BAB II LANDASAN TEORI
A. Pengertian Tabungan Syariah Berdasarkan Undang-Undang Nomor 21 tahun 2008 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang perbankan syariah, yang dimaksud dengan tabungan adalah Simpanan berdasarkan Akad wadi’ah atau Investasi dana berdasarkan Akad mudharabah atau Akad lain yang tidak bertentangan dengan Prinsip Syariah yang penarikannya hanya dapat dilakukan menurut syarat dan ketentuan tertentu yang disepakati, tetapi tidak dapat ditarik dengan cek, bilyet giro, dan/atau alat lainnya yang dapat dipersamakan dengan itu. B. Tabungan Tabungan dapat diartikan sebagai simpanan pihak ketiga pada bank yang penarikannya dapat dilakukan menurut syarat-syarat tertentu. Ketentuan Pasal 1 butir 21 Undang-Undang No. 21 Tahun2008 mengemukakan bahwa tabungan adalah Simpanan berdasarkan Akad wadi’ah atau Investasi dana berdasarkan Akad mudharabah atau Akad lain yang tidak bertentangan dengan Prinsip Syariah yang penarikannya hanya dapat dilakukan menurut syarat dan ketentuan tertentu yang disepakati, tetapi tidak dapat ditarik dengan cek, bilyet giro, dan/atau alat lainnya yang dapat dipersamakan dengan itu.1
1
Undang-Undang No. 21 tahun 2008 tentang Perbankan Syariah pasal 1 ayat 21.
Dari pengertian di atas, dapat dikemukakan bahwa tabungan mempunyai 2 (dua) unsur, yaitu : 1. Penarikannya dengan syarat tertentu, yang berarti bahwa simpanan dalam bentuk tabungan hanya dapat ditarik sesuai dengan persyaratan tertentu yang telah disepakati oleh nasabah penyimpan dan bank. Misalnya, ada persyaratan bahwa nasabah penyimpan dapat melakukan penarikan simpanan setiap waktu baik dalam jumlah yang dibatasi atau tidak dibatasi, atau penarikannya hanya dapat dilakukan dalam suatu waktu tertentu. 2. Cara penarikannya. Dalam hal ini penarikan simpanan dalam bentuk tabungan dapat dilakukan secara langsung oleh si nasabah penyimpan atau orang lain yang dikuasakan olehnya dengan mengisi slip penarikan yang berlaku di bank yang bersangkutan. Namun demikian, penarikannya tidak dapat dilakukan dengan mempergunakan cek, bilyet giro, dan/atau alat lainnya yang dipersamakan dengan itu.2 Adapun
yang
dimaksud
dengan
tabungan
syariah
adalah
tabungan yang dijalankan berdasarkan prinsip-prinsip syariah. Dalam hal ini, Dewan Syariah Nasional telah mengeluarkan fatwa No. 02/DSNMUI/IV/2000 tentang tabungan yang menyatakan bahwa tabungan yang dibenarkan adalah tabungan yang berdasarkan prinsip wadiah dan mudharabah.3
2
Hermansyah, Hukum Perbankan Nasional Indonesia, (Jakarta: Kencana Prenada Group, 2011), hlm. 48-49. 3 Adiwarman A. Karim, Bank Islam Analisis Fiqih dan Keuangan, (Jakarta : PT.Raja Grafindo Persada, 2006), hlm. 297.
ii
C. Tabungan Pendidikan Tabungan pendidikan adalah produk tabungan dari bank yang memiliki karakteristik mirip dengan asuransi pendidikan. Dengan tabungan pendidikan, nasabah menabung sejumlah uang tertentu secara rutin. Besarnya tabungan bulanan nasabah dihitung dari target dana pendidikan yang akan nasabah ambil nantinya. Untuk menjamin ketersediaan dana pendidikan nantinya, bank bekerja sama dengan perusahaan asuransi untuk menjamin setoran nasabah walaupun terjadi resiko kematian. Berapa tabungan yang sebaiknya nasabah sisihkan setiap bulannya akan bergantung dari berapa kebutuhan nasabah di masa depan. Misalnya untuk dana pendidikan anak, melakukan perhitungan berapa dana yang dibutuhkannya dan kapan akan dipakai. Lalu nasabah menghitung kirakira berapa yang harus ditabung. Lalu untuk dana dalam tabungan nasabah kira-kira 3 sampai 12 kali gaji.4 1. Pengertian Wadi’ah Pengertian wadi’ah menurut bahasa adalah berasal dari akar kata wada’a yang berarti meninggalkan atau titip. Sesuatu yang dititipi baik harta, uang maupun pesan atau amanah. Jadi wadi’ah berarti titipan atau simpanan. Pengertian wadi’ah menurut Syafi’i Antonio, wadi’ah adalah titipan murni dari satu pihak ke pihak lain, baik individu maupun badan hukum yang harus dijaga dan dikembalikan kapan saja si penitip 4
http://turindraatp.blogspot.com/2009/03/asuransi-pendidikan-dan-tabungan.html. Akses Pada Kamis 2 Oktober 2014, 11.00 WIB.
