BAB II LANDASAN TEORI
2.1. Pacaran Pacaran merupakan proses perkenalan antara dua insan manusia yang biasanya berada dalam rangkaian tahap pencarian kecocokan menuju kehidupan berkeluarga yang dikenal dengan pernikahan. Di dalam http://wppi.wordpress.com/2007/11/25/definisipacaran-sangat-jelas/, Kamus Besar Bahasa Indonesia (Edisi Ketiga, 2002) menjelaskan istilah “Berpacaran” adalah bercintaan; (atau) berkasih-kasihan (dengan sang pacar). Pacaran dapat pula diartikan sebagai hubungan yang dijalani ketika seorang pria dan seorang wanita saling menyukai satu sama lain. Kedua individu yang berpacaran ingin menjajaki kemungkinan untuk melangkah ke hubungan yang lebih serius lagi yang me"legal"kan hubungan antara pria dan wanita. Melalui pacaran, pria dan wanita merasa bebas saat berduaan dan saling mengungkapkan ekspresi sayang; hubungan pacaran dijalani sebagai kesempatan untuk mengenal lebih dalam seseorang yang akan menjadi suami atau istri dikemudian hari. Pendapat lain mengatakan bahwa pacaran adalah sebuah hubungan romantis atau suatu hubungan hasil kombinasi antara passion, komitmen dan intimasi (perasaan kedekatan secara fisik dan emosional). Pacaran merupakan proses perkenalan antara dua insan manusia. Ini merupakan proses pencarian kecocokan menuju kehidupan berkeluarga yang dikenal dengan pernikahan. Apabila para remaja ditanyakan apa alasannya berpacaran akan ditemukan banyak alasan yang dikemukakannya. Akan tetapi jika disimak secara teliti, pada umumnya alasan berpacaran selama masa remaja adalah sebagai berikut: 1. Hiburan Apabila berkencan dimaksudkan untuk hiburan, remaja menginginkan agar 7
pasanganya mempunyai berbagai keterampilan sosial yang dianggap penting oleh kelompok sebaya, yaitu sikap baik hati dan menyenangkan. 2. Sosialisasi Kalau anggota kelompok sebaya membagi diri dalam pasangan-pasangan kencan, maka laki-laki dan perempuan harus berkencan apabila masih ingin menjadi anggota kelompok dan mengikuti berbagai kegiatan sosial kelompok. 3. Status Berkencan bagi laki-laki dan perempuan, terutama dalam bentuk berpasangan tetap, memberikan status dalam kelompok sebaya, berkencan dalam kondisi demikian merupakan batu loncatan ke status yang lebih tinggi dalam kelompok sebaya (www.anakciremai.com/2008/04/makalah-psikologi-tentang-psikologi.html). Tradisi pacaran memiliki variasi dalam pelaksanaannya dan sangat dipengaruhi oleh tradisi dalam masyarakat individu-individu yang terlibat. Hubungan pacaran dimulai dari proses pendekatan, pengenalan pribadi, hingga akhirnya menjalani hubungan afeksi yang ekslusif. Perbedaan tradisi dalam pacaran, sangat dipengaruhi oleh kebudayaan yang dianut oleh seseorang. Berdasarkan tradisi zaman kini, sebuah hubungan dikatakan pacaran jika telah menjalin hubungan cinta-kasih yang ditandai dengan adanya aktivitas-aktivitas seksual atau percumbuan. Hubungan pacaran diartikan sebagai tahap untuk saling mengenal antara seorang pemuda dan pemudi yang saling tertarik dan berniat untuk mengadakan hubungan yang eksklusif (terpisah, sendiri, istimewa). 2.2. Dampak Positif dan Negatif Pacaran Pacaran merupakan kecenderungan yang terjadi pada remaja maupun seseorang yang belum menikah. Setiap proses dalam pacaran pasti ada efeknya terhadap kehidupan baik yang bersifat positif maupun yang bersifat negatif. Efek dari pacaran tersebut sangat tergantung dari individu yang menjalaninya. Sehubungan dengan hal ini, Arifin (2002) mengatakan adanya dampak positif maupun negatif dari pacaran bagi remaja berkaitan dengan banyak hal antara lain: a.
Prestasi Belajar di Sekolah.
8
Prestasi belajar di sekolah turut dipengaruhi oleh hubungan pacaran, yang ada kemungkinan menurun maupun meningkat. Di dalam hubungan pacaran pasti ada suatu permasalahan yang dapat membuat pasangan tersebut bertengkar. Dampak dari pertengkaran itu dapat mempengaruhi prestasi belajar di sekolah. Tetapi tidak menutup kemungkinan bahwa hubungan pacaran dapat mendorong siswa untuk lebih meningkatkan prestasi belajarnya di sekolah. b.
Pergaulan Sosial. Hubungan pacaran dapat mengakibatkan pergaulan bertambah meluas atau
mungkin pula menjadi menyempit. Pergaulan bisa bertambah meluas, jika pola interaksi dalam peran tidak hanya berkegiatan berdua, tetapi banyak melibatkan interaksi dengan orang lainnya (saudara, teman, keluarga, dan lain-lain). Pergaulan bisa pula bertambah menyempit, jika masing-masing pihak yang berpacaran membatasi pergaulan dengan individu yang lain (tidak boleh bergaul dengan individu lain selain dengan dirinya). c.
