BAB II LANDASAN TEORI Tinjauan teori ini berisikan teori-teori yang melandasi kegiatan penelitian mengenai hubungan strategi mengajar dan kepemimpinan guru dengan motivasi belajar siswa kelas VII SMP Negeri 1 Susukan. Landasan teori ini memberikan penjelasan dari konsep secara jelas agar tidak terjadi penyimpangan. Teori-teori yang dibahas adalah strategi mengajar, kepemimpinan guru, dan motivasi belajar. 2.1. Strategi Mengajar
2.1.1. Pengertian Strategi Mengajar Strategi merupakan pola umum rentetan kegiatan yang harus dilakukan untuk mencapai tujuan tertentu. Dikatan pola umum sebab suatu strategi pada pada hakekatnya belum mengarah kepada hal – hal bersifat praktis. Suatu strategi masih berupa rencana atau gambaran menyeluruh. Sedangkan untuk mencapai tujuan memang strategi disusun untuk tujuan tertentu. Tidak ada suatu strategi tanpa adanya tujuan yang harus dicapai. Demikian juga halnya dalam proses pengajaran. Pencapaian tujuan dalam pengajaran perlu disusun suatu strategi agar tujuan itu tercapai dengan optimal. Tanpa suatu strategi yang cocok, tepat dan jitu tidak mungkin tujuan dapat tercapai. Dalam konteks mengajar dan belajar dapat dikatakan sebagai pola umum yang berisi tentang rentetan kegiatan yang dapat dijadikan pedoman ( petunujuk umum ) untuk mencapai tujuan pengajaran. Menurut Nana Sudjana dalam Sabri (2007:2) Strategi mengajar pada dasarnya adalah 1
tindakan guru dalam melaksanakan rencana pembelajaran dengan menggunakan variabel pengajaran seperti tujuan, bahan, metode dan alat serta evaluasi untuk mempengaruhi siswa mencapai tujuan yang telah ditetapkan. 2.1.2. Melaksanakan Strategi Pembelajaran Menurut Sabri (2007:3) dalam melaksanakan strategi pembelajaran ada tiga hal pokok yang harus diperhatikan oleh guru yaitu: 1) Tahapan Mengajar Secara umum ada tiga tahapan pokok yang terdapat pada tahapan ini yakni: a. Tahapan Pra Instruksional adalah tahapan yang ditempuh guru pada saat ia memulai proses belajar – mengajar. b. Tahapan Instruksional adalah tahapan pembelajaran atau tahap inti ,yakni tahapan memberikan bahan pelajaran yang telah disusun guru sebelumnya. c. Tahapan Evaluasi dan Tindak Lanjut adalah untuk mengetahui tingkat keberhasilan dari tahapan kedua ( Instruksional ). 2) Pendekatan Mengajar Menurut Bruced Joyce dalam Sabri (2007:10) ada empat katagori antara lain: 1. Pendekatan Eksposisi atau Model Informasi Pendekatan ini bertolak dari pandangan, bahwa tingkah laku kelas dan penyebaran pengetahuan dikontrol dan ditentukan oleh guru / pengajar. 2. Pendekatan Inquiry atau Discovery Merupakan pendekatan mengajar yang brusaha meletakkan dasar dan mengembangkan cara berpikir ilmiah. 3. Pendekatan Interaksi Sosial Pendekatan ini menekankan terbentuknya hubungan antara individu / siswa yang satu dengan siswa yang lainnya sehingga dalam konteks yang lebih luas terjadi hubungan sosial individu dengan masyarakat 2
4. Pendekatan Tingkah Laku ( Behavioral Models ) Pendekatan ini menekankan kepada teori tingkah laku individu pada dasarnya dikontrol oleh stimulus dan respon yang diberikan individu. 2.1.3. Pertimbangan dan Prinsip Pemilihan Strategi Mengajar Ketika kita berpikir informasi dan kemampuan apa yang harus dimiliki oleh siswa, maka pada saat itu juga kita semestinya berpikir strategi apa yang harus dilakukan agar semua itu dapat tercapai secara efektif dan efisien. Ini sangat penting untuk dipahami, sebab apa yang harus dicapai akan menentukan bagaimana cara mencapainya. Oleh karena itu sebelum menentukan strategi pengajaran apa yang dapat digunakan, ada beberapa pertimbangan yang harus diperhatikan sebagai berikut: 1. Pertimbangan yang berhubungan dengan tujuan yang ingin dicapai. Pertanyaan – pertanyaan yang dapat diajukan adalah: a. Apakah tujuan pengajaran yang ingin dicapai berkenaan dengan aspek kognitif, afektif atau psikomotor? b. Bagaimana kompleksitas tujuan pengajaran yang ingin dicapai, apakah tingkat tinggi atau rendah? c. Apakah utuk mencapai tujuan itu memerlukan keterampilan akademis? 2. Pertimbangan yang berhubungan dengan bahan atau materi pengajaran: a) Apakah materi pelajaran itu berupa fakta, konsep, hukum atau teori tertentu? b) Apakah untuk mempelajari materi pengajaran itu memerlukan pasyarat tertentu atau tidak? c) Apakah tersedia buku – buku sumber untuk mempelajari materi itu? 3. Pertimbangan dari sudut siswa: a. Apakah strategi pengajaran sesuai dengan tingkat kematangan siswa? b. Apakah strategi pengajaran itu sesuai dengan minat, bakat dan kondisi siswa? c. Apakah strategi pembelajaran itu sesuai dengan gaya belajar siswa?
