BAB II LANDASAN TEORI
2.1
Konsep motivasi
2.1.1
Definisi motivasi Menurut
Sigit
(2002:17)
menjelaskan
bahwa
motivasi
adalah
pertimbangan-pertimbangan dan pengaruh yang mendorong orang untuk melakukan pembelian. Menurut Ferrinadewi dan Darmawan (2004:p40), motivasi dapat diartikan sebagai motif manusia yang merupakan kebutuhan, keinginan, atau dorongan dalam diri individu atau sesuatu yang menggerakan seseorang untuk bertindak dengan cara tertentu atau menanggapi sesuatu. Termotivasi berarti terdorong untuk bertindak. Tindakan atau perilaku yang tidak tejadi begitu saja, tetapi dipicu oleh salah satu motif internal dan pengaruh lingkungannya. Motivasi manusia memberi tujuan dan arah kepada tingkah laku mereka dan motivasi tersebut terjadi secara sadar maupun tidak sadar.
2.1.2
Teori Motivasi Mc.Guire Mc.Guire (2004:208-210) membagi motivasi menjadi dua kelompok besar
yaitu motivasi internal dan motivasi eksternal. 1. Motivasi internal a) Kebutuhan akan konsistensi
Manusia secara umum memiliki keinginan adanya konsistensi dengan manusia lainnya. Termasuk dalam bagian ini adalah sikap, perilaku, opini, citra diri dan lainnya. Ketika konsumen bertanya pada dirinya sendiri sudah benarkah pembelian yang dilakukannya maka suatu pertanda bahwa konsumen merasakan kondisi yang tidak konsisten antara keputusan pembeliannya dengan motivasinya dan selanjutnya konsumen akan secara otomatis mencari informasi tambahan untuk mengurangi rasa tidak nyamannya. b) Kebutuhan akan atribut penyebab Motivasi untuk mendapatkan kejelasan siapa dan apa saja penyebab dari sebuah peristiwa yang menimpanya. Inilah yang terjadi ketika konsumen tidak menghiraukan perkataan tenaga penjualan karena konsumen meyakini bahwa semua perkataan tenaga penjualan sematamata didorong oleh keinginan mereka menjual produk bukan karena upaya untuk memberikan solusi kepada konsumen. c) Kebutuhan akan ketegorisasi Manusia memiliki kebutuhan untuk dapat melakukan penggolongan dan mengatur informasi atau pengalaman dalam bentuk yang lebih bermakna bagi mereka. Motif inilah yang menimbulkan kesan dalam benak konsumen bahwa ketika harga disajikan dengan angka 9, maka konsumen akan menggolongkan harga produk tesebut murah. d) Kebutuhan akan simbolisasi
Manusia memiliki kebutuhan untuk mendapatkan symbol yang mampu menggambarkan apa yang dirasakan dan diketahui mereka. Misalnya dalam bentuk penampilan pakaian dan riasan wajah. e) Kebutuhan akan sesuatu yang baru Beberapa manusia memiliki kebutuhan untuk mencari variasi dan perbedaan dari yang biasanya. Inilah yang seringkali menjadi penyebab utama terjadinya perpindahan merek dan pembelian impulsive. Biasanya kebutuhan ini muncul setelah konsumen berada dalam kondisi yang relative stabil dalam jangka waktu yang lama. 2. Motivasi eksternal a) Kebutuhan mengekspresikan diri Manusia memiliki kecenderungan untuk menunjukkan siapa dirinya kepada
sesamanya.
Umumnya diekspresikan
melalui tindakan
pembelian dan konsumsi produk misalnya dalam bentuk mobil atau pakaian atau produk lain yang memiliki kemampuan menciptakan symbol sesuai dengan symbol kepribadian yang ingin diekspresikan. b) Kebutuhan untuk asertif Kebutuhan asertif menggambarkan kebutuhan konsumen untuk terlibat dalam sebuah aktivitas yang akan meningkatkan rasa percaya dirinya di mata orang lain. Mereka yang memiliki kebutuhan tinggi dalam hal ini akan dengan mudahnya melalukan complain ketika mendapati sesuatu yang tidak sesuai dengan harapannya. c) Kebutuhan pertahanan ego
Kebutuhan manusia untuk mempertahankan egonya. Sudah menjadi sifat alami manusia, ketika egonya terancam, maka secara otomatis akan muncul tindakan-tindakan defensive baik dalam sikap maupun dalam perilakunya. d) Kebutuhan untuk berprestasi Manusia seringkali akan terdorong untuk melakukan tindakan tertentu karena adanya penghargaan. Sering kali konsumen membeli produk tertentu dengan harapan mendapatkan penghargaan atas tindakannya tersebut. Kebutuhan ini memiliki kemiripan dengan kebutuhan untuk mengekspresikan diri namun dalam lingkup social yang lebih luas. e) Kebutuhan untuk afiliasi Manusia memiliki kebutuhan berkumpul dan membentuk hubungan yang mutual serta saling memuaskan satu sama lain. Kebutuhan ini seringkali dinyatakan dalam bentuk kebutuhan untuk diterima dan berbagi dengan orang lain. f) Kebutuhan untuk meniru Manusia terkadang juga memiliki kebutuhan untuk bertindak atas dasar perilaku orang lain seperti seorang anak kecil yang meniru tindakan orang dewasa. Kebutuhan ini menggambarkan bahwa manusia senantiasa berusaha mendapatkan perasaan diterima oleh kelompok referensinya.
Teori motivasi menurut Hadis (2006:30-31). Jika ditinjau dari segi relevansi motivasi dengan tujuan tingkah laku, maka motivasi dapat dibedakan menjadi dua jenis, yaitu: 1) Motivasi ekstrinsik adalah motivasi yang berfungsi karena adanya rangsangan dari luar diri individu. Seseorang berbuat sesuatu karena dorongan dari luar, seperti adanya hadiah, menghindari hukuman, dan ijazah. Motivasi ekstrinsik banyak dilakukan di sekolah dan di masyarakat. Contoh: seorang siswa akan belajar dengan giat untuk mencapai hasil yang memuaskan agar ia mendapatkan hadiah dari orangtua atau gurunya. 2) Motivasi intrinsik adalah motivasi yang berfungsi tanpa membutuhkan adanya rangsangan dari luar, orang melakukannya dikarenakan rasa senang. Motivasi intrinsik lahir secara alamiah pada diri individu tanpa dipengaruhi oleh pengaruh dari luar. Dalam hal ini pujian atau hadiah atau sejenisnya tidak diperlukan oleh karena tidak akan menyebabkan siswa bekerja atau belajar untuk mendapatkan pujian atau hadiah tersebut.
2.1.3
Klasifikasi Motif Motivasi yang dimiliki tiap manusia/konsumen sangat berpengaruh
terhadap keputusan yang akan diambil. Bila dilihat dari hal tersebut maka motivasi yang dimiliki konsumen secara garis besar dapat terbagi dua kelompok besar, antara lain: 1) Rasional Motif
Rasional adalah menurut pikiran yang sehat, patut, layak. Motif adalah sebab-sebab yang menjadi dorongan. Tindakan seseorang jadi rasional motif adalah suatu dorongan untuk bertindak menurut pikiran yang sehat, patut, layak. Misalnya: seorang konsumen membeli mobil karena dia memang memutuhkan alat transportasi. 2) Emosional Motif Emosional Motif adalah motif yang dipengaruhi oleh perasaan. Plutchik (Nugroho 2008:104) mengidentifikasi delapan emosi primer yang masingmasing diantaranya dapat bervariasi intensitasnya: fear, anger, sadness, acceptance, disgust, anticipation, surprise. Emosi dan mood states memainkan
peran
penting dalam proses pengambilan
keputusan
konsumen, mulai dari identifikasi masalah sampai perilaku purnabeli.
