BAB II LANDASAN TEORI
A. Tinjauan Pustaka 1. Karbonmonoksida a. Definisi Karbonmonoksida Karbonmonoksida (CO) adalah suatu gas yang tak berwarna, tidak berbau dan tidak berasa yang merupakan hasil pembakaran tidak sempurna antara bahan bakar fosil dengan oksigen. Komponen ini mempunyai berat sebesar 96.5% dari berat air dan tidak larut di dalam air (Fardiaz,2006). Menurut Sastraiwijaya (2000) Gas ini tidak berwarna atau berbau, tetapi amat berbahaya. b. Pembentukan Karbonomonoksida Gas CO sebagian besar berasal dari pembakaran bahan bakar fosil dengan udara, berupa gas buangan. (Wardhana, 2004). Sumber CO terutama berasal dari kendaraan bermotor, terutama yang menggunakan bahan bakar bensin. (Fardiaz, 2006). Menurut Wardhana (2004), terbentuknya gas CO adalah melalui salah satu proses berikut : 1) Pembakaran bahan bakar fosil dengan udara yang reaksinya tidak stokhiometris adalah pada ER>1 2) Pada suhu tinggi terjadi reaksi antara karbondioksida dengan karcon C yang menghasilkan gas CO 3) Pada suhu tinggi, CO2 dapat terurai kembali menjadi CO dan oksigen. 6
7
Menurut Sunu (2001), secara umum terbentuknya gas CO adalah : 1) Pembakaran bahan bakar fosil dengan udara 2) Pada suhu tinggi terjadi reaksi antara CO2 dengan C yang menghasilkan gas CO 3) Pada suhu tinggi, CO2 dapat terurai kembali menjadi CO dan O Oksidasi tidak lengkap terhadap karbon atau komponen yang mengandung karbon terjadi jika jumlah oksigen yang tersedia kurang dari jumlah yang dibutuhkan untuk pembakaran sempurna di mana dihasilkan karbondioksida. Pembentukan karbonmonoksida hanya terjadi jika reaktan yang terdiri dari karbon dan oksigen murni. Jika yang terjadi adalah pembakaran komponen yang mengandung karbon di udara, prosesnya lebih kompleks dan terdiri dari beberapa tahap reaksi. Beberapa rekasi tersebut telah dipelajari dan diketahui (Fardiaz, 2006). Secara sederhana pembakaran karbon dalam minyak bakar terjadi melalui beberapa tahap sebagai berikut : 2C
+
O2
2CO
2CO
+
O2
2CO2
Reaksi pertama berlangsung sepuluh kali lebih cepat daripada reaksi kedua, oleh karena itu CO merupakan intermediet pada reaksi pembakaran tersebut dan dapat merupakan produk akhir jika jumlah O2 tidak cukup untuk melangsungkan reaksi kedua. Pada reaksi pembakaran yang menghasilkan panas dengan suhu tinggi akan memantu terjadinya penguraian (disosiasi) gas CO2 menjadi
8
CO. Suhu tinggi merupakan pemicu terjadinya gas CO yang mengikuti reaksi sebagai berikut : CO2
CO
+
O
c. Sumber Pencemaran gas CO Sumber pencemaran gas CO terutama berasal dari pemakaian bahan bakar fosil (minyak atau batubara) pada mesin-mesin penggerak trasnportasi. CO juga dapat merupakan produk akhir meskipun jumlah oksigen di dalam campuran pembakaran cukup, tetapi antara minyak bakar dan udara tidak tercampur rata. Pencampuran yang tidak rata antara minyak bakar dengan udara menghasilkan beberapa tempat atau area yang kekurangan oksigen. Semakin rendah perbandingan antara udara dengan minyak bakar, semakin tinggi pula jumlah karbonmonoksida yang dihasilkan. (Fardiaz, 2006) Kota besar yang padat lalu lintasnya akan banyak menghasilkan gas CO sehingga kadar CO dalam udara relatif tinggi dibandingkan dengan udara di pedesaan. Selain itu, gas CO dapat pula terbentuk dari proses industri. Secara alamiah, gas CO juga dapat terbentuk dari hasil kegiatan gunung berapi, proses biologi dan lain sebagainya, walaupun jumlahnya relatif cukup sedikit.