Pemanfaatan Waktu Luang. Hubungan pacaran dapat membawa dampak terhadap pemanfaatan waktu luang,
yang ada kemungkinan bertambah bervariasi atau justru malah terbatas. Umumnya, aktivitas pacaran tidak produktif karena hanya diisi dengan kegiatan ngobrol, nonton, makan, dan sebagainya; sedangkan kegiatan pacaran akan dapat menjadi produktif apabila kegiatan pacaran tersebut diisi dengan kegiatan seperti berolah raga bersama, berkebun, memelihara binatang, dan sebagainya. 2.3. Keterkaitan Pacaran Dengan Seks. Pacaran dapat mendorong remaja untuk merasa aman dan nyaman. Salah satunya adalah dengan kedekatan atau keintiman fisik. Mungkin awalnya memang sebagai tanda atau ungkapan kasih sayang, tapi pada umunya akan sulit membedakan rasa sayang dan
9
nafsu. Karena itu perlu upaya kuat untuk saling membatasi diri agar tidak melakukan kemesraan yang berlebihan. 2.4. Masalah Yang Muncul Dalam Hubungan Pacaran Hubungan pacaran tentu saja tidak semulus yang diduga, karena pasti banyak terjadi masalah yang muncul. Jika remaja belum siap atau belum mempunyai tujuan dan komitmen yang jelas dalam memulai pacaran, maka akan memungkinkan timbulnya berbagai masalah. Masalah-masalah yang dihadapi memungkinkan individu yang berpacaran merasa stres dan frustasi. Apabila stres atau frustrasi yang dialami oleh individu yang sedang berpacaran tidak dapat diatasi dengan baik, maka ada kemungkinan hubungan pacaran tersebut akan berakhir. Masalah lain yang mungkin timbul dalam hubungan pacaran adalah berkurangnya kebebasan pribadi. Interaksi yang terjadi dalam pacaran menyebabkan ruang dan waktu untuk pribadi menjadi lebih terbatas, karena lebih banyak menghabiskan waktu untuk berduaan dengan pacar. Di samping dampak negatif dari hubungan pacaran seperti dikemukakan di atas, beberapa dampak positifnya pun dapat diidentifikasi. Dalam hubungan pacaran, terbentuk pula hubungan emosional. Hubungan emosional (saling mengasihi, menyayangi, dan menghormati) yang terbentuk dalam pacaran dapat menimbulkan perasaan aman, nyaman, dan terlindungi. Perasaan seperti ini dalam kadar tertentu dapat membuat seseorang menjadi bahagia, menikmati hidup, dan menjadi situasi yang kondusif baginya melakukan hal-hal positif. Dari uraian di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa pacaran memang diarahkan untuk suatu hubungan yang lebih lanjut, lebih dalam, dan lebih pribadi lagi. Ini tidak boleh diartikan sebagai keharusan untuk melanjutkan. Pacaran dimaksudkan sebagai situasi yang memungkinkan pasangan yang berelasi semakin dekat dan akhirnya
10
menemukan kecocokan satu sama lain untuk melanjutkan hidup bersama dalam suatu hubungan resmi, baik pertunangan maupun perkawinan. 2.5. Pacaran Sehat. Hubungan pacaran bukanlah hal yang tidak dikehendaki dalam masyarakat. Pacaran diperbolehkan akan tetapi harus dimengerti batasannya. Pacaran “sehat” harus diterapkan oleh para remaja agar tidak terkena dampak-dampak negatifnya. Bagaimana gaya
pacaran
yang
bisa
kita
sebut
dengan
pacaran
sehat?
Di
dalam
http://www.wikipedia.org/wiki/Pacaran dijelaskan pacaran yang sehat seperti dikutip berikut ini:
1. Sehat Fisik Sehat secara fisik berarti tidak ada kekerasan dalam berpacaran. Biarpun pria secara fisik memang lebih kuat, bukan berarti pria dapat seenaknya menindas kaum wanita. 2. Sehat Emosional Hubungan kita dengan orang lain akan terjalin dengan baik apabila ada rasa nyaman, saling pengertian, dan juga keterbukaan. Kita tidak hanya dituntut untuk mengenali emosi diri sendiri, tetapi juga emosi orang lain. Yang paling penting adalah bagaimana kita mengungkapkan dan mengendalikan emosi dengan baik. 3. Sehat Sosial Pacaran sebaiknya bersifat tidak mengikat, artinya hubungan sosial dengan yang lain tetap harus dijaga dan kita tidak selalu fokus hanya pada pacar saja. 4. Sehat Seksual Secara biologis, kaum remaja mengalami perkembangan dan kematangan seks. Tanpa disadari, pacaran juga mempengaruhi kehidupan seksual seseorang. Kedekatan secara fisik dapat mendorong keinginan untuk melakukan kontak fisik yang lebih jauh. Jika hal itu diteruskan dan tidak terkontrol, maka akan menimbulkan hal-hal yang sangat beresiko. Sesuai dengan pengertian pacaran sehat seperti dikutip di atas, dapat disimpulkan bahwa sehat tidaknya hubungan pacaran berkaitan dengan hal-hal seperti (a) kesehatan secara jasmaniah (fisik), (b) kesehatan secara psikologis (terutama kesehatan emosional), (c) kesehatan secara sosial, dan (d) kesehatan secara seksual. Dalam hubungan pacaran, fisik perlu dijaga kesehatannya agar terhindar dari penyakit atau gangguan kesehatan fisik seperti penyakit kelamin; misalnya, apabila salah seorang pasangan sedang menderita penyakit flu berciuman dengan pasangannya sudah tentu virus flu akan 11