2.1.4 Metode dan Bentuk Pemberian Motivasi Metode atau cara yang digunakan perusahaan dalam pemberian motivasi terdiri atas: A. Metode langsung (direct motivation) Motivasi langsung adalah motivasi (materiil atau non materiil) yang diberikan secara langsung kepada setiap konsumen untuk memenuhi kebutuhan serta kepuasannya. Hal ini sifatnya khusus, seperti bonus, tunjangan, penghargaan terhadap pelanggan dan lain-lain. B. Metode tidak langsung (indirect motivation)
Metode tidak langsung adalah motivasi yang diberikan hanya merupakan fasilitas-fasilitas yang mendukung serta menunjang gairah konsumen untuk melakukan pembelian. Seperti pelayanan yang memuaskan, kualitas barang ditingkatkan dan lain sebagainya. Sedangkan bentuk motivasi yang diberikan oleh perusahaan dapat dalam bentuk insentif positif maupun insentif negatif: 1) Motivasi positif (insentif positif) Di dalam motivasi positif produsen tidak saja memberikan dalam bentuk sejumlah uang tapi bisa juga memotivasi (merangsang konsumen) dengan memberikan diskon, hadiah, pelayanan yang optimum yang ditunjukan pada diferensiasi dan positioning yang dilakukan kepada mereka yang melakukan pembelian dan yang akan melakukan pembelian. 2) Motivasi negatif (insentif negatif) Di dalam motivasi negatif produsen memotivasi konsumen dengan standar pembelian, maka mereka akan mendapatkan ganjaran. Dengan motivasi negatif untuk melaksanakan pembelian karena mereka mempunyai kepentingan terhadap kebutuhan tersebut. 2.2
Kualitas Jasa
2.2.1
Pengertian Jasa Menurut Christian Gronross sebagaimana dikutip oleh Tjiptono dan
Chandra (2005:11), jasa adalah proses yang terdiri atas serangkaian aktivitas intangible yang biasanya (namun tidak harus selalu) terjadi pada interaksi antara
pelanggan dan karyawan jasa atau sumber daya fisik atau barang dan atau sistem penyedia jasa, yang disediakan sebagai solusi atas masalah pelanggan. Interaksi antara penyedia jasa dan pelanggan seringkali terjadi dalam jasa, sekalipun pihakpihak yang terlibat mungkin tidak menyadarinya. Selain itu, dimungkinkan ada situasi di mana pelanggan sebagai individu tidak berinteraksi langsung dengan perusahaan jasa. Sejumlah riset empiris menurut Boulding, et al., Edvarson, et al., Olsen, Reichheld dan Saser, dan Zeithaml et al. sebagaimana dikutip oleh Tjiptono dan Chandra (2005:109) menyimpulkan bahwa loyalitas pelanggan berkaitan positif dengan kualitas jasa suatu organisasi. Dalam bahasa Inggris, jasa atau layanan diwakili oleh satu kata, yaitu service. Dalam bahasa Indonesia, khususnya yang dipakai dalam pemasaran, belum ada bahasa baku untuk terjemahan kata itu. Menurut Simamora (2003:171) kata “jasa” menempatkan pemberi jasa sebagai orang atau pihak yang berjasa, sehingga yang menerima jasa perlu memberi imbalan untuk itu. Menurut Kotler (2005:276) jasa adalah segala aktifitas atau manfaat yang dapat ditawarkan oleh satu pihak kepada pihak lain yang pada dasarnya tidak berwujud (tidak terdeteksi panca indera) dan tidak menghasilkan kepemilikan atas apa pun. Produksinya mungkin terikat atau tidak pada produk fisik. Sedangkan menurut Lovelock (2007:5) jasa adalah tindakan atau kinerja yang ditawarkan suatu pihak kepada pihak lainnya. Adapun pengertian lain dari jasa adalah kegiatan ekonomi yang menciptakan dan memberikan manfaat bagi pelanggan pada waktu dan tempat tertentu, sebagai hasil dari tindakan
mewujudkan perubahan yang diinginkan dalam diri – atau atas nama – penerima jasa tersebut. Layanan (Simamora, 2003:171) adalah suatu perbuatan. Layanan hanya dapat dikonsumsi tapi tidak dapat dimiliki. Jadi, jasa dan layanan mempunya arti yang sama, yaitu manfaat yang bisa ditawarkan seseorang kepada orang lain yang tidak berwujud dan tidak dapat dimiliki. Menurut Simamora (2003:175) jasa atau layanan memiliki empat karakter, yaitu: 1) Tak berwujud (Intangibility) Layanan bersifat intangible artinya tidak dapat dilihat, dirasa, diraba, dicium, dan didengar sebelum dibeli. Seseorang tidak dapat menilai hasil dari layanan sebelum ia menikmatinya sendiri. Bila pelanggan membeli layanan, maka ia hanya menggunakan, memanfaatkan, atau menyewa layanan tersebut. Pelanggan tidak lantas memiliki layanan yang dibelinya. 2) Tak terpisahkan (Inseparability) Barang biasanya diproduksi, kemudian dijual, lalu dikonsumsi. Sedangkan layanan biasanya dijual terlebih dahulu baru kemudian diproduksi dan dikonsumsi secara bersamaan. 3) Keanekaragaman (Variability)
Layanan bersifat sangat variable karena merupakan non-standard zed output, artinya banyak variasi bentuk, kualitas, dan jenis, tergantung pada siapa, kapan, dan dimana layanan tersebut dihasilkan. 4) Tak tahan lama (Perishability) Layanan merupakan komoditas yang tidak dapat tahan lama dan tidak dapat disimpan. Dengan demikian bila suatu layanan tidak digunakan akan berlalu begitu saja. 2.2.2
Kualitas/Mutu (Quality) Menurut Kotler (2005:279) mutu adalah salah satu alat penting bagi pemasar untuk menetapkan posisi. Ketika mengembangkan suatu produk, pemasar mula-mula harus memilih tingkat mutu yang akan mendukung posisi produk di pasar sasaran. Masih menurut Kotler (2009:180) mutu adalah keseluruhan fitur dan sifat produk atau pelayanan yang berpengaruh pada kemampuannya untuk memuaskan kebutuhan yang dinyatakan atau yang tersirat. Menurut Simamora (2003:179) kualitas adalah ukuran relative kebaikan suatu produk atau layanan yang terdiri atas kualitas desain dan kualitas kesesuaian. Kualitas desain merupakan fungsi spesifikasi produk. Sedangkan kualitas kesesuaian adalah suatu ukuran seberapa jauh suatu produk mampu memenuhi persyaratan kualitas yang telah ditetapkan. Sedangkan menurut Lovelock (2007:19) kualitas adalah sejauh mana suatu jasa memuaskan pelanggan dengan memenuhi kebutuhan, keinginan, dan harapan mereka.
