BAB II LANDASAN TEORI A. Pemasaran 1. Pengertian Pemasaran Pemasaran adalah salah satu dari ilmu ekonomi dimana seiring dengan perubahan waktu ilmu pemasaran terus mengalami perkembangan. Pemasaran lebih berurusan dengan pelanggan dibandingkan fungsi bisnis lainnya, yang tidak hanya mencakup kebutuhan dan keinginan saja tetapi juga mencakup pengharapan dan hal ini berkaitan dengan semakin banyaknya informasi yang diterima oleh konsumen sehingga menimbulkan tuntutan yang lebih tinggi akan pemenuhan kebutuhan, keinginan dan harapan itu. Kegiatan pemasaran merupakan awal dari kegiatan suatu perusahaan dalam mempertahankan kelangsungan hidup perusahaan untuk berkembang dan mendapat laba. Pemasaran adalah faktor yang paling penting pada perusahaan untuk mempertahankan kegiatan usahanya secara berkesinambungan. Pemasaran berkaitan dengan kegiatan mengidentifikasi dan menemukan apa yang dibutuhkan (needs) dari manusia dan lingkungan sosial.1 Dalam menjalankan usahanya, setiap perusahaan akan memasuki sebuah pasar yang ditujunya dan memasarkan produk atau jasa pada konsumen tersebut untuk mendapatkan keuntungan yang maksimal. Pemasaran (marketing) adalah mengidentifikasi dan memenuhi kebutuhan manusia dan sosial. Salah satu definisi 1
Philip Kotler dan Kevin Lane Keller, Manajemen Pemasaran, edisi 13, Jakarta: PT Indeks Kelompok Gramedia, 2009, hlm. 5
14
yang baik dari pemasaran adalah memenuhi kebutuhan dengan cara yang menguntungkan. American Marketing Assosiation (AMA) mendefinisikan pemasaran adalah suatu
fungsi
organisasi
dan
serangkaian
proses
untuk
menciptakan,
mengkomunikasikan dan memberikan nilai kepada pelanggan dan untuk mengelola hubungan pelanggan dengan cara yang menguntungkan organisasi dan pemangku kepentingan.
2
sedangkan menurut William J. Stanton, pemasaran
adalah suatu sistem keseluruhan dari kegiatan-kegiatan bisnis yang ditunjukkan untuk merencanakan, menentukan harga, mempromosikan, mendistribusikan barang dan jasa yang memuaskan kebutuhan baik kepada pembeli yang ada maupun pembeli potensial.3 Inti dari pemasaran (Marketing) adalah mengidentifikasi dan memenuhi kebutuhan manusia dan sosial. Begitu juga yang diajarkan dalam amnajemen syari’ah bahwa sebagai pelaku ekonomi kita mesti cerdas dan lebih bisa membedakan mana yang berlaku sebagai kebutuhan dan mana yang sebagai keinginan. Dari definisi pemasaran diatas dapat disimpulkan bahwa pemasaran mencakup segala proses untuk memperoleh apa yang diinginkan individu dan organisasi melalui pertukaran dan penciptaan barang dan jasa yang dapat memuaskan kebutuhan dan keinginan individu dan organisasI.
2
Ibid, hlm. 5 Husein Umar, Riset Pemasaran & Prilaku Konsumen, PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta: 2005, hlm. 31 3
15
Konsep pemasaran (marketing concept) menyampaikan bahwa pencapaian tujuan organisasi tergantung pada pengetahuan akan kebutuhan dan keinginan target pasar dan memberikan kepuasan yang diinginkan dengan lebih baik daripada pesaing.4 Di mana tugas seorang marketer harus peka terhadap kebutuhan, keinginan, dan permintaan dari masyarakat. Sehingga produsen dapat memberikan yang sesuai dengan yang dibutuhkan masyarakat, yang tentunya akan meningkatkan penjualan dan secara otomatis tujuan akan segera dapat tercapai. Ada beberapa konsep yang perlu diperhatikan, yaitu:5 a. Kebutuhan adalah suatu keadaan ketika dirasakannya ketidakpuasan dasar tertentu yang sifatnya ada dan terletak dalam tubuh dan kondisi manusia. b. Keinginan adalah kehendak yang kuat akan pemuas spesifik terhadap kebutuhan-kebutuhan yang lebih mendalam tadi. c. Permintaan adalah keinginan terhadap produk-produk tertentu yang didukung oleh suatu kemampuan dan kemauan untuk membelinya. Keinginan akan menjadi permintaan jika didukung oleh kekuatan membeli. d. Produk adalah sesuatu yang dapat ditawarkan kepada seseorang untuk memuaskan suatu kebutuhan dan keinginan. Produk dapat berupa barang, jasa, maupun ide-ide. Istilah lain yang sering digunakan untuk produk adalah penawaran atau solusi. e. Nilai adalah estimasi konsumen terhadap kapasitas produk secara keseluruhan untuk memuaskan kebutuhannya. 4
Philip Kotler & Garry Amstrong, Prinsip-prinsip Pemasaran, Edisi 12 jilid 1, Jakarta: Erlangga, 2006 hlm. 12 5 Pandji Anorag, Manajemen Bisnis, PT Rhineka Cipta, Jakarta, 2004, hlm.216
16
Selain konsep-konsep diatas, perlu pula untuk diketahui perbedaan antara pelanggan dengan konsumen. Konsumen adalah pemakai akhir, sedangkan pelanggan sering diartikan sama dengan pembeli yang bertindak agen bagi konsumen akhir. Oleh karena itu, pemasaran sebaiknya tidak hanya mengerti apa yang diinginkan oleh pelanggan saja, tetapi juga keinginan/kebutuhan konsumen akhir. 2. Pemasaran Dalam Islam Menurut M. Syakir Sula mendefinisiskan pemasaran syari’ah sebagai sebuah disiplin bisnis strategis yang mengarahkan proses penciptaan, penawaran, dan perubahan values dari satu inisiator kepada stakeholders-nya, yang dalam keseluruhan prosesnya sesuai dengan akad dan prinsip-prinsip muamalah dalam islam.6 Dalam fiqh mu’amalah kegiatan pemasaran juga merupakan kegiatan perdagangan jual beli. Menurut istilah (terminologi) yang dimaksud jual beli adalah sebagai berikut:7 a. Menukarkan barang dengan barang atau barang dengan uang dengan jalan melepaskan hak milik dari yang satu kepada yang lain atas dasar saling merelakan. b. Pemilikan harta dengan jalan tukar menukar yang sesuai dengan aturan syara’.
6
Muhammad Firdaus, dkk, Sistem Operasional Pemasaran Syari’ah, Cetakan II, Renaisan, Jakarta, 2007, hlm. 14 7 Hendi Suhendi, Fiqh Muamalah, Jakarta: Rajawali Pers , 2014, hlm. 67
17
c. Saling tukar harta, saling menerima, dapat dikelola (tashuruf) dengan ijab dan qabul, dengan cara yang sesuia dengan syari’at. d. Tukar menukar dengan harta benda lain dengan cara yang diperbolehkan. e. Penukaran benda dengan benda lain dengan jalan saling merelakan atau memindahkan hak milik dengan ada penggantinya dengan cara yang dibolehkan. f. Akad yang tegak atas dasar penukaran harta dengan harta, maka jadilah hak milik secara tetap. Pemasaran merupakan ruh dari institusi bisnis. Semua orang yang bekerja dalam institusi tersebut adalah marketer yang membawa integrasi, identiras dan image perusahaan. Sebuah institusi yang menjalankan pemasaran syari’ah adalah perusahaan yang tidak berhubungan dengan bisnis yang mengandung unsur-unsur yang dilarang menurut syari’ah, yaitu bisnis judi, riba dan bisnis produk-produk haram. Namun, walaupun bisnis perusahaan tersebut tidak berhubungan dengan bisnis yang diharamkan, terkadang taktik yang digunakan dalam memasarkan produk-produk mereka masih menggunakan cara-cara yang diharamkan dan tidak etis. Misalnya memberikan harga yang lebih tinggi dari harga pasar.8 Jadi definisi pemasaran syari’ah adalah semua keinginan manusia yang diarahkan untuk memuaskan kebutuhan dan keinginan melalui proses pertukaran. Proses pertukaran melibatkan kerja, penjual harus mencari pembeli, menemukan dan memenuhi kebutuhan mereka, merancang produksi yang tepat, menyimpan
8
Hussein Umar, Op. Cit, hlm. 9
18
dan mengangkutnya, mempromosikan produk tersebut, menegosiasikan dan sebagainya sesuai dengan prinsip-prinsip dan nilai-nilai Islam.