iii
Di
menghendaki. Menurut Bank Indonesia, wadi’ah adalah akad penitipan barang/uang dengan pihak yang diberi kepercayaan dengan tujuan untuk menjaga keselamatan, keamanan serta keutuhan barang/uang.5 Akad Wadi’ah dibagi menjadi dua, yaitu: a. Wadi’ah amanah yaitu penitipan barang atau uang tetapi BMT tidak memiliki hak untuk mendayagunakan titipan tersebut. Atas pengembangan produk ini, BMT dapat mensyaratkan adanya jasa (fee) kepada penitip (muwadi’), sebagai imbalan atas pengamanan, pemeliharaan dan administrasinya. Akad wadi’ah amanah ini diaplikasikan dalam bentuk Save Deposit Box, yaitu salah satu pelayanan bank kepada masyarakat dalam bentuk bank menyewakan box dengan ukuran tertentu untuk menyimpan barang-barang berharga dengan jangka waktu tertentu dan nasabah menyimpan sendiri kunci kotak pengaman tersebut.6 b. Wadi’ah Yad Dhamanah Merupakan akad titipan barang atau uang kepada BMT, namun BMT memiliki hak untuk mendayagunakan dana tersebut. Atas akad ini deposan akan mendapatkan imbalan bonus, yang tentu saja besarnya sangat tergantung dengan kebijakan manajemen BMT. Beberapa ketentuan tentang wadi’ah yad dhamanah yaitu:7
5
Sunarto Zulkifli, Panduan Praktis Transaksi Perbankan Syariah, Cet. Ke-1. (Jakarta Timur: Zikrul Hakim, 2003), hlm. 33. 6 Wiroso, Penghimpun Dana dan Distribusi Hasil Usaha Bank Syariah. (Jakarta: PT Grasindo Anggota IKAPI, 2005), hlm. 66. 7 M.Ridwan, Manajemen Baitul Maal Wa Tamwil (BMT), Yogyakarta: UII Press, 2004, hlm. 126.
iv
1) Penerima
titipan
berhak
memanfaatkan
barang/uang
yang
dititipkan dan berhak pula memperoleh keuntungan. 2) Penerima titipan bertanggungjawab penuh akan barang tersebut, jika terjadi kerusakan atau kehilangan. 3) Keuntungan yang diperoleh karena pemanfaatan barang titipan, dapat diberikan sebagian kepada pemilik barang sebagai bonus atau hadiah. Ayat Al Quran yang dijadikan rujukan dasar akad transaksi Wadi’ah adalah surat An-Nisa’ ayat 58 yaitu :8
ْ أَى تُ َؤ ُّد ّا ۡٱَ َهٌَ ِ إِلَ ٰٓى أَ ُۡلَِِا َّإِ َذا َد َكوۡ تُن بَ ٍۡ َي اى َ ِ ۡل َ ۡ ِ إِ َّى َّٱَ ًِ ِ َّوا ٌَ ِ ُ ُكن بِ َِ ٰٓ إِ َّى َّٱَ َك
ۡ۞إِ َّى َّٱَ ٌَ ۡأ ُه ُز ُكن ْ اص أَى تَ ۡذ ُك ُو ْا ِ ٌَّل ٗ ص ٥٨ ٍزا ِ ََط ِوٍ َۢ َ ا ب
“Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya, dan (menyuruh kamu) apabila menetapkan hukum di antara manusia supaya kamu menetapkan dengan adil. Sesungguhnya Allah memberi pengajaran yang sebaikbaiknya kepadamu. Sesungguhnya Allah adalah Maha Mendengar lagi Maha Melihat”. (An-Nisa: 58) 2. Dalam akad wadi’ah ini rukun-rukun yang harus dipenuhi adalah: a) Barang atau uang yang disimpan atau dititipkan (wadi’ah) b) Pemilik barang atau uang yang bertindak sebagai pihak yang menitipkan (muwaddi’) c) Pihak
yang
menyimpan
atau
memberikan
jasa
kustodian
(mustawda’)
8
M. Syafi’i Antonio, Bank Syariah Suatu Pengenalan Umum, ( Jakarta: Tazkia Institut) 1999, hlm. 121.
v
c.
