BAB II LANDASAN TEORI
2.1.
Studi Empiris Terdahulu Penelitian tentang permasalahan sampah organik telah banyak dilakukan
orang dengan fokus kajian pengelolaan sampah, analisis keragaman ekonomi dan kelembagaan pengelola sampah, pencemaran yang diakibatkan oleh sampah, dan lainlain. Penelitian yang dilakukan Virgota et al. (2001) tentang kajian simulasi kelayakan sistem pemisahan sampah rumah tangga pada pengelolaan sampah di kota Pekan Baru. Selanjutnya penelitian yang dilakukan oleh Jumiono et al. (2000) mengenai proses pendirian industri vermikompos berbahan baku sampah kota yang memfokuskan kepada analisis finansial industri vermikompos yang berbahan baku sampah kota. Penelitian lain dilakukan oleh Iriani et al. (1994) tentang sistem organisasi pengelolaan sampah pemukiman di kota Medan. Dalam penelitian diambil responden sebanyak 80 kepala keluarga. Pengambilan data dilakukan dengan cara wawancara, observasi langsung, dan studi dokumentasi. Mandailing et. al (2001) tentang partisipasi pedagang dalam program kebersihan dan pengelolaan sampah pasar yang mengambil studi kasus di Bogor. Untuk mencapai tujuan penelitiannya, peneliti melakukan survai terhadap 90 responden (pedagang) dengan variabel yang diperhatikan adalah karakteristik
Universitas Sumatera Utara
pedagang dan faktor – faktor yang mempengaruhi tingkat partisipasi pedagang dalam pengelolaan sampah pasar. Djuwendah et al. (1998) meneliti keragaman ekonomi dan kelembagaan penanganan sampah perkotaan yang mengambil studi kasus di kota Bandung. Tujuan penelitiannya mengetahui aspek teknis operasional pengelolaan sampah di kota Bandung, aktivitas pemanfaatan sampah terhadap penurunan volume dan biaya pengelolaan sampah. Untuk mencapai penelitiannya, Djuwendah et al. (1998) mengambil sampel 100 orang perangkas, 42 orang lapak, dan 9 orang bandar. Syamsuddin et al. (1985) juga melakukan penelitian tentang pengelolaan sampah di kota Ujung Pandang. Dalam penelitiannya digunakan empat faktor untuk menilai keberhasilan sistem pengelolaan sampah rumah tangga, yaitu partisipasi masyarakat, persepsi masyarakat, pengelolaan sampah oleh pemerintah kota, dan peraturan perundang – undangan. Dari penelitian terdahulu belum ada melakukan penelitian tentang Analisis Pemanfaatan Pengolahan Sampah Organik Menjadi Pupuk Kompos dengan metode eksprimen terhadap dua alternatif teknologi pengolahan sampah organik yaitu metode pengolahan sampah konvensional (windrow) dan metode pengolahan sampah menggunakan bahan tambah EM4 (Effective Microorganism).
Universitas Sumatera Utara
2.2.
Pengolahan Sampah Azwar (1990) mengatakan bahwa sampah adalah sebagian dari suatu yang
tidak terpakai, tidak disenangi atau sesuatu yang dibuang, umumnya berasal dari kegiatan manusia dan bersifat padat. Definisi lain dikemukakan oleh Hadiwijoto (1983), sampah adalah sisa-sisa bahan yang telah mengalami perlakuan baik telah diambil bagian utamanya, telah mengalami pengolahan, dan sudah tidak bermanfaat, dari segi ekonomi. Murtadho dan Gumbira (1998) membedakan sampah atas sampah organik dan sampah anorganik. Sampah organik meliputi limbah padat semi basah berupa bahanbahan organik yang umumnya berasal dari limbah hasil pertanian memiliki sifat mudah terurai oleh mikroorganisme dan mudah membusuk. Sampah organik meliputi kotoran/ limbah peternakan, limbah pabrik gula, sisa makanan, daun, kertas, kulit buah – buahan, potongan sayuran dll. Pada dasarnya sampah organik merupakan bahan yang berasal makhluk hidup. Sampah organik inilah yang bisa dijadikan kompos.
2.3.
Teknologi Pengomposan Dalam
pengertian
modern,
pengkomposan
diartikan
sebagai
proses
dekomposisi materi organik secara biologis menjadi material seperti humus dalam kondisi aerobik yang terkendali. Menurut Crawford (2003) kompos didefinisikan sebagai hasil dekomposisi parsial/tidak lengkap, dipercepat secara artifisial dari campuran bahan-bahan organik oleh populasi berbagai macam mikroba dalam
Universitas Sumatera Utara
kondisi lingkungan yang hangat, lembab, dan aerobik. Pengomposan dengan bahan baku sampah organik merupakan teknologi yang ramah lingkungan, sederhana dan menghasilkan produk akhir yang sangat berguna bagi kesuburan tanah atau tanah penutup bagi landfill. Sedangkan Christopher J. Starbuck, seorang ahli holtikultura dari University of Missouri menjelaskan bahwa kompos merupakan bahan organik yang telah membusuk beberapa bagian (partially decomposed) sehingga warna gelap, mudah hancur (crumbled), dan memiliki aroma seperti tanah (earthy). Kompos dibuat melalui proses biologi, yaitu seperti penguraian pada jaringan tumbuhan oleh organisme yang ada dalam tanah (soil). Ketika proses pembusukan selesai, kompos akan berwarna coklat kehitaman dan menjadi materi bubuk bernama humus. Proses yang terjadi dalam pembuatan kompos ini tidak jauh berbeda dengan proses pada penguraian tersebut, maka pembuatan kompos sering dianggap sebagai seni dalam merubah kematian menjadi kehidupan (the of turning death into life). Sementara National Organic Gardening Centre yang berada di kota Coventry, Inggris dalam publikasinya menjelaskan, pembuatan kompos pada dasarnya adalah membuat suatu kondisi yang mendukung (favourable condition) bagi pertumbuhan populasi mikroorganisme dalam proses pembusukan untuk membuat material humus yang sangat penting bagi tanah. Pembusukan dalam pembuatan kompos akan lebih cepat (speeded up) dibandingkan dengan pembusukan yang terjadi pada proses alami.