3. Etika Pemasaran Dalam Ekonomi Islam a. Pengertian etika pemasaran Islami Dalam Islam istilah yang paling dekat dan berhubungan dengan etika dalam Al-Qur’an adalah khuluq. Dalam khazanah pemikiran Islam, etika dipahami sebagai akhlak atau dab yang bertujuan untuk mendidik moralitas manusia. Etika terdapat dalam materi-materi kandungan ayat-ayat Al-Qur’an yang sangat luas, dan dikembangkan dalam pengaruh filsafat yunani hingga sufi. Ahmad Amin memberi batasan, bahwa etika atau akhlak adalah ilmu yang menjelaskan makna baik dan buruk, menerangkan apa yang seharusnya dilakukan manusia kepada orang lain, menyatakan tujuan yang harus dituju oleh manusia.9 Sedangkan etika pemasaran Islam adalah prinsip-prinsip syari’ah marketer yang menjalankan fungsi-fungsi pemasaran secara Islam, yaitu memiliki kepribadian spiritual (takwa), jujur (transparan), berlaku adil dalam bisnis (Aladl), bersikap melayani, menepati janji, dan jujur. b. Prinsip Pemasaran Etika Islami Ada sembilan etika pemasaran yang menjadi prinsip-prinsip Syari’ah Marketing dalam menjalankan fungsi pemasaran, yaitu:10 1) Memiliki kepribadian spiritual (Taqwa)
9
Faisal Badroen, Etika Bisnis dalam Islam, jakarta:kencana, 2004, hlm. 4 Hermawan Kartajaya, Muhammad Syakir Sula, Syari’ah Marketing, Bandung:nPT Mizan Pustaka, 2006, hlm. 26 10
19
Seorang pedagang dalam menjalankan bisnisnya harus dilandasi sikap takwa dengan selalu mengingat Allah, bahkan dalam suasana mereka sedang sibuk dalam aktifitas mereka dalam melayani pembelinya, ia hendaknya sadar , kesadaran akan Allah hendaknya menjadi sebuah kekuatan pemicu dalam segala tindakan. 2) Berlaku baik dan simpatik (shiddiq) Berprilaku baik, sopan dan santun salam pergaulan adalah fondasi dasar dan inti dari kebaikan tingkah laku. Sifat ini sangat dihargai dengan nilai yang sangat tinggi dan mencakup semua sisi manusia. Alquran juga mengharuskan pengikutnya untuk berlaku sopan setiap hal, bahkan dalam melakukan transaksi bisnis dengan orang-orang yang bodoh tetap harus bicara dengan ucapan dan ungkapan yang baik. 3) Berlaku adil dalam bisnis (Al-Adl) Islam mendukung prinsip keadilan, secara umum Islam mendukung semua prinsip dalam pendekatan keadilan terhadap etika, namun dalam proporsi yang seimbang. Islam tidak mendukung prinsip keadilan buta. Kebutuhan sematamata tidak memerlukan keadilan. Karena seorang muslim yang tengah berusaha untuk keluar dari situasi yang menindas lebih membutuhkan bantuan dibanding dengan orang yang sekedar menuntut hak sebagai kekayaan dari orang-orang kaya. 4) Bersikap melayani dan rendah hati (Khidmah) Sikap melayani merupakan siakp utama seorang pemasar. Tanpa sikap melayani, yang melekat pada kepribadiannya. Melekat dalam sikap ini dalah
20
siakp sopan, santun, dan rendah hati. Orang yang beriman diperintahkan untuk bermurah hati, sopan, dan bersahabat saat berelasi dengan mitra bisnisnya. Suatu bisnis akan senantiasa berkembang dan sukses manakala ditunjang dengan adanya pelayanan terbaik. Misalnya dengan keramaha, senyuman kepada para konsumen akan semakin baik bisnisnya. 5) Menepati janji dan tidak curang Sikap pebisnis yang selalu menepati janji baik kepada para pembeli maupun diantara sesama pedagang lainnya, janjin yang dimaksudkan dalam hal ini adalah janji dimana seorang pedagang lainnya. Janji yang dimaksudkan dalam hal ini dalaah janji dimana seorang pedagang terhadap pembelinya dalam melakukan transaksi ketika menjanjikan barang yang dijual itu banyak yang baik. 6) Jujur dan Terpercaya (Al- Amanah) Kejujuran merupakan sikap yang dianggap mudah untuk dilaksanakan bagi orang awam manakala tidak dihadapkan pada ujian berat atau dihadapkan pada ujian berat atau godaan duniawi. Dengan sikap kejujuran seorang pedagang akan dipercaya oleh pembelinya akan tetapi bila pedagang tidak jujur maka pembeli tidak akan membeli barang dagangannya. 7) Tidak berburuk sangka (Su’udz zan) Saling menghormati satu sama lain adalah ajaran Nabi Muhammad SAW yang harus diimplementasikan dalam perilaku bisnis modern. Tidak boleh satu pengusaha lain hanya untuk persaingan bisnis. Amat naif jika perbuatan seperti itu terjadi dalam praktek bisnis yang dilakukan oleh seorang muslim.
21
8) Tidak suka menjelek-jelekkan (Ghibah) Ghibah adalah keinginan untuk menghancurkan orang, menodai harga diri, kemuliaan dan kehormatan orang lain, sedangkan mereka itu tidak ada dihadapannya. Biasanya seorang pemasar senang apabila telah mengetahui kelemahan, kejelekan, dan kekurangan lawan bisnisnya. Dan biasanya kelemahan dan kejelekan ini senjata untuk memenangkan pertarungan dipasar dengan jalan menjelek-jelekkan atau memfitnah lawan bisnisnya. 9) Tidak melakukan suap/sogok (Riswah) Dalam syari’ah, menyuap hukumnya haram dan emnyuap termasuk kedalam kategori memakan harta orang lain dengan cara bathil. Islam tidak saja mengharamkan penyuapan melainkan juga mengancam kedua belah pihak yang terlibat dengan neraka di akhirat. Suap adalah dosa besar dan kejahatan kriminal di suatu negara. Oleh karena itu mendapat kekayaan dengan cara penyuapan jelas haram.
B. Brand Image 1. Pengertian Brand Image Brand image merupakan hasil dari pandangan atau penelitian konsumen terhadap suatu brand baik atau buruk. Hal ini berdasarkan pertimbangan atau menyeleksi dengan membandingkan perbedaan yang terdapat pada beberapa brand, sehingga brand yang penawarannya sesuai dengan kebutuhan akan terpilih. Image yang kuat dan positif akan menjadi salah satu hal yang penting. Tanpa image yang kuat dan positif, sangat lah sulit bagi perusahaan untuk
22
menarik pelanggan baru dan mempertahankan yang sudah ada. Dengan menciptakan brand image yang tepat dari suatu produk tentu akan sangat berguna bagi para konsumen, karena brand image akan mempengaruhi penilaian atas alternative brand yang dihadapinya. Dalam sebuah Brand Image terkandung beberapa hal yang yang menjelaskan tentang merek sebagai produk, merek sebagai organisasi, dan merek sebagai simbol. Brand Image bisa juga tercipta dari faktor-faktor lainnya. Brand image tercipta bisa dengan waktu yang sangat lama bisa juga dengan waktu yang sangat singkat. Hal ini tergantung dengan perusahaan itu sendiri bagaimana membangun Brand Image dan memeliharanya. Brand Image menurut Feddy Rangkuti adalah sekumpulan ingatan, kesan dan persepsi dari seseorang, suatu komunitas,atau masyarakat tentang suatu merek yang terbentuk dibenak konsumen.11 Sedangkan menurut Philip Kotler Brand Image merupakan sejumlah keyakinan tentang merek.12 2. Variabel Brand Image Menurut Biel dalam jurnal penelitian Setyaningsih dan Didit Darmawan variabel Brand Image adalah:13 a. Citra pembuat (corporate image), citra yang ada dalam perusahaan itu sendiri. Perusahaan sebagai organisasi berusaha membangun imagenya dengan tujuan 11
tak lain agar nama perusahaan ini bagus, sehingga akan
Freddy Rangkuti, The Power Of Brands, Jakarta: Pt Gramedia Pustaka Utama, hlm. 43 Philip Kotler, Manajemen Pemasaran, edisi 9, Jakarta: PT Prenhallindo, 2002, hlm. 63 13 Darmawan, Didit, Setyaningsih, Pengaruh Citra Merek terhadap Efektifitas Iklan, Jurnal Media Mahardika, 2004, vol 2 No. 3, hlm. 48-49 12
23
mempengaruhi segala hal mengenai apa yang akan dilakukan oleh perusahaan. b. Citra pemakai (user image), dapat dibentuk langsung dari pengalaman dan kontak dengan pengguna merek tersebut. Manfaat adalah nilai pribadi konsumen yang diletakkan terhadap atribut dari produk atau layanan tersebut. c. Citra produk (product image), citra konsumen terhadap produk yang dapat berdampak positif maupun negative yang berkaitan dengan kebutuhan, keinginan, dan harapan dari konsumen. Sedangkan menurut sutisna brand image memiliki tiga variabel pendukung, yaitu:14 a. Citra Pembuat (Corporate Image) merupakan sekumpulan asosiasi yang dipersepsikan konsumen terhadap perusahaan yang membuat suatu produk atau jasa. b. Citra Pemakai (User Image) merupakan sekumpulan asosiasi yang dipersepsikan konsumen terhadap pemakai yang menggunakan suatu barang dan jasa. c. Citra Produk (Product Image) merupakan sekumpulan asosiasi yang dipersepsikan konsumen terhadap suatu produk. Berbagai cara dilakukan perusahaan untuk mendongkrak penjualan produknya, salah satunya dengan membangun brand image yang positif. Dalam hal ini Son Haji Sony mampu mempertahankan merek (brand) dalam rangka 14
Sutisna dan pawitra, Perilaku Konsumen dan Komunikasi Pemasaran, Remaja Rosdakarya, Jakarta, 2001, hlm. 8
24
loyalitas pelanggan. Hal tersebut dilakukan dengan menaati ketentuan islam seperti tidak menjiplak, meniru, atau memalsukan merek. Selain itu Son Haji Sony mengimplikasikan dalam kegiatan bisnisnya seperti Shiddiq dan Fatonah sehingga Son Haji Sony mampu bersaing dengan baik atas merek-merek produk makanan bakso lainnya di wilayah Bandar Lampung karena Brand Image yang telah usaha ini miliki. 3. Manfaat Brand Image Pandangan konsumen terhadap suatu brand merupakan hal yang sangat penting dalam strategi pemasaran. Suatu image akan membantu perusahaan untuk mengetahui apakah strategi pemasaran yang dijalankan sudah tepat atau belum. Menurut sutisna, ada beberapa manfaat dari brand image yang positif yaitu:15 a. Konsumen dengan image yang positif terhadap suatu brand, lebih memungkinkan untuk melakukan pembelian. b. Perusahaan dapat mengembangkan lini produk dengan memanfaatkan image positif yang telah terbentuk terhadap brand produk lama. c. Kebijakan family branding dan leverage branding dapat dilakukan jika brand produk yang telah ada positif.