Ijab qabul (sighat) Dalam tabungan wadi’ah BMT menyebut bagi hasil ini dengan istilah Bonus. Imbalan bonus didefinisikan sebagai imbalan yang diberikan kepada penabung wadi’ah, bersifat sukarela dan tidak mengikat BMT. Jika BMT memperoleh keuntungan dari usahanya maka nasabah akan mendapat bagian keuntungan, tetapi bila BMT mengalami kerugian, maka nasabah tidak ikut menanggung kerugian. Besarnya bonus yang akan diterima oleh nasabah penabung yang tidak boleh ditentukan diawal akad, melainkan sepenuhnya diserahkan kepada kebijaksanaan BMT yang bersangkutan. Nasabah dalam hal ini tidak menanggung resiko kerugian dan uangnya dapat diambil sewaktu-waktu secara utuh setelah dikurangi biaya administrasi yang telah ditentukan oleh BMT. Dengan demikian dalam produk BMT berupa tabungan wadi’ah ini didasrkan pada akad wadi’ah yad dhamanah, sehingga BMT selaku pihak yang menerima titipan dana diperbolehkan memproduksinya. Dasar hukum simpanan berdasarkan akad wadi’ah 1. Dalam Al-Qur’an a)
Surat An-Nisa’ ayat 58 yaitu :12
ْ ۞إِ َّى َّٱَ ٌَ ۡأ ُه ُز ُكنۡ أَى تُ َؤ ُّد ّا ۡٱَ َهٌَ ِ إِلَ ٰٓى أَ ُۡلَِِا َّإِ َذا َد َكوۡ تُن بَ ٍۡ َي ْ اص أَى تَ ۡذ ُك ُو اى َ ْا بِ ۡٱل َ ۡ ِ إِ َّى َّٱَ ًِ ِ َّوا ٌَ ِ ُ ُكن بِ َِٰٓ إِ َّى َّٱَ َك ِ ٌَّل ٗ ص ٥٨ ٍزا ِ ََط ِوٍ َۢ َ ا ب “Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya, dan (menyuruh kamu) apabila menetapkan hukum di antara manusia supaya kamu menetapkan dengan adil. Sesungguhnya Allah memberi pengajaran yang sebaik-
vi
baiknya kepadamu. Sesungguhnya Allah adalah Maha Mendengar lagi Maha Melihat”. (An-Nisa’: 58) b) Al-Hadits
ًٌِ ْ ٌَ ٌ ٍْ َد َّ ثَـٌَا أَب ُْْ َكا ِه ٍل أَ َّى ٌَ ِش ٌْ َ ب َْي ُس َرٌ ٍْع َد َّ ثَُِ ْن َد َّ ثَـٌَا ُد َو َك ْال َو ِّك ًِّ قَا َ ُك ٌْ ُ أَ ْكتُبُ لِفُالَ ٍى ًَفَقَة َ َُُف ب ِْي َها َ الطَّ ٌِْ َْل َع ْي ٌ ُْْط ف ِدرْ َُ ٍن فَأ َ َّداَُا إِلَ ٍْ ِِ ْن فَأ َ ْد َر ْك ُ لَُِ ْن َ أَ ٌْتَ ٍام َك ِ اى َّلٍَُِِّ ْن فَ َغالَطٍُُْ بِأ َ ْل َ ٌْ ف الَّ ِذيْ َذاَُب ُْْابِ َِ ِه َ ِه ْي َهالِ ِِ ْن ِه ْثلَ ٍَِْا قَا َ قُ ْل ُ أَ ْقبِضُ ْاٱَ ْل َ ك قَا ُ ْْ ُى هللاُ َعلَ ٍْ َِ َّ َطلَّ َن ٌَق َ ِالَ َد َّ ثًٌَِ أَبًِ أًَََُّ َط ِو َع َرط ُْْ َ هللا َّ صل .ك َ ًَك َّالَ تَ ُ ْي َه ْي َ ا َ ٌَأَ َّد ْاٱَ َهاًَةَ إِلَى َه ْي ا ْاتَ َو Almaky berkata: “Saya menulis untuk fulan tentang nafaqah anak yatim, ia wali mereka, ia menyerahkan uang 1000 dirham, kemudian ia mengembalikannya pada anak yatim tersebut, maka saya melihat harta mereka dua kali lipat.” Al-Maki berkata: “Saya akan mengambil 1000 dirham yang dibawa mereka. “Orang tersebut menjawab: “Tidak. Ayahku bercerita padaku bahwa ia mendengar Nabi bersabda: laksanakanlah amanat pada orang yang telah mempercayaimu dan janganlah menghianati orang yang menghianatimu.”9 a) Amr bin Syu'aib juga meriwayatkan dari bapaknya dari kakeknya bahwa Nabi shallallahu 'alaihiwasallam bersabda: ِ
ٍََْاى َعل َ ض َو َ ََه ْي أُ ّْ ِد َع َّ ِد ٌْ َ ةً فَال
"Barang siapa yang dititipkan wadii'ah, maka dia tidaklah menanggungnya."(HR. Ibnu Majah, dan dihasankan oleh Syaikh Al Albani dalam Shahih Ibnu Majah). b) Ijma’ Para tokoh ulama Islam sepanjang zaman telah berijma’ (konsensus) akan legitimasi wadi’ah, karena kebutuhan manusia 9
Ilfi Nur Diana, Hadis-Hadis Ekonomi, (Malang: UIN-MALANG PRESS, 2008), hlm.