Berdasarkan beberapa pengertian diatas, dapat disimpulkan bahwa kualitas adalah suatu ukuran yang digunakan untuk menilai kinerja jasa sehingga orang yang mengkonsumsinya terpuaskan. 2.2.3
Kualitas Jasa Menurut Simamora (2003:180) kualitas layanan adalah upaya pemenuhan
kebutuhan dan keinginan pelanggan serta ketetapan penyampaiannya untuk mengimbangi harapan pelanggan. Menurut Lovelock (2007:96) kualitas jasa adalah evaluasi kognitif jangka panjang pelanggan terhadap penyerahan jasa suatu perusahaan. Menurut Tjiptono (2009:243) kualitas produk, baik barang maupun jasa, berkontribusi besar pada kepuasan pelanggan, retensi pelanggan, WOM, pembelian ulang, cross buying dan up buying, loyalitas pelanggan, pangsa pasar dan profitabilitas. Berdasarkan tiga pengertian di atas, kualitas jasa yang paling sesuai adalah menurut Simamora, yaitu upaya pemenuhan kebutuhan dan keinginan pelanggan serta ketetapan penyampaiannya untuk mengimbangi harapan pelanggan. Menurut Tjiptono (2009:246) terdapat perbedaan antara kualitas barang dengan kualitas jasa, yaitu:
Tabel 2.1 Perbedaan antara kualitas barang dengan kualitas jasa Kualitas Jasa Kualitas dialami Bergantung pada
Kualitas Barang Kualitas dimiliki dan dinikmati komponen Produk itu sendiri memproyeksikan
peripherals untuk merealisasikan kualitas Pemulihan atas jasa yang jelek sulit dilakukan karena tidak bisa mengganti jasa yang cacat Lebih sulit mengkomunikasikan kualitas Kualitas sulit distandarisasikan dan membutuhkan investasi besar pada pelatihan sumber daya manusia Kriteria pengukuran lebih sulit disusun dan sering kali sukar dikendalikan
kualitas
Dimungkinkan untuk melakukan perbaikan pada produk cacat guna mejamin kualitas Lebih mudah mengkomunikasikan kualitas Standarisasi kualitas dapat diwujudkan melaui investasi pada otomatisasi dan teknologi Kriteria pengukuran lebih mudah disusun dan sering kali sukar dikendalikan Diukur secara subyektif dan acapkali Dapat secara objektif diukur dan ditentukan oleh konsumen ditentukan oleh pemanufakturan Sumber: Tjiptono (2009:246)
Menurut Kotler (2005:283) salah satu cara utama perusahaan jasa dapat membedakan dirinya sendiri adalah dengan secara konsisten menyampaikan mutu lebih tinggi ketimbang para pesaingnya. Menurut Simamora (2003:180) ada dua faktor utama yang mempengaruhi kualitas layanan/jasa, yaitu expected service dan perceived service. Apabila layanan yang diterima atau dirasakan sesuai dengan yang diharapkan, maka kualitas layanan dipersepsikan baik dan memuaskan. Jika layanan yang diterima melampaui harapan pelanggan, maka kualitas layanan dipersepsikan sebagai kualitas layanan yang ideal. Sebaliknya bila layanan yang diterima lebih rendah daripada harapan pelanggan, maka kualitas layanan dipersepsikan buruk. Dengan demikian baik tidaknya kualitas layanan tergantung pada kemampuan penyedia layanan dalam memenuhi harapan pelanggannya secara konsisten. Kualitas layanan yang baik sering dikatakan sebagai salah satu faktor yang sangat penting
dalam keberhasilan suatu bisnis maka tentu saja kualitas layanan dapat memberikan manfaat bagi pelanggan dan perusahaan. Menurut Kotler (2005:283) banyak perusahaan menyadari bahwa mutu pelayanan yang luar biasa dapat memberikan keunggulan bersaing yang kuat kepada mereka yang menghasilkan penjualan dan laba tinggi. Kuncinya adalah mutu pelayanan melebihi harapan pelanggan Penyedia jasa atau layanan perlu mengenali harapan pelanggan sasaran menyangkut kualitas/mutu jasa. Sayangnya, kualitas layanan lebih sulit didefinisikan dan dinilai sebanding kualitas produk. Banyak perusahaan jasa melakukan investasi besar untuk mengembangkan sistem penyampaian jasa yang ramping dan efisien. Mereka ingin memastikan bahwa pelanggan akan menerima pelayanan bermutu tinggi secara konsisten dalam setiap penyampaian pelayanan. 2.2.4
Dimensi Kualitas Jasa Kualitas pelayanan pada prinsipnya adalah manfaat yang diterima oleh
pelanggan harus lebih besar dari harapan-harapannya. Untuk pemberian kualitas jasa yang dapat memuaskan pelanggan maka kita perlu mengetahui dimenidimensi dalam kualitas jasa, menurut Zeithaml, Berry dan Parasuraman sebagaimana dikutip oleh Yamit ( 2005:10-12 ), yaitu: 1) Reliability (keandalan), yaitu kemampuan untuk memberikan jasa sesuai dengan yang dijanjikan dengan terpercaya dan akurat, konsisten dan kesesuaian pelayanan.
2) Responsivesness (daya tanggap), yaitu kemauan dari karyawan dan pengusaha untuk membantu pelanggan dan memberikan jasa dengan cepat serta mendengar dan mengatasi keluahan atau complain yang diajukan konsumen. 3) Assurance
(jaminan), yaitu berupa kemampuan
karyawan
untuk
menimbulkan keyakinan dari kepercayaan terhadap janji yang telah dikemukakan kepada konsumen. 4) Emphaty (empati), yaitu kesediaan karyawan dan pengusaha untuk lebih peduli memberikan perhatian secara pribadi kepada langganan. 5) Tangible (keberwujudan), yaitu berupa penampilan fasilitas fisik. 2.2.5
Konsep Jasa Berkualitas Pelayanan terbaik pada pelanggan dan tingkat kualitas dapat dicapai secara
konsisten dengan memperbaiki pelayanan dan memberikan perhatian khusus pada standar kinerja pelayanan. Untuk memberikan pelayanan yang berkualitas, ada dua konsep yang dikemukakan oleh Albrcht sebagaimana dikutip oleh Yamit (2004:23-24). Dua konsep tersebut ialah: 1) Service Triangle Service Triangle ialah suatu model interaktif manajemen pelayanan yang menghubungkan antara perusahaan dengan pelanggannya. Model tersebut terdiri dari tiga elemen dengan pelanggan sebagai titik focus yaitu: a.Strategi Pelayanan Strategi pelayanan ialah strategi untuk memberikan pelayanan kepada pelanggan dengan kualitas sebaik mungkin sesuai standar yang telah ditetapkan perusahaan.
Standar pelayanan ditetapkan sesuai keinginan dan harapan pelanggan sehingga tidak terjadi kesenjangan antara pelayanan yang diberikan dengan harapan pelanggan. Strategi pelayanan harus pula dirumuskan dan diimplementasikan seefektif mungkin, sehingga mampu membuat pelayanan yang diberikan kepada pelanggan tampil beda dengan pesaqingnya. b.Sumber daya manusia yang memberikan pelayanan (service people) Orang yang berinteraksi secara langsung maupun yang tidak berinteraksi langsung dengan pelanggan harus memberikan pelayanan kepada pelanggan secara tulus, responsif, ramah, fokus dan menyadari bahwa
kepuasan pelanggan ialah
segalanya. Untuk itu perusahaan harus pula memperhatikan kebutuhan pelanggan internalnya (karyawan) dengan cara menciptakan lingkungan kerja yang kondusif, rasa aman dalam bekerja, penghasilan yang wajar, manusiawi, sistem penilaian kinerja yang mampu menumbuhkan motivasi. Tidak ada gunanya perusahaan membuat strategi pelayanan dan menerapkannya secara baik untuk memuaskan pelanggan eksternalnya, sementara pada saat yang sama perusahaan gagal memberikan kepuasan kepada pelanggan internalnya. c.Sistem pelayanan Sistem pelayanan ialah prosedur pelayanan kepada pelanggan yang melibatkan seluruh fasilitas fisik termasuk sumberdaya manusia yang dimiliki perusahaan. Sistem pelayanan harus dibuat secara sederhana, tidak berbelit-belit dan sesuai standar yang telah ditetapkan perusahaan. Untuk itu perusahaan harus mampu melakukan desain ulang sistem pelayanannya, pelayanan yang diberikan tidak memuaskan pelanggan. Desain ulang sistem pelayanan tidak berarti harus
merubah total sistem pelayanan, tapi dapat dilakukan hanya bagian tertentu yang menjadi titik kritis penentu kualitas pelayanan. Misalnya dengan memperpendek prosedur pelayanan atau karyawan diminta melakukan pekerjaan secara general sehingga pelanggan dapat dilayani secara tepat dengan menciptakan one stop service. 2) Total Quality Service Total Quality Service \(Pelayanan Mutu Terpadu) ialah kemampuan perusahaan untuk memberikan pelayanan berkualitas kepada orang yang berkepentingan dengan pelayanan (stakeholders), yaitu pelanggan, pegawai dan pemilik. Pelayanan mutu terpadu ini memiliki lima elemen penting yang saling terkait, yaitu: a. Market and customer research ialah penelitian untuk mengetahui struktur pasar, segmen pasar, demografis, analisis pasar potensial, analisis kekuatan pasar, mengetahui harapan dan keinginan pelanggan atas pelayanan yang diberikan. b. Strategy formulation ialah petunjuk arah dalam memberikan pelayanan berkualitas kepada pelanggan sehingga perusahaan dapat mempertahankan pelanggan bahkan dapat meraih pelanggan baru. c. Education, training, and communication ialah tindakan untuk meningkatkan kualitas sumberdaya manusia agar mampu memberikan pelayanan berkualitas, mampu memahami keinginan dan harapan pelanggan. d. Process improvement ialah desain ulang berkelanjutan untuk menyempurnakan proses pelayanan, konsep P-D-C-A (Plan-Do-Check-Action) dapat diterapkan dalam perbaikan proses pelayanan berkelanjutan.
