BAB II LANDASAN TEORI
2.1
Landasan Teori
2.1.1 Impor dan Pembangunan Ekonomi Selain ekspor, impor juga berperan penting dalam proses pembangunan ekonomi. Salah satu tolak ukur yang digunakan untuk menentukan berhasil tidaknya pembangunan ekonomi adalah dengan menentukan besarnya Produk Domestik Bruto (PDB). Menurut Nanga (2002:9), besarnya PDB sangat mempengaruhi pola konsumsi pada masyarakat di negara berkembang. Biasanya seiring meningkatnya pola konsumsi maka impor akan cenderung meningkat. Hal ini diakibatkan ketidakmampuan suatu negara di dalam memenuhi kebutuhannya sendiri. Kemampuan suatu negara dalam membeli barang impor sangat dipengaruhi oleh PDB negara tersebut. Semakin tinggi PDB suatu negara dan semakin rendah kemampuan negara tersebut dalam memenuhi kebutuhannya sendiri, maka impor akan meningkat. Sementara itu Nopirin (2009:148) juga mengemukakan bahwa semakin tinggi tingkat pendapatan nasional suatu negara, maka kemungkinan untuk mengimpor akan semakin besar. Penelitian Adlin (2008) menyimpulkan bahwa pendapatan nasional serta pengeluaran konsumsi masyarakat Indonesia berpengaruh positif dan signifikan terhadap impor barang konsumsi di Indonesia. Selain itu, penelitian yang dilakukan oleh Amiri (2012) dengan menggunakan data PDB dan ekspor-impor Prancis pada periode 1961-2006 turut membuktikan teori tersebut dimana
16
bertambahnya PDB akan berdampak signifikan terhadap bertambahnya nilai barang yang diimpor oleh Perancis. 2.1.2 Derajat Keterbukaan Impor (DKI) Analisis Derajat Keterbukaan Impor (DKI) dalam suatu perekonomian diukur menggunakan rumus M/GDP per tahun untuk mengukur DKI tahun yang bersangkutan, serta dihitung selama satu kurun waktu untuk mengetahui perkembangannya. Dari angka DKI tersebut dapat dilihat dan ditaksir seberapa besar exposure impor suatu negara, sehingga dapat diketahui kebutuhan akan cadangan devisa serta dapat diketahui seberapa besar dampak buruk efek demonstrasi yang harus dihadapi oleh negara tersebut. Semakn besar angka DKI semakin besar exposure impor negara yang bersangkutan, semakin besar proporsi devisa yang dikuras untuk pembiayaan impor, semakin lebar pintu masuk efek demonstrasi merasuki pola konsumsi negara tersebut (Eko, 2004). Disisi lain menurut Guritno (1998) pembiayaan untuk impor dalam perekonomian terbuka di bedakan menjadi dua jenis, yaitu, impor yang nilainya tidak tergantung dari variabel lain, atau impor yang nilainya dianggap tetap. Secara matematis dapat ditulis sebagai berikut : M =Mo ; dimana Mo adalah besarnya impor Jenis impor yang lain, yaitu impor yang nilainya tergantung dari besar kecilnya pendapatan. Atau secara matematis dapat ditulis sebagai berikut : M =mY ; m adalah Marginal Prospensity to Import Jadi secara keseluruhan persamaan impor dirumuskan sebagai berikut: M = Mo + mY........................................................................................(1)
17
Dengan memasukkan sektor luar negeri ke dalam model penghitungan pendapatan nasional, berarti kita menambahkan dua variabel dalam model tersebut, yaitu variabel ekspor (X) dan variabel impor (M). Dengan demikian untuk menghitung pendapatan nasional keseimbangan pada perekonomian terbuka dilakukan dengan jalan menyamakan antara sisi pendapatan dan sisi pengeluaran, yaitu : Y= C + I + G + (X – M)....................................................................(2) 2.1.3 Derajat Konsentrasi Komoditas Angka Derajat Konsentrasi Komoditas (DKK) dalam suatu perekonomian diukur menggunakan rumus sebagai berikut: .............................................................................(3) Keterangan: Cc
: Derajat Konsentrasi Komoditas
Mi
: Nilai impor dari komoditas impor i
Mt
:Nilai impor total yang dikuadratkan
dimana Mi adalah nilai impor dari komoditas impor i dan Mt adalah nilai impor total yang dikuadratkan. Angka DKK ini dihitung per tahun untuk mengukur DKK tahun yang bersangkutan, serta dihitung selama satu kurun waktu untuk mengetahui perkembangannya. Dari angka DKK tersebut dapat dilihat dan ditaksir seberapa besar tingkat ketergantungan impor suatu negara menurut komoditas impornya. Caranya adalah dengan membandingkan angka perolehan DKK dengan angka
18
DKK standar. Hasilnya ada dua alternatif, relatif terkonsentrasi ataukah relatif terdistribusi. Semakin relatif terdistribusi semakin banyak jenis komoditas impor yang diperlukan negara tersebut, yang berarti pintu efek demonstrasi semakin terbuka lebar (Eko, 2004).