145.
vii
terhadapnya. Hal ini jelas terlihat seperti yang dikutip oleh Dr. Azzuhaily dalam Al-Fiqh Al-Isalami wa Adillatuhu dari Mughni wa Syarh Kabir Li Ibni Qudamah dan Al-Mabsuth Li Imam Sarakhsy.10 Sebagaimana disebutkan diatas tabungan selain menggunakan prinsip wadi’ah juga dapat menggunakan prinsip mudharabah. D. Pengertian Mudharabah Mudharabah memukul.
Atau
berasal lebih
dari
kata
tepatnya
“dharb”
adalah
yang
proses
artinya
seseorang
memukulkan kakinya dalam perjalanan usaha. Secara teknis, mudharabah adalah sebuah akad kerja sama antar pihak, yaitu pihak pertama (shahib al-mal) menyediakan seluruh (100%) modal; sedangkan pihak lainnya menjadi pengelola. Hal yang sama juga
diungkapkan
oleh
Abdurrahman
Al-Jaziri
yang
memberikan arti mudharabah sebagai ungkapan pemberian harta dari seseorang kepada orang lain sebagai modal usaha. Namun, keuntungan yang diperoleh akan dibagi di antara mereka berdua, dan jika rugi ditanggung oleh pemilik modal. Keuntungan usaha secara mudharabah, dibagi menurut kesepakatan yang dituangkan dalam kontrak. Apabila rugi, ditanggung oleh pemilik modal selama bukan akibat kelalaian si pengelola. Seandainya kerugian
10
Muhammad, Sistem dan Prosedur Operasional Bank Syariah, (Yogyakarta: UII Press. 2000), hlm. 7.
viii
tersebut disebabkan oleh kelalaian atau kecurangan pengelola, si pengelola harus bertanggung jawab atas kerugian yang terjadi.11 Dibawah ini ada beberapa pendapat mengenai pengertian mudharabah secara istilah, diantaranya: a.
Mudharabah menurut Abdur Rahman L. Doi yaitu : Mudharabah dalam terminologi hukum adalah suatu kontrak dimana suatu kekayaan (property)
atau persediaan (stock)
tertentu (rabb al mal) kepada pihak lain untuk membentuk suatu kemitraan yang diantara kedua belah pihak berhak memperoleh keuntungan.12 b.
Mudharabah menurut Imam Saraksi, salah seorang pakar perundangan Islam yang dikenal dalam kitabnya al Mabsut mendefinisikan mudharabah yaitu : Perkataan
mudharabah
diambil
dari
pada
perkataan
“darb” (usaha) diatas bumi. Dinamakan demikian mudharib berhak
untuk
bekerja sama bagi hasil atas jerih payah dan
usahanya.13 c. Mudharabah menurut ahli fiqih yaitu : Mudharabah menurut ahli fiqih merupakan suatu perjanjian dimana seseorang memberikan hartanya kepada orang 11
lain
H. Zainudin Ali, Hukum Perbankan Syariah, (Jakarta : Sinar Grafika, 2008), hlm. 25. Sutan Remy Sjahdeini, Perbankan dan Kedudukannya dalam Tata Hukum Perbankan Indonesia, (Jakarta: PT. Pustaka Utama Grafiti, 2007), hlm. 29. 13 Wiroso, Penghimpunan Dana dan Distribusi Hasil Usaha Bank Syariah, (Jakarta : IKAPI, 2005), hlm. 33. 12
ix
berdasarkan
prinsip dagang
dimana
keuntungan
yang
diperoleh akan dibagi berdasarkan pembagian yang disetujui oleh para pihak.14 Jadi,
Mudharabah
adalah
suatu
akad
kerjasama
yang
