BAB II LANDASAN TEORI
2.1.
Mariyuana Mariyuana (Cannabis sativa syn. Cannabis indica) adalah tumbuhan
budidaya penghasil serat, namun lebih dikenal karena kandungan zat narkotika pada bijinya, tetrahidrokanabinol (THC, tetra-hydro-cannabinol) yang dapat membuat pemakainya mengalami euforia (rasa senang yang berkepanjangan tanpa sebab). Mariyuana berkembang biak dari biji, namun tiap bijinya dapat memunculkan dua jenis tanamanyang berbeda, yaitu tanaman jantan dan betina. Kedua jenis tanaman ini sama–sama menghasilkan bunga, namun hanya tanaman betina yang bisa menghasilkan biji bunga. Hal itu pun terjadi apabila serbuk sari dari tanaman jantan sampai ke bunga dari tanaman betina. Bagian batang mariyuana memiliki variasi 1 sampai 9 meter tergantung beberapa faktor seperti varietas, iklim, dan jumlah sinar matahari. Bagian kulit luar dari batang mariyuana terdiri atas serat yang lebih kuat dan jauh lebih panjang namun lebih tipis dari serat batangnya. Serat–serat inilah yang kemudian dibuat menjadi tali, dan pakaian. Serat kulit batang mariyuana berdifat hidrofobik (menolak air) sehingga sulit membusuk serta jauh lebih kuat dari serat dari bahan lain (Tim LGN, 2011).
8
Menurut Tim Lingkar Mariyuana Nusantara (2011) bagian yang terpenting dari tanaman mariyuana, terutama bagi yang menikmati efek memabukkannya adalah trikoma atau bulu–bulu halus yang tumbuh di seluruh permukaan tanaman mariyuana yang bersentuhan dengan udara. Biasanya terkonsentrasi di daun dan bunganya. Trikoma menghasilkan berbagai zat kimia dalam bentuk resin (getah) yang salah satunya delta-9-Tetrahydrocannabinol (THC). Zat THC bersifat memabukkan dan memiliki efek yang sangat kompleks pada otak manusia. Tanaman mariyuana akan menghasilkan zat THC dalam jumlah banyak pada varietas mariyuana di daerah tropis. Hal ini disebabkan zat THC berfungsi untuk melindungi pohon dari kekeringan dan memerangkap uap air dari udara sekitar. Diberbagai belahan dunia, mariyuana sebenarnya telah dipakai sebagai bumbu masak dan obat tradisional pengurang rasa sakit. Sebelum ada larangan ketat terhadap penanaman mariyuana, di Aceh daun mariyuana menjadi komponen sayur dan umum disajikan. Selain itu, dalam konteks sosiologis penggunaan mariyuana lebih untuk memenuhi rasa adventurous (berpetualang) remaja dan merupakan simbol kebersamaan atau kepercayaan dalam persahabatan (Veronica Colondam, 2007).
2.2.
Bentuk – bentuk Mariyuana Pada penggunaannya mariyuana mempunyai beberapa bentuk (Ridha
Ma’roef, 1976), yaitu: a. Berbentuk rokok lintingan yang disebut Reefer. b. Berbentuk campuran yang dicampur dengan tembakau untuk dirokok. 9
c. Berbentuk campuran daun, tangkai, dan biji untuk dirokok. d. Berbentuk bubuk dan damar yang dapat dihisap melalui hidung. e. Berbentuk Damar Hashish berwarna coklat kehitam – hitaman seperti makjum.
2.3.
Dampak – dampak Penggunaan Mariyuana bagi Mantan Pengguna Mariyuana Mariyuana atau mariyuana merugikan individu dalam banyak hal.
Penggunaan mariyuana dapat memberikan dampak terhadap kesehatan yang signifikan, keamanan, sosial, dan belajar atau masalah perilaku, terutama bagi pengguna yang berusia muda. Efek jangka pendek penggunaan mariyuana termasuk kehilangan memori, persepsi terdistorsi, masalah dengan berpikir dan problem solving, dan kecemasan (ONDCP). Seseorang yang menggunakan mariyuana mungkin merasa sulit untuk berkonsentrasi, sehingga membahayakan kemampuan yang dipunyai untuk mencapai potensi sepenuhnya. Berikut ini akan dijabarkan beberapa dampak dari penggunaan mariyuana.