Universitas Sumatera Utara
Komposisi sampah di Indonesia sebagian besar terdiri atas sampah organik, sekitar 50% sampai 60% dapat dibuat kompos. Apabila sampah organik ini dapat diolah menjadi kompos, maka akan diperoleh keuntungan sebagai berikut: 1. Memperpanjang umur tempat pembuangan akhir (TPA), karena semakin banyak sampah organik diolah menjadi kompos, sehingga semakin sedikit sampah yang dikelola 2. Meningkatkan efisien biaya pengangkutan sampah, disebabkan jumlah sampah yang diangkut ke TPA semakin berkurang 3. Meningkatkan kondisi sanitasi di perkotaan 4. Dari segi sosial kemasyarakatan, pengomposan dapat meningkatkan peranserta masyarakat dalam pengeolaan sampah kota dan meningkatkan pendapatan keluarga 5. Pengomposan berpotensi mengurangi pencemaran lingkungan perkotaan, karena jumlah sampah yang dibakar atau dibuang ke sungai menjadi berkurang. Selain itu aplikasi kompos pada lahan pertanian berarti mencegah pencemaran karena berkurangnya kebutuhan pemakaian pupuk kimia dan obat-obatan yang berlebihan 6. Membantu melestarikan sumber daya alam.
Pada dasarnya teknologi pengomposan yang selama ini diterapkan manusia meniru proses terbentuknya humus oleh alam dengan bantuan mikroorganisme. Mikroorganisme ada dua jenis, yaitu mikroorganisme yang membutuhkan oksigen
Universitas Sumatera Utara
tinggi (aerob) dan mikroorganisme yang bekerja pada kadar oksigen rendah (anaerob). Pengomposan konvensional/windrow adalah pengomposan yang biasa dilakukan oleh orang, dimana sampah organik ditumpuk diatas lantai sambil dibalik. Pengomposan dengan EM4 (Effective Microorganism) adalah model pengomposan dengan menambahkan suatu unsur untuk proses terjadinya pengomposan. Unsur tersebut salah satunya adalah EM4. Pengomposan merupakan salah satu solusi teknis yang baik bagi negara berkembang dalam rangka mereduksi sampah domestik, terutama bagi negara-negara dengan iklim tropis dan mempunyai masalah dengan tanah yang kurang subur. WHO (World Health Organization) menyatakan bahwa agar pengomposan dengan bahan baku sampah domestik dapat berjalan dengan baik, maka harus dapat dicapai beberapa persyaratan sebagai berikut : 1. Jenis sampah sesuai untuk pengomposan 2. Pangsa pasar untuk kompos maksimal berjarak 25 km dari kota 3. Dukungan dari instansi yang terkait dengan pertanian 4. Harga kompos terjangkau oleh para petani.
Berdasarkan ada tidaknya asupan udara, pembuatan kompos dibedakan menjadi pengomposan secara aerobik dan pengomposan anerobik. Pengomposan aerobik, adanya udara dapat mempercepat proses pembusukan oleh mikroorganisme aerobik. Proses berlangsung cepat dan tidak menimbulkan bau. Sebaliknya oksigen tidak diperlukan dalam pengomposan anerobik.
Universitas Sumatera Utara
Berdasarkan kebutuhan oksigen untuk pengomposan aerobik antara lain : 1. Pengomposan sistem windrow, merupakan metode yang paling sederhana dan sudah sejak lama dilakukan. Untuk mendapatkan aerasi dan pencampuran, biasanya tumpukan sampah organik tersebut dibalik (diaduk). Hal ini dapat menghambat bau yang mungkin timbul. Pembalikan dapat dilakukan secara manual atau mekanis. Sistem windrow sudah berkembang di Indonesia untuk sekala kecil. 2. Pengomposan aerated static pile composting, udara dimasukkan melalui pipa statis ke dalam tumpukan sampah organik. Untuk mencegah bau yang timbul, pipa dilengkapi dengan exhaust fan. 3. In-veseel composting system, pengomposan dilakukan di dalam kontainer atau tangki tertutup. Proses ini berlangsung secara mekanik, untuk mencegah bau disuntikkan udara. 4. Vermicomposting, merupakan langkah pengembangan pengomposan secara aerobik dengan memanfaatkan cacing tanah sebagai perombak utama. Cacing tanah dilakukan pada saat kondisi material organik sudah siap menjadi media tumbuh (kompos setengah matang). Dikenal 4 marga cacing tanah yang sudah dibudidayakan yaitu eisenia, lumbricus, perethima dan peryonix (Yayasan Kirai Indonesia, 1996). 5. Effective
Microorganisms
(EM4),
merupakan
kultur
campuran
dari
mikroorganisme yang menguntungkan bagi pertumbuhan tanaman yang dapat diaplikasikan sebagai inokulan untuk meningkatkan keragaman dan populasi
Universitas Sumatera Utara
a. Bakteri Fotosintetik b. Bakteri Asam Laktat c. Ragi d. Actinomcetes e. Jamur Fermentasi
Setiap jenis EM4 mempunyai fungsi masing-masing dalam proses fermentasi bahan organik, namun bakteri fotosintetik adalah pelaksana kegiatan EM4 yang paling utama. Bakteri ini mendukung kegiatan mikroorganisme lain dan di lain pihak bakteri ini memanfaatkan zat-zat yang dihasilkan oleh mikroorganisme lain.
Universitas Sumatera Utara
2.4 .
Bahan Yang Dapat Dikomposkan Bahan – bahan organik yang diperlukan dalam pembuatan kompos adalah
substansi organik. Bahan yang dapat dikomposkan seperti sampah rumah tangga, sampah-sampah organik pasar/kota, kotoran ternak, limbah dari pertanian, limbah pabrik gula, limbah pabrik kelapa sawit dll. Kemudian bahan-bahan tersebut harus memiliki rasio karbon dan nitrogen yang memenuhi syarat agar berlangsung pengomposan secara sempurna.
2.5.