menular kepada pasangannya. Kesehatan psikologis, terutama kesehatan emosional turut mempengaruhi hubungan pacaran. Ada individu yang secara emosional sangat temperamental sehingga emosinya kadang tidak terkendali; kondisi seperti ini akan mudah memicu pertengkaran di antara individu yang sedang dalam hubungan pacaran. Demikian juga halnya dengan kesehatan sosial turut mempengaruhi hubungan pacaran. Ada individu yang sedang pacaran memiliki sifat pencemburu sehingga melarang pasangannya untuk berkomunikasi dengan orang lain selain dengan dirinya sendiri. Hal ini tentunya akan menyebabkan hubungan pacaran menjadi tidak sehat secara sosial. Pada akhirnya kesehatan secara seksual perlu diperhatikan dalam pacaran yang sehat. Hal ini disebabkan alat seksual merupakan bagian tubuh manusia yang dapat pula terkena infeksi apabila tidak dijaga kebersihannya. Seringkali dalam hubungan pacaran, alat seksual ini menjadi sasaran dipegang-pegang atau bahkan dicium atau dikecup. Apabila, misalnya tangan yang meraba-raba alat kelamin tersebut dalam keadaan kotor maka ada kemungkinan akan menimbulkan iritasi atau infeksi karena kemasukan kuman. Oleh sebab itu, dalam hubungan pacaran, kesehatan alat seksual perlu dijaga dengan baik. 2.6. Remaja Remaja adalah sebutan terhadap seseorang yang berada pada tahapan umur yang datang
setelah
masa
kanak-kanak
berakhir.
Di
dalam
http://www.
anakciremai.blogspot.com, Konopka dalam Pikunas (1976) menjelaskan bahwa, masa remaja meliputi: (a) remaja awal (12-15 tahun); (b) remaja madya (15-18 tahun); dan (c) remaja akhir (19-22 tahun). Di
dalam
www.anakciremai.com/2008/04/makalah-psikologi-tentang-
psikologi.html dijelaskan bahwa masa remaja ditandai oleh pertumbuhan fisik cepat, terutama dengan bagian fisik yang berkaitan dengan seksual. Pertumbuhan cepat yang 12
terjadi pada tubuh remaja pada bagian luar dan pada bagian dalam. Dijelaskan pula bahwa pertumbuhan fisik remaja membawa akibat yang tidak sedikit terhadap sikap, perilaku, kesehatan, serta kepribadian remaja. Salzman menjelaskan pula bahwa masa remaja merupakan masa perkembangan sikap tergantung (dependence) terhadap orang tua ke arah kemandirian (independence), minat-minat seksual, perenungan diri, dan perhatian
terhadap
nilai-nilai
dan
estetika.
Di
dalam
http://www.
anakciremai.blogspot.com, Pikunas (1976) menjelaskan bahwa dalam budaya Amerika, periode remaja ini dipandang sebagai “storm dan stress”, frustasi dan penderitaan, konflik dan krisis penyesuaian, mimpi dan melamun tentang cinta, dan perasaan teralineasi (tersisihkan) dari kehidupan sosial budaya orang dewasa. Secara umum masa remaja dapat digambarkan sebagai berikut: a) Masa remaja sebagai periode peralihan, yaitu peralihan dari masa kanak-kanak ke masa dewasa. b) Masa remaja sebagai periode perubahan. c) Masa remaja sebagai usia bermasalah. d) Masa remaja sebagai masa mencari identitas. e) Masa remaja sebagai usia yang menimbulkan ketakutan, karena masalah penyesuaian diri dengan situasi dirinya yang baru, karena setiap perubahan membutuhkan penyesuaian diri. f) Masa remaja sebagai ambang masa dewasa. g) Ciri-ciri kejiwaan remaja: tidak stabil, keadaan emosinya goncang, mudah condong kepada hal-hal ekstrim, sering terdorong, bersemangat, peka, mudah tersinggung, dan perhatiannya terpusat pada dirinya. Sesuai dengan ciri-ciri masa remaja seperti dikemukakan di atas, dapat dikatakan bahwa fase remaja merupakan fase perkembangan individu yang sangat penting, yang diawali 13
dengan matangnya organ-organ fisik (seksual) sehingga mampu bereproduksi. Oleh sebab itu, remaja perlu diberikan layanan bimbingan dan konseling agar dapat berkembang dengan baik dalam kehidupannya di masa mendatang. 2.7. Layanan Bimbingan dan Konseling. Layanan bimbingan dan konseling merupakan layanan yang diberikan kepada setiap individu yang membutuhkan layanan. Di sekolah, layanan bimbingan dan konseling diberikan kepada siswa oleh guru pembimbing. Salah satu jenis layanan yang biasanya dilaksanakan di seklah adalah layanan konseling kelompok yang dilaksanakan oleh guru pembimbing dalam menangani sejumlah peserta didik yang memiliki kebutuhan yang relatif sama. Konseling kelompok bersifat memberikan kemudahan dalam pertumbuhan dan perkembangan individu, dalam arti bahwa konseling kelompok memberikan dorongan dan
motivasi
kepada
individu
untuk
membuat
perubahan-perubahan
dengan
memanfaatkan potensi secara maksimal sehingga dapat mewujudkan diri. Pendekatan ini menitik beratkan pada interaksi antar anggota, anggota dengan pemimipin kelompok dan sebaliknya. Interaksi ini selain berusaha bersama untuk dapat memecahkan masalah juga anggota kelompok dapat belajar untuk mendengarkan secara aktif, melakukan konfrontasi dengan tepat, memperlihatkan perhatian dengan sungguh-sungguh terhadap anggota lain. Dalam konseling kelompok, dengan memanfaatkan dinamika kelompok para anggota kelompok dapat mengembangkan diri dan memperoleh keuntungankeuntungan lainnya. Arah pengembangan diri yang dimaksud terutama adalah dikembangkannya kemampuan-kemampuan sosial secara umum yang selayaknya dikuasai
oleh
individu-individu
yang
berkepribadian
mantap.