3
4. Pertimbangan – pertimbangan lainnya: a. Apakah untuk mencapai tujuan hanya cukup dengan satu strategi saja? b. Apakah strategi yang kita tetapkan dianggap satu – satunya strategi yang dapat digunakan. c. Apakah strategi itu nilai efektifitas dan efisiensi? 2.2. Kepemimpinan 2.2.1. Pengertian Kepemimpinan Kepemimpinan menjelaskan bahwa sifat-dasar kepemimpinan sangat kompleks sehingga kepemimpinan tersebut dapat dikatakan suatu masalah yang kompleks dan sulit. C.Rost dalam Safari (2004) berpendapat bahwa kepemimpinan adalah sebuah hubungan yang saling mempengaruhi diantara pemimpin dan pengikut yang menginginkan perubahan nyata yang mencerminkan tujuan bersamanya. Menurut Robbins dalam Sudarwan
Danim
(2009:3)
kepemimpinan
adalah
kemampuan
mempengaruhi suatu kelompok ke arah pencapaian tujuan. Pengaruh itu menghasilkan dari interaksi atas dasar posisi formal ataupun informal. Sedangkan
menurut
Handoko
(2003:294)
kepemimpinan
adalah
kemampuan yang dipunyai seseorang untuk mempengaruhi orang lain agar mau bekerja mencapai tujuan orgaisasi
dan sasaran. Howard H.Hoyt
menyatakan kepemimpinan adalah seni untuk mempengaruhi tingkah laku manusia, kemampuan untuk membimbing orang. Ordway
Tead
mengatakan
kepemimpinan
adalah
kegiatan
mempengaruhi orang-orang agar mereka mau bekerja sama untuk mencapai tujuan yang diinginkan. Berdasarkan pendapat – pendapat di atas maka dapat disimpulkan bahwa kepemimpinan merupakan usaha yang 4
dilakukan oleh seseorang dengan segenap kemampuan yang dimiliki untuk mempengaruhi dan mengerahkan orang – orang yang supaya mereka mau bekerja sama untuk mencapai tujuannya. Berdasarkan definisi tersebut bahwa terdapat unsur – unsur dalam kepemimpinan yaitu kemampun mempengaruhi orang lain, kemampuan mengarahkan tingkah laku bawahan atau orang lain, untuk mencapai tujuan. 2.2.2. Tipe – Tipe Kepemimpinan. Manusia memang makhluk yang unik, begitu juga dengan seorang pemimpin. Satu pemimpin dengan pemimpin lain tidak sama, mengingat gaya tipe kepemimpinan pun berbeda antara satu dengan yang lainnya. Menurut sarjana lain dalam kartono kartini (2005:80-87) membagi tipe kepemimpinan sebagai berikut: 1. Tipe Karismatis Tipe kepemimpinan karismatis ini memiliki kekuatan energi, daya tarik dan perbawa yang luar biasa untuk mempengaruhi orang lain, sehingga ia mempunyai pengikut yang sangat besar jumlahnya dan pengawal – pengawal yang bisa dipercaya 2. Tipe Paternalistis Tipe kepemimpinan yang kebapakan, dengan sifat-sifat antara lain, menganggap bawahannya sebagai manusia yang belum dewasa, bersikap terlalu melindungi, jarang memberikan kesempatan kebawahannya untuk mengambil keputusan sendiri, hampir tidak pernah memberi kesempatan kepada bawahan untuk berinisiatif, dan bersikap maha tahu dan maha benar. 3. Tipe militeristis Tipe ini sifatnya sok kemiliter – militeran. Hanya gaya luaran saja yang mencontoh gaya militer. Tetapi jika dilihat lebih seksama, tipe ini mirip sekali dengan tipe kepemimipinan otoriter. 4. Tipe otokratis ( Outhoritative, dominor) Kepemimpinan otokratis itu mendasarkan diri pada kekuasaan dan paksaan yang mutlak harus dipatuhi. Pemimpinnya selalu mau berperan sebagai pemain tunggal pada a one – man show. Dia berambisi sekali untuk merajai situasi. 5