Proses Umum Terjadinya Pengomposan Sampah Organik Sampah organik dapat diubah menjadi kompos dengan suksesi berbagai
macam organisme. Selam fase awal pengomposan, bakteri meningkat dengan cepat. Berikutnya, bakteri berfilamen (actinomycetes), jamur, dan protoza mulai bekerja. Setelah sejumlah besar karbon (C) dalam kompos dimanfaatkan (utilized) dan temperatur mulai turun, centipedes, milipedes, kutu, cacing tanah, dan organisme lainnya melanjutkan proses pengomposan (Starbuck, 2004). Organisme
yang
bertugas
dalam
menghancurkan
material
organik
membutuhkan nitrogen (N) dalam jumlah besar. Oleh karena itu, dalam proses pengomposan perlu ditambahkan material yang mengandung nitrogen agar berlangsung proses pengomposan secara sempurna. Material tersebut salah satunya adalah kotoran ternak (manure). Setelah selesai proses pembusukan, nitrogen akan dilepaskan kembali sebagai salah satu komponen yang terkandung dalam kompos. Pada proses berikutnya jamur
Universitas Sumatera Utara
(fungi) akan mencerna kembali substansi organik untuk cacing tanah dan actinomycetes agar mulai bekerja. Cacing tanah akan bertugas dalam mencampurkan substansi organik yang telah dicerna kembali oleh jamur dengan sejumlah kecil tanah lempung (clay) dan kalsium yang terkandung dalam tubuh cacing tanah. Dalam tahap ini, kompos sudah bisa digunakan sebagai pupuk pada tumbuhan. Pada fase terakhir, organisme mengoksidasi substansi nitrogen menjadi nitrat yang dibutuhkan akan tanaman dan tumbuhan bertunas (sprouting plants) seperti rebung, tauge. Kompos akan berubah menjadi gelap, wangi, remah, dan mudah hancur. Fase ini disebut juga sebagai fase kematangan (ripeness) karena kompos sudah dapat digunakan. Proses terjadinya pengomposan sampah organik dapat dilihat pada Gambar 1 berikut :
Gambar 1. Proses Umum Pengomposan Sampah Organik Secara Aerobik
Universitas Sumatera Utara
Proses pengomposan akan segera berlangsung setelah bahan – bahan mentah dicampur. Proses pengomposan secara sederhana dapat dibagi menjadi dua tahap, yaitu tahap aktif dan tahap pematangan. Selama tahap – tahap awal proses, oksigen dan senyawa – senyawa yang mudah terdegradasi akan segera dimanfaatkan oleh mikroba mesofilik. Suhu tumpukan sampah organik akan meningkat dengan cepat. Demikian pula akan diikuti dengan peningkatan pH sampah organik. Suhu akan meningkat di atas 500C – 800C dan suhu akan tetap tinggi selama waktu tertentu. Mikroba yang aktif pada kondisi ini adalah mikroba termofilik,yaitu mikroba yang aktif pada suhu tinggi. Pada saat ini terjadi dekomposisi atau penguraian bahan organik yang sangat aktif. Mikroba – mikroba di dalam kompos dengan menggunakan oksigen akan menguraikan bahan organik menjadi CO2, uap air dan panas. Setelah sebagian besar bahan telah terurai, maka suhu akan berangsur – angsur mengalami penurunan. Pada saat ini terjadi pematangan kompos tingkat lanjut, yaitu pembentukan komplek liat humus. Selama proses pengomposan akan terjadi penyusutan volume maupun biomassa bahan kurang lebih 25% - 40% dari volume atau bobot awal bahan. Perubahan suhu dan jumlah mikroba selama proses pengomposan sampah organik dapat dilihat pada Gambar 2. berikut :
Universitas Sumatera Utara
Gambar 2. Perubahan Suhu dan Jumlah Mikroba Selama Proses Pengomposan
Berikut ini dapat dilihat pada Tabel 1, organisme yang terlibat dalam proses pengomposan sampah organik : Tabel 1. Organisme Yang Terlibat Dalam Proses Pengomposan Kelompok Organisme
Organisme
Mikroflora
Bakteri Aktinomicetes Kapang Protozoa Jamur tingkat tinggi Cacing tanah, rayap, semut, kutu, kaki seribu dll
Mikrofauna Makroflora Makrofauna
Jumlah/ gram kompos 108 – 109 105 – 108 104 – 106 104 – 105 -
(Sumber : Ryak, 1992)
Universitas Sumatera Utara
2.6.
Faktor – faktor Yang Mempengaruhi Proses Pengomposan Keberhasilan dalam pengolahan sampah organik menjadi pupuk kompos
sangat dipengaruhi beberapa faktor, antara lain : 1. Rasio C/N Yang efektif untuk proses pengomposan berkisar antara 30:1 hingga 40:1. Mikroba memecah senyawa C sebagai sumber energi dan menggunakan N untuk sintesis protein. Pada rasio C/N antara 30 – 40 mikroba mendapatkan cukup C untuk energi dan N untuk sintesis protein. Apabila rasio C/N terlalu tinggi, mikroba akan kekurangan N untuk sintesis protein sehingga dekomposisi berjalan lambat. 2. Ukuran Partikel Sangat mempengaruhi proses pengomposan. Idealnya ukuran partikel sampah organik yang akan dikomposkan berkisar 2 cm – 5 cm. 3. Aerasi Ditentukan oleh porositas dan kandungan air sampah organik. Aerasi secara alami akan terjadi pada saat terjadi peningkatan suhu yang menyebabkan udara hangat keluar dan udara yang dingin masuk ke dalam tumpukan kompos. 4. Porositas Adalah ruang diantara partikel di dalam tumpukan kompos. Porositas dihitung dengan mengukur volume rongga dibagi dengan volume total. Rongga – rongga ini akan diisi oleh air dan udara. Udara akan mensuplai oksigen untuk proses
Universitas Sumatera Utara
pengomposan. Apabila rongga dipenuhi oleh air, maka pasokan oksigen akan berkurang dan proses pengomposan juga akan terganggu. 5. Kelembaban Memegang peranan yang sangat penting dalam proses metabolisme mikroba dan secara tidak langsung berpengaruh pada suplai oksigen. Mikroorganisme dapat memanfaatkan bahan organik apabila bahan organik tersebut larut di dalam air. Kelembaban 40% - 60% adalah kisaran optimum untuk metabolisme mikroba. 6. Temperatur Faktor temperatur sangat berpengaruh terhadap proses pengomposan. Temperatur optimum bagi pengomposan adalah 400C – 600C. Suhu yang lebih tinggi dari 600C akan membunuh sebagian mikroba dan hanya mikroba thermofilik saja yang akan tetap bertahan hidup. 7. pH, Proses pengomposan dapat terjadi pada pH optimum antara 6,5 – 7,5. Berikut ini adalah kondisi yang optimal untuk mempercepat proses pengomposan seperti pada Tabel 2. Tabel 2. Kondisi Optimal Untuk Mempercepat Proses Pengomposan Kondisi Kompos Ratio C/N Kelembaban Konsentrasi Oksigen Ukuran partikel pH Temperatur
Kondisi Yang Bisa Diterima 20:1 s/d 40:1 40 – 65% >5% 1 inchi 5,5 – 9,0 43 – 660C
Ideal 25 – 35:1 45 – 62 % berat > 10 % Bervariasi 6,5 – 8,0 54 – 600C
(Sumber : Ryak,1992)
Universitas Sumatera Utara
2.7.