Keterampilan
berkomunikasi secara efektif, sikap tenggang rasa, memberi dan menerima, toleran, mementingkan musyawarah untuk mencapai mufakat seiring dengan sikap demokratis, 14
memiliki rasa tanggung jawab sosial seiring dengan kemandirian yang kuat merupakan arah pengembang pribadi yang dapat dijangkau melalui diaktifkannya dinamika kelompok itu. Layanan konseling kelompok memberikan kesempatan kepada anggota kelompok berinteraksi antar pribadi yang khas, yang tidak mungkin terjadi pada layanan konseling individual. Interaksi sosial yang intensif dan dinamis selama pelaksanaan layanan, diharapkan tujuan-tujuan layanan yang sesuai dengan kebutuhan-kebutuhan individu anggota kelompok dapat tercapai secara mantap. Pada kegiatan konseling kelompok setiap individu mendapatkan kesempatan untuk menggali tiap masalah yang dialami anggota. Kelompok dapat juga dipakai untuk belajar mengekspresikan perasaan, menunjukan perhatian terhadap orang lain, dan berbagi pengalaman. Konseling kelompok sebagai bagian dari Pola 17 Plus Bimbingan Konseling, merupakan salah satu bentuk layanan yang diberikan di sekolah. Di dalam http://belajarpsikologi.com/pengertian-konseling-kelompok/,
Tohirin
(2007)
menyebutkan bahwa konseling kelompok adalah suatu cara memberikan bantuan kepada individu (siswa) melalui kegiatan kelompok. Konseling kelompok merupakan sarana untuk menunjang perkembangan optimal masing-masing siswa, yang diharapkan dapat mengambil manfaat dari pengalaman pendidikan ini bagi dirinya sendiri (Winkel & Sri Hastuti, 2004). Sementara itu, Dewa Ketut Sukardi (2008) menyatakan hal yang sama mengenai konseling kelompok, yaitu layanan bimbingan yang memungkinkan sejumlah peserta didik secara bersama-sama memperoleh berbagai bahan dari narasumber tertentu (terutama dari pembimbing atau konselor) yang berguna untuk menunjang kehidupannya
sehari-hari baik individu maupun pelajar, anggota keluarga dan masyarakat serta untuk pertimbangan dalam pengambilan keputusan.
15
Di
dalam
http://smkn1bansari.wordpress.com/2010/05/04/layanan-konseling-
kelompok-untuk-meningkatkan-kepercayaan-diri -siswa/, Corey (1985) menerangkan bahwa konseling kelompok sangat berguna bagi remaja karena memberikan kesempatan untuk mengekspresikan perasaan, konflik dan merealisasikan bahwa mereka senang berbagi
perhatian
dalam
kelompok.