e. Assesment, measurement and feedback ialah penilaian dan pengukuran kinerja yang telah dicapai oleh karyawan atas pelayanan yang telah diberikan kepada proses pelayanan apa yang perlu diperbaiki, kapan harus diperbaiki dan dimana harus diperbaiki. 2.2.6
Hambatan dalam Jasa dan Usaha Peningkatan Jasa Ada beberapa faktor yang menjadi penghambat dalam peningkatan
kualitas jasa/pelayanan (Yamit, 2004:32). Faktor-faktor yang menjadi penghambat tersebut dapat diidentifikasikan sebagai berikut: Kurang otoritas yang diberikan pada bawahan. Terlalu birokrasi sehingga lambat dalam menanggapi keluhan konsumen. Bawahan tidak berani mengambil keputusan sebelum ada izin dari atasan. Petugas sering bertindak kaku dan tidak memberi jalan keluar yang baik. Petugas sering tidak ada di tempat pada waktu jam kerja sehingga sulit untuk dihubungi. 1) Banyak interest pribadi. 2) Budaya tip. 3) Aturan main yang tidak terbuka dan tidak jelas. 4) Kurang professional. 5) Banyak instansi/bagian lain yang terlibat. 6) Disiplin kerja sangat kurang dan tidak tepat waktu. 7) Tidak ada keselarasan antar bagian dalam memberikan layanan. 8) Kurang control diri sehingga petugas agak “nakal”. 9) Ada diskriminasi dalam memberikan pelayanan.
10) Belum ada sistem informasi manajemen (SIM) yang terintegrasi. Menurut Yamit (2004:32-33), keseluruhan faktor penghambat dalam pelayanan tersebut diatas dapat dijadikan dasar bagi manajer untuk meningkatkan atau memperbaiki pelayanan agar dapat mengurangi bahkan menghilangkan kesenjangan yang terjadi antara pihak perusahaan dengan pelanggan. 2.2.7
Usaha Peningkatan Kualitas Jasa Usaha yang dapat dilakukan untuk meningkatkan jasa/pelayanan tersebut
(Yamit, 2005:32)yaitu: 1.Reliability a.Pengaturan fasilitas b.Sistem dan prosedur yang dilaksanakan taat azas c.Meningkatkan efektifitas jadwal kerja d.Meningkatkan koordinasi antar bagian 2.Responsiveness a.Mempercepat pelayanan b.Pelatihan karyawan c.Komputerisasi dokumen d.Penyederhanaan sistem dan prosedur e.Penyederhanaan birokrasi f.Mengurangi pemutusan keputusan 3.Competence a.Meningkatkan profesionalisme karyawan b. Meningkatkan mutu administrasi
4.Credibility a.Meningkatkan sikap dan mental karyawan b. Meningkatkan kejujuran karyawan c.Menghilangkan kolusi 5.Tangibles a.Perluasan kapasitas b.Penataan fasilitas c.Meningkatkan infrastruktur d.Menambah peralatan e.Menyempurnakan fasilitas komunikasi f.Perbaikan sarana dan prasarana 6.Understanding the customer a.Sistem dan prosedur pelayanan yang menghargai konsumen b.Meningkatkan keberpihakan pada konsumen 7.Communication a.Memperjelas pihak yang bertanggung jawab dalam setiap kegiatan b.Meningkatkan efektifitas komunikasi dengan klien c.Membuat SIM yang terintegrasi 2.3
Keputusan Pembelian
2.3.1
Pengertian Keputusan Pembelian Menurut Supranto dan Nandan (2007:13), proses keputusan pembelian
merupakan intervensi antara strategi pasar (seperti dipraktikan dalam bauran pemasaran). Ini artinya, hasil dari strategi pemasaran perusahaan ditentukan oleh
interaksinya dengan proses keputusan konsumen. Perusahaan akan berhasil hanya kalau konsumen melihat suatu kebutuhan yang bisa dipenuhi oleh produk yang ditawarkan perusahaan. Menyadari bahwa produk mempunyai kemampuan untuk memenuhi kebutuhan dan ini merupakan pemecahan terbaik yang tersedia,maka langsung membelinya dan menjadi puas dengan produk yang dibelinya. Menurut Schifman dan Kanuk (2007:485), keputusan adalah seleksi terhadap dua pilihan alternative atau lebih. Dengan kata lain, pilihan alternative harus tersedia bagi seseorang ketika mengambil keputusan. Menurut Kotler (2005:165) keputusan pembelian adalah tahap dari proses keputusan pembeli, yaitu ketika konsumen benar-benar membeli produk. 2.3.2
Karakteristik Pembelian Menurut Kotler (2005:144) pembelian konsumen sangat dipengaruhi oleh
karakteristik budaya, social, pribadi, dan psikologis. Sebagian besar, pemasar tidak dapat mengendalikan faktor-faktor tersebut. 1. Faktor budaya Faktor-faktor budaya memberikan pengaruh paling luas dan dalam pada tingkah laku konsumen. Pemasar harus mengetahui peran yang dimainkan oleh budaya, sub-budaya, dan kelas sosial pembeli. a.Budaya Menurut Kotler (2005:144) budaya adalah penyebab paling mendasar dari keinginan dan tingkah laku seseorang. Setiap kelompok atau masyarakat mempunyai suatu budaya dan pengaruh budaya pada tingkah laku membeli bervariasi amat besar dari Negara ke Negara. Kegagalan menyesuaikan perbedaan
ini dapat menghasilkan pemasaran yang tidak efektif atau kesalahan yang memalukan. Pemasar selalu mencoba menemukan pergeseran budaya agar dapat mengetahui produk baru yang mungkin diinginkan. b.Sub-budaya Menurut Kotler (2005:145) sub-budaya adalah sekelompok orang yang mempunyai sistem nilai sama berdasarkan pada pengalaman hidup dan situasi. Sub-budaya termasuk nasionalitas, agama, kelompok ras, dan wilayah geografi, banyak sub-budaya yang membentuk segmen pasar penting, dan pemasar sering kali merancang produk dan program pemasaran yang diseuaikan dengan kebutuhan mereka. c.Kelas sosial Hampir setiap masyarakat mempunyai semacam bentuk struktur kelas sosial. Menurut Kotler (2005:147) kelas social adalah divisi masyarakat yang relatif permanen dan teratur dengan para anggotanya menganut nilai-nilai, minat, dan tingkah laku yang serupa. Kelas social bukan ditentukan oleh satu faktor tunggal, seperti pendapatan, tetapi diukur sebagai kombinasi dari pekerjaan, pendapatan, pendidikan, kekayaan, dan variabel lain. Dalam beberapa sistem sosial, anggota dari kelas yang berbeda memelihara peran tertentu dan tidak dapat mengubah posisi sosial mereka. Kelas sosial menunjukkan pemilihan produk dan merek tertentu. 2.Faktor Sosial Tingkah laku konsumen juga dipengaruhi oleh faktor-faktor sosial, seperti kelompok kecil, keluarga, serta peran dan status sosial konsumen.