15
Ibid, hlm. 83
25
4. Brand dalam Perspektif Ekonomi Islam a. Arti merek Dalam pandangan marketing Syari’ah, brand adalah nama baik yang menjadi identitas seseorang atau perusahaan. Misalnya Nabi Muhammad SAW, meiliki reputasi sebagai seseorang yang terpercaya sehingga dijuluki al-amin. Membangun brand yang kuat adalah penting, tetapi dengan jalan yang tidak bertentangan dengan ketentuan prinsip-prinsip syari’ah marketing. Salah satu hal yang penting yang membedakan produk Islam dengan produk lainnya dalah karakter brand yang mempunyai value indikator bagi konsumen. Brand yang baik adalah brand yang mempunyai karakter yang kuat, dan bagi perusahaan atau produk yang menerapkan syari’ah marketing, suatu brand juga harus mencerminkan karakter-karakter yang tidak bertentangan dengan prinsipprinsip syari’ah atau niali-nilai spiritual. Sebenarnya pada masa Rasulullah SAW telah ada kajian mengenai brand equity, yaitu dicontohkan pada saat beliau sedang berdagang. Beliau selalu memperhatikan penampilan, dengan cara tidak membohongi pelanggan baik yang menyangkut kualitas maupun kuantitas.16 Dalam Q.S Asy Syu’araa’ 181-183:
16
http://lib.uin-malang.ac.id/thesis/fullchapter/06410072-yanti -mayangsari. diakses pada 10.32/16/05/2016
26
Artinya: Sempurnakanlah takaran dan janganlah kamu termasuk orangorang yang merugikan Dan timbanglah dengan timbangan yang lurus Dan janganlah kamu merugikan manusia pada hak-haknya dan janganlah kamu merajalela di muka bumi dengan membuat kerusakan.17 Kesimpulan dari ayat diatas adalah dalam pemasaran tidak saja dari kesesuaian harga (pengorbanan biaya yang dikeluarkan oleh konsumen) dengan fisik produk, tetapi jauh lebih dari itu adalah value produk (kualitas) sebagai bahan bagi konsumen dalam produk (kualitas) sebagai bahan bagi konsumen dalam memperbandingkan antara nilai produk dan harganya, sekiranya konsumen merasakan nilai produk lebih tinggi dibandingkan harganya mereka akan puas, sebaliknya jika nilai produk yang mereka rasakan lebih rendah, mereka kecewa. Artinya penjual telah berbuat merugikan konsumen.18 Jadi, pemasar harus memberikan yang terbaik untuk konsumen dengan jujur menjual sehingga kepercayaan diri konsumen semakin meningkat apabila menggunakan produk tersebut. b. Nilai-nilai Brand (merek) 1. Kejujuran Menurut Yusuf Al-Qhardawi mengatakan, diantara nilai transaksi yang terpenting dalam bisnis adalah amanah (kejujuran).19 Ia merupakan puncak moralitas puncak moralitas iman karakteristik yang paling menonjol dari orang yang beriman dan bahkan kejujuran merupakan karakteristik para Nabi. Oleh
17
Departemen Agama RI, AL-Qur’an dan terjemahannya, Bandung, CV Diponegoro,
hlm. 299 18
Henry Simamora, Manajemen Pemasaran Internasional, jilid 2, Jakarta: salemba empat, 2000, hlm. 543 19 Yusuf Qhardawi, Peran Nilai dan Moral dalam Perekonomian Islam, Jakarta: PT Prenhalindo Persada, 2001, hlm. 293
27
karena itu, sifat terpenting bagi pebisnis yang diridhoi Allah adalah kejujuran. Hal ini dilakukan dengan tidak menjiplak, meniru, atau memalsukan merek. Dan ini juga sesuai dengan firman Allah SWT (QS AL-Anfal:27)
Artinya: Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengkhianati Allah dan Rasul (Muhammad) dan (juga) janganlah kamu mengkhianati amanat-amanat yang dipercayakan kepadamu, sedang kamu Mengetahui20. 2. Keadilan Keadilan adalah misi utama ajaran Islam, karenanya ia akan menjadi salah satu nilai dasar dalam perekonomian. Dalam hal ini sebuah merek produk haruslah sesuai dengan apa yang diharapkan konsumen, tidak ada unsur penipuan dan manipulasi pada sebuah produk yang diproduksi. Sesuai dengan firman Allah QS. Al-An’am:152
Artinya: Dan janganlah kamu dekati harta anak yatim, kecuali dengan cara yang lebih bermanfaat, hingga sampai ia dewasa. dan sempurnakanlah takaran dan timbangan dengan adil. kami tidak memikulkan beban kepada sesorang melainkan sekedar kesanggupannya. dan apabila kamu berkata, Maka hendaklah
20
Departemen Agama RI, Op. Cit, hlm. 143
28
kamu berlaku adil, kendatipun ia adalah kerabat(mu), dan penuhilah janji Allah. yang demikian itu diperintahkan Allah kepadamu agar kamu ingat.21 Maksudnya mengatakan yang Sebenarnya meskipun merugikan kerabat sendiri dan penuhilah segala perintah-perintah-Nya. Dan juga sesuai dengan firman Allah SWT:
Artinya: Sesunggunya mereka yang beriman dan beramal saleh, tentulah kami tidak akan menyia-nyiakan pahala orang-orang yang mengerjakan amalan(nya) dengan yang baik. (QS. Al-Kahfi: 30)22
3. Amanah Islam mewajibkan pebisnis untuk mempunyai sikap amanah terhadap dirinya sendiri dan orang lain apalagi tidak boleh meremehklan hak orang yang memberikan amanah. Karena amanah merupakan tanggung jawab yang besar yang lebih berat dari seluruh yang ada di dunia ini. Sebagaimana firman Allah SWT dalam surat Al-Ahzab ayat 72:
Artinya: Sesungguhnya kami Telah mengemukakan amanat[1233] kepada langit, bumi dan gunung-gunung, Maka semuanya enggan untuk memikul amanat itu dan mereka khawatir akan mengkhianatinya, dan dipikullah amanat itu oleh manusia. Sesungguhnya manusia itu amat zalim dan amat bodoh,
21 22
Ibid, hlm. 118 Ibid, hlm. 237
29
Sudah jelas dari ayat tersebut bahwa amanah merupakan tanggung jawab yang besar terutama dalam berbisnis. Karena dengan sifat amanah apabila diterapkan dalam sunia bisnis maka para penjual dan pembeli tidak saling mencurugai. Sehingga bisnis dapat berjalan dengan lancar mengingat memulai bisnis biasanya atas dasar kepercayaan. Pada dasarnya pemberian nama atau merek sangatlah penting, hal ini disebutkan pula dalam QS. Al-Baqarah:31
Artinya: Dan dia mengajarkan kepada Adam nama-nama (benda-benda) seluruhnya, Kemudian mengemukakannya kepada para malaikat lalu berfirman: "Sebutkanlah kepada-Ku nama benda-benda itu jika kamu mamang benar orangorang yang benar"23 Ayat tersebut menunjukkan bahwa Allah SWT telah menyediakan namanama baik dalam Al-Qur’an dan nama-nama lainnya sebagai warisan Nabi Adam AS. Berdasarkan ayat tersebut dapat disimpulkan bahwa Allah selalu menghendaki kebaikan dan hal-hal yang enak dan menyenangkan bagi hambanya. Nama-nama Allah yang terdapat dalam Al-Qur’an merupakan rahmat dan petunjuk bagi orang-orang yang beriman. Hal ini tidak jauh berbeda dengan pemberian nama pada suatu produk. Dalam pemberian nama pada suatu produk, produsen harus memberikan nama-nama yang baik dan mengandung arti yang menunjukkan identitas, kualitas dan citra dari produk tersebut. Dengan nama yang