dilakukan antara kedua belah pihak yakni shohibul mal menyediakan seluruh modal dan mudharib sebagai pengelola modal. E. Landasan Syariah Secara umum,
landasan dasar syariah
Al-Mudharabah
lebih mencerminkan anjuran untuk melakukan usaha. Hal ini tampak dalam ayat-ayat dan hadits berikut ini.15
1. Al-Qur’an
ۡ ًَِّ لَّ ٍۡ ِل صفََُۥ ًِ َك تَقُْ ُم أَ ۡدًَى ِهي ثُلُث َ ًََّ۞إِ َّى َرب ََّك ٌَ ۡ لَ ُن أ ار َعلِ َن َ َ ٌي َه َ ة ِّه َي لَّ ِذٞ ََّثُلُثَ ۥَُ َّطَآٰاِف َ ٌََِّك َّ َّٱُ ٌُقَ ِّ ُر لَّ ٍۡ َل َّ ل ْ ُ أَى لَّي تُ ۡذصٍُُْ فَتَا َ َعلَ ٍۡ ُكنۡ َ ۡق َز ّا َها تٍََظ ََّز ِه َي ۡقُ ۡز َ ا ِى ۡ ٌَ ُّى ُ َعلِ َن أَى َطٍَ ُك ًُِْى ف َ ض ِزب َ ضى َّ َ ا َ ز َ ْى ِهٌ ُكن َّه ۡز ۡ َْى ِهي ف ٍل َ ُُّى ٌُقَتِل َ ض ِل َّٱِ َّ َ ا َ ز َ ۡٱَ ۡر ِ ٌَ ۡبتَ ُغ ِ ِْى فًِ َطب ْ ُصلَْ َ َّ َ ات ْ ّا َها تٍََظ ََّز ِه ٌَُۡ َّأَقٍِ ُو ْ ُ َّٱِ َ ۡق َز َ ْْا ل َّش َك َّ ْا ل ْ ُْا َّٱَ قَ ۡزضًا َد َظ ٌٗا َّ َها تُقَ ِّ ُه ْ َّأَ ۡق ِزض ْا ِٱًَفُ ِظ ُكن ِّه ۡي َ ٍۡ ٖز
14
Sutan Remy Sjahdeni, Op.Cit, hlm. 30. Muhammad Syafi’i Antonio, Bank Syariah dari Teori Ke Praktik, (Jakarta : Gema Insani, 2001), hlm. 95. 15
x
ْ تَ ِج ُ ٍُّ ِعٌ َ َّٱِ ُُ َْ َ ٍۡ ٗزا َّأَ ۡع َ َن أَ ۡ ٗزا َّ ۡطتَ ۡغفِز ُّا َّٱَ إِ َّى ٞ َُّٱَ َغف ٢٠ َّدٍ َۢ ُن ِ ْر ر “Sesungguhnya Tuhanmu mengetahui bahwasanya kamu berdiri (sembahyang) kurang dari dua pertiga malam, atau seperdua malam atau sepertiganya dan (demikian pula) segolongan dari orang-orang yang bersama kamu. Dan Allah menetapkan ukuran malam dan siang. Allah mengetahui bahwa kamu sekali-kali tidak dapat menentukan batas-batas waktu-waktu itu, maka Dia memberi keringanan kepadamu, karena itu bacalah apa yang mudah (bagimu) dari Al Quran. Dia mengetahui bahwa akan ada di antara kamu orang-orang yang sakit dan orang-orang yang berjalan di muka bumi mencari sebagian karunia Allah; dan orang-orang yang lain lagi berperang di jalan Allah, maka bacalah apa yang mudah (bagimu) dari Al Quran dan dirikanlah sembahyang, tunaikanlah zakat dan berikanlah pinjaman kepada Allah pinjaman yang baik. Dan kebaikan apa saja yang kamu perbuat untuk dirimu niscaya kamu memperoleh (balasan)nya di sisi Allah sebagai balasan yang paling baik dan yang paling besar pahalanya. Dan mohonlah ampunan kepada Allah; sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang”. (Al-Muzzammil: 20)16 Yang menjadi wajhud-dilalah atau argumen dari surah alMuzzammil: 20 adalah adanya kata yadhribun yang sama dengan
akar kata mudharabah yang berarti melakukan suatu
perjalanan usaha.17
ْ ِ َّ ۡبتَ ُغ ۡ َْا ِهي ف ض ِل
ْ صلَْ ُ ًَتَ ِ ز َّ ضٍَ ِ ل ُّا فًِ ۡٱَ ۡر ِ ُفَئ ِ َذا ق ْ َّٱِ َّ ۡذ ُكز ٗ ُِّا َّٱَ َكث ١٠ ُْى َ ٍزا لَّ َ لَّ ُكنۡ تُ ۡفلِذ
16
Departemen Agama RI, Al-Quran dan Terjemahnya, (Bandung : CV Diponegoro, 2004), hlm. 459. 17 Muhammad Syafi’i Antonio, Op.Cit, hlm. 96.