9
Tabel 2.1. Sumber Pencemaran gas CO Sumber Pencemaran Transportasi - mobil bensin - mobil diesel - pesawat terbang - kereta api - kapal laut - sepeda motor, dll Pembakaran stasioner - batubara - minyak - gas alam - kayu Proses industry Pembuangan limbah padat Lain-lain sumber - kebakaran hutan - pemakaran batu bara sisa - pembakaran limbah pertanian - pembakaran lain-lainnya
% bagian
% total 63.8
59.0 0.2 2.4 0.1 0.3 1.8 1.9 0.8 0.1 0.0 1.0 9.6 7.8 16.9 7.2 1.2 8.3 0.2 100.0
100.0
Sumber : Wardhana,2004 d. Karbonmonoksida di Lingkungan Kecepatan reaksi yang mengubah CO menjadi CO2 (2CO+O2 2CO2)
yang
terjadi
pada
atmosfer
bawah
hanya
dapat
menghilangkan sekitar 0.1% dari CO yang ada per jam dengan adanya matahari. Tingkat kandungan CO di atmosfer berkorelasi positif dengan padatnya lalu lintas. Dengan proses alami di atmosfer, karbonmonoksida akan teroksidasi menjadi karbondioksida (Wikipedia, 2009). CO di atmosfer
diperkirakan
mempunyai
umur
rata-rata
3.5
bulan.
Karbonmonoksida di atmosfer dihilangkan melalui reaksi dengan hidroksil (HO). Konsentrasi CO di atmosfer dipengaruhi oleh pelepasan CO dari mesin ke udara, kecepatan angina, dan stabilitas atmosfer.
10
e. Pengukuran CO Lingkungan Pengukuran CO dilakukan selama 1 jam agar bisa mendeskripsikan apakah konsentrasi CO selama pengukuran telah melebihi batas standar baku mutu yang berlaku atau tidak antara lain : 1) PP RI No.41/1999 tentang baku mutu udara ambien nasional, batasan konsentrasi CO adalah 30.000 µg/m3 ekivalen dengan 26,19 ppm. 2) SNI 19-0232-2005 tentang standar nilai ambang kimia di udara kerja, dengan batasan karbonmonoksida sebesar 29 mg/m3 ekivalen dengan 25,32 ppm. 3) EPA (Environmental Protection Agency) tentang standar kualitas udara ambien nasional rata-rata 1 jam, batasan karbonmonoksida adalah 35 ppm. 2. Hemoglobin a. Definisi Hemoglobin Hemoglobin merupakan suatu protein yang mempunyai berat molekul 64.450, berbentuk bulat yang terdiri dari 4 subunit. Setiap subunit mengandung satu bagian heme yang berkonjugasi dengan suatu polipeptida. (Ganong, 2003). b. Struktur Hemoglobin Heme yang terkandung dalam hemoglobin merupakan empat atom besi dalam bentuk
dikelilingi oleh cincin protoporfirin IX.
Globin terdiri dari asam amino yang dihubungkan bersama untuk membentuk rantai polipeptida. Hemoglobin dewasa terdiri atas rantai
11
alfa dan rantai beta. Rantai alfa memiliki 141 asam amino, sedangkan rantai beta memiliki 146 . Heme dan globin dari molekul hemoglobin dihubungkan oleh ikatan kimia (Kiswari, 2014). Tiap hemoglobin dapat mengikat empat molekul, satu molekul untuk tiap subunit/hemenya. Pada proses pengikatan oksigen ini terjadi fenomena yang disebut cooperative binding, yaitu molekul oksigen dalam satu struktur tetramer hemoglobin akan mudah berikatan bila sudah ada molekul oksigen yang telah berikatan. Fenomena ini memungkinkan pengikatan oksigen dari paru-paru dan pelepasan oksigen yang maksimal ke jaringan. (Murray, 2003). c. Fungsi Hemoglobin dalam Tubuh Fungsi primer hemoglobin dalam tubuh tergantung pada kemampuannya untuk berikatan dengan oksigen dalam paru-paru dan kemudian mudah melepaskan oksigen ini ke kapiler jaringan tempat tekanan gas oksigen jauh lebih rendah daripada paru-paru (Guyton, 1995). Menurut Depkes RI salah satu fungsi dari hemoglobin adalah mengambil oksigen dari paru-paru kemudian dibawa ke seluruh jaringan-jaringan tubuh untuk dipakai sebagai bahan bakar. 