukuran akhir (post test).