xi
“Apabila telah ditunaikan shalat, Maka bertebaranlah kamu di muka bumi; dan carilah karunia Allah dan ingatlah Allah banyakbanyak supaya kamu beruntung.” (Al- Jumu’ah: 10)18
ْ ض َعلَ ٍۡ ُكنۡ ُ ٌَا ٌح أَى تَ ۡبتَ ُغ ۡ َض ٗال ِّهي َّربِّ ُكنۡ فَئ ِ َذ ٰٓا أَف ۡ َْا ف ضتُن ِّه ۡي َ ٍۡ َل ْ َع َزفَ ٖ َ ۡذ ُكز ُّۡا َّٱَ ِعٌ َ ۡل َو ۡ َ ِز ۡل َذ َز ِام َّ ۡذ ُكزٍُُّ َك َوا َُ َ ى ُكن َّ َّإِى ُكٌتُن ِّهي قَ ۡبلِ َِ لَ ِو َي ل ١٩٨ ٍي َ ِّضآٰل
“Tidak ada dosa bagimu untuk mencari karunia (rezeki hasil perniagaan) dari Tuhanmu. Maka apabila kamu telah bertolak dari
´Arafat, berdzikirlah kepada Allah di Masy´arilharam. Dan berdzikirlah
(dengan
menyebut)
Allah
sebagaimana
yang
ditunjukkan-Nya kepadamu; dan sesungguhnya kamu sebelum itu benar-benar termasuk orang-orang yang sesat”. (Al-Baqarah: 198)19 Surah Al-Jumu’ah:10 dan Al-Baqarah:198 sama-sama mendorong kaum muslimin untuk melakukan upaya perjalanan usaha.20 2.
Al-Hadits
لذ َظ ُي ْب ِي َعلِ ِّى ْالـ َ الَّ ُ َد َّ ثَـٌَا بِ ْ ُز ب ُْي ثَابِ ٍ ْالبَ َّشا ُر َ َد َّ ثَـٌَا ْا خ ْب ِي َ َد َّ ثَـٌَا ًَصْ ُز ب ُْي ْالقَا ِط ِن َع ْي ِع ْب ِ الزَّدْ َو ِي ب ِْي َدا ُّ َد َع ْي ِ ِصال ٌ َى هللاُ َعلَ ٍْ َِ َّ َطلَّ َن ثَال ث ُ ٍ ٍْ َِص َ ِب َع ْي أَبِ ٍْ َِ قَا َ قَا َ َرط ُْْ ُ هللا َّ صل ضةُ َّأَ ْ الَطُ ْالبُ َّز بِال َّ ِ ٍ ِْز َ ار َ َفِ ٍْ ِِ َّي ْالبَ َز َكةُ ْالبَ ٍْ ُع إِلَى أَ َ ٍل َّ ْال ُوق .لِ ْلبَ ٍْ ِ الَ لِ ْلبٍَ ِْع Rasulullah SAW bersabda: “Tiga hal yang di dalamnya terdapat keberkahan, yaitu jual beli secara tangguh, muqharadlah (bagi hasil) dan mencampur gantum putih dengan gandum merah dengan untuk keperluan rumah bukan untuk dijual.”21
18
Departemen Agama RI, Op.Cit, hlm. 459. Ibid, hlm. 24. 20 Muhammad Syafi’i Antonio, Op.Cit, hlm. 96. 21 Ilfi Nur Diana, Op.Cit, hlm. 147. 19
xii
Filosofi Mudharabah, yaitu manusia diciptakan oleh Allah SWT dengan berbagai kelebihan dan kekurangan. Ada orang yang mempunyai kelebihan harta, ada orang yang kekurangan harta, ada orang yang punya keahlian, tetapi tidak memilii modal untuk melaksanakan sesuatu pekerjaan, ada orang yang punya modal tetapi tidak punya waktu untuk mengurus sebagian hartanya. Untuk terjadinya keseimbangan, yang berpunya perlu membantu orang yang kurang dengan cara yang adil, sebab itu
Islam
menawarkan berbagai solusi agar tidak terdapat kesenjangan di tengah masyarakat, maka mudharabah merupakan bagian dari pada cara yang ditawarkan Islam.22 a. Jenis-jenis Mudharabah Secara
umum,
mudharabah
terbagi
menjadi
dua
jenis
mudharabah muthlaqah dan mudharabah muqayyadah. 1) Mudharabah Muthlaqah Yang dimaksud dengan transaksi mudharabah muthlaqah adalah bentuk kerja sama antara shahibul maal dan mudharib yang cakupannya
sangat
luas
dan
tidak
dibatasi
oleh
spesifikasi jenis usaha, waktu, dan daerah bisnis. Dalam pembahasan fiqih ulama salafus saleh seringkali dicontohkan dengan ungkapan if’al ma syi’ta (lakukanlah sesukamu) dari
22
H.Zainudin Ali, Op.Cit, hlm. 26.