Standar Kualitas Kompos Kualitas kompos biasanya diidentikkan dengan kandungan unsur hara yang
ada didalamnya, kadarnya sangat tergantung dari bahan baku atau proses pengomposan. Unsur hara makro dan mikro dalam kompos terbilang lengkap, tetapi kadarnya kecil sehingga tidak memenuhi kebutuhan tanaman. Untuk mengetahui tingkat kematangan apakah kompos sudah jadi, maka dapat dilakukan sebagai berikut : 1. Dicium Biasanya kompos yang sudah matang berbau seperti tanah dan harum, meskipun kompos dari sampah kota. Bila kompos tercium bau yang tidak sedap berarti terjadi fermentasi anerobik dan menghasilkan senyawa – senyawa berbau yang mungkin berbahaya bagi tanaman. Apabila kompos masih berbau seperti bahan mentahnya berarti kompos belum matang. 2. Warna Kompos Bila sudah matang berwarna coklat kehitam – hitaman. Bila kompos masih berwarna hijau atau warnanya mirip dengan bahan mentahnya berarti kompos belum matang. 3. Penyusutan Terjadi penyusutan volume atau bobot seiring dengan kematangan kompos. Besarnya penyusutan tergantung pada karakteristik bahan mentah dan tingkat kematangan kompos. Penyusutan berkisar 20% - 40 %.
Universitas Sumatera Utara
4. Suhu Suhu kompos yang sudah matang mendekati dengan suhu awal pengomposan. Suhu kompos yang masih tinggi atau diatas 500C, berarti proses pengomposan masih berlangsung aktif. 5. Kandungan air kompos, kompos yang sudah matang memiliki kandungan air kurang lebih 50% - 60%. 6. Apabila dipegang dan dikepal, kompos akan menggumpal, dan bila ditekan dengan lunak gumpalan kompos akan hancur dengan mudah. Jika dianalisis di laboratorium, kompos yang sudah matang akan memiliki ciri – ciri sebagai berikut: a. Tingkat keasaman (pH) kompos agak asam sampai netral (6,5 – 7,5) b. Memiliki C/N ratio sebesar 10 – 20 c. Daya absorbsi air tinggi
2.8.
Teori Mengenai Desain Eksperimen Desain eksperimen yaitu suatu rancangan percobaan dengan tiap langkah
tindakan yang betul-betul terdefinisikan sedemikian sehingga informasi yang berhubungan dengan atau diperlukan untuk persoalan yang sedang diteliti dapat dikumpulkan. Pengetahuan tentang desain eksperimen faktorial merupakan pedoman dalam melakukan penelitian dalam eksperimen yang memiliki faktor yang lebih dari satu dan banyak taraf faktor. Dalam hal ini banyak hal yang harus diperhatikan agar pada
Universitas Sumatera Utara
akhirnya dapat diperoleh kesimpulan yang benar-benar membantu dalam menentukan faktor mana yang memberikan pengaruh terhadap eksperimen. Tentu hal ini akan membantu para peneliti dalam mengambil keputusan terhadap pengolahan data selanjutnya, sedangkan optimisasi merupakan suatu disiplin matemetika yang dapat digunakan untuk mencari nilai minimal atau maksimal.
2.8.1. Tujuan Desain Eksperimen Desain suatu eksperimen bertujuan untuk memperoleh atau mengumpulkan informasi sebanyak-banyaknya yang diperlukan dan berguna dalam melakukan penyelidikan persoalan yang akan dibahas. Meskipun demikian, dalam rangka usaha mendapatkan semua informasi yang berguna itu, hendaknya desain dibuat sesederhana mungkin. Penyelidikan juga hendaknya dilakukan seefisien mungkin mengingat waktu, biaya, tenaga dan bahan yang harus digunakan. Hal ini juga penting mengingat pada kenyataan bahwa desain yang sederhana akan mudah dilaksanakan, dan data yang diperoleh berdasarkan desain demikian akan dapat cepat dianalisis, disamping juga akan bersifat ekonomis. Jadi jelas hendaknya, bahwa desain eksperimen berusaha untuk memperoleh informasi yang maksimum dengan menggunakan biaya minimum.
2.8.2. Rancangan Acak Lengkap Rancangan Acak Lengkap (RAL) merupakan rancangan dasar. Semua rancangan random berpangkal pada RAL dengan menempatkan pembatasan-
Universitas Sumatera Utara
pembatasan dalam alokasi perlakuan dalam lapangan percobaan. Apabila unit percobaan terlalu heterogen, salah satu cara untuk mengontrol variabilitas adalah dengan mengadakan stratifikasi ke dalam kelompok-kelompok yang lebih homogen. RAL dapat didefinisikan sebagai rancangan dengan beberapa perlakuan yang disusun secara random untuk seluruh unit percobaan. Tidak ada pembatasan yang dikenakan dalam menyusun perlakuan untuk tiap unit percobaan. Kelebihan RRL : 1. Mudah menyusun rancangannya. 2. Analisis statistik yang digunakan cukup sederhana. 3. Banyak unit percobaan untuk tiap perlakuan tidak harus sama. Kekurangan RAL yang paling pokok adalah bahwa rancangan ini biasanya hanya cocok untuk digunakan dengan beberapa perlakuan (yang tidak banyak) serta untuk unit percobaan yang relatif homogen. Yang dimaksud dengan menyusun rancangan adalah menempatkan perlakuan pada unit percobaan. Misalnya kita punya N Unit percobaan dan K perlakuan. kita pilih secara random n1 unit percobaan dari unit dan satu dari k perlakuan itu kita gunakan pada n1 unit tersebut. Selanjutnya kita pilih secara random n2 unit dari (N-n1) unit percobaan sisanya dan satu (sembarang) perlakuan dari sisa (K-1) perlakuan kita gunakan pada n2 unit percobaan tersebut. demikian seterusnya, sampai semua perlakuan didapat. Apabila tiap perlengkapan diulang sebanyak kali yang sama, maka n1=n2=...=nk=n, dan sum(ni) = kn = N unit percobaan.