5. Tipe laissez faire Pada tipe kepemimpinan laissez faire ini sang pemimpin praktis tidak memimpin dia membiarkan kelompoknya dan setiap orang berbuat semau sendiri. Pemimpin tidak berpartisipasi sedikitpun dalam kegiatan kelompoknya. 6. Tipe Populistis Profesor Peter Worsley dalam bukunya The Third World mendefinisikan kepemimpinan populistis sebagai kepemimpinan yang dapat membangun solidaritas rakyat. Kepemimpinan populistis ini berpegang teguh pada nilai-nilai masyarakat yang tradisional. Juga kurang mempercayai dukungan kekuatan serta bantuan hutang-hutang luar negeri. Kepemimpinan jenis ini mengutamakan penghidupan nasionalisme. 7. Tipe Administratif atau Eksekutif Kepemimpinan tipe adminstratif ialah kepemimpinan yang mampu menyelenggarakan tugas – tugas administrasi secara efektif. Sedang para pemimpinnya terdiri dari teknokrat dan administratur – administratur yang mampu mengerakkan dinamika modernisasi dan pembanguna. 8. tipe demokratis Kepemimpinan demokratis berorientasi pada manusia, dan memberikan bimbingan yang efisien kepada para pengikutnya. Terdapat koordinasi pekerjaan pada semua bawahan dengan penekanan pada rasa tanggung jawab internal dan kerja sama yang baik. Kekuatan kepemimpinan demokratis terletak pada partisipasi aktif dari setiap warga kelompok. Kepemimpinan demokratis menghargai potensi setiap individu mau mendengarkan nasihat sugesti bawahan. Juga bersedia mengakui keahlian para spesialis dengan bidangnya masing-masing mampu memanfaatkan kapasitas setiap anggota seefektif mungkin pada saat dan kondisi yang tepat. 2.2.3. Faktor – Faktor Yang Mempengaruhi Kepemimpinan Dalam melaksanakan aktivitasnya pemimpin dipengaruhi oleh berbagai macam faktor. Faktor – faktor tersebut sebagaimana dikemukakan oleh H. Jodeph Reitz dalam Asmani (2009:103) adalah sebagai berikut: 1. Kepribadian (personality), pengalaman masa lalu, dan harapan pemimpin mencakup nilai – nilai, latar belakang dan pengalamannya. 2. Harapan dan perilaku atasan 3. Karateristik, harapan, dan perilaku bawahan. 6
4. Kebutuhan tugas dan setiap tugas bawahan. 5. Iklim dan kebijakan organisasi. 6. Harapan dan perilaku rekan. 2.2.4. Syarat – syarat Kepemimpinan Menurut Kartini (2006:36) mengungkapkan bahwa konsepsi mengenai persyaratan kepemimpinan itu harus selalu dikaitkan dengan tiga hal penting yaitu sebagai berikut: a. Kekuasaan ialah kekuatan, otoritas dan legalitas yang memberikan wewenangkepada pemimpin guna mempengaruhi dan menggerakkan bawahan untuk berbuat seuatu. b. Kewibawaan ialah kelebihan, keunggulan, keutamaan, sehingga orang mampu“Mbawani” atau mengatur orang lain, sehingga orang tersebut patuh pada pemimpin, dan bersedia melakukan perbuatan-perbuatan tertentu. c. Kemampuan ialah segala daya, kesanggupan, kekuatan dan kecakapan atauketerampilan teknis maupun sosial, yang dianggap melebihi dari kemampuan anggota biasa. Dari pengertian diatas kepemimpinan mengandung beberapa unsur pokok antara lain: a. Kepemimpinan melibatkan orang lain dan adanya situasi kelompok atau organisasi tempat pemimpin dan anggotanya berinteraksi. b. Dalam kepemimpinan terjadi pembagian kekuasaan dan proses mempengaruhi bawahan oleh pemimpin. c. Adanya tujuan bersama yang harus dicapai. 2.2.5. Kepemimpinan Guru Kepemimpinan guru pada dasarnya adalah suatu proses untuk mempengaruhi orang lain dimana didalamnya mengkaji tentang serentetan tindakan atau perilaku tertentu pada invididu yang dipengaruhinya. Kepemimpinan dalam organisasi sekolah adalah kepemimpinan pendidikan. Kepemimpinan pendidikan merupakan suatu 7
proses aktivitas peningkatan pemanfaatan sumberdaya manusia dan material di sekolah secara lebih kreatif, mengintegrasikan semua kegiatan dalam
kepemimpinan,
pendidikan
membuat
sedangkan membuat
manajemen keputusan
dan
untuk
administrasi kelangsungan