xiii
shahibul maal ke mudharib yang memberi kekuasaan sangat besar. 2) Mudharabah Muqayyadah Mudharabah muqayyadah atau disebut juga dengan istilah restricted mudharabah/specified mudharabah adalah kebalikan dari mudharabah muthlaqah. Si mudharib dibatasi dengan batasan jenis usaha, waktu, atau tempat usaha. Adanya pembatasan ini seringkali mencerminkan kecenderungan umum si shahibul maal dalam memasuki jenis dunia usaha.23
F. Perilaku Konsumen Menurut pemahaman yang paling umum, sebuah keputusan adalah seleksi terhadap dua pilhan alternatif atau lebih. Dengan perkataan lain, pilihan alternatif harus tersedia bagi seseorang ketika mengambil keputusan. Jika seseorang mempunyai pilihan antara melakukan pembelian dan tidak melakukan pembelian, pilihan antara merk X dan merk Y, atau pilihan yang menggunakan waktu mengerjakan “A” atau “B”, seseorang tersebut berada dalam posisi untuk mengambil keputusan. Sebaliknya, jika konsumen tersebut tidak mempunyai alternatif untuk memilih dan benar-benar terpaksa melakukan pembelian tertentu atau mengambil tindakan tertentu (misalnya, menggunakan resep obat dokter), maka keadaan satu-
23
Muhammad Syafi’i Antonio, Op.Cit, hlm. 97.
xiv
satunya “tanpa pilihan lain” ini bukanlah suatu keputusan; keputusan atas keadaan tanpa pilihan biasanya disebut “pilihan Hobson”.24 Perilaku konsumen yang loyal terhadap suatu produk tentu saja menguntungkan bagi produsennya karena konsumen akan terus berusaha mencari produk yang diinginkannya. Namun demikian jika konsumen
terus
menerus
kesulitan
mencari
produk
yang
diinginkannya, maka lama-lama konsumen akan mencoba merek lain. Sementara itu perilaku konsumen yang tidak loyal atau dengan kata lain membeli suatu produk hanya karena kebiasaannya saja, perlu memperhatikan aspek-aspek lain secara lebih halus. Perilaku konsumen (customer behavior) dapat didefinisikan sebagai kegiatan-kegiatan individu yang secara langsung terlibat dalam mendapatkan dan mempergunakan barang-barang atau jasa termasuk didalamnya proses pengambilan keputusan pada persiapan dan penentuan kegiatan-kegiatan tersebut. Ada dua elemen penting dari perilaku konsumen itu: proses pengambilan keputusan, dan kegiatan fisik, yang semua ini melibatkan individu dalam menilai, mendapatkan,
dan
mempergunakan
barang
atau
jasa
secara
ekonomis.25 1. Jenis – Jenis Tingkah Laku Keputusan Pembelian
24
Leon G. Schiffman dan Leslie Lazar Kanuk, Perilaku Konsumen, (Indonesia: PT Indeks, 2008, hlm. 485. 25 Danang Sunyoto, Teori kuesioner & Analisis Data Untuk Pemasaran dan Perilaku Konsumen, (Yogyakarta: Graha Ilmu,2013), hlm. 66.
xv
Semakin kompleks keputusan yang harus diambil biasanya semakin banyak peserta pembelian dan semakin banyak pertimbangan untuk membeli. Jenis – jenis tingkah laku pembelian
berdasarkan keterlibatan
dan
perbedaan
antara
merek dibagi menjadi empat, antara lain :26 a.
Tingkah Laku Membeli yang Kompleks Konsumen
menjalani
tingkah
laku
membeli
yang
kompleks kalau mereka sangat terlibat dalam pembelian dan
mempunyai perbedaan
pandangan
yang
berarti
diantara merek. Konsumen mungkin sangat terlibat kalau produknya
mahal,
berisiko,
jarang dibeli dan sangat
mencerminkan diri. b. Tingkah Laku Membeli yang Mengurangi Ketidakcocokan Hal ini akan terjadi ketika konsumen sangat terlibat dalam pembelian barang yang mahal, jarang dibeli dan berisiko, tetapi melihat sedikit perbedaan diantara merek. c. Tingkah Laku Membeli yang Merupakan Kebiasaan Tingkah laku membeli yang merupakan kebiasaan terjadi dibawah kondisi konsumen yang rendah dan perbedaan merek yang dirasakan besar. d.