23
Ibid, hlm. 6
30
baik dan simple akan mudah diingat oleh konsumen, maka produk tersebut akan cepat direspon oleh konsumen. Ulama fiqh kontemporer memasukkan brand dalam beberapa kategori yaitu: pertama, merek sebagai harta kekayaan (al-Mal). Untuk saat ini, salah satu hal non materi tetapi bisa dikomersialkan dan dapat mendatangkan keuntungan luar biasa bagi sang pemilik adalah merek. Sebuah merek akan mendatangkan keuntungan bagi pemiliknya apabila terkenal akan kualitas barang/produknya sehingga banyak diminati oleh para konsumen. Bahkan kadang-kadang harga sebuah merek jauh lebih mahal dibandingkan harga perusahaannya. Kedua, merek bisa dijadikan sebagai hak milik (milikiyyah). Ia bisa dijadikan hak milik karena merupakan harta yang bermanfaat dan mendatangkan maaslahat bagi perusahaan pemilik maupun bagi konsumen. Apalagi sang pemilik telah mengucurkan tenaga, pikiran, waktu, dan dana yang tidak sedikit untuk membuat sebuah merek berikut produk dengan kualitas baik.24 C.
Word Of Mouth (WOM)
1. Pengertian WOM Menurut Word of mouth Marketing Association (WOMMA) pengertian dari WOM adalah usaha meneruskan informasi dari satu konsumen ke konsumen lain. Di dalam masyarakat WOM dikenal juga dengan istilah komunikasi dari mulut ke mulut. Komunikasi personal ini dipandang sebagai sumber yang lebih dapat dipercaya atau dapat diandalkan dibandingkan dengan informasi dari 24
Yusuf Qhardawi, Op. Cit, hlm. 218
31
nonpersonal. WOM tidak dapat dibuat-buat atau diciptakan, karena WOM dilakukan oleh konsumen dengan sukarela atau tanpa mendapatkan imbalan. Kotler dan Keller mengemukakan bahwa WOM atau komunikasi dari mulut ke mulut merupakan proses komunikasi yang berupa pemberian rekomendasi baik secara individu maupun kelompok terhadap suatu produk atau jasa yang bertujuan untuk memberikan informasi secara personal.25 Dalam majalah marketing edisi khusus 10 Karakter Unik Konsumen Indonesia salah satunya adalah suka berkumpul dan bersosialisasi secara informal. Sehingga strategi komunikasi WOM jauh lebih efektif dan lebih ampuh diterapkan di Indonesia dibanding dengan Amerika. Menurut riset yang dilakukan oleh Handi Irawan (pakar marketing), konsumen Indonesia yang puas akan bercerita kepada sekitar 5-15 orang lain. Sedangkan di Amerika, konsumen yang puas akan bercerita kepada 2-5 orang. Membangun komunitas pelanggan yang akan menjadi references group. Dalam kutipan majalah di atas, menurut Hendriani 78% konsumen Indonesia lebih mempercayai apa yang dikatakan temannya tentang harga dan produk yang ditawarkan satu toko ketimbang mempercayai promosi atau diskon harga
yang dilakukan toko-bahkan ketimbang melakukan
riset/membandingkan sendiri harga-harga di toko dengan membaca leaflet dan flyer, pernyataan ini didasarkan pada Nielsen Consumers Report 30 Januari 2008. Dari seluruh media promosi WOM merupakan aktivitas promosi yang tingkat pengendaliannya oleh pemasar sangat rendah tetapi memberikan dampak yang sangat luar biasa terhadap produk atau merek perusahaan. Perusahaan dapat 25
Philip Kotler & Kevin Lane Keller, Manajemen Pemasaran, edisi ke 12 jilid 1 & 2, Jakarta: PT indeks, 2007, hlm. 204
32
mendorong dan memfasilitasi percakapan dari mulut ke mulut tersebut dengan terlebih dahulu memastikan bahwa produk atau merek dari perusahaan memang unik, inovatif dan patut menjadi conversation product sehingga terciptalah WOM yang positif yang pada ujungnya akan menghasilkan penjualan bagi perusahaan. 26 Menurut kotler Pemasaran dari mulut ke mulut bisa berbentuk online dan ofline. Tiga karakteristik penting adalah: 27 a. Kredibel : karna orang mempercayai orang lain yang mereka kenal dan hormati, pemasaran dari mulut kemulut bisa sangat berpengaruh. b. Pribadi : pemasaran dari mulut kemulut bisa menjadi dialog yang sangat akrab yang mencerminkan fakta pendapat dan pengalaman pribadi c. Tepat waktu : pemasaran dari mulut kemulut terjadi ketika orang menginginkannya dan ketika mereka paling tertarik, dan sering kali mengikuti acara atau pengalaman penting atau berarti. Menurut Sumardy dkk, menyatakan alasan memilih WOM dari pada beriklan:28 a. Tuhan tidak melakukan periklanan, pemasar melakukan penjualan melebihi tuhan, pemasar menghabiskan lebih banyak. b. Iklan itu membingungkan, WOM itu meyakinkan. c. Iklan adalah harga sebuah kebosanan, WOM adalah buah yang menarik. d. Iklan lebih mahal. WOM jauh lebih murah. 26
Christina Yosefina, Word Of Mouth Bukan Sekedar Ngerumpi, PMPM, 2008, Vol 11 No. 4, hlm. 13 27 Philip Kotler & Kevin Lane Keller, Op. Cit, hlm. 192 28 Mangara Abdul K.H, Analisis Pengaruh Brand Image dan Word Of Mouth terhadap Proses Keputusan Pembelian Handphone Blackberry, Yogyakarta: FE UNY, 2013, hlm.26
33
e. Iklan kehilangan kepercayaan , WOM mendapatkan kredibilitas. f. Iklan itu buatan, WOM itu kenyataan. g. Iklan memberitahukan konsumen, WOM melibatkan konsumen h. Iklan akan menjadi sejarah jika sudah tidak beriklan, WOM akan selalu diingat dan akan mengena di hati konsumen. Sebuah penelitian yang ada dalam buku Rest In Peace Advertising menunjukkan :29 a. 76% konsumen tidak percaya bahwa perusahaan menceritakan yang sebenarnya dalam iklan mereka. b. 93% konsumen mempercayai referensi dari teman atau orang yang dikenal sebagai sumber informasi yang paling kredibel dan layak dipercaya. c. 67% keputusan pembelian dipengaruhi oleh rekomendasi dari teman atau keluarga. d. 74% konsumen yang mendengar cerita jelek tentang sebuah merek dari temannya memutuskan untuk tidak jadi membeli merek tersebut. Dari pengertian tersebut di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa WOM adalah tidak lebih dari satu bentuk percakapan mengenai suatu produk atau jasa, antara satu orang dengan orang lainnya yang didalamnya ada pesan yang disampaikan yang terkadang tidak disadari oleh pihak pemberi informasi pesan ataupun oleh penerima informasi pesan itu sendiri. Adanya respon yang diterima oleh penerima pesan melalui percakapan dari mulut ke mulut menyebabkan suatu komunikasi berjalan dengan baik. Setelah mendefinisikan respon konsumen yang
29
Ibid, hlm. 28
34
disetujui, komunikator harus melaksanakan pengembangan suatu pesan yang berhasil guna.