2.1.4 Tinjauan Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Impor 1) Produk Domestik Bruto Produk Domestik Bruto (PDB) adalah total output yang diperoleh dalam batas wilayah suatu negara dalam kurun waktu setahun. Dalam menentukan perkembangan ekonomi suatu negara, PDB dipercaya sebagai indikator ekonomi terbaik. Pendapatan nasional dapat digunakan sebagai pembanding kondisi perekonomian antar negara (Herlambang, 2001:16). Menurut Muana (2005:9) besarnya PDB sangat mempengaruhi pola konsumsi pada masyarakat di negara berkembang. Biasanya seiring meningkatnya pola konsumsi maka impor akan cenderung meningkat. Hal ini diakibatkan ketidakmampuan suatu negara di dalam memenuhi kebutuhannya sendiri. Kemampuan suatu negara dalam membeli barang impor sangat dipengaruhi oleh PDB negara tersebut. Semakin tinggi PDB suatu negara dan semakin rendah kemampuan negara tersebut dalam memenuhi kebutuhannya sendiri, maka impor akan meningkat. Menurut Md. Mahmudul et al. (2009:135), produk domestik bruto (PDB) berpengaruh positif dan signifikan terhadap impor. Jika barang dan jasa dipasar internasional lebih murah dan memiliki kualitas yang lebih baik daripada barang luar negeri, maka suatu negara cenderung akan mengimpor barang tersebut. Sementara itu Nopirin (2009:148)
19
juga mengemukakan bahwa semakin tinggi tingkat pendapatan nasional suatu negara, maka kemungkinan untuk mengimpor akan semakin besar. 2) Ekspor Ekspor barang adalah seluruh barang yang dibawa ke luar dari wilayah suatu negara, baik bersifat komersial maupun non komersial (seperti barang hibah, sumbangan, hadiah), serta barang yang akan diolah di luar negeri yang hasilnya dimasukkan kembali ke negara tersebut. Menurut Nehen (2010:484) menjelaskan bahwa salah satu keuntungan perdagangan internasional yaitu bahwa melalui ekspor suatu negara dapat memperoleh cadangan devisa, yang kemudian dapat digunakan untuk keperluan impor, baik impor barang-barang yang bersifat produktif maupun barang konsumsi. Maka apabila suatu negara dapat meningkatkan nilai ekspornya, maka akan menambah cadangan devisa, sehingga impor negara tersebut akan cenderung bertambah. Imamudin (2008) di dalam penelitiannya menyimpulkan bahwa variabel ekspor serta pengaruh volume dan arah perdagangan yang sudah dijalin berdasarkan perjanjian perdagangan yang telah disepakati bersama sebelumnya berpengaruh positif dan signifikan terhadap perubahan impor. 3) Kurs Valuta Asing Suatu kegiatan transaksi perdagangan yang terjadi antar negara yang terdiri dari kegiatan ekspor dan impor, akan melibatkan perbandingan nilai tukar mata uang kedua negara yang bersangkutan. Apabila suatu barang ditukar dengan barang lain, tentu didalamnya terdapat perbandingan nilai tukar antara keduanya
20
dimana nilai tukar ini sebenarnya merupakan semacam harga di dalam pertukaran tersebut. Valuta asing/kurs adalah harga atau nilai mata uang suatu negara yang dinyatakan dalam nilai mata uang negara lain (Sukirno, 2006:397). Dalam transaksi perdagangan internasional sering dijumpai terjadinya pertukaran beberapa mata uang yang berbeda, dimana mata uang suatu negara diukur berdasarkan nilai mata uang negara lainnya. Kurs atau nilai tukar adalah hargaharga dari mata uang luar negeri (Dornbusch et al. dalam Kewal, 2012). Kurs valuta asing atau kurs mata uang asing menunjukkan harga atau nilai mata uang suatu negara dinyatakan dalam nilai mata uang negara lain. Kurs valuta asing juga dapat didefinisikan sebagai jumlah uang domestik yang dibutuhkan, yaitu banyaknya rupiah yang dibutuhkan untuk memperoleh satu unit mata uang asing. Sistem yang dipergunakan untuk menjaga kestabilan nilai tukar mata uang yaitu : 1)