pembelajaran secara efektif. Guru sebagai pemimpin dalam kegitan belajar mengajar akan memiliki pola perilaku yang khas dalam mempengaruhi para murid yang disebut gaya kepemimpinan guru. Menurut Muhibbin Syah (2006:253) dengan menambahkan satu lagi gaya kepemimpinan guru menurut Borlow (1985) otoritatif maka gaya kepemimpinan guru dalam proses belajar mengajar ada empat macam yaitu: a) Otoriter (authoritarian) secara harfiah otoriter berarti berkuasa sendiri atau sewenang – wenang. Dalam PBM guru yang otoriter selalu mengarahkan dengan keras segala aktifitas para siswa tanpa dapat ditawar – tawar. Hanya sedikit sekali kesempatan yang diberikan kepada siswa untuk berperan serta untuk memutuskan cara terbaik untuk kepentingan belajar mereka. b) Laissez faire, guru laissez faire padannya adalah individualisme (paham yang menghendaki kebebasan pribadi). Guru yang berwarak ini biasanya gemar mengubah arah dan cara pengelolaan PBM secara seenaknya,ia tidak menyenangi profesinya sebagai tenaga pendidik meskipun memiliki kemampuan yang memadai. c) Demokratis (democratic) arti demokratis adalah bersifat demokrasi, yang pada intinya mengandung makna memperhatikan persamaan hak dan kewajiban semua orang. Guru yang memiliki sifat ini pada umumnya dipandang sebagai guru yang paling baik dan ideal. Alasannya dibanding dengan guru – guru lainnya guru ragam demokratis lebih suka bekerja sama dengan rekan – rekan profesinya namun tetap menyelesaikan tugasnya secara mandiri. d) Otoritatif (authoritarian),otoritatif berarti bereibawa karena adanya kewenangan baik berdasarkan kemampuan maupun kekuasaan yang diberikan. Guru yang otoritatif adalah guru 8
yang memilikidasar – dasar pengetahuan baik pengetahuan bidang studi vaknya maupun pengetahuan umum. 2.3. Motivasi Belajar 2.3.1. Pengertian Motivasi Motivasi berasal dari kata Latin movere yang bearti dorongan atau menggerakkan. Kata motivasi sering diartikan dalam bentuk kata kerja menjadi rangsangan, dorongan yang menyebabkan sesuatu terjadi, baik yang berasal dari dalam maupun yang berasal dari luar diri seseorang untuk mencapai suatu tujuan hanya jika mereka merasa hal itu merupakan bagian dari tujuan pribadi atau organisasinya. Menurut Alisuf Sabri dalam Suparman (50:2010) motivasi adalah segala sesuatu yang menjadi pendorong tingkah laku yang menuntut/mendorong orang untuk memenuhi suatu kebutuhan. Kebutuhan inilah yang akan menimbulkan dorongan atau motif untuk melakukan tindakan tertentu, dimana diyakini bahwa jika perbuatan itu telah dilakukan, maka tercapailah keadaan keseimbangan dan timbullah perasaan puas dalam diri individu. 2.3.2. Teori Motivasi Telah banyak teori tentang motivasi yang dikemukakan oleh ahli bidangnya ( Sudarwan Danim, 31 – 32 ). a. Teori Psikoanalisa dari Freud, menekankan pada pengalaman masa kanak – kanak sebagai motif yang dapat dan selalu mendorong seseorang melakukan sesuatu perbuatan. Orang merasa senang dan puas melakukan pekerjaan karena pengaruh masa lampaunya. b. Teori Gestalt dari Lewin, yang menekankan pada pengaruh kekuasaan situasi yang sedang dihadapi oleh seseorang. Perasaan senang dan puas mengerjakan sesuatu disebabkan oleh 9