2. Variabel WOM Menurut Menurut WOMMA (Word Of Mouth Marketing) WOM merupakan usaha pemasaran yang memicu konsumen untuk sebagai berikut:30 a. Membicarakan Seseorang mungkin begitu terlibat dengan suatu produk tertentu atau aktivitas tertentu dan bermaksud membicarakan mengenai hal itu dengan orang lain, sehingga terjadi proses komunikasi word of mouth. b. Mempromosikan Seseorang mungkin menceritakan produk yang pernah di konsumsinya tanpa sadar ia mempromosikan produk kepada orang lain (teman atau keluarganya). c. Merekomendasikan Seseorang mungkin akan merekomendasikan suatu produk yang pernah di belinya kepada orang lain (teman atau keluarganya). d. Menjual Menjual tidak berarti harus mengubah konsumen menjadi salesman layaknya agen MLM tetapi konsumen kita berhasil mengubah (transform) konsumen lain yang tidak percaya, memiliki persepsi negatif dan tidak mau mencoba merek kita menjadi percaya, persepsi positif dan akhirnya mencoba.
30
Prima, Srikandi, dan Andriani, “Pengaruh Citra Merek terhadap Word Of Mouth dan Keputusan Pembelian” Jurnal Administrasi Bisnis (JAB), Vol. 10, 1 Mei 2014, hlm. 10
35
Dalam proses pemasaran, WOM positif akan menolong dalam penyebaran produk atau jasa tersebut, pesan yang ingin disampaikan dapat menyebar dengan cepat karena dilakukan oleh opinion leader yang merupakan sumber informasi dalam masyarakat.
3. Komunikasi Pemasaran dalam Perspektif Ekonomi Islam a. Konsep dasar komunikasi pemasaran Syari’ah Dalam menguraikan komunikasi pemasaran dalam perspektif Islam dapat diambil dua unsur, yaitu komunikasi dan pemasaran dalam syari’ah. Komunikasi adalah pengiriman dan penerimaan pesan atau berita antara dua orang atau lebih. Sehingga pesan yang dimaksud dapat dipahami.31 Pemasaran Syari’ah adalah sebuah disiplin bisnis strategis yang mengarahkan proses penciptaan, penawaran dan perubahan nilai dalam pemasaran dari satu inisiator kepada stakeho;dersnya yang didalam keseluruhan prosesnya sesuai dengan akad dan prinsip-prinsip muamalah dalam Islam.32 Sehingga dapat diambil kesimpulan bahwa komunikasi pemasaran syari’ah adalah aktivitas pemasaran oleh pelaku usaha dalam penyampaian pesan atau informasi kepada konsumen yang keseluruhan proses mempromosikan barang dagangannya sesuai dengan akad dan prinsip mu’amalah dalam Islam seperti tanpa adanya penipuan, propaganda, iklan palsu, kecurangan, kebohongan dan mengingkari janji.
31 32
Ilham Prisgunanto, Komunikasi Pemasaran, Bogor: Ghalia Indonesia, 2006, hlm. 8 Muhammad Syakir Sula, Syari’ah Marketing, Jakarta: Gema Insani, 2004, hlm. 62
36
b. Karakteristik Syari’ah marketing Terdapat empat karakteristik dalam syari’ah marketing yang dapat menjadi pedoman pemasar sebagai berikut:33 1) Teitis (Rabbaniyah) Teitis merupakan salah satu karakteristik syari’ah marketing yang tidak dimiliki dalam pemasaran konvensional karena karakteristik ini tercipta tidak karena keterpaksaan, namun berangkat dari kesadaran akan nilainilai religius yang dipandang penting dan mewarnai aktivitas pemasaran agar tidak terperosok kedalam perbuatan yang dapat merugikan orang lain. 2) Etis (Akhlakiyyah) Etis merupakan turunan dari sifat teitis. Dengan demikian syari’ah marketing adalah konsep pemasaran yang sangat mengedepankan nilainilai moral etika, tidak peduli apapun agamnya, karena nilai-nilai moral dan etika bersifat universal yang diajarkan semua agama. Sehingga dalam karakteristik etis ini bisa menjadi pedoman bagi syari’ah markerter untuk selalu memelihara moral dan etika dalam setiap tutur kata, perilaku dan keputusan-keputusannya. 3) Realistis (Al-waqi’iyah) Realistis mengandung makna bahwa syari’ah marketing bukanlah konsep yang eksklusif , fanatis, anti modern-itas dan kaku. Sebagaimana yang dibutuhkan oleh syari’ah marketer adalah profesionalitas mereka dengan mengedepankan nilai-nilai religius, aspek moral, dan kejujuran dalam
33
Ibid, hlm. 68
37
segala aktivitas pemasarannya. Bersikap tidak kaku, eksklusif, tetapi sanagt fleksibel dan luwes dalam bersikap dan bergaul, bersahabat, santun dan simpatik terhadap pelanggan. 4) Humanitis (Al-insaniyah) Humanitis mengandung maksud bahwa denagn memiliki nilai humanitis ia akan menmjadi manusia yang terkontrol dan seimbang, bukan manusia yang serakah dan menghalalkan segala cara untuk meraih keuntungan yang sebesar-besarnya. Bukan pula menjadi yang bahagia diatas penderitaan orang lain.
4. Etika Bisnis Islam dalam Komunikasi Pemasaran Etika bisnis Islam dalam kegiatan bisnisnya, khususnya dalam komunikasi pemasaran merupakan hal yang penting. Selain mengingat adanya tanggung jawab sosial perusahaan juga merupakan bentuk nyata dari pelaksanaan kegiatan bisnis yang sesuai dengan hakikatnya (bisnis sebagai salah satu bentuk ibadah). Karena bisnis merupakan sslah satu bentuk ibadah sudah selayaknya aturan-aturan dalam syari’ah diimplementasikan setiap kegiatan bisnis. Rasulullah SAW melalui sifatsifatnya telah memberikan contoh nyata bagaimana mengimplementasikan etika Islam dalam kehidupan sehari-hari termasuk didalam bisnis. Sifat-sifat tersebut terangkum dalam lima sifatnya yaitu Shiddiq, Istiqamah, Fatanah, Amanah, dan Tabligh.
38
Adapun penjelasan sifat-sifat Rasulullah SAW yang dinilai dan dianggap sesuai dengane tika bisnis Islam dalam komunikasi pemasaran adalah: 34 a. Shiddiq Shiddiq artinya benar dan jujur. Seorang pemasar haruslah menjiwai seluruh perilakunya dangan sifat shiddiq dalam melakukan pemasaran hingga berhubungan dengan konsumen yang harus senantiasa mengedepankan kebenaran informasi yang diberikan dan jujur dalam menjelaskan produkproduk yang ditawarkan dan tidak ada yang disembunyikan. Seperti sabda Rasulullah yang artinya: “Orang yang bertransaksi jual beli masing-masing memiliki hak khiyar ( membatalkan atau melanjutkan transaksi) selam keduanya jujur dan terbuka, amka keduanya akan mendapatkan keberkahan dalam jual beli tapi jika keduanya berdusta dan tidak terbuka maka keberkahan jual beli anatara keduanya akan hilanh. (H.R Mutafaaq ‘Alaih)” Diantara bentuk kejujuran seorang pebisnis seperti halnya dalam hadits tersebut adalah selalu berkomitmen dalam jual belinya dengan berlaku jujur atau terus terang dan transparan untuk melahirkanketentraman dalam hati. Karena seorang pebisnis sadar akan nilai-nilai religius yang dipandang penting bahwa dia sedang diawasi oleh Allah SWT dalam memasarkan barang dagangannya. Oleh sebab itu, aktifitas pemasaran harus sesuai fakta atau diajukan dari iklan yang licik dan sumpah palsu atau memberi informasi yang salah tentang barang dagangannya untuk menipu calon pembeli.
34
Ibid, hlm. 120
39
b. Istiqamah Istiqamah
adalah bentuk kualitas batin yang melahirkan sikap
konsisten dan teguh pendirian untuk menegakkan dan membentuk sesuatu menuju kondisi yang lebih baik. Sebagaimana firman Allah SWT pada surat Fushilat ayat 30.