Universitas Sumatera Utara
2.9.
Studi Kelayakan Studi kelayakan adalah suatu metode penelitian dari suatu gagasan usaha
tentang kemungkinan layak atau tidaknya gagasan usaha tersebut dilaksanakan. Studi kelayakan dalam arti yang luas telah timbul jauh sebelum berkembangnya perekonomian modern. Revolusi industri di Inggris pada abad ke 17 yang mendorong perkembangan perindustrian dan perdagangan merupakan suatu titik permulaan dari keperluan akan adanya suatu studi kelayakan yang lebih sistematis dengan metodemetode ilmiah. Perkembangan perekonomian dan bertambah kompleksnya hubungan antar manusia, yang secara langsung atau tidak langsung dapat mempengaruhi gagasan suatu usaha, maka diperlukan studi kelayakan dengan metode-metode yang lebih sistematis. Pada mulanya bentuk studi kelayakan yang masih sederhana hanya merupakan penelitian dari faktor-faktor yang dapat dinilai dengan uang. Konsep social benefits dan social cost belum dikenal dalam studi kelayakan. Setelah perang dunia kedua, faktor-faktor yang diteliti untuk menilai kelayakan suatu gagasan proyek semakin bertambah seperti penilaian social benefits dan social cost, penilaian pengaruhnya terhadap lingkungan. Agar pembuatan studi kelayakan berlangsung dengan baik, maka pertamatama harus diberikan batasan (kriteria) apa yang disebut layak. Hal ini perlu sebab kriteria layak menurut pemerintah belum tentu layak bagi seorang pengusaha. Setelah ditetapkan kriteria kelayakan suatu proyek maka selanjutnya diteliti gagasan yang akan dilaksanakan tersebut apakah sesuai dengan kriteria yang telah kita harapkan
Universitas Sumatera Utara
atau tidak. Bila proyek tersebut memenuhi kriteria yang telah kita tetapkan maka usaha tersebut dikatakan layak. Untuk itu, studi kelayakan memerlukan berbagai disiplin ilmu antara lain ahli ekonomi, ahli teknik, ahli sosiologi, dan sebagainya. Pola pikir yang sistematis diperlukan dalam studi kelayakan. Studi kelayakan menyangkut berbagai aspek dan memerlukan berbagai displin ilmu. Secara konsepual, tahap-tahap studi kelayakan: 1. Penemuan ide 2. Tahap Penelitian 3. Tahap evaluasi 4. Tahap Urutan Usulan yang layak 5. Tahap Rencana Pelaksanaan 6. Tahap Pelaksanaan
2.9.1. Aspek-Aspek Studi Kelayakan Struktur variabel-variabel yang mempengaruhi suatu studi kelayakan terdiri dari berbagai aspek, yaitu: 1. Aspek Pasar Penelitian pasar merupakan langkah pertama dan paling penting dalam studi kelayakan. Karena faktor inilah yang menentukan apakah penelitian selanjutnya pada bidang-bidang lain perlu dilakukan atau tidak. Pada tahap permulaan ini kita mau meneliti apakah barang atau jasa yang akan kita hasilkan ada pembelinya di pasar atau tidak, sebab sekalipun teknis barang tersebut layak dibuat, maka tiada gunanya
Universitas Sumatera Utara
kalau barang tersebut tidak laku di pasar, atau kalau tidak bermanfaat bagi masyarakat. Selain itu perlu diketahui apakah sudah ada barang-barang sejenis atau barang-barang pengganti di pasar. Kalau sudah ada berapa harga jualnya dan berapa marketshare-nya. Demikian juga pertanyaan-pertanyaan lain yang berhubungan dengan pasar. Ada tiga macam orientasi pengusaha yang menjadi dasar falsafah seorang pengusaha menghadapi pasar yang mempengaruhi sikap dan orientasi seorang pengusaha untuk menghasilkan produk, yaitu: a. Falsafah yang berorientasi pada produksi b. Falsafah yang berorientasi pada penjualan c. Falsafah yang berorientasi pada konsumen Falsafah yang terbaik adalah falsafah yang berorientasi pada konsumen karena hanya produk yang sesuai dengan keinginan produsen yang dapat terjual dengan baik. Pada aspek pasar diadakan penelitian terhadap permintaan potensial, permintaan musiman, menaksir besarnya permintaan total.
2. Aspek pemasaran Pada aspek pemasaran dibicarakan strategi pemasaran, dengan mengetahui kekuatan persaingan dari produk yang kita hasilkan dengan produk lain yang sudah ada. Keadaan persaingan dari barang atau jasa yang akan kita produksikan sangat dipengaruhi oleh market share. Untuk itu, sebelum kita dapat menaksir besarnya market share, atau bagian pasar yang kita harapkan dapat kita kuasai, maka terlebih
Universitas Sumatera Utara
dahulu harus dibicarakan hal-hal yang berkaitan dengan kekuatan persaingan. Faktorfaktor yang harus diperhatikan tersebut antara lain: a. Mutu atau kualitas b. Brand loyality c. Struktur pasar d. Organisasi pemasaran e. Promosi penjualan f. Harga Dalam studi kelayakan sangat perlu mengevaluasi bagaimana harus mengatur taktik dan strategi sebelum memasuki pasaran. Tidak jarang terjadi kegagalan suatu usaha bukan disebabkan faktor-faktor teknis, tetapi karena pengusaha tidak siap dengan strategi untuk memasuki pasaran.