3. Karboksihemoglobin (COHb) a. Definisi Ikatan CO dengan Hb disebut Karboksihemoglobin. Karena Hb cenderung melekat ke CO, maka CO dalam jumlah kecil pun mampu berikatan dengan Hb, jika dalam presentase besar,
12
menyebabkan Hb tidak tersedia untuk mengangkut O2. Konsentrasi gas CO akan di udara secara langsung akan mempengaruhi konsentrasi COHb. Untungnya CO bukan konstituen normal udara inspirasi. Tekanan karbonmonoksida hanya 0.4 mmHg dalam alveoli, 1/250 dari oksigen alveolus. (Guyton and Hall, 2012). b. Pembentukan COHb Karbonmonoksida (CO) apabila terhisap ke dalam paru-paru, akan ikut peredaran darah dan menghalangi masuknya oksigen yang dibutukan oleh tubuh (Wardhana, 2004). Hb cenderung melekat ke CO, maka CO dalam jumlah kecil pun mampu berikatan dengan Hb, jika dalam presentase besar, menyebabkan Hb tidak tersedia untuk mengangkut O2 (Ganong, 2003). Secara normal sebenarnya darah mengandung COHb dalam jumlah sekitar 0.5%. Jumlah ini berasal dari CO yang diproduksi oleh tubuh selama metabolism pencernaan heme, yaitu komponen dari hemoglobin. Sisanya berasal dari CO yang terdapat di udara dalam konsentrasi rendah. Adanya afinitas CO yang besar pada hemoglobin, menyebabkan terjadinya pembentukan COHb yang progresif. Jumlah COHb yang terbentuk bergantung pada lama pemajanan terhadap CO maupun konsentrasi CO dalam udara inspirasi. Sejumlah kecil karbonmonoksida dibentuk di dalam tubuh. (Ganong, 2003). Persen equilibrium COHb dalam darah manusia yang mengalami kontak dengan CO pada konsentrasi kurang dari 100 ppm
13
dapat ditentukan. Waktu yang dibutuhkan oleh COHb darah untuk mencapai ekuilibrium dengan konsentrasi CO di udara merupakan fungsi dari aktivitas fisik seseorang yang yang mengalami kontak dengan CO (Fardiaz, 2006). c. Pengaruh konsentarsi COHb pada manusia Pengaruh CO terhadap tubuh manusia ternyata tidak sama untuk manusia yang satu dengan yang lainnya. Daya tahan tubuh manusia ikut menentukan toleransi tubuh terhadap pengaruh adanya karbonmonoksida dalam tubuh. Faktor yang menentukan pengaruh CO terhadap tubuh manusia adalah COHb yang terdapat dalam darah manusia. Semakin tinggi Hb yang terikat dalam bentuk COHb, maka akan semakin berpengaruh pada kesehatan manusia. Konsentrasi COHb di dalam darah dipengaruhi secara langsung oleh konsentrasi CO dari udara yang terhisap. Pada konsentasri CO tertentu di udara, konsentrasi COHb di dalam darah akan mencapai konsentrasi ekuilibrium setelah beberapa waktu terpapar CO dari udara. (Wardhana, 2004). Konsentrasi ekuilibrium COHb tersebut akan bertahan di dalam darah selama konsentrasi CO di udara sekeliling tidak berubah. Akan tetapi, konsentrasi COHb akan beubah secara perlahan sesuai dengan perubahan konsentrasi CO di udara untuk mencapai equilibrium tertentu.