karena dengan pekerjaan itu yang bersangkutan dapat menyelesaikan masalah yang dihadapinya. c. Teori Allport yang menekankan pentingnya kekuasaan “ AKU ” dalam melakukan pekerjaan. Seseorang merasa senang terdorong melakukan pekerjaan karena orang tersebut mendapat kesempatan mengatur, menguasai dan memerintah orang lain. d. Teori motivasi berprestasi dikemukakan oleh McClelland dalam Sudarwan Danim, Suparno (34:2009) memfokuskan hanya pada tiga kebutuhan yaitu: kebutuhan akan prestasi atau needs for achivement ( n.Ach), kebutuhan akan afiliasi atau needs for affiliation ( n.A.ff) dan kebutuhan akan kekuasaan atau needs for achivement ( n. Ach ). Masing – masing kebutuhan akan dijelaskan berikut ini: 1. Kebutuhan akan prestasi ( need for achievement = n.Ach ) 2. Kebutuhan akan prestasi ( n.Ach ) merupakan daya penggerak yang memotivasi seseorang. Karena itu n.Ach aka mendorong seseorang untuk mengembangkan kreativitas dalam menggerakkan semua kemempuan serta energi yang dimilikinya demi mencapai prestasi yang optimal. 3. Kebutuhan akan afiliasi ( need for affiliation = n.Af ). Kebutuhan akan afiliasi ( n.Af) ini menjadi daya penggerak yang memotivasi seseorang karena setiap orang menginginkan: 1) Kebutuhan akan perasaan diterima oleh orang lain di lingkungan tempat dia berada atau sense of belonging 2) Kebutuhan akan perasaan dihormati atau sense of importance 3) Kebutuhan akan perasaan maju dan tidak gagal atau sense achievement dan 4) Kebutuhan akan perasaan ikut serta atau sense of participant 4. Kebutuhan akan kekuasaan ( need for Power = n. Pow ). Kebutuhan akan kekeuasaan ( n. Pow ) merupakan daya penggerak untuk memotivasi seseorang, karena n. Pow ini merangsang dan memotivasi seseorang untuk mengerahkan semua kemampuan demi mencapai kekuasaan akan keduduka yang terbaik. 2.3.3. Jenis Motivasi Menurut Sudjana dalam Suparman (2010:50) motivasi dapat dibedakan menjadi 2 jenis yaitu:
10
1) Motivasi Iitrinsik Motivasi intrinsik adalah motivasi yang muncul dari dalam diri setiap individu seperti kebutuhan, bakat, kemauan, minat dan harapan. Misalnya seseorang anak yang membeli buku pelajaran biologi karena ia membutuhkan buku tersebut untuk dibaca agar menambah wawasan dan pengetahuaanya di bidang biologi, Suparman (2010:50). 2) Motivasi Ekstrinsik Motivasi Ekstrinsik adalah motivasi yang datang dari luar diri seseorang, timbul karena adanya stimulus (rangsangan) dari luar dirinya atau lingkungannya. Misalnya, seseorang yang mengikuti sebuah kejuaraan karena ingin mendapatkan hadiah utama yaitu uang. Dalam kasus ini maka uanglah yang menjadi motivasi orang tersebut, Suparman (2010:51). Dalam proses belajar siswa, kedua motivasi ini yaitu intrinsik dan ekstrinsik sangatlah diperlukan. Keduanya merupakan dua hal yang saling berhubungan satu sama lain. 2.3.4. Hal - hal yang Mempengaruhi Motivasi Menurut Dimayati dan Mudjiono dalam Suparman (2010 : 55 – 56) ada beberapa hal yang dapat mempengaruhi motivasi belajar anak didik, yakni: 1) Cita – cita dan aspirasi anak didik Cita – cita akan dapat memperkuat motivasi anak didik untuk belajar. 2) Kemampuan anak didik Kemauan harus senantiasa dibarengi dengan kemampuan atau kecakapan untuk mencapainya. 3) Kondisi anak didik Meliputi kondisi jasmani dan rohani. Kondisi jasmani dan rohani sangat berpengaruh terhadap kegiatan belajar anak didik. 4) Kondisi lingkungan anak didik Lingkungan anak didik berupa lingkungan keluarga, sekolah, masyarakat dan alam sekitar. 5) Upaya guru dalam membelajarkan anak didik Guru adalah seorang pendidik, pengajar, fasilitator dan mediator bagi anak didiknya. Interaksi yang sehat, positif, efektif dan efisien antara anak didik dan guru akan berpengaruh terhadap pertumbuhan dan perkembangan anak didik. 11