Corey
(1985)
dalam
http://smkn1bansari.wordpress.com/2010/05/04/layanan-konseling-kelompok-untuk meningkatkan -kepercayaan-diri-siswa/ juga menerangkan bahwa, konseling kelompok remaja mempunyai keunikan memberikan kesempatan untuk menjadi instrumen bagi perkembangan pribadi orang lain, karena kesempatan untuk berinteraksi sangat membantu situasi kelompok sehingga para anggotanya dapat menyampaikan apa yang diinginkan dan dapat saling membantu dalam hal pengertian dan penerimaan diri. Sedangkan
menurut
Prayitno,
dalam
http://id.shvoong.com/social-
scienses/education/2134792-layanan-konseling-kelompok/ menjelaskan bahwa, layanan konseling kelompok adalah suatu layanan konseling dengan memanfaatkan kelompok, guna membantu memberikan umpan balik (feed back) serta pengalaman belajar. Konseling kelompok sebagai salah satu layanan pemberian bantuan kepada individu-individu yang sedang berkembang untuk mencapai perkembangan yang optimal, kemandirian dan kebahagiaan dalam kehidupan memiliki kekuatan-kekuatan yang tidak dimiliki oleh jenis layanan lain. Beberapa kekuatan konseling kelompok dimaksud antara lain sebagai berikut ini: Pertama, adalah kepraktisan. Dalam waktu yang relatif singkat konselor dapat berhadapan dengan sejumlah siswa di dalam kelompok dalam upaya untuk membantu memenuhi kebutuhan yang berkaitan dengan pencegahan, pengembangan pribadi dan pengatasan masalah. Apalagi pada jaman yang menekankan perlunya efisiensi, perlunya
16
perluasan pelayanan jasa yang mampu menjangkau lebih banyak konsumen secara tepat dan cepat, layanan kelompok makin menarik. Kedua, di dalam konseling kelompok anggota akan belajar untuk berlatih tentang perilaku yang baru. Jadi kelompok sesungguhnya merupakan mikrokosmik sosial, artinya apabila seseorang dapat berubah di dalam kelompok, diharapkan bahwa ia dapat berubah di dunia yang lebih luas. Kelompok dapat digunakan sebagai ajang latihan untuk mengubah perilaku yang kurang memuaskan menjadi lebih memuaskan. Ini tidak dapat ditemukan dengan mudah di dalam konseling individual, dimana siswa hanya berlatih dengan seorang konselor tanpa adanya umpan balik dari orang lain selain konselor. Ketiga, dalam konseling kelompok terdapat kesempatan luas untuk berkomunikasi dengan teman-teman mengenai segala kebutuhan yang terfokus pada pengembangan pribadi, pencegahan, dan pengatasan masalah yang dialami oleh setiap anggota. Bimbingan
dan
konseling
kelompok
juga
dapat
digunakan
untuk
belajar
mengekspresikan perasaan, menunjukkan perhatian pada orang lain,, berbagai pengalaman, dan belajar untuk meningkatkan kepercayaannya pada orang lain, berbagai pengalaman, dan belajar untuk meningkatkan kepercayaannya pada orang lain .
Keempat, konseling kelompok member kesempatan para anggota untuk
mempelajari keterampilan sosial. Masing-masing anggota akan saling belajar untuk berhubungan pribadi dengan lebih mendalam. Anggota dapat meniru anggota lain yang telah terampil, dapat belajar memberikan umpan balik yang bermanfaat bagi anggota lain, dan dapat belajar dari pemimpin kelompok. Mereka juga belajar mendengarkan secara aktif, melakukan konfrontasi secara tepat, memperlihatkan perhatian yang sungguh-sungguh terhadap anggota lain dan belajar untuk membuat suasana positif bagi orang lain. Cara ini akan meningkatkan hubungan antar pribadi yang efektif
17
.
Kelima, anggota kelompok mempunyai kesempatan untuk saling memberi bantuan,
menerima bantuan dan berempati dengan tulus di dalam konseling kelompok. Keadaan ini menumbuhkan harga diri, keyakinan diri dan suasana yang positif diantara anggota, sehingga mereka akan merasa diterima, dimengerti, dan menambah rasa positif dalam diri mereka. Keenam, motivasi manusia muncul dari hubungan kelompok kecil. Manusia membutuhkan penerimaan, pengakuan, dan afiliasi, apabila unsur-unsur tersebut terpenuhi semua, maka perilaku, sikap, pendapat dan apa yang disebut ciri-ciri pribadi sebagai cirri unik individu yang berakar dari pola afiliasi kelompok yang menentukan konteks social seseorang hidup dan berfungsi dapat diwujudkan melalui intervensi konseling kelompok. Ketujuh, setiap usaha untuk mengubah perilaku manusia diluar lingkungan alam dimana individu bekerja dan hidup sangat bergantung pada efektivitas tingkat transfer pelatihan yaitu, perilaku-perilaku baru, pemahaman dan sikap yang harus ditransfer secara sukses dari setting konseling kelompok ke kehidupan siswa. Melakukan transter perilaku merupakan salah satu dari masalah yang paling sulit di berbagai situasi pembelajaran. Kedelapan, konseling kelompok mempunyai manfaat besar untuk bertindak sebagai miniature situasi sosial, atau laboratorium yang mana individu-individu (anggota kelompok) tidak hanya mempelajari perilaku-perilaku baru tetapi bisa mencoba, mempraktekkan dan menguasai perilaku-perilaku ini dalam satu situasi yang hampir sama dengan lingkungan yang sebenarnya individu berasal. Kesembilan, melalui konseling kelompok individu-individu mencapai tujuannya dan berhubungan dengan individu-individu lain dengan cara yang produktif dan inovatif.