Tingkah Laku Membeli yang Mencari Variasi
26
Philip Kotler dan Gary Armstrong, Principles of Marketing 7e, Alexander Sindoro, ”Dasar-dasar Pemasaran”, Jilid I, (Jakarta: Prenhallindo, 1997), hlm. 160.
xvi
Konsumen menjalani tingkah laku membeli yang mencari variasi dalam situasi yang ditandai oleh keterlibatan konsumen rendah,
tetapi
perbedaan
merek
dianggap
berarti. Dalam keadaan seperti itu, konsumen sering kali mengganti merek. G. Proses Keputusan Pembelian Pada
dasarnya
kepusan pembelian
konsumen
baik
untuk
dalam produk
proses yang
pengambilan keterlibatannya
rendah maupun untuk produk keterlibatan tinggi, akan melewati tahap-demi
tahap dengan
kecepatan
yang
berbeda.27
Seperti
ditunjukan pada gambar dibawah ini : Pengenalan Masalah
Pencarian Informasi
Evaluasi Alternatif
Keputusan Pembelian
Perilaku Pasca Pembelian Gambar 2.1 27
M. Taufiq Amir, Dinamika Pemasaran, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2005),
hlm. 65.
xvii
Proses Pengambilan Keputusan Pembelian28
1. Pengenalan Masalah Proses membeli dimulai dengan pengenalan masalah. Dimana pembeli mengenali adanya masalah atau kebutuhan. Pembeli merasakan adanya perbedaan antara keadaan nyata dan keadaan yang diingingkan.
2. Pencarian Informasi Seorang konsumen yang sudah tertarik mungkin mencari lebih banyak informasi tetapi mungkin juga tidak. Bila dorongan konsumen memuaskan
ada
kuat
dan
produk
dalam jangkauan,
yang
kondisi
dapat
konsumen
kemungkinan akan membelinya. Bila tidak, konsumen dapat menyimpan
kebutuhan
dalam
ingatan
atau melakukan
pencarian informasi yang berhubungan dengan kebutuhan tersebut. Konsumen
dapat
memperoleh
informasi
dari
berbagai
sumber, yakni : a.
Sumber pribadi : keluarga, teman, tetangga,kenalan.
b.
Sumber komersial : iklan, wiraniaga, agen, kemasan.
c.
Sumber publik : media massa.
28
Philip Kotler, Marketing Management, Hendra Teguh, Pemasaran”, Edisi Melenium, (Jakarta: PT Prenhallindo, 2002), hlm. 204.
xviii
(eds),
“Manajemen
d.
Sumber pengalaman : menggunakan produk.
3. Evaluasi Alternatif Tahap dari proses keputusan pembeli, yaitu ketika konsumen menggunakan informasi untuk mengevaluasi merek alternatif dalam perangkat pilihan. 4. Keputusan Pembelian Tahap dari keputusan pembeli, yaitu ketika konsumen benarbenar membeli produk.
5. Perilaku Pasca pembelian Tahap dari keputusan pembeli, yaitu ketika konsumen mengambil
tindakan
lebih
lanjut
setelah
membeli
berdasarkan pada rasa puas atau tidak puas. H. Karakteristik yang mempengaruhi tingkah laku pembeli atau konsumen Tingkah
laku konsumen adalah tingkah
laku membeli
konsumen akhir induvidu dan rumah tangga yang membeli barang serta jasa untuk konsumsi pribadi. Sedangkan pasar konsumen adalah
semua
individu dan rumah tangga yang membeli atau
memperoleh barang dan jasa untuk konsumsi pribadi.29 Karakteristik yang mempengaruhi tingkah laku konsumen yaitu: 1. Faktor Kebudayaan
29
Ibid, hlm. 143.
xix
Faktor yang paling luas dan dalam pada tingkah laku konsumen. Dalam faktor kebudayaan, ada komponen budaya itu sendiri, yaitu sub-budaya dan kelas sosial. 2. Faktor Sosial Individu pada dasarnya sangat mendapatkan pengaruh dari orang-orang disekitar kita saat membeli satu barang. Ada tiga aspek yaitu kelompok, keluarga serta peran dan status.
3. Faktor Pribadi Keputusan
membeli
juga
dipengaruhi
oleh
karakteristik
pribadi seperti umur dan tahap daur hidup, pekerjaan, situasi ekonomi, gaya hidup, serta kepribadian dan konsep diri pembeli. 4. Faktor Psikologi Pilihan barang yang dibeli seseoarang lebih lanjut dipengaruhi oleh empat faktor psikologi yang penting yaitu motivasi, persepsi, pengetahuan, serta keyakinan dan sikap.30
30
Ibid, hlm. 144.
xx