a.Kelompok Menurut Kotler (2005:147) kelompok adalah dua orang atau lebih yang erinteraksi untuk mencapai sasaran individu atau bersama. Tingkah laku seseorang dipengaruhi oleh banyak kelompok kecil. Kelompok yang mempunyai pengaruh langsung dan seseorang yang menjadi anggotanya disebut kelompok keanggotaan. Beberapa merupakan kelompok primer yang mempunyai interaksi regular tetapi informal, seperti keluarga, teman, tetangga, dan rekan sekerja. Beberapa merupakan kelompok sekunder, yang mempunyai interaksi lebih formal dan kurang regular. Ini mencakup organisasi seperti kelompok keagamaan, asosiasi professional, dan serikat pekerja. Kelompok acuan berfungsi sebagai titik perbandingan atau acuan langsung (tatap muka) atau tidak langsung dalam membentuk sikap dan tingkah laku seseorang. Orang sering kali dipengaruhi oleh sekelompok acuan yang ia sendiri tidak menjadi anggotanya. Pentingnya pengaruh kelompok bervariasi untuk produk dan merek. Pengaruh cenderung paling kuat bila produk terlihat oleh orang lain yang dihargai oleh pembelinya. Pembelian produk yang dibeli dan digunakan secara pribadi tidak banyak berubah oleh pengaruh kelompok karena baik produk maupun mereknya tidak akan dilihat oleh orang lain. b.Keluarga Anggota keluarga dapat sangat mempengaruhi tingkah laku membeli. Menurut Kotler (2005:149) keluarga adalah organisasi pembelian konsumen yang paling penting dalam masyarakat, dan telah diteliti secara mendalam. Pemasar tertarik
dalam peran dan pengaruh suami, isteri, dan anak-anak pada pembelian berbagai produk dan jasa. Keterlibatan suami-isteri sangat bervariasi menurut kategori produk dan menurut tahap proses pembelian. Peran pembelian berubah dengan berubahnya gaya hidup konsumen. c.Peran dan status Peran terdiri dari aktivitas yang diharapkan dilakukan seseorang menurut orangorang yang ada di sekitarnya. Setiap peran membawa status yang mencerminkan penghargaan yang diberikan oleh masyarakat. Orang sering kali memilih produk yang menunjukkan statusnya dalam masyarakat. 3.Faktor pribadi Keputusan membeli juga dipengaruhi oleh karakteristik pribadi seperti umur dan tahap daut hidup, pekerjaan, situasi ekonomi, gaya hidup, serta kepribadian dan konsep diri pembeli. a.Umur dan tahap daur hidup Orang mengubah barang dan jasa yang mereka beli selama masa hidupnya. Selera akan makanan, pakaian, perabot, dan rekreasi sering kali berhubungan dengan umur. Membeli juga dibentuk oleh tahap daur hidup keluarga, tahap-tahap yang mungkin dilalui oleh keluarga sesuai dengan kedewasaannya. Pemasar sering kali menentukan sasaran pasar dalam bentuk tahap daur hidup dan mengembangkan produk yang sesuai rencana pemasaran untuk setiap tahap. b.Pekerjaan
Pekerjaan seseorang mempengaruhi barang dan jasa yang dibelinya. Pekerja kasar cenderung membeli lebih banyak pakaian untuk bekerja, sedangkan pekerja kantor membeli lebih banyak jas dan dasi. Pemasar berusaha mengenali kelompok pekerjaan yang mempunyai minat diatas rata-rata akan produk dan jasa mereka. c.Situasi ekonomi Situasi ekonomi seseorang akan mempengaruhi pilihan produk. Pemasar yang peka terhadap pendapatan mengamati kecenderungan dalam pendapatan pribadi, tabungan, dan tingkat minat. Bila indicator ekonomi menunjukkan resesi, pemasar dapat mengambil langkah-langkah untuk merancang ulang, mempromosikan kembali, dan mengubah harga produknya. d.Gaya hidup Menurut Kotler (2005:151) gaya hidup adalah pola kehidupan seseorang yang diwujudkan dalam aktivitas, interest, dan opininya. Orang yang berasal dari sub-budaya, kelas sosial, dan pekerjaan yang sama mungkin mempunyai gaya hidup yang jauh berbeda. Gaya hidup termasuk pengukuran dimensi AIO utama dari para konsumen: Activity (pekerjaaan, hobi, berbelanja, olahraga, kegiatan social) Interest (makanan, mode, keluarga, rekreasi) Opinion (mengenai diri mereka sendiri, isu sosial, bisnis, produk) Gaya hidup mencakup sesuatu yang lebih dari sekedar kelas sosial atau kepribadian seseorang, gaya hidup menampilkan pola bereaksi dan berinteraksi seseorang secara keseluruhan dunia. e.Kepribadian dan konsep diri
Menurut Kotler (2005:153) kepribadian adalah karakteristik psikologi unik dari seseorang yang menyebabkan respons yang relative konsisten dan bertahan lama terhadap lingkungan dirinya sendiri. Kepribadian setiap orang yang jelas mempengaruhi tingkah laku membelinya. Kepribadian biasanyadiuraikan dalam arti sifat-sifat seperti rasa percaya diri, dominasi, kemudahan bergaul, otonomi, mempertahankan diri, kemampuan menyesuaikan diri, dan keagresifan. Kepribadian dapat bermanfaat untuk menganalisis tingkah laku konsumen untuk pemilihan produk atau merek tertentu. 4.Faktor Psikologis Pilihan produk yang dibeli seseorang lebih lanjut dipengaruhi oleh empat faktor psikologi yang penting, yaitu motivasi, persepsi, pengetahuan, serta keyakinan dan sikap. a.Motivasi Seseorang mempunyai banyak kebutuhan pada suatu saat. Kebutuhan lalu berubah menjadi motif jika merangsang sampai tingkat intensitas yang mencukupi. Menurut Kotler (2005:154) motif adalah kebutuhan yang cukup menekan untuk mengarahkan seseorang mencapai kepuasan. b.Persepsi Seseorang yang termotivasi siap untuk bertindak. Bagaimana orang tersebut bertindak dipengaruhi oleh persepsinya mengenai situasi. Menurut Kotler (2005:156) persepsi adalah proses yang dilalui orang dalam memilih,
mengorganisasikan,
dan
menginterpretasikan
membentuk gambaran yang berarti mengenal dunia.
informasi
guna
Menurut Kotler (2005:156) orang dapat membentuk persepsi berbeda dari rangsangan yang sama karena tiga macam proses penerimaan indera: perhatian yang selektif, distorsi selektif, dan ingatan selektif. c.Pengetahuan Menurut Kotler (2005:157) pembelajaran menggambarkan perubahan dalam tingkah laku individual yang muncul dari pengalaman. Pembelajaran berlangsung melalui saling pengaruh dari dorongan, rangsangan, petunjuk, respons, dan pembenaran. d.Keyakinan dan sikap Melalui tindakan dan pembelajaran, orang mendapatkan keyakinan dan sikap. Menurut Kotler (2005:157) keyakinan adalah pemikiran deskriptif yang dimiliki seseorang mengenai sesuatu. Pemasar tertarik pada keyakinan bahwa orang merumuskan mengenai produk dan jasa spesifik, karena keyakinan ini menyusun cirta produk dan merek mempengaruhi tingkah laku membeli. Bila ada sebagian keyakinan yang salah dan menghalangi pembelian, pemasar pasti ingin meluncurkan usaha untuk mengoreksinya. Menurut Kotler (2005:157) sikap menguraikan evaluasi, perasaan, dan kecenderungan dari seseorang terhadap suatu obyek atau ide yang relative konsisten. Sikap menempatkan orang dalam suatu kerangka pemikiran mengenai menyukai atau tidak menyukai sesuatu, mengenai mendekati atau menjauhinya.