18
Keadaan nyata yang dihadirkan dalam kegiatan konseling kelompok, merupakan keunggulan yang tidak dijumpai dalam konseling individual. Kesepuluh, konseling kelompok lebih sesuai bagi siswa yang membutuhkan untuk belajar lebih memahami orang lain dan lebih menghargai kepribadian orang lain; membutuhkan bertukar pikiran dan berbagi perasaan dengan orang lain; yang mudah berbicara tentang dirinya; yang dapat mengambil manfaat dari umpan balik yang diberikan oleh seorang teman serta merasa tertolong dengan umpan balik itu. Kesebelas, dalam konseling kelompok interaksi antar individu anggota kelompok merupakan suatu yang khas, yang tidak mungkin terjadi pada konseling individual. Dengan interaksi yang intensif dan dinamis selama berlangsung konseling kelompok, diharapkan tujuan setiap anggota kelompok dapat tercapai lebih mantap. Keduabelas, konseling kelompok dapat merupakan wilayah penjajagan awal bagi anggota kelompok untuk memasuki konseling individual. Bagi anggota kelompok, dinamika interaksi di dalam kelompok membuahkan berbagai hal yang pendalamannya lebih lanjut akan dapat dilakukan dalam layanan konseling individual. Konseling kelompok dilaksanakan dengan tujuan agar berkembangnya kemampuan sosialisasi siswa, khususnya kemampuan komunikasi peserta layanan. Di samping itu, layanan konseling kelompok bermaksud mengentaskan masalah klien dengan memanfaatkan dinamika kelompok. Adapun tujuan khusus konseling kelompok pada dasarnya terletak pada pembahasan masalah pribadi individu peserta kegiatan layanan. Melalui layanan kelompok yang intensif dalam upaya pemecahan masalah tersebut para peserta memperoleh dua tujuan sekaligus (1) terkembangkannya perasaan, pikiran, persepsi, wawasan dan sikap terarah kepada tingkah laku khususnya dalam persosialisasi/komunikasi, dan (2) terpecahkannya masalah individu yang bersangkutan dan diperolehnya imbasan pemecahan masalah tersebut bagi individu-individu lain 19
peserta pada layanan konseling kelompok khususnya. Dengan kata lain, layanan konseling kelompok dilaksanakan dengan tujuan sebagai berikut: a) Melatih anggota kelompok agar berani berbicara dengan orang banyak. b) Melatih anggota kelompok dapat bertenggang rasa terhadap teman sebayanya. c) Dapat mengembangkan bakat dan minat masing-masing anggota kelompok. d) Mengentaskan permasalahan-permasalahan kelompok. Layanan konseling kelompok mempunyai ciri-ciri khusus antara lain sebagai berikut: a. Kegiatan konseling kelompok bersifat preventif (pencegahan), dengan konseling kelompok diharapkan klien termotivasi untuk dapat mengembangkan kemampuan sesuai dengan potensi yang dimilikinya. b. Kegiatan konseling kelompok bersifat perbaikan, dalam hal ini biasanya digunakan bagi siswa yang mempunyai perilaku suka menyalahkan diri sendiri (self-defeating behavior), tetapi memiliki potensi untuk menyelesaikan masalahnya tanpa bantuan konseling. c. Kegiatannya biasanya berpusat pada hal-hal yang khusus seperti masalah pendidikan, pekerjaan, sosial, dan pribadi dari kesepakatan anggota kelompok. d. Pembicaraannya bersifat rahasia. e. Kegiatan ini merupakan hubungan antar pribadi yang menekankan pada proses berfikir secara sadar, perasaan, dan perilaku anggotanya. f. Kegiatan ini berkaitan erat dengan penyelesaian tugas-tugas perkembangan siswa selama hidupnya. g. Konseling kelompok menumbuhkan empati dan dorongan yang memungkinkan terciptanya rasa saling percaya dan saling peduli yang diawali antar sesama anggota kelompok dengan konselor. 20
h. Kegiatan
konseling
kelompok
biasanya
dilakukan
di
dalam
situasi
kelembagaan seperti di sekolah. Selain karakteristik layanan konseling kelompok seperti dikemukakan di atas, perlu pula diperhatikan unsur-unsur yang terkandung dalam layanan konseling kelompok tersebut. Unsur-unsur layanan dalam konseling kelompok ini perlu diperhatikan agar proses layanan konseling berlangsung secara efisien dan efektif. Beberapa unsur yang perlu diperhatikan dalam layanan konseling kelompok adalah sebagai berikut:
a) Anggota kelompok adalah siswa normal yang mempunyai masalah penyesuaian yang masih dapat diatasi. b) Konseling kelompok dipimpin oleh konselor dengan latihan khusus bekerja dengan kelompok. c) Permasalahan yang dihadapi antar anggota adalah sama. d) Metode berpusat pada proses kelompok dan peranan kelompok. e) Interaksi antar anggota sangat penting. f)
Berdasar pada alam kesadaran.
g) Menekankan pada perasaan dan kebutuhan anggota. Sebagai salah satu jenis layanan bimbingan dan konseling, layanan konseling kelompok perlu dilaksanakan secara bertahap seperti diuraikan berikut ini. a.
Tahap I : Tahap permulaan (Orientasi dan Eksplorasi) Pada
tahap
I
ini
dilakukan
kegiatan
menentukan
struktur
kelompok,
mengeksplorasi harapan anggota, anggota mulai belajar fungsi kelompok, sekaligus mulai menegaskan tujuan kelompok. Secara sistematis pada tahap ini langkah yang dilakukan adalah perkenalan, penetapan agenda kegiatan (tujuan yang ingin dicapai), norma kelompok, dan penggalian ide dan perasaan anggota kelompok. 21
Jadi, pada tahap permulaan ini anggota memulai kegiatan menjalin hubungan sesama anggota kelompok. Selain klien mulai memperkenalkan diri satu sama lain, mereka menyusun saling kepercayaan.Tujuan lanjutannya adalah menjaga hubungan yang berpusat pada kelompok dan tidak berpusat pada ketua kelompok, mendorong komunikasi dalam iklim yang saling menerima dan saling memberi dorongan, membantu memiliki sikap toleran di antara anggota kelompok terhadap perbedaan dan memberikan reinforcement untuk masing-masing anggota. b.