2.3.1. Dampak Fisik Salah satu dampak yang ditimbulkan akibat pernah menghisap mariyuana adalah adanya gangguan fisik. Penelitian–penelitian sudah banyak dilakukan untuk mencari akibat fisik apa saja yang timbul. Salah satu penelitian yang dilakukan oleh Powelson terhadap mahasiswa menyatakan dampak secara fisik pada mantan pengguna yang 10
pernah menghisap mariyuana selama 18 bulan, dirasakan adanya gangguan pada otak dan kesehatannya. Setelah tidak memakai mariyuana, individu tidak dapat lagi berpikir seperti jernihnya pikiran pada waktu sebelum menggunakan. Tampaknya suatu keadaan “redupnya keinginan” untuk mencapai sesuatu yang telah mencengkam dirinya (dalam Wilson Nadeak, 1978). Berbeda dengan kopi, tembakau, dan alkohol, efek kemudian setelah tidak menghisap mariyuana bertahan lama. Walaupun sudah tidak memakai mariyuana mempunyai efek melemahkan ginjal dan limpa. Selain itu efek jangka panjangnya dapat membunuh sel–sel otak yang membuat menjadi sulit konsentrasi, otak tumpul dan berpikir jernih (Hardin Jones, dalam Wilson Nadeak, 1978). Steven Silverstein (Wilson Nadeak, 1978) menyatakan kerusakan gigi dan gusi kebanyakan terdapat di kalangan pemakai mariyuana dibandingkan dengan perokok sigaret biasa. Sedangkan menurut Joshua Tobing dan Udut Hutabarat (2009) menyatakan adanyan beberapa gejala yang muncul setelah putus obat, antara lain Sukar tidur, hiperaktif, serta nafsu makan hilang. Budney, dkk (dalam J.W Kalat, 2010) menambahkan bahwa pengguna mariyuana yang putus obat akan mengalami psikosomatis seperti migran bahkan pusing yang muncul berkali–kali, mengalami insomnia, serta kehilangan nafsu makan dalam tingkat menengah.
11
Dampak–dampak tersebut secara langsung maupun tidak langsung akan diikuti beberapa gejala psikis yang dialami mantan pengguna mariyuana. Ada beberapa gejala yang muncul bersamaan antara gejala fisik dengan gejala psikis. Gejala–gejala tersebut sangat besar dirasakan pada awal – awal seseorang putus obat. Beberapa mantan pengguna kemungkinan masih merasakan dampak–dampak tersebut sampai sekarang. Hal itu dikarenakan dampak mariyuana lebih lama dibandingkan tembakau atau alkohol.
2.3.2.
Dampak Psikologis Mariyuana memiliki pengaruh psikologis kepada pemakainya.
Pengaruh–pengaruh tersebut antara lain peningkatan intensitas indra dan ilusi seolah–olah waktu berjalan secara sangat lambat ( J.W. Kalat, 2010). Penggunaan mariyuana khususnya pada pengguna pemula dan pecandu berat menyebabkan kerusakan memori dan kemampuan kognitif yang signifikan. Dampak tersebut berlangsung sangat lama bahkan pada saat seseorang sudah putus obat. Mariyuana merusak memori. Mantan pecandu mariyuana yang telah berhenti menggunakan mariyuana mulai dari 4 minggu awal dan seterusnya menunjukkan adanya pemulihan memori (Pope, Grober, Hudson, Huestis, dan Yurgelun- Todd dalam Kalat, 2010). Adanya pemulihan memori tersebut membuktikan bahwa adanya kerusakan memori bagi para pecandu mariyuana. Kerusakan memori tersebut memang dapat pulih tetapi tidak bisa 100% pulih seperti semula. Setelah tidak memakai mariyuanha, maka ilusi atau halusinasi yang dialami berangsur–angsur berkurang. 12
Tennant Jr. dan Groesbeck (dalam Wilson Nadeak, 1978) menyatakan bahwa ada dampak psikologis yang terlihat setelah individu tidak memakai mariyuana adalah perasaan yang kacau. Biasanya mantan pengguna mengalami keadaan emosi yang labil. Mantan pengguna terkadang mudah tersinggung, mengekspresikan kemarahannya secara meledak–ledak, selain itu masih adanya suatu ketakutan kepada suatu hal yang mungkin tidak terjadi. Tingkat ketakutan yang dialami mantan pengguna tidak sebesar halusinasi yang dialami saat masih menggunakan mariyuana. Budney,dkk (dalam J.W. Kalat, 2010) menambahkan bahwa apabila seseorang berhenti menggunakan mariyuana, maka gejala penarikan diri yang timbul tidak akan separah gejala penarikan diri pada opiat. Selain dampak psikologis yang telah disebutkan di atas, mantan pengguna mariyuana biasanya mengalami ketidaktenangan, gelisah, mengalami depresi terutama pada penggunaan mariyuana yang sudah overdosis, dan keinginan yang kuat untuk merokok mariyuana kembali.
13