2.3.3
Perilaku Belanja Dalam melakukan pembelian atau belanja seseorang akan terbawa
motivasi dalam pembelian. Hal tersebut dijelaskan oleh Ma’ruf (2005:51-52) yang mengatakan setiap konsumen mempunyai dua sifat motivasi pembelian yang saling tumpang tindih, yaitu antara lain: 1.Emotional, motivasi yang dipengaruhi emosi berkaitan dengan perasaan, baik itu keindahan, gengsi, atau perasaan lainnya termasuk iba dan marah. Faktor keindahan dan gengsi lebih banyak berpengaruh dibandingkan rasa iba dan marah. 2.Rasional, sikap belanja rasional dipengaruhi oleh alasan rasional dalam pikiran seorang konsumen. Cara piker konsumen bisa begitu kuat sehingga perasaan menjadi kecil bahkan hilang. Dalam pemilihan produk dan belanja hanya sangat sedikit konsumen yang rasional atau tidak emosional sama sekali. Demikian pula tidak ada konsumen yang 100% emosional tanpa unsur rasional sama sekali. Kebanyakan konsumen dipengaruhi oleh keduanya, tetapi komposisinya bisa salah satu lebih dominan. Hal tersebut dapat dilihat sebagai nilai. Maksudnya adalah aktivitas pembelian oleh konsumen didorong oleh kombinasi nilai emosional dan nilai rasional atau dominasi dari salah satu nilai. 2.3.4
Proses Keputusan Pembelian Menurut Kotler (2007:235) ada lima tahap keputusan pembelian, yaitu:
1.Pengenalan Masalah
Proses pembelian dimulai dengan pengenalan masalah, dimana pembeli mengenali adanya masalah atau kebutuhan. Pembeli merasakan perbedaan antara keadaan nyata dan keadaan yang diinginkan. 2.Pencarian Informasi Konsumen yang terangsang kebutuhannya akan terdorong untuk mencari informasi yang lebih banyak. Situasi pencarian informasi yang lebih ringan dinamakan penguatan perhatian. Pada level penguatan perhatian, orang hanya sekedar lebih peka terhadap informasi produk. Pada level selanjutnya, orang itu mungkin mulai aktif mencari informasi. 3.Evaluasi Alternatif Dalam evaluasi alternative terdapat beberapa proses evaluasi keputusan, dan model-model yang mendorong proses evaluasi konsumen sebagai proses yang berorientasi kognitif, yaitu model tersebut menganggap konsumen membentuk penilaian atas produk dengan sangat sadar dan rasional. 4.Keputusan Membeli Keputusan pembelian merupakan saat dimana konsumen memutuskan untuk membeli atau tidak produk yang bersangkutan dan membuat keputusan pemesanan yang berhubungan dengan pembelian. Selain itu, keputusan pembelian dapat diartikan juga sebagai tingkatan dari proses keputusan pembelian dimana konsumen sebenarnya melakukan pembelian. Pemilihan ini dilakukan berdasarkan evaluasi di tahap sebelumnya. Dalam tahap evaluasi, para konsumen membentuk prefernsi atas merek-merek yang ada di dalam kumpulan pilihan. Konsumen juga dapat membentuk niat untuk membeli merek yang paling disukai.
5.Tingkah Laku Pasca Pembelian Setelah pembelian, konsumen mungkin mengalami ketidaksesuaian karena memerhatikan fitur-fitur tertentu yang menganggu atau mendengar hal-hal yang menyenangkan tentang merek lain, dan akan selalu siaga terhadap informasi yang mendukung keputusannya. Komunikasi pemasaran harus memasok keyakinan dan evaluasi yang mengukuhkan pilihan konsumen dan membantu dia merasa nyaman dengan merek. 2.3.5 Peran Keputusan Pembelian Pembelian merupakan hal yang penting bagi pembeli dan penjual (perusahaan) itu sendiri. Bagi perusahaan adalah penting untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku pembelian, namun terdapat hal lain yang harus juga diperhatikan perusahaan yaitu pemegang peranan pembelian dan keputusan untuk membeli. Terdapat lima peran yang terjadi dalam keputusan pembelian yang dijelaskan oleh Simamora (2004:15), yakni: 1) Pemrakarsa (initiator), yaitu orang yang pertama kali menyarankan membeli suatu produk. 2) Memberi pengaruh (influencer), orang yang pandangan atau nasihatnya memberi bobot dalam pengambilan keputusan terakhir. 3) Mengambil keputusan (decider), orang yang sangat menentukan sebagian atau keseluruhan keputusan pembelian, apakah membeli, apa yang dibeli, kapan hendak membeli, dengan bagaimana cara membeli, dan dimana membelinya.
4) Pembeli (buyer), orang yang melakukan pembelian nyata. 5) Pemakai (user), orang yang mengkonsumsi/memakai produk atau jasa.
2.3.6
Tipe Perilaku Keputusan Membeli Menurut Simamora (2002:22-24), membedakan empat tipe perilaku
pembelian konsumen berdasarkan pada tingkat keterlibatan pembeli dan tingkat perbedaan di antara merek: 1) Perilaku membeli yang rumit (Complex Buying Behavior) Perilaku membeli yang rumit membutuhkan keterlibatan yang tinggi dalam pembelian denga berusaha menyadari perbedaan-perbedaan yang jelas di antara merek-merek yang ada. Perilaku membeli ini terjadi pada waktu membeli produk-produk yang mahal, tidak sering membeli, berisiko dan dapat mencerminkan diri pembelinya. Biasanya konsumen tidak tahu terlalu banyak tentang kategori produk dan harus berusaha untuk mengetahuinya. Sehingga pemasar harus menyusun strategi untuk memberikan informasi kepada konsumen tentang atribut produk, kepentingannya, tentang merek perusahaan, dan atribut penting lainnya. 2) Perilaku membeli untuk mengurangi ketidakcocokan (Dissonance Reducing Buying Behavior) Perilaku membeli semacam ini mempunyai keterlibatan yang tinggi dan konsumen menyadari hanya terdapat sedikit perbedaan di antara berbagai merek. Perilaku membeli ini terjadi untuk pembelian produk yang
harganya mahal, tidak sering dibeli, berisiko, dan membeli secara relative cepat karena perbedaan merek tidak terlihat. Pembeli biasanya mempunyai respons terhadap harga atau yang memberikan kenyamanan. Konsumen akan memperlihatkan informasi yang mempengaruhi keputusan pembelian mereka. 3) Perilaku membeli berdasarkan kebiasaan (Habitual Buying Behavior) Dalam hal ini, konsumen membeli suatu produk berdasarkan kebiasaan, bukan berdasarkan kesetiaan terhadap merek. Konsumen memilih produk secara berulang bukan karena merek produk, tetapi karena mereka sudah mengenal produk tersebut. Setelah membeli, mereka tidak mengevaluasi kembali mengapa mereka membeli produk tersebut karena mereka tidak terlibat dengan produk. Pemasar dapat membuat keterlibatan antara produk dan konsumennya, misalnya dengan menciptakan produk yang melibatkan situasi atau emosi personal melalui iklan. 4) Perilaku pembeli yang mencari keragaman (Variety Seeking Buying Behavior) Perilaku ini memiliki keterlibatan yang rendah, namun masih terdapat perbedaan merek yang jelas. Konsumen berprilaku dengan tujuan mencari keragaman bukan kepuasan. Jadi merek dalam perilaku ini bukan merupakan suatu yang mutlak. Sebagai market leader, pemasar dapat melakukan strategi seperti menjaga agar jangan kehabisan stok atau dengan promosi-promosi yang dapat mengingatkan konsumen akan produknya. Karena, sekali kehabisan stok, maka konsumen akan beralih ke
merek lain. Apalagi para pesaing sudah menawarkan barang dengan harga yang lebih rendah, kupon, sampel, dan iklan yang mengajak konsumen untuk mencoba sesuatu yang baru. Perilaku demikian biasanya terjadi pada produk-produk yang sering dibeli, harga murah, dan konsumen sering mencoba merek-merek baru. 2.4
Loyalitas Pelanggan
2.4.1
Definisi pelanggan Definisi customer (pelanggan) dari kata custom yang didefinisikan sebagai
membuat sesuatu menjadi kebiasaan atau biasa dan memperaktekan kebiasaan. Pelanggan adalah seseorang yang menjadi terbiasa untuk membeli. Kebiasaan itu terbentuk melalui pembelian dan interaksi yang sering selama periode waktu tertentu. Tanpa adanya hubungan yang kuat dan pembelian berulang, orang tersebut bukanlah pelanggan, ia adalah pembeli. Pelanggan yang sejati tumbuh seiring dengan waktu (Griffin, 2005:31). Menurut Gasperz (2006:35) beberapa definisi tentang pelanggan yaitu: 1) Pelanggan adalah orang yang tidak tergantung pada kita, tetapi kita yang tergantung padanya. 2) Pelanggan adalah orang yang membawa kita kepada apa keinginannya. 3) Tidak pernah ada seorang pun yang pernah menang beradu argumentasi dengan pelanggan. Berdasarkan definisi di atas, maka dapat disimpulkan bahwa pelanggan adalah semua orang yang menuntut perusahaan untuk memenuhi suatu standar kualitas tertentu, yang akan memberikan pengaruh pada performance perusahaan.