Tahap II : Tahap transisi Pada tahap II inidiharapkan masalah yang dihadapi masing-masing anggota kelompok (klien) yang dirumuskan dan diketahui apa sebab-sebabnya.
c.
Tahap III : Tahap kerja (kohesi dan produktifitas). Jika masalah yang dihadapi oleh masing-masing anggota kelompok telah diketahui, langkah berikutnya adalah menyusunrencana-rencana tindakan. Penyusunan tindakan ini disebut pulaproduktifitas. Kegiatan konseling kelompok terjadi yang ditandai dengan kegiatan membuka diri lebih besar, menghilangkan defensifnya, terjadi monfrontasi antar anggota kelompok, modeling, belajar prilaku baru, terjadi tranferensi. Kohesivitas mulai terbentuk, mulai belajar bertanggung jawab tidak lagi mengalami kebingungan.
d.
Tahap: IV Tahap akhir (konsolidasi dan terminasi). Anggota kelompok mulai mencoba melakukan perubahan-perubahan tingkah laku dalam kelompok. Setiap anggota kelompok memberi umpan balik terhadap yang dilakukan oleh anggota yang lain, selain itu terjadi transfer pengalaman dalam kelompok dalam kehidupan yang lebih luas. Jika ada klien yang memiliki masalah dan belum terselesaikan pada fase sebelumnya, pada fase ini harus diselesaikan.
22
Jika semua peserta merasa puas dengan konseling kelompok, maka konseling kelompok bisa diakhiri. e.
Tindak lanjut dan Evaluasi Setelah berselang beberapa waktu, konseling kelompok bisa dievalausi. Tindak lanjut dilakukan jika ada kendala-kendala dalam pelaksanaan di lapangan. Mungkin diperlukan upaya perbaikan terhadap rencana-rencana semula atau perbaikan.
2.8. Pendekatan Konseling Kelompok. Di dalam layanan konseling kelompok dikenal banyak pendekatan yang digunakan seperti pendekatan behavioral, pendekatan struktural, pendekatan rational-emotif, dan sebagainya. Sesuai dengan pendekatan layanan konseling kelompok yang digunakan penelitian ini adalah pendekatan behavioral maka pada bagian ini hanya akan diuraikan jenis pendekatan behavioral. Konsep dasar yang dipakai dalam layanan konseling kelompok dengan pendekatan behavioral adalah Behavior Therapy. Fokus utama dalam behavior therapy adalah kegiatan belajar. Belajar yang dimaksud dalam pendekatan behavioral adalah perubahan tingkah laku yang disebabkan bukan karena kematangan. Teori belajar yang dipakai dalam pendekatan ini sebagai aplikasi dari percobaan-percobaan tingkah laku dalam laboratorium. Manusia merupakan mahluk reaktif yang tingkah lakunya dikontrol oleh faktor-faktor dari luar. Manusia memulai kehidupannya dengan memberikan reaksi terhadap lingkungannya dan interaksi ini menghasilkan pola-pola perilaku yang kemudian membentuk kepribadian. Tingkah laku seseorang ditentukan oleh banyak dan macamnya penguatan yang diterima dalam situasi hidupnya. Tingkah laku dipelajari ketika individu berinteraksi dengan lingkungan melalui hukum-hukum belajar seperti (a) pembiasaan klasik, (b) pembiasaan operant, dan (c) peniruan. Tingkah laku tertentu pada individu dipengaruhi oleh kepuasan dan 23
ketidakpuasan yang diperolehnya. Manusia bukanlah hasil dari dorongan tidak sadar melainkan merupakan hasil belajar, sehingga ia dapat diubah dengan memanipulasi dan mengkreasi kondisi-kondisi pembentukan tingkah laku. Di dalam layanan konseling kelompok dengan pendekatan konseling behavioral, beberapa karakteristik yang harus diperhatikan adalah: a) b) c) d)
Berfokus pada tingkah laku yang tampak dan spesifik Memerlukan kecermatan dalam perumusan tujuan konseling Mengembangkan prosedur perlakuan spesifik sesuai dengan masalah klien Penilaian yang obyektif terhadap tujuan konseling
(http://akhmadsudrajat.wordpress.com/2008/01/23/pendekatan-konseling-behavioral)
Layanan konseling kelompok dengan pendekatan behavioral mencakup tahapan kegiatan sebagai berikut: a. Tahap Pembentukan kelompok. Tahapan pembentukan kelompok terdiri dari perincian organisasional yang harus ditunjukkan sebelum kelompok dimulai. Rincian kegiatannya meliputi tujuan kelompok, anggota dan frekuensi serta lamanya pertemuan. b. Tahapan membangun atraksi dan identitas kelompok awal. Pada tahapan ini pemimpin kelompok berperan utama dalam proses ini melalui pemanduan wawancara siswa pada pra kelompok. Dalam proses ini pemimpin kelompok mampu mengeksplorasi tujuan siswa lebih mendalam. Wawancara juga menekankan keterkaitan anggota kelompok dengan anggota yang lain. c. Tahapan membangun keterbukaan pertukaran di dalam kelompok. Pemimpin mendorong perilaku dengan membiarkan anggota kelompok mengetahui apa yang diharapkan, melalui perkenalan sub-group kepada yang lain. Melalui modeling atau tekhnik tertentu perlu ditanyakan pada anggota