14
Tabel 2.2 Pengaruh konsentrasi COHb terhadap kesehatan Konsentrasi Pengaruhnya terhadap kesehatan COHb dalam darah (%) < 1.0 Tidak ada pengaruh 1.0 – 2.0 Penampilan agak tidak normal 2.0 – 5.0 Pengaruh terhadap sistem syaraf sentral, reaksi panca indra tidak normal, benda terlihat agak kabur ≥ 5.0 Perubahan fungsi jantung dan pulmonary 10.0 – 80.0 Kepala pening, mual, berkunang-kunang, pingsan, kesukaran bernafas. Kematian Sumber : Fardiaz, 2006 Kadar COHb yang dianjurkan oleh ACGIH sebesar 3.5 %. Masuknya
oksigen
karboksihemoglobin
ke
dalam
menjadi
tubuh
akan
oksihemoglobin
mengubah
berdasar
reaksi
keseimbangan berikut : COHb + O2
O2Hb + CO
Reaksi daiatas adalah reaksi keseimbangan, tapi apabila udara yang masuk ke dalam tubuh cukup banyak, maka pada akhirnya
reaksi
akan
bergeser
ke
kanan
sampai
semua
karboksihemoglobin habis menjadi oksihemoglobin yang memang diperlukan tubuh manusia. d. Pengukuran COHb Menurut Ahirawati (2009) Pemeriksaan COHb dilakukan dengan cara memasukkan 2 ml bufer asetat ke masing-masing tabung selanjutnya dimasukkan sebanyak 500 micron darah ke dalam masingmasing tabung dengan pipet kemudian diinkubasi selama tepat 5
15
menit pada suhu 55oC kemudian diambil tabung uji dari water bath dan segera dicampur dalam gelas kimia. Larutan dingin tersebut kemudian disaring ke tabung lain, dengan kertas saring yang dibasahi dengan bufer asetat. Penyaringan harus jernih kemudian larutan dibaca pada fotometer dengan panjang gelombang 542 nm F 5.66. Menurut Seprianto dan Sainab (2009) untuk pengukuran COHb hampir sama dengan apa yang dilakukan Ahirawati yaitu dengan menggunakan spektofotometer yang menggunakan panjang gelombang 420 nm dan ditambah dengan larutan PdCl2 dan H2O. e. Faktor yang mempengaruhi COHb dalam tubuh 1) CO Lingkungan Didaerah perkotaan yang lalulintasnya padat, konsentrasi gas CO dapat mencapai 10 – 15 ppm (Sunu, 2001). Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 41 Tahun 1999 tentang Baku Mutu Udara Ambien Nasional, untuk parameter CO dengan waktu pengukuran selama 1 jam memiliki baku mutu sebesar 30.000 μg/Nm3 atau setara dengan 3.5 ppm. Pada daerah perkotaan, udara lebih mudah tercemar karena siklus alamiah yang kurang lancar. Pencemaran udara di perkotaan juga lebih banyak terdapat asap kendaraan bermotor dan industri-industri yang ada di sekitarnya. Di kota hampir dikatakan sulit ditemukan tanah lapang. Tanaman pelindung yang ada di perkarangan di perkotaan hanya sebesar 3.34
16
pohon per rumah, sehingga aliran udara di perkotaan akan terpengaruh (Amsyari, 1986). Kecepatan dispersi dipengaruhi langsung oleh faktorfaktor meteorologi seperti kecepatan dan arah angin, turbulensi udara, dan stabilitas atmosfer. Di kota besar, meski turbulensi ditimbulkan karena adanya kendaraan yang bergerak dan aliran udara di atas dan di sekeliling bangunan, tetapi karena kerterbatasan ruangan, maka gerakan udara sangat terbatas sehingga konsentrasi CO di udara dapat meningkat. (Fardiaz, 2006) 2) Lama Paparan The Occupational Safety and Health Administration (OSHA) menganjurkan batas keterpaparan maksimum yang dapat diterima adalah 35 ppm selama 8 jam. Delapan jam menurut UU No. 13 Tahun 2003 merupakan waktu kerja yang disarankan untuk tenaga kerja. Lamanya paparan adalah lamanya seseorang berada dalam lingkungan kerja dalam sehari dengan satuan jam/hari (Khumaidah, 2009) 3) Usia Menurut Prof. Dr. Ny. Sumiati Ahmad Mohammad, usia 40-65 tahun adalah masa setengan umur (Prasenium). Pada usia ini akan mengalami perubahan kemampuan fisik dalam tubuh manusia. Dalam sistem respirasi, paru-paru akan kehilangan elastisitasnya, kapasitas residu juga akan meningkat dan menarik
17