3. Aspek Teknik dan Teknologi Secara sederhana aspek teknis meliputi faktor-faktor produksi langsung yang umumnya berwujud fisik. Yang termasuk dalam aspek teknis antara lain: a. Teknologi b. Tenaga kerja, termasuk kuantitas tenaga kerja, kualitas tenaga kerja. c. Bahan baku, termasuk kualitas bahan baku, transportasi bahan baku, jalur pangadaan bahan baku, timbulnya penggunaan lain bahan baku, faktor harga bahan baku.
Universitas Sumatera Utara
d. Faktor non ekonomis, seperti faktor alam, kebijaksanaan pemerintah dan hubungan antarnegara. e. Peralatan, termasuk pengadaan peralatan, layanan purna jual yang meliputi suku cadang, tenaga ahli, sarana. Aspek teknis besar pengaruhnya terhadap kelancaran produksi, untuk itu perlu berkonsultasi dengan orang yang memiliki keahlian dalam aspek teknik untuk membuat studi kelayakan.
4. Aspek Manajemen dan Sumber Daya Manusia Aspek manajemen bergantung pada skala perusahaan dimana semakin besar perusahaan maka semakin kompleks permasalahannya. Pada perusahaan kecil, kemampuan teknis lebih diperlukan dari pada kemampuan manajemen. Tetapi dengan semakin besarnya perusahaan tersebut maka kemampuan manajemen semakin diperlukan. Pada aspek manajemen diperlukan pemahaman struktur organisasi, terutama kuantitas dan kualitas dari tenaga-tenaga manajemen. Misalnya, pengusaha ingin mendirikan perusahaan komputer, maka disusun struktur organisasi garis dimana top manajer membawahi manajer pemasaran, manajer produksi, manajer personalia, manajer keuangan. Tetapi usaha untuk mengisi jabatan Top Manajer sulit dipenuhi karena sukar diperoleh orang yang berwibawa dan memiliki pengetahuan komputer. Oleh karena itu perlu dipikirkan perubahan organisasi garis menjadi organisasi garis dan staff. Tolak ukur manajemen antara lain: a. Kepemimpinan dalam arti yang luas
Universitas Sumatera Utara
b. Kemampuan berkomunikasi ke dalam dan ke luar Syarat pendukung kemampuan manajemen dimana manusianya memiliki kemampuan antara lain pengalaman, pendidikan, dan investasi.
5. Aspek Lingkungan Perusahaan Pertumbuhan dan perkembangan suatu perusahaan tidak dapat lepas dari lingkungan sekitarnya. Dengan kata lain lingkungan dapat berpengaruh negatif atau positif terhadap perkembangan perusahaan. Lingkungan adalah segala sesuatu yang berada di luar perusahaan tetapi mempunyai pengaruh atas pertumbuhan dan perkembangan perusahaan. Untuk mengenali faktor-faktor yang termasuk dalam lingkungan perusahaan tidak mudah, karena daktor lingkungan tidak bersifat statis, tetapi lebih bersifat dinamis. Faktor-faktor yang diperhitungkan antara lain: a. Sistem nilai masyarakat sebagai faktor lingkungan b. Perundang-undangan sebagai faktor lingkungan (Aspek Yuridis) c. Sistem birokrasi sebagai faktor lingkungan (Prosedur perizinan) d. Iklim perekonomian dan politik sebagai faktor lingkungan e. Lingkungan kehidupan dan lingkungan alam
6. Aspek Finansial Untuk dapat memutuskan layak atau tidaknya suatu usaha maka perlu dipertimbangkan aspek keuangan. Suatu gagasan usaha tidak dapat dilaksanakan tanpa dukungan modal. Dalam hal ini kita mengenal dua jenis modal yaitu modal
Universitas Sumatera Utara
sendiri dan modal asing. Modal sendiri adalah modal yang diharapkan mendukung realisasi gagasan usaha tersebut yang bukan merupakan pinjaman, misalnya modal sendiri dari pengusaha, modal saham. Sedangkan modal asing adalah modal pinjaman yang sebagai konsekuensinya harus membayar beban bunga. Dukungan modal umumnya diperoleh dari lembaga perkreditan, apakah itu bank pemerintah maupun bank swasta. Dukungan permodalan itu tidak hanya kuantitas (jumlah), tetapi kualitas (jenis modal). Mungkin kredit yang diperoleh adalah kredit jangka pendek, padahal untuk melaksanakan gagasan tersebut sebenarnya diperlukan kredit jangka panjang. Untuk itu perlu dipertimbangkan: a. Jumlah dan jenis modal b. Titik pulang pokok c. Rentabilitas (Persentase keuntungan yang dapat diperoleh dibandingkan dengan modal yang ditanam untuk usaha tersebut). d. Jangka waktu pengembalian modal
2.9.2. Manfaat Studi Kelayakan Studi kelayakan mempunyai arti yang penting terutama bagi pengusaha. Secara luas studi kelayakan selain penting bagi pengusaha juga penting bagi pihakpihak lain yang mempunyai kepentingan langsung atau tidak langsung terhadap proyek tersebut. Pihak-pihak tersebut antara lain:
Universitas Sumatera Utara
1. Pihak Manajemen Perusahaan Dengan adanya studi kelayakan maka pengusaha akan mengetahui apakah gagasan usahanya layak atau tidak untuk dilaksanakan, ditinjau dari sudut perusahaan. Bilamana berdasarkan studi kelayakan usahanya tersebut tidak layak, maka pengusaha tersebut telah menyelamatkan investasinya dari kerugian-kerugian besar yang mungkin timbul akibat kegagalan. Sebaliknya bila berdasarkan studi kelayakan ternyata bahwa usaha tersebut layak untuk dilaksanakan, maka besar kemungkinan usaha tersebut akan berhasil.
2. Pihak Investor Dengan mempelajari studi kelayakan seorang investor dapat mengambil kesimpulan apakah akan menanamkan modalnya atau tidak pada suatu perusahaan. Mereka mempunyai kepentingan langsung tentang keuntungan yang akan diperoleh dan kestabilan dari perusahaan tersebut. Dengan kata lain calon penanam modal perlu jaminan keselamatan atas modal yang akan ditanamkannya.