Sistem kurs tetap (Fixed Exchange Rate System) Sistem kurs tetap adalah kurs yang ditentukan oleh badan yang berwenang
dibidang moneter (otoritas moneter), untuk waktu tertentu kurs ini tidak berubahubah. Apabila mata uang negara tersebut berubah maka otoritas moneter yang berhak mengambil kebijakan untuk mengembalikan nilai tukar senilai yang ditetapkan. Konsekuensi dari kebijakan nilai tukar tetap adalah otoritas moneter harus bisa memperkirakan dengan tepat nilai tukar equilibriurm yang harus dipertahankan agar tidak over value, sehingga dibutuhkan cadangan devisa yang
21
besar untuk melakukan intervensi, dibutuhkan koordinasi kebijakan moneter antar negara. 2)
Sistem kurs mengambang atau berubah (Floating Exchange Rates System) Kebijakan sistem kurs ini adalah dengan memberikan kebebasan atau
mengembangkan pada pasar untuk mencapai nilai keseimbangan, sehingga tinggi rendahnya kurs tergantung dari permintaan dan penawaran. Sistem kurs mengambang terdiri dari : (1)
Sistem Kurs Mengambang Bebas Penentuan nilai tukar ini terjadi tanpa adanya campur tangan dari otoritas moneter. Oleh sebab itu, kebijakan moneter dapat lebih independen. Otoritas bisa menetapkan supply Rupiah dan membiarkan pasar valut asing menentukan nilai tukar, sehingga sasaran kebijakan moneter terfokus dan lebih efektif dalam mengendalikan jumlah produksi.
(2)
Sistem Kurs Mengambang Terkendali Penentuan nilai tukar ini dibiarkan secara bebas sesuai dengan permintaan dan penawaran pasar tetapi berbagai intervensi kebijakan masih dipakai untuk menjaga agar nilai tersebut berada pada target nilai yang ditentukan.
3)
Sistem Kurs Terkait Sistem nilai tukar yang ditetapkan dengan cara mengaitkan nilai tukar mata
uang suatu negara dengan nilai tukar negara lain atau sejumlah mata uang tertentu. Salah satu variasi dari sistem kurs terkait adalah Currency Board System
22
(CBS) yang diterapkan oleh beberapa negara yang mengalami kesulitan moneter. Currency Board Sistem (CBS) dilaksanakan dengan cara mengaitkan dan menetapkan nilai tukar tetap antara mata uang suatu negara dengan hard currency tertentu didasarkan kepada jumlah mata uangnya yang beredar dan cadangan devisa yang dimilikinya (dalam bentuk mata uang hard currency) (Hady, 2001:20). Menurut Winarno (2006:143), ada beberapa faktor yang dapat dijadikan pedoman untuk menentukan sistem kurs, yaitu : (1) Tingkat jumlah produksi. Jika jumlah produksi suatu negara lebih besar dari pada nilai jumlah produksi mitra dagangnya, sistem kurs fleksibel lebih mudah untuk menyesuaikan ketika terjadi penurunan daya saing. (2) Sifat peraturan perburuhan. Apakah kaku atau fleksibel lebih mudah dilakukan adaptasi agar mampu berdaya saing. (3) Tingkat kemajuan pasar uang. Di negara berkembang dengan pasar uang yang belum terlalu maju, sistem kurs bebas kurang cocok, karena volume perdagangan uang yang kecil dapat menimbulkan gejolak yang cukup besar. (4) Kredibilitas otoritas moneter. Bila otoritas moneter dianggap kurang memiliki kredibilitas, sistem kurs bebas mengakibatkan lonjakan kurs yang tinggi.