kelompok untuk dilakukan. d. Tahapan membangun kerangka kerja behavioral untuk seluruh peserta. Pada tahapan membangun kerangka kerja behavioral, pemimpin kelompok menjelaskan kepada anggota kelompok tentang kerangka rujukan behavioral yang harus dilakukan dalam kegiatan kelompok. e. Tahapan membangun dan mengimplementasikan model untuk perubahan. Pada tahapan ini anggota kelompok menjadi lebih spesifik atas upaya-upaya yang siswa lakukan. Siswa menunjukkan perilaku yang ditargetkan untuk berubah, memelihara landasan tentang bagaimana siswa selanjutnya, mengimplementasikan tekhnik perubahan yang penting dalam mengukur tingkat kesuksesan siswa. f. Generalisasi dan transferensi perlakuan kepada lingkungan alamiah, sebagai ciriciri mengakhiri kelompok. Generalisasi menampilkan perilaku dilingkungan luar. Itu menunjukkan bahwa pemindahan pada adegan lain dapat terjadi. Apabila tidak terjadi perubahan di 24
lingkungan luat maka pemimpin kelompok perlu memberi tugas rumah, penguat perilaku siswa dan konsultasi dengan anggota kelompok. Menurut Krumboltz dan Thoresen (Shertzer & Stone, 1980) konseling behavior merupakan suatu proses membantu orang untuk memecahkan masalah interpersonal, emosional dan keputusan tertentu. Urutan pemilihan dan penetapan tujuan dalam konseling yang digambarkan oleh Cormier and Cormier (Corry, 1986) sebagai salah satu bentuk kerja sama antara konselor dan klien sebagai berikut: a. Konselor menjelaskan maksud dan tujuan. b. Klien mengkhususkan perubahan positif yang dikehendaki sebagai hasil konseling. c. Klien dan konselor menetapkan tujuan yang ditetapkan apakah merupakan perubahan yang dimiliki oleh klien. d. Bersama-sama menjajaki apakah tujuan itu realistik. e. Mendiskusikan kemungkinan manfaat tujuan. f. Mendiskusikan kemungkinan kerugian tujuan. g. Atas dasar informasi yang diperoleh tentang tujuan klien, konselor dan klien membuat salah satu keputusan berikut : untuk meneruskan konseling atau mempertimbangkan kembali tujuan akan mencari referral. Di dalam layanan konseling kelompok behavioral, beberapa prinsip kerja yang perlu diperhatikan adalah sebagai berikut: a. Memodifikasi tingkah laku melalui pemberian penguatan. Agar klien terdorong untuk merubah tingkah lakunya penguatan tersebut hendaknya mempunyai daya yang cukup kuat dan dilaksanakan secara sistematis dan nyata-nyata ditampilkan melalui tingkah laku klien. b. Mengurangi frekuensi berlangsungnya tingkah laku yang tidak diinginkan. c. Memberikan penguatan terhadap suatu respon yang akan mengakibatkan terhambatnya kemunculan tingkah laku yang tidak diinginkan. d. Mengkondisikan pengubahan tingkah laku melalui pemberian contoh atau model (film, tape recorder, atau contoh nyata langsung). e. Merencanakan prosedur pemberian penguatan terhadap tingkah laku yang diinginkan dengan sistem kontrak. Penguatannya dapat berbentuk ganjaran yang berbentuk materi maupun keuntungan sosial. Menurut penjelasan Supriatna (2003) hasil yang diharapkan diperoleh melalui layanan konseling kelompok behavioral adalah sebagai berikut: a. Anggota lebih menyadari perilaku-perilaku spesifik dan kebutuhan lain untuk berubah dan cara menyelesaikannya. 25
b. Melalui konseling kelompok behavioral anggota akan mampu menilai bagaimana sebaiknya siswa mengubah perilakunya sebagaimana dibutuhkan dalam lingkungan kehidupan keseharian siswa. c. Anggota akan lebih mengetahui akan model-model baru untuk mencapai tujuantujuan siswa. d. Anggota lebih bisa mengungkapkan secara lengkap kekuatan penguatan kelompok, sebagai hasil dukungan sosial dan psikologis, siswa juga dapat merancang kehidupan siswa dalam kelompok yang berbeda. e. Anggota menjadi lebih berorientasi secara behavioral dalam memecahkan kesulitan siswa di luar adegan kelompok.
Layanan konseling kelompok behavioral memiliki sejumlah kelebihan dan kekurangan. Supriatna (2003) mengemukakan beberapa kelebihan dari layanan konseling kelompok behavioral adalah sebagai berikut: a. b. c. d. e. f.
Fokusnya pada membantu anggota mempelajari cara-cara baru yang fungsional. Hasil penelitian yang mengesankan. Relatif terfokus dan lebih singkat. Terdapat keterampilan yang beragam. Menekankan pada kontrol diri antara anggota pada akhir kelompok. Teori dapat dikombinasikan dengan pendekatan lain.
Di samping kelebihan layanan konseling kelompok behavioral, menurut penjelasan Supriatna (2003) memiliki kekurangan antara lain (a) lebih tergantung pada dukungan kelompok, (b) beberapa tekhniknya agak kaku, (c) cenderung mengabaikan masa lalu dan ketidaksadaran, dan (d) kurang menekankan perasaan.
26