3. Pihak Kreditor Dengan hasil studi kelayakan yang menyatakan suatu usaha layak maka kita lebih dapat meyakinkan pihak kreditor, khususnya perbankan untuk memberikan kredit pada gagasan usaha tersebut. Sebelum kreditor memberikan kredit, dia akan mengkaji kembali studi kelayakan yang telah dibuat oleh pihak pengusaha. Perlu dicatat disini, pemberian pemberian kredit oleh kreditor bukan semata-mata didasarkan atas studi
Universitas Sumatera Utara
kelayakan, tetapi juga oleh pertimbangan-pertimbangan lain, seperti bonafiditas dari pengusaha tersebut, tingkat hubungan kedua belah pihak, jaminan dan sebagainya. Meskipun demikian, studi kelayakan ini mempunyai andil yang tidak sedikit untuk meng-goal-kan suatu kredit.
4. Pemerintah dan Masyarakat Kepentingan masyarakat atau pemerintah terhadap studi kelayakan suatu proyek menyangkut apa yang disebut externalities, yakni akibat sampingan baik positif atau negatif sebagai akibat didirikannya suatu proyek. Pendirian sebuah pabrik gula misalnya, akan mempunyai akibat sampingan negatif berupa pengotoran lingkungan dan kebisingan. Akibat sampingan semacam ini disebut social cost. Pembuatan jalanjalan baru dari kota menuju pabrik tersebut adalah dampak positif, yang disebut social benefits. Karena pihak perusahaan umumnya tidak memasukkan faktor ini dalam neraca keuntungan dan kerugian terutama karena sulit dinilai dengan uang, maka
masyarakat/pemerintah
dapat
diwakili
oleh
pemerintah,
mempunyai
kepentingan memasukkan faktor tersebut kedalam studi kelayakan. Sehingga dapat dilihat apakah proyek tersebut dapat diterima atau tidak. Apabila berdasarkan studi kelayakan bahwa suatu proyek mempunyai social cost lebih kecil dari pada social benefits, dengan sendirinya proyek tersebut akan mendapat dukungan dari pemerintah/masyarakat.
Universitas Sumatera Utara
2.9.3. Perhitungan Ekonomi Perhitungan ekonomi diperlukan untuk melihat kelayakan dari suatu usaha. Untuk setiap aspek dalam studi kelayakan terdapat sejenis analisa yang menitikberatkan aspek tersebut. Umumnya terbagi atas 2 macam analisis, yaitu: a. Analisis finansial, dimana proyek dilihat dari sudut badan-badan atau orang-orang yang menanam modalnya dalam proyek atau orang yang berkepentingan langsung dalam proyek. b. Analisis ekonomis, dimana proyek dilihat dari sudut perekonomian sebagai keseluruhan. Untuk mengetahui keuntungan yang dapat diperoleh dari investasi dilakukan dengan Investment Criteria atau kelayakan investasi. Beberapa Investment Criteria: a. Net Present Value (NPV) NPV merupakan selisih antara Present value dari benefit dan Present value dari biaya. Suatu proyek dikatakan layak bila NPV ≥ 0. Jika NPV = 0, berarti proyek tersebut akan mengembalikan persis sebesar Social Opportunity Cost of Capital. Jika NPV < 0, proyek ditolak. n
NPV = ∑ t =1
Bt − C t (1 + i ) t
Keterangan: Bt = Benefit sosial kotor sehubungan dengan suatu proyek pada tahun t Ct = Biaya sosial kotor sehubungan dengan proyek pada tahun t, tidak dilihat apakah biaya tersebut dianggap bersifat modal (pembelian peralatan, tanah, konstruksi, dan sebagainya) ata rutin n = Umur ekonomis dari suatu proyek
Universitas Sumatera Utara
i = Social Opportunity Cost of Capital yang ditunjukkan sebagai Social Discount Rate b. Internal Rate of Return (IRR) IRR adalah tingkat pertumbuhan rata-rata uang yang diinvestasikan dimana net cash flow dari hasil investasi, diinvestasikan kembali untuk usaha tersebut. IRR adalah nilai discount rate i yang membuat NPV dari proyek sama dengan nol. IRR dapat dianggap sebagai tingkat keuntungan atas investasi bersih dari suatu proyek asal setiap benefit bersih yang diwujudkan bernilai positif. n
Bt − C t
∑ (1 + IRR) t =1
t
=0
Biasanya rumus IRR tidak dapat dipecahkan (dicari nilai i-nya) secara langsung. Namun secara coba-cobaan. c. Periode Batas (Cut off) Priode batas adalah jangka waktu tertentu dimana investasi yang ditanam pada suatu proyek sudah harus kembali. Panjang priode batas ini berbeda dari satu proyek ke proyek yang lain dan dari satu waktu ke waktu yang lain, tergantung pada situasi yang mungkin bersifat ekonomis atau non-ekonomis. d. Periode Kembali Modal (Pay- off period) Periode kembali modal adalah jangka waktu yang diperlukan untuk dapat kembalinya modal investasi. Pilihan jatuh pada proyek yang periode kembalinya paling pendek.
Universitas Sumatera Utara
e. Keuntungan rata-rata Pertimbangan kelayakan berdasarkan pada besarnya keuntungan rata-rata pertahun. Kriteria keuntungan rata-rata sangat dipengaruhi oleh umur proyek. Dalam perhitungan keuntungan rata-rata perlu dipertimbangkan biaya tahunan rata-rata terkecil. f. Benefit Cost Ratio (BCR) Benefit Cost Ratio (BCR) adalah suatu ukuran
krieria ekonomis dari suatu
perusahaan. Benefit proyek dapat dibagi kedalam 3 jenis yaitu: 1. Direct Benefits, dapat berupa kenaikan output fisik, atau kenaikan nilai output yang disebabkan adanya perbaikan kualitas, perubahan lokasi, perubahan dalam waktu penjualan, penurunan biaya dan kerugian. Manfaat langsung dari suatu proyek adalah kenaikan nilai hasil produksi barang atau jasa atau penurunan biaya sebagai akibat langsung dari suatu proyek. Kenaikan nilai hasil produksi tersebut dapat berupa meningkatnya jumlah hasil (kuantitas) atau meningkatnya mutu produksi (kualitas). Contohnya: a. Kenaikan produksi padi karena adanya irigasi adalah contoh manfaat langsung dari proyek tersebut. b. Contoh penurunan biaya adalah berkurangnya biaya transportasi karena adanya proyek perbaikan jalan. 2. Indirect Benefits, merupakan benefit yang timbul atau dirasakan di luar proyek karena adanya realisasi suatu proyek, merupakan multiplier effects dari proyek.