2.3.5. Bentuk – Bentuk Motivasi Belajar Menurut Sadirman dalam Suparman (2010:52-54) ada beberapa bentuk dan cara untuk menumbuhkan motifasi belajar anak didik, yaitu: a) Memberi angka Pemberian angka atau nilai ( apalagi angka yang bagus) akan menjadi mtivasi tersendiri bagi anak didik. Ia bisa memilih untuk mendapatkan angka yang lebih tinggi lagi, anak minimal mempertahankan angka yang telah didapatnya. b) Hadiah Hadiah bisa menjadi motivasi tersendiri bagi siswa. Misalnya guru menjanjikan hadiah bagi anak didik yang berhasil mencapai angka standar, atau berhasil menjawab pertanyaan. c) Saingan dan Kompetensi Cara ini juga bisa memotivasi siswa, yang penting anak didik diarahkan untuk bersaing secara sehat dan positif dengan teman – temannya. Misalnya bersaing untuk mendapatkan juara di dalam kelas. d) Ego – inviement Anak didik akan berusaha dengan segenap tenaga untuk mencapai prestasi yang baik untuk menjaga harga dirinya. Guru harus menumbuhkan kesadaran pada anak didik agar merasakan dan menyadari betapa pentingnya tugas dan menerimanyasebagai tantangan yang harus diselesaikan. e) Memberi ulangan Memberikan ulangan bisa memacu siswa untuk belajar lebih giat.Yang perlu diperhatikan guru adalah jangan terlalu memberi ulangan karena bisa menimbulkan kebosanan dan kejenuhan dalam diri anak didik. f) Mengetahui hasil Dengan mengetahui hasil pekerjaannya, akan mendorong anak didik agar lebih giat lagi dalam belajar. Jika siswa tahu bahwa hasil belajarnya senantiasa mengalami peningkatan, maka dengan sendirinya akan memotivasi siswa untuk terus belajar. g) Pujian Pujian yang baik dan positif akan memupuk suasana yang menyenangkan dan meningkatkan gairah belajar. h) Hukuman Hukuman tidak selamanya berdampak negatif jika dilibatkan pada saat yang tepat dengan alasan yang jelas, dan dengan jenis hukuman yang logis sesuai dengan kesalahannya.
12
i) Minat Minat adalah instrumen motivasi yang kedua setelah kebutuhan. Proses belajar akan berjalan dengan baik jika dilandasi minat untuk belajar. j) Hasrat untuk belajar Hasrat untuk belajar merupakan sesuatu yang muncul dalam diri anak didik, yang mengakibatkan anak didik mau belajar lebih giat lagi. k) Tujuan yang diakui Tujuan yang diakui dan diterima dengan baik oleh anak didik merupakan instrumen motivasi yang sangat penting. 2.4. Penelitian Terdahulu Yang Relefan a. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Dian Ratna Sari, 2005 tentang Pengaruh Kepemimpinan dan Kemampuan Berkomunikasi Guru terhadap Motivasi Belajar Mata Pelajaran Ekonomi pada Siswa Kelas XI IPS SMA Negeri 1 Sragi Kabupaten Pekalongan Tahun Pelajaran 2005/2006. Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Semarang. Hasil analisis regesi ganda memperoleh persamaan regresi = 1,021 + 0,860X1 + 0,593X2. Uji keberartian persamaan regesi secara parsial dengan uji t diperole t
hitung
untuk variabel motivasi sebesar 3,124 dengan probabilitas
0.000 < 0.05, yang berarti secara parsial, ada pengaruh yang signifikan antara kepemimpinan dengan motivasi belajar siswa sedangkan untuk variabel kemampuan berkomunikasi guru diperoleh t
hitung
sebesar 3,480
dengan probabilitas 0,000 < 0.05, yang berarti secara parsial, ada pengaruh yang signifikan antara kemampuan berkomunikasi guru dengan motivasi belajar siswa. Uji secara simultan dengan uji F diperoleh F
hitung
= 25,779 dengan probabilitas 0.000 < 0.05, yang berarti secara simultan ada pengaruh yang signifikan antara kepemimpinan dan kemampuan 13