2.4.2
Definisi dan Perspektif Loyalitas Pelanggan Menurut Kotler (2005:178) mengatakan “ The long term success of the a
particular brand is not based on the number of consumer who purchase it only once, but on the number who become repeat purchase “. Dalam hal ini dapat disimpulkan bahwa konsumen yang loyal tidak diukur dari berapa banyak dia membeli, tapi dari seberapa sering dia melakukan pembelian ulang, termasuk di sini merekomendasikan orang lain untuk membeli. (Griffin, 2005:13) mengemukakan definisi pelanggan loyal adalah pelanggan yang membeli berulang kali secara teratur atau membeli produk dengan merek yang sama. Berdasarkan definisi di atas, maka dapat disimpulkan bahwa pelanggan yang loyal dimaknai sebagai pelanggan yang melakukan pembelian berulang, pelanggan yang dengan antusias dan sukarela merekomendasikan produk perusahaan kepada orang lain. Pelanggan loyal akan menjadi spiritual advocates yang akan terus membela produk atau perusahaan dalam keadaan apapun dan terus merekomendasikannya kepada orang lain. Selanjutnya Griffin (2005:223) mengemukakan keuntungan-keuntungan yang akan diperoleh perusahaan apabila memiliki konsumen yang loyal antara lain: 1) Mengurangi biaya pemasaran (karena biaya untuk menarik konsumen baru lebih mahal) 2) Mengurangi biaya transaksi (seperti biaya negosiasi kontrak, pemrosesan pesanan dan lain-lain)
3) Mengurangi biaya turn over konsumen (karena pergantian konsumen lebih sedikit) 4) Meningkatkan penjualan silang yang akan memperbesar pangsa pasar perusahaan. 5) Word of mouth yang lebih positif, dengan asumsi bahwa konsumen yang loyal juga berarti mereka yang merasa puas. 6) Mengurangi biaya kegagalan (seperti biaya penggantian, dll). Menurut Griffin (2002) sebagaimana dikutip oleh Hurriyati (2005:129) “Loyalty is defined as non random purchase expressed over time by some decision making unit”. Berdasarkan definisi tersebut dapat dijelaskan bahwa loyalitas lebih mengacu pada wujud perilaku dari unit-unit pengambilan keputusan untuk melakukan pembelian secara terus menerus terhadap barang atau jasa suatu perusahaan yang dipilih. Loyalitas pelanggan adalah komitmen untuk bertahan secara mendalam melakukan pembelian ulang atau berlangganan kembali produk atau jasa terpilih secara konsisten dimasa yang akan dating, meskipun pengaruh situasi dan usaha-usaha pemasaran mempunyai potensi untuk menyebabkan perubahan perilaku. Konsep lain mengenai loyalitas pelanggan menyebutkan bahwa konsep loyalitas lebih mengarah pada perilaku (behaviour) dibandingkan dengan sikap (attitude) dan seorang pelanggan yang loyal akan memperlihatkan perilaku pembelian yang dapat diartikan sebagai pola pembelian teratur dalam waktu yang lama, yang dilakukan oleh unit-unit pembuat atau pengambil keputusan (Griffin, 2002:5). Pelanggan menjadi setia (loyal) biasanya disebabkan salah satu aspek dalam
perusahaan saja, tetapi biasanya pelanggan menjadi setia (loyal) karena “paket” yang ditawarkan seperti produk, layanan, dan harga. Ada tiga kriteria untuk mendefinisikan pelanggan setia (loyal), yaitu: 1) Keinginan untuk membeli produk dan jasa dari perusahaan tanpa membandingkan produk atau jasa yang ditawarkan oleh pesaing. 2) Merekomendasikan perusahaan, produk dan pelayanan perusahaan dari mulut ke mulut kepada orang lain. 3) Tindakan proaktif untuk memberikan saran produk dan jasa karena perusahaan. 2.4.3
Karakteristik Loyalitas Pelanggan Banyak perusahaan mengandalkan kepuasan pelanggan sebagai jaminan
keberhasilan dikemudian hari tetapi kemudian kecewa mendapati bahwa para pelanggannya yang merasa puas dapat berbelanja produk pesaing tanpa ragu-ragu. Sebaliknya, loyalitas pelanggan tampaknya merupakan ukuran yang lebih dapat diandalkan untuk memprediksi pertumbuhan penjualan dan keuangan, berbeda dari kepuasan, yang merupakan sikap, loyalitas dapat didefinisikan berdasarkan perilaku pembeli. Pelanggan yang loyal menurut Griffin (2005:31): 1) Melakukan pembelian ulang secara teratur Maksudnya pelanggan yang telah melakukan pembelian suatu produk sebanyak dua kali atau lebih. Mereka inilah yang melakukan pembelian atas produk yang sama banyak dua kali atau membeli dua macam produk yang berbeda dalam dua kesempatan. Maksudnya membeli semua barang atau jasa yang ditawarkan dan mereka butuhkan. Mereka membeli secara
teratur, hubungan dengan jenis pelanggan ini sudah kuat dan berlangsung lama, yang membuat mereka tidak terpengaruh oleh produk pesaing. 2) Membeli antarlini jasa atau produk Maksudnya membeli barang atau jasa yang ditawarkan dan mereka butuhkan. Mereka membeli secara teratur, hubungan dengan jenis pelanggan ini sudah kuat dan berlangsung lama, yang membuat mereka tidak terpengaruh oleh produk pesaing. 3) Mereferensikan kepada orang lain Maksunya membeli barang atau jasa yang ditawarkan dan yang mereka butuhkan, serta melakukan pembelian secara teratur. Selain itu, mereka terdorong teman-teman mereka agar membeli barang atau jasa perusahaan tersebut pada orang lain, dengan begitu secara tidak langsung mereka telah melakukan pemasaran untuk perusahaan dan membawa konsumen ke perusahaan. 4) Menunjukan kekebalan terhadap tarikan dari pesaing Maksudnya tidak mudah terpengaruh oleh tarikan persaingan produk atau jasa sejenis lainnya. 2.4.4
Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Loyalitas Robinette
(2003:13),
faktor-faktor
yang
mempengaruhi
loyalitas
pelanggan disebutkan sebagai erikut: Hallmark initilated a follow-up to that study examining how four variabel-caring, trust, length of patronage and overall satisfaction-can help prdict customer loyalty.