Misalnya
pemerintah
bermaksud
untuk
mendirikan
proyek
Universitas Sumatera Utara
pembangkit tenaga listrik. Proyek pembangkit tenaga listrik ini akan memberikan manfaat tak langsung seperti: a. Mendorong tumbuhnya industri-industri lain yang dapat memanfaatkan listrik tersebut. b. Pertambahan nilai hasil produksi dari industri-industri tersebut di atas adalah manfaat tak langsung sebagai multiplier efects dari proyek pembangkit tenaga listrik. c. Berkembangnya pertanian, pertambangan dan usaha lain disekitar daerah pembangunan proyek Disamping itu, manfaat langsung dari proyek pembangkt listrik tersebut adalah jumlah kapasitas listrik (kilowatt) dikalikan harga (tarif) listrik tersebut. 3. Intangible Benefits, merupakan benefit yang sulit dinilai dengan uang, contohcontoh Intangible Benefits dari pendirian suatu proyek adalah: a. Perbaikan lingkungan hidup b. Perbaikan pemandangan karena adanya suatu taman c. Perbaikan distribusi pendapatan d. Integrasi nasional dan pertahanan nasional e. Berkurangnya pengangguran, dan sebagainya. Melihat 3 macam manfaat seperti yang diuraikan di atas, maka manfaat langsung relatif lebih mudah untuk diidentifikasikan dan dihitung jumlahnya dibandingkan menfaat tak langsung dan manfaat kentara. Disamping itu, manfaat langsung
Universitas Sumatera Utara
dapat direalisir, manfaat tidak langsung tidak akan otomatis terwujud. Misalnya, kalau proyek bendungan sudah berhasil meningkatkan tenaga listrik sebagai akibat langsung dari proyek tersebut maka pertumbuhan industri sebagai manfaat tak langsung belum tentu akan terwujud, karena banyak faktor-faktor lain yang ikut menentukan. Untuk perbandingan BCR, biaya suatu proyek dapat jaga diklasifikasikan atas biaya langsung dan biaya tak langsung. 1. Biaya Langsung Adalah semua pengeluaran yang langsung untuk keperluan proyek, misalnya biaya investasi, biaya operasi dan biaya pemeliharaan proyek. 2. Biaya Tak Langsung Biaya tak langsung umumnya berupa biaya tak kentara seperti polusi udara, bising, perubahan nilai-nilai (norma) dalam masyarakat.
Seperti halnya manfaat langsung, maka biaya langsung lebih mudah diidentifikasikan dan dihitung. Karena itu dalam evaluasi proyek, biaya langsung sering mendapat bobot yang lebih besar dibandingkan biaya tak langsung. Akan tetapi, perlu diingat bahwa semakin besar masarakat yang menanggung biaya tak langsung (misalnya polusi udara) maka semakin perlu dipertimbangkan untuk mengevaluasi kelayakan suatu proyek.
Universitas Sumatera Utara
BCR merupakan nisbah manfaat biaya yang sering digunakan untuk mengukur kelayakan suatu proyek. Pada BCR yang dilihat adalah perbandingan antara nilai tunai penerimaan dengan nilai tunai pengeluaran atau biaya.
B/C =
PV PC
Oleh karena NPV adalah selisih antara PV dan PC, maka antara NPV dan B/C terdapat hubungan sebagai berikut: NPV > 0, maka B/C >1 NPV < 0, maka B/C < 1 NPV = 0, maka B/C = 1 Proyek dikatakan layak bila B/C ≥ 1, atau 1
2 dikenal dengan situasi overheating yang berbahaya bagi perekonomian karena dapat menyebabkan inflasi
2.9.4.
Break Even Point Analysis (Analisa Titik Impas)
Suatu studi kelayakan harus dapat menetapkan titik pulang pokok (Break Even Point). Sebagai masukan dalam perencanaan dan sebagai alat kendali dalam pengoperasian perusahaan, perlu diketahui pada kapasitas produksi berapakah paling rendah agar perusahan tidak merugi. Pada kapasitas tersebut perusahaan tidak merugi dan tidak berlaba. Kapasitas tersebut disebut Break Even Point (BEP) dimana pendapatan sama dengan pengeluaran ( TR = TC ) Biaya-biaya dapat dikategorikan atas:
Universitas Sumatera Utara
a. Biaya berubah (variabel cost), yaitu biaya yang besarnya tergantung kepada banyaknya produksi seperti biaya bahan, sebagian besar biaya energi, sebagian besar biaya perawatan, sebagian sewa-sewa dan upah karyawan lepas. Biaya berubah umumnya diasumsikan fungsi linear: y = ax dimana x = jumlah produksi b. Biaya tetap (fixed cost), yaitu biaya yang besarnya tetap walaupun tidak ada produksi, seperti gaji karyawan tetap, depresiasi, amortisasi, asuransi, PBB, seluruh atau sebagian sewa-sewa, sebagian biaya energi, sebagian biaya perawatan. Biaya tetap merupakan konstanta: y =b Total biaya seluruhnya menjadi: y = ax + b ......................................................(1) Apabila penjualan perunit produksi diasumsikan konstan maka hasil penjualan juga merupakan garis lurus: y = sx .............................................................(2) Perpotongan antara persamaan (1) dan (2) merupakan titik impas (BEP) yang ditunjukkan oleh Gambar 3.
Universitas Sumatera Utara
y penjualan
Laba
y = sx
Rp
total biaya
biaya berubah
BEP
b biaya tetap
Rugi
b
x
Gambar 3. Grafik Titik Impas (BEP)
Apabila kapasitas produksi lebih kecil dari BEP maka perusahaan akan merugi dan apabila kapasitas di atas BEP maka perusahaan akan berlaba.
Universitas Sumatera Utara