23
Teori permintaan menjelaskan terdapat hubungan antara permintaan dengan harga. Bahkan semakin tinggi harga komoditas maka semakin rendah kuantitas permintaan terhadap komoditas tersebut. Demikian sebaliknya semakin rendah harga komoditas akan dapat meningkatkan permintaan terhadap komoditas tersebut dengan asumsi ceteris paribus (faktor lain dianggap tetap atau tidak mengalami perubahan). Harga yang dimaksud adalah kurs valuta asing sedangkan permintaannya adalah impor dari negara yang bersangkutan. Jika kurs valuta asing meningkat maka impor cenderung menurun, sebaliknya jika kurs valuta asing menurun maka impor akan meningkat (Sukirno, 2001:359). Pada penelitian yang dilakukan oleh Aditya dan Saskara, (2013:133) disebutkan bahwa kurs dollar Amerika Serikat secara parsial memilki pengaruh negatif dan signifikan terhadap volume impor. Apabila nilai kurs dollar Amerika Serikat meningkat maka volume impor akan berkurang begitu juga sebaliknya. Meskipun tidak ada dampak jangka pendeknya tetapi pengaruh nilai tukar riil terhadap impor dalam jangka panjang berpengaruh negatif dan signifikan didalam keadaan nilai tukar mengambang (Komain Jiranyakul, 2013:1296). Dalam penelitian Odeh et al. (2003:162) dengan terjadinya peningkatan kurs dollar maka konsumen di dalam negeri memiliki kemampuan membeli lebih sedikit, sehingga penawaran produsen luar negeri untuk melakukan impor berkurang. Apabila nilai kurs dollar Amerika meningkat, maka volume impor akan berkurang. Jadi, dalam penelitiannya didapat antara kurs dollar dengan impor memiliki hubungan yang negatif.
24
Suatu kenaikan kurs (terjadi penguatan mata uang dalam negeri terhadap mata uang asing) akan menaikkan harga barang-barang dalam negeri bagi importir luar negeri. Ini berarti ekspor menjadi lebih mahal bagi orang-orang asing karena mereka harus mengorbankan lebih banyak mata uang negaranya untuk membeli barang-barang dalam negeri dan impor naik karena barang-barang luar negeri menjadi lebih menarik bagi warga negara dalam negeri. Turunnya harga dari barang impor akan mengakibatkan jumlah impor meningkat, sehingga dapat dikatakan bahwa antara kurs dengan volume impor memiliki hubungan yang negatif (Nopirin, 2007:144). 4) Cadangan Devisa Cadangan devisa didefinisikan dengan sejumlah valuta asing yang dicadangkan bank sentral, dalam hal ini Bank Indonesia yang dimana untuk keperluan pembiayaan dan kewajiban luar negeri negara bersangkutan yang antara lain meliputi pembiayaan impor dan pembiayaan lainnya pada pihak asing. Hady
(2001:22)
menyatakan,
cadangan
devisa
negara
biasanya
dikelompokkan atas : (1) Cadangan devisa resmi (official forex reserve) yaitu cadangan devisa milik negara yang dikelola, dikuasai, diurus dan di tatausahakan oleh bank sentral dalam hal ini Bank Indonesia. (2) Cadangan devisa nasional (country forex reserve) yaitu devisa yang dimiliki oleh perorangan, badan atau lembaga, terutama perbankkan yang secara moneter merupakan kekayaan nasional (termasuk milik bank umum nasional).
25
Cadangan devisa berpengaruh positif terhadap impor, dimana apabila suatu negara memiliki cadangan devisa yang besar, maka kecenderungan untuk melakukan impor juga akan besar, ditambah lagi dengan beberapa kendala yang dimiliki suatu negara sehingga memutuskan untuk melakukan impor misalnya biaya produksi dalam negeri yang tinggi, bahan baku yang dibutukan tidak tersedia serta kemampuan yang kurang untuk memproduksi barang impor tersebut. Cadangan devisa memungkinkan suatu negara untuk membuat permintaan yang efektif. Sebab dalam ketiadaan cadangan devisa suatu negara maka negara tersebut tidak dapat melakukan pembiayaan untuk impor. Dengan demikian, secara signifikan lebih tinggi cadangan devisa, maka negara tersebut akan memiliki lebih kapasitas untuk mengimpor atau suatu negara akan mengimpor lebih banyak. Dengan di mulainya industrialisasi di Indonesia maka dengan sendirinya di butuhkan devisa.
26