Artinya: Sesungguhnya orang-orang yang mengatakan: "Tuhan kami ialah Allah" Kemudian mereka meneguhkan pendirian mereka, Maka malaikat akan turun kepada mereka dengan mengatakan: "Janganlah kamu takut dan janganlah merasa sedih; dan gembirakanlah mereka dengan jannah yang Telah dijanjikan Allah kepadamu". Ayat diatas menceritakan
bahwa orang yang istiqamahdan teguh
diatas tauhid dan ketaatan, maka malaikatpun akan memberi kabar gembira padanya ketika maut menjemput. Sehingga jika penerapan istiqamah dalam komunikasi pemasaran yaitu seorang pemasar harus konsisten terhadap vizi, misi dan sasaran perusahaan. Maka tidak mudah terpengaruhi karena fokus pada sesuatu yang ingin dicapai dan mampu melaksanakan tugas dibawah tekanan hingga mengendalikan kendali dengan kepala dingin. Karena setiap tugas adalah komitmen diri yang dilaksanakan dengan penuh gairah dan tidak takut gagal. Tidak hanya itu, seorang pemasar harus secara kontinyu agar tidak menjadi kaku terhadap perubahan, tetapi tetap dinamis terhadap gagasan yang inovatif.
40
c. Fathanah Fatanah dapat diartikan sebagai intelektual, kecerdikan atau kebijaksanaan. Para pelaku bisnis
harus memiliki sifat fathanah karena
segala aktivitas dalam manajemen suatu perusahaan harus dengan kecerdasan dan mengoptimalkan semua potensi akal yang ada untuk mencapai tujuan. Karena memiliki sifat jujur, benar dan bertanggung jawab saja tidak cukup dalam mengelola bisnis secar profesional. d. Amanah Amanah artinya dapat dipercaya, bertanggung jawab, dan kredibel. Amanah juga bisa diartikan keinginan untuk memenuhi sesuatu sesuai dengan ketentuan. Amanah juga berarti memiliki tanggung jawab dalam melaksanakan tugas dan kewajiban yang diberikan kepadanya sehingga mereka mampu menunjukkan hasil yang optimal dan mereka merasa dikejar dan mengejar sesuatu agar dapat menyelesaikan amanahnya sebaik mungkin. Seorang
pebisnis
haruslan
memiliki
sifat
amanah,
karena
Allah
menyebutkan sifat orang-orang mukmin yang beruntung adalah yang dapat memelihara amanah yang diberikan kepadanya. Sebagaimana firman Allah SWT dalam surat Al-Mu’minun ayat 8:
Artinya: Dan orang-orang yang memelihara amanat-amanat (yang dipikulnya) dan janjinya. Sudah jelas dalam ayat tersebut bahwa seorang pebisnis syari’ah harus senantiasa menjaga amanah yang dipercayakan kepadanya, demikian juga dengan syari’ah markerter, harus menjaga amanah yang diberikan kepadanya
41
sebagai wakil perusahaan dalam memasarkan dan mempromosikan produk kepada pelanggan. Bentuk dalam menjaga amanah seperti mengembalikan setiap hak kepada pemiliknya, baik sedikit maupun
banyak dan tidak
mengurangi hak orang lain baik itu berupa penjualan atau fee. Mengingat seorang pemasar tidak hanaya itu amanah dapat ditampilkan dalam keterbukaan, kejujuran, dan pelayanan yang optimal kepada pelanggan. e. Tabligh Tabligh
artinya komunikatif dan argumentatif. Jika merupakan
seorang pemimpin dalam dunia bisnis ia haruslah menjadi seseorang yang mampu mengkomunikasikan visi dan misisnya dengan benar kepada karyawan atau stakeholdernya. Jika seorang pemasar ia harus mampu menyampaikan keunggulan produk dengan jujur dan tidak berbohong atau menipu pelanggan. Dia harus menjadi seorang komunikator yang baik yang bisa berbicara benar dan bi al-hikmah (bijaksana dan tepat sasaran) kepada mitra bisnisnya. Sebagaimana firman Allah SWT dalam surat An-Nisa ayat 9:
Artinya: Dan hendaklah takut kepada Allah orang-orang yang seandainya meninggalkan dibelakang mereka anak-anak yang lemah, yang mereka khawatir terhadap (kesejahteraan) mereka. oleh sebab itu hendaklah mereka bertakwa kepada Allah dan hendaklah mereka mengucapkan perkataan yang benar. Dari ayat tersebut sudah jelas behwa penerapan sifat tabligh ini dalam komunikasi pemasaran adalah mampu menyampaikan keunggulan produk
42
yang ditawarkan dengan berkata jujur, tidak harus berbohong ataupun menipu pelanggan dengan cara mengkomunikasikan secara benar, tepat dan mudah dipahami oleh siapapun yang mendengarnya. Alangkah mulianya jika dalam mengelola bisnis mempunyai pemimpin, karyawan, atau pemasra yang bisa dipercaya karena kesalehan dan kejujurannya dan dicintai karena kepribadian kecerdasannya. Sehingga bisa menjadi panutan bagi siapa saja yang berinteraksi dengannya. Katakatanya selalu menjadi rujukan dan didengarkan karena mengandung kebenaran dan memiliki makna.
D. Perilaku Konsumen 1. Pengertian perilaku konsumen Menganalisa perilaku konsumen berarti memahami sebagian kebiasaan dari kehidupan manusia. Perilaku konsumen dalam melakukan pembelian sangat dipengaruhi oleh beberapa faktor seprti budaya, sosial, pribadi dan psikologi. Setiap masyarakat selalu mengembangkan suatu sistem dalam memproduksi dan menyalurkan barang-barang danjasa. Dalam masyarakat industri yang sudah maju sistem ini sangat kompleks dan barang-barang ekonomis yang tersedia beraneka ragam. Perilaku konsumen adalah mempelajari cara individu, krlompok dan organisasi memilih, membeli, memakai, serta memanfaatkan barang, jasa, gagasan, atau pengalaman dalam rangka memuaskan kebutuhan dan hasrat
43
mereka.35 Dari pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa perilaku konsumen adalah suatu proses pengambilan keputusan seseorang untuk melakukan pembelian dan menggunakan barang atau jasa dengan melakukan tindakan yang langsung terlibat untuk memperoleh barang atau jasa yang diharapkan dapat memenuhi kebutuhan dan keingina mereka. 2. Arahan Islam tentang Prilaku Konsumen Islam memberikan rambu-rambu berupa arahan-arahan positif dalam berkonsumsi. Terdapat beberapa batasan, yaitu: a. Batasan pada cara dan sifat Pembatasan dalam cara dan sifat, seorang muslim haruslah mengetahui segala sesuatu yang dilarang oleh Islam. Mengkonsumsi produk-produk yang jelas keharamannya harus dihindari, seperti minum khamr dan makan makan daging babi, seorang muslim harus senantiasa mengkonsumsi sesuatu yang membawa manfaat dan maslahat, sehingga jauh dari kesia-siaan. Karena pembelanjaan dalam hal-hal yang haram suatu perbuatan yang berlebih-lebihan dan melampaui batas. Dan pemborosan pun dilarang islam meskipun yang dibelanjakan hanya satu dirham, meskipun pembelanja memiliki harta karun. 36 Hal ini dijelaskan dalam QS. Al-Israa’:27
35
Philip Kotler, Op. Cit, 2005, hlm. 201 Yusuf Qhardawi, Peran Nilai dan Moral dalam Perekonomian Islam, Jakarta: Rabbani Pers, 2001, hlm. 259 36
44
Artinya: Sesungguhnya pemboros-pemboros itu adalah Saudara-saudara syaitan dan syaitan itu adalah sangat ingkar kepada Tuhannya.37
b. Batasan pada kuantitas dan ukuran Pembatasan dalam hal kuantitas dan ukuran konsumsi dimana Islam umatnya berlaku kikir yaitu menahan-nahan harta yang dikaruniakan Allah SWT kepada mereka, namun Allah juga tidak menghendaki umatnya membelanjakan harta mereka secara berlebihan diluar kewajaran. dalam perilaku konsumsi, Islam menekankan kewajaran dari segi jumlah, yakni sesuai dengan kebutuhan yang kita butuhkan. Dan tidak membelanjakan harta diluar kemampuan.38 QS. AlFurqaan:67
Artinya: Dan orang-orang yang apabila membelanjakan (harta), mereka tidak berlebihan, dan tidak (pula) kikir, dan adalah (pembelanjaan itu) di tengahtengah antara yang demikian.39 Dalam perilaku konsumsi, Islam sangat menekankan kewajaran dari segi jumlah, yakni sesuai dengan kebutuhan yang kita butuhkan. Islam melarang umatnya hidup dalam kemewahan dijelaskan dalam QS. Al-Waaqi’ah:41-46
37
Ibid, hlm. 227 Yusuf Qhardawi, Op. Cit, hlm. 260 39 Departemen Agama RI, Op. Cit, hlm. 19 38
45
Artinya: Dan golongan kiri, siapakah golongan kiri itu? Dalam (siksaan) angin yang amat panas, dan air panas yang mendidih, Dan dalam naungan asap yang hitam. Tidak sejuk dan tidak menyenangkan. Sesungguhnya mereka sebelum itu hidup bermewahan. Dan mereka terus-menerus mengerjakan dosa besar.40 Kemewahan yang dimaksud menurut Yusuf Al Qhardawi adalah tenggelam dalam kenikmatan hidup berlebih-lebihan dengan berbagai sarana yang serba menyenangkan. Dengan demikian, perilaku konsumsi sesuai arahan diatas menjadi lebih terasa urgensinya pada kehidupan saat ini. Krisis ekonomi saat ini yang belum reda bertemu dengan harga-harga yang melambung tinggi, menuntut kita untuk selektif dalam berbelanja. Islam melarang umatnya mengkonsumsi segala sesuatunya secara berlebihan apalagi diluar batas kemampuannya.