berkomunikasi guru dengan motivasi belajar siswa. Besarnya pengaruh secara simultan antara kepemimpinan dan kemampuan berkomunikasi guru terhadap prestasi belajar adalah 67,5%. Besarnya pengaruh masingmasing variabel yaitu kepemimpinan terhadap motivasi belajar siswa sebesar 14,62%, dan pengaruh kemampuan berkomunikasi guru terhadap motivasi belajar siswa sebesar 17,52%. b. Berdasarkan penelitian yang dilakukan Ady Prabowo, 2012 tentang Pengaruh Kepemimpinan dan Kreativitas Guru Dalam Proses Belajar Mengajar Terhadap Hasil Belajar Dikalangan Siswa SMK Pelita Salatiga. Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Kristen Satya Wacana. Hasil analisis regesi ganda memperoleh persamaan regresi Y = 56,228 + 0,183X1 +0,136X2. Uji keberartian persamaan regesi secara parsial dengan uji t diperole t
hitung
untuk variabel
kepemimpinan sebesar 3,241 dengan probabilitas 0.002 < 0.05, yang berarti secara parsial, ada pengaruh yang signifikan antara kepemimpinan dengan hasil belajar siswa sedangkan untuk variabel kreativitas guru diperoleh t
hitung
sebesar 3,504 dengan probabilitas 0,001 < 0.05, yang
berarti secara parsial, ada pengaruh yang signifikan antara kreativitas guru dengan hasil belajar siswa. Uji secara simultan dengan uji F diperoleh F
hitung
= 23,905 dengan probabilitas 0.000 < 0.05, yang berarti
secara simultan ada pengaruh yang signifikan antara kepemimpinan dan kemampuan kreativitas guru dengan hasil belajar siswa. Besarnya
14
pengaruh secara simultan antara kepemimpinan dan kreativitas guru terhadap hasil belajar adalah 45,2%. 2.5. Kerangka Berpikir Uma Sekaran dalam Sugiyono (2011:60) mengemukakan bahwa kerangka berfikir merupakan model konseptual tentang bagaimana teori berhubungan dengan berbagai faktor yang telah diidentifikasi sebagai masalah yang penting. Dalam kerangka berfikir ini peneliti akan menjelaskan tentang model hipotetis, definisi operasional dan skala pengukuran. 2.5.1. Model hipotitis Model hipotitis merupakan gambaran dari variabel – variabel penelitian. Dalam penelitian ini akan dijelaskan variabel dependen dan independen. Variabel dependen disebut juga variabel tidak bebas, dan variabel independen disebut variabel bebas. Suatu variabel disebut dependen atau tidak bebas jika nilai atau harganya ditentukan oleh satu atau beberapa variabel lain. Dalam hubungan ini variabel lain itu disebut variabel independen atau variabel bebas (Gulo. W.2005:46-47). Dalam penelitian ini yang dijadikan sebagai variabel independen adalah strategi mengajar (X1) dan kepemimpinan guru (X2). Sedangkan yang menjadi variabel dependen adalah motivasi belajar siswa (Y).
15
Berdasarkan uraian tersebut dapat digambarkan model hipotitis penelitian sebagai berikut:
(X1) R
Y
(X2) Gambar1.1. Kerangka berpikir hubungan strategi mengajar dan kepemimpinan guru dengan motivasi belajar siswa kelas VII SMP Negeri 1 Susukan. Keterangan : X1
= Strategi Mengajar
X2
= Kepemimpinan Guru
Y
= Motivasi Belajar Siswa
R
= Analisis Korelasi Ganda = Hubungan variabel x dengan variabel y
2.5.2. Definisi Operasional Varibel Definisi operasional dimaksutkan untuk menjelaskan makna variabel yang sedang diteliti. Menurut Masri dalam Riduwan (2010:122) memberikan pengertian tentang definisi operasional adalah unsur penelitian yang memberitahukan cara mengukur suatu variabel. Dengan kata lain definisi operasional adalah semacam petunjuk pelaksanaan caranya mengukur suatu variabel. Berikut ini definisi operasional variabel penelitian:
16
1. Strategi Mengajar (X1) Strategi mengajar adalah merupakan cara guru yang dijadikan sebagai pedoman dalam pembelajaran. Pedoman yang dimaksud dalam penelitian ini adalah model pembelajaran. Berkaitan dengan strategi mengajar, guru didalam mengajar diharapkan dapat mengembangkan model – model pembelajaran seperti strategi maupun bahan ajar dalam menyampikan materi kepada siswanya. Tingkatan strategi mengajar di kategorikan menjadi 3 yaitu: Tinggi: jika guru dapat mengembangkan model pembelajaran di beri skor 3 Sedang: jika guru dapat mengembangkan model pembelajaran di beri skor2 Rendah: jika guru tidak dapat mengembangkan model pembelajaran di beri skor 1 2. Kepemimpinan Guru (X2) Kepemimpinan guru adalah merupakan kemampuan guru untuk mempengaruhi orang lain agar mau bekerja sama untuk mencapai tujuan. Tujuan yang dimaksud dalam penelitian ini adalah motivasi belajar. Kepemimpinan di kategorikan menjadi 3 yaitu: Tinggi:
jika guru memiliki kemampuan mempengaruhi siswa untuk bekerjasama agar mencapai tujuan diberi skor 3
Sedang: jika guru dapat mempengaruhi siswa untuk bekerjasama agar mencapai tujuan diberi skor 2. 17
Rendah: jika guru tidak memiliki kemampuan mempengaruhi siswa untuk bekerjasama agar mencapai tujuan diberi skor 1. 3. Motivasi Belajar Siswa (Y) Motivasi belajar adalah suatu dorongan yang timbul dari dalam diri seseorang untuk melakukan suatu kegiatan. Dalam penelitian ini yang dimaksud dengan kegiatan adalah belajar. Tingkatan motivasi belajar di kategorikan menjadi 3 yaitu: Tinggi : jika guru dapat mengembangkan model pembelajaran dan serta memiliki kemampuan mempengaruhi siswa untuk mencapai tujuan maka motivasi siswa untuk mengikuti pelajaran tinggi diberi skor 3. Sedang: jika guru dapat mengembangkan model pembelajaran serta memiliki kemampuan mempengaruhi siswa untuk mencapai tujuan maka motivasi belajar sedang diberi skor 2. Rendah : jika guru dapat mengembangkan model pembelajaran serta memiliki kemampuan mempengaruhi siswa untuk mencapai tujuan maka motivasi belajar rendah diberi skor 1. Berdasarkan keterangan tersebut diperoleh perhitungan sebagai berikut:
Tinggi:
Sedang:
Rendah: 18
2.5.3. Skala Pengukuran Skala pengukuran merupakan kesepakatan yang digunakan sebagai acuan untuk menentukan panjang pendeknya interval yang ada dalam alat ukur sehingga alat ukura tersebut bila digunakan dalam pengukuran akan menghasilkan data kuantitatif ( Sugiyono, 2011: 92). Dalam penelitian ini strategi mengajar dan kepemimpinan guru dengan motivasi belajar menggunakan skala ordinal. Tabel 1.1 Daftar Skala Pengukuran Skala Pengukuran No
Variabel
Notasi Nominal
Ordinal
1
Strategi Mengajar
(X1)
2
Kepemimpinan Guru
(X2)
3
Motivasi Belajar Siswa
(Y)
Interval
Rasio
2.6. Hipotesis Penelitian Menurut Sugiyono (2010:96) hipotesis merupakan jawaban sementara terhadap rumusan masalah penelitian, dimana rumusan masalah telah dinyatakan dalam bentuk kalimat pertanyaan. Hipotesis tersebut akan diuji menggunakan pendekatan kuantitatif sehingga akan diketahui kebenarannya secara empiris. Dengan mengacu pada rumusan masalah dan kerangka pemikiran yang telah dibuat, peneliti merumuskan hipotesis sebagai berikut :
19
Hipotesis Kerja 1: Ada hubungan positif signifikan antara strategi mengajar dengan motivasi belajar siswa SMP Negeri I Susukan artinya semakin baik strategi mengajar guru maka semakin tinggi motivasi belajar siswa. Hipotesis Statistik: H0 : ρx1y = 0 H1 : ρx1y > 0 Hipotesis Kerja 2: Ada hubungan positif signifikan antara kepemimpinan guru dengan motivasi belajar
Siswa SMP Negeri I Susukan, artinya semakin baik sikap guru
mendorong dan mengarahkan siswanya untuk belajar maka semakin
tinggi
motivasi belajar siswa. Hipotesis Statistik: H0 : ρx2y = 0 H1 : ρx2y > 0 Hipotesis Kerja 3: Ada hubungan positif signifikan antara strategi mengajar dan kepemimpinan guru dengan motivasi belajar Siswa SMP Negeri I Susukan, artinya semakin baik strategi mengajar dan kepimpinan guru maka semakin tinggi motivasi belajar siswa. Hipotesis Statistik H0 : ρx1x2y = 0 H1 : ρx1x2y > 0 20