Berdasarkan pengertian dari robinette tersebut, terdapat empat variabel yang mempengaruhi loyalitas pelanggan, yaitu: 1) Perhatian (caring) 2) Kepercayaan (trust) 3) Perlindungan (length of patronage) 4) Kepuasan kumulatif (overall satisfaction) Menurut Yasin (2001:72), yaitu dengan memberikan pelayanan yang memuaskan dan mendengarkan keluhan serta keinginan pelanggan menegnai produk perusahaan, akan dapat menciptakan loyalitas pelanggan. Kunci utama dalam mendapatkan loyalitas dari pelanggan adalah selalu memberikan pelayanan yang memuaskan kepada pelanggan dan mendengarkan segala keluhan yang dirasakan para pelanggan, dengan demikian pelanggan akan merasa dihargai karena semua keinginan dan kebutuhannya dipenuhi, sehingga akan menciptakan loyal. Banyak cara untuk mempengaruhi pelanggan agar loyal kepada perusahaan seperti yang telah dijelaskan diatas, yaitu perusahaan menunjukkan perhatiannya kepada setiap pelanggan, menciptakan kepercayaan pelanggan dengan
memberikan
rasa
kenyamanan dalam bertransaksi,
memberikan
perlindungan dalam hal privat, misalnya menjaga identitas pelanggan dan yang terakhir adalah kepuasan akumulatif, yaitu perusahaan dapat memberikan kepuasan secara keseluruhan baik dalam pelayanan kepada para pelanggan sampai dengan penyedia fasilitas. 2.4.5
Meningkatkan Loyalitas Pelanggan
Menurut Grifin (2005:22), dalam buku “customer loyalty”, ada empat cara agar pelanggan tidak meninggalkan perisahaan, yaitu: 1) Mempermudah
pelanggan
untuk
memberi
umpan
balik
kepada
perusahaan. Salah satu kegiatan yang paling menguntungkan bagi perusahaan adalah mencari keluhan pelanggan, memudahkan pelanggan untuk memberikan umpan balik dengan cara bertanya kepada pelanggan secara teratur mengenai pembelian terakhir mereka seperti: apakah pembelian itu memenuhi kebutuhan mereka, apakah itu yang mereka harapkan serta bagaimana cara meningkatkannya. 2) Bila pelanggan membutuhkan bantuan, berikanlah dengan segera. Setelah perusahaan memperoleh umpan balik dari pelanggan, perusahaan harus bertindak dengan cepat. Bila pelanggan menghubungi untuk menyampaikan keluhan, perusahaan harus memberi respon dengan segera, sebaiknya dengan menegaskan maksud perusahaan untuk menyelesaikan masalah secepat mungkin. 3) Mengurangi kejengkelan atas reparasi, pembayaran kembali dan pemberian jaminan reparasi, pembayaran kembali dan pemberian jaminan sering menjadi sumber kekecewaan para pelanggan. 4) Mempelajari cara menghibur pelanggan yang marah. Dengan sistem umpan balik dan keluhan pelanggan yang meningkat mutunya, terjadi interaksi dengan pelanggan. Bila perusahaan berhadapan
dengan pelanggan yang marah, perlakukan pelanggan tersebut dengan penuh perhatian. 2.4.6
Tahap Pertumbuhan Loyalitas Menurut Grifin (2002:35) menyatakan bahwa tingkat loyalitas terdiri dari:
1) Suspect Meliputi orang yang mungkin akan membeli barang atau jasa perusahaan. 2) Prosect Orang-orang yang memiliki kebutuhan akan produk atau jasa tertentu, dan mempunyai keyakinan untuk membelinya. 3) Disqulified Prospect Prospek yang telah mengetahui keberadaan barang atau jasa tertentu, tetapi tidak mempunyai kemampuan untuk membeli barang atau jasa tersebut. 4) First Time Customers Konsumen yang membeli untuk pertama kalinya, mereka masih menjadi konsumen baru. 5) Repeat Customers Konsumen yang telah melakukan pembelian suatu produk sebanyak dua kali atau lebih. 6) Clients Pembeli semua barang atau jasa yang mereka butuhkan dan tawarkan perusahaan, mereka membeli secara teratur. 7) Advocates
Layaknya clients, advocates membeli seluruh barang atau jasa yang ditawarkan yang ia butuhkan, serta melakukan pembelian secara teratur sebagai tambahan mereka mendorong teman-teman mereka yang lain agar membeli barang atau jasa tersebut. 2.4.7
Prasyarat Bagi Loyalitas
Sebagaimana ditunjukan oleh siklus pembelian lima langkah, dua faktor berikut sangat penting bila ingin mengembangkan loyalitas. Menurut Griffin (2005:2024), yaitu: 1) Keterikatan Keterikatan tinggi terhadap produk atau jasa dibandingkan terhadap produk atau jasa pesaing potensial. Keterikatan yang dirasakan pelanggan terhadap produk atau jasa dibentuk oleh dua dimensi: tingkat preferensi (seberapa besar keyakinan terhadap produk atau jasa tertentu) dan tingkat diferensiasi produk yang dipersepsikan (seberapa signifikan pelanggan membedakan produk atau jasa tetentu dari alternative-alternatif lain) 2) Pembelian berulang Setelah keterikatan, faktor kedua yang menentukan loyalitas pelanggan terhadap produk atau jasa tertentu adalah pembelian ulang. 2.4.8
Jenis-jenis Loyalitas Menurut Griffin (2005:22), menyatakan bahwa jenis loyalitas dapat dibagi
menjadi: 1) Tanpa loyalitas
Beberapa pelanggan tidak mengembangkan loyalitas terhadap produk atau jasa tetentu. Tanpa loyalitas ditandai dengan keterikatannya yang rendah dikombinasikan dengan tingkat pembelian yang rendah pula. Secara umum, perusahaan harus menghindari membidik para pembeli jenis ini karena mereka tidak akan menjadi pelanggan yang loyal. 2) Loyalitas yang lemah Ditandai dengan keterikatan yang rendah digabung dengan pembelian berulang yang tinggi menghasilkan loyalitas yang lemah. Pelanggan ini membeli karena kebiasaan. Denga kata lain, faktor nonsikap dan faktor situasi merupakan alas an utama membeli. Loyalitas jenis ini paling umum terjadi pada produk yang sering dibeli. 3) Loyalitas tersembunyi Tingkat keterikatan yang relative tinggi digabung dengan tingkat pembelian berulang yang rendah menunjukkan loyalitas tersembunyi. Bila pelanggan memiliki loyalitas tersembunyi, pengaruh situasi dan bukan pengaruh sikap yang menentukan pembelian berulang. 4) Loyalitas Premium Loyalitas premium, jenis loyalitas yang paling dapat ditingkatkan, terjadi bila ada keterikatan yang tinggi dan tingkat pembelian ulang yang juga tinggi. Ini merupakan jenis loyalitas yang lebih disukai untuk semua pelanggan di setiap perusahaan.
2.5
Kerangka Pemikiran
Motivasi Pelanggan (X1) Menurut Mc.Guire (2004, p.208-210) -Motivasi Internal - Motivasi Eksternal
Keputusan Pembelian (Y) Menurut Kotler (2007, p.235)
Kualitas Jasa (X2) Menurut Yamit ( 2005, p.10-12 ) -Keberwujudan -Keandalan -Daya tanggap -Jaminan -Empati
Sumber : Pengelolaan Penulis, 2011 Gambar 2.1 Kerangka Pemikiran
Loyalitas Pelanggan (Z) Menurut Griffin (2005, p31)
-Pengenalan masalah -Pencarian informasi -Evaluasi alternative -Keputusan pembelian -Perilaku pasca pembelian
Melakukan pembelian ulang secara teratur Membeli antarlini jasa atau produk Mereferensikan kepada orang lain