E. Keputusan Pembelian 1. Pengertian Keputusan Pembelian Keputusan pembelian itu sendiri menurut Kotler adalah suatu tindakan konsumen untuuk membentuk referensi diantara merek-merek dalam kelompok pilihan dan membeli produk yang paling disukai.41 Pengambilan keputusan konsumen untuk melakukan pembelian suatu produk atau jasa diawali oleh adanya kesadaran atas pemenuhan kebutuhan dan keinginan.
40
Ibid, hlm. 427-428 Philip Kotler, Op. Cit, hlm. 204
41
46
2. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Keputusan Pembelian Menurut philip kotler perilaku pembelian konsumen dipengaruhi oleh empat faktor diantaranya sebagai berikut: 42 a. Faktor budaya 1) Budaya Budaya (culture) adalahnkumpulan nilai dasar, persepsi, keinginan, dan perilaku yang dipelajari oleh anggota masyarakat dari keluarga dan institusi penting lainnya. 2) Subbudaya Subbudaya (subculture) adalah kelompok masyarakat yang berbagi sistem nilai berdasarkan pengalaman hidup dan situasi yang umum. 3) Kelas Sosial Kelas sosial (social class) adalah pembagian yang relatif dan berjenjang dalam masyarakat dimana anggotanya berbagi nilai, minat, dan perilaku yang sama. b. Faktor Sosial Selain faktor budaya, perilaku pembelian konsumen juga dipengaruhi oleh faktor sosial diantaranya sebagai berikut:
42
Ibid, hlm. 202
47
1) Kelompok acuan Kelompok acuan dalam perilaku pembelian konsumen dapat diartikan sebagai kelompok yang dapat memberikan pengaruh seecara langsung atau tidak langsung terhadap sikap atau perilaku seseorang tersebut. Kelompok ini biasanya disebut dengan kelompok keanggotaan, yaitu sebuah kelompok yang dapat memberikan pengaruh secara langsung terhadap
seseorang.
Adapun
anggota
kelompok
ini
biasanya
merupakan anggota dari kelompok primer seperti keluarga, teman, tetangga, dan rekan kerja yang berinteraksi secara langsung dan terus menerus dalam keadaan yang informal. Tidak hanya kelompok p[rimer, kelompok sekunder yang biasanya terdiri dari kelompok keagamaan, profesi dan asosiasi perdagangan juga dapat disebut sebagai kelompok keanggotaan. 2) Keluarga Keluarga memberikan pengaruh yang besar dalam perilaku pembelian. Para pelaku pasar telah memeriksa peran dan pengaruh suami, istri, dan anak dalam pembelian produk dan servis yang berbeda. 3) Peran dan status Seseorang
memiliki
beberapa
kelompok
seperti
keluarga,
perkumpulan-perkumpulan, organisasi. Sebuah peran terdiri dari aktivitas yang diharapkan
pada seseorang untuk dilakukan sesuai
dengan orang-orang di sekitarnya. Tiap peran membawa sebuah status
48
yang merefleksikan penghargaan umum yang diberikan oleh masyarakat. c. Faktor Pribadi 1) Keadaan Ekonomi Keadaan ekonomi seseorang akan mempengaruhi pilihan produk, contohnya rolex diposisikan konsumen kelas atas sedangkan timex dimaksudkan untuk konsumen menengah. Situasi ekonomi seseorang amat sangat mempengaruhi pemilihan produk dan keputusan pembelian pada suatu produk tertentu. 2) Pola/Gaya Hidup Pola kehidupan seseorang yang diekspresikan dalam aktivitas, ketertarikan, dan opini orang tersebut. Orang-orang yang datang dari kebudayaan, kelas sosial, dan pekerjaan yang sama mungkin saja mempunyai gaya hidup yang berbeda. 3) Karakteristik Personality adalah karakteristik unik dari psikologi yang memimpin kepada kestabilan dan respon terus menerus terhadap lingkungan orang itu sendiri, contohnya orang yang percaya diri, dominan, suka bersosialisasi, otonomi, mudah beradaptasi. Tiap orang memiliki gambaran diri yang kompleks dan perilaku cenderung konsisten dengan konsep diri tersebut.
49
4) Umur Orang-orang merubah barang dan jasa yang dibeli seiring dengan siklus kehidupannya. Rasa makanan, baju-baju, perabot, dan rekreasi seringkali berhubungan dengan umur, membeli juga dibentuk oleh keluarga. Faktor-faktor yang penting yang berhubungan dengan umur seringkali diperhatikan oleh para pelaku pasar. Ini mungkin dikarenakan oleh perbedaan yang besar dalam umur natara orangorang yang menentukan strategimerketing dan orang-orang yang membeli produk. 5) Pekerjaan Pekerjaan seseorang mempengaruhi barang dan jasa yang dibeli. d. Faktor Psikologi 1) Motivasi Kebutuhan yang mendesak untuk mengarahkan seseorang untuk mencari kepuasan dari kebutuhan. Berdasarkan teori maslow seseorang dikendalikan oleh suatu kebutuhan pada suatu waktu. Kebutuhan manusia diatur menurut sebuah hirarki, dan yang paling mnedesak sampai paling tidak mendesak. 2) Persepsi Persepsi adalah proses dimana seseorang memilih, mengorganisasi, dan menerjemahkan informasi untuk membentuk sebuah gambaran yang berarti dari dunia. Orang dapat membentuk berbagai macam persepsi yang berbeda dari rangsangan yang sama.
50
3) Pembelajaran Pembelajaran adalah suatu proses yang selalu berkembang dan berubah sebagai hasil dari informasi terbaru yang diterima atau dari pengalaman sesungguhnya, baik informasi terbaru yang diterima maupun pengalaman pribadi bertindak sebagai feedback bagi individu dan menyediakan dasar bagi perilaku masa depan dalam situasi yang sama. 4) Keyakinan dan Sikap keyakinan adalah pemikiran deskriptif bahwa seseorang mempercayai sesuatu. keyakinan dapat didasarkan pada pengetahuan asli, opini, dan iman. Sedangkan sikap adalah evaluasi, perasaan suka atau tidak suka, dan kecenderungan yang relatif konsisten dari seseorang pada sebuah obyek atau ide.
3. Tahap-tahap Pengambilan Keputusan Pembelian
Pengenalan p kebutuhan
Pencarian informasi
Evaluasi alternatif
Keputusan pembelian
Perilaku pasca pembelian
Gambar 2.1 Proses keputusan pembelian Untuk dapat mempengaruhi keputusan pembelian konsumen perusahaan harus memahami tahap-tahap yang dilalui oleh seorang konsumen dalam melakukan
51
pembelian. Tahapan-tahapan dari suatu pembelian menurut Kotler adalah sebagai berikut:43 a. Pengenalan kebutuhan, proses pembelian dimulai saat pembeli mengenai masalah dan kebutuhan. Kebutuhan tersebut dapat dicetuskan oleh rangsangan internal dan eksternal. b. Pencarian informasi, proses pengambilan keputusan pembeli dimana konsumen tergerak untuk mencari informasi tambahan, konsumen mungkin sekedar meningkatkan perhatian atau mungkin pula mencari informasi secara aktif. Sumber informasi terbagi dalam empat kelompok, yaitu: 1. Sumber pribadi
: keluarga, teman-teman, tetangga, kenalan.
2. Sumber niaga
: periklanan, petugas penjual, kemasan.
3. Sumber umum
: media massa dan organisasi konsumen.