nafas akan lebih berat. Menurut Wardhana (2004), anak-anak akan mudah keracunan gas CO. 4) Merokok Polusi udara oleh CO juga terjadi selama merokok. Asap rokok mengandung CO dengan konsentrasi lebih dari 20000 ppm. Selama dihisap, konsentrasi tersebut terencerkan menjadi 400-500 ppm (Wardhana, 2004). Seorang perokok akan mempunyai kadar COHb lebih tinggi dari orang normal sekitar 2 – 15 % (Bustan, 2007). Konsentrasi CO yang paling tinggi di dalam asap rokok yang terisap dan menyebabkan kadar COHb di dalam darah meningkat. Selain berbahaya terhadap orang yang merokok, adanya asam rokok yang mengandung CO juga berbahaya bagi orang yang berada sekitarnya karena asapnya dapat terhisap (Fardiaz,2006) Tabel 2.3 Konsentrasi COHb di dalam darah perokok Kategori perokok Tidak pernah merokok Bebas perokok Perokok dengan pipa Perokok ringan (< ½ pak/hari) Perokok sedang (½ – 2 pak/ hari) Perokok berat (> 2 pak/hari) Sumber : Fardiaz, 2006
Median ekuilibrium COHb dalam darah (%) 1.3 1.4 1.7 2.3 – 3.8 5.9 6.9
Selain rokok, toleransi karbonmonoksida dalam tubuh manusia juga bergantung pada tubuh individu itu sendiri. Para olahragawan pada umumnya mempunyai toleransi yang tinggi
18
terhadap racun gas CO. Orang yang menderita kekurangan darah (anemia) dan anak-anak akan mudah keracunan gas CO (Wardhana, 2004). 4. Hubungan Lama Paparan dengan Kadar COHb dalam Darah Jumlah COHb yang terbentuk bergantung pada lama pemajanan terhadap CO. Gas CO apabila masuk ke dalam paru akan menghalangi masuknya oksigen ke dalam Hb karena Hb cenderung melekat ke CO. Ikatan antara CO dengan Hb disebut dengan COHb. Jumlah COHb yang terbentuk bergantung pada lama paparan terhadap CO (Ganong, 2003). Gas CO sebanyak 30 ppm apabila dihisap oleh manusia selama 8 jam akan menimbulkan pusing dan mual (Wardhana, 2004). Pengaruh CO pada manusia menurut National Institute for Occupational Safety and Health (NIOSH) 1993 adalah 1807 ppm selama 4 jam. Semakin lama paparan CO yang diterima oleh seseorang, akan mempengaruhi kadar COHb dalam darahnya. 5. Hubungan Kadar CO Lingkungan dan Kadar COHb dalam Darah Konsentrasi COHb di dalam darah dipengaruhi secara langsung oleh konsentrasi CO dari udara yang terhisap. Pada konsentasri CO tertentu di udara, konsentrasi COHb di dalam darah akan mencapai konsentrasi ekuilibrium setelah beberapa waktu terpapar CO dari udara. Angin juga dapat mengurangi konsentrasi gas CO pada suatu tempat karena CO dibawa dan dipindahkan ke tempat yang lain. (Wardhana, 2004)
19
Tabel 2.4 Data ekuilibrium antara COHb di dalam darah dengan CO di udara Konsentrasi CO di udara Konsentrasi ekuilibrium COHb (ppm) dalam darah (%) 10 2.1 20 3.7 30 5.3 50 8.5 70 11.7 Sumber : Fardiaz, 2006 6. Hubungan Lama Paparan dan Kadar CO Lingkungan dan Kadar COHb dalam Darah Karbonmonoksida yang mempunyai umur rata-rata 3.5 bulan akan beredar diudara. Faktor yang mempengaruhi kecepatan dispersi CO di atmosfer adalah kecepatan dan arah angin, stabilitas atmosfer, turbulensi udara. Semakin stabil faktor yang mempengaruhi dispersi CO di udara, maka kadar CO di udara juga akan semakin stabil atau meningkat karena CO yang secara terus menerus dihasilkan dari pembakaran mesin. Petugas Dishub yang bekerja di lingkungan dengan kadar CO yang stabil atau meningkat tersebut, maka akan menghirup udara yang mengandung CO yang kemudian CO tersebut akan berikatan dengan hemoglobin untuk membentuk COHb. Ikatan COHb yang terbentuk dalam darah dipengaruhi oleh CO lingkungan yang dihirup dan juga lama paparan CO tersebut terhadap petugas Dishub. Semakin tinggi kadar CO lingkungan dan semakin lama paparan CO yang diterima oleh petugas, maka akan semakin tinggi pula kadar COHb dalam darah petugas tersebut.
20
B.
Kerangka Pemikiran
Sumber CO
CO diubah menjadi CO2
CO Lingkungan
Masuk ke paru-paru
Lama Paparan dengan CO
CO berdifusi kedalam Hb di dalam sel darah merah
Beredar ke jaringan di dalam tubuh dalam bentuk COHb Merokok Usia Gizi Kebiasaan Olahraga Penggunaan Masker
Kadar COHb dalam darah
Gambar 2.1 Kerangka Pemikiran C.
Hipotesis Adanya hubungan lama paparan dan kadar CO lingkungan dengan kadar COHb dalam darah petugas Dishub yang bekerja di terminal Tirtonadi.