4. Sumber pengalaman
: pernah menangani, menggunakan produk.
c. Evaluasi
Alternatif,
proses
keputusan
pembeli
dimana
konsumen
menggunakan informasi untuk mengevaluasi berbagai merek alternatif di dalam sejumlah pilihan. Tahap ini konsumen akan memperhatikan ciri-ciri atau sifat yang berkaitan langsung dengan kebutuhan mereka dan juga akan menggali kembali ingatannya pada suatu brand, mereka mencoba menyeleksi persepsinya sendiri mengenai imege suatu brand tersebut akan menciptakan minat untuk membeli. d. Keputusan pembelian, tahap ketika konsumen benar-benar membeli produk tersebut. Keputusan pembelian konsumen adalah membeli atribut yang paling 43
Ibid, hlm. 224
52
disukai, tetapi dua faktor yang dapat muncul anatara niat untuk membeli dan keputusan untuk membeli. Faktor pertama adalah sikap orang lain. Faktor kedua adalah situasi yang tidak diharapkan. Konsumen mungkin niat akan membeli berdasarkan faktor-faktor seperti pendapatan, harga yang diharapkan dan manfaat produk yang diharapkan. e. Perilaku pasca pembelian, proses keputusan pembelian dimana konsumen melakukan tindakan lebih lanjut setelah melakukan pembelian berdasarkan pada kepuasan atau ketidakpuasan mereka terhadap suatu produk atau brand. Tingkat kepuasan konsumen merupakan suatu fungsi dari keadaan produk yang sebenarnya dengan keadaan produk yang diharapkan konsumen. Kepuasan atau ketidakpuasan akan mempengaruhi aktivitas konsumen untuk melakukan pembelian berikutnya, tetapi jika konsumen merasa tidak puas, maka konsumen akan beralih ke merek lain. 4. Jenis-jenis Perilaku Pembelian Konsumen Keputusan pembelian yang kompleks biasanya melibatkan peserta pembelian dan pertimbangan pembeli yang lebih banyak. Adapun jenis-jenis perilaku pembelian konsumen yaitu:44 a. Perilaku pembelian kompleks Konsumen melakukan perilaku pembelian kompleks (kompleks buying behaviour) ketika mereka sangat terlibat dalam pembelian dan merasa ada perbedaan yang signifikan antarmerek. Konsumen mungkin sangat terlibat
44
Philip Kotler dan Garry Amstrong, Op. Cit, hlm 177-179
53
ketika produk itu mahal, beresiko, jarang dibeli, dan snagat memperlihatkan ekspresi diri. Umumnya, konsumen harus mempelajari banyak hal tentang kategori produk. b. Perilaku pembelian pengurangan disonasi Perilaku pembelian pengurangan disonasi (dissonance reducing buying behaviour) terjadi ketika konsumen sangat terlibat dalam pembelian yang mahal, jarang dilakukan atau beresiko, tetapi hanya melihat sedikit perbedaan antarmerek. c. Perilaku pembelian kebiasaan Perilaku pembelian kebiasaan (habitual buying behaviour) terjadi dalam keadaan keterlibatan konsumen yang rendh dan sedikit perbedaan merek. d. Perilaku pembelian mencari keragaman Konsumen melakukan perilaku pembelian mencari keragaman (variety seeking buying behaviour) dalam situasi yang mempunyai karakter keterlibatan konsumen rendah tetapi anggapan perbedaan merek yang signifikan. Dalam kasus semacam itu, konsumen sering melakukan banyak pertukaran merek.
F. Kerangka Berfikir Penelitian ini intinya untuk mengetahui keputusan pembelian yang dilakukan oleh konsumen Bakso Son Haji Sony. Keputusan pembelian yang dimaksud dimulai dari ketertarikan konsumen pada Brand Image produk dan
54
penyebarannya melalui WOM terhadap keputusan pembelian Bakso Son Haji Sony. Variabel X1
Variabel X2 Word Of Mouth (WOM):
Brand Image: -Citra Pembuat -Citra Pemakai -Citra Produk
-Membicarakan -Mempromosikan -Merekomendasikan -menjual
Analisa kuantitatif 1. Uji validitas dan uji reliabilitas 2. Uji asumsi klasik a. Uji Normalitas b. Uji Multikolinieritas c. Uji Heteroskedastisitas d. Uji Autokorelasi 3. Uji Regresi Linear Berganda 4. Uji Hipotesis a. Uji F b. Uji T
Keputusan Pembelian (variabel Y)
Gambar 2.2 Paradigma Penelitian
G. Hipotesis Hipotesis merupakan jawaban sementara terhadap rumusan masalah penelitian, oleh karena itu rumusan masalah penelitian biasanya disusun dalam bentuk kalimat pertanyaan. Dikatakan sementara, karena jawaban yang diberikan
55
baru di dasarkan pada teori yang relevan, belum didasarkan pada fakta-fakta empiris yang diperoleh melalui pengumpulan data. Jadi hipotesis juga dapat dinyatakan sebagai jawaban teoritis terhadap rumusan masalah penelitian, belum jawaban yang empirik.45 Berdasarkan penelitian yang telah ada, penulis mengutip informasi dari beberapa penelitian terdahulu yang berkaitan dengan pengaruh Brand Image dan WOM terhadap keputusan pembelian produk, antara lain: Tabel 1.1 Penelitian Terdahulu No 1
Penulis M. Kudus Prianto(20 14)
Judul Penelitian Pengaruh Brand Image terhadap keputusan pembelian produk dalam perspektif ekonomi Islam
Masalah penelitian Apakah brand image berpengaruh dalam keputusan pembelian produk Yamaha.
Hasil penelitian Secara simultan brand image berpengaruh positif terhadap keputusan pembelian motor yamaha
2
Mangara abdul khair harahap (2013)
Analisis pengaruh brand image dan word of mouth terhadap proses keputusan pembelian handphone Blackberry
Apakah brand image dan word of mouth berpengaruh terhadap proses keputusan pembelian handphone blackberry.
Brand image dan word of mouth berpengaruh positif terhadap proses keputusan pembelian handphone blackberry pada mahasiswa FE UNY, hal ini dibuktikan f hitung>f tabel dan nilai signifikasi lebih kecil dari 0,05.
45
Prima, Srikandi, dan Andriani, “Pengaruh Citra Merek Terhadap Word Of Mouth dan Keputusan Pembelian” Jurnal Administrasi Bisnis (JAB),Vol. 10 No. 1 Mei 2014, hlm. 10
56
3
Prima conny permadi, srikandi kumadji, dan andriani kusumawa ti (2014)
Pengaruh citra merek terhadap word of mouth dan keputusan pembelian
Apakah citra merek berpengaruh terhadap word of mouth dan keputusan pembelian.
Hasil penelitian menunjukkan citra merek berpengaruh signifikan terhadap keputusan pembelian melalui word of mouth. Dengan nilai IE(indirect effect) sebesar 0,353 dan total effect sebesar 0,733
4
Nurkholis Majid (2012)
Analisis pengaruh electronic word of mouth (EWOM) terhadap brand image dan dampaknya pada minat beli smartphone samsung di kota malang
Pengaruh brand image terhadap minat beli dan pengaruh EWOM terhadap minat beli smartphone samsung.
Hasil penelitian menunjukkan brand image memiliki pengaruh positif terhadap minat beli konsumen smartphone samsung, EWOM berpengaruh negatif terhadap minat beli akan tetapi EWOM memiliki pengaruh yang signifikan terhadap brand image sehingga baik buruk pandangan mengenai citra smartphone samsung tentunya dapat diketahui melalui EWOM itu sendiri.
5
Putu Wisnu Mertayoga dan Sony Sumaryo (2013) Indra Jaya Krisna Gede Prabowo (2016)
Analisis pengaruh kualitas layanan, citra merek, dan word of mouth terhadap minat beli konsumen
Apakah kualitas layanan, citra merek, dan word of mouth berpengaruh terhadap minat beli konsumen
Pengaruh citra merek, kualitas produk, persepsi harga dan word of mouth terhadap minat beli
Apakah citra merek, kualitas produk, persepsi harga dan word of mouth berpengaruh terhadap minat beli
Variabel kualitas layanan, citra merek, dan word of mouth secara parsial berpengaruh signifikan terhadap minat beli konsumen Citra merek, kualitas produk, persepsi harga dan word of mouth secara parsial berpengaruh signifikan terhadap minat beli
6
Berdasarkan teori yang telah dijelaskan diatas maka hipotesis yang digunakan dan akan dibuktikan kebenarannya dalam penelitian ini adalah:
57
H1
: Brand Image berpengaruh positif terhadap keputusan pembelian produk.
H2
: WOM berpengaruh positif terhadap keputusan pembelian produk.